Gambaran Kecerdasan Emosional Pada Remaja Yang Berpacaran

(1)

GAMBARAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA YANG BERPACARAN

Sripsi

Guna Memenuhi Syarat Skripsi Perkembangan

D I S U S U N OLEH

Resty Laurika S

011301068

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wa syukurillah, tak sanggup kumenghitung betapa banyak ni’mat, rahmat dan hidayah yang Allah SWT limpahkan kepadaku, ni’mat

kesenangan, kecukupan, rahmat do’a yang Kau kabulkan dan keinginan yang kau

wujudkan maupun hidayah cobaan, ujian dan teguranMu sehingga dengan semua

itu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa shalawat beriring salam

penulis panjatkan kepada Rasulullah Muhammad SAW yang menjadi panutan dan

junjungan mutlak seluruh Umat muslim di dunia.

Penulisan skripsi ini diselesaikan guna melengkapi tugas akhir Program S1

Fakultas Psikologi Universitas sumatera Utara Medan. Skripsi yang berjudul

GAMBARAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA YANG BERPACARAN ini penulis sadari jauh dari kesempurnaan. Penulis juga

menyadari masih terdapat kesalahan, kekurangan maupun kesilapan sehingga

penulis mengharapkan koreksi yang membenarkan, kritik yang membangun dan

saran yang baik demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis pada kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat :

1. Bapak dr Chairul Yoel, Sp.A(K).. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Eka Ervika M.Si, Psi selaku dosen pembimbing skripsi. Makasih ya bu


(3)

yang ibu suruh. Makasih ya bu, atas dorongannya sama saya sehingga saya

bisa menyelesaikan skripsi saya ini.

3. Untuk Dosen Pembimbing Akademik saya Ibu Lili Garliah, M.Si dan Pak Eka

DJ. Ginting, S.Psi, Psikolog. Tarima kasih atas kesabarannya membimbing

saya selama ini. Tarima kasih atas kesediaan Bapak Ibu untuk mendengar

segala curhat-curhat saya.

4. Seluruh Bapak-bapak dan Ibu-ibu Staf Pengajar Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara Medan Khususnya Pak Aswan, K’ Devi, K’Ari

yang telah banyak membantu saya dalam perkuliahan ini. Khusus untuk P’

Aswan makasih atas perhatiannya selama ini ke saya dan selalu bertanya

kepada saya “kapan lagi kamu Resty??”. Makasih ya pak, akhirnya yang

bapak bilang terwujud juga. Jaga kesehatan ya Pak.

Penulis dengan segala kerendahan hati juga ingin mengucapkan terima

kasih dan penghargaan yang tinggi kepada:

1. Yang teramat kucintai, kusayangi dan kuhormati Ibuku sekaligus menjadi

Ayah bagiku Dra. Naleni Indra, MM, Ak yang dengan susah payah tanpa

mengenal lelah, pamrih dan patah semangat mengajarkan, mendidik dan

membimbingku. Pada akhirnya akupun menyadari betapa besarnya syukurku

mempunyai orang tua sepeti Ibu. Makasih ya mami karena selama ini selalu

mendoakan deola selama ini yang ga pernah putus-putusnya. Deola

mendoakan supaya mami selalu dalam lindungan Allah SWT, sehat waalfiat


(4)

2. Yang juga teramat kucintai, kusayangi dan kuhormati paman dan bibiku

sekaligus menjadi kedua orang tua angkatku H.T. Azwar Aziz SE, dan Marina

Indra, karena merekalah yang juga berperan serta mendidik dan

membimbingku.

3. Saudaraku yang kucintai dan kubanggakan, abangku Getmy Tentrama SE

(makasih ya bang karena selama ini udah menjadi ayah bagiku dan adik-adik

selama ini. Pengorbananmu sangat besar dan sangat berarti bagiku dan

mudah-mudahan segala yang kulakukan bisa membuat abang bangga. Semoga

abang selalu dalam lindungan Allah SWT dan diberi jodoh yang terbaik

bagimu dan bagi Allah). Adikku Nydia lavini SE (ciee... yang udah tamat

duluan dari uni, uni doakan cepat dapat kerja dan jodoh yaa, din). Dan adikku

yang paling kusayangi dan kubanggakan Nesia Aunika, rajin belajar ya biar

terwujud cita-cita mami ama opa dan keluarga besar kita yang ngarapin nesya

jadi dokter pengganti Opa. Serta Arif dan Annisa dan sepupu-sepupuku

lainnya yang kusayangi.

4. Khusunya ku persembahkan bagi (Alm) Opa Dr. Indra Utama, Sp.PD dan

Oma Delina Indra. Makasih atas segala-galanya yang Oma, Opa berikan

untukku dan keluargaku. Disaat kami sedang luluh lantak hanya Oma dan Opa

yang jadi tempat bersandar kami. Dan mudah-mudahan Oma cepat sembuh

yaaa... Juga untuk Oom dan Tanteku semuanya, Letkol. Dr. Tjahaya Indra

Utama Sp.An dan Tante Sri Keumalawati, Nilram Indra Utama dan Tante


(5)

Melia Feria Indra Utama. Terima kasih atas perhatiannya dan bantuannya

selama ini untuk mami dan kami...

5. Sahabat-sahabat terbaikku Liza Mestika, Amd, Rina Gusnita, S.Kg, dr Winra

Pratita, dan Maya Sari Mutia, S. Ked. Makasih yaaa atas dorongan kalian

selama ini untukku. Semoga persahabatan kita kekal selamanya. (i love you

girls).

6. Sahabat-sahabat baikku di Psikologi Mimi, Eva, Lesni (yang udah duluan jadi

sarjana psikologi), dan Melda (yang masih sama-sama berjuang untuk jadi

sarjana) makasih ya temen-temen atas bantuannya selama ini dalam

pengerjaan skripsiku dan segala curhat-curhatku....

7. Temen-temenku Yunita (kapan kita telfonan kayak orang gila lagi sama ayo

kita ke Jakarta bareng trus nontooooonnnnn dan jalan-jalan????), Mitha (cepat

kawin mit ga usah lama-lama lagi melajang), Ajo (pacar bersama kita.... cepat

lah kau kerja dan kawini lah pacarmu itu). Juga temen-temen seangkatan ku

(2001) yang udah duluan lulus dari kampus tercinta.

8. Khusus untuk Grace dan Mas Bram (mbeckie-ku), terima kasih telah

menyediakan tempat tidur, tempat makan, dan segala-galanya bisa dilakukan

dirumah kalian. Semoga kalian selalu bahagia dan cepat dikaruniai anak (biar

aku jadi aunty buat anak-anak kalian).

9. Yang tercinta, Muhammad Rizki Nugraha, SE. Manjakuuuuuuuu maksih atas

dorongan dan pertanyaan-pertanyaan mu yang belum bisa kujawab. Yang

menjadi motivasi bagiku untuk menyelesaikan skripsi ini.Sekaranglah baru


(6)

Setiap keringat, air mata dan darah yang kuteteskan tak akn pernah menjadi

sia-sia kalau aku bisa bangkit dan memberi bukti. Akhirnya kepada Allah aku

memohon ampun dan memanjatkan do’a agar aku, kau, dia, mereka dan kita

semua diberikan pengmpunan atas dosa, serta petunjuk dan limpahan rezeki yang

membuat kita tak pernah lupa kepadaNya. Sesungguhnya perjalanan hidupku dan

waktu, matiku hanya engkau yang tau Ya Allah, akulah yang berkewajiban

berikhtiar, berdo’a dan beribadah kepadaMu Ya Allah. Allahu Akbar!

Akulah tuan dari rumah jiwaku Akulah arsitek jalan langkahku

Akulah pekerja pembangunan masa depanku Akulah penikmat hasil daya upayaku

(Resty Laurika, Januari2008)

Wassalamu’alalikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Medan, Januari 2008

Resty Laurika Siregar


(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……. ………. i

Daftar isi ……. ………... v

BAB I. PENDAHULUAN ………... 1

I.A. Latar Belakang Masalah ………...…. 1

I.B. Identifikasi Masalah ... 10

I.B. Tujuan Penelitian... 11

I.C. Manfaat Penelitian... 11

I.D. Sistematika Penulisan... 11

Kerangka Berpikir ... 13

BAB II. LANDASAN TEORI ... 15

II.A. Kecerdasan Emosional... 15

II.A.1. Defenisi Kecerdasan Emosional... 12

II.A.2. Faktor-faktor Kecerdasan Emosional ... 17

II.A.3. Ciri-Ciri Individu dengan Kecerdasan Emosional ... 19

II.A.4. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional ... 20

II.B. Pacaran ... ...….. 24

II.B.1. Pengertian Pacaran ... ... ... 24

II.B.2. Perilaku dalam Berpacaran ... 27

II.C. Remaja .... ... 29

II.C.1. Tugas Perkembangan Remaja ... 29


(8)

II.C.3. Gambaran Kecerdasan Emosional

Pada Remaja Berpacaran ... 33

BAB III. METODE PENELITIAN ... 37

III.A. Penelitian Kualitatif ... ... 37

III.B. Metode Pengumpulan Data ... 38

III.B.1.Wawancara ... 38

III.C. Subjek Penelitian ... 40

III.C.1.Kriteria Sampel Penelitian ... 40

III.C.2. Teknik Pengambilan Sampel... 40

III.C.3. Jumlah Subjek ... 41

III.D. Lokasi Penelitian ... 41

III.E. Alat Bantu Pengolahan Data... 42

III.E.1. Alat Perekam... 46

III.E.2. Pedoman Wawancara ... 46

III.E.3. Lembar Observasi dan Catatan Responden ... 46

III.E.4. Kredibilitas Penelitian ... 46

III.F. Prosedur Penelitian ... 47

III.F.1. Tahap Persiapan Penelitian ... 47

III.F.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 48

III.G. Metode Analisa dan Interpretasi Data ... 49

BAB IV. ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... 52


(9)

IV.A.1. Deskripsi Data Subjek I ... 53

IV.A.2. Data Observasi Subjek I ... 54

IV.A.3. Data Wawancara Subjek I ... 56

IV.A.4. Interpretasi Subjek I ... 67

IV.B. Subjek II ... 70

IV.B.1. Deskripsi Data Subjek II... 70

IV.B.2. Data Observasi Subjek II... 71

IV.B.3. Data Wawancara Subjek II ... 72

IV.B.4. Interpretasi Subjek II ... 80

IV.C. Subjek III ... 82

IV.C.1. Deskripsi Data Subjek III ... 82

IV.C.2. Data Observasi Subjek III ... 82

IV.C.3. Data Wawancara Subjek III ... 83

IV.C.4. Interpretasi Subjek III ... 92

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN ... 95

V.A. Kesimpulan ... 95

V.B. Diskusi ... 97

V.B.1. Kelebihan Penelitian ... 98

V.B.2. Kelemahan Penelitian ... 99

V.C. Saran ... 99

V.C.1. Saran Praktis ... 99

V.C.2. Saran Penelitian Lanjutan ... 99


(10)

