Mutu Fisik Dan Organoleptik Angel Food Cake yang Dibuat Dari Tepung Putih Telur Ayam Hasil Lama Desugarisasi yang Berbeda

MUTU FISIK DAN ORGANOLEPTIK ANGEL FOOD CAKE
YANG DIBUAT DARI TEPUNG PUTIH TELUR AYAM
HASIL LAMA DESUGARISASI YANG BERBEDA

SKRIPSI
HEIDY NELSIANA

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSITITUT PERTANIAN BOGOR
2007

RINGKASAN
HEIDY NELSIANA. D14202060. 2007. Mutu Fisik dan Organoleptik Angel food
Cake yang Dibuat dari Tepung Putih Telur Ayam Hasil Lama Desugarisasi
yang Berbeda. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Institut Pertanian
Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Rukmiasih, MS
Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si
Telur merupakan bahan pangan yang memiliki berbagai sifat fungsional yang
dapat dimanfaatkan dalam pengolahan berbagai produk pangan. Berbagai industri

pengolahan pangan menggunakan telur sebagai ingredient penting dalam pengolahan
produk, namun penyimpanan telur dalam jangka waktu yang lama seringkali sulit
terpenuhi karena kandungan nutrisi yang tinggi menjadikan telur sebagai pangan
yang mudah rusak (perishable food). Perlakuan pengawetan diperlukan untuk
mempertahankan daya simpan telur. Salah satu metode pengawetan telur adalah
dengan pengeringan. Metode yang sering digunakan untuk pengeringan putih telur
adalah pan drying karena dalam pengerjaannya lebih mudah dan murah.
Kelemahan dari proses pengeringan adalah terjadinya reaksi Maillard antara
gula pereduksi (glukosa) dan asam-asam amino ketika telur dikeringkan. Akibatnya
terjadi warna serta aroma yang tidak diinginkan pada produk tepung putih telur. Hal
ini dapat dicegah dengan perlakuan desugarisasi, yaitu proses penghilangan glukosa.
Proses desugarisasi juga sangat membantu dalam mempertahankan daya buih
albumen serta menurunkan viskositasnya sehingga dapat mempermudah pengeringan
dan bertujuan untuk menjaga sifat kelarutannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu desugarisasi yang
berbeda pada pembuatan tepung putih telur terhadap sifat fisik dan organoleptik
angel food cake. Alasan pemilihan angel food cake adalah karena angel food cake
sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu cara yang paling tepat dalam menilai
kualitas daya membuih putih telur.
Penelitian didahului dengan pembuatan tepung putih telur menggunakan

putih telur ayam ras umur sehari yang kemudian diberi perlakuan lama desugarisasi
1, 2,5 dan 4 jam. Tepung putih telur yang didapat kemudian dijadikan salah satu
bahan baku dalam membuat angel food cake. Selanjutnya angel food cake tersebut
diuji sifat fisik dan organoleptiknya. Sifat fisik meliputi uji porositas, nisbah
pengembangan, volume spesifik dan keempukan. Uji organoleptik menggunakan uji
kesukaan terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food cake.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam
tidak berpengaruh terhadap fisik dan organoleptik angel food cake.
Kata-kata kunci : tepung putih telur, desugarisasi, angel food cake, porositas, nisbah
pengembangan, volume spesifik, keempukan, organoleptik

ABSTRACT
Physical and Organoleptic Quality of Angel food Cake Made By Egg White
Powder With Different Long Time Period of Desugarization
Nelsiana, H., Rukmiasih, Z. Wulandari
Egg drying is an alternative method in egg process to prolonge it shelf life. In
the egg drying processes, water is removed by presence of heat, either by spray,
drum, or pan drying method. Egg white is usually dried by pan drying method. In the
egg white drying process with pan drying method, the small amount of glucose can
lead to the darkening and off-flavour as the result of the Maillard reaction.

Desugarization is a method to remove the glucose. This research aim is to study the
influence of long time desugarization process to the physical and organoleptic quality
of angel food cake. The observed variables are porous value, increasing volume ratio,
volume index, tenderness of the cake and the organoleptic test. The obtained data
which was analyzed by variance analizing for the phisycal quality and KruskalWallis test for the organoleptic quality showed that the diference of long time
desugarization has no affect with organoleptic and physical characteristic of angel
food cake.
Keywords: Egg white drying, desugarization, angel food cake, physical and
organoleptic characteristic

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 November 1983 di Jakarta. Penulis
merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Gerrit Herry Parengkuan
dan Sri Sukafty.
Pendidikan formal pertama penulis dapatkan di Taman Kanak-kanak Pelangi
dan diselesaikan pada tahun 1990. Pendidikan dasar penulis selesaikan di SD Tirta
Buaran, Ciputat, Tangerang pada tahun 1996. Pendidikan menengah pertama
diselesaikan pada tahun 1999 di SLTP Negeri II Pamulang dan pendidikan lanjutan
menengah umum diselesaikan pada tahun 2002 di SMU Negeri I Ciputat.
Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada 15 Agustus

2002 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selanjutnya
penulis terdaftar sebagai mahasiswi Program Studi Teknologi Hasil Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam
berbagai kepanitiaan BEM IPB, BEM Fakultas Peternakan IPB, Himaproter, serta
Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas dan kepanitiaan Hariring Bogor (dalam
rangka HUT kota Bogor ke-523). Penulis juga aktif dalam kepengurusan Himaproter
periode 2003-2004 dan 2004-2005.

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai
tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan Program Sarjana pada Program Studi
Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mencoba memberikan
informasi mengenai sifat fisik dan organoleptik angel food cake yang dibuat dari
tepung putih telur hasil pan drying dengan lama desugarisasi yang berbeda.
Penelitian ini diawali dengan pembuatan tepung putih telur menggunakan
metode pan drying yang diberi perlakuan lama desugarisasi yang berbeda, kemudian

dilanjutkan pembuatan angel food cake dengan bahan dasar tepung putih telur.
Setelah itu dilakukan uji fisik dan organoleptik angel food cake.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini. Akan
tetapi penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan semua pihak yang membacanya.

Bogor, 6 Februari 2007
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...........................................................................................

i

ABSTRACT ..............................................................................................

ii

RIWAYAT HIDUP ...................................................................................


iii

KATA PENGANTAR ..............................................................................

iv

DAFTAR ISI .............................................................................................

v

DAFTAR TABEL .....................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................


ix

PENDAHULUAN .....................................................................................

