Metode Analisis Data METODE PENELITIAN

2 Mensubtitusikan UMKMt – UMKMt-1 sehingga diperoleh : LnUMKM t = β + β 1 LnCAR t + β 2 CCR t + β 3 ROA t + β 4 BOPO t + β 5 LAR t ………..4 Keterangan : UMKM t : Penyaluran kredit UMKM pada periode t. CAR t : Capital adequacy ratio periode t. CCR t : Core capital ratio periode t. ROA t : Return on Assets periode t. BOPO t : Biaya operasionalpendapatan operasional periode t LAR t : Liquid Assets Ratio periode t. β 1 β 2 β 3 β 4 β 5 : Koefisien Jangka Panjang. Sementara jangka pendek dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : DLnUMKM t = α 1 DLnCAR t + α 2 LnCCR t + α 3 LnROA t + α 4 LnBOPOt + α 5 LnLAR t…………………………………………………..5 DLnUMKM t = LAR t – αLnUMKM t-1 - β - β 1 LnCAR t-1 + β 2 LnCCR t-1 + β 3 LnROA t-1 + β 4 LnBOPO t-1 + β 5 LnLAR t-1 + t ………………………6 Dari hasil parameterisasi persamaan jangka pendek dapat menghasilkan bentuk persamaan baru, persamaan tersebut dikembangkan dari persamaan yang sebelumnya untuk mengukur parameter jangka panjang dengan menggunakan regresi ekonometri dengan menggunakan model ECM : DLnUMKM t = β + β 1 DLnCAR t + β 2 DLnCCR t + β 3 DLnROA t + β 4 DLnBOPO t + β 5 DLnLAR t-1 + β 6 DLnCAR t-1 + β 7 DLnCCR t-1 + β 8 DLnROA t-1 + β 9 DLnBOPO t-1 + β 10 DLnLAR t-1 + ECT + t ……………….7 ECT = LnCAR t-1 + LnCCR t-1 + LnROA t-1 + LnBOPO t-1 + LnLAR t- 1 ………………8 Keterangan : DLnUMKM t : Kredit UMKM miliyar rupiah. DLnCAR t : Capital adequacy ratio persen. DLnCCR t : Core capital ratio persen DLnROA t : Return on assets persen. DLnBOPO t : Biaya operasional, pendapatan operasional persen. DLnLAR t : Liquid assets ratio persen DLnCAR t-1 : Kelambanan capital adequacy ratio. DLnCCR t-1 : Kelambanan core capital ratio. DLnROA t-1 : Kelambanan Return on assets. DLnBOPO t-1 : Kelambanan biaya operasional, pendapatan operasional. DLnLAR t-1 : Kelambanan liquid assets ratio t : Residual. D : Perubahan. t : Periode Waktu. ECT : Error Correction Term. 1. Uji Akar Unit Unit Root Test. Konsep yang dipakai untuk menguji stasioner suatu data runtun waktu adalah uji akar unit. Apabila suatu data runtun waktu bersfat tidak stasioner, maka dapat dikatakan bahwa data tersebut tengah mengalami persoalan akar unit unit root problem. Keberadaan unit root problem bisa terlihat dengan cara membandingkan nilai T-statistik hasil regresi dengan nilai Test Augmented Dickey Fuller. Model persamaannya adalah sebagai berikut : ΔFDI t = a 1 + a 2 T + ΔUMKM t-1 + a i ΔUMKM t-1 + e t …………………...9 Dimana ΔUMKM t-1 = ΔUMKM t-1 - ΔUMKM t-2 dan seterusnya, m = panjangnya time-lag berdasarkan I = 1,2…..m. hipotesis 0 masih tetap = 0 atau = 1, nilai T-statistik ADF sama dengan nilai T-statistik DF. 2. Uji Derajat Integrasi. Apabila pada uji akar unit diatas data runtun waktu yang diamati belum stasioner, maka langkah berikutnya adalah melakukan uji derajat integrasi untuk mengetahui pada derajad integrasi keberapa data akan stasioner. Uji derajat integrasi dilaksanakan dengan model : ΔUMKM t = β 1 + ΔUMKM t-1 + a i ΔUMKM t-1 + e t ………………………10 ΔUMKM t = β 1 + β 2 T ΔUMKM t-1 + a i ΔUMKM t-1 + e t ………………….11 Nilai T-statistik hasil regresi persamaan 10 dan 11 dibandingkan dengan nilai T-statistik pada tabel DF. Apabila nilai pada kedua persamaan sama dengan satu maka variabel ΔUMKM t dikatakan stasioner pada derajat satu, atau disimbolkan ΔUMKM t ~I1. Tetapi kalau tidak berbeda dengan nol, maka variabel ΔUMKM t belum stasioner derajat integrasi pertama. Maka itu pengujian dilanjutkan ke uji derajat intagrasi kedua, ketiga dan seterusnya sampai didapatkan data variabel ΔUMKM t yang stasioner. 