DAFTAR TABEL/ GAMBAR

Kerangka Berpikir ... 13

Latar Belakang Subjek . ... 32

Gambaran Umum Subjek I ... 53

Waktu Wawancara Subjek I ... 54

Gambaran Umum Subjek II ... 70

Waktu Wawancara Subjek II ... 71

Gambaran Umum Subjek III ... 82


(11)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……. ………. i

Daftar isi ……. ………... v

BAB I. PENDAHULUAN ………... 1

I.A. Latar Belakang Masalah ………...…. 1

I.B. Identifikasi Masalah ... 10

I.B. Tujuan Penelitian... 11

I.C. Manfaat Penelitian... 11

I.D. Sistematika Penulisan... 11

Kerangka Berpikir ... 13

BAB II. LANDASAN TEORI ... 15

II.A. Kecerdasan Emosional... 15

II.A.1. Defenisi Kecerdasan Emosional... 12

II.A.2. Faktor-faktor Kecerdasan Emosional ... 17

II.A.3. Ciri-Ciri Individu dengan Kecerdasan Emosional ... 19

II.A.4. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional ... 20

II.B. Pacaran ... ...….. 24

II.B.1. Pengertian Pacaran ... ... ... 24

II.B.2. Perilaku dalam Berpacaran ... 27

II.C. Remaja .... ... 29

II.C.1. Tugas Perkembangan Remaja ... 29

II.C.2. Ciri-Ciri Masa Remaja ... 31


(12)

Pada Remaja Berpacaran ... 33

BAB III. METODE PENELITIAN ... 37

III.A. Penelitian Kualitatif ... ... 37

III.B. Metode Pengumpulan Data ... 38

III.B.1.Wawancara ... 38

III.C. Subjek Penelitian ... 40

III.C.1.Kriteria Sampel Penelitian ... 40

III.C.2. Teknik Pengambilan Sampel... 40

III.C.3. Jumlah Subjek ... 41

III.D. Lokasi Penelitian ... 41

III.E. Alat Bantu Pengolahan Data... 42

III.E.1. Alat Perekam... 46

III.E.2. Pedoman Wawancara ... 46

III.E.3. Lembar Observasi dan Catatan Responden ... 46

III.E.4. Kredibilitas Penelitian ... 46

III.F. Prosedur Penelitian ... 47

III.F.1. Tahap Persiapan Penelitian ... 47

III.F.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 48

III.G. Metode Analisa dan Interpretasi Data ... 49

BAB IV. ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... 52

IV.A. Subjek I ... 53

IV.A.1. Deskripsi Data Subjek I ... 53


(13)

IV.A.3. Data Wawancara Subjek I ... 56

IV.A.4. Interpretasi Subjek I ... 67

IV.B. Subjek II ... 70

IV.B.1. Deskripsi Data Subjek II... 70

IV.B.2. Data Observasi Subjek II... 71

IV.B.3. Data Wawancara Subjek II ... 72

IV.B.4. Interpretasi Subjek II ... 80

IV.C. Subjek III ... 82

IV.C.1. Deskripsi Data Subjek III ... 82

IV.C.2. Data Observasi Subjek III ... 82

IV.C.3. Data Wawancara Subjek III ... 83

IV.C.4. Interpretasi Subjek III ... 92

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN ... 95

V.A. Kesimpulan ... 95

V.B. Diskusi ... 97

V.B.1. Kelebihan Penelitian ... 98

V.B.2. Kelemahan Penelitian ... 99

V.C. Saran ... 99

V.C.1. Saran Praktis ... 99

V.C.2. Saran Penelitian Lanjutan ... 99


(14)

DAFTAR TABEL/ GAMBAR

Kerangka Berpikir ... 13

Latar Belakang Subjek . ... 32

Gambaran Umum Subjek I ... 53

Waktu Wawancara Subjek I ... 54

Gambaran Umum Subjek II ... 70

Waktu Wawancara Subjek II ... 71

Gambaran Umum Subjek III ... 82


(15)

BAB I PENDAHULUAN

I. A. Latar Belakang

Remaja adalah individu yang berusia antara 12 – 21 tahun yang sudah

mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dengan pembagian

12 – 15 tahun adalah masa remaja awal, 15 – 18 tahun adalah masa remaja

pertengahan, dan 18 – 21 tahun adalah masa remaja akhir (Monks, 1999).

Menurut Hurlock (1999) salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi

seorang remaja adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis dimana remaja

harus mempersiapkan diri untuk mendapatkan pasangan hidup, dimana hal

tersebut merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dilewati.

Remaja pasti ingin memperluas pergaulan dengan banyak teman, tidak

hanya dengan teman yang sesama jenis kelaminnya saja, tetapi juga dengan teman

yang berbeda jenis kelamin. Ada remaja yang memilih untuk berpacaran tapi

adapula yang lebih senang bersahabat saja dengan lawan jenisnya (“sudah”,

2001). Pacaran merupakan hubungan antara seseorang dengan lawan jenisnya dan

melibatkan hubungan yang lebih intim dari sekedar pertemanan biasa. Hubungan

seperti ini disebut dengan relasi heteroseksual, atau yang biasa kita kenal dengan

pacaran (“sudah”, 2001). Menurut Santrock (1998) pacaran bagi remaja

merupakan salah satu bentuk perkembangan aspek sosial yang penting. Pacaran

pada masa remaja dapat membantu proses pembentukan hubungan yang romantis


(16)

adalah sebuah proses saling mengenal, memahami dan menghargai perbedaan

diantara dua individu.

Pacaran bagi remaja bertujuan untuk menemukan dan mengetahui lebih

jauh mengenai seseorang yang berbeda jenis kelaminnya yang disukainya. Intinya

adalah menemukan pasangan (Duvall & Miller, 1985). Turner dan Helms, dalam

bukunya Life Span Development mengemukakan keuntungan pacaran buat remaja

yakni remaja dapat mengasah kemampuan bersosialisasi, menyadari jujur pada

pasangan itu penting. Hubungan kasih sayang juga semakin terjaga saat kita saling

memberi saran dan bukan menyalahkan. Kemampuan bernegosiasi untuk

menyelesaikan konflik sama pacar pun bermanfaat buat melanggengkan

hubungan. Lebih jauh lagi, melalui pacaran remaja dapat belajar mentolerir

perbedaan. Semua ilmu yang berhasil dipetik dari masa pacaran itu sangat

berguna. Terutama buat bekal memasuki dunia pernikahan ( Witri, 2003).

Pacaran sebagai salah satu bentuk hubungan intim dapat terjadi dimana

saja, di kelas, di tempat kerja, di toko, ditempat bermain dan lain-lain, untuk

memulai terjadinya suatu hubungan, maka biasanya dimulai dengan adanya

ketertarikan (interpersonal attraction, yaitu keinginan untuk dekat dengan

seseorang (Brehm, 1992).

Sebelum berpacaran, pertama-tama harus muncul rasa ketertarikan

(attraction) antara dua individu. Ketertarikan dapat berupa mengirim dan

menerima tanda seksual tertentu, yang dapat diekspresikan melalui gaya

berpakaian atau gaya berjalan seseorang. Ketertarikan dapat juga sebagai bentuk


(17)

Menurut Brehm (1992), ketertarikan meliputi kebutuhan, preferensi, dan

keinginan dari orang yang dianggap menarik, dan situasi dimana kedua individu

saling menemukan dirinya. Kebutuhan seseorang dapat mempengaruhi bagaimana

ia menerima orang lain dan bagaimana ia bereaksi terhadap situasi.

Menurut Baron & Byrne (1997) ketertarikan itu dimulai ketika seseorang

mulai berinteraksi dengan orang lain dan biasanya interaksi tersebut dapat terjadi

dimana saja dan tanpa disengaja. Langkah pertama yang dapat membuat seseorag

tertarik dengan orang lain, yaitu kedekatan fisik (physical proximity). Faktor yang

sangat penting yang dapat mempengaruhi adalah seseorang menyukai atau tidak

orang yang dijumpainya yaitu keadaannya pada saat itu (affective state).

Seseorang akan senang dengan orang yang dijumpainya ketika perasaan emosinya

positif dan begitu juga sebaliknya.

Pacaran ternyata bukan cara yang tepat untuk mengenali calon

pendamping hidup. Maksudnya bahwa pacaran ternyata lebih banyak

menimbulkan aspek negatif daripada positif dalam mencapai proses pengenalan.

Proses ini cenderung hanya untuk kesenangan semata dan adapula yang

menjalaninya hanya untuk ikut-ikutan dan tidak dengan tujuan pernikahan

(Adhim, 2003).

Pendapat ini didukung oleh Turner dan Helms (dalam Witri , 2003) yang

menyatakan sisi negatif yang muncul dari berpacaran adalah 1) ingin buat gaya.

Fenomena ini sering terjadi di kalangan cowok yang merasa bangga bila pamer ke

teman-teman tentang puluhan cewek yang berhasil ditaklukkan. Bahkan, ada


(18)

sukses menebar pesona, 2) kecenderungan playful saat pacaran. Remaja belum

mau berkomitmen serius dan menganggap pacaran cuma untuk main-main belaka.

Hal ini dapat berakibat salah satu pasangan yang serius dengan pasangannya

jengkel karena ditinggalkan oleh pasangan yang belum mau berkomitmen serius

dan menganggap pacaran cuma untuk main-main belaka. 3) alasan klasik yang

sering dipakai untuk mengakhiri hubungan: tidak cocok sama pasangan., jalur

memutuskan hubungan memang yang paling gampang diambil. Cara ini justru

mengesankan remaja tersebut adalah sosok egois yang malas mencari solusi. 4)

keterbatasan waktu bergaul dengan teman-teman kita., terutama teman yang

berasal dari lawan jenis karena pacar suka keberatan kalau pasangannya terlalu

dekat sama lawan jenis lain sehingga menelantarkan teman-temannya, 5)

terjerumus seks bebas. Kemungkinan terjerumus juga makin besar karena kita

dipengaruhi gejolak hormon seksual. Keberadaan pacar dijadikan kesempatan

untuk eksplorasi seksual. Tanpa disadari, keintiman fisik dengan pacar semakin

meningkat dan meningkat, sementara kita belum siap menghadapi

konsekuensinya., seperti hamil di luar nikah atau ketularan penyakit kelamin.

Menurut Imran (2000) mengatakan bahwa ada beberapa bentuk perilaku

dalam berpacaran adalah berbincang-bincang, berciuman, meraba, berpelukan,

masturbasi, oral, petting, dan intercourse. Penelitian yang dilakukan oleh Yarmato

(2004) menyimpulkan Sebanyak 45,9 persen (367 responden) memandang

berpelukan antarlawan jenis adalah hal wajar, 47,3 persen (378 responden)

membolehkan cium pipi, 22 persen (176 responden) tidak menabukan cium


(19)

atau cupang, 4,5 persen (36 responden) tak mengharamkan kegiatan

raba-meraba, 2,8 persen (22 responden) menganggap wajar melakukan

petting. Dan 1,3 persen (10 responden) tak melarang sanggama di luar

nikah.

