BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang - Perempuan Dan Politik (Analisis Wacana Kekuatan Perempuan Dalam Politik Dalam Film The Iron Lady)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tidak lagi menjadi hal yang luar biasa apabila seorang laki-laki menjadi pemimpin. Laki-laki memang terbiasa menjadi pemimpin, entah itu pemimpin dalam satuan organisasi sosial terkecil yakni keluarga ataupun pemimpin suatu negara. Umumnya, dunia politik merupakan lapangan aktivitas laki-laki.
Secara tradisi yang merupakan hasil konstruksi sosial, ranah publik adalah dunianya laki-laki, sedangkan ranah privat (domestik) adalah dunianya perempuan. Nazehda Shevdova, seorang peneliti pada Institut of The USA and Canada Studies, meneliti bahwa ranah politik berlaku sebagai model politik maskulin. Menurutnya, laki-laki mendominasi secara luas dunia politik, sangat dominan dalam memformulasikan aturan-aturan permainan politik, dan mendefinisikan standar untuk politik. Selain itu, kehidupan politik sering diatur
sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai laki-laki. 1
Struktur politik yang didominasi oleh laki-laki pada dasarnya telah menciptakan sebuah budaya yang “mengeluarkan” perempuan. Senioritas dan machoisme telah menjadi klik informal laki-laki dalam dunia politik dan hal ini
menjadi penghambat karir politik perempuan. 2
Nur Iman Subono, Partisipasi Perempuan, Hambatan, dan Pembuat Kebijakan, Jurnal Perempuan: Perempuan dan Partisipasi Politik, Edisi 34, hal. 23, Juli 2003
2 Ibid, hal: 27
commit to user
berkisar antara suami, anak, dan rumah. Akibatnya, sulit bagi perempuan untuk
masuk dan berhasil dalam dunia politik dibandingkan dengan laki-laki. 3
Perempuan seakan- akan memiliki dilema antara dua “dunia”. Hal ini yang seringkali menjadi batu sandungan bagi perempuan untuk dapat berhasil dalam karir politik yang menyita perhatian dan waktunya.
Peran perempuan dalam pembangunan yang tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) juga menyiratkan perempuan memiliki kesempatan lebih luas untuk bergerak di luar keluarga, namun keluarga tetap menjadi yang utama bagi perempuan.
Pada situs resmi Inter-Parliamentary Union (IPU), menurut data Juli 2013, diketahui Rwanda memiliki jumlah perempuan terbanyak dalam parlemen yakni 56,3% dan diikuti oleh Andorra sebanyak 50%, Cuba sebanyak 48,9% dan Sweden sebanyak 44,7% . Inggris Raya menempati rangking ke-56 dengan jumlah 22,5%. Amerika Serikat berada pada urutan ke-77 dengan jumlah 17,7%. Negara kita, Indonesia menempati rangking ke-74 dengan jumlah perempuan di parlemen
sebanyak 18,6 %. 4
Billy Sarwono Atmonobudi, Pemaknaan Karir Politik Presiden Perempuan dalam Masyarakat Patriaki, Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, Vol. 3 No. 2, hal 1-2, Mei-Agustus 2004
4 Admin, Women in Parliaments: World Classification, http://www.ipu.org/wmn-e/classif.htm, diakses pada tanggal 28 Juli 2013
commit to user
yang data bersumber dari situs resmi IPU untuk situasi 1 Juli 2013: 5
Tabel 1.1 Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen Dunia tertanggal
1 Juli 2013
Jenis Kelamin
Jumlah Presentase
Sumber: www.ipu.org
Data di atas dapat disimpulkan bahwa laki-laki masih mendominasi kancah politik. Perempuan hanya menempati tempat sekitar 20,9% menurut perhitungan rata-rata di dunia. Masih sangat sedikit perempuan yang terjun langsung pada karir politik. Kemudian masih dari data dari IPU yang menunjukkan presentase keterwakilan pada tahun 1995, 1997, 2002, dan 2013 dalam parlemen di 7 wilayah regional di dunia mengalami peningkatan. Berikut
tabelnya, 6 Tabel 1.2 Perempuan di Parlemen Nasional di Dunia (%)
(1995, 1997, 2002, 2013)
Wilayah Regional
Sub-Sahara Afrika
Negara-negara Arab
Admin, Women in National Parliaments, http://www.ipu.org/wmn-e/arc/world010713.htm, diakses pada tanggal 28 Juli 2013
6 Admin, Women in National Parliaments, http://www.ipu.org/wmn-e/arc/world010713.htm, diakses pada tanggal 28 Juli 2013
commit to user
Sumber: www.ipu.org
Dari data di atas dapat disimpulkan terjadi peningkatan partisipasi perempuan untuk ikut aktif dalam politik. Data di atas juga menunjukkan setiap tahunnya makin banyak perempuan yang berani masuk untuk berkarir dalam kancah politik.
Berikut data dari IPU untuk Juli 2013 mengenai presentase banyaknya yang menjadi President of Parliament (Ketua DPR) menurut jenis kelamin yang ada di Eropa, yakni: 7
Bagan 1.1 Jumlah President of Parliaments (Ketua DPR) di Eropa
(%)
Sumber: www.ipu.org
Admin, Parliaments at a glance: Presidents, http://www.ipu.org/parline- e/LeadershipPositions.asp?LANG=ENG®ION_SUB_REGION=R7&typesearch=1&Submit1 =Launch+query, diakses pada tanggal 28 Juli 2013
Laki-laki 79%
Perempuan 21%
Jumlah President of Parliaments di Eropa
commit to user
2013 masih didominasi oleh laki-laki. Sedangkan, perempuan masih manjadi minoritas yakni sebanyak 21%. Kemudian, berikut juga data yang dirilis oleh IPU untuk Juli 2013 presentase Presidents of Parliaments (Ketua DPR) untuk semua wilayah, dan semua sistem parlemen, berikut data yang dibedakan menurut jenis
kelamin, yaitu: 8
Bagan 1.2 Jumlah President of Parliaments (Ketua DPR) di Seluruh
Dunia (%)
Sumber: www.ipu.org
Hasil survey yang dilaksanakan oleh IPU pada seluruh dunia juga tidak begitu jauh dari hasil survey di Eropa. Pada tingkat seluruh dunia, perempuan masih saja menjadi pihak minoritas. Masih sebanyak 9.615 perempuan yang mengambil karir di politik. Sementara, hingga saat ini laki-laki masih menjadi
dominasi sebanyak 79% atau sebanyak 35.782 orang. 9
Perempuan juga bisa menjadi pemimpin seperti halnya laki-laki. Perempuan juga memiliki kualitas dan hak yang sama dengan laki-laki untuk
Admin, Parliaments at a glance: Presidents, http://www.ipu.org/parline- e/WomenInParliament.asp?REGION=All&typesearch=1&LANG=ENG, diakses pada tanggal 28 Juli 2013
Presentase President of Parliaments di Seluruh
Dunia
Laki-laki: 35782
Perempuan: 9615
commit to user
menjabat sebagai seorang pemimpin. Pembedaan yang ada lebih mengarah kepada permasalahan gender. Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal dari
ciri-ciri fisik biologis. 10
Kemudian dalam Konvensi tentang Hak-hak Politik Perempuan (The Convention on Political Rights for Women) pada tanggal 12 Desember 1958, pasal
3 menjelaskan bahwa “perempuan juga menduduki posisi pemerintahan dan menerapkan semua fungsi-fungsi pemerintah yang ditetapkan oleh hukum
nasional, dengan kedudukan yang sama dengan laki- laki, tanpa ada diskriminasi.”