3. Uji Kointegrasi. Uji kointegrasi yang paling sering dipakai uji Engle-Granger EG, uji Augmented Engle-Granger AEG dan uji Cointegrating Regression Durbin-Watson CRDW. Untuk mendapatkan nilai EG, AEG dan CRDW hitung. Data yang akan digunakan harus sudah berintegrasi pada derajat yang sama. Pengujian OLS terhadap suatu persamaan di bawah ini : UMKM t = a = a 1 ΔCAR t + a 2 ΔCCR t + a 3 ΔROA t + a 4 BOPO t + a 5 LAR t + e t …............12 Dari persamaan 12, simpan residual error terms. Langkah berikutnya adalah menaksir model persamaan autoregressif dari residual tadi berdasarkan persamaan-persamaan berikut : Δ t = t-1 ……………………………………………………………..13 Δ t = t-1 + a i Δ t-1 ………………………………………….14 Dengan uji hipotesisnya : H0 : = I1, artinya tidak ada kointegrasi. Ha : I1, artinya ada kointegrasi. Berdasarkan hasil regresi OLS pada persamaan 12 akan memperoleh nilai CRDW hitung nilai DW pada persamaan tersebut untuk kemudian dibandingkan dengan CRDW tabel. Sedangkan dari persamaan 13 dan 14 akan diperoleh nilai EG dan AEG hitung yang nantinya juga dibandingkan dengan nilai DF dan ADF tabel. 4. Uji Error Correction Model ECM. Apabila lolos dari uji kointegrasi, selanjutnya akan diuji menggunakan model linier dinamis untuk mengetahui kemungkinan terjadinya perubahan struktural, sebab hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel bebas dengan variabel terkait dari hasil uji kointegrasi tidak akan berlaku setiap saat. Secara singkat, proses bekerjanya ECM pada persamaan penyaluran kredit UMKM 5 yang telah diubah menjadi : ΔUMKM t = a + a 1 ΔCAR t + a 2 ΔCCR t + a 3 ΔROA t + a 4 ΔBOPO t + a 5 ΔLAR t + a 5 e t-1 + e t ………………………………………………………15 5. Uji Asumsi Klasik. Pengujian yang dilakukan pada uji asumsi klasik terdiri dari : uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, uji autokorelasi Maddala, 1992. a. Uji Multikolinearitas. Berkaitan dengan masalah multikolinearitas, Sumodiningrat 1994 mengemukakan bahwa tiga hal yang perlu dibahas terlebih dahulu : 1 Multikolinearitas pada hakekatnya adalah fenomena sampel. 2 Multikolinearitas adalah persoalan derajat dan bukan persoalan jenis. 3 Masalah multikolinearitas hanya berkaitan dengan adanya hubungan linier diantara variabel-variabel bebas. Multikolinearitas adalah adanya hubungan eksak linier antar variabel penjelas. Multikolinearitas terjadi diduga apabila nilai R 2 tinggi, nilai t semua variabel penjelas tidak signifikan, dan nilai f tinggi. Konsekuensi multikolinearitas : 1 Kesalahan standar cenderung semakin besar dengan meningkatnya tingkat korelasi antar variabel. 2 Karena besarnya kesalahan standar, selang keyakinan untuk parameter populasi yang relevan cenderung lebih besar. 3 Taksiran koefisien dan kesalahan standar regrasi menjadi sangat sensitif terhadap sedikit perubahan dalam data. Konsekuensi multikolinearitas adalah invalidnya signifikansi variabel maupun besaran koefisien variabel dan konstanta. Multikolinearitas diduga terjadi apabila estimasi menghasilkan nilai R kuadrat yang tinggi lebih dari 0,85, nilai F tinggi, dan nilai T- statistik semua atau hamper semua variabel penjelas tidak signifikan. b. Uji Heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi bila distribusi probabilitas tetap sama dalam semua obesrvasi x, dan varians setiap residual adalah sama untuk semua nilai variabel penjelas : Var u = E[ ut- Eu t ] 2 = Eu t 2 = s 2 u konstan Penyimpangan terhadap asumsi diatas disebut heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan uji Glesjer berikut ini: et = β1 xi + vt