1

Latar Belakang ...............................................................................
Tujuan ............................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................

3

Telur Ayam ..................................................................................
Buih Putih Telur ............................................................................
Daya dan Stabilitas Buih ....................................................

Protein Putih Telur yang Berperan dalam Pembentukan
Buih ....................................................................................
Pembentukan Buih .............................................................
Tepung Putih Telur ........................................................................
Desugarisasi ......................................................................
Saccharomyces cerevisiae ..................................................
Pengeringan …………………………………………........
Cake ………………………………………………………………
Angel food Cake ................................................................
Bahan Baku Angel food Cake ...........................................
Tepung Terigu .......................................................
Telur ......................................................................
Gula .......................................................................
Cream of Tartar ...................................................
Garam ....................................................................
Flavor .....................................................................
Pencampuran Bahan ..........................................................
Proses Pemanggangan .......................................................

3

4
4
5
6
7
8
9
10
11
11
12
12
13
13
14
14
14
14
15


MATERI DAN METODE ........................................................................

16

Lokasi dan Waktu ……………………….....................................
Materi ............................................................................................
Rancangan .....................................................................................
Perlakuan …………...........................................................

16
16
16
16

Model ................................................................................
Peubah ...............................................................................
Porositas …………………………........................
Nisbah Pengembangan ...........................................
Volume Spesifik ....................................................
Keempukan ...........................................................

Sifat Organoleptik .................................................
Analisis Data .....................................................................
Prosedur ............................................................................
Pembuatan Tepung Putih Telur ............................
Pembuatan Angel food Cake ..............................
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
Sifat Fisik Angel food Cake ..........................................................
Porositas ............................................................................
Nisbah Pengembangan ......................................................
Volume Spesifik ................................................................
Keempukan .......................................................................
Sifat Organoleptik Angel food Cake ............................................
Warna ................................................................................
Penampakan Umum ..........................................................
Aroma ...............................................................................
Rasa ...................................................................................

17
17
17
18
18
18
19
19
19
19
21
23
23
23
23
24
25
25
26
27
27
27

KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................

29

Kesimpulan ...................................................................................
Saran ..............................................................................................

29
29

UCAPAN TERIMAKASIH .....................................................................

30

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

31

LAMPIRAN .............................................................................................

34

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Komponen Kimia Telur Ayam Segar .............................................

3

2. Kandungan Protein Utama dalam Putih Telur ................................

5

3. Formulasi Bahan dalam Pembuatan Angel food Cake ..................

21

4. Nilai Porositas Angel food Cake ....................................................

23

5. Nisbah Pengembangan Angel food Cake .......................................

24

6. Volume Spesifik Angel food Cake ……..........................................

24

7. Keempukan Angel food Cake …………..........................................

25

8. Nilai Rataan, Modus dan Persentase Penerimaan Panelis terhadap
Warna, Penampakan Umum, Aroma dan Rasa Angel food Cake
Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Angel food Cake ......................

26

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Mekanisme Pembentukan Buih ......................................................

7

2. Perubahan Glukosa Secara Aerobik dan Anaerobik …………….

9

3. Pembuatan Tepung Putih Telur Secara Umum ..............................

20

4. Pembuatan Angel food Cake dari Tepung Putih Telur ..................

22

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Data Hasil Uji Skoring Terhadap Porositas Angel food cake ........

34

2. Data Nisbah Pengembangan dan Volume Spesifik Angel food
Cake .................................................................................................

35

3. Data Nilai Keempukkan Angel food Cake ......................................

35

5. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Warna Angel food Cake ...........

36

6. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Penampakan Umum
Angel Food Cake .............................................................................

37

6. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Aroma Angel food Cake ……...

38

7. Data Hasil Uji Hedonik Terhadap Rasa Angel food Cake ...............

39

8. Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Penampakan umum, Rasa,
Warna dan Aroma Angel food Cake dengan Lama Desugarisasi
Yang Berbeda ....................................................................................

40

9. Hasil Analisis Ragam Porositas Angel food Cake dengan Lama
Desugarisasi yang Berbeda ……….................................................

40

10. Hasil Analisis Ragam Nisbah Pengembangan Angel food Cake
dengan Lama Desugarisasi yang Berbeda ......................................

41

11. Hasil Analisis Ragam Volume Spesifik Angel food Cake
dengan Lama Desugarisasi yang Berbeda .....................................

41

12. Hasil Analisis Ragam Keempukan Angel food Cake dengan
Lama Desugarisasi yang Berbeda ..................................................

