HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN HASIL OSCE MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

HASIL OSCE MAHASISWA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

SHASIA RESKY PURNOMO

20120310041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

HASIL OSCE MAHASISWA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

SHASIA RESKY PURNOMO

20120310041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Shasia Resky Purnomo

NIM : 20120310041

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebut dalam teks dan dicantungkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuata tersebut.

Yogyakarta, 11 Mei 2016 Yang membuat pernyataan,

Shasia Resky Purnomo NIM 20120310041


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Asih, yang telah memberikan hidayah dan anugerah-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan pada waktunya. Shalawat serta salam selalu tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga serta para sahabat, tabiin, tabi’it

tabiin dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Hubungan antara kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UMY” ini diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh derajat sarjana kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Pada kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan serta dalam membantu penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. dr. Alfaina Wahyuni, Sp,OG., M.Kes. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter.

3. dr. Nurhayati, M.Ed.Sc selaku selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan laporan penelitian.

4. Orang tua tercinta, Purnomo Lusianto dan Helia Alexandriati. Eyang Susi Giarti, kakak dan adik tersayang yang selalu memberikan dukungan dan senantiasa mendoakan.

5. Teman-teman satu kelompok penelitian dan bimbingan, Gita Suha Yuranda dan Febriana Diah S.

6. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian ini dan penyelesaian Proposal Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu.


(5)

v

Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna. Masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun penulisannya, untuk itu mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar dikemudian hari penulis dapat mempersembahkan suatu hasil yang memenuhi syarat dan lebih baik.

Akhir kata, penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu kedokteran. Terimakasih.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Yogyakarta, 11 Mei 2016 Peneliti


(6)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Kecerdasan Emosional ... 8

2. Objective Structured Clinical Examination (OSCE) ... 16

3. Keterkaitan antara Kecerdasan Emosional dan Nilai OSCE... 19

B. Kerangka Konsep ... 21

C. Hipotesis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 23

B. Populasi dan sampel ... 23

C. Lokasi dan waktu penelitian... 25

D. Variabel penelitan ... 25

E. Definisi operasional ... 25

F. Alat dan Bahan Penelitian ... 27

G. Jalannya penelitian ... 28

H. Analisis data ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 30

B. Pembahasan ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39 LAMPIRAN


(7)

vii

DAFTAR GAMBAR


(8)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelitian ... 6 Tabel 2. Skor favorable dan unfavorable menurut alternatif jawaban ... 27 Tabel 3. Sebaran Item Kuesioner Kecerdasan Emosional ... 28 Tabel 4. Distribusi frekuensi karakteristik mahasiswa kedokteran UMY

berdasarkan nilai kecerdasan emosional ... 30 Tabel 5. Distribusi frekuensi karakteristik mahasiswa kedokteran UMY

berdasarkan nilai OSCE ... 30 Tabel 6. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE ... 31 Tabel 7. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut

jenis kelamin ... 32 Tabel 8. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut


(9)

(10)

ix

INTISARI

Latar belakang: Objective Structured Clinical Examination (OSCE) adalah suatu ujian keterampilan klinik untuk menilai keterampilan sikap dan perilaku sekaligus kinerja klinik mahasiswa kedokteran dalam menghadapi pasien. Untuk memperoleh hasil ujian yang baik dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya kecerdasan emosional. Mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi akan memiliki hubungan sosial/interpersonal yang lebih baik dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015 dengan sampel berjumlah 88 mahasiswa. Kecerdasan emosional di ukur menggunakan kuesioner Kecerdasan Emosional Goleman dengan jumlah pertanyaan sebanyak 55 item.

Hasil: Pada uji statistik korelasi spearman didapatkan nilai p=0,000 dengan nilai korelasi Spearman r=0,430 yang menunjukkan penelitian ini bermakna dan memiliki nilai korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang.

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara kecerdasan emosional dengan hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Semakin tinggi kecerdasan emosional mahasiswa, semakin tinggi hasil OSCE yang didapat.

Kata kunci : Kecerdasan Emosional, Objective Structured Clinical Examination (OSCE)


(11)

x

ABSTRACT

Background: Objective Structured Clinical Examination (OSCE) is a test of clinical skills to assess clinical performance, attitude and behavior in medical students, in the face of the patient. To obtain good exam results are influenced by many factors, one of them is emotional intelligence. Students who have a higher emotional intelligence will have a social relationship / interpersonal better and have more motivation in academic performance. The aim of this study is to determine the relation of emotional intelligence on the results of the OSCE in medical students from Muhammadiyah University of Yogyakarta.

Methods: The design of this study was observational analytic study with cross-sectional. The population in this study is a medical student in Muhammadiyah University of Yogyakarta.in 2012, 2013, 2014 and 2015 with a sample of 88 students. Emotional intelligence was measured using a questionnaire Emotional Intelligence Goleman with the total number of questions 55 items.

Results: At the Spearman correlation test show that the value of p= 0,000, with a value of Spearman correlation r = 0.430 which indicates this study are significant and have a positive correlation values with moderate correlation.

Conclusion: There is a significant relation between emotional intelligence on the results of the OSCE in medical students from Muhammadiyah University of Yogyakarta. Student with higher emotional intelligence score, the result of OSCE also higher

Keywords : emotional intelligence, Objective Structured Clinical Examination (OSCE)


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu kedokteran merupakan bidang ilmu terapan, di mana pengetahuan yang kompleks digunakan untuk memecahkan satu masalah yang sama. Hal ini berbeda dengan ilmu murni dimana pengetahuan dan masalah yang dicari bersifat horizontal. Proses berfikir logis lebih tepat digunakan pada penelitian ilmu murni, sedangkan masalah di kedokteran menggunakan proses berfikir yang lebih luas yaitu rasional dan obyektif (Sudaryanto, 2008).

Mahasiswa kedokteran dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan attitude, juga keterampilan klinik diberbagai bidang (Turner & Dankoski, 2008). Kemampuan untuk menerapkan atau menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional yang di terapkan dalam berbagai aspek disebut kompetensi. Salah satu kompetensi yang harus dicapai seorang Dokter Indonesia adalah keterampilan klinik, di mana dokter mampu memperoleh dan mencatat informasi yang akurat dan penting mengenai pasien dan keluarganya, melakukan prosedur klinis dan laboratorium, dan melakukan prosedur kedaruratan klinis. Kompetensi ini diperoleh melalui kegiatan skills lab yang dipelajari dalam masa pendidikan dokter (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012).

Skills Lab merupakan metode pembelajaran keterampilan klinis berbasis simulasi telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan prosedur penilaian yang otentik dan terstruktur dengan baik (Schuwirth & Van Der Vleuten,


(13)

2

2004). Metode yang digunakan seperti role-play, belajar melalui boneka atau mannequin, dan belajar dengan menggunakan probandus atau pasien simulasi. Meskipun memakai simulasi, tetapi kegiatan ini bukan suatu proses pura-pura, tetapi pelaksanaannya sesuai dengan penalaran klinik yang sesuai dengan tingkat perkembangan mahasiswa (Claramita, 2008). Evaluasi hasil belajar keterampilan klinis mahasiswa ditentukan malalui OSCE atau Objective Structured Clinical Examination.

Objective Structured Clinical Examination (OSCE) adalah suatu metode yang digunakan untuk menilai kompetensi klinis secara obyektif dan terstruktur sebagai bagian dari pendidikan kesehatan profesional (Brannick et al., 2011). Di fakultas kedokteran sering digunakan sebagai instrumen evaluasi keterampilan klinik untuk menilai keterampilan sikap dan perilaku yang dianggap standar yang digunakan oleh praktisi dalam menghadapi pasien, sekaligus sebagai penilaian yang valid terhadap kinerja klinik mahasiswa kedokteran (McCoy & Merrick, 2001). Sistem evaluasi ini juga diterapkan di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Dalam OSCE, serangkaian masalah standar disajikan setiap ujian, masalah sering melibatkan pasien simulasi yang dilatih untuk memainkan peran. Keuntungan OSCE dibanding ujian tertulis adalah pada OSCE melibatkan konteks, konten, dan prosedur yang lebih realistis (dokter dengan pasien). Sebagai contoh, dalam OSCE, daripada menulis esai tentang diagnosis, peserta dapat bertemu dengan pasien simulasi untuk menegakkan suatu diagnosis yang sesui dengan hasil wawancara dan pemeriksaan klinis.


(14)

3

Keuntungan lain dari OSCE adalah menggunakan pasien nyata dan memiliki standar yang sama di seluruh ujian (Brannick et al., 2011).