Minimnya informasi yang benar mengenai pacaran yang sehat, maka tidak

sedikit remaja saat berpacaran unsur nafsu seksual menjadi dominan. Jenis

perilaku seksual yang dilakukan remaja dalam berpacaran biasanya bertahap

mulai dari timbulnya perasaan saling tertarik, lalu diikuti kencan, bercumbu dan

akhirnya melakukan hubungan seksual. Hasil Baseline Survei Lentera-Sahaja

PKBI memperlihatkan, perilaku seksual remaja mencakup kegiatan mulai dari

berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, necking, petting, hubungan seksual,

sampai dengan hubungan seksual dengan banyak orang (Adrianus, 2001).

Berbagai penelitian menunjukkan, perilaku seksual pada remaja ini

mempunyai korelasi dengan sikap remaja terhadap seksualitas. Penelitian Sahabat

Remaja tentang perilaku seksual di empat kota menunjukkan, 3,6 persen remaja di

Kota Medan; 8,5 persen remaja di Kota Yogyakarta, 3,4 persen remaja di Kota

Surabaya, serta 31,1 persen remaja di Kota Kupang telah terlibat hubungan seks

secara aktif. Penelitian yang pernah dilakukan Pusat Penelitian Kependudukan

UGM menemukan, 33,5 responden laki-laki di Kota Bali pernah berhubungan

seks, sedangkan di desa Bali sebanyak 23,6 persen laki-laki. Di Yogyakarta kota


(20)

Perkembangan zaman juga akan mempengaruhi perilaku seksual dalam

berpacaran para remaja. Hal ini, misalnya, dapat dilihat bahwa hal-hal yang

ditabukan remaja pada beberapa tahun lalu seperti berciuman dan bercumbu, kini

dibenarkan oleh remaja. Bahkan ada sebagian kecil dari mereka setuju dengan

free sex. Perubahan terhadap nilai ini, misalnya, terjadi dengan pandangan remaja

terhadap hubungan seks sebelum menikah. Dua puluh tahun lalu, hanya 1,2 persen

hingga 9,6 persen setuju hubungan seks sebelum menikah. Sepuluh tahun

kemudian angka itu naik menjadi di atas 10 persen. Lima tahun kemudian angka

ini naik menjadi 17 persen setuju. Bahkan ada remaja sebanyak 12,2 persen yang

setuju free sex (Tito, 2001).

Sementara itu kasus-kasus kehamilan yang tidak dikehendaki sebagai

akibat perilaku seksual di kalangan remaja juga makin meningkat dari tahun ke

tahun. Meski sulit diketahui pasti, di Indonesia angka kehamilan sebelum

menikah, tetapi dari berbagai penelitian tentang perilaku seksual remaja,

menyatakan tentang besarnya angka kehamilan remaja (Tito, 2001).

Catatan konseling Sahaja menunjukkan, kasus kehamilan tidak

dikehendaki pada tahun 1998/1999 tercatat sebesar 113 kasus. Beberapa hal

menarik berkaitan dengan catatan itu, misalnya, hubungan seks pertama kali

biasanya dilakukan dengan pacar (71 persen), teman biasa (3,5 persen), suami (3,5

persen); inisiatif hubungan seks dengan pasangan (39,8 persen), klien (9,7

persen), keduanya (11,5 persen); keputusan melakukan hubungan seks: tidak


(21)

digunakan untuk melakukan hubungan seks adalah rumah (25,7 persen) hotel

(13,3 persen) (Tito, 2001).

Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak

dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam menghindari

dari hal-hal yang negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain,

remaja hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut kecerdasan

emosional (Monks, 1999).

Masa “badai dan tekanan” adalah suatu masa dimana ketegangan emosi

meningkat sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar hormon. Kondisi ini

disebabkan karena remaja di bawah tekanan sosial, juga diakibatkan dari

kecenderungan remaja dalam memandang kehidupan menurut apa yang mereka

inginkan. Mereka melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang mereka

inginkan bukan sebagaimana adanya (Hurlock, 1999). Pergolakan emosi yang

terjadi pada remaja tidak terlepas dari bermacam-macam pengaruh seperti

lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya. Masa

remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi membuat

mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif (Monks, 1999).

Masa remaja merupakan masa dimana remaja banyak sekali menghadapi

tantangan. Manusia dapat menghadapi tantangan serta mampu memainkan

perannya sesuai dengan harkat dan martabat manusia maka perlu adanya

peningkatan kualitas kepribadian. Salah satu unsur kepribadian yang dianggap

penting bagi kehidupan manusia dalam kaitannya dengan dunia sekitar adalah


(22)

(http://www.kompas.com/kompas-cetak/0211/15/dikbud/kece35.htm). Goleman (2001) mengatakan bahwa

kecerdasan emosional merupakan kemampuan lebih yang dimiliki seseorang

dalam memotivasi, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan

emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Seseorang yang

memiliki kecerdasan emosional yang baik dapat menempatkan emosinya pada

porsi yang tepat, memilah kepuasan dan suasana hati. Cooper & Sawaf (2002)

juga menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah sebagai kecerdasan yang

dapat dipelajari, kecerdasan yang dapat dikembangkan dan disempurnakan kapan

saja dan pada usia berapa saja.

Goleman (2001) menyatakan bahwa keberhasilan seseorang dalam

hidupnya 20 % ditentukan oleh IQ dan 80% ditentukan oleh kekuatan-kekuatan

lainnya termasuk kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional memegang

peranan penting, di mana ia mencakup pengendalian diri, semangat dan

ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.

Keterampilan-keterampilan seperti ini dapat diajarkan kepada anak-anak semenjak dini, untuk

memberi mereka peluang yang lebih baik dalam memanfaatkan potensi yang ada

dalam diri mereka (http://www.kompas.com/kompas-cetak/0211/15/

dikbud/kece35.htm).

Havighurst (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa orang yang matang

adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengontrol emosinya.

Kemampuan untuk mengontrol emosi tidak terlepas dari kecerdasan emosional


(23)

Keterampilan mengelola emosi tersebut meliputi: mampu

mengidentifikasikan serta mendefenisikan perasaan yang muncul, mampu

mengungkapkan perasaan, mampu menilai intensitas (kadar) perasaan, mampu

mengelola perasaan, mampu mengendalikan diri sendiri, mampu mengurangi

stress, dan mampu mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan (Hidayati

dan Mashum, 2002).

Ketrampilan kecerdasan emosional yang dikenal dengan kecakapan

emosional yang merupakan kecakapan hasil belajar yang mencakup kesadaran

diri, mengidentifikasi dan mengelola perasaan serta mengendalikan dorongan hati.

Pengendalian dorongan hati adalah mengetahui perbedaan antara perasaan dengan

tindakan dan belajar membuat keputusan emosional yang baik dengan terlebih

dahulu mengendalikan dorongan untuk bertindak, kemudian mengidentifikasi

tindakan alternatif serta konsekuensinya sebelum bertindak ( Goleman, 2001).

Goleman (2001) membagi emotional intelligence ini ke dalam lima aspek

yaitu : 1) kesadaran diri, 2) pengaturan diri, 3) motivasi, 4) empati, dan 5)

ketrampilan sosial.

Menurut Hidayati & Masyum (2005) kecerdasan emosional penting dan

perlu untuk pacaran. Individu yang berkembang kecerdasan emosionalnya dengan

baik terampil dalam mengelola emosinya, seperti mampu mengidentifikasikan

serta mendefenisikan perasaan yang muncul, mampu mengungkapkan perasaan,

mampu menilai intensitas (kadar perasaan), mampu mengelola perasaan, mampu

mengendalikan diri sendiri, mampu mengurangi stress, mampu mengetahui antara


(24)

(mampu mengajukan permintaan-permintaan dnegan jelas, menanggapi kesulitan

dengan efektif, mampu bersikap asertif untuk menolak pengaruh-pengaruh

negative, mampu mendengarkan orang lain) dan perilaku non verbal (eksperi

wajah, sikap tubuh, dan pandangan mata).

Hal ini didukung oleh Goleman (2003) remaja yang kecerdasan

emosionalnya berkembang dengan baik akan merasakan bahwa tekanan baru para

teman sebaya, meningkatnya tuntutan akademis, godaan merokok, menggunakan

obat-obat terlarang, dan seks bebas tidak lagi merisaukan mereka dibandingkan

dengan teman sebaya yang kecerdasan emosionalnya tidak berkembang dengan

baik Mereka yang sudah menguasai kecerdasan emosional yang

sekurang-kurangnya utuk jangka pendek, memberi vaksinasi bagi mereka utuk melawan

guncangan dan tekanan yang akan mereka hadapi. Intinya, untuk mengembangkan

kecerdasan emosional harus dimulai sejak dini yang disesuaikan dengan usia dan

dilangsungkan sepanjang tahun ajaran serta dikaitan dengan sekolah, rumah, dan

masyarakat.

Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang gambaran kecerdasan emosional pada remaja yang berpacaran.

I.B. Identifikasi Permasalahan

Identifikasi permasalahan dalam penelitian ini adalah :


(25)

I.C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran kecerdasan

emosional pada remaja yang berpacaran

I.D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran

bagi perkembangan ilmu psikologi khususnya di bidang psikologi

perkembangan dalam hal mengembangkan kecerdasan emosional bagi

remaja yang berpacaran.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian sebagai sumber informasi dan layanan

konseling berupa pendidikan seks (sex education) bagi remaja yang

berpacaran sehingga tercipta hubungan yang sehat yang berhubungan juga

dengan kecerdasan emosional.

I.E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Dalam bab ini dijelaskan latar belakang penelitian tentang

gambaran kecerdasan emosional pada remaja yang berpacaran.


(26)

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian kecerdasan

emosional, manfaat kecerdasan emosional, komponen-komponen

kecerdasan emosional, faktor-faktor yang mempengaruhi

kecerdasan emosional, ciri-ciri kepribadian individu yang

memiliki kecerdasan emosional, pengertian remaja, tugas-tugas

perkembangan pada masa remaja, pengertian pacaran, proses

pacaran, dinamika gambaran kecerdasan emosional pada remaja

yang berpacaran, dan hipotesa.

Bab III : Metode Penelitian

Pada bab ini akan di jelaskan mengenai identifikasi variable

penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, metode

pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, dan metode analisa

data.

Bab IV: Analisis Data dan Interpretasi

Bab ini menguraikan analisis data dari hasil observasi dan

wawancara yang dilakukan terhadap subjek penelitian.