41

13. Hasil Uji Kruskal – Wallis terhadap Warna Angel food Cake .......

41

14. Hasil Uji Kruskal – Wallis terhadap Penampakan Umum
Angel food Cake ………………………………………………….

42

15. Hasil Uji Kruskal – Wallis terhadap Aroma Angel food Cake …...

42

16. Hasil Uji Kruskal – Wallis terhadap Rasa Angel food Cake ……..

42

17. Formulir Uji Hedonik Angel food Cake ………………………….

43

18. Formulir Uji Skoring Terhadap Porositas Angel food Cake ...........

44

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang memiliki susunan gizi
lengkap dan berimbang karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh
manusia. Sebagai bahan pangan, telur tidak hanya bermanfaat sebagai sumber
protein hewani yang berkualitas namun juga merupakan ingredient yang penting
dalam pembuatan berbagai produk makanan.
Penyimpanan telur dalam jangka waktu yang lama seringkali tidak dapat
dipenuhi karena sifat telur yang mudah rusak (perishable food). Kerusakan telur
dapat dicegah dengan perlakuan pengawetan. Pembuatan tepung telur merupakan
salah satu cara pengawetan telur. Tepung telur didapat dengan cara mengurangi atau
meminimalkan kadar air yang terkandung di dalam telur sehingga tidak
memungkinkan mikroorganisme tumbuh di dalamnya dan umur simpan telur lebih
panjang.
Pembuatan tepung telur dapat dilakukan dengan beberapa metode,
diantaranya metode spray drying, foaming drying dan pan drying. Metode yang biasa
digunakan dalam pembuatan tepung putih telur adalah metode pan drying.
Metode pan drying merupakan metode pengeringan yang mudah dilakukan
dan membutuhkan biaya yang lebih murah. Pembuatan tepung putih telur dengan
metode pan drying memiliki kelemahan, antara lain terjadinya reaksi Maillard antara
glukosa dan asam amino yang menyebabkan warna kecoklatan. Oleh karena itu
diperlukan suatu metode yang dapat mengatasi masalah tersebut. Desugarisasi
merupakan metode yang dapat dilakukan untuk mencegah reaksi Maillard.
Desugarisasi dilakukan dengan merombak glukosa dalam putih telur menggunakan
khamir Saccharomyces cereviceae. Desugarisasi juga sangat membantu dalam
mempertahankan salah satu sifat fungsional putih telur yaitu daya membuih putih
telur serta menurunkan viskositasnya sehingga mempermudah pengeringan.
Pengujian sifat fisik dan fungsional tepung putih telur menunjukkan bahwa
lama desugarisasi mempengaruhi kadar air, daya dan kestabilan buih tepung putih
telur (Puspitasari, 2006). Pada penelitian ini ingin diketahui apakah lama
desugarisasi berpengaruh juga terhadap sifat fisik dan organoleptik hasil olahan
tepung putih telur yang dihasilkan. Jenis olahan yang dicoba adalah angel food cake.

Hal ini karena angel food cake merupakan salah satu produk cake yang sudah sejak
lama dikenal sebagai salah satu cara pengujian terhadap daya dan kestabilan buih
putih telur.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama desugarisasi pada
proses pengeringan putih telur terhadap kualitas fisik dan organoleptik angel food
cake.

TINJAUAN PUSTAKA

Telur Ayam
Telur terdiri dari tiga komponen utama, yaitu 58% putih telur, 31% kuning
telur dan 11% kerabang (Vail, et al., 1978). Komponen kimia telur ayam segar
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komponen Kimia Telur Ayam Segar
Komposisi

Telur utuh

Kuning telur

Putih telur

-------------------------%------------------------Air

73,7

51,1

87,6

Protein

12,9

16,0

10,9

Lemak

11,5

30,6

-

1,0

1,7

0,7

Abu
Sumber: Vail, et al., 1978

Bagian kulit telur terdapat banyak pori-pori dengan bentuk yang tidak
beraturan sebagai jalan keluar-masuknya atau pertukaran air, gas dan bakteri ke
dalam telur. Jumlah pori-pori tersebut bervariasi antara 100-200 lubang /cm2 luas
permukaan kulit telur. Berukuran sangat kecil sekitar 0,01-0,07 mm2 dan tersebar di
seluruh permukaan kulit telur (Sirait, 1986).
Kuning telur dikelilingi oleh membran vitelin yang memisahkannya dengan
putih telur. Antara kuning dan putih telur dihubungkan oleh khalaza yang berbentuk
seperti tali terpilin, berfungsi untuk mempertahankan letak kuning telur agar tetap
berada di tengah (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kuning telur memiliki kandungan
padatan sebesar 50% dan sebagian besar terdiri dari lemak, yaitu sekitar 32-36% dari
kandungan kuning telur (Stadelman dan Cotterill, 1977).
Putih telur atau albumen tersusun oleh lapisan encer luar, lapisan kental luar,
lapisan encer dalam dan lapisan kalaza atau lapisan kental dalam. Air merupakan
komponen utama albumen. Kandungan padatan dalam putih telur berkisar antara 1113% (Stadelman dan Cotterill, 1977).

Buih Putih Telur
Daya dan Stabilitas Buih
Buih merupakan dispersi koloid dari suatu fase gas yang terdispersi dalam
fase cair (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pembentukan buih dari bagian putih telur
dilakukan dengan pengocokan. Pengocokan dapat menggunakan tenaga tangan atau
dengan bantuan mesin pengocok telur (Sirait, 1986). Saat putih telur dikocok,
gelembung udara terperangkap dalam cairan albumen dan membentuk buih.
Buih yang terbentuk dari pengocokan putih telur merupakan komponen yang
penting dalam pembuatan berbagai produk makanan seperti cake. Daya dan
kestabilan buih yang tinggi akan berperan penting dalam pembentukan film yang
stabil untuk mengikat gas dalam pembuatan angel food cake (Winarno dan Koswara,
2002). Dalam proses pembuatan cake, udara dalam gelembung buih akan memuai
ketika dipanaskan dan putih telur yang menyelubunginya meregang kemudian
membentuk struktur pori pada cake (Vail et al., 1978). Daya buih yang tinggi
memiliki ukuran buih yang besar sehingga saat dipanggang ukuran remah cake yang
dihasilkan juga besar (Melvyna, 2005).
Buih yang baik adalah yang memiliki kemampuan dan kestabilan buih yang
baik. Stadelman dan Cotterill (1977) menyatakan bahwa daya buih merupakan
ukuran kemampuan putih telur dalam membentuk buih jika dikocok dan biasanya
dinyatakan dalam presentase terhadap putih telur. Berdasarkan pernyataan tersebut ,
maka daya buih dapat dinyatakan dengan rumus:
Daya buih =

volume buih (ml)

x 100%

Volume putih telur (ml)
Dasar pembentukan buih yang stabil adalah cairan dengan kekuatan regangan
atau elastisitas tinggi. Kestabilan buih putih telur dapat diukur berdasarkan
banyaknya air yang terlepas dari buih dalam waktu tertentu dan biasanya dinyatakan
dalam bobot, volume atau derajat pencairan (Stadelman dan Cotterill, 1977).
Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), faktor-faktor yang mempengaruhi
daya dan kestabilan buih putih telur antara lain lama pengocokan, pH, suhu, serta
penambahan bahan kimia atau bahan tambahan lainnya. Volume buih putih telur
akan meningkat seiring lamanya waktu pengocokkan (Henry dan Barbour, 1933
dalam Romanoff dan Romanoff, 1963), namun setelah lama pengocokan 6 menit,

