Sistem ini berfungsi menyaring debu dan mengadsorbsi gas fluoride yang berasal dari pot reduksi. Fresh alumina dari silo, dialirkan melalui air slide kedalam reactor
dan direaksikan dengan gas buang dari pot reduksi. Gas dihisap dari pot reduksi dengan menggunakan main exhaust fan. Debu dan alumina yang bereaksi ini
kemudian disaring di dalam bag filter. Udara yang sudah bersih dibuang ke atmosfer melalui exhaust stack.
Untuk menjaga tekanan di dalam bag filter stabil, alumina dan debu yang menempel di kain bag filter perlu dihembus secara periodic dengan udara bertekanan rendah
yang diatur melalui damper. Udara ini berasal dari reverse flow fan. Alumina yang jatuh kemudian ditampung didalam hopper bag filter, dialirkan dan disirkulasikan
kembali kedalam reactor untuk bereaksi kembali dengan gas buang. Dengan cara demikian, kontak antara gas buang dengan alumina di dalam reactor lebih efektif.
Setelah reaksi adsorpsi selesai melalui sistem overflow, alumina dari hopper bag filter dikeluarkan dan dialirkan memakai air slide menuju bin reacted alumina.
c.
Reacted Alumina Handling System
Sistem ini menangani penyimpanan sementara reacted alumina di bin reacted alumina. Reacted alumina kemudian dialirkan menuju Bath Material Mixing Centre
BMMC untuk dicampur dengan material bath. Campuran alumina dan material bath kemudian disimpan sementara di day-bin melalui belt conveyer. Campuran ini
selanjutnya digunakan di pot reduksi sebagai bahan baku. PT INALUM, 2009
2.5. Proses Elektrolisis Aluminium
Universitas Sumatera Utara
Aluminium terutama masih sekedar menjadi bahan penelitian di laboratorium sampai tahun 1886, ketika Charles Hall di Amerika Serikat
lulusan Oberlin College yang berusia 21 tahun dan Paul Heroult berkebangsaan Perancis, berusia sama secara sendiri-sendiri menemukan
proses yang efisien untuk memproduksikannya. Pada tahun 1990-an produksi aluminium di seluruh dunia yang menggunakan proses Hall-Heroult mencapai
1,5 × 10
7
ton metrik. Proses Hall-Heroult melibatkan pengendapan aluminium secara
katodik, dari lelehan kriolit Na
3
AlF
6
yang mengandung Al
2
O
3
terlarut, dalam sel elektrolisis. Setiap sel terdiri dari kotak baja persegi panjang yang
panjangnya sekitar 6 m, lebar 2 m, dan tinggi 1 m, yang berfungsi sebagai katode, dan grafit pejal sebagai anode yang mencuat melewati atap sel hingga
ke bak lelehan kriolit. Arus yangh sangat besar 50.000 sampai 100.000 A dilewatkan dalam sel, dan sebanyak 100 sel seperti ini disusun secara seri.