Dengan adanya kesadaran akan kesetaraan gender, perempuan juga bisa berkarier dalam dunia politik. Bukan hanya dalam jabatan rendah saja, namun juga bisa menjadi pemimpin suatu negara. Hingga saat ini masih sangat sedikit tokoh dunia perempuan yang memegang jabatan sebagai pemimpin negara. Pemimpin negara perempuan ada Margaret Thatcher dari Inggris, Benazir Bhutto dari Pakistan, Corazon Aquino dari Filipina, dan tentunya dari Indonesia ada Megawati Soekarnoputri.
Presiden-presiden perempuan ini tentunya memiliki segudang kisah perjuangan mereka. Mulai dari yang dielu-elukan oleh masyarakat hingga kontroversional. Norris menunjukkan bahwa dibandingkan dengan rata-rata
10
Riant Nugroho, Gender dan Strategi: Pengarus-utamaannya di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, hal: 2
commit to user
ambisius, dan konfrontatif. 11 Hal ini sepertinya senada dengan Margaret Thatcher.
Margaret Thatcher adalah Perdana Menteri Inggris wanita pertama dan sejauh ini merupakan satu-satunya.
Berikut adalah tanggapan dari Jenny Anderson dari Huffington Post
mengenai Margaret Thatcher, 12
“Margaret Thatcher was a firm believer in the individual; success comes from hard work and naked grit and determination. She never took into
account circumstances that are beyond a person's control, which some people are bound by. She was a champion of serious competition; take no prisoners”.
Dari pernyataannya, dapat disimpulkan bahwa Thatcher merupakan sosok yang ambisius dan keras, hingga dijuluki Iron Lady oleh pers Uni Soviet.
Margaret Thatcer membuktikan bahwa kaum perempuan menduduki posisi puncak dalam sistem politik Inggris dan bertahan, adalah sebuah pencapaian yang bahkan jarang bisa disamai oleh para penerusnya yang semuanya
laki-laki. 13 Ia pernah berkata dalam pidatonya suatu waktu pada 1982, yang
membuat merah telinga para politisi Inggris, yang kebanyakan adalah laki-laki, "dalam politik, bila ingin segalanya cuma diomongkan belaka, mintalah ke laki-
laki... tapi, bila ingin segalanya jadi beres, mintalah ke perempuan." 14
11
Billy Sarwono Atmonobudi, loc. cit. 12 Jenny Anderson, Why Margaret Thatcher Is No Feminist Icon,
http://www.huffingtonpost.co.uk/jenny/margaret-thatcher-feminism_b_1196544.html, diakses pada tanggal 16 Januari 2013
13 Horton dan Sally Simmons, Wanita-wanita yang Mengubah Dunia, Erlangga, 2009, hal: 161 14 Renne R. A, dkk, Jasa Sang Perempuan Besi Untuk Dunia,
http://m.news.viva.co.id/news/read/403859-jasa-sang--perempuan-besi--untuk-dunia, diakses tanggal 11 April 2013
commit to user
pendukung kebijakannya dan peraturan yang dibuatnya. Namun juga tidak sedikit pihak yang membenci masa kepemimpinannya. Masa pemerintahannya tergolong banyak menuai kontroversi karena kebijakan-kebijakannya yakni pengusung ideologi pasar bebas, privatisasi industri, dan pembatasan peran serta negara, mencekal buruh yang mengakibatkan suasana politik Inggris menjadi panas dan menghancurkan ekonomi keluarga-keluarga yang mata pencahariannya dari tambang, perang Falkland antara Inggris dan Argentina yang memperebutkan kepulauan di Laut Atlantik Selatan pada tahun 1982 dan menimbulkan kebencian pada masyarakat Argentina. Thatcher juga berperan dalam keruntuhan Uni Soviet. Ia dan Ronald Reagan memusuhi komunisme dan kemudian Margaret Thatcher berusaha mengakhiri perang dingin. Selanjutnya, Margaret Thatcher bekerjasama dengan Mikhail Gorbachev meruntuhkan Uni Soviet. Margaret Thatcher mendapatkan julukan „Iron Lady‟ dari pers Uni Soviet saat itu karena sikapnya yang ambisius dan kuat seperti besi. Thatcher juga menolak Inggris disatukan
dengan Eropa. 15
Namun langkah-langkah kebijakannya yang kontroversional itu mampu membawa Inggris dari keterpurukan dan inflasi yang tinggi yakni 25% hingga
dapat menurun drastis menuju di bawah 4%. 16 Begitu banyak pihak yang pro dan
kontra dengannya. Namun, Margaret Thatcher tidak merasa „jatuh‟ atas semua celaan dan kebencian terhadap dirinya. Pada tanggal 3 Mei 1989 pada saat
15
Rika Theo, Lima Kebijakan Kontroversional Margaret Thatcher, http://internasional.kontan.co.id/news/lima-kebijakan-kontroversial-margaret-thatcher, diakses pada tanggal 11 April 2013
16 Ibid
commit to user
Anda bertujuan untuk disukai, Anda akan siap berkompromi untuk apapun dan kapanpun, dan Anda takkan mencapai apa-apa." 17
Di samping semua pernyataan negatif maupun positif mengenai dirinya, Margaret Thatcher telah membuktikan kepada dunia bahwa ia merupakan perempuan yang mampu memimpin suatu negara, bahkan menjadi satu-satunya tokoh dunia yang mampu menjadi Perdana Menteri Inggris tiga masa periode pemerintahan. Bahkan setelah Margaret Thatcher berkuasa, belum ada tokoh dunia perempuan lainnya yang menjadi pemimpin negara yang dapat melampaui lamanya Margaret Thatcher menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris.