Bab V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Bab ini merupakan bab terakhir yang membahas tentang

kesimpulan, diskusi, dan saran dari hasil penelitian yang telah


(27)

Kerangka Berpikir

Ket :

+ : Berpacaran yang sehat

- : Berpacaran yang tidak sehat

: Berkembang dengan baik (tinggi)

: Berkembang dengan tidak baik (rendah)

Salah satu tugas perkembangan remaja adalah menjalin hubungan dengan

lawan jenis dan mempersiapkan diri untuk mendapatkan pasangan hidup. Salah

satunya adalah remaja akhir yang berada pada usia 18 – 21 tahun. Untuk

menemukan dan mengetahui lebih jauh mengenai seseorang yang berbeda jenis Berpacaran

Kecerdasan Emosional

Kecerdasan Emosional Kecerdasan Emosional - +

Remaja

Salah satu tugas perkembangan remaja adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis dan mempersiapkan diri untuk mendapatkan pasangan hidup


(28)

kelaminnya yang disukainya. Intinya adalah menemukan pasangan, dimulai

dengan proses berpacaran (Duvall & Miller, 1985). Menurut Hidayati & Masyum

(2005) kecerdasan emosional penting dan perlu untuk pacaran. Individu yang

berkembang kecerdasan emosionalnya dengan baik terampil dalam mengelola

emosinya, seperti mampu mengidentifikasikan serta mendefenisikan perasaan

yang muncul, mampu mengungkapkan perasaan, mampu menilai intensitas (kadar

perasaan), mampu mengelola perasaan, mampu mengendalikan diri sendiri,

mampu mengurangi stress, mampu mengetahui antara perasaan dan tindakan dan

terampil dalam berperilaku, seperti : perilaku verbal (mampu mengajukan

permintaan-permintaan dnegan jelas, menanggapi kesulitan dengan efektif,

mampu bersikap asertif untuk menolak pengaruh-pengaruh negative, mampu

mendengarkan orang lain) dan perilaku non verbal (eksperi wajah, sikap tubuh,

dan pandangan mata).


(29)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Kecerdasan Emosional

II.A.1. Definisi Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosional pertama kali dicetuskan pada tahun 1990

oleh Psikolog Salovery dan John Mayer untuk menerapkan kualitas-kualitas

emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan seseorang. Kualitas-kualitas

tersebut antara lain empati, mengungkap dan memahami perasaan orang lain,

mengendalikan amarah diri, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri,

disukai, kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi atau pribadi,

ketekunan, kesetiakawanan dan sikap hormat (dalam Shapiro, 1997).

Menurut Stanberg & Salovery (dalam Shapiro, 1997) kecerdasan

emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri yang merupakan kemampuan

seseorang dalam mengenali perasaannnya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu

muncul dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan

yang tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil

keputusan-keputusan secara mantap.

Salovery & Mayer (dalam Goleman, 2001) mendefinisikan kecerdasan

emosional adalah sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan

diri sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan tersebut untuk

memandu pikiran dan tindakan dalam menghadapi persoalan. Cooper dan Sawaf


(30)

merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi

sebagai sumber energi, informasi koneksi dan pengaruh yang manusiawi.

Patton (2002) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kekuatan

dibalik singasana kemampuan intelktual. Shapiro (1997) berpendapat bahwa

kecerdasan emosional tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan sehingga

membuka kesempatan bagi orang tua untuk mendidik lebih besar meraih

keberhasilan. Selanjutnya Dameria (2005) mengatakan bahwa kecerdasan

emosional adalah kemampuan untuk mengenali, mengekspresikan, mengolah

emosi baik emosi dirinya sendiri maupun emosi orang lain dengan tindakan

konstruktif yang mempromosikan kerjasama sebagai tim yang mengacu pada

produktifitas dan bukan pada konflik.

Kecerdasan emosional menurut Goleman (2001) adalah

kemampuan-kemampuan yang mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan dan

kemampuan untuk memotivasi diri sendiri.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional

adalah serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang dapat melibatkan

kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada

orang lain, kemampuan pengendalian diri, semangat dan memotivasi diri sendiri,

tidak dipengaruhi oleh keturunan namun merupakan konsep yang bermakna dan

merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk berhasil dalam


(31)

II.A.2. Faktor-Faktor Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2001), ada beberapa faktor yang mempengaruhi

keeradasan emosional, yaitu :

a. Pengalaman

Kecerdasan emosional dapat meningkat sepanjang hidup manusia. Sepanjang

perjalanan hidup yang normal, kecerdasan emosional cenderung bertambah

sementara manusia belajar untuk menangani suasana hati, menangani

emosi-emosi yang menyulitkan, sehingga semakin cerdas dalam hal emosi-emosi dan dalam

berhubungan dengan orang lain. Mayer (dalam Goleman, 2001) menyatakan

pendapat yang sama bahwa kecerdasan emosional berkembang sejalan dengan

usia dan pengalaman dari kanak-kanak hingga dewasa.

b. Usia

Siswa yang lebih tua dapat sama baiknya atau lebih baik dibandingkan siswa

yang lebih muda dalam penguasaan kecakapan emosi baru.

c. Jenis kelamin

Pria dan wanita mempunyai kemampuan yang sama dalam hal meningkatkan

kecerdasan emosional.tetapi rata-rata wanita mungkin dapat lebih tinggi

dibanding kaum pria dalam beberapa ketrampilan emosi (namun ada juga pria

yang lebih baik disbanding kebanyakan wanita), walaupun secara statistik ada

perbedaan yang nyata diantara kedua kelompok tersebut.

d. Jabatan

Semakin tinggi jabatan seseorang, maka semakin penting ketrampilan antar


(32)

biasa-biasa atau dengan kata lain bahwa semakin tinggi jabatan, maka semakin

tinggi kecerdasan emosional yang dimilikinya.

Patton (2002) membagi faktor kecerdasan emosional menjadi 5 bagian

yaitu:

1. Keluarga

Keluarga adalah perekat yang menyatukan struktur dasar dunia kita agar satu.

Kasih sayang dan dukungan kita temukan dalam keluarga dan merupakan alat

untuk mendapatkan kekuatan dan menanamkan kecerdasan emosional.

2. Hubungan-hubungan pribadi.

Hubungan-hubungan pribadi (interpersonal) terhadap seseorang dalam

sehari-hari yang memberikan penerimaan dan kedekatan emosional dapat

menimbulkan kematangan emosional pada seseorang dalam bersikap dan

bertindak.

3. Hubungan dengan teman kelompok.

Dalam membangun citra diri sosial diperlukan adanya hubungan dengan

teman sekelompok. Saling menghargai, memberikan dukungan dan umpan

balik diantara sesame, hal ini dapat mempengaruhi dalam pola pembentukan

emosi seseorang.

4. Lingkungan

Keadaan lingkungan individu dimana mereka tinggal dan bergaul

ditengah-tengah masyarakat yang mempunyai nilai-nilai atau norma-norma tersendiri


(33)

5. Hubungan dengan teman sebaya.

Pergaulan individu dengan teman sebaya yang saling mempengaruhi baik

secara langsung maupun tidak dapat membentuk kehidupan emosi tersendiri.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kecerdasan emosional adalah pengalaman, usia, hubungan dengan

teman kelompok, jabatan, keluarga, hubungan-hubungan pribadi, dan hubungan

dengan teman sebaya.

II.A.3 Ciri-ciri Individu dengan Kecerdasan Emotional Tinggi dan Rendah.

Steven Hein (dalam www.EQI.org, 2002) membedakan individu dengan

kecerdasan emosional tinggi dan rendah. Ia juga mengkarakteristikkan orang yang

memiliki Emotional Intelligence tinggi dan rendah atas cirri yang khas, yaitu :

a. Ciri-ciri individu dengan tingkat Emotional Intelligence yang tinggi :

 Mampu untuk melabelkan perasaannya daripada melabelkan perasaan orang lain ataupun situasi.

 Mampu membedakan mana yang pikiran dan mana yang merupakan rasa.

 Bertanggung jawab terhadap rasa.

 Menggunakan rasa mereka untuk membantu dalam membuat suatu keputusan.

 Respek terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain.

 Bersemangat dan tidak mudah marah.


(34)

 Berupaya untuk memperoleh nilai-nilai positif dari emosi yang negative.

 Tidak bertindak otoriter, menggurui ataupun memerintah. b. Ciri-ciri individu dengan tingkat Emotional Intelligence yang rendah :

 Tidak berani bertanggung jawab terhadap rasa yang dimiliki, tetapi lebih menyalahkan orang lain terhadap hal yang terjadi pada

dirinya.

 Berlebihan ataupun menekan rasa yang dimilikinya.

 Cenderung menyerang, menyalahkan, menilai orang lain.

 Merasa tidak nyaman apabila berada disekitar orang lain.

 Kurang memiliki rasa empati.

 Cenderung kaku, kurang fleksibel, cenderung membutuhkan suatu aturan yang sistematis agar merasa nyaman.

 Menghindari tanggung jawabnya dengan menyatakan tidak ada pilihan lain.

 Pesimistis dan cenderung menganggap dirinya ini adil.

 Sering merasa kurang dihargai, kecewa, hambar atau merasa jadi korban.

II.A.4. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional.

Goleman (2001) membagi aspek-aspek kecerdasan emosional menjadi 5

wilayah yang menjadi pedoman dalam mencapai kesuksesan dalam kehidupan


(35)

1. Kesadaran Diri

Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi

merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya

pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan

pemahaman tentang diri sendiri. Ketidakmampuan dalam mencermati

perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan,

sehingga tidak peka akan perasaan diri dan orang lain yang berpengaruh

terhadap pengambilan keputusan atas suatu masalah.

Aspek kesadaran diri atas 3 kecakapan yaitu :

a. Kesadaran emosi

Kesadaran emosi : tahu tentang bagaimana pengaruh emosi terhadap kinerja,

dan kemampuan menggunakan nilai-nilai untuk memndu pembuatan

keputusan.

b. Penilaian diri secara akurat

Perasaan yang tulus tentang kekuatan-kekuatan dan batas-batas pribadi, visi

yang jelas tentang mana yang perlu diperbaiki, dan kemampuan belajar dari

pengalaman.

c. Percaya diri

Keberanian yang datang dari diri sendiri dan kepastian tentang kemampuan,

nilai-nilai dan tujuan diri.

2. Pengaturan diri

Pengaturan diri berarti pengelolaan impulse dan perasaan yang menekan, agar


(36)

tergantung pada kesadaran diri sendiri. Emosi dikatakan berhasil apabila :

mampu menghibur diri sendiri ketika ditimpa musibah, dapat melepas

kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan

cepat dari semuanya itu. Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam

mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung

atau melarikan diri pada hal-hal negatife yang merugikan diri sendiri. Aspek

pengaturan diri terdiri dari 5 kecakapan, yaitu :

a. Pengendalian diri : mengelola emosi dan impulse yang merusak secara

efektif

b. Dapat dipercaya : menunjukkan kejujuran dan integritas.

c. Kehati-hatian : dapat diandalkan dan bertanggung jawab dalam memenuhi

kewajiban

d. Adaptabilitas : keluwesan dalam menangani perubahan dan tantangan

e. Inovasi : bersikap terbuka terhadap gagasan, pendekatan baru dan

informasi terkini.

