Kajian Ekologi Ungko (Hylobates agilis agilis) di Taman Nasional Batang Gadis Sumatera Utara

KAJIAN EKOLOGI UNGKO (Hylobates agilis agilis)
DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS
SUMATERA UTARA

TUAH MALEM BANGUN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Ekologi Ungko (Hylobates
agilis agilis) di Taman Nasional Batang Gadis adalah karya saya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007


Tuah Malem Bangun
NIM P.057030051

RINGKASAN
TUAH MALEM BANGUN. Kajian Ekologi Ungko (Hylobates agilis agilis) di
Taman Nasional Batang Gadis Sumatera Utara. Dibimbing oleh SRI SUPRAPTINI
MANSJOER dan M. BISMARK
Ungko (Hylobates agilis) merupakan salah satu satwa primata Indonesia yang
terancam keadaannya. Kawasan Taman Nasional Batang Gadis merupakan salah satu
habitat penyebaran Ungko (H.agilis agilis) di Sumatera Utara yang dijadikan oleh
pemerintah sebagai daerah konservasi. Informasi populasi ungko di alam saat ini
masih sangat terbatas dan bervariasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
informasi karakteristik populasi (kepadatan kelompok/individu, ukuran dan
komposisi kelompok), karakteristik habitat (vegetasi dan sumber pakan) dan perilaku
masyarakat terhadap ungko dan habitatnya di TN. Batang Gadis.
Metode yang digunakan untuk melakukan survei populasi adalah line transect
sampling sebanyak 2 jalur dengan panjang masing-masing 2,3 dan 2,35 km dan lebar
100 m. Analisis vegetasi dilakukan di sepanjang jalur penelitian populasi dengan
menggunakan metode garis berpetak. Wawancara kepada masyarakat sekitar
kawasan juga dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai aktivitas

masyarakat yang berhubungan dengan ungko. Penelitian ini dilakukan mulai Juli
2005 sampai dengan September 2005
Hasil pengamatan menunjukkan ungko jantan dan betina dewasa mudah
dibedakan dari rambut yang tumbuh pada muka atau pipi jantan berwarna putih dan
pada betina menyerupai warna tubuh, alis pada betina putih melengkung sedangkan
jantan putih bersambung. Ukuran tubuh jantan dewasa lebih besar dari betina dewasa.
Hasil estimasi kepadatan populasi pada setiap jalur, dengan luas daerah survey 4,65
km2, menunjukkan bahwa kepadatan kelompok di Taman Nasional Batang Gadis
(TNBG) yaitu 2,60 kelompok/km2 dengan kepadatan individu berkisar 8,82 ekor/km2.
Berdasarkan kepadatan populasi di kedua jalur didapat estimasi populasi keseluruhan
sebesar 2.240 kelompok dan 7.620 individu. Vegetasi tingkat pohon didominasi oleh
Geunsia farinosa Blume, Mallotus sp, danLitsea elliptica (Blume) Boerl. Jenis pohon
yang dimanfaatkan sebagai sumber pakan ungko Geunsia farinosa Blume, Craton
laevifolius Blume, Myristica iners Blume dan Syzygium sp. Aktivitas masyarakat
sekitar kawasan masih sangat mempengaruhi keberadaan ungko dan kelestarian
habitatnya di TN. Batang Gadis. Pembukaan areal perkebunan dan sisa eksplorasi
hutan masih ditemukan di kawasan ini. Pengelolaan terhadap kawasan yang kurang
baik akan memperburuk kondisi kawasan. Oleh sebab itu, perlu disusun program
penyelamatan habitat dan populasi ungko yang sifatnya partisipatif antara
masyarakat sekitar kawasan dan komponen terkait lainnya dan dilakukan secara

berkelanjutan, agar keberadaan satwa primata ini dapat terus dipertahankan.

Kata kunci: Ungko (Hylobates agilis agilis), populasi, habitat, Taman Nasional
Batang Gadis

ABSTRACT

TUAH MALEM BANGUN. Ecology Study of The Mountain Agile Gibbon
(Hylobates agilis-agilis) At Batang Gadis National Park, Nort Sumatera. Under
supervision of SRI SUPRAPTINI MANSJOER and M. BISMARK.
Ungko/mountain agile gibbon (Hylobates agilis agilis) is one of Sumatera
endemic gibbon and is considered a near threatened spesies. The aim of this research
was to study the ecology of mountain agile gibbon (ungko) at Batang Gadis National
Park. Surveyed on characteristic, population of ungko, habitat condition and
interactions between ungko and local people around the national park, were
conducted three-months period (July-September 2005). Methods used were line
transect for population estimation, ungko habitat was analysed by block line method
and interview for interaction between ungko local people. The average group size
density for ungko at the study area was 2.60 groups/km2, group size was estimated at
3.41 animals, and the population density was estimated 8.82 individuals/km2. There

were 2,240 groups, and 7,620 individuals in Batang Gadis National Park. The
vegetation was dominated by Geunsia farinosa Blume, Mallotus sp, and Litsea
elliptica (Blume) Boerl . Food sources for the ungko was dominated by Geunsia
farinosa Blume, Craton laevifolius Blume, Myristica iners Blume and Syzygium sp.
Social activity around areals still very influence existence of ungko and sustainable
habitat in Batang Gadis National Park. Opening areal plantation and rest of
eksplorasi forest still be found in this area. Management to unfavourable area will
make wart area condition. On that account, require to be compiled by a population
ungko and habitat saving program which partisipative between society about other
relevant component and area and done on an ongoing basis, in order to this animal
primate existence can be non-stoped to be defended

Key Word: Ungko (Mountain agile gibbon), population, habitat, Batang Gadis
National Park.

© Hak cipta milik IPB, 2007
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB

KAJIAN EKOLOGI UNGKO (Hylobates agilis agilis)
DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS
SUMATERA UTARA

TUAH MALEM BANGUN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Primatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : drh R.P. Agus Lelana, Sp.MP,M.Si.