tidak ada lagi kenaikan volume buih (Barmore, 1934 dalam Romanoff dan
Romanoff, 1963). Kestabilan buih tertinggi didapat setelah lama pengocokkan 2
menit, sehingga untuk mendapatkan kestabilan buih yang diinginkan, putih telur
sebaiknya tidak dikocok hingga mencapai volume maksimum.
Henry dan Barbour (1933) dan Bailey (1935) dalam Romanoff dan Romanoff
(1963) menyatakan bahwa volume dari putih telur yang dikocok akan meningkat
seiring kenaikan nilai pH. Selanjutnya disebutkan bahwa putih telur dengan nilai pH
di bawah 8 memerlukan waktu pengocokan yang lebih lama untuk memperoleh buih
yang stabil. Pemanasan putih telur pada suhu di atas 50 0C dapat menyebabkan
penurunan kestabilan buih dan volume buih putih telur yang dihasilkan juga akan
menurun sekitar 30% lebih rendah dari umumnya (Romanoff dan Romanoff, 1944
dalam Romanoff dan Romanoff, 1963).
Protein Putih Telur yang Berperan dalam Pembentukan Buih
Protein merupakan komponen terbesar putih telur (Sirait, 1986). Presentase
protein yang terkandung dalam putih telur dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Protein Utama Dalam Putih Telur
Komposisi

Jumlah
----%----

Ovalbumin

54

Conalbumin

13

Ovomucoid

11

Lysozyme

3,5

Globulin (G2,G3)

8,0

Ovomucin

1,5

Flavoprotein

0,8

Ovoglycoprotein

0,5

Ovomacroglobulin

0,5

Ovoinhibitor

0,1

Avidin

0,05

Sumber: Messier (1994)

Menurut Stadelman dan Cotterill (1977), protein putih telur yang berperan
dalam pembentukan buih yaitu ovomucin, globulin serta ovalbumin. Nakamura
(2000) menyebutkan bahwa ovomucin, globulin serta conalbumin mempunyai
kemampuan membuih yang tinggi, dan lysozyme, ovomucoid serta ovalbumin
menunjukkan karakteristik membuih yang rendah.
Ovomucin merupakan glikoprotein, dicirikan oleh sifat kekentalan yang
tinggi (Nakamura, 2000). Pada proses pembentukan buih, ovomucin berperan
membentuk film dari materi tak terlarut dan menstabilkan buih (Stadelman dan
Cotterill, 1977).
Ovalbumin adalah salah satu jenis protein dalam putih telur yang terbanyak
(54% dari total protein putih telur) yang mempunyai kemampuan membentuk buih
(Alleoni dan Antunes, 2004). Protein ini pada pembuatan kue akan menggumpal saat
dipanaskan dan akan mempengaruhi struktur dan tekstur kue yang dihasilkan.
Ovalbumin tidak akan hilang akibat pengocokan dan jumlahnya tetap sama dengan
kandungan telur segar (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Globulin berperan dalam kekentalan putih telur dan mencegah mencairnya
gelembung udara. Globulin mempunyai tegangan permukaan yang rendah sehingga
membantu tahapan pembentukan buih. Tegangan permukaan yang rendah cenderung
memperkecil ukuran gelembung dan meratakan tekstur buih. Kandungan globulin
serta ovomucin yang rendah, membutuhkan waktu pengocokan yang lebih lama
dalam pembentukan buih putih telur dan bila digunakan dalam pembuatan cake dapat
menyebabkan pembentukan volume yang kurang baik (Stadelman dan Cotterill,
1977). Globulin berperan dalam menjaga kestabilan buih (Nakamura, 2000).
Pembentukan Buih
Mekanisme pembentukan buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan pada
molekul protein sehingga rantai protein menjadi lebih panjang, kemudian dilanjutkan
dengan proses adsorpsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang
terdenaturasi. Setelah itu udara masuk diantara molekul protein yang terbuka
rantainya dan ditahan disana sehingga volume bagian putih telur menjadi bertambah.
Pembentukan lapisan monolayer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung buih untuk
mengganti bagian film yang terdenaturasi. Lapisan film akan saling mengikat untuk
mencegah keluarnya air. Meningkatnya kekuatan interaksi antara ikatan polipeptida

menyebabkan agregasi protein dan melemahnya permukaan film, diikuti dengan
pecahnya gelembung buih (Cherry dan McWaters, 1981 dan Sirait, 1986).
Mekanisme terbentuknya buih disajikan pada Gambar 1 (Cherry dan
McWaters, 1981).
PROTEIN

DENATURASI
PEMBENTUKAN
LAPISAN TIPIS

udara

udara

udara

MENANGKAP
UDARA

udara

PERBAIKAN
BUIH YANG
TERBENTUK

KOAGULASI

udara
udara

DISRUPSI

Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Buih
Sumber : Cherry dan McWaters, 1981

Tepung Putih Telur
Pengawetan telur yang sering dilakukan diantaranya adalah dengan proses
pengeringan. Proses pengeringan telur akan menghasilkan produk berupa tepung
telur atau telur bubuk. Tepung telur atau disebut juga telur kering/puder merupakan
salah satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan dan penepungan (Winarno
dan Koswara, 2002). Berdasarkan karakteristik pengeringannya, telur dapat

dibedakan menjadi dua kategori dasar, yaitu (1) produk putih telur dan (2) produk
telur penuh serta kuning telur. Produk putih telur pada dasarnya bebas lemak,
sedangkan produk telur utuh dan kuning telur mengandung lemak yang berikatan
dengan protein dan komponen lain dari kuning telur (Bergquist., 1964 dalam
Stadelman dan Cotteril, 1995).
Tepung putih telur umumnya digunakan sebagai pelapis kue, kue-kue yang
mementingkan sifat koagulasi protein dan campuran kue yang mementingkan daya
pembusaan (Sirait, 1986). Oleh karena itu, tepung putih telur yang dihasilkan harus
memiliki sifat-sifat fungsional dan sifat fisikokimia seperti telur segar. Keadaan
tersebut dapat dijaga antara lain dengan perlakuan desugarisasi.
Desugarisasi
Desugarisasi merupakan suatu proses enzimatik atau fermentasi mikrobial
untuk menyingkirkan sejumlah kecil glukosa yang terdapat secara alami pada putih
telur karena dapat menyebabkan rasa yang tidak diinginkan dan warna kecoklatan
pada tepung telur (Vail et al., 1978). Menurut HammershÖj dan Andersen (2002),
albumen telur difermentasi untuk menyingkirkan glukosa, yang pada proses
pengeringan dapat bereaksi dengan asam-asam amino dalam reaksi Maillard dan
menghasilkan warna kecoklatan yang tidak diinginkan pada tepung putih telur.
Proses desugarisasi juga sangat membantu dalam mempertahankan daya buih
albumen serta menurunkan viskositasnya sehingga dapat mempermudah pengeringan
dan bertujuan untuk menjaga sifat kelarutannya (Hill dan Sebring, 1973 dalam
Stadelman dan Cotteril, 1995).
Proses desugarisasi dapat dilakukan dengan metode fermentasi oleh ragi
(Saccharomyces cerevisiae), fermentasi oleh bakteri asam laktat (Streptococcus
lactis) atau fermentasi secara enzimatik (Winarno dan Koswara, 2002). Fermentasi
dengan ragi merupakan cara praktis menyingkirkan glukosa dari telur (Hill dan
Sebring, 1973 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995).
Menurut Reed dan Nagodawithana (1991), fermentasi ragi dapat dilakukan
menggunakan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) pada level 0,34% dengan suhu 30
o