3. Motivasi

kemampuan seseorang memotivasi diri sendiri dapat ditelusuri melalui hal-hal

sebagai berikut : cara mengendalikan dorongan hati, kekuatan berpikir positif,

optimisme dan keadaan flow, yaitu keadaan ketika perhatian seseorang

sepenuhnya tercurah kedalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya yang

hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang

dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan positif


(37)

Aspek motivasi terdiri dari empat kecakapan, yaitu:

a. Dorongan berprestasi : dorongan untuk meningkatkan kualitas diri atau

memenuhi standart keunggulan.

b. Komitmen : setia pada visi dan sasaran kelompok

c. Inisiatif : menunjukkan produktivitas, menggunakan setiap peluang

dengan baik untuk mencapai sasaran diri.

d. Optimisme : menunjukkan ketekunan diri dalam mengejar sasaran

4. Empati

Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran

diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa

ia akan terampil membaca perasaan orang lain sebaliknya orang yang tidak

mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak

akan mampu menghormati perasaan orang lain.

Aspek empati terdiri dari lima kecakapan, yaitu :

a. Memahami orang lain : mengindera perasaan-perasaan perspektif orang

lain, serta menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan-kepentingan

mereka.

b. Orientasi melayani : mengantisipasi, mengakui, dan memenuhi

kebutuhan-kebetuhan orang lain.

c. Mengembangkan orang lain : mengindera kebutuhan orang lain untuk

berkembvang dan meningkatkan kemampuan mereka.

d. Memanfaatkan keragaman: menumbuhkan kesempatan-kesempatan


(38)

e. Kesadaran politik : membaca kecenderungan politik dan sosial dalam

lingkungan.

5. Ketrampilan sosial

Ketrampilan sosial merupakan seni dalam membina hubungan dengan orang

lain yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan. Tanpa memiliki

ketrampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial.

Aspek ketrampilan sosial terdiri dari 5 kecakapan yaitu :

a. Pengaruh : menerapkan taktik persuasi secara efektif

b. Komunikasi : mengirimkan pesan secara jelas dan meyakinkan.

c. Kepemimpinan : mampu menjadi pemimpin yang baik dari orang lain

d. Katalisator Perubahan : mengawali, mendorong, atau mengelola

perubahan

e. Manajemen konflik : mampu mengatasi & menyelesaikan konflik yang

ada.

Berdasarkan hal di atas, dapat dismpulkan emotional intelligence dapat

dibagi kedalam lima aspek yaitu : 1) kesadaran diri, 2) pengaturan diri, 3)

motivasi, 4) empati, dan 5) ketrampilan sosial.

II. B. Pacaran

II.B.1 Pengertian Pacaran

Pacaran (dating) berarti seseorang laki-laki dan seorang perempuan pergi

keluar bersama-sama untuk melakukan berbagai aktivitas yang sudah


(39)

Menurut Guerney dan Arthur (Dacey & Kenney, 1997), pacaran adalah

aktifitas sosial yang membolehkan dua orang yang berbeda jeniskelaminnya untuk

terikat dalam interaksi sosial dengan pasangan yang tidak ada hubungan keluarga.

Salah satu karakteristik dari pacaran yaitu adanya kedekatan atau

keintiman secara fisik atau (physical intimacy). Keintiman (intimacy) tersebut

meliputi berbagai tingkah laku tertentu, seperti berpegangan tangan, berciuman,

dan berbagai interaksi prilaku seksual lainnya (Baron & Byrne, 1997). Sedangkan

menurut Duvall & Miller (1985) keintiman dalam berpacaran tersebut antara lain

meliputi berpegangan tangan, ciuman, petting dan intercourse.

Berdasarkan hal yang diatas dapat disimpulkan pacaran adalah kegiatan

yang dilakukan dua orang yang berbeda jenis kelamin yang tidak menikah dan

tidak ada hubungan keluarga, yang meliputi sejumlah prilaku yaitu berpegangan

tangan, berciuman, petting dan intercourse.

Menurut Baron & Byrne (1997) ketertarikan itu dimulai ketika seseorang

mulai berinteraksi dengan orang lain dan biasanya interaksi tersebut dapat terjadi

dimana saja dan tanpa disengaja. Langkah pertama yang dapat membuat

seseoramg tertarik dengan orang lain, yaitu kedekatan fisik (physical proximity).

Faktor yang sangat penting yang dapat mempengaruhi adalah seseorang menyukai

atau tidak orang yang dijumpainya yaitu keadaannya pada saat itu (affective state).

Seseorang akan senang dengan orang yang dijumpainya ketika perasaan emosinya

positif dan begitu juga sebaliknya. Walaupun interaksi sudah terjadi berulang kali

dan perasaan emosinya positif, tetapi rasa tertarik akan timbul jika kedua individu


(40)

Imran (2000) dalam modul perkembangan seksualitas remaja mengatakan

ada lima tahap berpacaran yaitu :

a. Tahap ketertarikan

Sumber ketertarikan terhadap lawan jenis sangat bervariasi, antara lain

penampilan fisik, kemampuan, karakter atau sifat, dan lain-lain. Pada

tahap ini biasanya masing-masing individu mengirim sinyal-sinyal, baik

verbal maupun non verbal untuk menunjukkan rasa ketertarikannya.

b. Tahap ketidakpastian.

Pada tahap kedua, terjadi peralihan dari rasa tertarik kearah tidak pasti,

tepat, atau tidaknya pasangan. Tantangan tahap ini adalah menerima

ketidakpastian ini sebagai sesuatu yang wajar dan jangan goyah. Jika

seseorang yang memiliki hubungan yang istimewa ddengan lawan jenis

adalah normal. Jika mendadak ragu apakah akan melanjutkan hubungan

tersebut atau tidak. Tanpa melalui tahap ini, maka seseorang akan dapat

mudah berpindah dari satu pria ke pria lain atau dari suatu wanita kewanita

lain

c. Tahap komitmen dan ketertarikan.

Pada tahap ketiga ini seseorang ingin berkencan dengan lawan jenisnya

secara eksklusif. Setiap orang ingin mendapatkan kesempatan memberi

dan menerima cinta dalam suatu hubungan yang khusus tanpa harus

bersaing dengan orang lain. Pada tahap ini, setiap orang berusaha untuk

menciptakan hubungan yang romantis dan saling cinta dengan


(41)

d. Tahap keintiman.

Pada tahap ini mulai merasakan adanya keintiman. Tahap ini merupakan

kesempatan untuk lebih mengungkapkan diri dengan pasangan.

e. Tahap pertunangan

Dengan adanya kepastian akan menikah, maka seseorang akan

mengikatkan diri dengan pasangannya. Pada saat inilah mulai banyak

mengumpulkan pengalaman tentang saling berbagi, memecahkan

ketidaksepakatan dan kekecewaan sebelum menghadapi tantangan yang

lebih besar dalam perkawinan dan hidup berkeluarga.

II.B.2 Perilaku Dalam Berpacaran

Menurut Imran (2000) dalam modul perkembangan seksualitas remaja

mengatakan bahwa ada beberapa bentuk perilaku dalam berpacaran :

a. Berbincang-bincang

Umumnya dengan berbincang-bincang, seseorang dapat semakin

mengenal lebih dekat pasangannya dan dapat berbagi perasaan baik saat senang

maupun saat sedang menghadapi masalah tertentu sehingga masalah tersebut

menjadi lebih ringan dan dapat diselesaikan.

b. Berciuman

Perilaku berciuman dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Cium Kening

Yaitu aktivitas yang dilakukan pasangan berupa sentuhan pipi dengan pipi


(42)

pada momen tertentu dan bersifat sekilas, ettapi juga dapat menimbulkan

keinginan untuk melanjutkan ke perilakulainnya.

2. Cium Basah

Aktivitas yang dilakukan pasangan berupa sentuhan bibir dengan

bibir.Dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan

dorongan seksual hingga tak terkendali.

c. Meraba

Yaitu kegiatan meraba bagian-bagian sensitive untuk menimbulkan

rangsangan seksual, seperti payudara, leher, paha atas, vagina, penis, pantat, dan

lain-lain. Hal ini sapat membuat pasangan terangsang secara seksual, sehingga

melemahkan control diri yang akibatnya bisa melakukan aktivitas seksual lainnya

dalam berpacaran.

d. Berpelukan

Aktivitas yang dilakukan pasangan, dan hal ini dapat menimbulkan

perasaan aman, nyaman, dan tenang, juga dapat menimbulkan rangsangan

seksual.

e. Masturbasi

Yaitu perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan

seksual.

f. Oral sex

Aktivitas yang dilakukan pasangan berupa memasukkan alat kelamin ke


(43)

g. Petting

Petting adalah kontak fisik dengan menempalkan alat kelamin pria dan

wanita sebagai upaya untuk membangkitkan dorongan seksual tanpa melakukan

intercourse.

h. Intercourse

Aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin pria kedalam alat

kelamin wanita.

II.C. Remaja

Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa

peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara

seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.

Santrock (1998) remaja adalah suatu periode perkembangan dari transisi

antara anak-anak dan dewasa, yang diikuti oleh perubahan biologis, kognitif, dan

sosioemosional.

Sementara itu, Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara

12 – 21 tahun yang sudah mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa, dengan pembagian 12 – 15 tahun adalah masa remaja awal, 15 – 18 tahun

adalah masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun adalah masa remaja akhir.

II.C.1. Tugas-tugas Perkembangan Pada Masa Remaja

Havighurst (dalam Hurlock, 1999) menyatakan tugas-tugas perkembangan


(44)

1. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria maupun wanita.

2. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

4. Mengharapkan dan mencapai prilaku sosial yang bertanggung jawab.

5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang

dewasa lainnya.

6. Mempersiapkan karir ekonomi.

7. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

8. Memperoleh perangkat nilai dan sistim etis sebagai pegangan untuk

berprilaku – mengembangkan ideologi.

Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi penguasaan tugas-tugas

perkembangan.

Faktor-faktor yang menghalanginya adalah:

a. Tingkat perkembangan yang mundur

b. Tidak ada kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan atau

tidak ada bimbingan untuk dapat menguasainya.

c. Tidak ada motivasi.

d. Kesehatan yang buruk.

e. Cacat tubuh

f. Tingkat kecerdasan yang rendah.

Faktor-faktor yang membantunya adalah


(45)

b. Kesempatan-kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas dalam perkembangan

dan bimbingan untuk menguasainya.

c. Motivasi.

d. Kesehatan yang baik dan tidak ada cacat tubuh.

e. Kreatifitas.

II.C.2. Ciri-ciri Masa Remaja

Menurut Hurlock (1999) remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang

membedakannya dengan periode sebelumnya dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut

adalah:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar

kepentingannya berbeda-beda. Ada beberapa periode yang lebih penting

daripada periode lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap

dan prilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat-akibat jangka

panjangnya. Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat

jangka panjang adalah tetap penting. Ada periode yang penting akibat

perubahan fisik dan ada lagi karena akibat psikologis. Pada periode remaja

kedua-duanya sama penting.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan.

Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang

dewasa. Kalau remaja berprilaku sebagai anak-anak, ia akan diajari untuk


(46)

orang dewasa, ia sering kali dituduh “terlalu besar untuk celananya” dan

dimarahi karena mencoba bertindak seperti orang dewasa.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan.