Tokoh-tokoh sejarah dunia merupakan sumber kisah yang sering diadaptasi menjadi film. Meski akhir film tersebut sudah diketahui, tapi tetap saja menarik untuk disimak. Seringnya, jabatan presiden, perdana menteri, atau raja dikemas dalam bentuk film agar lebih menarik dalam penyampaian pesan dan informasi kepada khalayak. Berhubung perjalanan hidup seseorang cukup panjang dan tidak mungkin dimasukkan semua ke dalam film berdurasi 2 jam, biasanya pula sebuah film mengambil pilihan di tiga bagian kehidupan. Pertama, perjalanan untuk mencapai posisi puncak. Kedua, periode masa genting negara membutuhkan keputusan yang tepat dan cepat. Ketiga, di masa- masa terakhir
tokoh sejarah tersebut. 18
17
Renne R. A, dkk, loc. cit. 18 Ajiedd, The Iron Lady (2011), http://cinereview-ajiedd.blogspot.com/2012/01/iron-lady-
2011.html, diakses pada tanggal 15 Januari 2013
commit to user
kepala negara antara lain, W. (2008) yang mengkisahkan George Walker Bush, film televisi The Special Relationship (2010) mengenai hubungan Tony Blair dan Bill Clinton, atau film Jerman Downfall (2004) tentang kejatuhan Hitler. Kemudian ada The Iron Lady (2011) yang mengkisahkan pemerintahan Margaret Thatcher yang konstroversional. Dari kesemua film-film mengenai kepala negara tersebut, hampir semuanya mengangkat cerita dari tokoh pemimpin negara laki- laki kecuali film The Iron Lady.
Banyak film merupakan refleksi dari kenyataan atau kisah nyata kehidupan. Sebagai dokumen sosial dan budaya yang mencerminkan masyarakatnya, dan sebagai corak narasi yang multitafsir, film bisa berucap
banyak tentang budaya dan masyarakat yang menghasilkannya. 19
Sebagai salah satu produk kemajuan teknologi, film merupakan medium penyebaran pesan secara efektif kepada komunikan. Film merupakan salah satu sarana media massa yang digunakan untuk pendidikan, hiburan, penyampaian ideologi sutradara film, serta representasi suatu budaya masyarakat.
Molly Haskel berpendapat film perempuan adalah film yang member banyak aspirasi untuk perempuan. Kemudian Aquarini menandaskan film yang menampilkan citra perempuan yang berangkat sebagai korban dari struktur
19
Ibrahim dan Idi Subandy, Budaya Populer sebagai Komunikasi, Jakarta:Jalasutra. 2007, hal: 173
commit to user
artian memperoleh kekuasaan dan kendali tertentu atas hidupnya. 20
Film The Iron Lady disutradarai oleh seorang perempuan bernama Phyllida Lloyd ini dapat dikategorikan sebagai film perempuan. Film perempuan merupakan film yang dibuat oleh perempuan, tentang perempuan dan untuk perempuan. Film dalam kategori ini mendefinisikan sifat perempuan. Film The Iron Lady merupakan film biopic Margaret Thatcher yang diperankan oleh Meryl Streep. Margaret Thatcher menjadi perdana menteri pertama di Inggris pada abad
20. Film yang disutradarai oleh Phyllida Lloyd ini dirilis pada tahun 2011 dan telah memenangi Academy Award ke 84 dengan nominasi Meryl Streep sebagai Aktris Terbaik dan Make-up terbaik. Bahkan Rotten Tomatoes dalam websitenya memberikan predikat Meryl Streep berakting dengan sempurna dalam film ini.
Tak hanya pujian, film yang memakan budget $ 30 juta untuk pembuatannya 21 ini juga menuai protes yang menjadikan film ini begitu
kontroversional, khususnya dari seluruh Inggris. Dilansir dari Daily Mail, bioskop-bioskop Inggris, terlebih di Inggris Selatan, dibanjiri oleh penonton yang sangat ingin melihat film biopic dari mantan pemimpin negara mereka, Margaret Thatcher. Bahkan pecinta sinema London banyak yang tidak dapat menonton karena tiket telah habis terjual sehingga pengelola bioskop membuat peringatan untuk membeli tiket beberapa hari sebelum menonton untuk menghindari
20
Sri Samiati dkk, Pengarustamaan Paradigma Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Menuju Pengarustamaan Gender , Solo: CakraBooks, 2011, hal: 21
21 Admin, The Iron Lady, http://www.boxoffice.com/statistics/movies/the-iron-lady-2011, diakses pada tanggal 25 Maret 2013
commit to user
satu anggota parlemen Inggris dari Partai Konservatif, Louise Mensch ikut mengantri di bioskop untuk menonton film The Iron Lady dan berkicau di jejaring sosial Twitter miliknya, “I‟m in a packed cinema in Kettering watching the Iron
Lady!! Proves she is loved!!”. 22
Namun, protes mengalir deras dari sekelompok mantan pekerja tambang
batu bara dari Derbyshire yang menamai kelompoknya dengan sebutan „The Real Iron Ladies‟ seperti yang dikutip dari BBC. Mereka menganggap film The Iron
Lady merupakan “Hollywood rewriting of history‟. 23 Dalam BBC juga tertulis
bahwa Women's Action Group turut melakukan aksi protes terhadap film The Iron Lady.
