Analisa Kandungan Formalin Pada Mi Basah Serta Ciri-Ciri Fisik Mi Basah Yang Positif Mengandung Formalin Dan Yang Negatif Mengandung Formalin Di Pasar Tradisional Medan Tahun 2010
ANALISA KANDUNGAN FORMALIN PADA MI BASAH SERTA CIRI-CIRI FISIK MI BASAH YANG POSITIF MENGANDUNG FORMALIN DAN YANG NEGATIF MENGANDUNG FORMALIN DI PASAR TRADISIONAL
MEDAN TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh: NIM. 061000159 PUJITA HUTABARAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(2)
ANALISA KANDUNGAN FORMALIN PADA MI BASAH SERTA CIRI-CIRI FISIK MI BASAH YANG POSITIF MENGANDUNG FORMALIN DAN YANG NEGATIF MENGANDUNG FORMALIN DI PASAR TRADISIONAL
MEDAN TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh:
061000159
PUJITA HUTABARAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(3)
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul :
ANALISA KANDUNGAN FORMALIN PADA MI BASAH SERTA CIRI-CIRI FISIK MI BASAH YANG POSITIF MENGANDUNG FORMALIN DAN YANG NEGATIF MENGANDUNG FORMALIN DI PASAR TRADISIONAL
MEDAN TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:
NIM. 061000159 PUJITA HUTABARAT
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 21 Desember 2010 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua Penguji
dr. Wirsal Hasan, MPH NIP. 194911191987011001
Penguji II
Penguji I
Ir. Indra Chahaya S,MSi NIP. 196811011993032005
NIP. 197002191998022001 dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes
Penguji III
NIP. 196501091994032002 Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS
Medan, Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, MS
(4)
ABSTRAK
Mi basah merupakan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat karena praktis, mudah diolah serta dapat disajikan dengan cepat. Kadar airnya dapat mencapai 52% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat.
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Formalin pada mi basah dosisnya memang kecil, tetapi jika dikonsumsi terus menerus dapat menyebabkan kerusakan sel yang dapat memicu kanker.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Objek penelitian adalah mi basah di Pasar Pagi Padang Bulan, Pasar Aksara, Pasar Ramai dan Pasar Sei Sikambing sebanyak 7 sampel kemudian diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan Medan.
Berdasarkan 7 (tujuh) sampel mi basah yang diperiksa, ditemukan 3 (tiga) sampel mi basah yang positif mengandung formalin. Kandungan formalin yang dianalisa yaitu mi basah dari Pasar Pagi Padang Bulan sebesar 33,9 mg/kg, mi basah dari pasar Aksara sebear 21,52 mg/kg dan mi basah dari Pasar aksara sebesar 21,65 mg/kg. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Bahan Tambahan pangan, formalin tidak diperbolehkan ada pada makanan. Berdasarkan teori disebutkan bahwa ciri-ciri fisik mi basah yang mengandung formalin yaitu: bau formalin menyengat, tahan disimpan dalam suhu kamar, tahan disimpan ≥ 15 hari paa suhu lemari es, tampak mengkilat, tidak mudah putus dan tidak lengket.
Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat 3 sampel yang positif mengandung formalin dari 7 sampel yang diperiksa, dengan kadar masing-masing 33,9 mg/kg, 21,52 mg/kg dan 21,65 mg/kg. ciri-ciri fisik mi basah yang positif mengandung formalin hampir sama dengan ciri-ciri fisik mi basah yang tidak mengandung formalin.
Disarankan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi mi basah dan kepada produsen agar tidak menggunakan formalin sebagai bahan tambahan pangan karena berdampak negatif bagi kesehatan. Serta diharapkan kepada Dinas Kesehatan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan supaya melaksanakan pengawasan terhadap peredaran mi basah di Kota Medan.
(5)
ABSTRACT
Wet noodles is type food often consumed by people everyday because it is daily practice, easily processed and can be served quickly. It contains water in which can reach 52%, so that the durability is relative short.
Formalin is a solution that is colourless and has a strong smell.Formalin’s dose in wet noodle insignificant, but if it’s consumed continuely, it can cause cell damage that can tigger cancer.
This research is a descriptive survey. The research object is wet noodles that are sold in the Pasar Pagi Padang Bulan, Pasar Aksara, Pasar Ramai, Pasar Sei Sikambing as much as 7 samples wet noodles. Then it is checked in Laboratorium Kesehatan. From 7 samples of wet noodle that is checked in the fact is that three samples are found positively contain formalin. The formalin that is analized that’s come from Pasar Pagi Padang Bulan about 33,9 mg/kg, wet noodles with merk that comes from Pasar Aksara about 21,65 mg/kg. Based on Regulation of Indonesia Republik Health Ministry deal with food additives, formalin can’t be allowed on food. Based on the theory mentioned that the physical characteristic of wet noodles that contain formalin, namely: The smell of formal dehyde stung, it can be retained at room temperature, can be retained for over is days at refrigerator temperature, looks shiny, not easily broken and not sticky. Based on observation it was apparent that not all.
The conclusion of this research that there are 3 samples found positively contain formalin, that is about 33,9 mg/kg, 21,52 mg/kg and 21,65 mg/kg. physical features for positively wet noodles contain is same with negative wet noodles contain formalin.
It is suggested for public to be more careful in consuming wet noodles and
the manufact. User is not to use formalin as food because of potential advene effects on health. And expected for Dinas Kesehatan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan in order to continue to perform oversight of circulation wet noodles in Medan city.
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Pujita Hutabarat
Tempat/tanggal lahir : Bandung/ 20 September 1988
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Anggota Keluarga : 3 orang
Alamat Rumah : Jalan Pabrik Tenun No. 66 Medan
Riwayat Pendidikan :1. SD Negeri Inpres Sidikalang Tahun 1994-2000 2. SLTP Negeri 2 sidikalang Tahun 2000-2003 3. SMA Negeri 1 Sidikalang Tahun 2003-2006 4. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan Tahun 2006-2010
Pengalaman Organisasi :1. Anggota Kelompok Kecil POMK FKM
2. Koordinasi POMK FKM di Komisi Persekutuan 3.Tim Koordinasi POMK FKM diKomisi Persekutuan 4. Pemimpin Kelompok Kecil POMK FKM
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan Kepada Kepada Tuhan yang Maha Esa atas anugerah dan kasihNyalah Penulis dapat menyelesakan skripsi ini dengan judul “Analisa Kandungan Formalin pada Mi Basah Serta Ciri-Ciri Fisik Mi Basah yang Positif Mengandung Formalin dan yang Negatif Mengandung Formalin” yang merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan skripsi ini Penulis banyak mendapatkan bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, secara moril amupun materil. Untuk itu, Penulis ingin menyampaikan ucapak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Ir. Indra Chahaya, MSi, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Keehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
3. dr.Wirsal Hasan, MPH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan pikiran dan waktu dalam memberikan bimbingan, saran dan pengarahan kepada Penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. dr. Devi Nuraini Santi, MKes, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak memberikan pikiran dan waktu dalam memberikan bimbingan, saran dan pengarahan kepada Penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
5. dr. Surya Dharma, MPH, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada Penulis.
6. Dra. Norma Sinaga selaku Pembimbing di Laboratorium Kesehatan Daerah Medan.
7. Buat kedua Orangtuaku tercinta E. Hutabarat dan S.Simamora serta Abang dan Kakak yang selalu ada untuk memberikan kasih sayang, mendoakan, mendukung dan memberikan motivasi kepada Penulis.
8. Buat Kelompok Kecilku “Abigail : B’Asron, K’Martha, Anta, Ave, Sae, dan Yeni” serta “adik-adikku tersayang Inner Being: Adri, Indri, Manda, Martha,
(8)
Sondang, Eonike dan Memory” serta Adri Sinaga, Anggiat Shb, Josua, Roby Ginting dan Sukri Tambunan. Terimakasih atas doa-doa dan motivasinya.
9. Buat sahabat-sahabatku terkasih: Faeri, Maya, Maria, B’Henry, B’Frans, B’ Gomgom, Fitri Theresia, Lusiana, Memey, Titin, Rumata, Marisa, K’Ruth, K’Rohani, terimakasih buat doa-doanya.
10. Buat rekan-rekan seperjuangan di Peminatan Kesehatan Lingkungan dan teman-teman PBL ku : Ade Shinta, Sari, Budi Aswin,Ade Shinta, Lidya dan Anta 11. Buat Saudara-Saudaraku yang ada di POMK FKM
Akhirnya pada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Tuhan Yesus memberkati.