Tingkat perubahan dalam sikap dan prilaku selama masa remaja sejajar

dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika

perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan prilaku dan sikap juga

berlangsung cepat. Kalau perubahan fisik menurun, maka perubahan

prilaku dan sikap juga menurun.

d. Masa remaja sebagai mencari identitas.

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok

masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun

mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan

menjadi sama dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala

hal, seperti sebelumnya.

e. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan kecemasan

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak

rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berprilaku

merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan

mengawasi kehidupan remaja.

f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.

Remaja cenderung memandang kehidupan mereka melalui kaca berwarna

merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri sebagaimana yang ia inginkan dan


(47)

g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja

menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk

memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

II.D. Gambaran Kecerdasan Emosional Pada Remaja Yang Berpacaran

Menurut Santrock (1998) pacaran bagi remaja merupakan salah satu

bentuk perkembangan aspek sosial yang penting. Pacaran pada masa remaja dapat

membantu proses pembentukan hubungan yang romantis dan pernikahan dimasa

dewasa. Lebih lanjut Hidayati & Mashum (2002) pacaran adalah sebuah proses

saling mengenal, memahami dan menghargai perbedaan diantara dua individu.

Pacaran bagi remaja bertujuan untuk menemukan dan mengetahui lebih

jauh mengenai seseorang yang berbeda jenis kelaminnya yang disukainya. Intinya

adalah menemukan pasangan (Duvall & Miller, 1985).

Turner dan Helms, dalam bukunya Life Span Development

mengemukakan keuntungan pacaran buat remaja yakni remaja dapat mengasah

kemampuan bersosialisasi, menyadari jujur pada pasangan itu penting. Hubungan

kasih sayang juga semakin terjaga saat kita saling memberi saran dan bukan

menyalahkan. Kemampuan bernegosiasi untuk menyelesaikan konflik sama pacar

pun bermanfaat buat melanggengkan hubungan. Lebih jauh lagi, melalui pacaran

remaja dapat belajar menolerir perbedaan. Semua ilmu yang berhasil dipetik dari

masa pacaran itu sangat berguna. Terutama buat bekal memasuki dunia


(48)

Pacaran ternyata bukan cara yang tepat untuk mengenali calon

pendamping hidup. Maksudnya bahwa pacaran ternyata lebih banyak

menimbulkan aspek negatif daripada positif dalam mencapai proses pengenalan.

Proses ini cenderung hanya untuk kesenangan semata dan adapula yang

menjalaninya hanya untuk ikut-ikutan dan tidak dengan tujuan pernikahan

(Adhim, 2003).

Pendapat ini didukung oleh Turner dan Helms (dalam Witri , 2003) yang

menyatakan sisi negatif yang muncul dari berpacaran adalah 1) ingin buat gaya.

Fenomena ini sering terjadi di kalangan cowok yang merasa bangga bila pamer ke

teman-teman tentang puluhan cewek yang berhasil ditaklukkan. Bahkan, ada

suatu geng yang anggotanya saling bersaing buat membuktikan siapa yang paling

sukses menebar pesona, 2) kecenderungan playful saat pacaran. Remaja belum

mau berkomitmen serius dan menganggap pacaran cuma untuk main-main belaka.

Hal ini dapat berakibat salah satu pasangan yang serius dengan pasangannya

jengkel karena ditinggalkan oleh pasangan yang belum mau berkomitmen serius

dan menganggap pacaran cuma untuk main-main belaka. 3) alasan klasik yang

sering dipakai untuk mengakhiri hubungan: tidak cocok sama pasangan., jalur

memutuskan hubungan memang yang paling gampang diambil. Cara ini justru

mengesankan remaja tersebut adalah sosok egois yang malas mencari solusi. 4)

keterbatasan waktu bergaul dengan teman-teman kita., terutama teman yang

berasal dari lawan jenis karena pacar suka keberatan kalau pasangannya terlalu

dekat sama lawan jenis lain sehingga menelantarkan teman-temannya, 5)


(49)

dipengaruhi gejolak hormon seksual. Keberadaan pacar dijadikan kesempatan

untuk eksplorasi seksual. Tanpa disadari, keintiman fisik dengan pacar semakin

meningkat dan meningkat, sementara kita belum siap menghadapi

konsekuensinya., seperti hamil di luar nikah atau ketularan penyakit kelamin.

Menurut Hidayati & Masyum (2005) kecerdasan emosional penting dan

perlu untuk pacaran. Individu yang berkembang kecerdasan emosionalnya dengan

baik terampil dalam mengelola emosinya, seperti mampu mengidentifikasikan

serta mendefenisikan perasaan yang muncul, mampu mengungkapkan perasaan,

mampu menilai intensitas (kadar perasaan), mampu mengelola perasaan, mampu

mengendalikan diri sendiri, mampu mengurangi stress, mampu mengetahui antara

perasaan dan tindakan dan terampil dalam berperilaku, seperti : perilaku verbal

(mampu mengajukan permintaan-permintaan dengan jelas, menanggapi kesulitan

dengan efektif, mampu bersikap asertif untuk menolak pengaruh-pengaruh

negative, mampu mendengarkan orang lain) dan perilaku non verbal (eksperi

wajah, sikap tubuh, dan pandangan mata).

Hal ini didukung oleh Goleman (2003) remaja yang kecerdasan

emosionalnya berkembang dengan baik akan merasakan bahwa tekanan baru para

teman sebaya, meningkatnya tuntutan akademis, godaan merokok, menggunakan

obat-obat terlarang, dan seks bebas tidak lagi merisaukan mereka dibandingkan

dengan teman sebaya yang kecerdasan emosionalnya tidak berkembang dengan

baik Mereka yang sudah menguasai kecerdasan emosional yang

sekurang-kurangnya utuk jangka pendek, memberi vaksinasi bagi mereka utuk melawan


(50)

kecerdasan emosional harus dimulai sejak dini yang disesuaikan dengan usia dan

dilangsungkan sepanjang tahun ajaran serta dikaitan dengan sekolah, rumah, dan

masyarakat.


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.A. Pendekatan Kualitatif

Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian

kualitatif adalah suatu metode yang yang dilakukan dengan cara observasi,

wawancara, lapangan kerja etnografis, discourse analysis dan analisa tektual

(Travers, 2001).

Bodgan dan Taylor (dalam Irmawati, 2002) menyatakan bahwa salah satu

kekuatan pendekatan kualitatif adalah memahami gejala sebagaimana subjek

mengalaminya, sehingga dapat diperoleh gambaran yang sesuai dengan diri

subjek dan bukan semata-mata penarikan kesimpulan sebagai akibat yang

dipaksakan.

Alasan-alasan penggunaan metode kualitatif sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Padget (1998) membuat peneliti memilih jenis penelitian ini

yang paling tepat untuk menggambarkan kecerdasan emosional pada remaja yang

berpacaran. Hal ini dikarenakan kecerdasan emosional adalah sesuatu yang sulit

untuk diungkapkan jika hanya dengan menggunakan skala maupun metode

kuantitatif lainnya. Kecerdasan emosional merupakan suatu bentuk pengalaman

hidup yang cenderung sensitif dan emosional untuk diungkapkan. Melalui jenis

penelitian ini maka pengalaman hidup yang dialami oleh subjek penelitian dapat


(52)

Menurut Denzin dan Lincoln (dalam Poerwandari, 2001) untuk memakai

realitas manusia sebenarnya disebut sebagai paradigma interpretif. Alasannya

karena paradigma sesungguhnya berbicara mengenai cara memahami, cara

menginterpretasi, suatu kerangka pikir, suatu set dasar keyakinan yang

memberikan arah tindakan. Pendekatan kuantitatif dekat dengan asumsi

positivistik sementara pendekatan kualitatif dekat dengan cara berpikir

interpretative atau fenomenologis. Dalam penelitian ini peneliti mengambil

pendekatan kualitatif.

III.B. Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif

adalah wawancara dan observasi. Peneliti menggunakan wawancara mendalam

(depth interview) sebagai metode utama dalam pengambilan data dengan

dilengkapi metode observasi.

Metode wawancara ini digunakan untuk mengambil data mengenai

gambaran kecerdasan emosional pada remaja yang berpacaran.

III.B.1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk

mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud

untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami


(53)

ekspolorasi terhadap isu tersebut. Suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui

pendekatan lain (Banister dalam Poerwandari, 2001)

Secara umum ada tiga pendekatan dasar dalam data kualitatif melalui

wawancara yaitu wawancara informal, wawancara dengan pedoman umum dan

wawancara dengan pedoman standar yang terbuka. Wawancara yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman umum. Proses

wawancara dilemgkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, yang

mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menetukan urutan pertanyaan,

bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara

digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus

dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek

relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Pedoman tersebut harus membuat

peneliti harus berpikir bagaimana pertnyaan tersebut akan dijabarkan secara

konkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks

actual saat wawancara (Banister dalam Poerwandari, 2001).

Wawancara dengan pedoman sangat umum ini dapat berbentuk

wawancara yang terfokus, yakni wawancara yang mengarahkan pembicaraan

pada hal-hal/aspek-aspek tertentu dari kehidupan/pengalaman subjek. Wawancara

juga dapat berbentuk wawancara mendalam, dimana peneliti mengajukan


(54)

III.C. Subjek Penelitian

III.C.1. Kriteria Sampel Penelitian

1. Remaja Akhir

Monks (1999) remaja adalah individu yang berusia antara 18 – 21 tahun

adalah masa remaja akhir.

2. Berpacaran

Subjek merupakan individu remaja yang berpacaran.

III.C.2. Teknik Pengambilan Sampel

Poerwandari (2002) menyatakan bahwa penelitian kualitatif umumnya

menggunakan pendekatan purposif. Sampel tidak diambil secara acak tetapi justru

dipilih mengikuti kriteria tertentu. Patton (dalam Poerwandari, 2001)

mengemukakan sepuluh teknik pengambilan sampel. Penelitian ini menggunakan

teknik pengambilan sampel berdasarkan teori, atau berdasarkan konstruk

operasional (theory based/ operasional construct sampling) dimana sampel dipilih

dengan kriteria tertentu berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai dengan

tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar sampel benar-benar mewakili (bersifat

representative) berdasarkan fenomena yang dipelajari. Kriteria sampel telah

ditentukan sebelumnya dalam karakteristik sampel yang didasarkan pada tujuan

penelitian yaitu mengetahui gambaran kecerdasan emosional pada remaja yang


(55)

III.C.3. Jumlah subjek

Menurut Strauss (dalam Irmawati, 2003) tidak ada ketentuan baku

mengenai jumlah responden yang harus dipenuhi pada pendekatan kualitatif.

Sarantoks (dalam Poerwandari, 2001) menyatakan bahwa prosedur penentuan

subjek dan / atau sumber data dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan

karakteristik:

1. Diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada

menampilkan kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.

2. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam

hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai ddengan pemahaman

konseptual yang berkembang dalam penelitian.

3. Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah/ peristiwa acxak)

melainkan pada kecocokan konteks.

Dengan karakteristik tersebut, jumlah sampel dalam penelitian kualitatif

tidak dapat ditentukan secara tegas diawal penelitian. Dalam penelitian ini, jumlah

subjek penelitian adalah 3 orang.

III.D. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan Sumatera Utara. Lokasi penelitian

untuk sementara direncanakan dirumah subjek penelitian untuk memudahkan


(56)

III.E. Alat Bantu Pengumpulan Data

Alat bantu pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

alat perekam (tape recorder), pedoman wawancara, lembar observasi dan catatan

responden. Hal yang diungkap dari kecerdasan emosional remaja yang berpacaran

dibuat berdasarkan teori Goleman (2001). Goleman (2001) membagi aspek-aspek

kecerdasan emosional menjadi 5 wilayah yang menjadi pedoman dalam mencapai

kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:

a. Kesadaran Diri

Kesadaran diri dalam mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi

merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya

pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul wawasan psikologi dan

pemahaman tentang diri sendiri. Ketidakmampuan dalam mencermati

perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan,

sehingga tidak peka akan perasaan diri dan orang lain yang berpengaruh

terhadap pengambilan keputusan atas suatu masalah.

Aspek kesadaran diri atas 3 kecakapan yaitu :

a. Kesadaran emosi

Kesadaran emosi : tahu tentang bagaimana pengaruh emosi terhadap

kinerja, dan kemampuan menggunakan nilai-nilai untuk memandu


(57)

b. Penilaian diri secara akurat

Perasaan yang tulus tentang kekuatan-kekuatan dan batas-batas pribadi,

visi yang jelas tentang mana yang perlu diperbaiki, dan kemampuan

belajar dari pengalaman.

c. Percaya diri

Keberanian yang datang dari diri sendiri dan kepastian tentang

kemampuan, nilai-nilai dan tujuan diri.

b. Pengaturan diri

Pengaturan diri berarti pengelolaan impulse dan perasaan yang menekan, agar

dapat terungkap dengan tepat. Hal ini merupakan kecakapan yang sangat

tergantung pada kesadaran diri sendiri. Emosi dikatakan berhasil apabila :

mampu menghibur diri sendiri ketika ditimpa musibah, dapat melepas

kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan bangkit kembali dengan

cepat dari semuanya itu. Sebaliknya orang yang buruk kemampuannya dalam

mengelola emosi akan terus menerus bertarung melawan perasaan murung

atau melarikan diri pada hal-hal negatife yang merugikan diri sendiri. Aspek

pengaturan diri terdiri dari 5 kecakapan, yaitu :

v.Pengendalian diri : mengelola emosi dan impulse yang merusak secara efektif

vi.Dapat dipercaya : menunjukkan kejujuran dan integritas.

iii.Kehati-hatian : dapat diandalkan dan bertanggung jawab dalam memenuhi

kewajiban.


(58)

v. Inovasi : bersikap terbuka terhadap gagasan, pendekatan baru dan informasi

terkini.

c. Motivasi

Kemampuan seseorang memotivasi diri sendiri dapat ditelusuri melalui hal-hal

sebagai berikut : cara mengendalikan dorongan hati, kekuatan berpikir positif,

optimisme dan keadaan flow, yaitu keadaan ketika perhatian seseorang

sepenuhnya tercurah kedalam apa yang sedang terjadi, pekerjaannya yang

hanya terfokus pada satu objek. Dengan kemampuan memotivasi diri yang

dimilikinya maka seseorang akan cenderung memiliki pandangan positif

dalam menilai segala sesuatu yang terjadi dalam dirinya.

Aspek motivasi terdiri dari empat kecakapan, yaitu:

1. Dorongan berprestasi : dorongan untuk meningkatkan kualitas diri atau

memenuhi standart keunggulan.

2. Komitmen : setia pada visi dan sasaran kelompok

3. Inisiatif : menunjukkan produktivitas, menggunakan setiap peluang

dengan baik untuk mencapai sasaran diri.

4. Optimisme : menunjukkan ketekunan diri dalam mengejar sasaran

4. Empati

Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran

diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa

ia akan terampil membaca perasaan orang lain sebaliknya orang yang tidak

mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak


(59)

Aspek empati terdiri dari lima kecakapan, yaitu :

1. Memahami orang lain : mengindera perasaan-perasaan perspektif orang

lain, serta menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan-kepentingan

mereka.

2. Orientasi melayani : mengantisipasi, mengakui, dan memenuhi

kebutuhan-kebetuhan orang lain.

3. Mengembangkan orang lain : mengindera kebutuhan orang lain untuk

berkembang dan meningkatkan kemampuan mereka

4. Memanfaatkan keragaman : menumbuhkan kesempatan-kesempatan

melalui keragaman pada orang lain

5. Kesadaran politik : membaca kecenderungan politik dan sosial dalam

lingkungan.

5. Ketrampilan sosial

Ketrampilan sosial merupakan seni dalam membina hubungan dengan orang

lain yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan. Tanpa memiliki

ketrampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial.

Aspek ketrampilan sosial terdiri dari 5 kecakapan yaitu :

1. Pengaruh : menerapkan taktik persuasi secara efektif

2. Komunikasi : mengirimkan pesan secara jelas dan meyakinkan.

3. Kepemimpinan : mampu menjadi pemimpin yang baik dari orang lain

4. Katalisator perubahan : mengawali, mendorong, atau mengelola perubahan

5. Manajemen konflik : mampu mengatasi & menyelesaikan konflik yang


(60)

III.E.1. Alat Perekam

Alat perekam berguna untuk mengulang kembali hasil wawancara jika ada

kemungkinan data yang didapat kurang jelas. Alat perekam ini akan memberikan

data yang utuh karena sesuai dengan apa yang dikatakan subjek dalam

wawancara. Penggunaan alat perekam ini digunakan dengan seizing subjek.

III.E.2. Pedoman Wawancara

Irmawati (2002) mengatakan bahwa pedoman wawancara digunakan agar

wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman

wawancara ini juga sebagai alat bantu untuk mengkategorisasikan jawaban

sehingga memudahkan pada tahap analisis data nantinya. Pedoman ini tidak hanya

disusun berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang

berkaitan dengan masalah yang ingin dijawab. Informasi-informasi yang hendak

diungkap, yaitu informasi mengenai perilaku remaja berpacaran, kecerdasan

emosional pada remaja yang berpacaran.

III.E.3. Lembar Observasi dan Catatan Responden

Lembar observasi digunakan untuk mencatat tampilan fisik subjek

penelitian, suasana lingkungan, sikap dan reaksi subjek serta hal-hal menarik yang

muncul selama wawancara. dan catatan responden digunakan untuk

mempermudah proses observasi yang dilakukan.

III.E.4. Kredibilitas (Validitas) Penelitian

Kredibilitas adalah istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif

untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2001). Kredibilitas penelitian


(61)

atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang

kompleks.

Kredibilitas penelitian ini nantinya terletak pada keberhasilan peneliti

dalam mengungkapkan kecerdasan emosional subjek dan pola pacaran yang

terjadi.

III.F. Prosedur Penelitian

III.F.1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan penelitian, peneliti melakukan sejumlah hal yang

diperlukan untuk melakukan penelitian.

1. Menyusun pedoman wawancara

Peneliti menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan teori yang ada.

2. Cara mendapatkan subjek

Subjek diperoleh melalui teman-teman subjek karena pada umumnya

mereka lebih terbuka dengan teman-teman mereka sendiri.

3. Persiapan pengumpulan data

Mengumpulkan informasi tentang calon subjek penelitian. Setelah

mendapatkannya, lalu peneliti menghubungi calon responden untuk

menjelaskan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

4. Membangun Rapport dan menentukan jadwal wawancara

Setelah memperoleh kesediaan dari subjek penelitian, peneliti meminta


(1)

534 535

ngasi tau lewat telefon...dia bilang ”penting lah gunain pulsa, jangan boros”

536 537

Iter bagaimana sasaran atau tujuan dari pacaran yang selama ini dijalanin??

538 539

Itee tujuannya ya aku bisa sama dia, dia jadi suamiku

Motivasi 540

541

Iter apakah hubungan yang selama ini dijalani dapat meningkatkan produktifitas sehari-hari??

542 543 544 545

Itee ada kak, aku jadi lebih bersih, dulunya aku ga pernah ngepel, kalo udah siap nyapu udah, sekarang aku pel lagi, aku lap-lap debu-debu, trus aku susun-susun.

Motivasi

546 547

Iter titi berharap itu dilihat sama dia?? Boleh pacar titi masuk kekamar titi??

548 549 550 551 552 553

Itee boleh, khusus untuk aku dia boleh masuk, karena ibu kostku sudah kenal ama aku sekaligus saudaraku kak. Dia uda bebas beraturan lah keluar masuk kostku. Kalo abis pulang gereja dia kecapekan dia bisa tidur dikost. Nanti pulang jam sepuluh malam.

Motivasi

554 555

Iter jika pacar titi sedang menghadapi konflik, apakah titi dapat memahami??

556 557 558 559 560

Itee dia masalah dalam hidupnya cuman satu kak, kalo uda bulan tua uangnya uda ga ada lagi. Cuman itu masalah dalam jidupnya. Kok asik uang-uang aja. Makanya jadi orang tu jangan boros kali

Empati

561 562

Iter emang uangnya boros untuk kemana aja selama ini?

563 564 565 566 567 568 569 570 571

Itee untuk makan, jalan yang ga penting. Trus kubilang kak beli pulsa itu ga penting musti seratus ribu. Ini masalahnya kalo makan kak bisa berkali-kali kak. Nanti uda makan di solaria lah misalnya, trus mau makan lagi di KFC, kakak bayanginlah uda berapa itu habisnya... belum lagi uang minyak kak, kerja diperbaungan, rumah dibinjei apa ga jauh itu kak..

Empati

572 573

Iter titi ga berusaha untuk meminimalisir keuangan dia??

574 575 576 577 578 579

Itee iya sering sih dia bilang ”peganglah uang abang ini masukkan ketabungan adek ajalah” ya udah kubilang ”sini biar kutabung”. Kayak gini lah tadi malam dia bilang ”dek kayakmana lah ini ya bisanya 120 ribu cukup untuk sampe akhir bulan??” trus kubilang ”kenapa rupanya”


(2)

580 581 582 583 584 585 586 587 588 589

,dibilangnya” matilah aku ga bisa lagi aku makan di rumah makan simpang tiga, rumah makan bahagia”, trus kujawab ”harus rupanya makan disitu hitung dulu uangmu bang tinggal 120 ribu aja. Trus kak dia minta pula uangnya yang ditabungnya sama aku, kubilang ”ga, ga bisa. Pokoknya itu harus cukup sampe akhir bulan”, trus ingat jangan boros. Aku ga pernah makan uang abang yang ada di bank ku. Dibilangnya iya ya dek..