Bagi mahasiswa kedokteran, salah satu masalah dalam bidang akademik adalah ujian OSCE. Menghadapi ujian merupakan stressor yang dapat menyebabkan gangguan emosi seperti mudah tersinggung, marah, gelisah, depresi, sensitif, dan sebagainya (Sarafino, 1994). Kemampuan mahasiswa dalam menghadapi ujian diantaranya ditentukan oleh kecerdasan yang dimilikinya, beberapa kecerdasan pada diri manusia, diantaranya: kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan Emosional (Goleman, 1997). Banyak usaha yang dilakukan mahasiswa untuk meraih hasil evaluasi/ujian yang tinggi agar menjadi yang terbaik, seperti mengikuti perkuliahan, praktikum bahkan belajar berkelompok bersama teman. Usaha ini positif, namun masih banyak dalam mencapai keberhasilan selain kecerdasan intelektual (IQ), factor tersebut adalah kecerdasan emosional. Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Orang-orang dan mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi akan memiliki hubungan sosial/interpersonal yang lebih baik (manusia dengan manusia) dan memiliki motivasi untuk berprestasi (Brannick, et al., 2011). Sebuah studi menemukan bahwa kecerdasan emosional berhubungan dengan keberhasilan akademik maupun professional, dan berkontribusi dalam kinerja kognitiv berbasis individu dan setingkat diatas kecerdasan umum (IQ) (Romanelli, et al., 2006).


(15)

4

Penelitian ini berkiblat pada surat Al-Quran, tentang kecerdasan emotional adalah kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi, surat Al-Hajj ayat 46:

Artinya: “maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu

mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau

mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar ? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang

di dalam dada.” (QS: Al-Hajj Ayat:46)

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, disebutkan bahwa kecerdasan emosional penting dalam meningkatkan keberhasilan/prestasi dalam bidang akademik. maka peneliti ingin mengkaji hubungan kecerdasan emosional dengan hasil OSCE.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang dapat ditarik dari latar belakang di atas adalah “Adakah hubungan antara kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UMY?”

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan dari kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(16)

5

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui hubungan Kecerdasan emosional menurut jenis kelamin terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

b. Untuk mengetahui hubungan Kecerdasan emosional menurut tahun angkatan terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa: Memberikan tambahan pengetahuan tentang pentingnya Kecerdasan emosional untuk meningkatkan prestasi akademik, khususnya OSCE.

2. Bagi institusi pendidikan: Memberikan tambahan informasi tentang Kecerdasan emosional sehingga diharapkan di masa yang akan datang diberikan pelatihan pengembangan kecerdasan emosional agar peserta didik dapat lebih memahami.


(17)

6 E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul Penelitian Metode Persamaan Perbedaan

1 Chew, Boon How; Zain, Azhar Md; Hassan, Faezah (2013)

Emotional

Intelligence and

academic

performance in

first and final year medical students

Penelitian analitik dengan metode cross sectional. Subyek penelitian adalah mahasiswa tahun pertama dan terakhir yang kemudian diminta mengisi kuesioner The Mayer-Salovey-Caruso Intelligence Test (MSCEIT). Prestasi akademik mahasiswa kedokteran diukur

dengan menggunakan penilaian

berkelanjutan dan hasil ujian akhir (MCQ & OSCE).

Metode yang

digunakan cross sectional. Prestasi akademik

mahasiswa diukur menggunakan nilai OSCE.

Subyek penelitian: Mahasiswa

Kedokteran UMY angkatan 2012-2015. Kuesioner yang digunakan: Indikator

Kecerdasan Emosional Goleman. 2 Tiwari, G N;

Dhatt, Harjot Kaur (2014)

Contribution Value

of Spiritual

Intelligence, Emotional

Intelligence and

Self-Efficacy in

Academic

Achievement of

B.Ed. Student

Teachers

Penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa B.Ed dari 3 perguruan tinggi yang berbeda di Kapurthal. Skala kecerdasan emotional yang digunakan adalah skala yang dibuat oleh Shubhra Mangal. Data diambil dari hasil nilai ujian akhir yang diperoleh dari Perguruan Tinggi masing-masing.

Metode yang

digunakan: cross sectional.

Variabel yang digunakan:

Kecerdasan Emosional

Subyek penelitian: Mahasiswa

Kedokteran UMY angkatan 2012-2015. Kuesioner yang digunakan: Indikator

Kecerdasan Emosional

Goleman. Prestasi akademik

mahasiswa diukur menggunakan nilai OSCE


(18)

7

3 Miri, Mohammad Reza; Kermani, Tayyebe;

Khoshbakht,

Hoda; Mitra,

Moodi (2013)

The Relationship

between emotional

intelligence and

academic stress in student of medical sciences

Penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Sample pada penelitian ini adalah 260 mahasiswa yang berasal dari empat fakultas yang berbeda:

Kedokteran, Keperawatan dan

Kebidanan, Ilmu Paramedis, dan Kesehatan . Data dikumpulkan dengan menggunakan dua kuesioner: The standardized EI Shering (33 pertanyaan, lima domain) dan The Student-Life Stres

Inventory (57 pertanyaan, sembilan

domain).

Metode yang

digunakan: cross sectional.

Variabel yang digunakan:

Kecerdasan Emosional.

Subyek penelitian: Mahasiswa

Kedokteran UMY angkatan 2012-2015. Kuesioner yang digunakan: Indikator Kecerdasan Emosional Goleman. Kecerdasan emosional dihubungkan dengan nilai OSCE.


(19)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Kecerdasan Emosional

a. Definisi Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional atau yang lebih dikenal dengan Emotional Intellegence (EI) merupakan bagian dari bakat individu yang telah berkembang selama dua dekade terakhir. Perkembanganya bisa menjawab banyak masalah tidak hanya dalam aspek teoritis dan psikologis, tetapi juga masalah kesehatan, pendidikan, dan manajemen (Miri, et al., 2013). Istilah EI pertama kali dilontarkan Salovey dan Mayer (1990). Kecerdasan emosional didefinisikan sebagai kemampuan untuk merasakan, menggunakan, membangkitan, memahami, dan merefleksikan emosi serta mengemukakan gagasan secara teratur sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual. Kemudian tahun 1997, mereka menyatakan bahwa kecerdasan emosional meliputi:

1) Kemampuan untuk memahami secara akurat, menilai dan mengekspresikan emosi.

2) Kemampuan untuk mengakses atau menghasilkan perasaan ketika mereka memfasilitasi pemikiran.


(20)

9

4) Kemampuan untuk mengatur emosi untuk meningkatkan pertumbuhan emosional dan intelektual (Mayer & Salovey, 1997). Cooper dan Sawaf (2002) berpendapat bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan menerapkan secara efektif daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosional akan menimbulkan energi yang positif, apabila energi tersebut negatif maka tidak dapat disebut kecerdasan emosi sehingga dapat dirasakan manfaatnya baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Goleman (2009) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki individu dalam memotivasi diri sendiri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi, mengatur suasana hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan dan menunda kepuasan, serta mampu menjaga agar beban pikiran tidak melumpuhkan pikiran.

Kecerdasan emosional merupakan salah satu domain psiko-afektif, dalam pendidikan kedokteran juga telah berkaitan dengan kinerja klinis dan prestasi akademis yang tinggi, dalam praktek klinis, berhubungan dengan peningkatan empati dalam konsultasi medis, hubungan dokter-pasien, kinerja klinis dan kepuasan pasien (Chew, et al., 2013). Diperkuat dengan pernyataan Goleman, kecerdasan emosional penting dalam setiap posisi yang berorientasi pada orang dan memiliki arti luas termasuk optimisme, kesadaran, empati, dan


(21)

10

kompetensi sosial. Goleman (2009) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kapasitas untuk mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri kita sendiri dan untuk mengelola emosi dengan baik dalam diri kita dan hubungan kita.

Kekuatan emosi sangat luar biasa, emosi dapat menuntun saat menghadapi masa-masa kritis dan tugas-tugas yang terlalu riskan apabila hanya diserahkan kepada otak atau intellectual quotients (IQ) semata. Goleman mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kesanggupan untuk menghitungkan atau menyadari kondisi setempat untuk membaca emosi orang lain dan diri kita sendiri, dan untuk bertindak dengan cepat. Emosi sendiri merupakan setiap kegiatan atau pergolakan pemikiran, perasaan, nafsu atau setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap, sehingga emosi menjadi dorongan untuk bertindak. Lebih lanjut goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosi berhubungan dengan kemampuan mengelola emosi yang berupa ketakutan, kemarahan, agresi dan kejengkelan (Goleman, 2007).