C. Hill dan Sebring (1973) dalam Stadelman dan Cotteril (1995) menyatakan bahwa

jumlah glukosa dalam albumen dapat berkurang dari 0,5% menjadi 0,05% setelah

inkubasi selama 3 jam pada suhu 37 oC. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
desugarisasi antara lain asam, alkohol, mikroba, suhu, oksigen, garam.
Desugarisasi dapat terjadi secara aerobik dan anaerobik. Proses pemecahan
glukosa secara aerobik dan anaerobik dapat dilihat pada Gambar 2.
Glukosa

Glikolisis (Embden Meyerhof)

2 Piruvat
Kondisi anaerobik

O2

Kondisi aerobik
2 CO2

2 Etanol + 2CO2

2 asetil- KoA
O2
4 CO2 + 4H2O

Gambar 2. Perubahan Glukosa Secara Aerobik dan Anaerobik
Sumber: Lehningher, 1994

Proses desugarisasi secara anaerobik akan menghasilkan beberapa komponen
terutama CO2 dan alkohol (C2H5OH). Desugarisasi secara aerobik akan
menghasilkan senyawa berupa CO2 dan H2O (Lehningher, 1994).
Puspitasari (2006) menyebutkan bahwa lama desugarisasi berpengaruh
terhadap kecerahan, kadar air, serta daya dan kestabilan buih tepung putih telur.
Selanjutnya disebutkan bahwa lama desugarisasi 1, 2,5 dan 4 jam masing-masing
menghasilkan tepung putih telur dengan kecerahan 65,1, 65,5 dan 65,5, kadar air
6,25%, 6,66% dan 7,58%, daya membuih sebesar 511,10%, 433,33% dan 349,99%
serta tirisan buih sebanyak 3,23, 3,77 dan 4,45. Kecerahan meningkat secara nyata.
Kadar air dan tirisan buih meningkat secara sangat nyata, sedangkan daya buih
menurun secara sangat nyata.
Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces

cerevisiae

umumnya

dikenal

sebagai

“ragi

roti”.

Saccharomyces cerevisiae dapat tumbuh optimal pada suhu 25-30 oC dengan kisaran
pH 4-4,5 (Fardiaz, 1992).

Pertumbuhan Sacharomyces cereviceae memerlukan beberapa nutrisi
diantaranya karbon yang dapat diperoleh dari karbohidrat seperti glukosa, fruktosa
dan manosa serta nitrogen yang diperoleh dari adanya perombakan beberapa asam
amino yang terkandung dalam putih telur (Peppler, 1979). Menurut Franklin (2002),
Sacharomyces

cereviceae

memperoleh energi

dari

fermentasi

karbohidrat.

Selanjutnya disebutkan bahwa perombakan karbohidrat yang terjadi dalam putih
telur selama proses desugarisasi akan menghasilkan senyawa berupa etil alkohol dan
CO2. Pemecahan glukosa dalam putih telur akan menyebabkan pengurangan glukosa
pada bahan tersebut (Matz, 1992). Menurut Hill dan Sebring (1973) dalam
Stadelman dan Cotteril (1995), fermentasi telur dengan 0,2- 0,4% ragi pada suhu 2223oC mampu menghilangkan kandungan gula dalam waktu 2- 4 jam.

Pengeringan
Pengeringan telur dilakukan dengan menghilangkan kandungan air melalui
evaporasi hingga hanya tersisa padatan dan sejumlah kecil kandungan air (Bergquist,
1964 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995). Pengeringan telur pada prinsipnya adalah
mengurangi kandungan air dalam bahan sampai pada kadar air tertentu (Sirait,1986).
Pengurangan air dari bahan pangan hingga kadar minimum mampu menghentikan
pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat reaksi kimia yang terjadi di
dalamnya (Bergquist, 1964 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995).
Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), telur yang telah dikeringkan
memiliki beberapa kelebihan antara lain: (1) mempunyai kadar air yang sangat
rendah, tidak memungkinkan mikroorganisme tumbuh dan berkembang di dalamnya,
(2) memudahkan transportasi karena tidak membutuhkan suhu refrigerator atau suhu
rendah seperti pada telur segar, (3) menghemat ruang penyimpanan karena volume
dan berat yang jauh berkurang dari telur utuh sehingga memudahkan penyimpanan.
Pengeringan putih telur umumnya menggunakan metode pan drying. Metode
pan drying merupakan metode pengeringan yang mudah dilakukan dan
membutuhkan biaya yang lebih murah. Pengeringan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan oven (Bergquist, 1964 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995). Tebal
lapisan telur pada metode pan drying adalah 6 mm (Sirait, 1986). Suhu yang
digunakan pada pengeringan ini berkisar antara 45-50 oC. Kandungan air yang
dihasilkan dalam pembuatan tepung putih telur dalam metode pan drying adalah 6-