590 591

Iter jadi pacar titi udah boleh datang ke rumah tanpa ada titi?

592 593 594 595 596 597

Itee boleh. Kami udah deket kak. Kalau pun misalnya dia mau ngatar rambutan atau makanan lainnya, dia bisa nganter aja ke rumah meski ga ada aku. Misalnya hp aku mati. Pacar aku biasanya datang ke rumah nanya, hp ku mana yang aktif.

Empati

598 599

Iter apakah pacar titi mendukung dalam pengembangan diri titi??

600 601 602 603

Itee mungkin bisalah kak. Tapi kalo dia sering-sering ngasih semangat. Eh, tapi ga juga sih ga harus berpatokan sama dia. Tapi dia bisa juga lah.

Empati

604 605

Iter uda ada contohnya Titi berkembang gara-gara dia??

606 607 608 609 610 611 612 613 614 615 616 617

Itee kayak ginilah kak berkembangnya kayak satu mata kuliah yang susah. Aku dapat D kak. Trus kubilang sampe mati ga akan kuambil lagi mata kuliah ini. Trus dia bilang ”jangan lah gitu dek cobalah masa D mau dibawa skripsi, kan sayang...”. pokoknya mudah-mudahanlah bisa. Yang penting sama aku dukungan aja lah kak. Trus kalo ngomong sama orang rubahlah dek, dibilang nya aku terlalu kasar. Kalo sama temen-temen deket bolehlah, kalo sama orang rubahlah...jadi aku bisa lebih berkembang dalam bersikap kak.

Empati

618 619

Iter menurut titi selama ini dia bisa ga sih merubah titi ke yang lebih baik lagi??

620 Itee Bisa. Empati

621 622

Iter apakah hubungan yang selama ini titi jalanin mempunyai dampak dengan orang lain??

623 624 625

Itee mungkin dampak negatifnya bisa lah kak. Kayak adik di kost, karena dia sering liat pacar aku tidur dikostan ku dia pun pengen ngajak


(3)

626 627 628 629 630

pacarnya tidur dikostan dia. Menurut aku itu lah negatifnya. Menurut aku sisi positifnya pacar aku selalu menasehati aku untuk berhubungan dengan orang lain lebih berhati-hati. Tidak perlu ngumpul-ngumpul yang gada manfaatnya. 631

632 633

Iter menurut titi bagaimana sifat pacar titi yang selalu menasehati titi untuk tidak ngumpul-ngumpul kalo ga ada manfaatnya??

634 635 636 637 638 639 640 641 642 643

Itee aku rasa dia memang tegaan orangnya. Karena dia bilang rambut sama itam. Tapi kalo kita susah apakah ada yang mau bantu kita. Makanya cari temen yang bisa bantu kalo kita lagi susah, karena yang dia bilang itu ada betulnya juga. Kayak ginilah kak, aku ngumpul-ngumpul ama temen-temen aku dikampus sampe sore hasilnya ga ada, alhasil gitu sampe rumah aku jadi malas. Akhirnya aku jadi teringat sama kata-kata pacar aku.

Empati

644 645

Iter bagi lingkungan sekitar ada ga sih dampaknya??

646 647 648 649 650

Itee kalo bagi temen-temen pacar aku mungkin agak-agak ga enak lah kak, tapi bagi mamak aku kak bagus aku kak. Uda bisa aku berubah sikit. Walopun sikit aku uda bisa bangun agak pagi

Empati

651 Iter emang titi suka bangun jam berapa? 652

653 654 655 656

Itee kalo kul jam delapan bangun tengah delapan, kalo kul jam sepuluh bangun jam tengah sepuluh. Tapi kalo ujian bisa ga tidur. Kalo kata mamak aku ngomong sekarang uda tau tempat ,mana yang harus serius mana yang gak.

Empati

657 Iter bagaimana komunikasi selama titi berpacaran?? 658

659 660 661

Itee baik, misalnya siapa yang bangun paling cepat dia nelfon duluan, saling membangunkan lah kak. Nanti kalo uda pulang kerja dia ngabarin. Pokoknya komunikasi lancar lah kak.

Ketrampilan Sosial

662 663

Iter pernah ga sih ngalamin komunikasi yang kurang komunikasi?

664 665 666

Itee ga pernah. Kalau satu hari sebelum matahari terbenam kamu ga ada khabar, abang ga bisa tidur. Jadi harus ada khabar.

667 668 669

Iter apakah pacar titi banyak berpengaruh dalam kehidupan titi? Sehingga pacar titi bisa mengubah perilaku titi?

670 671

Itee berpengaruhlah kak, menurut Titi banyak pengaruhnya

Ketrampilan Sosial


(4)

672 Iter yang paling besar pengaruhnya apa? 673

674 675 676 677 678

Itee pengaruhnya, kalau sama dia, aturan berbicara aku lebih terjaga, lebih hormat, menggunakan etika, jangan asal bicara. Iya kubilang kak. Tapi yang ga bisa kuhilangkan boros sama tukang gosip ku kak. Tapi kalo kami berdua la memang kak boros kali orangnya...

Kesadaran diri dan ketrampilan sosial

679 680

Iter apakah titi bisa berubah yang kalo menurut aku karena emang suara titi besar??

681 682

Itee kata dia bisa kak. Katanya kalo aku ngomong sama mamaknya suaraku bisa volumenya pelan.

Ketrampilan Sosial 683

684

Iter nanti itu titi jaga kali, karena kalo ama temen-temen mungkin bisa lebih bebas??

685 686

Itee mungkin lah kak yaaa.. karena oh, ini orang penting jadi harus jaim sikit kak.

Ketrampilan Sosial 687 Iter bagaimana hubungan pacar pada keluarga titi??

688 Itee Hangat Ketrampilan

Sosial 689 Iter maksudnya hangat??

690 691 692 693 694 695 696 697 698

Itee ya gitu kak, mamak bapak nerima dia, care, percaya ama dia. Jadi kayak kemaren aku sama dia mau pergi ke binjei. Trus aku janji sama bapakku pulang jam sepuluh, tiba-tiba aku nyampe jam satu. Trus bapak ku bilang sehatnya kau nak? Kubilang ”pak itu bukan singgungan kan?? ” bapakku bilang ”ya gaklah karena kan aku tau dari binjei ke tanjung morawa kan jauh..” gitu lah kak.

Ketrampilan Sosial

699 700

Iter bagaimana hubungan titi dengan keluarga pacar titi?

701 702 703

Itee sama kak hangat. Karena semenjak masalah itu mamaknya dan seluruh keluarganya uda baek sama aku. Uda nerima hubungan kamilah kak...

Ketrampilan Sosial 704 Iter gaya berpacaran kalian gimana??

705 706 707 708 709

Itee ya biasa-biasa ja kak. Namanya mau kawin. Jadi yaa sayang-sayangan normal lah kak. Apalagi aku dikostan yang ibu kostannya aku uda kenal. Mau ngapa-ngapain pun aku ga berani kak...


(5)

Rangkuman Hasil Wawancara II Responden 3

Nama responden : Titi

Umur : 20 tahun

Tanggal : 25 November 2007 Waktu : 15.00-16.00 WIB Durasi :  60 menit

No Pelaku Wawancara Koding

1 Iter hai titi..

2 Itee hai kak..

3 Iter maaf ya ganggu lagi… 4 Itee ok gak papa kak

5 Iter langsung kita mulai yaaa..

6 Itee ok kak.

7 8 9 10 11 12

Iter oia titi, kemaren titi bilang kalo kecerdasan emosi itu seseorang yang memahami dirinya dan berprilaku sesuai dengan dirinya yang dianggapnya cocok dengan kepribadiannya. Apa yang dia mau itu yang dia buat. Maksudnya gimana??

13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Itee maksudnya itu kayak gini kakakku, jadi

seseorang itu berprilaku sesuai dengan apa yang diinginkannya. Jadi misalnya kak gini kalo dia pengen melakukan sesuatu sesuai dengan yang dia inginkan. Dan itu bermanfaat kak. Pokonya dia melakukan sesuatu sesuai dengan

karakteristik dirinya. Contohnya misalnya gini kak misalnya seseorang menghadapi masalah kak. Trus masalah itu membuat dia emosional. Dan karena tipikal orangnya pemarah ya dia mengungkapkan marahnya itu kak, tidak memendam masalahnya.

25 26 27 28 29

Iter oia kemaren titi pernah cerita kalau pacar titi bilang kalau nanti titi jadi istri titi harus jadi yang terbaik. Tapi titi inginnya bisa jadi diri titi sendiri dan ga suka dipaksa-paksa. Reaksi pacar titi gimana??


(6)

31 32 33 34

ngikuti apa yang dia bilang. Dia lebih banyak menjelaskan sama aku kak kalo perempuan itu gimana haruis bersikap. Jadi ya reaksi pacarku gak marah kak.

35 36 37

Iter kemaren titi bilang pacar titi sering datang ke tempat kost titi. Apa saja yang dilakukan selama dikostan titi??

38 39 40 41 42

Itee yaaa biasanya dia tidur kak. Karena pulang gereja kalo mau pulang ke binjei pacar aku kejauhan, jadi ya istirahat dulu. Biasalah kak, kalo dia tidur aku gosok, bersih-bersihin kost, ngelap, nyapu, ngepel…. Hal-hal gitulah kak.

Empati

43 44 45 46 47

Iter dan yang titi ceritakan tadi berpengaruh negative dengan temen-temen satu kost titi. Karena ada temen titi yang ingin pacarnya juga tidur dalam satu kost sama kayak titi. Maksud pengaruh buruknya itu bisa dijelasin lagi?? 48

49 50 51 52 53 54 55 56 57

Itee ya, berpengaruh buruk gitu lah kak. Karena menurut aku pacar temen aku itu masih baru mereka pacaran gak kayak aku yang udah hamper tiga tahun dan kami serius untuk nikah dan keluarga juga sudah tau kak. Dan kami pun ga ada melakukan yang negative, kayak yang aku bilang tadi kak, abang itu tidur aku gosok, nyuci, temen aku itu pacarnya baru beberapa bulan kak, jadi ga mungkinlah disamakan kak untuk bisa tidur dikostan ku.

Empati

58 59 60

Iter kemarin titi bilang sempat jarang nelfon, sementara kalian itu ga pernah mengalami kekurangan komunikasi. Maksudnya gimana?? 61

62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72

Itee oh itu dulu kak. Setelah beberapa bulan dia sering nelfon tiba-tiba jadi jarang nelfon jadi dulu aku ngerasa komunikasi nya agak kurang. Tapi setelah dijelasin yaa dulu kan kalo masih awal-awal pacaran masih semangat ngasih perhatian, semangat nelfon. Semakin ke sekarang uda ga segitunya kali kak. Karena pacar aku bilang kita kan uda sama-sama dewasa, ga perlulah pacaran setiap jam nelfon. Tapi kak sampe sekarang tetap tiap pagi dia nelfon hanya untuk bangunin aja trus ato malam dia nelfon sebelum tidur gitu lah kak…

Ketrampilan Sosial