Asas - asas Umum Hukum Benda

Berbeda dengan pembagian kebendaan ke dalam kebendaan berwujud dan tidak berwujud, Kitab Undang - Undang Hukum Perdata memberikan perumusan dan pengaturan yang tegas atas kebendaan - kebendaan mana saja yang digolongkan ke dalam kebendaan bergerak.Kebendaan bergerak dapat dilihat pada pasal 509 sampai pasal 518 BAGIAN KEEMPAT BUKU II Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan kebendaan yang digolongkan sebagai benda tidak bergerak dapat dilihat pada pasal 506 hingga pasal 508 BAGIAN KETIGA BUKU II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kendaraan bermotor kita masukkan menjadi suatu benda bergerak karena memenuhi beberapa unsur - unsur dari kebendaan bergerak seperti : 1. Benda - benda yang karena sifatnya dapat berpindah atau yang dapat dipindah-pindahkan ; 2. Kapal-kapal dan perahu-perahu serta tongkang-tongkang selain dari yang termasuk dalam kebendaan tidak bergerak; 3. Hak-hak yang terbit atas pemakaian dan penggunaan serta penuntutan kembali atas kebendaan bergerak; 4. Sero-sero atau saham-saham atau andil-andil yang diterbitkan oleh Perusahaan. 17

C. Asas - asas Umum Hukum Benda

Menurut Sri Soedewi Mascjhoen Sofwan, setidaknya ada sepuluh asas umum dari hukum kebendaan meliputi : 1. Merupakan hukum pemaksa. 17 Ibid 159-161 Universitas Sumatera Utara Artinya, berlakunya aturan - aturan hukum tidak dapat disimpangi oleh para pihak . Sebagaimana telah diketahui atas sesuatu benda itu hanya dapat diadakan hak kebendaan sebagaimana telah disebutkan dalam Undang-Undang .Hak - hak kebendaan tidak akan memberikan wewenang yang lain daripada apa yang sudah ditentukan dalam Undang-Undang. 2. Dapat dipindahkan. Dengan pengertian bahwa kecuali dalam hal bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum , hak milik atas kebendaan dapat dialihkan dari pemiliknya semula kepada pihak lainnya dengan segala akibat hukumnya. 3. Asas individualitit. Objek dari hak kebendaan selalu adalah barang yang individuil bepaald, yaitu suatu barang yang dapat ditentukan. Artinya orang hanya dapat sebagai pemilik dari barang yang berwujud yang merupakan kesatuan : rumah, mebel, hewan, tidak dapat atas barang yang ditentukan menurut jenis dan jumlahnya. 4. Asas totaliteit. Hak kebendaan selalu meletak atas keseluruhan objeknya Pasal 500, 588, 606 KUH Perdata dan sebagainya. Siapa yang mempunyai zakelijkrecht atas suatu zaak , ia mempunyai zakelijkrecht itu atas keseluruhan zaak itu, jadi juga atas bagian - bagiannya yang tidak tersendiri. 5. Asas tidak dapat dipisahkan. Yang berhak tak dapat memindahtangankan sebagian wewenang yang termasuk suatu hak kebendaan yang ada padanya , misalnya pemilik.Pemisahan zaaklijkrechten itu tidak diperkenankan tetapi pemilik dapat membebani hak Universitas Sumatera Utara miliknya dengan iura in realiena. Ini kelihatannya seperti melepaskan sebagian dari wewenangnya . Tetapi itu hanya kelihatannya saja , hak miliknya tetap utuh. 6. Asas prioriteit. Semua hak kebendaan memberi wewenang yang sejenis dengan wewenang dari eigendom sekalipun luasnya berbeda-beda. Oleh karena itu perlu diatur urutannya. Ius realiena meletak sebagian beban atas eigendom. Sifat ini membawa serta bahwa ius realiena didahulukan. 7. Asas percampuran Vermenging Hak kebendaan yang terbatas , jadi selainnya hak milik hanya mungkin atas benda orang lain. Seseorang yang untuk kepentingannya sendiri,tidak dapat memperoleh hak gadai menerima gadai hak memungut hasil atas barangnya sendiri. Jika hak yang membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalam satu tanah,maka hak yang membebani itu menjadi lenyap. Jadi jika orang mempunyai hak memungut hasil atas tanah kemudian membeli tanah itu maka hak memungut hasil itu menjadi lenyap. 8. Perlakuan terhadap benda. Perlakuan terhadap benda bergerak dan tidak bergerak itu berlainan mengenai aturan - aturan pemindahan , pembebanan, bezit dan verjaring. 