Judul Tesis

: Kajian Ekologi Ungko (Hylobates agilis agilis) di
Taman Nasional Batang Gadis Sumatera Utara

Nama

: Tuah Malem Bangun

NRP

: P057030051

Program Studi

: Primatologi (PRM)


Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer.
Ketua

Prof. Dr. M. Bismark, APU
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Primatologi

Prof. Drh. Dondin Sajuthi, MST, PhD

Tanggal Ujian :

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih
dan anugerah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dilakukan di Sumatera Utara ini berjudul Kajian Ekologi Ungko (Hylobates agilis
agilis) di Taman Nasional Batang Gadis Sumatera utara
Terima kasih dan penghargaan tak terhingga penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. Sri Supraptini Mansjoer dan Prof.Dr. M. Bismark,MS selaku ketua dan
anggota tim pembimbing atas segala waktu, bimbingan dan perhatian yang
diberikan sejak awal sampai selesainya karya ilmiah ini.
2. drh. R.P. Agus Lelana, Sp.MP,M.Si selaku penguji luar komisi, atas segala saran
dan masukan untuk penyempurnaan thesis ini.
3. Prof.drh. Dondin Sajuthi, MST, Phd selaku Ketua Program Studi Primatologi
atas fasilitas dan bimbingan dalam perkuliahan.
4. Dr. drh. Joko Pamungkas, M.Sc selaku Kepala Pusat Studi Satwa Primata
(PSSP) beserta staf, yang telah memberikan fasilitas selama perkuliahan.
5. Dirjen DIKTI DEPDIKNAS yang telah memberikan dana penelitian melalui

hibah Pasca
6. Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) II SUMUT
7. Conservation International Indonesia (CII) Medan dan staf, yang telah
membantu dalam pemberian fasilitas selama penelitian
8. Semua rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Primatologi, rekanrekan PERMATA Bogor dan rekan-rekan Perwira 12 atas kebersamaan dan
bantuan yang diberikan selama studi.
9. Teman-teman yang membantu selama pengambilan data di lapangan: Pak Jabbar,
Keni Sultan dan kepala Desa Aek Nangali terima kasih untuk bantuan dan
kebersamaannya. Yang terkasih wina, untuk segala bantuan, perhatian, kasih dan
kesetiaan yang diberikan sejak awal penelitian sampai selesainya tesis ini.
10. Dr. Ir. Entang Iskandar dan Dr. drh. Heri Wijayanto atas bantuan yang diberikan
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Terima kasih yang tak ternilai sekalipun kecil artinya dibandingkan dengan
tetesan keringat dan air mata kedua orang tua Ayahanda J. Bangun dan Ibunda N.
Sembiring, adik-adik tercinta Desi Anita Bangun, SPd dan Oktavianita Bangun serta
seluruh keluarga yang selalu melimpahkan kasih sayang dan tiada henti-hentinya
berdoa untuk penulis.

Bogor, Agustus 2007


Tuah Malem Bangun

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Berastagi pada tanggal 2 Juni 1979 dari ayah Jiwa
Bangun, BA dan ibu Nurhayati Sembiring, BA. Penulis merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara.
Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Negeri I Berastagi dan pada tahun yang
sama lulus seleksi Masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI)
pada Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan dan
menamatkannya pada tahun 2002. Pada tahun 2003, penulis diterima di Program
Studi Primatologi Sekolah Pascasarjana IPB.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………………………..xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang....................................................................................................1
Tujuan ................................................................................................................2

Manfaat .............................................................................................................2
Kerangka Pemikiran ...........................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Ungko .......................................................................6
Populasi Ungko...................................................................................................8
Habitat dan Penyebaran Ungko ..........................................................................8
Sumber Pakan ...................................................................................................10
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..................................................12
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat............................................................................................14
Bahan dan Alat .................................................................................................14
Metode .............................................................................................................14
Koleksi dan Analisi data ..............................................................................14
Penentuan Lokasi Penelitian........................................................................14
Karakteristik Ungko.....................................................................................15
Populasi Ungko............................................................................................15
Tipe Habitat .................................................................................................16
Vegetasi ......................................................................................................17
Aspek Konservasi .......................................................................................20
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................21
Karakteristik Ungko..........................................................................................21
Sifat Kualitatif.............................................................................................21
Sifat Kuantitatif...........................................................................................25
Populasi.............................................................................................................26
Habitat...............................................................................................................29
Vegetasi ............................................................................................................30
Sumber Pakan ...................................................................................................34
Aspek Konservasi .............................................................................................36
Sosial Ekonomi Masyarakat ........................................................................36
Kerusakan Habitat........................................................................................38
Persepsi Masyarakat ....................................................................................40
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ...........................................................................................................43

Saran .................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................44
LAMPIRAN ....................................................................................................... 47

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Deskripsi karakteristik kualitatif ungko ...........................................................22
2. Persentase pewarisan warna rambut ungko .....................................................24
3. Estimasi kepadatan populasi ungko, lokasi dan luas pengamatan ...................26
4. Komposisi kelompok ungko (H. agilis agilis) di TN Batang Gadis..................28
5.Parameter vegetasi, habitat dan populasi............................................................31
6. Sepuluh nilai INP tertinggi vegetasi tingkat pohon ..........................................32
7. Sepuluh nilai INP tertinggi vegetasi tingkat tiang .............................................33
8. Daftar nama tumbuhan sumber pakan ungko ....................................................34

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Bagan alir kerangka pemikiran penelitian .........................................................5
2. Ungko (Hylobates agilis agilis) Jantan................................................................6
3. Peta penyebaran ungko (H.agilis agilis) (Geisman 2006) ................................ 10
4. Peta lokasi penelitian di TNBG (BKSDA Sumut II 2004)................................12
5. Disain line transect sampling ............................................................................16
6. Skema analisis vegetasi dengan jalur petak.......................................................17
7. Pola warna rambut ungko di TNBG ..................................................................21
8. Ungko betina dan bayi (a) dan ungko jantan (b) (foto: Mootnick. A 2004)......23
9. Posisi ungko sedang tidur ..................................................................................25
10.Gambaran habitat di lokasi penelitian di TN Batang Gadis ...........................30
11 Jalur transek analisis vegetasi dan pengamatan populasi .................................31
12.Jenis vegetasi yang menjadi sumber pakan ungko ...........................................35
13.Persentase jenis pekerjaan masyarakat di Desa Aek Nangali...........................36
14.Aktivitas pertanian dan perkebunan masyarakat di sekitar areal TNBG..........37
15.Sisa bekas penebangan kayu di areal penelitian ...............................................39
16.Persentase tanggapan masyarakat terhadap keberadaan ungko di TN Batang
Gadis ................................................................................................................42

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Daftar nama vegetasi yang ditemukan di areal penelitian di TNBG .................48
2. Daftar inventarisasi vegetasi berdasarkan penelitian Kuswata et.al. (2004)
di Taman Nasional Batang Gadis......................................................................50