Tak hanya itu, politikus-politikus Inggris juga berpendapat kurang baik mengenai film biopic tersebut. Dalam wawancara kepada BBC Radio 4, Perdana Menteri Inggris David Cameron mengatakan bahwa, “My sense was a great piece of acting, a staggering piece of acting, but a film I wish they could have made
another day.” 24 Hal ini dikarenakan Margaret Thatcher masih hidup sewaktu
masa pembuatan dan peluncuran film The Iron Lady. Douglas Hurd, yang melayani di Kabinet Thatcher sebagai foreign secretary, mendesripsikan film ini „menjijikan‟. Kemudian Norman Tebbit, employment secretary dalam Kabinet
22
Sara Nathan, Maggie splits the nation again: Divide on new film as cinemas are packed in the South, but picketed in the North , http://www.dailymail.co.uk/news/article-2084429/The-Iron- Lady-Divide-film-cinemas-packed-South-North.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2013
23 Admin, 'Real Iron Ladies' stage protest against Thatcher film, http://www.bbc.co.uk/news/uk- england-derbyshire-16438897, diakses pada tanggal 17 Maret 2013
24 Daniel Martin, 'Why did they have to make it now?': David Cameron blasts insensitive timing of Thatcher film The Iron Lady, http://www.dailymail.co.uk/news/article-2083022/David-Cameron-
blasts-Margaret-Thatcher-fil-The-Iron-Lady.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2013
commit to user
overemotional, overacting woman portrayed by Meryl Streep.” 25 Masih dilansir
dari Daily Mail, Michael Portillo, junior local government minister Kabinet Thatcher, mengatakan dirinya merasa tidak nyaman (akan film tersebut).
Sutradara film The Iron Lady, Phyllida Lloyd membela diri dan
mengatakan, “We all felt that a portrait of somebody who is experiencing a failure of strength and health and forgetfulness is not a shameful thing to put on
the screen.” 26 Lloyd juga mengatakan ia berusaha membuat film ini dari sisi
perempuan. Ia menyebut film ini merupakan film „political in a feminist way‟.
Walaupun film The Iron Lady banyak diprotes dari berbagai pihak, film tersebut sangat menarik untuk ditonton hingga meraup keuntungan sebesar £2,15
juta pada pembukaan minggu pertama di Inggris. 27 Film ini tidak hanya melejit di
Inggris, namun negara lain seperti Amerika, Jepang, Australia, Spanyol, Brazil, Denmark, Belgia, Prancis, Mexico, Belanda, New Zealand, Norwegia, Polandia, Portugal, dan Serbia. Di negara-negara ini, film The Iron Lady meraup keuntungan di atas $ 1 juta. Bahkan, di Jepang dan Australia, film ini mampu meraih pendapatan di atas $ 10 juta. The Iron Lady meraup total keuntungan dari
pendapatan kotor dari seluruh dunia sebesar $ 114, 9 juta. 28
25
Ibid 26 Ibid
The Box Office, http://www.huffingtonpost.co.uk/2012/01/09/the-iron-lady-meryl-streep-box- office_n_1194201.html, diakses pada tanggal 25 Maret 2013
28 Admin, The Iron Lady, http://boxofficemojo.com/movies/?page=main&id=ironlady.htm, diakses pada tanggal 25 Maret 2013
commit to user
Margaret Thatcher, mantan pemimpin negara perempuan di Inggris, sebagai obyek dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan analisis wacana sebagai metode analisis data penelitian karena peneliti ingin melihat lebih jelas rekaman kebahasaan film ini dalam mengkomunikasikan ekspresi-ekspresi dan gagasan- gagasan semangat perjuangan dari Margaret Thatcher sebagai perempuan dalam politik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana wacana kekuatan perempuan dalam politik dalam film The Iron Lady ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui wacana kekuatan perempuan dalam politik dalam film The Iron Lady.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan seperti diatas maka penelitian dihararapkan dapat mengetahui bagaimana wacana kekuatan perempuan dalam politik dalam film The Iron Lady. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat penggambaran perjuangan seorang perempuan yang berjuang keras dalam dunia politik yang ditampilkan dalam adegan serta dialog-dialog yang muncul dalam film.
commit to user
1. Komunikasi Sebagai Pembentukan Makna
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yakni communicatio yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian, atau pertukaran di mana komunikator mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari komunikan. Komunikasi adalah salah satu hal yang paling persuasif, penting, dan rumit dalam hidup manusia. Komunikasi sebagai pengetahuan sosial melibatkan pengertian bagaimana manusia berlaku dalam membuat, menukar, dan
mengartikan pesan-pesan. 29
Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih. Hal ini juga senada dengan gagasan dari John R. Wenburg dan William W. Wilmot yakni komunikasi adalah usaha untuk memperoleh makna. Gerald I. Hovland juga berpendapat mengenai komunikasi yakni komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi
perilaku penerima. 30
Kemudian menurut John Fiske, salah satu mahzab komunikasi adalah produksi dan pertukaran makna. Menurutnya, bagaimana pesan
29
Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication, Albuquerque, Wadsworth Publishing Company, 1999, hal: 5
30 Ibid
commit to user
peran teks terhadap kebudayaan. Fiske memandang perbedaan budaya antara pengirim dan penerima merupakan alasan dari kesalahpahaman
dalam suatu komunikasi. 31
Pendapat-pendapat pakar komunikasi di atas dapat disimpulkan komunikasi memiliki peran penting dalam pembentukan makna antara komunikator terhadap komunikan. Kata-kata yang diucapkan komunikator mendorong komunikan untuk memberi makna terhadap kata-kata itu. Perbedaan budaya dapat memberikan keberagaman cara berkomunikasi sehingga memberikan makna yang berbeda-beda. Dalam komunikasi, bahasa sebagai lambang mampu mentransmisikan pikiran, ide, pendapat, dan sebagainya baik mengenai hal yang abstrak maupun yang kongkret; tidak saja tentang hal ataupun peristiwa yang terjadi saat sekarang tetapi juga pada waktu yang lalu atau masa mendatang.
Selain bahasa, menurut Littlejohn isyarat adalah basis dari seluruh komunikasi. Suatu isyarat menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna adalah hubungan suatu obyek atau ide dan suatu isyarat. Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang sungguh luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk- bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana isyarat
31
John Fiske, Cultural and Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif, Yogyakarta, Penerbit Jalasutra, 2004, hal: 10
commit to user
Pentingnya peranan media sekunder dalam penyampaian pesan adalah karena efisiensinya dalam mencapai komunikan. Pesan yang disampaikan melalui media massa bersifat umum karena ditujukan kepada umum mengenai kepentingan umum.
2. Film
Film pertama kali dibuat pada akhir abad 19. Dulu, film masih berbahan dasar seluloid yang amat mudah terbakar. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, para ahli berusaha menyempurnakan film agar lebih aman dan enak ditonton.