Lelehan kriolit, yang berdisosiasi sempurna menjadi ion-ion Na
+
dan AlF
6 3-
, merupakan pelarut yang baik untuk aluminium oksida, menghasilkan distribusi kesetimbangan dari ion-ion seperti Al
3+
, AlF
2+
, . . . , AlF
6 3-
, dan O
2-
dalam elektrolit. Kriolit meleleh pada suhu 1000°C, tetapi titik lelehnya turun dengan adanya aluminium oksida terlarut, sehingga suhu sel operasi hanya
950°C. Dibandingkan dengan titik leleh Al
2
O
3
murni 2050°C, suhu tersebut merupakan suhu yang rendah, dan inilah sebabnya proses Hall-Heroult bias
berhasil. Lelehan aluminium memiliki kerapatan yang sedikit lebih besar daripada lelehennya pada suhu 950°C sehingga materi ini mengumpul di dasar
sel, untuk selanjutnya disadap secara berkala. Oksigen merupakan produk
Universitas Sumatera Utara
anode yang utama, tetapi zat ini bereaksi dengan electrode grafit menghasilkan karbon dioksida. David W. Oxtoby, 2003
Secara umum reaksi yang terjadi dalam pot tungku reduksi adalah sebagai berikut :
1. Reaksi Penangkapan Gas Hidrogen Flourida HF
Gas HF dapat terbentuk selama proses elektrolisis. Reaksi pembentukan gas HF adalah sebagai berikut :
Na
3
AlF
6
+
3 2
H
2
→ Al
l
+ 3 NaF
l
+ 3 HF
g
Potensial listrik 1,53 volt pada suhu operasi. Gas HF juga dapat terbentuk melalui reaksi:
2 AlF
3
+ H
2
O → Al
2
O
3 l
+ 6 HF
Gas HF selanjutnya akan bereaksi dengan alumina Al
2
O
3
. HF
AlF
3
+ H
2
O →
HF
AlF
3
Gambar 2.2. Reaksi Penangkapan Gas HF
Reaksi 1 : adsorpsi HF pada permukaan alumina Reaksi 2 : reaksi kimia antara HF dan Al
2
O
3
menghasilkan aluminium fluorida AlF
3
dan H
2
O
Al
2
O
3
Al
2
O
3
Al
2
O
3
AlF
3
Al
2
O
3
Universitas Sumatera Utara
Reaksi difusi : reaksi difusi ion AlF
3
ke dalam alumina dan menghasilkan AlF
3
2. Reaksi Pada Anoda
Dalam Proses elektrolisis reaksi yang dapat terjadi pada anoda adalah :
C
s
+ O
2 g
→ CO
2 g
C
s
+ CO
2 g
→ 2 CO
g
Jika potensial sel elektrolisis lebih besar dari 1,02 volt maka reaksi yang dapat terjadi adalah :
2 Al
2
O
3 sat
+ 3 C
s
→ 4 Al
l
+ 3 CO
2 g
3. Reaksi Pada Katoda
Reaksi yang dapat terjadi di sekitar katoda adalah dekomposisi ion AlF
4-
dari kriolit menjadi ion Al
3+
dan ion F
-
:
AlF
4-
→ Al
3+
+ 4F
-
Reaksi Al
3+
:
Al
3+
+ 3e → Al
l
Dan reaksi antara natrium dari kriolit dengan Al :
Al
l
+ 3 Na
+
→ 3 Na + Al
3+
4. Reaksi Utama Elektrolisis Alumina
Reaksi keseluruhan pada industri elektrolisis alumina dengan menggunakan anoda karbon adalah sebagai berikut :
2 Al
2
O
3 s
+ 3 C
s
→ 4 Al
l
+ 3 CO
2 g
Universitas Sumatera Utara
Reaksi ini berlangsung pada temperatur sekitar 945
o
– 965
o
, beda potensial 1,18 volt. Mekanisme reaksi yang paling sering terjadi adalah reduksi Al
2
O
3
secara langsung dengan reaksi :
Al
2
O
3
→ AlO
2-
+ AlO
+
AlO
2
→ Al
3+
+ 2 O
2-
Reaksi katodik : 2 Al
3+
+ 6e
-
→ 6 Al
Reaksi anodik : 3 O
2-
→
3 2
O
2
+ 6e
-
Reaksi diatas adalah reaksi utama, reaksi ini tidak mengabaikan fakta bahwa Na mengendap pada katoda.
Gambar 2.3. Reduksi Alumina
5. Gaya Magnetik
Adanya arus searah dan medan magnetik yang timbul oleh susunan pot akan menimbulkan gaya magnetik. Gaya magnetik tersebut akan menimbulkan pergerakan
dan konversi aluminium cair didalam pot.
Gambar 2.4. Gaya magnetik pada tungku reduksi
Universitas Sumatera Utara
Intensitas gaya magnetik ditentukan oleh distribusi metal pada katoda dan komponen arus horizontal pada katoda. Untuk menghilangkan komponen arus horizontal adalah
dengan membuat kerak samping.
a b
Gambar 2.5. Pengaruh Kerak Samping Pada Aliran Arus a tanpa kerak samping; b dengan
kerak samping
PT INALUM, 2009
2.6. Kegunaan Aluminium