- Jari manis, berarti tetap manis air mukanya dalam melayani suami dan bila
suami menghendaki sesuatu.
- Jejenthik kelingking, berarti istri harus selalu “athak ithikan” terampil dan
banyak akal dalam sembarang kerja melayani suami. Dalam melayani suami hendaknya cepat tetapi lembut Hadidjaja dan Kamajaya dalam Budi
Susanto SJ, 1992: 24.
Selain dari Serat Centhini, konsep perempuan Jawa ideal dalam budaya patriarki tercermin dalam Serat Candrarini Suara Karya 12 Juni 1988 dalam Budi
Susanto SJ, 1992: 24 yang dapat dirinci menjadi sembilan butir, antara lain: setia pada lelaki, sabar, mencintai sesama, terampil pada pekerjaan rumah tangga, pandai
berdandan dan merawat diri, sederhana, pandai melayani kehendak lelaki, menaruh perhatian pada mertua, gemar membaca buku-buku yang berisi nasihat.
Dua “rumusan” di atas membentuk tingkah laku dan sikap perempuan yang akhirnya dapat “diterjemahkan” menjadi kodrat perempuan yang seolah-olah tidak
dapat diubah. Pola pikir ini begitu kuat melekat membentuk ideologi dalam struktur patriarki.
Dalam budaya patriarki Jawa pribadi perempuan masih merupakan bayangan ayah atau saudara laki-lakinya. Dalam keluarga hak dan wewenang pengambilan
keputusan tetap berada di tangan ayah atau anak laki-laki.
I. 5. 6. Komik Strip
Pada dasarnya cerita komik merupakan karya seni perpaduan antara seni rupa dengan karya sastra yang di dalamnya terdapat sajian bentuk-bentuk visual atau
gabungan bentuk visual dengan keterangan verbal. Kekhasan komik terletak pada kemampuannya menggabungkan antara gambar dengan kata-kata dalam balon.
Komik menggabungkan antara kata-kata, gambar, dan lambang dalam
42
perbendaharaan bahasa. Oleh karena itu komik sering dianggap sebagai karya sastra gambar. Dwi Koen mengungkapkan bahwa komik memiliki magic of picture dan
spoken word. Komik mempunyai daya magis dan persoalan sendiri yang khas dibanding dengan karya lain. Gambar komik harus
detail, harus mampu menampilkan ekspresi fisik maupun psikis dari
tokohnya http:www.pdat.co.idhgapasiapahtmlDads,20030701-80,D.html.
Will Eisner dalam Mccloud, 2001: 16 mengungkapkan bahwa komik adalah seni berturutan, namun penjelasan yang lebih lengkap didapatkan dari penjabaran
Scott McCloud. Scott McCloud menjabarkan bahwa komik adalah rangkaian gambar
bersambung yang dibuat bagian per bagian secara sengaja. Scott McCloud 1993:9 mendefinisikan seni sequential dan komik sebagai juxtaposed pictorial and other
images in deliberate sequence, intended to convey information andor to produce an aesthetic response in the viewer. Dalam penjabarannya, Scott McCloud menjelaskan
bahwa komika adalah gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang terjungtaposisikan berdekatanbersebelahan dalam turutan tertentu untuk
menyampaikan informasi danatau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya. Dalam bahasa Inggris comics merupakan perwujudan utama dari gejala sastra gambar
dan untuk membedakan komik bersambung dengan komik lengkap digunakan ungkapan bahasa Inggris comic strips dan comic book karena tidak menimbulkan
kekaburan makna. Setiap frame dalam komik membutuhkan ruang yang berbeda McCloud, 2001:9. Berbeda dengan kartun, komik dapat dikatakan sebagai sebuah
pendekatan atau gaya sedangkan kartun adalah media yang menggunakan pendekatan tersebut walaupun komik dan kartun memiliki hubungan yang dekat McCloud, 2001:
21.
43
Seperti yang kita ketahui komik terdiri dari beberapa panel. Panel dalam komik ini mematahkan waktu dan ruang menjadi suatu peristiwa yang kasar, dengan
irama yang patah-patah, serta tidak berhubungan. Untuk memahami komik sebagai satu kesatuan maka kita menggunakan closure yang memungkinkan kita
menggabungkan peristiwa-peristiwa tersebut dan menyusun realita yang utuh dan ajek dalam pikiran McCloud, 2001: 67.