Medan,
(9)
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan. ... i
Abstrak. ... ii
Abstract ...iii
Daftar Riwayat Hidup ... iv
Kata Pengantar. ... v
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... ix
Daftar Lampiran ... x
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1. Tujuan Umum ... 5
1.3.2. Tujuan Khusus ... 5
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Pengertian Pangan ... 7
2.2. Bahan Tambahan Pangan ... 8
2.2.1. Pengertian dan Tujuan Penggunaan ... 8
2.2.2. Jenis-Jenis bahan Tambahan pangan ... 9
2.3. Bahan Pengawet ... 11
2.3.1. Pengertian Bahan Pengawet... 11
2.3.2. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet ... 12
2.3.3. Jenis Bahan Pengawet ... 13
2.4. Formalin ... 14
2.4.1. Pengertian Formalin ... 14
2.4.2. Fungsi Formalin ... 15
2.4.3. Sifat Formalin ... 16
2.4.4. Dampak Penggunaan Formalin Terhadap Kesehatan ... 17
2.5. Bahan Pengawet Pengganti formalin ... 20
2.6. Ciri-Ciri Beberapa Makanan yang Mengandung Formalin ... 22
2.6.1. Mi Basah ... 22
2.6.2. Tahu ... 22
2.6.3. Bakso ... 22
2.6.4. Ikan ... 22
2.6.5. Ikan Asin ... 23
2.6.6. Ayam Potong ... 23
2.7 Mi ... 23
2.7.1. Jenis-jenis Mi ... 23
2.7.2. Bahan Pembuatan Mi ... 24
2.7.3. Pengertian Mi Basah ... 25
(10)
2.8 Kerangka Konsep ... 27
BAB III. METODE PENELITIAN ... 28
3.1. Jenis Penelitian ... 28
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 28
3.2.2. Waktu Penelitian ... 28
3.3. Objek Penelitian ... 28
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 29
3.4.1.Data Primer ... 29
3.4.2. Data sekunder ... 29
3.5. Defenisi Operasional ... 29
3.6. Aspek Pengukuran ... 30
3.6.1. Alat dan Bahan ... 30
3.6.2. Prosedur Analisa ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 33
4.1. Hasil Analisa Kualitatif pada Mi Basah di Pasar Tradisional Medan ... 33
4.2. Hasil Analisa Kuantitatif Formalin pada Mi Basah Di Pasar Tradisional Medan ... 34
4.3. Perbandingan Ciri-Ciri Fisik Mi Basah yang Positif Mengandung Formalin dan yang Negatif Mengandung Formalin ... 35
BAB V. PEMBAHASAN ... 37
5.1. Analisa Kualitatif pada Mi Basah di Pasar Tradisional Medan ... 37
5.2. Analisa Kuantitatif Formalin pada Mi Basah Di Pasar Tradisional Medan ... 39
5.3. Perbandingan Ciri-Ciri Fisik Mi Basah yang Positif Mengandung Formalin dan yang Negatif Mengandung Formalin ... 42
5.3.1. Bau Formalin Menyengat ... 42
5.3.2. Masa simpan ... 43
5.3.3. Struktur Mi. ... 43
5.3.3.1.Tampak Mengkilat ... 43
5.3.3.2.Liat (Tidak Mudah Putus) ... 44
5.3.3.3. Tidak Lengket ... 44
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45
6.1. Kesimpulan ... 45
6.2. Saran ... 45 DAFTAR PUSTAKA
(11)
Daftar Tabel
Tabel 4.1. Tabel hasil analisa kualitatif pada mi basah yang terdapat di pasar tradisional Medan.
Tabel 4.2. Tabel analisa kuantitatif formalin pada mi basah yang dijual di pasar tradisional Medan.
Tabel 4.3. Perbandingan cirri-ciri fisik mi basah yang positif mengandung formalin dan yang negative mengandung formalin
(12)
Daftar Lampiran Lampiran 1. Kode Sampel dan Produsennya
Lampiran 2. PerMenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan yang Dilarang Digunakan Dalam Makanan
Lampiran 3. Perhitungan kadar formalin pada masing-masing sampel yang positif mengandung formalin
Lampiran 4. Surat izin Melakukan Penelitian
Lampiran 5. Hasil Pemeriksaan Kadar Formalin pada Mi Basah Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian
(13)
ABSTRAK
Mi basah merupakan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat karena praktis, mudah diolah serta dapat disajikan dengan cepat. Kadar airnya dapat mencapai 52% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat.
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Formalin pada mi basah dosisnya memang kecil, tetapi jika dikonsumsi terus menerus dapat menyebabkan kerusakan sel yang dapat memicu kanker.
Penelitian ini bersifat deskriptif. Objek penelitian adalah mi basah di Pasar Pagi Padang Bulan, Pasar Aksara, Pasar Ramai dan Pasar Sei Sikambing sebanyak 7 sampel kemudian diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan Medan.
Berdasarkan 7 (tujuh) sampel mi basah yang diperiksa, ditemukan 3 (tiga) sampel mi basah yang positif mengandung formalin. Kandungan formalin yang dianalisa yaitu mi basah dari Pasar Pagi Padang Bulan sebesar 33,9 mg/kg, mi basah dari pasar Aksara sebear 21,52 mg/kg dan mi basah dari Pasar aksara sebesar 21,65 mg/kg. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Bahan Tambahan pangan, formalin tidak diperbolehkan ada pada makanan. Berdasarkan teori disebutkan bahwa ciri-ciri fisik mi basah yang mengandung formalin yaitu: bau formalin menyengat, tahan disimpan dalam suhu kamar, tahan disimpan ≥ 15 hari paa suhu lemari es, tampak mengkilat, tidak mudah putus dan tidak lengket.
Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat 3 sampel yang positif mengandung formalin dari 7 sampel yang diperiksa, dengan kadar masing-masing 33,9 mg/kg, 21,52 mg/kg dan 21,65 mg/kg. ciri-ciri fisik mi basah yang positif mengandung formalin hampir sama dengan ciri-ciri fisik mi basah yang tidak mengandung formalin.
Disarankan kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi mi basah dan kepada produsen agar tidak menggunakan formalin sebagai bahan tambahan pangan karena berdampak negatif bagi kesehatan. Serta diharapkan kepada Dinas Kesehatan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan supaya melaksanakan pengawasan terhadap peredaran mi basah di Kota Medan.
(14)
ABSTRACT
Wet noodles is type food often consumed by people everyday because it is daily practice, easily processed and can be served quickly. It contains water in which can reach 52%, so that the durability is relative short.
Formalin is a solution that is colourless and has a strong smell.Formalin’s dose in wet noodle insignificant, but if it’s consumed continuely, it can cause cell damage that can tigger cancer.
This research is a descriptive survey. The research object is wet noodles that are sold in the Pasar Pagi Padang Bulan, Pasar Aksara, Pasar Ramai, Pasar Sei Sikambing as much as 7 samples wet noodles. Then it is checked in Laboratorium Kesehatan. From 7 samples of wet noodle that is checked in the fact is that three samples are found positively contain formalin. The formalin that is analized that’s come from Pasar Pagi Padang Bulan about 33,9 mg/kg, wet noodles with merk that comes from Pasar Aksara about 21,65 mg/kg. Based on Regulation of Indonesia Republik Health Ministry deal with food additives, formalin can’t be allowed on food. Based on the theory mentioned that the physical characteristic of wet noodles that contain formalin, namely: The smell of formal dehyde stung, it can be retained at room temperature, can be retained for over is days at refrigerator temperature, looks shiny, not easily broken and not sticky. Based on observation it was apparent that not all.
The conclusion of this research that there are 3 samples found positively contain formalin, that is about 33,9 mg/kg, 21,52 mg/kg and 21,65 mg/kg. physical features for positively wet noodles contain is same with negative wet noodles contain formalin.
It is suggested for public to be more careful in consuming wet noodles and
the manufact. User is not to use formalin as food because of potential advene effects on health. And expected for Dinas Kesehatan dan Balai Pengawas Obat dan Makanan in order to continue to perform oversight of circulation wet noodles in Medan city.
(15)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pangan
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Pangan dibedakan atas :
a. Pangan Segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar.
b. Pangan Olahan
Makanan/ pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelomjpok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut.
(16)
Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bias langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.