9. Asas publisitas. Mengenai benda-benda yang tidak bergerak mengenai penyerahan dan pembebanannya, berlaku asas publisitas yaitu dengan pendaftaran dalam register umum. Sedang mengenai benda bergerak cukup dengan penyerahan nyata tanpa pendaftaran dalam register umum. 10. Sifat perjanjiannya. Universitas Sumatera Utara Orang yang mengadakan hak kebendaan itu yaitu misalnya mengadakan hak memungut hasil, gadai, hipotik dan lain - lain itu mengadakan perjanjian. Sifat pejanjiannya disini adalah perjanjian zakelijk yaitu perjanjian untuk mengadakan hak kebendaan. 18 18 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,1974,Hukum Perdata: Hukum Benda,Jogjakarta Penerbit Liberty,hal 36. Universitas Sumatera Utara BAB III GAMBARAN UMUM JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT A. Tentang Perjanjian Kredit Bank Ad.1 Perjanjian Kredit Sebagai Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. a. Tentang perikatan pada umumnya Perikatan merupakan suatu perkataan yang memiliki pengertian yang abstrak. Kata “perikatan” berasal dari terjemahan kata “verbintenis” dalam Bahasa Belanda , yang dibedakan dari “overeenkomst” dalam Bahasa Belanda yang diterjemahkan sebagai “perjanjian”. Aturan-aturan hukum yang berhubungan dengan perikatan atau”verbintenis” ini dapat kita temui dalam ketentuan Buku III Burgerlijk Wetboek Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam teori ilmu hukum, Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikatakan memiliki sifat terbuka , dengan pengertian bahwa terhadap ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan hukum yang dimuat dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , kecuali yang bersifat “memaksa” dapat diadakan penyimpangan - penyimpangan seperlunya oleh pihak-pihak yang berhubungan hukum selama dan sepanjang penyimpangan tersebut terjadi dengan “kesepakatan “ bebas di antara para pihak tersebut. Ketentuan pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dengan menyatakan bahwa “ Tiap - tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian , maupun karena undang-undang” Universitas Sumatera Utara Selanjutnya dalam ketentuan berikutnya, yaitu dalam pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikatakan bahwa “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,untuk berbuat sesuatu , atau untuk tidak berbuat sesuatu” Dari kedua rumusan sederhana tersebut dapat kita katakan bahwa perikatan melahirkan “kewajiban” , kepada orang perorangan atau pihak tertentu yang dapat terwujud dalam salah satu dari tiga bentuk berikut, yaitu : 1. Untuk memberikan sesuatu 2. Untuk melakukan suatu perbuatan tertentu; dan 3. Untuk tidak melakukan suatu tindakan tertentu . Istilah “kewajiban” itu sendiri dalam ilmu hukum dikenal dengan nama “prestasi”. Selanjutnya pihak yang berkewajiban dinamakan “debitur” , dan pihak yang berhak untuk menuntut pelaksanaan kewajiban atau prestasi disebut dengan “kreditur”. Kewajiban atau prestasi yang diberikan dalam perikatan tersebut dapat lahir atau terjadi dari perjanjian atau karena sebab - sebab tertentu yang diwajibkan oleh undang-undan. Untuk yang terakhir, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakannya lagi ke dalam yang lahir dari undang-undang semata-mata; dan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan orang. Dari perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan orang , Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakannya lagi ke dalam perikatan yang lahir sebagai akibat dari perbuatan yang halal dan yang lahir sebagai akibat perbuatan yang melawan hukum. Universitas Sumatera Utara

b. Perikatan yang lahir dari perjanjian

Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata didefenisikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jika kita perhatikan dengan seksama , rumusan yang diberikan dalam pasal 1313 KUH Perdata tersebut menyiratkan bahwa sesungguhnya dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orangpihak kepada satu atau lebih orang pihak lainnya , yang berhak atas prestasi tersebut memberikan konsentrasi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi debitur dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut kreditur. Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum. Selanjutnya jika kita baca dan simak dengan baik rumusan yang diberikan dalam pasal 1314 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , rumusan pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dikembangkan lebih jauh , dengan menyatakan bahwa atas prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur dalam perjanjian tersebut, debitur yang berkewajiban tersebut dapat meminta dilakukannya “kontra prestasi” 19 19 Pengertian kontra prestasi dalam KUHPerdata yang diterjemahkan oleh Prof R.Surbekti dan R. Tjitrosoebono disebut dengan istilah dengan atau tanpa beban . Kedua rumusan tersebut memberikan banyak arti bagi ilmu hukum. Dengan adanya kedua rumusan yang saling melengkapi tersebut dapat kita katakan bahwa pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan Universitas Sumatera Utara perikatan yang bersifat sepihak dimana hanya satu pihak yang wajib berprestasi dan penarikan yang bertimbal balik dengan kedua belah pihak saling berprestasi. Meskipun bukan yang paling dominan , namun pada umumnya , sejalan dengan sifat dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang bersifat terbuka , perikatan yang lahir dari perjanjian merupakan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari , dan yang juga ternyata banyak dipelajari oleh ahli hukum , serta dikembangkan secara luas menjadi aturan-aturan hukum positif yang tertulis oleh para legislator. 20 1. Syarat subjektif yaitu syarat yang menyangkut subjek pihak yang mengadakan perjanjian, Unsur subjektif digantungkan pada dua macam keadaan yaitu : Dalam Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan dua syarat yang dibagi lagi dalam dua keadaan yang melatarbelakanginya yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,pengertiannya dapat dilihat lebih lanjut dalam pasal 1321 sampai dengan pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian, pengertiannya dapat dilihat lebih lanjut dalam pasal 1329 sampai dengan pasal 1331 Kitab Undang-Undang huku 2. Syarat objektif yaitu syarat yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian yaitu : 20 Gunawan Widjaja, Ahmad Yani,op .cit hlm 11-14 Universitas Sumatera Utara a. Mengenai suatu hal tertentu, pengertiannya dapat dilihat lebih lanjut dalam pasal 1332 sampai dengan pasal 1334 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu objek dalam perjanjian. b. Suatu sebab yang halal, pengertiannya dapat dilihat lebih lanjut dalam pasal 1335 sampai dengan pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur mengenai kewajiban adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Apabila dalam melakukan perjanjian, salah satu unsur dari keempat unsur tersebut tidak terpenuhi , maka dapat menyebabkan cacat dalam perjanjian. Dalam hal ini, apabila pelanggaran terjadi dengan tidak memenuhi salah satu unsur subjektif, maka perjanjian yang dibuat tersebut dapat dimintakan pembatalannya dengan mengajukannya ke pengadilan. Dan apabila pelanggaran terjadi dengan tidak memenuhi salah satu unsur objektif, maka perjanjian yang dibuat tersebut batal demi hukum. Asas - asas umum dalam perjanjian , meliputi : a Asas Kebebasan Berkontrak Seperti telah dapat kita lihat dari uraian di atas , Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan hak kepada para pihak untuk membuat dan melakukan kesepakatan apa saja dengan siapa saja , selama mereka memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut . Setiap perjanjian yang dibuat dengan sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya. Rumusan ini dapat kita temukan Universitas Sumatera Utara dalam pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dipertegas kembali dengan ketentuan ayat 2 yang menyatakan bahwa perjanjian yang telah disepakati tersebut tidak dapat ditarik kembali secara sepihak oleh salah satu pihak dalam perjanjian tanpa adanya persetujuan dari lawan pihaknya dalam perjanjian , atau dalam hal-hal di mana oleh undang-undang dinyatakan cukup adanya alasan untuk itu. Secara umum, kalangan ilmuwan hukum menghubungkan dan memperlakukan ketentuan sebagaimana