14% dari berat tepung putih telur. Produk yang dihasilkan dari metode pan drying
berupa flake atau granula yang kemudian dapat dihaluskan menjadi bentuk tepung
(Bergquist, 1964 dalam Stadelman dan Cotteril, 1995).
Cake
Cake merupakan salah satu jenis penganan yang dibuat dari pencampuran
terigu (Vail et al., 1978). Hingga saat ini terdapat berbagai macam variasi cake,
namun terdapat beberapa jenis cake yang paling umum digunakan, yaitu:
1. Angel food cake, merupakan cake yang dibuat tanpa menggunakan lemak dan
hanya menggunakan putih telur (Vail et al., 1978)
2. Sponge cake, merupakan cake yang dibuat menggunakan telur utuh (Matz,
1992). Namun terkadang penggunaan putih telur lebih banyak dari kuning
telur atau beberapa sponge cake dibuat hanya dengan menggunakan kuning
telur (Vail et al., 1978)
3. Chiffon cake, merupakan cake yang dibuat menggunakan putih telur dan
kuning telur yang dikocok secara terpisah. Chiffon cake memiliki
karakteristik antara kue berlemak dan kue berkarakteristik buih (Vail et al.,
1978)
4. Pound cake, merupakan cake yang jumlah telur dan terigunya sama yaitu
masing-masing 1 pound (250 gram) (Bogasari, 2005).
Angel food Cake
Angel food cake adalah cake yang didasarkan pada buih putih telur dan tidak
mengandung lemak serta terdiri dari 43,67% putih telur (Matz, 1992). Menurut cara
sederhana, angel food cake dibuat dalam dua tahapan proses: (1) Putih telur dikocok,
dapat dilakukan dengan atau tanpa gula. Sisa gula kemudian dikocok berikutnya; (2)
pengocokan adonan setelah ditambahkan tepung menggunakan pengocokan
minimum yang diperlukan untuk mendistribusikan bahan-bahan yang digunakan agar
merata. Alasan urutan tahap penambahan tersebut adalah untuk meminimalkan
pengaruh kolapsnya buih akibat kontak antara lemak tepung dengan larutan protein
(Matz, 1992).
Angel food cake sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu uji yang paling
tepat dalam menguji sifat daya membuih putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1977).
Kualitas angel food cake dapat diamati secara fisik dan organoleptik. Kualitas angel

food cake secara fisik dapat diketahui dengan cara mengukur porositas, nisbah
pengembangan, volume spesifik serta keempukannya. Secara organoleptik dapat
dilakukan penilaian terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food
cake.
Penilaian porositas angel food cake dilakukan dengan uji skoring
menggunakan panelis agak terlatih (Rahayu, 2001). Panel agak terlatih terdiri dari
15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk mengetahui sifat sensorik tertentu. Panel
agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji kepekaannya
terlebih dahulu.
Nisbah pengembangan cake diukur dengan membandingkan volume adonan
dengan volume angel food cake yang telah matang (Sulistianing, 1995). Menurut
Stadelman dan Cotterill (1977), pengukuran volume spesifik menggambarkan
banyaknya milimeter buih dalam berat per satuan gram, sehingga dapat diukur
dengan membandingkan volume dengan berat cake matang. Cake dengan volume
yang tinggi akibat pemuaian yang baik akan memberikan hasil cake yang empuk
(Matz, 1992).
Penilaian angel food cake secara organoleptik dapat dilakukan dengan uji
hedonik atau kesukaan. Uji hedonik merupakan uji penerimaan. Panelis akan diminta
mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap
suatu produk menggunakan skala tingkat kesukaan atau disebut skala hedonik
(Rahayu, 2001). Hal-hal yang mempengaruhi kualitas fisik dan organoleptik angel
food cake antara lain resep, bahan-bahan yang digunakan, proses pencampuran atau
pengocokan serta proses pemanggangan.
Bahan Baku Angel food Cake
Tiga bahan utama dalam pembuatan angel food cake adalah putih telur, gula
dan tepung terigu. Selanjutnya ditambahkan juga sejumlah kecil cream of tartar,
garam dan penambah cita rasa (Brown, 2000).
Tepung Terigu. Karakteristik tepung memiliki peranan penting dalam kualitas akhir
angel food cake. Tepung terigu yang digunakan memiliki kontribusi terhadap
kekuatan dan daya kenyal cake (Matz, 1992).
Menurut Winarno (1992), terigu mengandung protein 7 sampai 22%. Protein
glutenin dan gliadin bila dicampur dengan air akan membentuk matriks gluten.

Gluten berfungsi sebagai pembentuk struktur adonan (Vail et al., 1978) dan penahan
gas pengembang (Pomeranz dan Shellenberger, 1971). Gluten adalah suatu senyawa
pada tepung terigu yang bersifat kenyal dan elastis, yang diperlukan dalam
pembuatan roti (Bogasari, 2005). Selain glutenin dan gliadin, komponen utama terigu
adalah pati. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula patinya akan
menyerap air dan membengkak. Namun jumlah air yang terserap hanya mencapai
30%. Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air akibat pemanasan
merupakan pembengkakkan yang sesungguhnya dan bersifat tidak dapat kembali
pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi (Winarno, 1992).
Telur. Salah satu bahan utama dalam pembuatan angel food cake adalah putih telur.
Putih telur mengandung protein tinggi (sekitar 9,7-10,6%), sedikit sekali lemak
(sekitar 0,3%) dan mempunyai sifat fisikokimia berupa daya buih dan daya koagulasi
yang penting dalam pembuatan produk cake (Stadelman dan Cotterill, 1995 dan
Matz, 1992). Menurut Matz (1992), putih telur encer mampu membuih lebih cepat
dari putih telur kental, namun putih telur kental dapat menghasilkan kestabilan buih
yang lebih baik. Koagulasi protein putih telur berperan penting dalam pembentukan
struktur cake saat pemanggangan. Koagulasi protein akibat pemanasan menyebabkan
terjadinya reaksi antara protein dengan air yang diikuti dengan terjadinya
penggumpalan protein (Sirait, 1986). Koagulasi putih telur oleh panas dapat terjadi
pada suhu 57 oC dalam periode waktu yang lama, namun umumnya terjadi pada suhu
62 oC (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Tepung telur dan telur beku dapat digunakan sebagai bahan utama dalam
pembuatan produk cake karena telah melalui berbagai proses dan penambahan bahan
untuk menjaga kualitasnya sehingga memiliki kualitas yang sama baiknya dengan
telur segar. Penggunaan tepung telur harus diperhatikan karena penambahan air yang
berlebih pada proses rehidrasi akan menghasilkan cake yang mudah kolaps.
Kuantitas air yang digunakan pada proses rehidrasi sebaiknya disesuaikan dengan
kadar air yang terdapat pada telur segar (Matz, 1992).
Gula. Gula berperan dalam memberi cita rasa /flavor pada kue serta berfungsi
sebagai pelembut. Penambahan gula dalam jumlah banyak akan melembutkan gluten,
namun penambahan level gula melebihi batas tertentu dapat memperlambat
pengembangan. Hal ini disebabkan sejumlah besar gula akan bertindak sebagai