Menurut James Monaco, film adalah salah satu medium komunikasi massa, yaitu alat penyampai berbagai jenis pesan dalam peradaban modern ini. Dalam penggunaan lain, film menjadi alat bagi seniman-seniman film untuk mengutarakan gagasan, ide, lewat suatu
wawasan keindahan. 33
Definisi film menurut Undang-undang Perfilman tahun 1992, Bab 1 pasal 1, “Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat
berdasarkan asas sinematrogafi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya...”
32
Stephen W. Littlejohn, op. cit., hal: 64 33 Marselli Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi Film, Jakarta: Gramedia, 1996, hal: 27
commit to user
melalui bahasa dan gambar yang dipadukan. Film diharapkan mampu memberikan ilham kepada penontonnya sekaligus media penetrasi yang ampuh.
Denis McQuail membagi film menjadi tiga tema besar, tema pertama yakni pemanfaatan film sebagai alat propaganda dalam upaya pencapaian tujuan nasional masyarakat, kedua adalah munculnya beberapa aliran seni film. Ketiga merupakan lahirnya film dengan
bertema dokumentasi sosial. 34
Graeme Turner berpendapat bahwa film sangat membantu pembuat film dalam usahanya untuk berkomunikasi. 35 Karena film dapat menjangkau khalayak yang luas, mencakup seluruh dunia, maka sutradara mencoba menyampaikan pesan melalui gambar-gambar yang terangkai dalam scene demi scene yang terproyeksikan di atas layar. Tak hanya melihat gambarnya, penonton juga dapat membaca teks yang mendukung kuatnya penyampaian pesan sutradara.
Kemudian Turner juga menyebutkan bahwa film merupakan sebuah proses dalam pembuatan gambar, suara, tanda, yang merupakan representasi dari realitas yang ada pada masyarakat. Menurutnya lagi, masyarakat dapat dimengerti jalan kehidupannya dan sistem nilai-nilai yang berlaku melalui bentuk temporer dalam
34
Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta : Erlangga, 1996, hal: 14 35 Graeme Turner, Film as Social Practice, London: Routledge, 1993, hal: 80
commit to user
Selanjutnya Turner juga menyebutkan film dapat diteliti sebagai produk sosial dan sebagai sebuah praktik sosial yang dapat menujukan
sistem dan proses budaya. 37
Irawanto Budi mengatakan bahwa film dalam prespektif komunikasi massa dimaknai sebagai pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi filmis yang memahami hakikat, fungsi, dan efeknya. Perspektif ini lebih mendekatkan kepada fokus film sebagai proses komunikasi. Disamping itu, meletakkan film dalam konteks sosial, politik, dan budaya dimana proses komunikasi berlangsung, sama dengan memahami preferensi penonton yang pada gilirannya menciptakan citra penonton film. Pendeknya, akan lebih bisa ditangkap hakikat dari proses menonton dan bagaimana film berperan
sebagai sistem komunikasi simbolis. 38
3. Kekuatan Perempuan dalam Politik
1. Perempuan dalam Politik
Secara umum dalam karier politik di dunia, jumlah laki- laki lebih dominan dibandingkan dengan jumlah perempuan yang menjadi anggota parlemen. Di negeri kita sendiri, Indonesia, juga demikian. Indonesia yang menganut sistem
36
Ibid, hal: 40 37 Ibid, hal: 41
38 Irawanto Budi, Film, Ideologi, dan Hegemoni Militer dalam Sinem Indonesia, Jogjakarta: Media Persindo, 1999, hal: 1-6
commit to user
menjadikan perempuan Indonesia masih sangat terpengaruh dengan buah pemikiran dari sistem patrilineal tersebut. 39
Ada dua faktor utama yang menjelaskan apa saja hambatan utama perempuan dalam partisipasi politik yang diajukan oleh Center for Asia-Pasifics Women in Politics, yakni 1) pengaruh dari mengakarnya peran dan pembagian gender antara laki-laki dan perempuan yang tradisional yang membatasi atau menghambat partisipasi perempuan di bidang kepemimpinan dan pembuatan kebijakan atau keputusan dan 2) kendala-kendala kelembagaan (institusional) yang masih kuat atas akses perempuan terhadap kekuasaan yang tersebar di
berbagai kelembagaan sosial-politik. 40
Tidak hanya laki-laki, perempuan juga dibutuhkan dalam dunia politik, ada 3 alasan mengapa perempuan penting untuk terlibat dalam politik, yakni:1) Sebuah pemerintahan oleh laki-laki untuk laki-laki tidak dapat mengklaim menjadi sebuah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Pernyataan ini dikelurkan oleh Inter-Parliamentary Union Council pada April 1992. 2) Perempuan pada dasarnya adalah pelaku politik yang lebih bisa memahami kepentingan dan kebutuhan mereka
39
Razya Hanim, Perempuan dan Politik: Studi Kepolitikan Perempuan di DKI Jakarta, Jakarta: Madani Institute, 2010, hal: 23
40 Nur Iman Subono, op. cit., hal: 21
commit to user
keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan isu-isu dan persoalan-persoalan perempuan selalu menjadi agenda politik laki-laki. Florence Butegwa mengatakan bahwa “partisipasi perempuan dalam politik bukanlah sebuah kemewahan, tapi sebuah kebutuhan.” 3) Perempuan membawa gaya dan nilai
politik yang berbeda. Salah satu aktivis perempuan terkenal, Viginia Wills, menyebutnya dengan ist ilah “nilai-nilai perempuan yang istimewa” (distinctively female values) yang
merupakan hasil sosialisasi keluarga dan masyarakat secara umum terhadap perempuan sejak mereka kecil hingga
dewasa. 41
Untuk lebih mempopulerkan karier dalam bidang politik, perempuan secara khusus dapat memberdayakan dan memberikan dorongan kepada kalangan perempuan, baik individu maupun kelompok, untuk memberanikan diri mengisi jabatan-jabatan strategis dunia politik.