diatur dalam 1320 Kitab Undang-Undang Perdata jo pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai asas kebebasan berkontrak dalam Hukum Perjanjian b Asas Konsensualitas Maksudnya adalah hukum perjanjian , diberikan kesempatan seluas- luasnya kepada para pihak untuk membuat perjanjian yang akan mengikat mereka sebagai undang-undang yang akan mengikat mereka sebagai undang-undang selama dan sepanjang dapat dicapai kesepakatan oleh para pihak. Suatu kesepakatan liasan diantara para pihak telah mengikat para pihak yang bersepakat secara lisan tersebut. Dan oleh karena ketentuan umum mengenai kesepakatan lisan ini diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka rumusan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dianggap sebagai dasar asas konsensualitas dalam Hukum Perjanjian. c Asas Personalia Asas personalia merupakan dasar dari Hukum Perjanjian, dalam ilmu hukum , berdasarkan pada sifat perseorangan dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga dikenal asas personalia. Universitas Sumatera Utara Asas personalia ini dapat kita temui dalam rumusan pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dipertegas lagi oleh ketentuan pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dari kedua rumusan tersebut dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya perjanjian hanya akan melahirkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban diantara para pihak yang membuatnya. Pada dasarnya seseorang tidak dapat mengikatkan dirinya untuk kepentingan maupun kerugian bagi pihak ketiga, kecuali dalam hal terjadinya peristiwa penanggungan dalam hal yang demikian pun penanggung tetap berkewajiban untuk membentuk perjanjian dengan siapa penanggungan tersebut akan diberikan dan dalam hal yang demikian maka perjanjian penanggungan akan mengikat penanggung dengan pihak yang ditanggung dalam perjanjian penanggungan. Ini berarti perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut , demi hukum hanya akan mengikat para pihak yang membuatnya. 21 Perjanjian Kredit menurut Hukum Perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata. Dalam bentuk apa pun juga pembagian kredit itu pada hakikatnya merupakan salah satu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam pasal 1754 sampai dengan 1769 KUH Perdata. Namun demikian dalam praktek perbankan yang modern, hubungan hukum dalam kredit tidak lagi semata-mata berbentuk hanya perjanjian pinjam-meminjam saja melainkan adanya campuran dengan bentuk perjanjian yang lainnya seperti perjanjian pemberian kuasa, dan perjanjian lainnya. Dalam bentuk yang campuran demikian maka selalu tampil Ad. 2 Perjanjian Kredit Sebagai Perjanjian Baku. 21 Ibid hal 18-21 Universitas Sumatera Utara adanya suatu jalinan diantara perjanjian yang terkait tersebut. Namun demikian dalam praktek perbankan, pada dasarnya bentuk dan pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam yang ada dalam KUH Perdata tidaklah sepenuhnya identik dengan bentuk dan pelaksanaan suatu perjanjian kredit perbankan , diantara keduanya ada perbedaan -perbedaan yang gradual bahkan dapat pula merupakan perbedaan yang pokok. Sesuai dengan asas yang utama dari suatu perikatan atau perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak , maka pihak-pihak yang akan mengikatkan diri dalam perjanjian kredit tersebut dapat mendasarkan kepada ketentuan-ketentuan yang ada pada KUH Perdata , tetapi dapat pula mendasarkan kepada kesepakatan bersama , artinya dalam hal - hal ketentuan yang memaksa, maka harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata , sedangkan dalam hal ketentuan yang tidak memaksa diserahkan kepada para pihak. Sehingga perjanjian kredit selain dikuasai oleh asas-asas umum hukum perjanjian , juga dikuasai oleh apa yang secara khusus disepakati oleh kedua belah pihak.Oleh karena itu perjanjian kredit dapat dikatakan sebagai perjanjian baku.Dengan bentuk perjanjian yang baku tersebut, tidaklah menjadi suatu pengingkaran atas asas kebebasan berkontrak sepanjang tetap ditegakkannya asas-asas umum perjanjian , seperti syarat-syarat