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwaliar yang tinggi, dan tersebar
di beberapa tipe habitat dalam ekosistem hutan. Jenis satwaliar ini merupakan
sumberdaya hutan non kayu yang dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, meliputi
berbagai aspek kehidupan baik untuk kepentingan ekologis, ekonomis, sosial
maupun budaya. pemanfaatan yang tidak memperhatikan aspek ekologis akan
menyebabkan penurunan populasi satwa dialam, bahkan untuk jenis yang sangat
peka terhadap perubahan lingkungan habitat dapat menyebabkan jenis satwa liar
terancam kepunahan, diantaranya satwa primata di Indonesia terutama jenis-jenis
dalam suku Hylobatidae
Penurunan populasi yang diakibatkan oleh penurunan kualitas, kuantitas
habitat maupun perburuan liar merupakan permasalahan umum terjadi di Indonesia.
Sedikitnya 32 jenis satwa primata yang telah dimasukkan dalam daftar satwa primata
yang dilindungi memerlukan upaya-upaya konservasi habitat, penangkaran untuk
peningkatan populasi, termasuk pemanfaatan jasa dan penelitian (Supriatna dan
Wahyono 2000).
Ungko (Hylobates agilis agilis) merupakan salah satu dari satwa primata
Indonesia yang terancam. Penurunan populasi ungko yang drastis telah mendorong
IUCN pada tahun 1994 mengkatagorikannya sebagai spesies nyaris terancam (Near
Threatened nt = LR) (Eudey & Members of the Primate Specialist Group 2006),
sedangkan CITES

mencantumkannya dalam Appendix I (Soehartono dan

Mardiastuti 2000). Ungko (H.agilis) dan spesies Hylobates lainnya adalah satwa
dilindungi negara berdasarkan Dierenbeschermingsverordening 1935, No. 513 as
Hylobatidae, Surat Keputusan Menteri Kehutanan 10 Juni 1991 No. 301/KptsII/1991 (Colin dan Muchtar 2002). Peraturan ini diperkuat oleh Undang-undang
No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan
Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Hylobatidae.
Satwa yang terancam punah dan habitatnya yang terus-menerus mengalami
kerusakan (penurunan kualitas dan kuantitas) memerlukan strategi konservasi yang
tepat untuk menanggulanginya dari kepunahan. Informasi mengenai satwa seperti
kajian ekologi, perilaku, demografi dan genetik sangat diperlukan untuk menentukan

strategi konservasi yang tepat. Informasi tersebut dapat diperoleh dengan melakukan
penelitian seperti penelitian ekologi satwa tersebut berada.
Penetapan kawasan konservasi oleh pemerintah di berbagai daerah, terutama
di daerah penyebaran satwa atau biodiversitas yang menjadi kunci konservasi area
merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk
menanggulangi penurunan populasi ungko. Taman Nasional Batang Gadis
merupakan salah satu habitat penyebaran Ungko (H.agilis) di Sumatera Utara yang
dijadikan oleh pemerintah sebagai daerah konservasi. Namun, informasi mengenai
spesies ungko seperti struktur umur, ukuran populasi, penyebaran, sumber pakan dan
sikap mayarakat sekitar masih belum memadai. Informasi ini sangat diperlukan
untuk mengambil kebijakan dalam pengelolaan kawasan taman nasional, khususnya
dalam pelestarian spesies ungko. Oleh karena itu sangat diperlukan suatu penelitian
mengenai ekologi ungko sebagai dasar dalam memberikan rekomendasi dalam
penggelolaan dan konservasi kawasan.
Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan informasi karakteristik populasi (kepadatan kelompok dan individu,
ukuran dan komposisi kelompok) H. agilis agilis.
2. Mendapatkan informasi karakteristik habitat (vegetasi dan sumber pakan).
3. Mendapatkan informasi persepsi masyarakat terhadap pelestarian ungko dan
habitatnya.
Manfaat
1. Bahan acuan penyusunan rekomendasi manajemen pengelolaan ungko.
2. Memberi landasan pemilihan pakan ungko di lokasi penangkaran dan restorasi
habitat.

Kerangka Pemikiran
Ungko (Hylobates agilis) merupakan salah satu jenis satwa primata Indonesia
yang keberadaannya terancam dan perlu mendapat perhatian khusus. Mungkin salah
satu alasannya karena informasi yang akurat tentang keberadaanya dan nasibnya di
alam tidak tersedia untuk masyarakat umum, sehingga banyak tekanan terhadap
hutan sebagai habitat yang sangat mempengaruhi kehidupan ungko tidak mendapat
perhatian
Keberadaan ungko saat ini di alam bebas sudah sangat memperihatinkan.
Kerusakan ekologi merupakan salah satu penyebab makin berkurangnya populasi
ungko dialam. Kerusakan ekologi dapat terjadi akibat faktor manusia maupun alam
sendiri. Pemaanfaatan sumber daya alam yang dilakukan oleh manusia merupakan
salah satu faktor yang paling cepat merusak ekologi ungko, sehingga berpengaruh
terhadap populasi dan kelangsungan hidup satwa ini sendiri.
Perambahan secara legal atau illegal loging telah mengakibatkan fragmentasi
hutan yang sangat serius. Penebangan hutan untuk industri (industrial logging) yang
tidak terkontrol selama puluhan tahun telah menyebabkan terjadinya deforestasi dan
degradasi hutan tropis dalam skala masif. Kecepatan penyusutan hutan alam antara
tahun 1984 dan 1998 adalah sebesar 1,6 juta hektar per tahun, dan saat ini telah
melampaui 2,4 juta hektar per tahun; salah satu angka kerusakan hutan tertinggi di
dunia (Walhi 2007). Fragmentasi hutan menurunkan kualitas habitat akibat
berkurangnya vegetasi, pohon tidur dan pohon sumber pakan yang merupakan
ancaman bagi populasi ungko di alam. Disamping perusakan habitat perburuan
terhadap satwa yang dilindungi juga mengakibatkan penurunan populasi. Perburuan
terjadi akibat kurangnya kesadaran masyarakat akan nilai-nilai konservasi.
Kurangnya informasi mengenai karakteristik biologi ungko bagi sejumlah peneliti
dan masyarakat umumnya mengakibatkan pengembangan ungko secara in-situ
maupun ex-situ menjadi kurang maksimal.
Keadaan di atas juga dipengaruhi lemahnya peran aparat terkait dalam
pengamanan daerah-daerah konservasi. Lemahnya peran aparat ini dapat dilihat dari
minimnya petugas pengawas yang terdapat di Taman Nasional dan insfrastruktur
yang belum memadai, pelatihan kepada petugas dianggap masih kurang dan
demikian pula koordinasi antar instansi.