Pangan yang dikonsumsi secara teratur setiap hari tidak hanya sekedar memenuhi ukuran kuantitas saja namun juga harus memenuhi unsur kualitas. Unsur kuantitas sering dikaitkan dengan jumlah makanan yang harus dikonsumsi. Bagi mereka, ukuran cukup mungkin adalah kenyang, atau yang penting sudah makan. Sedangkan ukuran kualitas adalah terkait dengan nilai-nilai intrinsik dalam makanan tersebut seperti keamanannya, gizi dan penampilan makanan tersebut.
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (UU RI no.7 Tahun 1996 Tentang Perlindungan Pangan).
Pengawetan pangan dengan menambahkan zat kimia merupakan teknik yang relatif sederhana dan murah. Cara ini terutama bermanfaat bagi wilayah yang tidak mudah menyediakan sarana penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi). Sebaliknya, kekhawatiran akan keamanan zat kimia yang biasa digunakan dalam pengawetan pangan telah mendorong sejumlah Negara untuk membatasi atau melarang pengunaannya dalam pangan (WHO, 1991).
(17)
2.2. Bahan Tambahan pangan
2.2.1. Pengertian dan Tujuan Penggunaan
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 772/Menkes/Per/IX/88 No. 1168/Menkes/PER/X/1999 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merrupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan.
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan.
Bahan tambahan pangan harus memenuhi beberapa persyaratan untuk menjaga keamanan penggunaannya, yaitu tidak menunjukkan sifat-sifat bereaksi dengan bahan, mengganggu kesehatan konsumen, menimbulkan keracunan, merangsang atau menghilangkan rasa dan menghambat kerja enzim. Bahan tersebut haruslah mudah dianalisis, efisien dalam rekasi dan mempertahankan mutu. Bahan tambahan pangan yang dilarang adalah semua bahan tambahan yang dapat menipu konsumen, menyembunyikan kesalahan dan teknik penanganan serta penurunan mutu (Sulaeman, 1990).
(18)
2.2.2. Jenis-Jenis Bahan Tambahan Pangan
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, citarasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentsia), antibiotik, dan hidrokarbon aromatic polisiklis.
Apabila dilihat dari asalnya, bahan tambahan pangan dapat berasal dari sumber alamiah, seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya. Bahan ini dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah
yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya, misalnya β-Karoten dan asam aksorbat. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah, tetapi ada pula kelemahannya, yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi
(19)
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan atau manusia.
Penggolongan Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan oleh Departemen kesehatan yang diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, yaitu:
1. Antioksidan (Antioxidant) 2. Antikempal (Anticaking Agent)
3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator) 4. Pemanis Buatan (Artificial sweetetrner)
5. Pemutih dan Pematang Telur (Flour Treatment Agent)
6. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener) 7. Pengawet (Preservative)
8. Pengeras (Firming Agent) 9. Pewarna (colour)
10. Penyedap Rasa dan Aroma, Penguat Rasa (Flavour, Flavour Enhancer) 11. Sekuesteran (Sequesterant)
Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, sebagai berikut:
1. Natrium Tetraborat (Boraks) 2. Formalin (Formaldehyd)
(20)
4. Kloramfenicol (Chloramfenicol) 5. Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)
6. Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)
8. P-Phenethylcarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea 9. Asam salisilat dan garamnya (Salicyclic Acid and its salt) 2.3. Bahan Pengawet
2.3.1. Pengertian Bahan Pengawet
Pengawetan yaitu suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh manusia pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak mudah rusak. Istilah awet merupakan pengertian relatif terhadap daya awet alamiah dalam kondisi yang normal. Daya keawetan bahan berbeda beberapa hari atau beberapa bulan.
Dalam pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar atau berupa bahan olahan. Dalam teknologi pangan, pengertian pengawetan tidak sekedar memperpanjang umur pakai dan daya guna bahan, tetapi pengawetan sering merupakan bagian dari pengolahan hasil pertanian yang tidak terpisahkan. Pengawetan dapat merupakan bagian utama proses pengolahan.
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai
(21)
sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan (Cahyadi,2006).
2.3.2. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting dan kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan tidak toksik. Bahan pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan pengawet yang digunakan.
Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat pathogen maupun yang tidak pathogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.
(22)
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. 2.3.3 Jenis Bahan Pengawet
Berdasarkan sumbernya, bahan pengawet dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
1. Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering digunakan adalah sulfit, hydrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Selain untuk mencegah tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum, senyawa juga berfungsi untuk mempertahankan warna dan menghambat pertumbuhan mikroba pada proses curing daging.
2. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik ini digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbet, asam propionate, asam benzoate, asam asetat dan epoksida.
Pengawet yang berasal dari senyawa oranik biasanya digunakan untuk produk-produk olahan nabati seperti roti, sari buah, minuman ringan serta selai dan jeli.
(23)
2.4. Formalin
2.4.1. Pengertian Formalin
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30-40 persen. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk yang sudah diencerkan , yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 persen serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram. Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan methanol hingga 15% sebagai pengawet (Handayani, 2006).
Formalin mempunyai banyak nama kimia yang biasa kita dengar di masyarakat, diantaranya formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid, oxomethane, polyoxymethylene glycols, methanol, formoform, superlysoform, formic aldehyde, formalith, tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane, oxymethylene dan methylene glycol (Nurheti, 2007).
Formalin yang biasa ditambahkan pada makanan adalah larutan 30-50% gas formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan formalin biasanya mengandung methanol 10-15%. Formalin mempunyai bau yang menyengat dan dapat menimbulkan pedih pada mata. Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena hanya mempunyai satu atom karbon (Murtini dan Widyaningsih, 2006).
(24)
2.4.2. Fungsi Formalin
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai keperluan jenis industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dn pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin boleh juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1 persen) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen sepertinpembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, llin dan karpet.
Di dalam industri perikanan, formalin digunakan menghilangkan bakteri yang biasa hidup di sisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan efektif dalam pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seperti fluke dan kulit berlendir. Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang batas amannya sangat rendah sehingga terkadang ikan yang diobati malah mati akibat formalin daripada akibat penyakitnya. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan sampel ikan untuk keperluan penelitian dan identifikasi. Di dunia kedokteran formalin digunakan dalam pengawetan mayat (Yuliarti, 2007).
(25)
2.4.3. Sifat Formalin
Formaldehid adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang. Dipasaran zat ini dikenal dengan nama formalin. Senyawa ini dipasaran dikenal dengan nama formalin dengan rumus CH2O.
Formalin adalah nama komersil dari senyawa formalin yang mengandung 35 - 40 % dalam air. Formalin termasuk kelompok senyawa disinfektan kuat yang sering dipakai sebagai bahan pengawet mayat tetapi dapat juga digunakan sebagai pengawet makanan, walaupun formalin tidak diizinkan untuk bahan pengawet makanan serta bahan tambahan. Formalin biasanya mengandung alcohol (metanol) sebanyak 10 – 15 % yang berfungsi sebagai stabilator supaya formaldehidnya tidak mengalami polimerisasi. Formaldehida mudah larut dalam air, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai pereduksi yang kuat. Secara alami formaldehida juga dapat ditemui dalam asap pada proses pengasapan makanan, yang bercampur dengan fenol, keton, dan resin. Bila menguap di udara, berupa gas tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyengat (Mark, 2009).
Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein, karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal . Selain itu protein yang telah mati tidak
(26)
akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, Itulah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi lebih awet.
Formaldehida membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi (kekurangan air), sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan. Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang dilindungi, maka formaldehida akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya. Melihat sifatnya, formalin juga sudah tentu akan menyerang protein yang banyak terdapat di dalam tubuh manusia seperti pada lambung. Terlebih, bila formalin yang masuk ke tubuh itu memiliki dosis tinggi.
2.4.4. Dampak Penggunaan Formalin Terhadap Kesehatan
Sangat kita pahami bahwa formalin sangat berbahaya jika digunakan tidak sewajarnya mengingat formalin merupakan zat yang bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin pada dosis tertentu pada jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic hyperplasia pylorus dan adenocarcinoma duodenum. Penelitian lainnya menyebutkan
(27)
peningkatan resiko kanker faring ( tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan.
Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang keluar bersama cairan tubuh. Dengan demikian keberadaan formalin dalam darah sulit dideteksi. Kekebalan tubuh sangat berperan pada berdampak tidaknya formalin di dalam tubuh. Jika kekebalan tubuh atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin berkadar rendah sekalipun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Anak-anak, khususnya bayi dan balita, adalah salah satu kelompok usia yang rentan mengalami gangguan ini. Secara mekanik integritas mukosa (permukaan) usus dan peristaltic (gerakan usus) merupakan pelindung masuknya zat asing ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi zat berbahaya tersebut. Secara imunologik sIgA (sekretori Imunoglobulin A) pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal zat asing masuk ke dalam tubuh. Namun demikian, pada usia anak, usus imatur ( belum sempurna ) atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit dikeluarkan. Hal ini juga akan lebih mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada penderita autism, penderita alergi dan sebagainya. (yuliarti,2007).
Efek samping penggunaan formalin tidak secara langsung akan terlihat. Efek ini hanya terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami keracunan formalin dengan dosis tinggi. Keracunan formalin bisa mengakibatkan iritasi
(28)
lambung dan alergi. Formalin juga bersifat karsinogen (bersifat kanker) dan mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel). Dalam kadar yang sangat tingi formalin bisa menyebabkan kegagalan peredaran darah yang bermuara pada kematian.
Efek akut penggunaan formalin adalah:
1. Tenggorokan dan perut terasa terbakar, tenggorokan terasa sakit untuk menelan
2. Mual, muntah, dan diare
3. Mungkin terjadi pendarahan dan sakit perut yang hebat 4. Sakit kepala dan hipotensi ( tekanan darah rendah) 5. Kejang, tidak sadar hingga koma; dan
6. Kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, serta sistem susunan saraf pusat dan ginjal.
Sementara, efek kronis akibat penggunaan formalin adalah
1. Iritasi pada saluran pernapasan 2. Muntah-muntah dan kepala pusing 3. Rasa terbakar pada tenggorokan
4. Penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada; dan 5. Bila dikonsumsi menahun dapat mengakibatkan kanker.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, berikut adalah dampak buruk formalin bagi tubuh manusia:
(29)
b. Mata : Iritatif, mata merah, dan berair dan kebutaan
c: Hidung : Mimisan
d. Saluran Pernafasan : Iritasi lambung, mual, muntah, mules
e. Hati : Kerusakan hati
f. Paru-paru : radang paru-paru karena zat kimia (pneumonitis)
g. saraf: Sakit kepala, lemas, susah tidur, sensitive, sukar konsentrasi, mudah lupa
h. ginjal : Kerusakan ginjal
i. Organ Reproduksi : Kerusakan testis dan ovarium, gangguan menstruasi sekunder
2.5. Bahan Pengawet Pengganti Formalin
Menurut Institut Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB bekerjasama dengan jejaring intelijen pangan BPOM-RI (2006), formula alternative pengganti formalin yang sudah diuji cobakan di beberapa UKM adalah formula 1/20 Na-asetat. Dalam penggunaannya harus memperhatikan kondisi hygiene sanitasi dan konsentrasi bahan tambahan yang digunakan. Formula tersebut dapat berguna untuk pengawet mi apabila sanitasi produksi dalam keadaan baik, penggunaan formula sesuai dengan konsentrasi yang telah diujicobakan dan produk mi disimpan pada penyimpanan dingin.
(30)
Menurut Dr. Purnama dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada (Kompas, 9 Januari 2006). Pengawet alami yang dapat menggantikan formalin adalah pengawet dari asap cair. Meskipun tidak sehebat dan selama formalin.
Tabel 1. Alternatif pengga nti formalin
Bahan Baku Proses Nama Produk
Tempurung kelapa Pendinginan dan pencairan asap Asap cair Limbah udang Penghilangan protein dan
kandungan mineral melalui proses kimiawi
Chitosan
Kunyit Dicampur dengan bahan yang akan diwetkan
Air bawang putih Direndam dengan bahan yang akan diawetkan
Jerami Padi Merang dibakar, abunya dicampur air dan diendapkan
Air ki
Air Kelapa Air kelapa diberi mikroba Asam Sitbat
Menurut Dra. Sukesi M.Si, seorang Dosen Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ITS, untuk mengurangi kandungan formalin dalam makanan yang telah diawetkan dengan formalin, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kandungan formalin tersebut dalam makanan yang bersangkutan dengan tidak mengeluarkan biaya , hanya dengan bagaimana cara memperlakukan bahan makanan itu sebelum dikonsumsi. Formalin dalam makanan tidak dapat dihilangkan, namun dapat diminimalisir. Deformalinisasi dapat dilakukan untuk mengurangi kadar formalin pada makanan, yaitu dengan melakukan perendaman bahan makanan ke dalam tiga macam larutan yaitu: air, air
(31)
garam dan air leri. Perendaman yang dilakukan dalam air selama 60 menit mampu menurunkan kadar formalin sampai 61,25%. Dengan air leri mampu menurunkan kadar formalin sampai 66,03%, sedangkan pada air garam dapat mengurangi kadar formalin hingga 89,53%. Deformalisasi pada mi baiknya dilakukan dengan perendaman air panas selama 30 menit.
2.6. Ciri-Ciri Beberapa Makanan yang Mengandung Formalin 2.6.1. Mi basah
1. Bau sedikit menyengat
2. Awet, tahan dua hari dalam suhu kamar (250Celcius). Pada suhu 100C atau dalam lemari es bisa tahan lebih 15 hari
3. Mi tampak mengkilat (seoerti berminyak), liat (tidak mudah putus) dan tidak lengket.
2.6.2. Tahu
1. Bentuknya sangat bagus 2. Kenyal
3. Tidak mudah hancur dan awet (sampai tiga hari pada suhu kamar). Pada suhu lemari es (100) tahan lebih dari 15 hari
4. Bau agak menyengat
5. Aroma kedelai sudah tidak nyata lagi 2.6.3. Bakso
1. Kenyal
(32)
2.6.4. Ikan
1. Warna putih bersih 2. Kenyal
3. Insangnya berwarna merah tua dan bukan merah segar
4. Awet (pada suhu kamar) sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk 5. Tidak terasa bau amis ikan, melainkan ada bau menyengat
2.6.5. Ikan asin
1. Ikan berwarna bersih cerah 2. Tidak berbau khas ikan
3. Awet sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (250C) 4. Liat (tidak mudah hancur)
2.6.6. Ayam Potong
1. Berwarna putih bersih
2. Tidak mudah busuk atau awet dalam beberapa hari (Anonimous, 2009) 2.7. Mi
2.7.1. Jenis-Jenis Mi
Berdasarkan segi tahap pengolahan dan kadar airnya, menurut Koswara, 2005, mi dapat dibagi menjadi 5 golongan:
a. Mi mentah/ segar adalah mi produk langsung dari proses pemotongan lembaran adonan dengan kadar air 35 persen.
(33)
b. Mi basah, adalah mi mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu, jenis mi ini memiliki kadar air sekitar 52 persen.
c. Mi kering, adalah mi mentah yang langsung dikeringkan, jenis mi ini memiliki kadar air sekitar 10 persen.
d. Mi goreng, adalah mi mentah sebelum dipasarkan lebih dahulu digoreng. e. Mi instan (mi siap hidang), adalah mi mentah, yang telah mengalami
pengukusan dan dikeringkan sehingga menjadi mi instan kering atau digoreng sehingga menjadi mi instan goreng ( instant freid noodles).
2.7.2. Bahan Pembuatan Mi
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mi. tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Tepung terigu berfungsi membentuk struktur mi, sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan mi adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dan gandum) dan glutenin. Protein dalam tepung terigu dalam pembuatan mi harus dalam jumlah yang cukup tinggi supaya mi menjadi elastis dan tahan terhadap penarikan sewaktu proses produksinya. Bahan-bahan yang digunakan antara lain air, garam, Bahan-bahan pengembang, zat warna, bumbu dan telur.
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat, melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akanmengembang dengan adanya air. Ai yang digunakan sebaiknya menggunakan PH antara 6-9, hal ini
(34)
disebabkan absorpsi air semakin meningkat dengan naiknya PH. Makin banyak air yang diserap, mi menjadi tidak mudah patah. Jumlah air yang optimum membentuk pasta yang baik.
Garam berperan dalam member rasa, memperkuat tekstur mi, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mi serta mengikat air. Garam dapat menghambat aktifitas enzim protease dan emilase sehingga pasta tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan.