Manusia memiliki 2 pikiran yaitu pikiran rasional/kognitif yang biasa disebut sebagai IQ dan pikiran emosional yaitu impulsif dan kadang-kadang tidak logis, dapat membaca realitas emosi dalam sekejap, membuat penilaian singkat secara naluriah dan sadar terhadap bahaya yang terjadi. Tidak semua orang yang mempunyai IQ tinggi bisa mencapai sukses, sebaliknya orang yang mempunyai IQ rata-rata bisa mencapai keberhasila yang lebih dari orang-orang yang


(22)

11

mempunyai IQ lebih tinggi. Para ahli psikologi sepakat bahwa IQ mempunyai peranan menyumbang sekitar 20% faktor-faktor yang menyumbangkan keberhasilan seseorang, sedangkan 80% sisanya berasal dari faktor lain termasuk apa yang dinamakan dengan kecerdasan emosional (Goleman, 2009).

b. Komponen-komponen Kecerdasan Emosional

Goleman (2009) mengatakan bahwa terdapat 5 dimensi kecerdasan emosi yang keseluruhannya diturunkan menjadi 25 kompetensi. Apabila kita menguasai cukup 6 atau lebih komponen yang menyebar pada kelima dimensi kecerdasan emosi tersebut, akan membuat seseorang akan mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari. Kelima dimensi tersebut adalah:

1) Mengenali emosi diri (Self-Awareness), yaitu kemampuan seseorang untuk mengetahui perasaan dalam dirinya dan digunakan untuk membuat keputusan bagi diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan memiliki kepercayaan diri yang kuat. Unsur-unsur kesadaran diri, yaitu:

a) Kesadaran emosi (emotional-awareness)

b) Penilaian diri secara teliti (accurate self-awareness) c) Percaya diri (self-confidence)

2) Mengelola Emosi (Self-Regulation), yaitu mengelola keadaan dalam diri dan sumber daya dalam diri sendiri. Kompetensi kedua ini adalah menahan emosi dan dorongan negatif, menjaga norma


(23)

12

kejujuran dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, luwes terhadap perubahan dan terbuka terhadap ide-ide serta informasi baru.

3) Memotivasi diri sendiri (Self-Motivation), yaitu kemampuan menggunakan hasrat agar setiap saat dapat membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih baik, serta mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif. Kompetensi ketiga adalah dorongan untuk menjadi lebih baik, menyesuaikan dengan sasaran kelompok atau organisasi, kesiapan untuk meemanfaatkan kesempatan dan kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan atau hambatan.

4) Mengenali emosi orang lain (Emphaty), yaitu kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Mampu memahami perspektif orang lain dan menimbulkan hubungan saling percaya, serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe individu. Unsur-unsur empati, yaitu:

a) Memahami orang lain (understanding others) b) Mengembangkan orang lain (developing other) c) Orientasi pelayanan (service orientation)

d) Memanfaatkan keragaman (leveraging diversity) e) Kesadaran politis (political awareness)

5) Membina Hubungan (Social-Skills), yaitu kemahiran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki orang lain diantaranya


(24)

13

adalah kemampuan persuasi, mendengar dengan terbuka dan memberi kesan yang jelas; kemampuan menyelesaikan pendapat, semangat kepemimpinan (Goleman,2009).

Menurut Bar-On dalam Stein & Book (2002) ada lima unsur yang membentuk indikator kecerdasan emosi, yaitu:

1) Intrapribadi adalah kemampuan untuk mengenal dan mengendalikan diri sendiri seperti kesadaran dan kemandirian. 2) Antarpribadi adalah keterampilan bergaul dengan orang lain seperti

terbuka, menerima, dan tanggung jawab social.

3) Penyesuaian diri berkaitan dengan kemampuan untuk bersikap lentur, realistis dan fleksibel dalam menghadapi masalah.

4) Pengendalian stress adalah kemampuan bertahan dalam menghadapi stress seperti tegar terhadap konflik emosi dan pengendalian impuls seperti kemampuan untuk menahan dan menunda keinginan bertindak.

5) Suasana hati umum adalah optimis yaitu kemampuan untuk mempertahankan sikap positif yang realistis dalam menghadapi masa-masa sulit dan kebahagiaan, yaitu kemampuan mensyukuri hidup, menyukai diri dan orang lain.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Proses tumbuh kembang seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Kecerdasan Emosional juga


(25)

14

dipengaruhi oleh dua faktor tersebut, diantaranya adalah fungsi otak, keluarga dan lingkungan sekolah (Goleman, 2000).

1) Lingkungan Keluarga

Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dalam mempelajari emosi, dan orang tualah yang sangat berperan. Anak mengidentifikasi perilaku orang tua kemudian diinternalisasikan akhirnya menjadi bagian dalam kepribadian anak. Kehidupan emosi yang dibangun di dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak, bagaimana anak dapat cerdas secara emosional.

2) Lingkungan non Keluarga

Lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan yang dianggap bertanggung jawab terhadap perkembangan kecerdasan emosi. Pergaulan dengan teman sebaya, guru, dan masyarakat luas.

3) Otak

Otak adalah organ yang penting dalam tubuh manusia, otaklah yang mempengaruhi dan mengontrol seluruh kerja tubuh, struktur otak manusia adalah sebagai berikut:

a) Korteks.

Berfungsi membuat seseorang berada di puncak tangga evalusi. Memahami korteks dan perkembangan membantu individu menghayati mengapa sebagian individu sangat cerdas sedangkan yang lain sulit belajar. Korteks berperan penting


(26)

15

dalam memahami kecerdasan emosi serta dalam memahami sesuatu secara mendalam, menganalisis mengapa kita mengalami perasaan tertentu, selanjutnya berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Korteks khususnya lobus frontalis dapat bertindak sebagai saklar peredam yang memberi arti terhadap situasi emosi sebelum berbuat sesuatu.

b) Sistem Limbik.

Bagian ini sering disebut sebagai bagian emosi yang letaknya jauh dalam hemisfer otak besar terutama bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan impuls. Sistem limbik meliputi hippocampus, tempat berlangsungnya proses pembelajaran emosi. Selain itu ada amigdala yang dipandang sebagai pusat pengendalian emosi pada otak.

Walgito (1993) cit Winahyu (2009) membagi faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi menjadi dua yaitu :

1) Faktor internal

Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berpikir dan motivasi.


(27)

16

2) Faktor Eksternal.

Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor eksternal meliputi: stimulus dan lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses terbentuknya kecerdasan emosi.

Setidaknya ada tiga wadah dimana individu memperoleh pendidikan, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiganya berperan dalam pembentukan nilai, sikap dan perilaku individu termasuk bagaimana seseorang mengembangkan kecerdasan emosinya (Puspitosari, 2008).

d. Pengembangan Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional dapat dikembangkan baik melalui internal (motivasi dari dalam diri) maupun eksternal, lingkungan fisik, sosial, keaktifan, latar belakang pendidikan, latar belakang budaya dan latar belakang keilmuan. Kecerdasan emosi dapat dipelihara dan dipelajari sepanjang hidup. Nilai kecerdasan emosi meningkat terus sampai puncaknya pada umur 40-49 tahun kemudian menyusut perlahan-lahan.

2. Objective Structured Clinical Examination (OSCE)

OSCE adalah suatu metode untuk menguji kompetensi klinik secara obyektif dan terstruktur dalam bentuk putaran station dengan waktu tertentu. Objektif karena semua mahasiswa diuji dengan ujian yang sama. Terstruktur karena yang diuji keterampilan klinik tertentu dengan


(28)

17

menggunakan lembar penilaian tertentu. Objective Structured Clinical

Examination (OSCE) telah banyak digunakan oleh sekolah-sekolah

kedokteran di dunia untuk menilai anamnesis, kemampuan pemeriksaan fisik dan komunikasi sejak diperkenalkan pertama kali pada tahun 1972 oleh Dr. Ronald Harden (Varkey, et al., 2008; Harden, et al., 1975). Objective Structured Clinical Examination (OSCE) menyediakan sarana untuk menilai kompetensi pesertanya secara terstruktur. Pesertanya antara lain dari kalangan mahasiswa kedokteran, residen dan dokter berpengalaman. Selama tiga dekade terakhir, OSCE sudah digunakan untuk penilaian kompetensi klinis sebagai bagian dari pendidikan kesehatan professional (Brannick, et al., 2011).

Situasi pengujian keterampilan klinis dibuat semirip mungkin dengan situasi klinis yang nyata di rumah sakit, sehingga OSCE bisa menjadi konteks alami untuk mengetahui dan menilai kemampuan pesertanya. Mahasiswa terlibat dalam kegiatan klinis yang dirancang secara terstruktur untuk mengukur pengetahuan dasar, keterampilan dalam pemeriksaan fisik, dan keterampilan komunikasi yang kompleks (White, et al,. 2009). Metode pengujian dapat berupa pemeriksaan berbasis kasus, role-play, atau dengan menggunakan simulasi (Varkey et al., 2008). Perangkat yang diperlukan untuk penyelanggaraan OSCE antara lain station atau pos-pos pengujian, juri sebagai penilai, probandus yang sudah terstandarisasi, peralatan pemeriksaan dan checklist penilaian (Su, et al., 2005). Selama ujian setiap peserta memasuki pos-pos/station tertentu, setiap station


(29)

18

dijaga oleh seorang penguji dan terdapat pula probandus atau peralatan klinis sesuai materi yang diujikan. Kemudian peserta mulai mempraktekan keterampilan yang diujikan sesuai pos yang dimasuki dan dievaluasi oleh penguji. Setelah semua selesai, penguji bisa memberikan instruksi tertentu dan juga feedback kepada peserta, sehingga peserta dapat mengevaluasi diri sendiri dan bisa mengetahui letak kesalahan (Payne, et al., 2008). Penilaian dilakukan oleh penguji yang sudah ahli dari fakultas, dengan menggunakan suatu skema penilaian atau checklist (Brannick, et al., 2011).