Berbagai penelelitian tentang perempuan dan politik menunjukkan dua hal yang menjadi budaya politik perempuan yang merupakan hasil sosialisasi itu sebagai berikut, 1) Pengalaman perempuan sebagai ibu dan peranan tradisional dalam rumah dan keluarga mejadikan perempuan lebih peduli
41
Ibid, hal: 30-33
commit to user
Perempuan yang duduk dalam parlemen umumnya lebih mengutamakan masalah kesehatan dan reproduksi, pendidikan, pengasuhan anak, kesejahteraan dan lingkungan. 2) Perempuan di parlemen umumnya lebih bersifat realistis dan praktis dalam pekerjaan mereka. Mereka lebih berinisiatif dan menerima perubahan dalam metode dan sasaran, dan juga mampu bekerja bersama-sama. Umumnya, mereka hati-hati memperimbangkan
akibat-akibat yang timbul dari keputusan yang dibuat. 42
Akses perempuan dan partisipasi politik perempuan dalam parlemen merupakan hak asasi perempuan yang paling mendasar. Dalam Beijing Platform for Action menyatakan “Tanpa partisipasi aktif perempuan dan memasukan perspektif
perempuan dalam semua tingkat pengambilan keputusan, maka tujuan dan kesetaraan, pembangunan dan perdamaian tidak akan dapat dicapai.”
2. Kekuatan Perempuan
Perempuan berasal dari kata empu. Kata empu ini sendiri memiliki makna yang memiliki, yang mempunyai. Dengan kata itulah sebenarnya perempuan adalah sosok yang memiliki, yang mempunyai, atau yang berkuasa. Mulia dan Farida menjelaskan ada tiga unsur kepemimpinan dalam diri
42
Ibid, hal: 33-34
commit to user
43 Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kekuatan yang berasal dari kata „kuat‟ yang artinya banyak tenaganya, tahan,
tidak mudah goyah, ketat, tahan. Kekuatan sendiri memiliki arti
keteguhan dan kekuhan. 44
Di Indonesia sendiri ada Raden Ajeng Kartini sebagai tokoh pejuang persamaan hak laki-laki dengan perempuan. Kartini, seorang perempuan Indonesia yang berasal dari tanah Jawa, merupakan seorang perempuan dari kelas bangsawan Indonesia. Berawal dari kemampuannya berbahasa Belanda, Kartini senang membaca buku-buku, koran-koran, dan majalah Belanda dan Kartini tertarik dengan kemajuan pemikiran perempuan-perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah. Kartini tidak hanya semata-mata memperjuangkan emansipasi perempuan, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan perempuan agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Tak hanya itu, Kartini juga mendirikan sekolah untuk perempuan pertama yang diberi nama Sekolah Kartini di
43
Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, Perempuan dan Politik, Jakarta: Gramedia, 2005, hal: 1 44 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2013,
hal: 746-747
commit to user
Berkat kegigihannya, didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Kartini menunjukkan dia adalah seorang perempuan yang juga memiliki kekuatan untuk maju. Ia berusaha memajukan perempuan-perempuan Indonesia dengan tindakan-tindakannya yang berarti.
Arif Saifudin Yudhistira menuliskan bahwa, 45
“Kerajaan pada awalnya milik perempuan kemudian mereka sendiri menobatkan banyak raja di Timur,
Roma, Perancis, secara kurang lebih langsung, selama banyak periode dalam sejarah, perempuan pernah menjadi ratu, mereka juga pernah memegang keilahian.
Dengan membaca Eume‟nides karya Eschyle, tragedy yang menjadi bagian dari trilogy Drestie. Pembaca ingat
bagaimana perempuan pernah berkehendak membagi kesaktian kata-kata dewa dengan anaknya lelaki. Mengapa sebagai akibatnya mereka kehilangan segalanya: keilahian, kerajaan, dan identitas? ”
Kata-kata di atas mencerminkan perempuanlah yang berkuasa pada masa dahulu. Sejarah mencatat Plato pernah menuliskan mengenai kesetaraan laki-laki dan perempuan. Banyak yang berpendapat Plato melihat Dewi Athena sebagai
45
Ibid
commit to user
Athena berasal dari kata Atheonóa, dari kata theos yang artinya „dewa‟ dan nous yang artinya „pikiran‟. Etomologi tersebut
menyebutkan asal-usul Athena sebagai dewi kebijaksanaan. 46 Hal ini menunjukkan perempuan juga diperhitungkan sebagai simbol kekuatan. Perempuan tidak dipandang sebelah mata dan dapat menjadi contoh bagi Plato.
Namun yang terjadi sekarang, ada stereotip yang seakan-akan membatasi perempuan. Stereotip klasik seakan mengkotak-kotakkan perempuan dengan sifat feminim dan laki-laki dengan sifat maskulin. Kefeminiman tidak memuat ketegaran, keperkasaan, dan ketegasan yang merupakan inti dari kekuasaan. Gambaran klasik mengenai kefeminiman identik dengan kepasrahan, kepatuhan, kesetiaan, dan kemanjaan, kekanak-kanakan, kelembutan, keramahan, dan ketidaktegaran. Walaupun waktu telah berlalu dan kondisi
seiring berubah, namun stereotip ini sulit dihilangkan. 47 Selama ini perilaku politik mencakup kemandirian, kebebasan berpendapat, dan tindakan agresif. Semua karakter tersebut
46
Liem Freddy, Mendobrak Ketabuan, Bhinneka, Desember 2012, hal: 10 47 Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, op. cit., hal: 3-4
commit to user
perempuan. 48 Liem Freddy berpendapat, 49
“Anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah daripada laki-laki adalah sebuah kekeliruan yang secara
turun-temurun ditradisikan. Sama seperti asumsi-asumsi buruk pada tangan kiri yang dipatri pada alam bawah sadar kita pada proses pengasuhan, pengaruh lingkungan seperti kebudayaan, nilai estetika-estetika yang telah ada dan tumbuh-kembang di masyarakat. Secara tak langsung kita telah membunuh karakter tangan kiri kita sendiri berdasarkan pada asumsi-asumsi itu. Apabila dikaji lagi, dikotomi sifat dan karakter manusia (feminim-maskulin) sebenarnya lebih banyak dibentuk oleh pengaruh empiris. Simone de Beauvoir pernah mengatakan bahwa sejatinya tidak pernah ada sifat dasar laki-laki ataupun perempuan. Pola yang telah mendogma dalam masyarakat yang mengharuskan bagaimana seorang manusia dengan jenis kelamin laki- laki maupun perempuan harus bersifat dan berkarakter. Pun salah satunya adalah asumsi bahwa perempuan lebih lemah daripada laki-laki. Sudah saatnya manusia membuang asumsi-asumsi keliru yang men-tradisikan itu.”