Memperhatikan keadaan di atas maka diperlukan suatu penelitian untuk bisa
menjawab semua tantangan dan keadaan yang mengancam keberadaan Ungko di
alam bebas. Penelitian yang dilakukan meliputi analisis vegetasi, kepadatan populasi
dan ukuran kelompok, karakteristik ungko serta persepsi masyarakat tersebut
mengenai ungko dan habitatnya. Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) merupakan
salah satu habitat ungko (Hylobates agilis) yang terdapat di Sumatera Utara, melihat
kondisinya taman nasional ini dianggap lokasi yang tepat untuk melakukan
penelitian. Hal ini karena TNBG sendiri merupakan batas sebaran Hylobates Lar,
taman nasional baru dan terdapat areal yang merupakan bekas tebangan. Dari
penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu rekomendasi konservasi ungko,
khususnya di Taman Nasional Batang Gadis, seperti pada Gambar 1 berupa bagan
alir kerangka pemikiran.

Ungko (Hylobates agilis)

Ekologi
Biologi
- Identifikasi
kesukaan pakan
- Reproduksi
- Morfologi
- Morfometri
- Tingkah laku

Populasi
- Kepadatan populasi
- komposisi Kelompok
- Ukuran Kelompok
- Distribusi

Habitat
- Identifikasi Vegetasi
- Tipe Habitat
- Geografi
- Iklim

Sosial Ekonomi
-Perambahan hutan
-Perburuan ungko

PermaPPpppp
PPP
Permasalahan
Kurangnya informasi
karakteristik biologi

Penurunan
populasi

Penyempitan
habitat

Kurangnya
kesadaran
konservasi

Pemecahan Masalah Melalui Penelitian
- Morfologi
kualitatif

- Kepadatan populasi
- Ukuran kelompok

- Analisis
vegetasi

- Sikap
masyarakat
- Tujuan
perburuan
- Dampak
perambahan

Rekomendasi Konservasi

Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi Ungko (Hylobates agilis)
Ungko (Hylobates agilis) dimasukkan kedalam jenis kera kecil yang
klasifikasinya menurut Napier dan Napier (1985) dimasukkan ke dalam: ordo
Primata, famili Hylobatidae, genus Hylobates, spesies Hylobates agilis. Spesies
Hylobates agilis dikelompokkan lagi kedalam tiga subspesies, yaitu Hylobates agilis
ungko, Hylobates agilis agilis dan Hylobates albibarbis (Supriatna dan Wahyono
2000).
Tubuh ungko ditutupi oleh rambut berwarna abu-abu, kecoklatan hingga
hitam. Pada ungko jantan, rambut yang tumbuh di sekitar pipi serta alis berwarna
putih, sedangkan pada betina dewasa hanya bagian alis yang berwarna putih. Ungko
memiliki warna pergelangan dan jari tangan serta kaki berwarna hitam dan biasanya
warna bagian tubuh ini lebih gelap jika dibandingkan dengan warna bagian tubuh
lainya (Gambar 2). Bobot badan ungko dewasa antara 5-7 kg dan panjang tubuh
antara 450-500 mm (Supriatna dan Wahyono 2000). Biasanya bobot tubuh jantan
lebih besar dari betina (Animal Diversity 2004). Ciri lainnya, ungko tidak berekor
dengan tangan lebih panjang daripada kaki dan tidak dapat berenang (Bismark,1984).
Menurut Napier and Napier (1967), struktur tangan, kaki dan jari yang panjang
memungkinkan ungko dapat menjangkau dahan-dahan yang jauh dan efisien untuk
berayun atau menggantung di tajuk-tajuk pohon dalam hutan.

Gambar 2 Ungko (H. agilis agilis) jantan (Rowe 1996).

Ungko memiliki kantong tenggorokan yang berperan dalam vokalisasi
(Fleagle 1988). Suara yang dikeluarkan ungko sangat keras mencapai 1 K Hertz yang
mempunyai beberapa arti (Supriatna dan Wahyono 2000). Pada pagi hari dapat
diartikan sebagai tanda keberadaan dan peringatan kepada pasangan lain. Suara ini
biasanya ditanggapi oleh pasangan lain yang berdekatan. Suaranya juga mempunyai
arti kontak dengan pasangan lain, baik kontak sahabat ataupun kontak saling
menyerang.
Famili hylobates (gibbon) menurut Fleagle (1988) merupakan satwa primata
yang sangat tangkas dan akrobatik dalam melakukan pergerakan, gibbon
menghabiskan kebanyakan waktunya di tajuk pepohonan hal ini karena gibbon
merupakan satwa arboreal. Gibbon berpindah dan bergerak dengan berayun dari
cabang ke cabang yang disebut brachiating. Ketika sedang melakukan brachiate,
gibbon menggunakan empat jari tangannya menjadi suatu sangkutan (bukan ibu jari).
Gibbon juga dapat berjalan-jalan dicabang kecil yang tinggi seperti berjalan kaki
dengan membentangkan lengannya untuk membantu keseimbangannya. Gibbon
dapat juga melompat dangan akrobatik untuk menyeberang diatas tajuk dari cabang
pohon ke cabang pohon lainnya. Gibbon diketahui dapat melompat dalam sekali
lompatan sejauh 30 kaki atau 9 m.
Menurut Gittins dan Raemaekers (1980), famili hylobatidae hidup dalam
kelompok sosial monogami yang kecil yang terdiri dari sepasang jantan dan betina
dewasa dengan 1-2 anak. Pasangan hylobates umumnya melahirkan seekor anak
dengan selang waktu 2-3 tahun sekali. Dewasa kelamin pada famili hylobatidae
biasanya ketika berumur 12-13 tahun. Masa prenatal pada hylobates betina sekitar 7
bulan,dan biasanya melahirkan satu anak saja, sangat jarang terjadi anak kembar
pada keluarga hylobates. Bayi yang baru lahir biasanya akan selalu digendong oleh
induknya dan akan tinggal bersama-sama keluarganya sampai berumur 6 tahun
sebelum membentuk keluarga yang baru.
Berdasarkan ukuran tubuh dan perkembangan perilakunya, tingkatan kelas umur
ungko dibagi menjadi :
a ) bayi (infant); mulai lahir sampai umur dua tahun, ukuran badan kecil dan pada
tahun pertama dibawa oleh induk betina dengan digendong selama pergerakanya;