Checklist berisi daftar materi-materi keterampilan klinis yang harus dilakukan peserta saat ujian OSCE berlangsung. Checklist juga dapat dipakai oleh penguji untuk menilai kemampuan dan pengetahuan peserta pada setiap pos yang dijalanin. Daftar-daftar ini dapat dipakai peserta dalam persiapan untuk menilai kemampuan melakukan materi keterampilan klinis baik untuk dirinya sendiri maupun untuk menilai orang lain dalam suatu kelompok belajar, sebelum OSCE dilaksanakan (Katrina, 2011).

Keuntungan dari OSCE dibandingkan dengan penilaian yang menggunakan pasien nyata di rumah sakit adalah pada pasien simulasi sudah di standarisasi sedemikian rupa sehingga pasien yang didapat oleh masing-masing peserta ujian mempunyai masalah yang pada dasarnya sama. Dengan itu, akan lebih mudah untuk membandingkan nilai yang didapat oleh masing-masing peserta ujian (Brannick, et al., 2011).


(30)

19

3. Keterkaitan antara Kecerdasan Emosional dan Nilai OSCE

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chew, Zain dan Hassan (2013) menemukan bahwa kecerdasan emosional merupakan prediktor signifikan dalam meningkatkan prestasi akademik, baik dalam ujian MCQ atau OSCE. Hal ini tampak ketika mahasiswa dapat secara akurat memahami emosi dan memahami penyebab emosi itu sendiri. Mahasiswa dengan kecerdasan emosional tinggi akan lebih mudah beradaptasi, lebih memahami orang lain dan diri sendiri, lebih memahami penyebab dan emosi orang lain (Chew, et al., 2013). Hasil ini mengindikasikan terdapat hubungan signifikan dari kecerdasan emosional dalam meningkatkan prestasi akademik mahasiswa kedokteran.

Goleman (2000) berpendapat bahwa Kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, salah satunya yaitu kecerdasan emosional. Proses belajar mengajar di perguruan tinggi dalam berbagai aspeknya sangat berkaitan dengan kecerdasan emosional mahasiswa.

Kecerdasan emosional ini mampu melatih kemampuan mahasiswa, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang relatif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Hal ini diperkuat dengan pendapat Solovey (Goleman, 2002) yang membagi kecerdasan emosi


(31)

20

menjadi lima yaitu kemampuan mengenal diri (kesadaran diri), mengelola emosi, memotivasi diri, mengendalikan emosi orang lain, berhubungan dengan orang lain (empati). Kemampuan-kemampuan ini mendukung seorang mahasiswa dalam mencapai hasil belajar yang maksimal sehingga dapat mencapai tujuan dan cita-citanya.

Berdasarkan pendapat yang diuraikan diatas disimpulkan bahwa mahasiswa yang memiliki tingkat kecerdasan emosi yang baik dapat mengekspresikan dan menggunakan keterampilan-keterampilan yang dimilikinya secara baik pula, sehingga mampu untuk mencapai tujuan dan hasil belajar yang maksimal.


(32)

21

B. Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1. Kerangka Konsep Fasilitas belajar Lingkungan belajar Kecerdas an Kecerdasan Emosional Persiapan OSCE Kecerdasan Intelektual Pada Saat OSCE

Penguji Kecerdasan

Spiritual

Probandus Kecerdasan

Emosional Kecerdasan Intelektual Alat-alat Hasil OSCE Lingkungan belajar Kecerdasan Spiritual Kecerdasan Emosional Persiapan OSCE Pada Saat OSCE

Penguji Kecerdasan

Emosional

Probandus Kecerdasan

Spiritual Kecerdasan

Intelektual Alat-alat


(33)

22

C. Hipotesis

1. Ho = Tidak terdapat hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. H1 = Terdapat terdapat hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(34)

23 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan disain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional untuk mempelajari hubungan antara kecerdasan emosional dengan hasil OSCE Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UMY.

B. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitan ini adalah seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012 sampai dengan 2015 yang berjumlah 799 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan diambil (Notoatmojo, 2005). Kriteria inklusi dan eksklusi yang diterapkan dalam penilitan ini adalah:

a. Kriteria Inklusi

1) Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012, 2013, 2014, 2015.

2) Mahasiswa aktif yang mengikuti kegiatan skills lab dalam blok yang sedang dijalankan.


(35)

24

b. Kriteria eksklusi

1) Tidak mengisi kuesioner secara benar dan lengkap.

2) Mahasiswa yang tidak dapat mengikuti ujian OSCE, yaitu mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan skills lab secara keseluruhan atau inhal pretest skills lab lebih dari 50% dari seluruh kegiatan skills lab pada blok yang sedang dijalankan.

3) Mahasiswa yang nilai OSCE-nya belum keluar di akhir blok karena berbagai sebab.

Teknik pengambilan sampel dalam penilitian ini adalah cross-sectional dan jumlah sampel ditentukan menggunakan rumus minimal sampel size (Lemeshow, 1997) dengan perhitungan sebagai berikut:

Keterangan :

n : Besar sampel minimal N : Jumlah populasi

Z : Standar deviasi normal untuk 1,96 dengan CI 95% d : Derajat ketepatan yang digunakan oleh 90% atau 0,1 p : Proporsi target populasi adalah 0,5

q : Proporsi tanpa atribut 1-p = 0,5 n = 1,962.799.0,5.0,5 0,12.(799 - 1)+1,962.0,5.0,5 = 85,8305669


(36)

25

Untuk mempermudah perhitungan dan pengolahan data pada sampel, maka peneliti membulatkan angka sampel menjadi 86.

C. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di lingkungan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Waktu pelaksanaan pada bulan Agustus 2015 - Januari 2016.

D. Variabel penelitan

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kecerdasan Emosional. 2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil OSCE.

E. Definisi operasional

1. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012, 2013, 2014, 2015 untuk memahami kesadaran dirinya, mengatur diri, memotivasi diri, kemampuan berempati, serta terampil dalam bersosialisasi. Variabel kecerdasan emosional diwujudkan dalam lima indikator yaitu : mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan dengan orang lain. Skala untuk kecerdasan emosional adalah ordinal. Cara pengukuran dengan menggunakan Indikator Kecerdasan Emosional Goleman dengan jumlah pertanyaan sebanyak 55 item.

Kriteria kecerdasan emosional tinggi, sedang, dan rendah responden ditentukan berdasarkan kuesioner yang diisi oleh responden, setiap hasil


(37)

26

akumulasi jawaban dari pertanyaan yang dijawab maka akan dikatagorikan sebagai berikut :

Tinggi apabila jumlah skor ≥ 76% Sedang apabila jumlah skor 56-75% Rendah apabila jumlah skor ≤ 55%

Kategorisasi rentang nilai tersebut sesui perhitungan berdasarkan rumus dari Arikunto (2006), sebagai berikut:

Keterangan : p : prosentase X : Jumlah jawaban n : jumlah responden

Berdasarkan persentase diatas jumlah pertanyaan pada kuisoner kecerdasan emosional adalah 55 pertanyaan dengan jumlah tertinggi untuk semua jawaban adalah 220, maka untuk menilai kecerdasan emosional mahasiswa dibuat rentang nilai :

Tinggi apabila jumlah skor 167-220 Sedang apabila jumlah skor 123-166 Rendah apabila jumlah skor ≤ 122

2. Objective Structured Clinical Examination (OSCE)

OSCE adalah evaluasi/ujian keterampilan klinis yang dilakukan setiap akhir blok, selama ujian setiap peserta memasuki pos-pos/station tertentu, setiap station dijaga oleh seorang penguji dan terdapat pula


(38)

27

probandus atau peralatan klinis sesuai materi yang diujikan. Kemudian peserta mulai mempraktekan keterampilan yang diujikan sesuai pos yang dimasuki, penguji mengevaluasi dan menilai berdasarkan check list yang sudah disusun sesuai dengan materi yang diujikan. Sesuai dengan standar nilai yang ditetapkan FKIK UMY nilai OSCE dikatagorikan tinggi jika hasilnya ≥ 75, sedang jika hasilnya 60-74, rendah jika hasilnya < 60 (inhal). Skala untuk hasil nilai OSCE adalah numerik.

