Delegitimasi Perempuan Analisis Data

commit to user

b. Penyamaran Peran Aktor

Aspek Analisis : Penyamaran Peran Aktor Variasi : Delegitimasi Perempuan Jabatan Perempuan di Struktural Partai Sedikit berbeda dengan strategi penghilangan peran aktor dalam berita, strategi penyamaran peran aktor juga menimbulkan kesan yang tidak berpihak pada perempuan. Hal yang perlu digarisbawahi bahwa penyamaran aktor belum sampai pada tahap dimana perempuan dihilangkan perannya dalam berita. Poin pentingnya adalah bagaimana perempuan diarahkan melalui isu-isu tertentu sehingga menggoyahkan peran dan posisi mereka dalam berita. Beberapa indikator terjadinya penyamaran peran dan fungsi perempuan dapat dilihat dari beberapa aspek. Aspek pertama, penyamaran dilakukan melalui proses delegitimasi, dan yang kedua melalui jabatan atau posisi perempuan di struktural partai. Kedua isu tersebut menjadi tolok ukur bagaimana wacana pemarjinalan perempuan terjadi melalui penyamaran peran dan posisi aktor.

1. Delegitimasi Perempuan

Variasi : Delegitimasi terhadap perempuan Berita : “Prabowo Incar Yenny Wahid Jadi Cawapres” Senin, 16 Maret 2009 “Tifatul Syaratkan Capres Bukan Mega” Sabtu, 21 Maret 2009 Aktor : Yenny Wahid dan Megawati Soekarno Putri commit to user Delegitimasi berhubungan dengan bagaimana seorang aktor dalam berita dianggap tidak absah. Legitimasi menggambarkan aktor dalam berita sebagai seseorang yang merasa benar, merasa eksis, merasa superior, dan mempunyai dasar pembenar dalam melakukan suatu tindakan Eriyanto, 2008: 127. Legitimasi sendiri menurut Aquarini P Prabasmoro 2006: 33 merupakan dari aturan-aturan yang dibuat untuk memastikan bahwa sistem yang berjalan di dalam suatu masyarakat adalah sesuai dengan keinginan penguasa masyarakat itu sendiri. Artinya, ketika perempuan adalah anggota masyarakat yang sejajar dengan laki-laki, diciptakan aturan-aturan sehingga tatanan kekuasaan itu tetap sesuai dengan ideologi patriarki yang mendasari struktur masayarakat. Lebih lanjut, Eriyanto menjelaskan praktik delegitimasi menekankan bahwa hanya kelompok sendiri kami yang benar, sedangkan kelompok lain tidak benar, tidak layak, dan tidak absah. Cara terjadinya delegitimasi pun beragam, biasanya delegitimasi ditujukan bagi kaum atau golongan yang minoritas. Delegitimasi dapat dilakuan dengan otoritas dari seseorang, apakah itu intelektual, ahli tertentu atau pejabat yang mempunyai jabatan politik strategis. Otoritas tersebut menekankan bahwa hanya mereka yang layak berbicara, absah, dan punya otoritas intelektual. Berikut berita yang menggambarkan bagaimana perempuan menjadi korban atas legitimasi laki-laki yang pada akhirnya menyamarkan peran mereka dalam berita. o “Prabowo Incar Yenny Wahid Jadi Cawapres” Senin, 16 Maret 2009 commit to user Berita ini menyiratkan delegitimasi terhadap perempuan melalui keotoritasan laki-laki. Pihak yang dianggap mempunyai legitimasi adalah Prabowo dan yang dideligitimasi adalah Yenny Wahid. Pasalnya, otoritas berupa jabatan politik yang strategis dari Prawobo membentuk asumsi jika ia bebas menentukan siapa yang mendampingi sebagai Cawapres. Dalam kasus ini Yenny sebagai pihak yang inferior dan kurang absah sehingga menjadi opsi Cawapres. Selain itu penggunaan kata “incar” dalam judul juga memberi indikasi jika Yenny menjadi pihak yang dilemahkan posisinya dalam berita. Sedangkan Prabowo menjadi penentu dan punya kewenangan dalam menentukan alur pemberitaan. Tidak dipungkiri juga jika opini tentang siapa yang didelegitimasi sifatnya sangat subjektif. Namun, teori tentang penyamaran peran aktor melalui wacana delegitimasi mengarahkan kepada kesimpulan jika Yenny dalam posisi tersebut berada dalam praktek marjinalisasi. o “Tifatul Syaratkan Capres Bukan Mega” Sabtu, 21 Maret 2009 Berita selanjutnya juga mengisyaratkan terjadi delegitimasi terhadap perempuan. Dalam kasus ini delegitimasi tidak terjadi karena otoritas jabatan politik, namun atas dasar ketidaklayakan Megawati yang diungkapkan oleh Tifatul. Diluar apapun alasan ketidaklayakan tersebut, namun perempuan Megawati telah menjadi korban dari strategi penyamaran aktor melalui strategi delegitimasi. Setelah dianalisis, proses penyamaran aktor dengan strategi delegitimasi menghasilkan kata kunci berupa otoritas, kelayakan, dan commit to user keabsahan. Kata kunci tersebut menjadi senjata bagi laki-laki untuk melegitimasi perempuan dalam sektor politik. Kedua berita tersebut secara tersirat menggambarkan bagaimana perempuan dideligitimasi oleh pihak lain yang mempunyai otoritas yang tinggi. Yenny Wahid dan Megawati dalam hal ini menjadi pihak yang di- delegitimasi sedangkan Prabowo dan Tifatul adalah pihak yang punya kuasa untuk melegitimasi. Dalam berita ini dideskripskan bahwa laki-laki mempunyai otoritas baik dari segi intelektual maupun jabatan politik dibanding dengan perempuan. Namun, Megawati menjadi pengecualian dalam hal otoritas jabatan politik karena seperti diketahui ia merupakan Ketua Umum PDI-P.

2. Jabatan di Struktural Partai