Putih telur akan menghasilkan suatu lapisan tipis dan kuat pada permukaan mi. lapisan tersebut cukup efektif untuk mencegah penyerapan minyak sewaktu digoreng dan kekeruhan saus mi sewaktu pemasakan. Lesitin pada kuning telur merupakan pengemulsi yang baik, dapat mempercepat hidrasi air pada terigu, dan bersifat mengembangkan adonan (Koswara, 2005).
2.7.3. Pengertian Mi Basah
Mi merupakan makanan yang sangat digemari mulai anak-anak sampai orang dewasa. Alasannya karena rasanya yang enak, praktis, dan mengenyangkan. Di pasaran saat ini dikenal ada beberapa jenis mi, yaitu mi mentah (mi pangsit), mi basah, mi kering, dan mi instan. Mi kering dan instan merupakan mi yang kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebi awet dibandingkan dengan mi mentah atau mi basah (Murtini dan Widyaningsih, 2006).
Mi basah atau disebut juga mi kuning adalah jenis mi yang mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air mi basah
(35)
dapat mencapai 52% sehingga daya tahan atau keawetannya cukup singkat. Pada suhu kamar mi basah ini hanya bertahan 10-12 jam saja karena setelah itu mi akan berbau asam dan berlendir atau basi (Murtini dan Widyaningsih, 2006).
2.7.4. Tahapan Pembuatan Mi Basah
Tahapan pembuatan mi basah menurut Murtini dan Widyaningsih yaitu:
1. Pencampuran Bahan
Bahan-bahan yang telah disiapkan dicampur menjadi satu, kecuali minyak
kacang. Pencampuran dapat digunakan dengan tangan atau mixer, sampai membentuk adonan yang homogen, yaitu menggumpal bila dikepal dengan tangan.
2. Pengulenan Adonan
Adonan yang sudah berbentuk gumpalan selanjutnya diuleni. Pengulenan ini dapat menggunakan alat kayu berbentuk silindris. Pengulenan dilakukan secara berulang-ulang sampai adonan kalis (halus).
3. Pembentukan Lembaran
Adonan yang sudah kalis sebagian dimasukkan ke dalam mesin pembuat mi untuk mendapatkan lembaran-lembaran. Pembentukan lembaran ini diulang beberapa kali untuk mendapatkan lembaran yang tipis (tebal 0,8 mm).
(36)
4. Pembentukan Mi
Proses pembentukan / pemotongan mi dilakukan dengan alat pencetak mi (roll press) manual dengan tenaga atau yang digerakkan oleh tenaga listrik. Lembaran adonan yang tipis dimasukkan ke dalam alat pencetak sehingga terbentuk mi yang panjang.
5. Perebusan
Mi yang telah terbentuk dimasukkan dalam panci yang berisi air mendidih. Mi direbus selama 2 menit sambil diaduk perlahan. Perebusan jangan terlalu lama karena akan membuat mi menjadi lembek.
6. Pendinginan
Mi hasil perebusan kemudian ditiriskan, selanjutnya didinginkan secara cepat dengan disiram air. Agar mi tidak lengket diberi minyak kacang atau minyak goring sambil diaduk-aduk agar merata.
(37)
2.8. Kerangka Konsep
Mi Basah dan ciri-ciri fisiknya: 1.Bau
2.Masa simpan 3.struktur mi: - Tampak mengkilat - Liat
- Tidak lengket
Uji
Laboratoriu m
Ada t
Tidak ada formalin
(38)
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui ada tidaknya kandungan formalin pada mi basah yang dijual di Pasar Tradisional di Kota Medan menggunakan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif dan kuantitatif serta melakukan observasi untuk membandingkan ciri-ciri fisik mi basah yang positif mengandung formalin dan yang negatif mengandung formalin.
3.2. Lokasi dan waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 4 Pasar Tradisional di Kota Medan yaitu Pusat Pasar (Pasar Central), Pasar Aksara, Pasar Pagi Padang Bulan, Pasar Ramai, dan Pasar Sei Sikambing. Adapun alas an Pemilihan lokasi ini yaitu di Pasar ini memiliki banyak pengunjung dan penjual mi basah cukup banyak.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober-November tahun 2010
3.3. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah mi basah yang dijual di Pasar Tradisional di Kota Medan. Untuk pemeriksaan formalin diambil 50 gr dari masing-masing sampel yang langsung diperiksa.
(39)
Objek penelitian ini adalah mi basah dengan menggunakan metodel purposive sampling yaitu mi basah yang terdapat di 4 Pasar Tradisional di Kota Medan dengan produsen yang berbeda.
3.4. Metode Pengumpulan data 3.4.1. Data Primer
Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan mi basah secara kualitatif dan kuantitatif terhadap kandungan formalin pada mi basah yang di Pasar Tradisional Medan.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian.
3.5. Definisi Operasional
1. Mi Basah adalah mi mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan dalam air mendidih lebih dahulu.
2. Ciri-ciri fisik yaitu ciri-ciri mi basah yang bisa dilihat secara visual
3. Pemeriksaan Laboratorium secara kualitatif adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya formalin pada sampel
4. Pemeriksaan Laboratorium secara kuantitatif adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui kadar formalin yang terdapat pada sampel.
(40)
6. Tidak ada formalin yaitu sampel negatif mengandung formalin
7. Kadar Formalin adalah jumlah formalin dalam satuan ppm yang terdapat pada sampel
3.6. Aspek Pengukuran 3.6.1. Alat dan Bahan Alat-alat
1. Neraca analitis ( timbangan ) 2. Labu kjehdal
3. Gelas ukur 5 ml 4. Erlenmeyer 300 ml 5. Waterbath
6. Pipet tetes ukur 5 ml 7. Tabung reaksi 8. Beaker glass 9. Batang pengaduk Bahan
1. Asam phosphate 10 % 2. Asam Sulfat 60%
3. Asam Kromatropat 0.5% 4. Larutan Fehling A 5. Larutan Fehling B
(41)
6. Larutan AgNO3 2N 7. Larutan NaOH 2N 8. Larutan NH4OH 2N 9. Aquadest (air suling )
3.6.2 Prosedur Analisa A. Uji Kualitatif
1. Sampel yang sebanyak 20-50 gram dimasukkan ke dalam labu kjedahl yang telah berisi air 100 – 200 ml.
2. Diasamkan dengan asam phosphat 10%, destilasi perlahan – lahan hingga diperoleh 50ml destilat yang ditampung dalam Erlenmeyer yang telah berisi 10 ml air.
3. Pemeriksaan dengan reaksi Kromatropat - 1 – 2 ml destilat dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Tambahkan 5ml larutan asam kromatropat 0.5% dalam asam sulfat 60% yang dibuat segar
- Masukkan kedalam waterbath selama 15 menit - Larutan bewarna ungu jika mengandung formalin 4. Pemeriksaan dengan reaksi Fehling
- 1 – 2 ml destilat dimasukkan kedalam tabung reksi
- Tambahkan larutan Fehling A 0.5 ml dan Fehling B 0.5ml - Panaskan di atas api, amati hasil yang terjadi
(42)
- Larutan terbentuk endapan merah bata jika mengandung formalin (Depkes, 1995).
B. Uji kuantitatif
1. Sampel yang sebanyak 20-50 gram dimasukkan ke dalam labu kjedahl yang telah berisi air 100 – 200 ml.
2. Diasamkan dengan asam phosphat 10%, destilasi perlahan – lahan hingga diperoleh 50ml destilat.
3. Tambahkan dengan indicator phenolphtalen dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N hingga terbentuk warna merah jambu.