dimana : β = nilai absolute residual persamaan yang diestimasi xi = variabel penjelas vt = unsur gangguan Apabila nilai T-statistik signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis adanya heterokidastisitas tidak dapat ditolak. Ada beberapa metode yang dipakai untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model empiris, seperti dengan menggunakan uji Park tahun 1966, uji Glejser tahun 1969, uji White 1980 dan uji Breusch-Pagan-Godfre Gujarati, 1995. Konsekuensi heterokedastisitas : 1 Penaksiran OLS tetap tak bias dan konsisten tetapi tidak lagi efisien dalam sampel kecil dan besar. 2 Variansnya tidak lagi minimum. c. Uji Autokorelasi. Gujarati 1995 autokorelasi terjadi bila nilai gangguan dalam periode tertentu berhubungan dengan nilai gangguan sebelumnya. Asumsi non-autokorelasi berimplikasi bahwa kovarians u i dan u j sama dengan nol : Covu i u j = E[u i -Eu i ][u j -Eu j ] = Eu i u j = 0 untuk i + j Uji d Durbin-Watson Durbin-Watson d Test Model ini deperkenalkan oleh J.Durbin dan G.S Watson tahun 1951. Dekteksi autokorelasi dilakukan dengan membandingkan nilai statistik Durbin-Watson hitung dengan Durbin-Watson tabel. Pendeteksian ada tidaknya autokorelasi pada persamaan yang mengandung variabel dependen kelambanan, dapat dilakukan uji Durbin LM seperti berikut ini : ut = x t ’d + TY t-1 + U t-1 + e t dimana : ut = residual dari model yang diestimasi. xt = variabel-variabel penjelas. Yt-1 = variabel dependen kelambanan. Ut-1 = residual kelambanan. Apabila T-hitung dari residual kelambanan signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis tidak adanya autokorelasi tidak dapat ditolak. Autokorelasi adalah adanya hubungan antar residual pada suatu pengamatan dengan pengamatan lain. Konsekuensi autokorelasi adalah biasanya varians dengan nilai yang lebih kecil dari nilai sebenarnya, sehingga nilai R kuadrat dan F-statistik yang dihasilkan cenderung sangat berlebihan. Cara mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan membandingkan nilai Durbin-Watson statistik hitung dengan Durbin-Watson statistik tabel. d. Uji Normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah sebuah model regresi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya mememiliki distribusi normal atau tidak Ghozali, 2006. Model regresi yang baik adalah yang datanya berdistribusi normal atau mendekati normal. Penelitian ini mengunakan uji normalitas dengan One-Sample Klomogrov-Sukirnov. Pengujian One-Sample Klomogrov-Smirnov dikatakan memenuhi asumsi normalitas apabila nilai signifikasinya lebih besar dari α = 0,05. e. Uji Linieritas. Uji linearitas dipergunakan untuk melihat apakah model yang dibangun mempunyai hubungan linear atau tidak Ghozali, 2006. Uji ini jarang digunakan pada berbagai penelitian, karena biasanya model dibentuk berdasarkan telaah teoritis bahwa hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikatnya adalah linear. Hubungan antar variabel yang secara teori bukan merupakan hubungan linear sebenarnya sudah tidak dapat dianalisis dengan regresi linear, misalnya masalah elastisitas. Jika ada hubungan antara dua variabel yang belum diketahui apakah linear atau tidak, uji linearitas tidak dapat digunakan untuk memberikan adjustment bahwa hubungan tersebut bersifat linear atau tidak. Uji linearitas dipergunakan untuk mengkonfirmasikan apakah sifat linear antara dua variabel yang diidentifikasikan secara teori sesuai atau tidak dengan hasil observasi yang ada. Uji linearitas dapat menggunakan uji Durbin-Watson, Ramsey Test atau uji Lagrange Multiplier.