Dunia politik sesungguhnya identik dengan dunia kepemimpinan. Kekuasaan selalu didefinisikan sebagai kekuatan atau ketegaran atau kemampuan bertindak yang diperlukan demi tujuan yang lebih besar. Seorang penguasa harus menampilkan ketegaran, kekuatan, dan kemampuan mempengaruhi orang lain. Mulia dan Farida menyadari wajah kekuasaan telah berubah. Mulia dan Farida merasa wajah kekuasaan yang selama ini penuh dengan rona maskulin perlu dipoles dengan sentuhan feminin. Kekuasaan perlu
48
Ibid, hal: 1 49 Erika Jong, Apa Kata Mereka?, Bhinneka, Desember 2012, hal: 13
commit to user
kemampuan menciptakan masyarakat yang lebih berharkat, sesuai hakikat perempuan sebagai pengasuh dan pemelihara. Dengan demikian, definisi baru kekuasaan adalah gabungan ciri-ciri maskulin dan feminin, tanpa ada diskriminasi. Mulia dan Farida menyebutkan bahwa kekuatan perempuan (women power) semacam ini tidak berpusat pada diri sendiri, melainkan lebih diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Maka, women power mengintegrasikan kualitas perempuan dengan beberapa karakteristik laki-laki dan kedua atribut itu memiliki nilai yang sama. Dalam kelembutan dan kasih sayang justru terpendam
kekuatan yang dahsyat. 50
3. Komunikasi Feminisme
Ilmu pengetahuan feminis dalam tradisi modernis terfokus untuk menyelidiki dua hal, yakni 1) ilmu pengetahuan feminis yang utamanya bekerja untuk sosial, politik, dan kualitas ekonomi dari jenis kelamin, dan 2) berusaha untuk membongkar dan menyusun kembali sistem sosial untuk
membuatnya lebih bebas bagi perempuan dan laki-laki. 51 Dalam hubungannya yang paling mendasar, ilmu pengetahuan
50
Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, op. cit., hal: 4-12 51 Stephen W. Littlejohn dan Karen Foss, Teori Komunikasi, Jakarta: Salemba Humanika, 2009,
hal: 475
commit to user
radikal. 52
Feminisme liberal merupakan fondasi pergerakan perempuan pada tahun 1960-an dan 1970-an yang didasari oleh demokrasi liberal, gagasan dimana kebenaran melibatkan kepastian dalam kesetaraan hak bagi semua individu. Feminis liberal merasa perempuan telah ditekan sebagai sebuah kelompok dan mereka belum mendapatkan hak yang sama dengan pria, seperti perempuan kurang mendapatkan
kesempatan untuk meningkatkan karier pilihan mereka. 53
Feminis radikal menekankan perempuan tidak hanya dalam hak politik saja, tetapi mereka lebih jauh mengkritik inti struktur sosial patriarkis. Pegerakan feminis radikal mengakar pada struktur sosial dan menuntut dasar pendefinisian ulang
dari semua aspek masyarakat. 54
Fokus karya dalam ilmu akademis dan pada komunikasi pada khususnya cenderung mengenai feminisme liberal, yakni memahami perbedaan jenis kelamin dan gender dalam rangka memajukan sebuah nilai feminim supaya sejajar dengan nilai maskulin. Pakar feminis berusaha untuk menjelaskan
52
Ibid 53 Ibid, hal: 476
54 Ibid
commit to user
perempuan berbeda diciptakan; ekspektasi dan pola komunikasi perempuan yang berbeda; dan cara perempuan melengkapi, menantang, dan menyimpangkan dugaan tersebut. Selain itu, pakar feminis juga berusaha untuk menambah praktik komunikasi perempuan untuk semua ilmu dan nilai wacana yang sering lebih pribadi dan rentan yang menggolongkan pengalaman perempuan. Kemudian, mereka juga berpendapat bahwa pemasukan perempuan dan wacana perempuan yang merupakan sebuah uraian perilaku komunikasi dapat menjadi
keuntungan semua orang. 55
Cheris Kramarae adalah seorang peneliti komunikasi dan gender yang mengkaji teori-teori yang berhubungan dengan gender sampai tradisi sosial budaya. Semua teori terkait dengan bagaimana bahasa dapat dipengaruhi oleh gender dan
sebaliknya membangun sebuah dunia sosial khusus. 56 Menurut Kramarae, pengalaman seseorang tidak lepas dari dari pengaruh bahasa. Kategori laki-laki dan perempuan menurutnya merupakan hasil dari pembentukan secara
linguistik. 57
55
Ibid 56 Ibid, hal: 169
57 Ibid, hal: 170
commit to user
antropolog, yakni Edwin Ardner dan Shirley Ardner. Edwin Ardner mengamati antropolog cenderung menggolongkan masyarakat ke dalam istilah maskulin. Ardner memandang bahwa bahasa asli dari sebuah kebudayaan memiliki unsur bias yang melekat pada pria. Shirley Ardner mengemukakan bahwa pembungkaman perempuan memiliki beberapa manifestasi dan bukti pada wacana publik. Wanita kurang dapat merasa
nyaman dan kurang ekspresif di muka umum daripada pria. 58
Kramarae memperluas karya Ardner dengan cara menyatukannya dengan hasil penelitian pada perempuan dan komunikasi. Kramarae fokus kepada cara perempuan menerjemahkan persepsi mereka sendiri dan pemaknaan
mereka sendiri ke dalam dunia sudut pandang pria. 59 Kramarae mendukung agar perempuan dapat memiliki kendali pada dunianya sendiri dengan membuat bentuk komunikasi yang lebih nyaman dan ramah untuk mereka. Ia ingin membuat sebuah dunia yang saling berkaitan, daripada pemisahan dan sebuah dunia yang menghargai daripada yang menolak perbedaan. Karya bahasa dan kekuasaan merupakan cara Kramarae untuk meningkatkan kesadaran tentang hubungan
58
Ibid 59 Ibid, hal: 171
commit to user
kekuatan dari perempuan. 60
Karylin Kohrs Campbell adalah orang pertama yang menganjurkan teori gaya feminim dan kemudian diteliti oleh Bonnie J. Dow dan Mari Boor Toon. Mereka meneliti usaha- usaha Kramarae untuk memahami aspek gender pada bahasa. Campbell tidak hanya memaknai keahlian secara harafiah yang secara tradisional berhubungan dengan ibu rumah tangga dan dunia ibu seperti pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, tetapi juga keahlian secara emosional, seperti pemeliharaan, empati, dan
alasan yang konkret. 61
Dow dan Toon memperluas karya gaya feminim mereka, dimana pembicara perempuan kontemporer bisa mendapatkan akses kepada sistem politik. Pidato dari mantan Gubernur Texas, Ann Richards, dipakai mereka untuk memperlihatkan keberadaan gaya feminim dalam alur wacana politik. Melalui pidato Richards, Dow dan Toon menemukan penggunaan sebuah nada pidato pribadi serta kaidah kasih sayang, pertalian, dan hubungan untuk menguasai
60
Ibid, hal: 172 61 Ibid, hal: 173
commit to user
mereka sendiri. 62
4. Wacana
Kata “wacana” berasal bahasa Latin yaitu discursus. Wacana merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau
gagasan-gagasan; konversasi atau percakapan. Firth beranggapan mengenai wacana bahwa language as only meaningful in its context of
situation. 63 Alex Sobur juga berpendapat bahwa wacana sebagai rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.