4. Kandungan formalin pada mi basah dapat dihitung dengan rumus
Dimana:
V = Volume titrasi sampel
N = Normalitas NaOH yang digunakan
3.7 Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan di laboratorium diolah dan disajikan dengan mengacu pada Permenkes RI No.1168/Menkes/Per/X/1999
(43)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil Analisa Kualitatif pada Mi Basah di Pasar Tradisional Medan
Analisa formalin pada mi basah yang dijual di Pasar Tradisional Medan dilakukan pada 7 sampel yang berasal dari produsen yang berbeda. Terdapat 3 sampel mi basah yang memiliki merk dan 4 sampel mi basah yang tidak memiliki merk. Hasil analisa formalin secara kualitatif dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1. Hasil Analisa kualitatif Formalin pada Mi Basah yang Terdapat di Pasar Tradisional Medan
No Sumber Mi Basah Kode Sampel Dengan Asam kromatoprat Dengan Pereaksi Fehling Hasil 1 Pasar Pagi Padang Bulan
Bermerk A Warna ungu (-)
Endapan Merah
Bata (-) Tidak ada
2 Bermerk B Warna ungu
(-)
Endapan Merah
Bata (-) Tidak ada
3 Tanpa
Merk C
Warna ungu (+)
Endapan Merah
Bata (+) Ada
4
Pasar Aksara
Bermerk D Warna ungu (+)
Endapan Merah
Bata (+) Ada
5 Tanpa
Merk E
Warna ungu (+)
Endapan Merah
Bata (+) Ada
6 Pasar Rame
Tanpa
Merk F
Warna ungu (-)
Endapan Merah
Bata (-) Tidak ada
7 Pasar Sei Sikamb ing Tanpa
Merk G
Warna ungu (-)
Endapan Merah
Bata (-) Tidak Ada
Dari tabel 4.1. tersebut dapat dilihat bahwa dari 7 (tujuh) sampel yang diperiksa, terdapat 3 sampel yang mengandung positif formalin. Cara yang
(44)
digunakan adalah dengan menggunakan reaksi dengan asam kromatoprat sehingga sampel yang positif formalin membentuk warna ungu. Dan cara yang kedua dipakai adalah dengan menggunakan pereaksi fehling sehingga sampel yang positif formalin membentuk endapan meah bata. Pada sampel yang positif mengandung formalin selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif yaitu untuk mengetahui beapa kadar formalin yang terkandung.
4.2. Hasil Analisa Kuantitatif Formalin pada Mi Basah yang di Pasar Tradisional Medan
Hasil analisa formalin terhadap sampel mi basah menunjukkan bahwa terdapat 3 (tiga) sampel mi basah yang mengandung formalin dengan kadar yang berbeda dari setiap sampel. Kadar formalin untuk masing-masing sampel dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2. Hasil Analisa Kuantitatif Formalin pada Mi Basah yang Dijual di Pasar Tradisional Medan
No Sumber Mi Basah
Kode Sampel
Kadar Formalin
(mg/kg) 1 Pasar Pagi Padang
Bulan
Tanpa
Merk C 33,9
2
Pasar Aksara
Bermerk D 21,52
3 Tanpa
(45)
Berdasarkan tabel 4.2. di atas dapat disimpulkan bahwa kadar formalin yang terdapat pada sampel C yang berasal dari Pasar Pagi Padang Bulan yaitu sebesar 33,9mg/kg; kadar formalin yang terdapat pada sampel D yang berasal dari Pasar Aksara dan bermerk yaitu sebesar 21,52 mg/kg; dan kadar formalin yang terdapat pada sampel yang berasal dari pasar Aksara tanpa merk ada sebesar 21,65mg/kg.
4.3. Perbandingan Ciri-Ciri Fisik Mi Basah yang Positif Mengandung Formalin dan yang Negatif Mengandung Formalin
Secara umum, terdapat perbedaan ciri-ciri fisik mi basah yang positif mengandung formalin dan yang negatif mengandung formalin. Berdasarkan teori, ada 6 (enam) ciri-ciri fisik mi basah yang positif mengandung formalin yaitu: formalin menyengat, tahan 2 hari dalam suhu kamar ( 250C), tahan ≥15 hari pada suhu lemari es, mi tampak mengkilap, tidak mudah putus dan tidak lengket. Ketika dilakukan observasi terhadap sampel yang positif mengandung formalin dan yang negatif mengandung formalin, maka hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3. Perbandingan Ciri-ciri Fisik mi basah yang Positif Mengandung Formalin dan mi basah yang negatif Mengandung Formalin
No
Ciri-Ciri Fisik Mi Basah yang Positif
Mengandung Formalin
Mi Basah
Positif Formalin Negatif Formalin
C D E A B F G
1 Bau formalin
menyengat Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak 2 Tahan 2 hari dalam
suhu kamar Ya Ya Ya Tidak Ya Tidak Tidak
3 Tahan ≥15 hari pada
suhu lemari es Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
4 Tampak mengkilat Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
5 Liat (Tidak mudah
(46)
6 Tidak Lengket Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari seluruh sampel yang diamati tidak ada sampel yang didapati dengan bau formalin yang menyengat. Dari 7 (tujuh) sampel yang diamati terdapat 4 (empat) sampel yang yang tahan disimpan dalam 2 hari pada suhu 250C. Dari keseluruhan sampel, tidak ada sampel yang tahan disimpan pada suhu lemari es ≥15 hari pada suhu lemari es. Baik sampel yang positif mengandung formalin maupun sampel yang negatif formalin sama-sama memiliki tampilan fisik yang mengkilat. Terdapat 4 sampel yang tidak mudah putus dan hanya 1 sampel yang tidak lengket yaitu terdapat pada mi basah yang yang negatif mengandung formalin.
(47)
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Analisa Kualitatif Formalin pada Mi Basah di Pasar Tradisional Medan Menurut FAO (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan utama.
Dahulu, bahan tambahan pangan masih terbatas berupa bahan-bahan alami. Sekarang ini banyak sekali bahan kimia dan berbagai campuran-campuran lain dibuat dan diciptakan untuk membuat pekerjaan manusia dalam membuat makanan lebih efektif dan efisien. Sayangnya, penggunaan bahan tambahan pangan seringkali disalahgunakan sehingga berakibat buruk terhadap kesehatan. Contohnya adalah penggunaan pengawet formalin untuk memperpanjang masa simpan makanan.
Formalin akan berguna dengan positif bila memang digunakan sesuai dengan seharusnya, tetapi kedua bahan itu tidak boleh dijadikan sebagai pengawet makanan karena bahan-bahan tersebut sangat berbahaya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Putra tahun 2009, pengetahuan masyarakat tentang formalin sudah dapat dikatakan baik namun, masih banyak masyarakat yang kurang memahami bahaya penggunaan formalin tersebut.
(48)
sampel yang diperiksa ternyata 3 (tiga) diantaranya menggunakan formalin sebagai
bahan tambahan pangan.
Dari 7 (tujuh) sampel yang diteliti, terdapat 4 (empat) sampel yang tidak bermerk dan 3 (tiga) sampel yang bermerk. Dari sampel yang bermerk terdapat 2 sampel yang positif mengandung formalin. Dan dari 4 (empat) sampel mi basah yang
bermerk terdapat 1 (satu) sampel yang mengandung formalin.
Penelitian yang dilakukan oleh BPOM Jawa Barat pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari 29 sampel mi basah yang dijual di pasar dan supermarket, terdapat 1 sampel (3,45%) yang mengandung formalin. Sedangkan laporan BPOM Surabaya mangatakan bahwa dari 91 contoh pangan olahan yang dijual di pasar, terdapat 24 pangan yang mengandung positif formalin.
Hasil penelitian yang dilakukan Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian (Intan) Yogyakarta, Anik Wulandari (2005) di 4 pasar terbesar Yogyakarta ditemukan bahwa seluruh mi basah yang dijual positif mengandung formalin dengan konsentrasi yang tinggi.
Pada bulan September tahun 2009, tim gabungan yang terdiri dari Disperindagkop, Dinas Kesehatan, Badan Ketahanan Pangan (BKP), Dinas Peternakan dan Polres Ciamis mengamankan mi basah mengandung bahan pengawet formalin. Ternyata hasil uji BKP menunjukkan adanya kandungan formalin pada mi basah.
(49)
Kesalahan fatal yang dilakukan oleh para produsen makanan adalah menggunakan formalin sebagai bahan pengawet makanan. (Saparinto, 2006). Adanya pengawet berbahaya dalam makanan ini sebenarnya sudah lama menjadi rahasia umum. Fakta ini lebih menyadarkan masyarakat bahwa selama ini terdapat bahaya formalin yang mengancam kesehatan yang berasal dari konsumsi makanan sehari-hari.
5.2. Analisa Kuantitatif Formalin pada Mi Basah di Pasar Tradisional Medan Pemakaian formalin tidak dijinkan terdapat dalam makanan sekecil apapun jumlahnya sesuai dengan PerMenKes RI no. 1168/Menkes/PER/x/1999. Dengan kata lain, kandungan formalin harus nolterdapat pada makanan.