F. Alat dan Bahan Penelitian

Instrumen dalam mengukur variabel kecerdasan emosional menggunakan Kuesioner kecerdasan emosional Goleman (2002). Instrumen pada penelitian ini telah dilakukan Uji Validitas dan Realibilitas sebelum dilakukan penelitian. Instrumen tersebut berupa kuesioner tertutup yang alternatif jawabannya sudah dibatasi dan langsung diberikan kepada subjek yang akan diteliti. Setiap butir pertanyaan mengandung item jawaban yang mengarah pada jawaban favorable atau kearah unfavorable. Penilaian kuesioner menggunakan skala likert yang mempunyai empat alternatif jawaban, yang pada setiap jawaban mempunyai skor yang berbeda pada pertanyaan yang mengarah pada pertanyaan favorable atau unfavorable. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel 2 dibawah ini :

Tabel 2. Skor favorable dan unfavorable menurut alternatif jawaban No Skala alternatif jawaban Skor Favorable Skor unfavorable

1 Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 4

2 Tidak Sesuai (TS) 2 3

3 Sesuai (S) 3 2


(39)

28

Alat yang digunakan untuk meneliti kecerdasan emosional adalah berupa kuesioner yang terdiri dari 55 butir pertanyaan yang terdiri dari :

Tabel 3. Sebaran Item Kuesioner Kecerdasan Emosional

No Aspek Kecerdasan Emosional Pernyataan Jumlah

Favorable Unfavorable

1. Kemampuan untuk mengenali emosi diri

21, 44, 49, 51, 55

6, 15, 35,

36, 39, 45 11 2. Kemampuan untuk mengelola

emosi diri

2, 20, 25, 47, 48, 53

3, 7, 9, 17,

34, 41 12

3. Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri

10, 11, 16, 22, 50

4, 5, 28, 30,

33, 40 11

4. Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain

8, 13, 18,

19, 46, 52 1, 29, 32, 37 10 5. Kemampuan untuk membina

hubungan

14, 26, 27, 31, 42, 54

12, 23, 24,

38, 43 11

JUMLAH 28 27 55

Sumber : Goleman (2002)

G. Jalannya penelitian

1. Meminta perizinan ke Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2. Meminta data Mahasiswa angkatan 2013 yang dapat mengikuti OSCE dan yang termasuk kriteria inklusi sampel.

3. Melakukan penandatanganan persetujuan 4. Mengisi kuesioner yang disiapkan

5. Meminta data hasil nilai OSCE 6. Pengolahan Data

H. Analisis data

Analisis data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian. Analisis korelasi merupakan salah satu teknik statistic yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih. Pada penelitian ini data yang digunakan berskala numerik (variabel 1) dan berskala numerik


(40)

29

(variabel 2), maka data diolah dengan menggunakan program komputer menggunakan aplikasi SPSS versi 15 dengan uji statistik korelasi pearson jika persebaran data normal dan korelasi spearman jika persebaran data tidak normal (Dahlan, 2014).


(41)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Karakteristik Mahasiswa Kedokteran UMY Berdasarkan Nilai Kecerdasan Emosional

Tabel 4. Distribusi frekuensi karakteristik mahasiswa kedokteran UMY berdasarkan nilai kecerdasan emosional

Nilai Kecerdasan Emosional Tahun Angkatan

2012 2013 2014 2015

Tinggi 15 3 11 5

Sedang 7 19 11 17

Rendah 0 0 0 0

Sumber: Data Primer

Berdasarkan Tabel 4.1, pada tahun angkatan 2012 mayoritas responden memiliki nilai kecerdasan emosional tinggi yaitu sebanyak 15 orang (68,2%), pada tahun angkatan 2013 dan 2015 mayoritas responden memiliki nilai kecerdasan emosional sedang yaitu 19 orang (86,4%) pada angkatan 2013 dan 17 orang (77,3%) pada angkatan 2015, sedangkan pada tahun angkatan 2014 memiliki kecerdasan emosional tinggi sebanyak 11 orang (50%) dan kecerdasan emosional 11orang (50%).

2. Karakteristik Mahasiswa Kedokteran UMY Berdasarkan Nilai OSCE Tabel 5. Distribusi frekuensi karakteristik mahasiswa kedokteran

UMY berdasarkan nilai OSCE

Nilai OSCE Tahun Angkatan

2012 2013 2014 2015

Tinggi 17 10 13 19

Sedang 4 11 8 3

Rendah 1 1 1 0


(42)

31

Berdasarkan tabel 5, pada tahun angkatan 2012 mayoritas responden memiliki nilai OSCE tinggi yaitu sebanyak 17 orang (77,3%), sedang 4 orang (18,2%) dan rendah 1 orang (4,5%). Pada tahun angkatan 2013, nilai kecerdasan emosional tinggi sebanyak 10 orang (45,5%), sedang 11 orang (50%) dan rendah 1 orang (4,5%). Pada tahun angkatan 2014, mayoritas responden memiliki nilai OSCE tinggi yaitu sebanyak 13 orang (59,1%), sedang 8 orang (36,4%) dan rendah 1 orang (4,5%). Pada tahun angkatan 2015, mayoritas responden memiliki nilai OSCE tinggi yaitu sebanyak 19 orang (86,4%), sedang 3 orang (13,6%) dan tidak ada yang memiliki nilai OSCE yang rendah.

3. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE

Tabel 6. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE Sig. Kekuatan Korelasi (r) 1. Hubungan Kecerdasan

Emosional dengan nilai OSCE 0,000 0,430

Pada tabel hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE (tabel 4.3) didapatkan hasil dengan angka probabilitas 0,000 yang berarti p < 0,05 dan nilai r = 0,430 yang berarti terdapat hubungan positif yang sedang antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE.


(43)

32

4. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis kelamin

Tabel 7. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis kelamin

Sig. Kekuatan Korelasi (r) 1.

Hubungan Kecerdasan

Emosional dengan nilai OSCE pada perempuan

0,001 0,473

2.

Hubungan Kecerdasan

Emosional dengan nilai OSCE pada laki-laki

0,010 0,383

(keterangan: nilai r sangat lemah: 0,00-0,199; lemah: 0,20-0,399; sedang: 0,40-0,599; kuat: 0,60-0,799; sangat kuat: 0,80-1,00)

Pada tabel hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis kelamin (tabel 7), pada perempuan didapatkan angka probabilitas 0,001 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,473 yang berarti terdapat hubungan positif yang sedang antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada perempuan. Sedangkan hubungan kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada laki-laki didapatkan angka probabilitas 0,010 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,383 yang berarti terdapat hubungan positif yang lemah antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada laki-laki


(44)

33

5. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut tahun angkatan

Tabel 8. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut tahun angkatan

Sig. Kekuatan Korelasi (r) 1.

Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan 2012

0,011 0,532

2.

Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan 2013

0,000 0,864

3.

Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan 2014

0,000 0,693

4.

Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan 2015

0,120 0,341

(keterangan: nilai r sangat lemah: 0,00-0,199; lemah: 0,20-0,399; sedang: 0,40-0,599; kuat: 0,60-0,799; sangat kuat: 0,80-1,00)

Pada tabel Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut Tahun Angkatan (tabel 4.5) didapatkan data hubungan kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada tahun angkatan 2012 dengan angka probabilitas 0,011 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,532 yang berarti terdapat hubungan positif yang sedang antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada tahun angkatan 2012. Pada tahun angkatan 2013 didapatkan angka probabilitas 0,000 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,864 yang berarti terdapat hubungan positif yang kuat antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada tahun angkatan 2013. Untuk tahun angkatan 2014 didapatkan angka probabilitas 0,000 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,693 yang berarti terdapat hubungan positif yang kuat antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada


(45)

34

tahun angkatan 2014. Sedangkan untuk tahun angkatan 2015 didapatkan angka probabilitas 0,120 yang berarti nilai p > 0,05 dan nilai r = 0,341 yang berarti terdapat hubungan positif yang lemah dan tidak signifikan antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada tahun angkatan 2015.

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Berdasarkan analisis korelasi (tabel 4.3) dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan kekuatan korelasi positif sedang. Hubungan yang signifikan pada penilitian ini menunjukan bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil nilai OSCE.

Hasil penilitan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chew,dkk (2013) tentang hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi akademik pada mahasiswa kedokteran menunjukan hubungan yang signifikan, untuk prestasi akademik dalam penilitian ini menggunakan nilai MCQ dan OSCE. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa mahasiswa kedokteran dengan kecerdasan emosional yang tinggi, maka nilai MCQ dan OSCE juga tinggi. Kecerdasan emosional dalam mempengaruhi prestasi akademik tampak terutama ketika mahasiswa mampu secara akurat memahami emosi dan penyebab emosi itu sendiri. Mahasiswa dengan kecerdasan emosional yang tinggi memiliki kemampuan adaptasi dengan lingkungan yang lebih baik,


(46)

35

mampu memahami orang lain dan dirinya sendiri dengan baik. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tiwari (2013) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki kontribusi tertinggi dalam prestasi akademik dan memliki hubungan yang signifikan disusul dengan kecerdasan spiritual.