bahan pengawet (Vail et al., 1978). Wiranatakusumah et al. (1992) menyatakan
bahwa penambahan gula ke dalam adonan akan membuat adonan mengembang lebih
cepat, namun penggunaan jumlah gula yang lebih banyak dari tepungnya akan
membuat produk kue mudah kolaps (runtuh). Vail et al. (1978) selanjutnya
menambahkan bahwa selain sebagai pelembut, gula juga memiliki kontribusi dalam
memberikan warna coklat pada lapisan kulit cake selama pemanggangan.
Cream Of Tartar. Penambahan cream of tartar pada pembuatan angel food cake
adalah untuk membuat buih yang merupakan struktur pembentuk adonan menjadi
lebih stabil (Vail et al., 1978). Garam asam berfungsi mengatur pH putih telur ke
level yang kondusif untuk memaksimumkan kelarutan protein dan mengurangi
denaturasinya selama pengocokan. Tanpa penambahan garam asam, buih tidak akan
mencapai potensi spesifik volume yang maksimum dan menyebabkan tekstur cake
yang lebih kasar. Penambahan cream of tartar umumnya dengan kisaran 1-2% dari
putih telur (Matz, 1992).
Garam. Garam memiliki peran penting dalam memberikan flavor yang normal pada
produk cake (Vail et al., 1978).
Flavor. Flavor yang digunakan dalam pembuatan angel food cake sangat bervariasi.
Masyarakat tradisional biasanya menggunakan vanilla, ekstrak almond dan flavor
rum. Coklat juga dapat digunakan, namun akan menurunkan volume cake (Matz,
1992).
Pencampuran Bahan
Pencampuran bahan dalam pembuatan cake merupakan hal yang harus
diperhatikan karena sangat mempengaruhi hasil akhir produk. Bahan-bahan yang
digunakan harus dicampurkan dengan seksama untuk mencegah kesalahan yang
dapat mengurangi kelembutan serta volume cake (Brown, 2000).
Pembuatan angel food cake diawali dengan pengocokan putih telur bersama
garam dan cream of tartar hingga membentuk buih yang tinggi. Putih telur yang
dikocok dengan kecepatan tinggi akan menghasilkan angel food cake dengan volume
yang tinggi (Slosenberg et al., 1947). Sebagian gula ditambahkan setelah buih
terbentuk,

kemudian sebagian lainnya ditambahkan setelah penambahan gula

sebelumnya telah tercampur dalam adonan. Alasan pencampuran gula yang bertahap

karena gula dapat menyerap air dari putih telur dan bila ditambahkan sekaligus
dalam jumlah yang banyak pada buih dapat menyebabkan buih yang encer sehingga
volume cake rendah.

Setelah buih terbentuk serta gula ditambahkan, tepung

dimasukkan ke dalam adonan perlahan-lahan untuk mencegah buih kolaps oleh
beratnya (Brown, 2000 dan Matz, 1992).
Proses Pemanggangan
Sejumlah besar perubahan pada pembuatan cake terjadi saat proses
pemanggangan. Saat cake dipanggang, protein dan gluten terkoagulasi, gelembung
udara memuai, air menguap, pati tergelatinisasi membentuk struktur cake, dan terjadi
reaksi pencoklatan pada permukaan akibat reaksi Maillard (Brown, 2000 dan Vail et
al., 1978). Menurut Charley (1982), saat proses pemanggangan, gelembung udara
dalam adonan memuai sebelum akhirnya pecah. Hal tersebut terjadi karena tekanan
dalam gelembung udara. Ketahanan gelembung udara terhadap pemuaian tergantung
dari koagulasi protein dan gelatinisasi pati. Pemuaian terjadi hingga titik waktu
terjadinya koagulasi protein dan penyerapan air oleh gelatinisasi pati yang kemudian
membentuk struktur pori pada cake.
Gelatinisasi pati umumnya terjadi pada suhu antara 55-65

o

C dan

menyebabkan peningkatan volume granula pati (Winarno, 1992) sehingga cake dapat
mengembang. Koagulasi protein akibat pemanasan menyebabkan terjadinya reaksi
antara protein dengan air yang diikuti dengan terjadinya penggumpalan protein
(Sirait, 1986). Koagulasi putih telur oleh panas dapat terjadi pada suhu 57 oC dalam
periode waktu yang lama, namun umumnya terjadi pada suhu 62 oC (Romanoff dan
Romanoff, 1963).
Suhu pemanggangan angel food cake yang baik adalah 177 oC dengan lama
pemanggangan 45 menit. Suhu oven yang terlalu rendah saat pemanggangan dapat
menyebabkan volume yang rendah pada cake, sedangkan suhu oven yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan kematangan yang tidak merata. Cake akan lebih dulu
matang di bagian luar. Selain itu dapat menghasilkan cake dengan volume rendah
(Vail et al., 1978).

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
dan Pilot Plan, SEAFAST (South East Asia Food Agricultural Science and
Technology), Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni
hingga Juli 2006.
Materi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan untuk membuat
tepung putih telur serta bahan untuk membuat angel food cake. Pembuatan tepung
putih telur menggunakan bahan utama berupa putih telur ayam ras umur 1 hari yang
diperoleh dari peternakan ayam petelur di daerah Cibeureum, Bogor. Bahan lain
yang digunakan yaitu asam sitrat serta ragi (khamir Saccharomyces cereviseae).
Bahan yang digunakan pada pembuatan angel food cake antara lain tepung putih
telur ayam, cream of tartar, garam, gula, tepung terigu dan vanilli. Selain itu
digunakan pula bahan penunjang seperti air matang untuk rehidrasi tepung putih telur
serta wijen untuk mengukur volume angel food cake.
Peralatan untuk membuat tepung putih telur antara lain timbangan digital,
loyang, mangkuk stainless steel, sumpit kayu, panci, kompor, termometer dan oven.
Alat yang digunakan untuk pembuatan angel food cake adalah electric hand mixer,
loyang berukuran 22x7x8 cm, spatula, penggaris (30 cm), serta oven. Selain itu
digunakan penetrometer untuk uji keempukan angel food cake.
Rancangan
Perlakuan
Penelitian ini menggunakan telur ayam ras umur sehari yang kemudian dibuat
tepung putih telur dengan perlakuan lama desugarisasi yang berbeda. Tepung putih
telur tersebut digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan angel food cake.
Angel food cake yang dibuat kemudian diuji sifat fisik dan organoleptiknya.
Sifat fisik yang diujikan berupa porositas, nisbah pengembangan, volume spesifik
serta keempukan. Sifat organoleptik yang diujikan meliputi kesukaan terhadap
penampakan umum, warna, aroma dan rasa angel food cake.