Hasil analisa formalin sebagai bahan tambahan pangan yang digunakan pada pembuatan mi basah ditemukan 3 (tiga) sampel dari 7 (tujuh) sampel yang positif mengandung formalin. Pemeriksaan kuantitatif pada 3 sampel yang positif mengandung formalin didapat bahwa sampel yang berasal dari pasar pagi Padang Bulan yang tidak bermerk mengandung kadar formalin sebesar 33,9 mg/kg yang artinya dalam setiap 1 kg sampel mi basah terdapat kandungan formalin sebesar 33,9 mg. Sampel yang berasal dari pasar Aksara yang bermerk mengandung kadar formalin sebesar 21.52 mg/kg yang artinya dalam setiap 1 kg sampel mi basah terdapat kandungan formalin sebesar 21,52 mg. Sedangkan sampel yang berasal dari pasar Aksara yang tidak bermerk mengandung kadar formalin sebesar 21,65 mg/kg yang artinya dalam setiap 1 kg sampel mi basah terdapat 21,65 mg formalin. Kadar
(50)
formalin yang paling tinggi terdapat pada sampel bermerk yang berasal dari pasar Pagi Padang Bulan.
Dari hasil penelitian yang dilaukan mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Yogyakarta, Anik Wulandari ditemukan bahwa rata-rata formalin pada pasar I sebesar 2263,3 ppm, pasar II sebesar 945,2 ppm, pasar III sebesar 2.606,5 ppm dan pasar IV sebesar 2.059 ppm.
Pada penelitian yang dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari Disperindagkop, Dinas Kesehatan, Badan Ketahanan Pangan (BKP), Dinas Peternakan dan Polres Ciamis pada mi basah yang diteliti terkandung kadar formalin sebesar 5ppm.
Digunakannya formalin sebagai pengawet mi basah adalah karena harganya yang murah dan dianggap efektif untuk digunakan. Hanya dengan menggunakan sedikit formalin sudah bisa untuk mengawetkan makanan. Padahal formalin sama sekali dilarang untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan (Anonimous, 2005).
Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh.Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyesakkan, sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata (Handayani, 2002).
(51)
Formalin tidak diperkenankan ada dalam makanan, karena dalam jangka panjang dapat memicu perkembangan sel-sel kanker. Formalin sangat berbahaya jika terhirup, tertelan atau mengenai kulit karena dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernapasan, reaksi alergi serta luka bakar.
Efek samping penggunaan formalin tidak secara langsung akan terlihat. Efek ini hanya terlihat secara kumulatif, kecuali jika seseorang mengalami keracunan formalin dengan dosis tinggi. Keracunan formalin bisa mengakibatkan iritasi lambung dan alergi. Formalin juga bersifat karsinogen (menyebabkan kanker) dan mutagen (Menyebabkan perubahan fungsi sel). Dalam kadar yang sangat tinggi formalin bisa menyebabkan kegagalan peredaran darah yang bermuara pada kematian (Saparinto, 2006).
Formalin selain harganya murah, mudah didapat dan pemakaiannya pun tidak sulit sehingga sangat diminati sebagai pengawet oleh produsen pangan yang tidak bertanggung jawab.
Formaldehid sangat beracun dan menyebabkan iritasi selaput lendir, pada pernapasan atas, mata, juga kulit. Ia juga dapat mengakibatkan reaksi alergi, kerusakan ginjal, kerusakan gen, dan mutasi yang dapat diwariskan. Formaldehid akan bereaksi dengan DNA atau RNA sehingga data informasi genetik menjadi kacau. Akibatnya, penyakit-penyakit genetik baru mungkin akan muncul. Bila gen-gen rusak itu diwariskan, maka akan terlahir gen-generasi dengan cacat gen-gen. Bila sisi aktif dari protein-protein vital dalam tubuh dimatikan oleh formaldehid, maka
(52)
molekul-molekul itu akan kehilangan fungsi dalam metabolisme. Akibatnya, kegiatan sel akan terhenti.
5.3. Perbandingan Ciri-Ciri Fisik Mi Basah yang Positif Mengandung Formalin dan yang Negatif Mengandung Formalin
Ciri-ciri fisik mi basah yang positif mengandung formalin yaitu bau formalin menyengat, awet dan tahan 2 hari dalam suhu kamar (250C), tahan dalam lemari es
≥15 hari, mi tampak mengkilap, liat (tidak mudah putus) dan tidak lengket
(Anonimous, 2009).
Tanpa tambahan bahan pengawet, mi basah hanya mampu bertahan 1 hari. Sedangkan bila ditambahkan bahan pengawet bisa lebih lama sampai empat hari atau lebih. Agar makanan dapat bertahan lebih lama lagi dengan tidak mempengaruhi warna, rasa maupun penampilannya, sebaiknya menggunakan bahan pengawet yang lebih aman. Agar tidak merugikan kesehatan, pada proses pembuatan mi harus bebas dari ketengikan. Selain itu mi basah harus kompak sewaktu direbus dan permukaannya tidak lengket.
Dari 7 (tujuh) sampel yang diperiksa, terdapat 3 (tiga) sampel yang positif mengandung formalin dan 4 (empat) sampel yang negatif mengadung formalin. Setelah dilakukan analisa, maka dilanjutkan dengan melakukan observasi terhadap sampel untuk mengetahui perbandingan antara mi basah yang positif mengandung formalin dan mi basah yang negatif mengandung formalin.
(53)
5.3.1. Bau Formalin Menyengat
Dari hasil observasi yang dilakukan ternyata tidak ada sampel mi basah yang mengandung bau formalin yang menyengat. Hal ini disebabkan karena kandungan formalin yang terdapat pada mi basah tidak terlalu besar jumlahnya sehingga baunya tidak menyengat.
5.3.2. Masa simpan
Masa simpan dilakukan pada 2 suhu yaitu pada suhu kamar (250C) apakah awet selama 2 hari dan pada suhu lemari es apakah awet dalam selama ≥15 hari. Hasil yang terlihat adalah seluruh sampel mi basah yang positif mengandung formalin masih awet jika disimpan dalam suhu 250C, dan ada 1 (satu) sampel mi basah yang negatif mengandung formalin tahan disimpan dalam 2 hari. Hal ini mungkin disebabkan karena produsen mi basah tersebut menggunakan pengawet yang berbeda. Hasil penelitian Ade Christa tahun 2007 menyebutkan bahwa dari 7 (tujuh) sampel yang diperiksa, terdapat 6 (enam) sampel mi basah yang menggunakan pengawet natrium karbonat.
Tanpa tambahan bahan pengawet, mie basah hanya dapat disimpan sekitar
1-2 hari atau sekitar 3-4 hari kalau disimpan dalam kulkas. Sedangkan bila ditambahkan bahan pengawet bisa lebih lama.
(54)
5.3.3. Struktur Mi
5.3.3.1.Tampak Mengkilat
Formalin merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus (Putra, 2009). Penggunaan formalin pada mi basah dapat memperindah tekstur mi basah karena membuat tampilannya lebih mengkilat sehingga lebih menarik untuk dilihat.
Seluruh sampel, baik sampel mi basah yang mengandung formalin maupun sampel mi basah yang negatif mengandung formalin memiliki ciri fisik yang tampak mengkilap. Secara teori mi basah yang tampilannya tampak mengkilap adalah merupakan ciri fisik mi basah yang mengandung formalin.
5.3.3.2.Liat (Tidak mudah putus)
Mi basah tanpa menggunakan pengawet biasanya memiliki sifat cepat putus apabila akan diolah. Berdasarkan ciri mudah atau tidaknya mi basah putus, terdapat 3 (tiga) sampel yang positif mengandung formalin tidak mudah putus dan ada 1 (satu) sampel mi basah yang memiliki ciri fisik yang sama.
5.3.3.3.Tidak Lengket
Mi basah tanpa menggunakan pengawet biasanya memiliki sifat lengket di tangan. Terdapat 3 (tiga) sampel mi basah yang positif mengandung formalin tidak lengket dan ditemukan juga bahwa ada 3 (tiga) dari 4 (empat) sampel mi basah yang negatif mengandung formalin memiliki ciri fisik tidak lengket.
(55)
Dari hasil observasi yang telah dilakukan ternyata untuk memilih mi basah tanpa formalin tak cukup hanya dengan mengamati ciri-ciri fisik yang sering terdengar. Untuk lebih akuratnya perlu dilakukan uji secara kimiawi yaitu di laboratorium.