BAB IV GAMBARAN UMUM

A. Perkembangan penyaluran kredit UMKM BPD di Indonesia

Sesuai dengan data Statistik Perbankan Indonesia, kinerja kredit BPD menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Pada Maret 2015 posisi kredit BPD mencapai 304,492 milyar rupiah atau meningkat sebesar 13,02 persen dibandingkan posisi Maret 2014 sebesar 269,419 milyar rupiah sebagaimana gambar 3. Perkembangan kredit UMKM BPD di Indonesia pada periode Januari 2012 hingga Desember 2015. Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, 2015 data diolah Gambar 3 0,00 10.000,00 20.000,00 30.000,00 40.000,00 50.000,00 60.000,00 Ja n -12 Apr -12 Jul -12 O k t- 12 Ja n -13 Apr -13 Jul -13 O k t- 13 Ja n -14 Apr -14 Jul -14 O k t- 14 Ja n -15 Apr -15 Jul -15 O k t- 15 Juta an R upi an Periode Kredit BPD Berdasarkan data Bank Indonesia BI per Desember 2012 menunjukkan pembiayaan bank ke sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM hanya 526,4 milyar rupiah atau sekitar 19 persen dari total penyaluran kredit bank sebesar 2.707,85 milyar rupiah. Lalu kredit yang disalurkan kepada UMKM pada Juni 2015 tercatat senilai 710,9 milyar rupiah, tumbuh 9,2 persen , melambat dibanding pertumbuhan Mei 2015 9,3 persen. Seperti diketahui, hingga Juni 2015, outstanding penyaluran kredit industri perbankan tercatat senilai 3.863,9 milyar rupiah. Total penyaluran kredit perbankan pada Juni 2015 tersebut naik tipis sebesar 1,84 persen dari bulan Mei yang tercatat senilai 3.794 milyar rupiah. Posisi kredit yang disalurkan oleh perbankan pada Juni 2015 tersebut tumbuh 5.55 persen sedikit naik dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yakni Mei sebesar 5.55 persen.

B. Perkembangan CAR BPD di Indonesia

Perkembangan CAR BPD di Indonesia periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2015 berfluktuatif namun menunjukkan tren meningkat pada akhir tahun 2015. Pada Juli 2015 posisi CAR BPD mencapai 17,75 persen atau meningkat sebesar 2,13 persen dibandingkan posisi Juni 2013 sebesar 15,62 persen sebagaimana Gambar 4. Perkembangan CAR BPD di Indonesia pada periode Januari 2012 hingga Desember 2015. Sumber : Statistik Perbankan Indonesia, 2015 data diolah Gambar 4 Apabila mengacu pada data seluruh bank di Indonesia, perkembangan rata-rata Capital Adequacy Rate CAR bank umum dalam dua tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 20,78 persen hingga bulan Juli 2015. Namun rata- rata CAR sempat mengalami penurunan sebesar 20,28 persen pada bulan Juni 2015. Nilai CAR hingga Juli 2015 mengalami kenaikan menjadi 20,78 persen dibandingkan dengan 20,28 persen pada bulan Juni 2015. Nilai CAR tersebut masih berada pada batas aman karena masih jauh ditas ketentuan minimum sebesar 8 persen. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa daya tahan perbankan masih cukup tinggi ketika dalam gejolak perekonomian yang tak kian menentu. 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 Ja n -12 Apr -12 Jul -12 O k t- 12 Ja n -13 Apr -13 Jul -13 O k t- 13 Ja n -14 Apr -14 Jul -14 O k t- 14 Ja n -15 Apr -15 Jul -15 O k t- 15 P er sen Periode CAR BPD