Model
Model rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak
kelompok dengan tiga kali ulangan. Model matematisnya adalah sebagai berikut
(Matjik dan Sumertajaya, 2002):
Yij = µ + i + j + ij
Keterangan:
Yij

: nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ

: rataan umum

i

: pengaruh perlakuan lama desugarisasi yang berbeda (i=1,2,3)

j

: pengaruh kelompok tepung putih telur (i=1,2,3)

ij

: pengaruh acak pada perlakuan lama desugarisasi yang berbeda dan
kelompok tepung putih telur

Untuk mengetahui perbedaan rataan antar perlakuan, dilakukan uji Duncan (Steel
and Torrie, 1989)
Peubah
Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi sifat fisik dan organoleptik
angel food cake yang dibuat dari tepung putih telur ayam ras dengan lama
desugarisasi yang berbeda. Sifat fisik angel food cake yang diukur meliputi porositas
(besar-kecilnya rongga atau pori-pori cake), nisbah pengembangan, volume spesifik
dan keempukan. Sifat organoleptik yang diamati meliputi warna, penampakan
umum, aroma dan rasa angel food cake.
Porositas. Uji skoring terhadap porositas angel food cake menggunakan panelis agak
terlatih sebanyak 25 panelis. Panelis berasal dari kalangan terbatas mahasiswa
Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB yang sebelumnya
dilatih sebanyak dua kali untuk menguji kepekaannya dalam menilai porositas angel
food cake. Penilaian porositas angel food cake dengan uji skoring dilakukan dengan
6 tingkatan skala mutu, yaitu Sangat kecil (1), Kecil (2), Sedang (3), Agak besar (4),
Besar (5), Sangat besar (6). Penentuan besar-kecilnya porositas menggunakan sampel
pembanding, yaitu kue lapis legit sebagai sampel dengan porositas sangat kecil dan
roti tawar sebagai sampel dengan porositas sangat besar.

Nisbah Pengembangan (Sulistianing, 1995). Nisbah pengembangan angel food cake
diperoleh dengan mengukur volume angel food cake setelah pemanggangan dibagi
dengan volume adonan angel food cake.
Volume angel food cake setelah matang
NP = —————————————————
Volume adonan angel food cake
Volume adonan diperoleh dengan mengukur tinggi, lebar dan panjang loyang yang
terisi adonan, sehingga volume adonan dapat dicari dengan rumus: P x T x L adonan.
Volume angel food cake yang telah matang diukur dengan metode seed displacement
(Slosberg et al., 1947) menggunakan wijen. Sebelum diisi adonan, volume loyang
diukur dengan cara menuangkan wijen ke dalam loyang, kemudian banyaknya wijen
dituangkan ke dalam gelas ukur dan diukur volumenya (a). Loyang yang berisi angel
food cake yang telah matang kembali diukur dengan cara menuangkan wijen
kedalam loyang yang berisi angel food cake matang, kemudian banyaknya wijen
yang memenuhi loyang tersebut diukur menggunakan gelas ukur (b).
Volume angel food cake setelah matang = a - b
Volume Spesifik (Herawati, 2001). Volume spesifik adonan didapat dengan cara
mengukur volume angel food cake yang diukur dengan metode seed displacement
dibagi dengan berat angel food cake. Berat angel food cake didapat dengan cara
mengukur berat loyang berisi angel food cake yang telah matang dikurangi berat
loyang sebelum diisi adonan.
Volume angel food cake
Volume spesifik adonan (cm3/g) = ———————————
Berat angel food cake
Keempukan Cake (Dean et al., 1980). Keempukan angel food cake diukur dengan
menggunakan penetrometer. Keempukan ditunjukkan dengan kedalaman jarum
penetrometer yang menusuk cake selama 5 detik dengan beban 148 g. Satuan nilai
keempukan adalah mm/detik/g yang menggambarkan banyaknya satuan mm cake
yang dapat ditembus jarum penetrometer per satuan gram dalam satu detik. Semakin
mudah jarum penetrometer menembus cake maka makin tinggi nilai keempukan
yang artinya cake semakin empuk.

Sifat Organoleptik. Penilaian sifat organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji
kesukaan (hedonik) terhadap warna, penampakan umum, aroma dan rasa angel food
cake. Warna cake yang dinilai adalah bagian tengah cake yang tidak menempel pada
loyang saat proses pemanggangan. Penampakan umum yang diamati berupa kesan
umum panelis terhadap keseluruhan penampakan cake. Aroma cake dinilai dengan
membaui sampel cake. Rasa cake dinilai panelis dengan mencicipi sampel cake.
Penilaian dilakukan dengan 5 tingkatan skala mutu, yaitu 1.) Sangat suka, 2.) Suka,
3.) Netral, 4.) Tidak suka, 5.) Sangat tidak suka.Uji ini menggunakan panelis tidak
terlatih sebanyak 80 orang dari kalangan mahasiswa Fakultas peternakan IPB. Untuk
mendapatkan panelis sebanyak 80 orang, penyaji membuat undangan lisan dan
pengumuman yang dipasang di depan ruang pengujian.
Analisa Data
Hasil uji fisik angel food cake yang didapat dianalisis dengan analisis sidik
ragam. Data hasil uji organoleptik angel food cake dianalisis menggunakan analisis
statistik non parametrik Kruskal-Wallis untuk mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap tingkat kesukaan panelis.

Prosedur
Penelitian ini terdiri da