b ) anakkan (juvenile-1); berumur 2-4 tahun, badanya kecil, berjalan sendiri tapi
cenderung selalu dekat induknya;
c ) remaja/muda (juvenile-2); berumur 4-6 tahun ukuran badan sedang, sering
berjalan dan melakukan aktivitas makan sendiri;
d ) hampir dewasa (sub-adult); mulai umur 6 tahun, ukuran badan hampir sama
dengan dewasa tetapi belum matang seksual, tetap dalam kelompok tapi lebih
sering memisahkan diri dan
e ) dewasa (adult); mempunyai ukuran tubuh maksimal dan hidup berpasangan
Populasi Ungko
Menurut Alikodra (2002) populasi adalah kelompok organisme yang terdiri
dari individu-individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama
dengan tetuanya. Anggota kelompok ini tidak atau jarang melakukan hubungan
dengan spesies yang sama dari kelompok lainnya. Suatu populasi dapat menempati
wilayah yang sempit sampai luas, tergantung pada spesies dan daya dukung
habitatnya.
Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), diperkirakan populasi ungko yang
tersedia di alam pada tahun 1986 hanya berkisar 30 ribu ekor yang hanya dapat
ditemukan di kawasan konservasi di Kalimantan dan Sumatera. Satwa ini telah
kehilangan 66% habitatnya yang semula cukup luas yaitu sekitar 500.000 km2,
sekarang tersisa hanya sekitar 170.000 km2 saja. Bertentangan dengan pernyataan
diatas di Taman Nasional Kerinci Seblat yang luasnya 1,3 juta hektar diperkirakan
saat ini terdapat ungko sekitar 150 ribu ekor yang mendiami hutan perbukitan
dataran tinggi 500-800 m dpl (Tempointeraktif 2004). Kepadatan pupulasi ungko di
Taman Nasional Kerinci Seblat adalah 0,283-0,567 kelompok/km2 (Kehati 2004).
Berdasarkan hasil penelitian Apriadi (2001), dikawasan lindung HPHTI PT.
RAPP Sektor Baserah, Riau diperoleh kepadatan populasi ungko di KPPN sebesar
17,45 ± 5,61 ekor/km2 dan sempadan sungai 4,26 ± 0,67 ekor/km2 dengan kepadatan
kelompok masing-masing 7,47 ± 0,52 kelompok/km2 dan 1,89 ± 0,02 kelompok/km2.
Habitat dan Penyebaran Ungko
Menurut Supriatna dan Wahyono (2000), ungko hidup di hutan primer, hutan
hujan dataran rendah, hutan sekunder (hutan tebang pilih dan hutan produksi) dan

hutan rawa. Sebaran habitat ungko dalam memilih habitat cenderung dipengaruhi
oleh ketinggian tempat dari permukaan laut (Kehati 2004). Selain itu, mereka sering
ditemukan di daerah batas antara hutan rawa dan tanah kering. Hylobates agilis
merupakan primata arboreal murni. Di habitat hutan, primata ini jarang sekali turun
ke tanah, kebiasaanya bergelantung dari cabang pohon yang tinggi ke cabang pohon
yang lain dengan kecepatan mencapai 60 km/jam, sehingga fragmentasi hutan
menjadi ancaman populasi ungko akibat penebangan liar.
Penebangan secara selektif melebihi 8-12 pohon per ha akan mengganggu
perjalanan Hylobates dan akan mengakibatkan kera tersebut turun ke lantai hutan
sehingga mudah tertangkap oleh predator. Walaupun demikian, jenis kera ini dapat
beradaptasi terhadap berbagai bentuk perubahan lingkungan habitatnya (Curtin dan
Chivers 1979). Menurut Wilson dan Wilson (1975), hutan primer tetap mempunyai
peranan yang besar terhadap berbagai jenis Hylobates. Walaupun mereka makan dan
mencari makan dihutan sekunder, tetapi untuk tidur tetap di hutan primer.
Sebaran ungko (H.agilis) meliputi hutan hujan tropis di Thailand, Malaysia
dan Indonesia (Sumatera dan Kalimantan), hidup di kanopi atas hutan, memakan
buah-buahan, dauan-daunan dan serangga (Animal Diversity 2004). Ungko biasanya
memakan buah yang mengandung kalori yang tinggi
Penyebaran H.agilis berdasarkan tiga subspesies menurut (Supriatna dan Wahyono
2000; Geisman 2006) yaitu
a ) H. a. albibarbis, tersebar di bagian barat Kalimantan dan Kalimantan Tengah, ke
arah utara dibatasi oleh sungai Kapuas sedangkan ke timur dibatasi oleh sungai
Barito, hingga ke utara di hulu sungai Barito;
b ) H. a. agilis, tersebar di bagian barat Sumatera, khususnya di bagian pegunungan;
c ) H. a. ungko, tersebar di bagian timur Sumatera, khususnya di daerah dataran
rendah. Subspesies ini pun tersebar di semenanjung Malaya.
Gambar 3 menampilan peta penyebaran genus Hylobates.

Gambar 3 Peta penyebaran ungko (H.agilis agilis) (Geisman 2006)
Lebih lanjut, Supriatna dan Wahyono (2000) dan Indonesia Primate Camp
(2001), mengemukakan bahwa pada saat ini ungko dapat ditemui di Taman Nasional
Tanjung Puting yang merupakan tempat terbaik satwa primata ini di Kalimantan. Di
Sumatera, ungko dapat dijumpai di Taman Nasional Way Kambas, Bukit Barisan
selatan dan di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatera Barat.
Sumber Pakan
Hutan tropika Malaysia memiliki keragaman spesies satwa primata yang
tinggi, baik satwa primata pemakan daun (folivorous) maupun pemakan buah
(frugivorous). Hal ini didukung oleh ekologi dari setiap spesies primata dalam