Pada penilitian ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menurut jenis kelamin. Berdasarkan analisis korelasi (tabel 4.4) dapat diketahui bahwa perempuan memiliki kekuatan korelasi yang lebih besar dibanding laki-laki. Meskipun menurut Goleman (2005) untuk kapasitas kecedasan emosional laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik sendiri, mereka memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Akan tetapi hasil penilitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fataneh (2011) tentang hubungan kecerdasan emosional dengan jenis kelamin. Dalam penilitian ini disebutkan bahwa perempuan memiliki kecerdasan emosional lebih tinggi dibanding laki-laki dengan nilai p<0,05. Perbedaan kecerdasan emosional pada laki-laki dan perempuan bisa dilihat sejak bayi karena adanya perbedaan ajaran yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan, perempuan sebagian besar diharapkan menjadi pribadi yang lebih ekspresif dalam mengungkapkan perasaannya, sedangkan pada laki-laki mereka sering diharapkan menjadi pribadi yang kuat sehingga kurang bisa mengekspresikan perasaan mereka dengan baik dibandingkan perempuan. Penelitian lain yang


(47)

36

dilakukan oleh Mayer, Caruso dan Salovey pada tahun 1999 juga menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Berdasarkan Tabel 4.5, dapat diketahui terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE menurut tahun angkatan. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa tingkat akhir (tahun angkatan 2012) memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dibanding mahasiswa tahun pertama (tahun angkatan 2015). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chew,dkk (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan prestasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir dibandingkan mahasiswa tahun pertama, terutama dalam hal memahami emosi, hal ini disebabkan mahasiswa tingkat akhir lebih sering atau terbiasa menghadapi ujian klinis dan memiliki pemahaman klinis lebih banyak dibanding mahasiswa tahun pertama. Pada tahun angkatan 2015 tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE menurut tahun angkatan, hal ini bisa disebabkan karena, mahasiswa tahun pertama umumnya berusia antara 17 sampai 20 tahun, rentang usia tersebut menurut Sarwono (2001) masih termasuk kategori remaja dimana masa yang penuh masalah dan membutuhkan banyak penyesuaian diri yang disebabkan karena terjadinya perubahan harapan sosial, peran, dan perilaku. Selain itu menurut Hurlock (1999) bahwa mahasiswa termasuk ke dalam akhir masa remaja dimana tugas perkembangan pada masa remaja ini individu mencapai kemandirian


(48)

37

emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainya. Mahasiswa baru merupakan masa peralihan antara masa remaja akhir menuju masa dewasa awal, yang mana pada masa ini emosionalnya tergolong masih labil. Kelemahan dalam penelitian ini yaitu untuk hasil nilai OSCE, tingkat kesulitan ujian OSCE pada blok yang dihadapi masing-masing angkatan tidak dikontrol, tingkat kesulitan ujian OSCE pada masing-masing angkatan mungkin berbeda karena tidak diambil dari blok yang sama tetapi blok yang sedang dijalani sehingga hal itu juga dapat mempengaruhi nilai OSCE.


(49)

38 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE dengan angka probabilitas 0,000 dan nilai r = 0,430

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional menurut jenis kelamin terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional menurut tahun angkatan terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

B. Saran

1. Saran bagi mahasiswa untuk dapat meningkatkan kecerdasan emosional dengan cara lebih mengenali emosi diri sendiri dan orang lain, mampu mengelola emosi diri sendiri dan orang lain, serta mampu memotivasi diri sendiri dan orang lain.

2. Saran bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dapat memberikan pelatihan pengembangan kecerdasan emosional agar peserta didik dapat lebih memahami.

3. Peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat meniliti lebih lanjut terkait kecerdasan emosional dengan hasil OSCE menurut tahun angkatan dengan kurikulum yang sama.


(50)

39

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bar-On, R. (2010). Emotional Intelligence: An integral part of positive psychological. S Afr J Psychol, 47-57.

Brackett, M. A., Rivers, S. E., & Salovey, P. (2011). Emotional Intelligence: Implications for Personal, Social, Academic, and Workplace Success. 88-103.

Brannick, M. T., Erol-Korkmaz, H. T., & Prewett, M. (2011). A systematic review of the reability of objective structured clinical examination scores. In Medical Education (pp. 45: 1181 - 1189).

Chew, B. H., Zain, A. M., & Hassan, F. (2013). Emotional Intelligence and academic performance in first and final year medical students.

Claramita, M. (2008). The Skills Laboratory. Yogyakarta: Faculty of Medicine Universitas Gajah Mada.

Cooper, R. K., & Sawaf, A. (2002). Executive EQ: Kecerdasan Emosi dalam Kepemimpinan dan Organisasi. (A. T. Widodo, Trans.) Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Dahlan, MS. (2014). Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto.

Goleman, D. (2007). Kecerdasan Emosional. (T. Hermaya, Trans.) Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Harden, R. M., & Gleeson, F. A. (1979). Assessment of Clinical Competence Using an Observed Structured Clinical Examination. Medical Education, 41-47.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Ruang Kehidupan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga

Katrina, F. H. (2011). OSCE and Clinical Skills Handbook. London: Elsevier Saunders.

Konsil Kedokteran Indonesia. (2012). Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.

McCoy, J. A., & Merrick, H. W. (2001). The Objective Structured Clinical Examination.


(51)

40

Miri, M. R., Kermani, T., Khoshbakht, H., & Mitra, M. (2013). The Relationship between emotional intelligence and academic stress in student of medical sciences.

Payne, N. J. (2008). Sharpening the Eye of the OSCE with Critical Action Analysis. Academic Medicine, 900-905.

Romanelli, F., Cain, J., & Smith, K. M. (2006). Emotional intelligence as a predictor of academic and/or professional success. 70 (3) : 69.

Sarafino, E. P. (1994). Health Psychology: Biopdychosocial Interaction. Canada: John Wiley and Sons, Inc.

Schuwirth, L., & Van Der Vleuten, C. (2004). Changing Education, Changing Assessment, Changing Research? Medical Education, 805-812.

Su, B. H., Shen, B. C., & Chen, W. (2005). Objective Structured Clinical Examination (OSCE): A Comparison of Interpersonal Skills Scores with Written OSCE Scores. Mid Taiwan J Med, 32-37.

Sudaryanto. (2008). Kajian Kritis tentang Permasalahan Sekitar Pembelajaran kemampuan Berpikir Kritis. Jakarta.

Tiwari, G. N., & Dhatt, H. K. (2014). Contribution Value of Spiritual Intelligence, Emotional Intelligence and Self-Efficacy in Academic Achievement of B.Ed. Student Teachers. 51-65.

Turner, J. L., & Dankoski, M. (2008). Objective Structured Clinical Exam: A critical review. 40(8):574.

Varkey, P., Natt, N., Lesnick, T., Downing, S., & Yudkowsky, R. (2008). Validity Evidence for an OSCE to Assess Competency in Systems-Based Practice and Practice-Based Learning and Improvement: A Preliminary Investigation. Academic Medicine, 775-780.

White, C. B., Ross, P. T., & Gruppen, L. D. (2009). Remediating Students Failed OSCE Performances at One School: The Effect of Self Assessment, Reflection, and Feedback. Academic Medicine, 651-654.


(52)

(53)

SURAT PERSETUJUAN

Nama :

NIM :

No. Telepon :

Bersedia untuk mengisi angket yang diberikan peneliti. Saya mengerti bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui hubungan Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Emosional dengan hasil OSCE mahasiswa program studi pendidikan dokter FKIK UMY

Yogyakarta , Responden


(54)

ANGKET PENELITIAN

Petunjuk Pengisian Angket :

1. Isilah identitas saudara/i pada kolom yang telah disediakan 2. Cara Mengisi angket sebagai berikut :

a. Kepada Mahasiswa/i Program Studi Pendidikan Dokter UMY

b. Angket ini hanya dipergunakan untuk keperluan ilmiah, untuk itu setiap jawaban yang diberikan tidak mempengaruhi nilai atau prestasi anda dan semua informasi yang diberikan akan dijaga oleh peneliti.

c. Kerjakan setiap nomor dan mohon jangan sampai ada yang terlewati. d. Pilihlah salah satu dari alternatif jawaban :

- Sangat Sesuai (SS) jika anda merasa sangat setuju dan sependapat atas pernyataan tersebut.

- Sesuai (S) jika anda hanya merasa setuju atas pernyataan tersebut

- Tidak Sesuai (TS) jika anda merasa tidak sependapat atas pernyataan tersebut

- Sangat Tidak Sesuai (STS) jika anda merasa sangat tidak sependapat dan menganggap pernyataan itu salah

e. Jawaban yang diberikan cukup dengan memberikan tanda ceklis ( ) pada alternatif jawaban yang tersedia, sesuai dengan keadaan saudara/i rasakan selama ini. Seandainya saudara/i ingin meralat jawaban yang telah diisi, maka cukup dengan memberi tanda () pada jawaban yang dianggap salah dengan membuat yang baru.

f. Setelah angket selesai dijawab, mohon kesediaan saudara/i untuk dapat mengembalikannya kepada pengedar angket tepat pada waktunya.


(55)

ANGKET KECERDASAN EMOSIONAL

No. Pernyataan SS S TS STS

1. Saya tidak tergerak untuk menghibur teman yang sedang kecewa.

2. Saya mudah melepaskan diri dari kecemasan-kecemasan yang menghantui perasaan saya. 3. Kemarahan yang saya alami berlangsung

dalam waktu yang lama..