Menurut Pakar Mikrobiologi Pangan dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Ir Ratih Dewanti (2006), ciri-ciri fisik yang dapat diamati pada produk-produk makanan yang mengandung formalin, terutama pada produk basah, bisa dilakukan yaitu dengan melihat bentuk fisik yang kaku, dan bila formalinnya yang terkandung banyak, maka akan memiliki bau yang menyengat. Namun ciri-ciri fisik itu tidak akan terdeteksi bila kandungan formalin yang terdapat dalam makanan itu memiliki dosis yang rendah
(56)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
1. Sebanyak 3 (tiga) sampel dari 7 (tujuh) sampel mi basah positif mengandung formalin.
2. Kadar formalin yang terdapat pada mi basah yang berasal dari Pasar Pagi Padang Bulan yaitu sebesar 33,9 mg/kg, kadar formalin yang terdapat pada mi basah bermerk yang berasal dari Pasar Aksara yaitu sebesar 21,52 mg/kg dan kadar formalin yang terdapat pada mi basah tanpa merk yang berasal dari Pasar Aksara sebesar 21,65 mg/kg.
3. Ciri-ciri fisik mi basah yang positif mengandung formalin hampir sama dengan cirri-ciri fisik mi basah yang tidak mengandung formalin.
6.2 Saran
1. Bagi masyarakat agar lebih teliti dan jeli lagi dalam memilih dan mengkonsumsi mi basah yang di jual di Pasar.
2. Kepada produsen mi basah agar lebih memperhatikan penggunaan Bahan Tambahan Makanan pada mi basah supaya tidak menggunakan formalin sebagai bahan pengawet makanan karena merugikan kesehatan..
3. Kepada Dinas Kesehatan dan BPOM agar lebih memperhatikan penggunaan Bahan Tambahan Makanan pada industri makanan khususnya mi basah dan melakukan pemantauan terhadap mi basah yang dijual di Pasar Tradisional Medan.
(57)
DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 1991. Iradiasi Pangan, ITB, Bandung.
---, Penggunaan Formalin dalam Produk Pangan. Diakses tanggal 12 agustus 2010,
---, 2009. Memilih Makanan Bebas Formalin. Diakses tanggal 14 Agustus 2010,
---. Teknologi Pengolahan Mie Teori dan Praktek. Diakses tanggal 12 Agustus 2010
http://www.benih.net
---.2009. Mie dan Udang Berformalin Dirazia. Diakses tanggal 11 Desember 2010.
Abriyan, dika, 2010. Tentang Formalin Tugas Biologi. Diakses tanggal 14 Agustus.
Cahyadi, Wisnu. 2006. Bahan Tambahan Pangan, Cetakan pertama. Bumi Aksara, Jakarta
Christa, Ade, 2007. Pemeriksaan Natrium Karbonat dan Perilaku Penjual Mi Basah yang Dipasarkan di Kota Medan. Skripsi Mahasiswa FKM USU Desrosier, Norman W, 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Elza, Des, 2005. Bahan Tambahan Pangan. 27 september 2010
Fadholi, Arif, 2009. Analisis kualitatif Adanya Formaldehid Pada Mie Basah. Diakses tanggal 25 September 2010.
Hudaya, Saripah, 1999. Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Diakses tanggal 25
Agustus 2010.
Permenkes RI No. 722/MenKes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Pangan, Jakarta
PP RI No. 28 Tahun 2004, Keamanan Mutu dan Gizi Pangan. Sekretaris Negara RI, Jakarta.
Saparinto cahyo & Hidayati Diana, 2006. Bahan Tambahan Pangan, Cetakan keenam, Kanisius, Yogyakarta
(58)
UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Jakarta.
Widyaningsih Tri Dewanti & Murtini Erni Sofia, 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan, Cetakan pertama, Trubus Agrisarana, Surabaya.
Yuliarti, Nurheti, 2007. Awas! Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Andi, Yogyakarta.
Thaheer, Hermawan, 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). Bumi Aksara, Jakarta.
(59)
Lampiran 1
Kode Sampel dan Produsennya 1. Pasar Pagi Padang Bulan
a. PT. Tujuh Inti Mulia (sampel A) b. UD. Berkat Jaya (sampel B)
c. Tanpa Merk asal Tanjung Morawa (sampel C) 2. Pasar Aksara
a. UD. Arias Subur (sampel D) b. Tanpa Merk asal Binjai (sampel E) 3. PasarRamai
a. Tanpa merk, buatan sendiri (sampel F) 4. Pasar Sei Sikambing
(60)
Lampiran II
Persatuan Menteri Kesehatan Nomor: 1168/ Menkes/Per/X/1999
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan
BAHAN TAMBAHAN YANG DILARANG DIGUNAKAN DALAM MAKANAN
1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya
2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)
4. Dulsin (Dulcin)
5. Kalium Klorat (potassium Chlorate) 6. Kloramfenikol (Chloramfenicol)
7. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
9. Formalin (Formaldehyde)
(61)
Kadar Formalin Pada masing-masing sampel diukur dengan menggunakan rumus:
Untuk sampel C : Kadar formalin
=
=
=0,339 gr/kg =33,9 mg/kg
Untuk sampel D: Kadar formalin
=
= 0,21522 gr/kg =21,52 mg/kg
Untuk sampel E: Kadar Formalin
= =
=0,2165 gr/kg =21,65 mg/kg
(62)
Gambar: tedapat 3 sampel yang berwarna ungu dengan asam kromatoprat
(1)
DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 1991. Iradiasi Pangan, ITB, Bandung.
---, Penggunaan Formalin dalam Produk Pangan. Diakses tanggal 12 agustus 2010,
---, 2009. Memilih Makanan Bebas Formalin. Diakses tanggal 14 Agustus 2010,
---. Teknologi Pengolahan Mie Teori dan Praktek. Diakses tanggal 12 Agustus 2010
http://www.benih.net
---.2009. Mie dan Udang Berformalin Dirazia. Diakses tanggal 11 Desember 2010.
Abriyan, dika, 2010. Tentang Formalin Tugas Biologi. Diakses tanggal 14 Agustus.
Cahyadi, Wisnu. 2006. Bahan Tambahan Pangan, Cetakan pertama. Bumi Aksara, Jakarta
Christa, Ade, 2007. Pemeriksaan Natrium Karbonat dan Perilaku Penjual Mi Basah yang Dipasarkan di Kota Medan. Skripsi Mahasiswa FKM USU Desrosier, Norman W, 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Elza, Des, 2005. Bahan Tambahan Pangan. 27 september 2010
Fadholi, Arif, 2009. Analisis kualitatif Adanya Formaldehid Pada Mie Basah. Diakses tanggal 25 September 2010.
Hudaya, Saripah, 1999. Pengolahan dan Pengawetan Pangan. Diakses tanggal 25
Agustus 2010.
(2)
UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Jakarta.
Widyaningsih Tri Dewanti & Murtini Erni Sofia, 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan, Cetakan pertama, Trubus Agrisarana, Surabaya.
Yuliarti, Nurheti, 2007. Awas! Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Andi, Yogyakarta.
Thaheer, Hermawan, 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). Bumi Aksara, Jakarta.
(3)
Lampiran 1
Kode Sampel dan Produsennya 1. Pasar Pagi Padang Bulan
a. PT. Tujuh Inti Mulia (sampel A) b. UD. Berkat Jaya (sampel B)
c. Tanpa Merk asal Tanjung Morawa (sampel C) 2. Pasar Aksara
a. UD. Arias Subur (sampel D) b. Tanpa Merk asal Binjai (sampel E) 3. PasarRamai
a. Tanpa merk, buatan sendiri (sampel F) 4. Pasar Sei Sikambing
(4)
Lampiran II
Persatuan Menteri Kesehatan Nomor: 1168/ Menkes/Per/X/1999
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan
BAHAN TAMBAHAN YANG DILARANG DIGUNAKAN DALAM MAKANAN
1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya
2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)
4. Dulsin (Dulcin)
5. Kalium Klorat (potassium Chlorate) 6. Kloramfenikol (Chloramfenicol)
7. Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
9. Formalin (Formaldehyde)
(5)
Kadar Formalin Pada masing-masing sampel diukur dengan menggunakan rumus:
Untuk sampel C : Kadar formalin
=
=
=0,339 gr/kg =33,9 mg/kg
Untuk sampel D: Kadar formalin
=
= 0,21522 gr/kg =21,52 mg/kg
Untuk sampel E: Kadar Formalin
(6)
Gambar: tedapat 3 sampel yang berwarna ungu dengan asam kromatoprat