Closure merupakan fenomena mengamati bagian-bagian, tetapi memandangnya sebagai keseluruhan. Beberapa bentuk closure merupakan tindakan
yang disengaja oleh si pencerita untuk menciptakan ketegangan atau tantangan pada penonton. Dalam komik closure tidak terus menerus dan pasti disengaja. Closure
merupakan agen pendukung perubahan, waktu, dan gerakan dalam peralihan panel ke panel bagi yang membuat pembaca melihat secara keseluruhan walaupun yang
digambarkan dalam komik hanya sebagian McCloud, 2001: 68-69. Makin kuat closure antara panel, interpretasi pembaca pun makin elastis. Closure bisa sangat kuat
di dalam dan di antara panel, jika komiskus memilih untuk menampilkan sebgaian kecil gambarnya.
Kebanyakan peralihan dari panel ke panel dalam komik dapat dibagi menjadi beberapa golongan, antara lain:
• Waktu-ke-waktu, peralihan ini membutuhkan closure yang sedikit.
• Peralihan satu subyek dalam proses aksi-reaksi.
• Subyek-ke-subyek namun masih dalam satu adegan atau gagasan, tingkat
keikutsertaan pembaca diperlukan agar peralihan tersebut bermakna. •
Adegan-ke-adegan, peralihan ini membawa kita melintasi ruang dan waktu, membaca komik dengan jenis peralihan ini sering diperlukan pemikiran
deduktif.
44
• Aspek-ke-aspek, peralihan ini kebanyakan tidak mengenal waktu dan
mengatur pandangan yang mengembara terhadap aspek tempat, gagasan, dan suasana hati yang berbeda.
• Non-sequitur, hubungan ini tidak menunjukkan hubungan yang logis antara
panelnya McCloud, 2001: 70-72. Aspek lain yang dihadirkan dalam komik terutama komik-strip adalah balon kata.
Bentuk balon kata sangat beragam variasinya, sementara di dalamnya berbagai simbol selalu disesuaikan atau bahkan diciptakan untuk menyuarakan bunyi-bunyi non-
verbal. Bahkan variasi jenis huruf, baik di dalam maupun di luar balon, dapat menggambarkan pergulatan yang tiada henti untuk menangkap intisari suara. Kata-
kata itu sendiri lebih dari simbol visual lainnya karena mempunyai kekuatan untuk menjelaskan dengan lengkap alam yang tak terlihat dari indra dan emosi pembaca.
Kata-kata bahkan dapat membuat gambar yang netral kaya dengan perasaan dan pengalaman. Jika diperhatikan, gambar dapat meningkatkan perasaan yang kuat
dalam diri si pembaca tetapi tidak memiliki kekuatan kata-kata. Di sisi lain, kata-kata dapat merujuk pada perasaan tertentu tetapi kurang dapat menimbulkan rangsangan
emosional secara langsung. Bersama-sama, kata dan gambar dapat membuat keajaiban McCloud, 2001: 134-135.
Cara komik dalam menggabungkan kata-kata dan gambar tidak terbatas. Tapi dapat dipilah menjadi beberapa golongan:
• Gabungan khusus kata-kata, gambar di sini hanya sebagai ilustrasi dan
tidak banyak menambah makna teks yang telah komplit. •
Gabungan khusus gambar, kata-kata hanya memberi efek suara bagi gambar.
45
• Panel khusus duo, kata-kata dan gambar menyampaikan pesan yang sama-
sama penting. •
Gabungan yang saling menguatkan aditif, kata-kata memperkuat atau memperdalam gambar atau sebaliknya.
• Gabungan paralel, kata-kata dan gambar mengikuti alur yang berbeda
tanpa saling bersimpangan. •
Montase, kata-kata diperlakukan sebagai bagian penting dalam gambar. •
Interdependen, kata-kata dan gambar sama-sama berperan dalam menyampaikan gagasan yang tidak dapat dilakukan oleh hanya salah satu
dari keduanya McCloud, 2001: 152-154. Komik dapat dianalisis seperti halnya karya seni dan karya sastra, tentang
makna-makna simbolik dari tokoh utama, struktur cerita, karya seni dan kebahasaannya, nilai-nilai yang terkandung dan lain-lain Berger, 2005:61.