4. Saya segan bertanya kepada teman ketika tidak mengetahui sesuatu karena takut dianggap bodoh.

5. Kekurang pahaman tentang pengetahuan mata pelajaran yang diajarkan membuat saya rendah diri.

6. Saya sulit melakukan berbagai aktivitas dengan baik ketika sedih.

7. Berbagai perasaan negatif terus-menerus muncul dalam diri saya ketika saya ter-singgung.

8. Saya dapat mengetahui bahwa seseorang sedang sedih dengan mendengarkan nada bicaranya.

9. Saya sulit untuk mengendalikan diri ketika marah.

10. Saya mendahulukan mengerjakan peker-jaan yang menjadi tugas saya daripada bermain dengan teman-teman.

11. Saya meyakini bahwa saya sanggup me-nyelesaikan berbagai tugas yang ada pada pekerjaan saya.

12. Saya sulit bekerjasama dengan teman-teman satu kelas

13. Saya mampu mendengarkan keluh kesah teman.

14. Saya mampu memberikan dukungan kepa-da teman yang sedang mengalami mu-sibah. 15. Saya tidak mempedulikan perasaan-pera-saan

yang sedang saya alami.

16. Saya mampu belajar mata kuliah yang saya mampu secara rutin.

17. Sulit bagi saya untuk segera bangkit dari kemurungan yang saya alami.


(56)

No. Pernyataan SS S TS STS

18. Saya mampu merasakan kesedihan teman yang mendapatkan penilaian pelaksanaan pekerjaan jelek.

19. Saya tergerak untuk menolong korban kecelakaan lalu lintas.

20. Mudah bagi saya untuk menghibur diri ketika sedang murung.

21. Saya merasa yakin bahwa semester ini, penilaian pelaksanaan pekerjaan saya bagus. 22. Saya mampu berusaha lebih giat lagi untuk

mendapat penilaian pelaksanaan pekerjaan yang lebih baik.

23. Saya merasa sulit berkomunikasi dengan teman-teman satu kelompok diskusi

24. Saya merasa sulit memperbaiki hubungan dengan teman yang pernah bertengkar dengan saya.

25. Saya mampu mengungkap ketidaksukaan saya kepada orang yang membuat saya jengkel tanpa kehilangan kendali.

26. Kesopanan membuat saya mampu bergaul secara akrab di dalam masyarakat.

27. Saya mampu mendamaikan konflik yang terjadi diantara teman-teman.

28. Saya malas mencari alternatif cara penye-lesaian lain ketika cara penyepenye-lesaian yang saya lakukan ternyata salah.

29. Saya tidak tergerak untuk mengemukakan berbagai cara penyelesaian masalah kepa-da teman yang sedang menghadapi masa-lah. 30. Saya menjadi malas belajar lebih menda-lam

mata kuliah yang saya ampu ketika mengetahui penilaian pelaksanaan peker-jaan saya jelek. 31. Saya mampu menjaga kekompakan dengan

teman sekampus

32. Saya tidak merasa bersalah ketika menjelek-jelekkan orang lain, karena memang dia pantas mendapatkannya.

33. Saya mudah kehilangan semangat ketika menemui kesulitan dalam mengerjakan berbagai tugas yang ada pada bidang pe-kerjaan saya.


(57)

No. Pernyataan SS S TS STS

34. Saya terus-menerus memikirkan berbagai hal yang menyebabkan saya kecewa.

35. Saya letih dengan naik turunnya perasaan yang saya alami.

36. Saya tidak tahu mengapa saya merasa begitu malas untuk mempersiapkan mata pelajaran yang saya ampu.

37. Saya tidak mau ambil pusing apakah kata-kata saya menyinggung hati orang lain atau tidak. 38. Saya merasa sulit mengkoordinasikan

teman-teman dalam satu kelompok.

39. Saya tidak mengetahui penyebab perasaan sedih yang saya alami.

40. Saya kurang bergairah untuk mengerjakan tugas-tugas yang ada pada bidang peker-jaan saya.

41. Saya terus-menerus memikirkan kegagalan yang saya alami, sehingga saya merasa tertekan.

42. Saya mampu mencegah timbulnya konflik diantara teman-teman.

43. Saya segan mengawali pembicaraan dengan orang lain yang belum saya kenal.

44. Saya mengetahui penyebab perasaan tidak bahagia yang saya alami dalam hidup ini. 45. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan

ketika marah.

46. Saya mampu menghargai pendapat orang lain yang lebih muda usianya dari saya.

47. Mudah bagi saya untuk segera bangkit dari kemalasan yang saya alami.

48. Mudah bagi saya untuk berprasangka baik terhadap orang lain yang telah menying-gung hati saya.

49. Saya mengetahui penyebab kerisauan yang saya alami.

50. Saya mampu memperbaiki kegagalan se-hingga menjadi suatu keberhasilan.

51. Saya mampu tetap tenang menghadapi ber-bagai masalah.


(58)

No. Pernyataan SS S TS STS

52. Saya dapat mengetahui bahwa seseorang sedang marah dengan melihat ekspresi wajahnya.

53. Saya mudah memaafkan orang yang telah menyinggung hati saya.

54. Saya mudah menyesuaikan diri dalam lingkungan yang berbeda-beda.


(59)

HASIL PENGOLAHAN DATA A. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE

Correlations

Kecerdasan Emosional

Nilai OSCE Kecerdasan

Emosional

Pearson

Correlation 1 ,430(**)

Sig. (2-tailed) ,000

N 88 88

Nilai OSCE Pearson

Correlation ,430(**) 1

Sig. (2-tailed) ,000

N 88 88

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

B. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis kelamin

Correlations

NilaiPerempu an

KEPerem puan

NilaiPerempuan Pearson Correlation 1 ,473(**)

Sig. (2-tailed) ,001

N 44 44

KEPerempuan Pearson Correlation ,473(**) 1

Sig. (2-tailed) ,001

N 44 44


(60)

Correlations

NilaiLakilaki KELakilaki

NilaiLakilaki Pearson Correlation 1 ,383(*)

Sig. (2-tailed) ,010

N 44 44

KELakilaki Pearson Correlation ,383(*) 1

Sig. (2-tailed) ,010

N 44 44

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

C. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut tahun angkatan Correlati ons 1 ,532* ,011 22 22 ,532* 1 ,011 22 22 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kecerdasan Emosional 2012

Hasil Nilai OSCE 2012

Kecerdasan Emosional

2012

Hasil Nilai OSCE 2012

Correlation is signif icant at the 0.05 lev el (2-tailed). *. Correlati ons 1 ,864** ,000 22 22 ,864** 1 ,000 22 22 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kecerdasan Emosional 2013

Hasil Nilai OSCE 2013

Kecerdasan Emosional

2013

Hasil Nilai OSCE 2013

Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed). **.


(61)

Correlati ons 1 ,693** ,000 22 22 ,693** 1 ,000 22 22 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kecerdasan Emosional 2014

Hasil Nilai OSCE 2014

Kecerdasan Emosional

2014

Hasil Nilai OSCE 2014

Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed). **. Correlati ons 1 ,341 ,120 22 22 ,341 1 ,120 22 22 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Kecerdasan Emosional 2015

Hasil Nilai OSCE 2015

Kecerdasan Emosional

2015

Hasil Nilai OSCE 2015


(62)

1

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN HASIL OSCE MAHASISWA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FKIK UMY

Shasia Resky Purnomo1, Nurhayati21Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY, 2Bagian Medical Education FKIK UMY

Objective Structured Clinical Examination (OSCE) adalah suatu ujian

keterampilan klinik untuk menilai keterampilan sikap dan perilaku sekaligus kinerja klinik mahasiswa kedokteran dalam menghadapi pasien. Untuk memperoleh hasil ujian yang baik dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya kecerdasan emosional. Mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi akan memiliki hubungan sosial/interpersonal yang lebih baik dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015 dengan sampel berjumlah 88 mahasiswa. Kecerdasan emosional di ukur menggunakan kuesioner Kecerdasan Emosional Goleman dengan jumlah pertanyaan sebanyak 55 item.

Pada uji statistik korelasi spearman didapatkan nilai p=0,000 dengan nilai korelasi Spearman r=0,430 yang menunjukkan penelitian ini bermakna dan memiliki nilai korelasi positif dengan kekuatan korelasi sedang.

Terdapat hubungan yang bermakna antara kecerdasan emosional dengan hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Semakin tinggi kecerdasan emosional mahasiswa, semakin tinggi hasil OSCE yang didapat.