memanfaatkan jenis pakan yang berbeda sesuai dengan yang jenis pakan yang
disukai, penggunaan stratifikasi tajuk hutan dan pola pergerakannya (Curtin dan
Chivers 1979). Keragaman jenis tumbuhan yang tinggi dihabitat satwa primata,
terutama satwa primata simpatrik akan memungkinkan tingginya keragaman jenis
pakan menurut ruang dan waktu. Walaupun di hutan primer banyak terdapat pohon
besar dan tinggi, pada umumnya kehidupan satwa lebih banyak berkisar pada
ketinggian antara 25-35 m dan 15-30 m kecuali pada habitat tertentu, seperti di tepi
sungai (Curtin dan Chivers 1979).
Sumber pakan satwa primata di alam dapat dikelompokkan atas tiga kategori,
yaitu bagian vegetatif tumbuhan, bagian reproduktif tumbuhan serta hewan. Dalam
hal ini dapat berupa daun, bunga, buah, telur burung maupun serangga. Menurut
Supriatna dan Wahyono (2000), pakan ungko terdiri dari buah, daun, bunga dan
beberapa jenis serangga kecil. Umumnya mereka makan sambil bergantung pada
dahan dan memetik satu persatu buah, biji, bunga atau daun muda. Kadang-kadang
juga menarik ranting yang ada pakannya. Selanjutnya, Supriatna dan Wahyono
(2000) menyatakan bahwa primata ini dalam hidupnya mengkonsumsi buah 58%,
daun 39%, bunga 3% dan sisanya yaitu 1% berbagai jenis serangga. Hal sedikit
berbeda dengan yang dinyatakan Napier dan Napier (1967), makanan ungko terdiri
atas 80% buah-buahan dan sisanya 20% daun, bunga dan pucuk daun. Kadangkadang ungko memakan telur burung, anak burung dan serangga. Air sebagian besar
didapat dari buah-buahan, akan tetapi air juga didapat dengan menjilati kulit pohon
dan daun setelah hujan terjadi, kadang-kadang juga meminum langsung dari mata air.
Dalam mencari makan ungko bersifat selektif terhadap pakan yang tersedia.
Jika ada pohon yang berbuah pada daerah teritorialnya, ungko berusaha untuk
mengunjungi semua pohon tersebut. Sebagian dari waktu makan berorientasi sekitar
pakan utama, yaitu Ficus spp (Bismark 1984). Selanjutnya, dinyatakan bahwa seleksi
terhadap makanan bertujuan untuk mencapai keseimbangan nutrisi makanannya.
Selain dari cover yang bersifat pelindung serta sebagai sumber makanan berupa daun
dan buah, maka sumber air merupakan komponen habitat yang penting. Sumber air
selain sebagai sumber minum juga berfungsi sebagai sumber mineral (Bismark 1984).

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Taman

Nasional

Batang

Gadis

(TNBG)

secara

administratif

berlokasi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Propinsi Sumatera Utara yang
meliputi 13 wilayah kecamatan dan bersinggungan dengan 68 desa. Secara geografis,
TNBG terletak diantara 99° 12' 45" sampai dengan 99° 47' 10" BT dan 0° 27' 15"
sampai dengan 1° Or 57" LU. Nama taman nasional berasal dari nama sungai utama
yang membelah Kabupaten Madina, yaitu Batang Gadis. TNBG meliputi kawasan
seluas 108.000 hektar atau 26% dari total luas hutan di Kabupaten Madina dan
terletak pada kisaran ketinggian 300 sampai 2.145 m di atas permukaan laut dengan
titik tertingginya di puncak gunung berapi Sorik Merapi. Kawasan TNBG seluas
108.000 hektar ini terbentuk dari Kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas
dan Hutan Produksi Tetap. Hutan Lindung yang dialihfungsikan menjadi taman
nasional seluas 101.500 hektar (Departemen Kehutanan 2004). TNBG berbatasan
langsung dengan 68 desa yang berada di 13 kecamatan. Desa yang berbatasan
langsung dan merupakan pintu masuk ke lokasi penelitian adalah Desa Aek Nangali
yang berjarak sekitar delapan kilometer dari lokasi penelitian yang akan dilakukan
(Gambar 4)

.
Gambar 4 Peta lokasi penelitian di TNBG (BKSDA Sumut II 2004)

Keanekaragaman flora dan fauna yang terdapat di TNBG sangat tinggi.
Dalam petak penelitian seluas 200 meter persegi terdapat 242 jenis tumbuhan
berpembuluh (vascular plant) atau sekitar 1% dari flora yang ada di Indonesia
(sekitar 25.000 jenis tumbuhan berpembuluh yang ada di Indonesia). Selain itu,
ditemukan juga bunga langka dan dilindungi yaitu bunga Padma (Rafflesia sp.) jenis
baru. Potensi satwa langka yang ditemukan di TNBG seperti harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae), kambing hutan (Naemorhedus sumatrensis), tapir
(Tapirus indicus), kucing hutan (Catopuma temminckii), kancil (Tragulus javanicus),
binturong (Arctitis binturong) beruang madu (Helarctos malayanus), rusa (Cervus
unicolor) dan kijang (Muntiacus muntjac) dan landak (Hystix brachyura) serta
amfibi tak berkaki (Ichtyopis glutinosa) yang merupakan jenis satwa purba dan katak
bertanduk tiga (Megophyris nasuta) yang sudah langka dan merupakan jenis yang
hanya dapat dijumpai (endemik) di Sumatera. Jenis-jenis satwa primata yang dapat
ditemukan, seperti Siamang (Sympahalangus syndactylus), Lutung (Presbytis
cristata), Ungko (Hylobates agilis), Beruk (Macaca nemestrina) dan Monyet Ekor
Panjang (Macaca facscicularis) (Departemen Kehutanan 2004).
Jumlah burung di kawasan TNBG yang dapat ditemukan sampai saat ini ada
242 jenis. Dari 242 jenis tersebut, 45 merupakan jenis burung yang dilindungi di
Indonesia, delapan jenis secara global terancam punah, 11 jenis mendekati terancam
punah, seperti jenis-jenis Sunda groundcuckoo, Salvadori pheasant, Sumatran
cochoa. Crested fireback dan March finfoot. Dua jenis burung yang selama ini
dikategorikan sebagai 'kekurangan data' (data defisien) oleh IUCN karena sedikitnya
catatan, juga ditemukan. Kawasan TNBG juga merupakan salah satu lokasi transit
burung-burung migran yang datang dari belahan bumi utara. Burung Lophura
inornata (salvadori pheasant) dan Pitta schneiderii (schneider's pitta) adalah jenis
langka dan endemik untuk Sumatera (Departemen Kehutanan 2004).
Selain itu ditemukan juga enam jenis burung dari keluarga rangkong
(Bucerotidae) atau 60% dari total jenis yang ditemukan di Pulau Sumatera,
diantaranya Buceros rhinoceros, Rhinoplax vigil dan Aceros undulatus. Kehadiran
jenis burung ini menunjukan bahwa hutan tropis Taman Nasional Batang Gadis
masih sehat untuk berkembangnya jenis-jenis satwa pemakan buah (frugivor)
(Departemen Kehutanan 2004).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Taman Nasional Batang Gadis,
Sumatera Utara. Lama waktu penelitian tiga bulan, mulai dari Juli sampai dengan
September 2005.
Bahan dan Alat
Bahan (ungko dan vegetasi di daerah penelitian) dan peralatan yang
dibutuhkan dalam penelitian ini peta lokasi, lembaran kerja, binokuler, kompas,
altimeter, pita, meteran, termometer, higrometer, kamera, tenda dum, ransel (tas
punggung), GPS (global positioning system), tali plastik, kantong plastik, kertas
koran, alkohol 70%, gunting, pisau, kertas label serta lembaran borang.
Metode
Penentuan lokasi penelitian
Informasi awal tentang lokasi penelitian (data sekunder) diperoleh dari peta
topografi dan penutupan lahan yang diperoleh dari Bakosurtanal dan Departemen
Kehutanan/Perkebunan. Informasi tentang keberadaan kelompok ungko di lokasi
penelitian diperoleh berdasarkan survei pendahuluan pada tahun 2004 dan informasi
dari petugas taman nasional serta masyarakat sekitar lokasi. Berdasarkan informasiinformasi diatas, kemudian dibuat overlay-nya untuk menentukan titik-titik
pengamatan dan pengambilan sampel di lapangan.
Koleksi Data
Koleksi data dilakukan melalui studi pustaka, wawancara dan pengamatan
langsung (terhadap populasi, vegetasi dan karakteristik morfologi). Studi pustaka
dikumpulkan dari berbagai buku teks, jurnal dan karya ilmiah lainnya. Wawancara
dilakukan terhadap petugas lapangan dan masyarakat sekitar. Data yang
dikumpulkan mengenai lokasi penelitian, tipe habitat, analisis vegetasi, populasi
(kepadatan populasi dan ukuran kelompok), pengaruh masyarakat terhadap ungko
dan habitatnya (perburuan, perambahan hutan dan budaya) dan karakteristik (secara
kualitatif). Pengamatan dilakukan setiap hari, saat matahari mulai terbit (sekitar
pukul 07.00 WIB) sampai matahari terbenam (pukul 17.00 WIB).