Dalam komik setiap gambar yang mewakili seseorang, tempat, barang atau gagasan disebut ikon McCloud, 2001: 27. Gambar-gambar digunakan untuk
mewakili konsep, gagasan dan filosofi. Maka komik adalah sebuah teks sebagai bentuk representasi yang telah dikonstruksi. Tidak hanya sebagai media hiburan,
komik juga bisa digunakan sebagai alat propaganda atau kritik sosial oleh kelompok tertentu. Apa yang tampil dalam komik, baik itu gambar maupun kata-kata telah
dikonstruksikan untuk menciptakan suatu pemaknaan. Melalui komik pula kita bisa melihat gejala yang terjadi dalam masyarakat.
Menurut Scott McCloud 2001:28 makna ikon non-gambar bersifat pasti dan mutlak di mana tampilan ikon tidak mempengaruhi maknanya karena mewakili
46
gagasan yang tidak terlihat, sebaliknya makna bisa lentur dan beragam dalam ikon gambar, tergantung pada tampilannya, yang beragam pula tingkat kemiripannya.
Setiawan dalam Sobur, 2004:136 mengungkapkan bahwa komik penuh dengan perlambangan yang kaya akan makna. Oleh karena itu, selain dikaji sebagai
”teks”, komik juga perlu dikaji secara kontekstual yakni dengan menghubungkan karya sastra dengan keadaan yang menonjol di masyarakat. Sebagai sebuah produk
budaya, komik tidak bisa lepas dari masyarakat tempat komik tersebut tumbuh dan berkembang. Komik boleh jadi adalah dokumen berharga untuk memahami
masyarakat yang diwakilinya. Komik sebagai sebuah medium, di dalamnya merefleksikan semangat zamannya sendiri. Sebuah fase sejarah perkembangan
masyarakat. Menurut Setiawan langkah ini diperlukan untuk menjaga signifikasi permasalahan dan sekaligus menghindari pembiasan tafsiran Sobur, 2004:136.
Komik tidak berdiri sendiri tetapi memiliki konteks. Sebagai media, komik mampu mengajak pembacanya fokus pada apa yang disampaikan. Dengan hanya
menggunakan indera penglihatan komik mampu membawa dunia yang penuh makna pada pembacanya sehingga komik seringkali digunakan untuk menyatakan sikap
terhadap kebijakan tertentu. Terutama dalam surat kabar, terkadang sikap dari redaksi dinyatakan dalam bentuk karikatur atau kartun editorial.
Komik sendiri dibagi dua yaitu komik bersambung atau yang sering disebut komik strip comic strip dan buku komik comic book. Komik strip merupakan
komik yang terdiri dari beberapa panel yang memiliki keberuntutan dan murni pikiran kartunis yang tidak dipengaruhi oleh kebijakan redaksi atau opini redaksi. Hal inilah
yang membedakan komik strip dan kartun editorial yang sering salah kaprah. Kartun editorial biasanya terdiri dari satu panel dan merupakan gambaran dari opini redaksi
47
Intisari, Januari 2008: 67-68. Komik strip dalam surat kabar terbagi menjadi komik strip edisi harian yang terbit setiap hari, biasanya hitam putih dan komik strip edisi
suplemen Minggu yang khusus muncul di hari Minggu, biasanya berwarna. Contoh komik strip edisi harian adalah Pak Tuntung dari harian Analisa dan Doyok yang
hadir di harian Pos Kota. Sedangkan komik strip edisi suplemen hari Minggu contohnya adalah Panji Koming.
Komik strip Panji Koming adalah salah satu contoh komik yang dipakai sebagai kritik sosial. Melalui cerita Panjing Koming, Dwi Koen mencoba mengkritik keadaan
sosial dan politik di Indonesia. Tokoh-tokoh yang ditampilkan dalam komik ini sangat ikonis. Cerita yang ditampilkan setiap Minggu sangat tanggap akan situasi yang
sedang hangat. Dengan setting jaman Majapahit, Dwi Koen mampu menyuguhkan cerita yang enak disimak namun berisi. Sindiran-sindirannya pun sangat simbolis
http:www.sinarharapan.co.idhiburanbudaya20050129bud2.html. Sebagai sebuah teks, komik mampu melihat bagaimana dunia dikonstruksikan dan
direpresentasikan secara sosial. Konstruksi dan representasi dalam komik pun tak terlepas dari konteks di mana komik tersebut dibuat. Dan komik pun tak terlepas dari
ideologi dan kepentingan dibalik tampilannya yang menghibur. Baik ideologi dominan maupun penentang ideologi dominan sama-sama menggunakan komik demi
kepentingannya.
I. 5. 7. Semiotika Sebagai Kerangka Analisis