Kata kunci : Kecerdasan Emosional, Objective Structured Clinical Examination (OSCE)


(1)

Tabel 4.2 Hasil hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai osce, menurut jenis kelamin dan menurut tahun angkatan

Sig. Kekuatan

Korelasi (r) Hubugan Kecerdasan Emosional dengan nilai

OSCE 0,000 0,430

1. Menurut Jenis Kelamin

a. Perempuan 0,001 0,473

b. Laki-laki 0,010 0,383

2. Tahun Angkatan

a. 2012 0,011 0,532

b. 2013 0,000 0,864

c. 2014 0,000 0,693

d. 2015 0,120 0,341

Berdasarkan hasil uji statistik, ditunjukkan bahwa pada penelitian ini terdapat hubungan positif yang sedang antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE dengan angka probabilitas 0,000 yang berarti p < 0,05 dan nilai r = 0,430. Pada tabel diatas hubungan Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE menurut jenis kelamin, pada perempuan didapatkan angka probabilitas 0,001 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,473 yang berarti terdapat hubungan positif yang sedang antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada perempuan. Sedangkan hubungan kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada laki-laki didapatkan angka probabilitas 0,010 yang berarti nilai p < 0,05 dan nilai r = 0,383 yang berarti terdapat hubungan positif yang lemah antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE pada laki-laki.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Berdasarkan analisis korelasi (tabel 4.2) dapat diketahui

bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan kekuatan korelasi positif sedang. Hubungan yang signifikan pada penilitian ini menunjukan bahwa kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil nilai OSCE.

Hasil penilitan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chew,dkk (2013) tentang hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi akademik pada mahasiswa kedokteran menunjukan hubungan yang signifikan, untuk prestasi akademik dalam penilitian ini menggunakan nilai MCQ dan OSCE. Dalam penelitian ini disebutkan bahwa mahasiswa kedokteran dengan kecerdasan emosional yang tinggi, maka nilai MCQ dan OSCE juga tinggi. Kecerdasan emosional dalam mempengaruhi prestasi akademik tampak terutama ketika mahasiswa mampu secara akurat memahami emosi dan penyebab emosi itu sendiri. Mahasiswa dengan kecerdasan emosional yang tinggi memiliki kemampuan adaptasi dengan lingkungan yang lebih baik, mampu memahami orang lain dan dirinya sendiri dengan baik. Penelitian ini juga sejalan dengan


(2)

6 penelitian yang dilakukan oleh Tiwari (2013) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki kontribusi tertinggi dalam prestasi akademik dan memliki hubungan yang signifikan disusul dengan kecerdasan spiritual.

Pada penilitian ini juga menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional terhadap hasil OSCE Mahasiswa Kedokteran Umum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menurut jenis kelamin. Berdasarkan analisis korelasi (tabel 4.2) dapat diketahui bahwa perempuan memiliki kekuatan korelasi yang lebih besar dibanding laki-laki. Meskipun menurut Goleman (2005) untuk kapasitas kecedasan emosional laki-laki dan perempuan memiliki karakteristik sendiri, mereka memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Akan tetapi hasil penilitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fataneh (2011) tentang hubungan kecerdasan emosional dengan jenis kelamin. Dalam penilitian ini disebutkan bahwa perempuan memiliki kecerdasan emosional lebih tinggi dibanding laki-laki dengan nilai p<0,05. Perbedaan kecerdasan emosional pada laki-laki dan perempuan bisa dilihat sejak bayi karena adanya perbedaan ajaran yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan, perempuan sebagian besar diharapkan menjadi pribadi yang lebih ekspresif dalam mengungkapkan perasaannya, sedangkan pada laki-laki mereka sering diharapkan menjadi pribadi yang kuat sehingga kurang bisa mengekspresikan perasaan mereka dengan baik dibandingkan perempuan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mayer, Caruso dan Salovey pada tahun 1999 juga menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Berdasarkan Tabel 4.2, dapat diketahui terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE menurut tahun angkatan. Hal ini menunjukan bahwa mahasiswa tingkat akhir (tahun angkatan

2012) memiliki kecerdasan emosional yang lebih tinggi dibanding mahasiswa tahun pertama (tahun angkatan 2015). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chew,dkk (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan prestasi akademik pada mahasiswa tingkat akhir dibandingkan mahasiswa tahun pertama, terutama dalam hal memahami emosi, hal ini disebabkan mahasiswa tingkat akhir lebih sering atau terbiasa menghadapi ujian klinis dan memiliki pemahaman klinis lebih banyak dibanding mahasiswa tahun pertama. Dalam penelitian ini memiliki kelemahan dimana pada tahun angkatan 2014 dan 2015 kurikulum yang digunakan berbeda dengan tahun angkatan 2013 dan 2012 sehingga menyebabkan kekuatan korelasi antar angkatan lemah dan pada tahun angkatan 2015 tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan nilai OSCE menurut tahun angkatan, selain karena perbedaan kurikulum dengan tahun angkatan 2012, hal ini juga bisa disebabkan faktor lain seperti fasilitas belajar, lingkungan belajar, kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektulai yang kurang pada mahasiswa tahun angkatan 2015. Menurut Hurlock (1999) bahwa mahasiswa termasuk ke dalam akhir masa remaja dimana tugas perkembangan pada masa remaja ini individu mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainya. Mahasiswa baru merupakan masa peralihan antara masa remaja akhir menuju masa dewasa awal, yang mana pada masa ini emosionalnya tergolong masih labil

Kesimpulan

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara Kecerdasan Emosional dengan nilai OSCE dengan angka probabilitas 0,000 dan nilai r = 0,430

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional menurut jenis kelamin terhadap hasil OSCE


(3)

mahasiswa Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional menurut tahun angkatan terhadap hasil OSCE mahasiswa Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Saran

1. Saran bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dapat memberikan pelatihan pengembangan kecerdasan emosional agar peserta didik dapat lebih memahami.

2. Peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat meniliti lebih lanjut terkait kecerdasan emosional dengan hasil OSCE menurut tahun angkatan dengan kurikulum yang sama.


(4)

8 DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Bar-On, R. (2010). Emotional Intelligence: An integral part of positive psychological. S Afr J Psychol, 47-57.

Brackett, M. A., Rivers, S. E., & Salovey, P. (2011). Emotional Intelligence: Implications for Personal, Social, Academic, and Workplace Success. 88-103.

Brannick, M. T., Erol-Korkmaz, H. T., & Prewett, M. (2011). A systematic review of the reability of objective structured clinical examination scores. In Medical Education (pp. 45: 1181 - 1189).

Chew, B. H., Zain, A. M., & Hassan, F. (2013). Emotional Intelligence and academic performance in first and final year medical students.

Claramita, M. (2008). The Skills

Laboratory. Yogyakarta: Faculty of

Medicine Universitas Gajah Mada.

Cooper, R. K., & Sawaf, A. (2002). Executive EQ: Kecerdasan Emosi dalam Kepemimpinan dan Organisasi. (A. T. Widodo, Trans.) Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Dahlan, MS. (2014). Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang

Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:

Sagung Seto.

Goleman, D. (2007). Kecerdasan Emosional. (T. Hermaya, Trans.) Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Harden, R. M., & Gleeson, F. A. (1979). Assessment of Clinical Competence Using an Observed Structured Clinical Examination. Medical Education, 41-47. Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Ruang Kehidupan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga

Katrina, F. H. (2011). OSCE and Clinical

Skills Handbook. London: Elsevier

Saunders.

Konsil Kedokteran Indonesia. (2012). Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia. McCoy, J. A., & Merrick, H. W. (2001). The Objective Structured Clinical Examination.

Miri, M. R., Kermani, T., Khoshbakht, H., & Mitra, M. (2013). The Relationship between emotional intelligence and academic stress in student of medical sciences.

Payne, N. J. (2008). Sharpening the Eye of the OSCE with Critical Action Analysis. Academic Medicine, 900-905.

Romanelli, F., Cain, J., & Smith, K. M. (2006). Emotional intelligence as a predictor of academic and/or professional success. 70 (3) : 69.

Sarafino, E. P. (1994). Health Psychology: Biopdychosocial Interaction. Canada: John Wiley and Sons, Inc.

Schuwirth, L., & Van Der Vleuten, C. (2004). Changing Education, Changing Assessment, Changing Research? Medical Education, 805-812.

Su, B. H., Shen, B. C., & Chen, W. (2005). Objective Structured Clinical Examination (OSCE): A Comparison of Interpersonal Skills Scores with Written OSCE Scores. Mid Taiwan J Med, 32-37.

Sudaryanto. (2008). Kajian Kritis tentang

Permasalahan Sekitar Pembelajaran

kemampuan Berpikir Kritis. Jakarta.

Tiwari, G. N., & Dhatt, H. K. (2014). Contribution Value of Spiritual Intelligence, Emotional Intelligence and Self-Efficacy in Academic Achievement of B.Ed. Student Teachers. 51-65.

Turner, J. L., & Dankoski, M. (2008). Objective Structured Clinical Exam: A critical review. 40(8):574.

Varkey, P., Natt, N., Lesnick, T., Downing, S., & Yudkowsky, R. (2008). Validity Evidence for an OSCE to Assess Competency in Systems-Based Practice and Practice-Based Learning and


(5)

Improvement: A Preliminary Investigation. Academic Medicine, 775-780.

White, C. B., Ross, P. T., & Gruppen, L. D. (2009). Remediating Students Failed OSCE Performances at One School: The Effect of Self Assessment, Reflection, and Feedback. Academic Medicine, 651-654.


(6)