Karakteristik Morfologi Ungko
Pengamatan karakteristik dilakukan secara kualitatif meliputi pola warna
rambut, perbedaan antara jantan betina, perbedaan berdasarkan stratifikasi umur,
pola tubuh dan pola wajah serta ekstrimitas. Data akan dianalisis secara dekskiptif.
Pengamatan karakteristik kuantitatif tidak dapat dilakukan karena ungko di lokasi
penelitian tidak boleh ditangkap, tetapi ukuran-ukuran tubuh ungko didapat dari kilik
masyarakat di Sumatera Barat sebanyak jantan

2 ekor dan betina 1 ekor.

Pengamatan secara kualitatif terhadap 12 kelompok ungko di lapangan dapat
diketahui ukuran jantan lebih besar dibanding betina dengan menggunakan penciri
kualitatif.
Populasi Ungko
Data populasi yang dikumpulkan berupa kepadatan kelompok dan individu,
ukuran kelompok dan komposisi kelompok. Kepadatan kelompok atau individu
menunjukkan jumlah kelompok atau individu satwa per km2. Ukuran kelompok
adalah jumlah individu dalam satu kelompok, sedangkan komposisi kelompok
menggambarkan individu dalam kelompok berdasarkan jenis kelamin dan kelas umur.
Populasi ungko diperoleh dengan melakukan pengamatan menggunakan
metode jalur (line transects method).

Pengamatan populasi dilakukan dengan

menelusuri setiap jalur yang telah di tentukan dan bila menemukan ungko, dilakukan
pengambilan data dengan mencatat: jumlah kelompok, jumlah seluruh individu
dalam kelompok, jarak antara pengamat dan kelompok target, waktu perjumpaan
serta panjang jalur yang ditelusuri. Jalur yang digunakan sebanyak dua buah dengan
panjang masing-masing 2,30 dan 2,35 km dengan lebar jangkauan pandang 100 m
pada kedua sisi jalur yaitu 50 m kiri dan 50 m kanan. Wilson dan Wilson (1975)
mengatakan pandangan terjauh yang dapat dilakukan pengamat untuk melihat satwa
primata di hutan adalah 50 m. Pengamatan untuk mengetahui populasi ungko
dilakukan sepuluh kali pengulangan (sensus dilakukan sepuluh kali di setiap jalur
yang telah ditentukan) sehingga panjang total jalur pengamatan adalah 46,5 km. Jalur
diberi tanda pada setiap 50 m untuk memudahkan mencatat lokasi perjumpaan.
Gambar 5 menyajikan disain line transect sampling yang digunakan.

----------------------------------------------------------------------------------------------------50 m
2.300 m
--------------------------------------------------------50 m
----------------------------------------------------------------------------------------------------Gambar 5 Disain line transect sampling populasi
Pengamatan dilakukan setiap hari, dimulai pukul 07.00 WIB. Peneliti
berjalan sepanjang jalur yang telah di tentukan dan bila menemukan ungko,
dilakukan pencatatan: posisi kuadrat perjumpaan dengan menggunakan GPS, jumlah
kelompok, jumlah individu dalam kelompok, jarak antara pengamat dan kelompok
target, waktu perjumpaan serta panjang jalur yang telah ditempuh. Peneliti akan
mengidentifikasi kelompok atau individu ungko yang ditemukan selama 10 menit
(Mouria et al.2003)
Peubah ukuran populasi adalah komposisi kelompok meliputi jumlah
individu dan kelas umur setiap individu dalam kelompok ungko yang ditemukan.
Analisis data kepadatan populasi dihitung dengan membandingkan besarnya
kelompok dengan luas jelajahnya. Penentuan estimasi kepadatan (D) populasi ungko
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
D = jumlah individu/ total areal penelitian
Habitat
Untuk mengetahui vegetasi habitat ungko dilakukan observasi lapangan
untuk menentukan kawasan habitat yang tergolong hutan primer dan hutan sekunder.
Kawasan hutan yang digolongkan sebagai hutan sekunder adalah hutan yang berada
di sekitar pemukiman penduduk (enclave) dan kawasan yang di lokasi bekas ladang
tua,jalan setapak atau kawasan hutan ini sudah terganggu oleh aktivitas penduduk
berupa penebangan atau perkebunan dalam hutan sebagai sumber buah dan tempat
buru. Sebaliknya, hutan primer adalah kawasan hutan yang relatif jauh dari
pemukiman sehingga belum terganggu oleh aktivitas penduduk. Pengamatan
dilakukan terhadap stratifikasi hutan, topografi dan sumber air di areal hutan tersebut.

Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi dilakukan dengan metode jalur berpetak yang dibuat dalam
jalur sensus populasi dengan panjang masing-masing 2,3 km dan 2,35 km. Jalur I
terletak pada ketinggian 637-764 m dpl, sedangkan Jalur II terletak pada ketinggain
791-967 m dpl. Cara pengambilan dilakukan dengan menggunakan plot yang
berbentuk empat persegi (bujur sangkar) petak yang besar mengandung petak-petak
yang lebih kecil yang disebut nested sampling. Plot dibuat di tempat ungko berada
dan mengikuti kontur lahan. Data yang dikumpulkan pada setiap plot bujursangkar
meliputi: tingkat pohon (diameter > 35 cm), tingkat tiang (diameter antara 10 cm dan
35 cm), tingkat pancang (tinggi > 1,5 m dan diameter paling besar 10 cm), dan
tingkat anakan (tinggi mencapai 1,5 m dan diameter kurang dari 10 cm). Tingkat
pohon ditentukan dari petak berukuran 20x20 m, tingkat tiang dan pancang
ditentukan dari bujur sangkar 10x10 m dan 5x5 m, dan tingkat semai ditentukan dari
bujur sangkar dengan luas 2x2 m yang dibuat di dalam petak utama (Gambar 6)
(Soerianegara dan Indrawan 2002). Pada setiap lokasi penelitian dibuat dua plot

vegetasi berukuran 20x 100 m (5 plot ukuran 20x20), sehingga jumlah keseluruhan 4
plot. Pengukuran diameter untuk tingkat pohon, tiang, dan pancang diukur pada
batang setinggi dada.
B
A

C
DA
A

D
C
B

Gambar 6 Skema analisis vegetasi dengan jalur petak
Keterangan :
A. petak ukur 20x20 m untuk pengamatan tingkat pohon;
B. petak ukur 10x10 m untuk pengamatan tumbuhan tingkat tiang;
C. petak ukur 5x5 m untuk pengamtan tumbuhan tingkat pancang;

D. petak ukur 2x2 m untuk pengamatan tumbuhan tingkat semai dan
tumbuhan bawah, herba dan semak.
Pada setiap petak peubah yang diamati adalah 1) nama jenis (untuk jenis yang
belum diketahui dibuat herbarium), 2) jumlah individu per jenis dalam petak
pengamatan, 3) frekuensi (jumlah individu pada setiap petak contoh), dan 4)
pendugaan tinggi pohon dan keliling/ diameter pohon. Dari hasil pengukuran akan
dihitung kerapatan, kerapatan relatif, dominansi, dominansi relatif dan indeks nilai
penting.
Analisis ini memerlukan tiga parameter kuantitatif, yaitu kerapatan,
dominansi dan frekuensi. Total nilai relatif dari ketiga parameter tersebut disebut
Indeks Nilai Penting (Soerianegara dan Indrawan, 2002). Adapun ukuran-ukuran
vegetasi ditentukan menurut rumus-rumus (Soerianegara dan Indrawan, 2002),
sebagai berikut:
Jumlah dari individu
a ) Kerapatan

=
Luas contoh
Kerapatan dari suatu spesies/jenis

b ) Kerapatan relatif (%) =

x 100%
Kerapatan seluruh jenis
Jumlah bidang dasar

c ) Dominansi

=
Luas petak contoh
Dominansi suatu spesies/jenis

d ) Dominansi relatif (%) =

x 100%
Dominansi dari seluruh jenis
Jumlah plot diketemukannya suatu spesies/jenis

e ) Frekuensi

=
Jumlah seluruh plot
Frekuensi dari suatu jenis

f ) Frekuensi relatif (%) =

x 100%
Frekuensi dari seluruh jenis

Indeks Nilai Penting (INP) = kerapatan relatif (%) + dominansi relatif (%) +
frekuensi relatif (%)

Kerapatan (K) merupakan banyaknya batang (batang = individu) per satuan
luas, seperti banyaknya (bilangan) per ha, maka nilai itu disebut kerapatan (density).
Untuk menetapkan nilai penting atau dominansi suatu jenis terhadap jenis lain dalam
tegakan maka diperlukan nilai kerapatan relatif (KR) yaitu persentase jumlah
individu dari suatu jenis yang ada.
Frekuensi (F), yaitu perbandingan banyaknya petak yang terisi oleh suatu
jenis terhadap jumlah petak-petak seluruhnya, yang biasanya dinyatakan dalam
persen, adalah ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya jenis itu di dalam
tegakan. Untuk menghitung nilai penting atau dominansi diperlukan pula besaran
frekuensi relatif (FR) yaitu persen frekuensi suatu jenis terhadap jumlah frekuensi
semua jenis.
Dominansi (D) suatu jenis terhadap jenis lain di dalam tegakan dapat
dinyatakan berdasarkan banyaknya batang dan kerapatan (density), persen penutupan
(cover precentage) dan luasnya bidang dasar (basal area), volume, biomasss dan
indeks nilai penting (importance value index). Di dalam tegakkan hutan dominan
harus ditetapkan menurut masing-masing lapisan, yaitu untuk pohon-pohon dan
tumbuhan –tumbuhan bawah. Dominansi relatif (DR) yaitu persen dominansi suatu
jenis terhadap dominansi seluruh jenis
Indeks Nilai Penting (INP) merupakan hasil penjumlahan kerapatan relatif,
frekuaensi relatif dan dominansi relatif.
Pengamatan sumber pakan

dilakukan dengan mencatat keanekaragaman

spesies pakan yang terdapat pada plot analisis vegetasi dan juga berdasarkan
informasi dari masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaannya peneliti akan mencatat
jenis dan bagian tumbuhan yang dimakan seperti buah, daun, bunga, jamur dan
pakan lainnya seperti serangga.
Aspek Konservasi
Untuk mengetahui aktivitas masyarakat dalam pemanfaatan hutan, persepsi
terhadap ungko serta tanggapan atas kegiatan konservasi maka diadakan survei
dengan

metode

wawancara

langsung

kepada

masyarakat

sekitar

dengan

menggunakan borang. Survei dengan wawancara meliputi aktivitas perburuan
terhadap ungko, perambahan hutan sebagai habitat dan budaya masyarakat yang

berkaitan dengan ungko dan habitatnya. Desa yang paling dekat dengan lokasi
penelitian adalah Desa Aek Nangali. Desa ini dibagi atas tiga lorong atau dusun yaitu
lorong Batunabontar, lorong Pasar dan lorong Malaka, diantara ketiga lorong
tersebut lorong Batunabontar yang memiliki jumlah penduduk yang paling banyak
dibanding lorong yang lainnya. Desa Aek Nangali sendiri memiliki sekitar 300
kepala keluarga dengan jumlah dengan jumlah penduduk sekitar 1200 jiwa.
Responden yang ak