Kemudian, Mills yang mengacu pada pendapat Folcault, membedakan pengertian wacana menjadi tiga macam, yakni wacana dilihat dari level konseptual teoritis, konteks penggunaan, dan metode penjelasan. Pada level konseptual teoritis, wacana diartikan sebagai domain umum dari semua pernyataan, yaitu semua anjuran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata. Dalam konteks penggunaannya, wacana berarti pernyataan-pernyataan yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu.
62
Stephen W. Littlejohn dan Karen Foss, loc. cit. 63 Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal: 10
commit to user
diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.
Michael Stubbs (1993) berpendapat bahwa analisis wacana merujuk pada upaya mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih luas, seperti pertukaran percakapan atau teks tulis. Konsekuensinya, analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan dalam konteks sosial; dan khususnya interaksi atau dialog
antarpenutur. 64
Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menjelaskan bahwa analisis wacana merupakan studi mengenai struktur pesan dalam komunikasi. Analisis wacana adalah telaah mengenai aneka
fungsi (pragmatik) bahasa. 65
Analisis wacana merupakan suatu pernyataan bahasa terstruktur yang diungkapkan melalui bahasa. Analisis wacana tidak hanya meneliti tulisan-tulisan namun juga isi dan pesan dari tulisan- tulisan tersebut yang memperhatikan konteks sosial dan waktu dalam wacana.
Berdasarkan media yang digunakannya, maka wacana dapat dibedakan menjadi dua, yakni 1) wacana tulis dan 2) wacana lisan. Wacana tulis merupakan wacana yang disampaikan melalui media tulis dan disampaikan dengan bahasa tulis. Namun, wacana lisan
64
Sumarlam, Teori dan Praktik Analisis Wacana, Surakarta: Pustaka Cakra, 2005, hal: 10 65 Alex Sobur, op. cit., hal: 48
commit to user
mengerti wacana lisan, maka komunikan harus menyimak dan mendengarnya.
Llamzon dalam bukunya Discourse Analysis (1984)
menerangkan mengenai sifat-sifat wacana: 66
1) Wacana naratif yaitu rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan suatu hal atau kejadian melalui penonjolan tokoh dengan maksud memperluas pengetahuan. Kekuatan wacana ini terletak pada alur (plot).
2) Wacana procedural merupakan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan yang tidak boleh dibolak-balik unsurnya.
3) Wacana hortatorik merupaka tuturan yang isinya bersifat ajakan
atau nasihat.
4) Wacana ekspositorik adalah rangkaian tuturan yang bersifat
memaparkan suatu pokok pikiran.
5) Wacana deskriptif berupa rangkaian tuturan yang memaparkan
sesuatu berdasakan pengalaman penuturnya.
Untuk menganalisis sebuah wacana, ada beberapa model analisis wacana, yakni Norman Fairclough, Sara Mills, Teun van Djik, Foulcault, dan Michael Alexander Kirkwood Halliday yang seringkali disingkat sebagai MAK Halliday.
66
Sumarlam, op. cit., hal: 20
commit to user
wacana MAK Halliday karena untuk mengetahui aneka fenomena teks semata, dan juga menghubungkannya dengan konteks wacana sehingga konfigurasi tersebut akan menentukan makna dalam sebuah
wacana. Baginya, bahasa merupakan fenomena sosial. 67 Halliday mengutamakan pemahaman bahasa dalam kajian teks. Menurutnya, teks dan konteks merupakan aspek yang terbentuk dari proses yang sama. Halliday berpendapat suatu wacana dapat dipahami melalui teks dan konteks yang terkandung di dalamnya. Pengertian hal-hal yang mengenai teks itu meliputi tidak hanya yang lisan dan tertulis, namun juga kejadian-kejadian non-verbal dan keseluruhan lingkungan teks tersebut. Tidak hanya lingkungan, latar belakang budaya secara keseluruhan juga hal esensial, serta sebab yang terlibat dalam interaksi komunikasi, sehingga konteks situasi dan konteks budaya diperlukan
untk memahami keduanya. 68 Halliday memahami wacana sebagai bahasa yang sedang melakukan pekerjaan di dalam suatu konteks situasi dan budaya. Menganalisa suatu wacana dilingkupi oleh tiga
aspek, yakni teks, konteks situasi dan konteks budaya. 69 Menurutnya, teks tidak dapat dipisahkan dengan konteksnya. Teks akan selalu dipengaruhi
mulai dari pembentukannya
hingga proses pemahamannya.
67
Deborah Schiffrin, Approach to Discourse, ed. Bahasa Indonesia Ancangan Kajian Wacana, Syukur Ibrahim dkk, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hal: 26
68 MAK Halliday dan Ruqiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1992, hal: 6-8
69 Riyadi Santosa, Logika Wacana, Surakarta, UNS Press, 2011, hal: 13-14
commit to user
kultural. Halliday membagi konteks situasi ke dalam tiga aspek,
yakni: 70
1. Pelibat Wacana Pelibat wacana adalah pelaku yang ada dalam scene dalam film, termasuk pemahaman peran dan makna antar pelibat.
2. Medan Wacana Medan wacana merupakan tempat atau lingkungan atau hal yang sedang terjadi pada scene dalam film. Hal ini berkaitan dengan apa yang sedang terjadi, kapan, dan dimana suatu scene dalam film.
3. Mode Wacana Mode wacana adalah hal yang diharapkan oleh para pelibat melalui bahasa dalam situasi tersebut. Mode wacana merujuk pada bahasa dalam situasi (tekstual).