yang wajar dengan menjunjung keadilan dan adanya keseimbangan para pihak dengan menghilangkan suatu penekanan kepada pihak lainnya karena kekuatan yang dimiliki salah satu pihak. Sehingga dengan demikian rumusan perjanjian baku tersebut harus terhindar dari kandungan unsur- unsur yang akan mengakibatkan kecurangan yang sangat berlebihan , dan terjadinya suatu pemaksaan karena adanya ketidakseimbangan kekuatan para Universitas Sumatera Utara pihak , juga harus dihindarkan pula syarat perjanjian yang hanya menguntungkan sepihak ,atau resiko yang hanya dibebankan kepada sepihak pula, serta pembatasan hak dalam menggunakan upaya hukum. Dalam ruang lingkup pembahasan perjanjian kredit ini sering pula dalam prakteknya debitur diminta memberikan beberapa hal, yakni : a. Representations yaitu keterangan - keterangan yang diberikan oleh debitur guna pemrosesan pemberian kredit. b. Warranties yaitu suatu janji , misalnya janji bahwa si debitur akan melindungi kekayaan perusahaannya atau aset yang telah dijadikan jaminan untuk mendapatkan kredit tersebut. c. Covenant yaitu janji untuk tidak melakukan sesuatu seperti misalnya janji bahwa si debitur tidak akan mengadakan merger dengan perusahaan lain, atau menjual atau memindahtangankan seluruh atau sebagian besar asetnya tanpa seizin kreditur. Perjanjian kredit yang merupakan suatu perjanjian baku, pada umumnya mengandung klausul yang tidak setara antara pihak yang mempersiapkan dan pihak lainnya. Isi , aturan dan syarat-syarat klausul terlebih dahulu dipersiapkan dan ditetapkan secara sepihak oleh yang membuat perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh pihak lainnya. Dengan sendirinya pihak yang mempersiapkan akan akan menuangkan sejumlah kewajiban.

2. Bentuk Perjanjian Kredit Bank

Dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 sebagai perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tidak menyebutkan atau Universitas Sumatera Utara menentukan bentuk perjanjian kredit bank, berarti pemberian kredit bank dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Dalam praktek perbankan , guna mengamankan pemberian kredit atau pembiayaan, umumnya perjanjian kreditnya dituangkan dalam 2 bentuk yaitu : 1. Perjanjian dalam bentuk Akta Bawah Tangan diatur dalam Pasal 1874 KUHPerdata. Akta bahwa tangan mempunyai kekuatan hukum pembuktian apabila tanda tangan yang ada dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatanganinya. Supaya akta bawah tangan tidak mudah dibantah maka diperlukan legalisasi oleh Notaris yang berakibat akta bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian seperti akta otentik. 2. Perjanjian dalam bentuk Akta Otentik diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdataAkta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna yang artinya akta otentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan atau menyelidiki keabsahan tanda tangan dari para pihak. 22 a. Instruksi Presidium No. 151066 tentang Pedoman Kebijakan di Bidang Perkreditan tanggal 3 Oktober 1966 Jo. Surat Edaran Bank Indonesia Unit 1 No. 2 539 UPK Pembiayaan tanggal 8 Oktober 1966, Surat Edaran Bank Indonesia Unit 1 No. 2 649 UPK Pembiayaan tanggal 20 Oktober1966 dan Instruksi Presidium Kabinet No.10 EK 2 1967 tanggal 6 Februari 1967 yang menyatakan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara bank dan nasabah atau Praktek perbankan yang demikian ini didasarkan pada ketentuan sebagai berikut : 22 http:anggara.org20060927tentang-perjanjian-kredit Universitas Sumatera Utara bank sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa dalam memberikan kredit dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad kreditnya. b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27162KEPDIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 27 7 UPBB masing-masing tanggal 31 Maret 1995 Tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank Bagi Bank Umum , yang menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis. 23 Dengan demikian pemberian kredit wajib dituangkan dalam perjanjian kredit secara tertulis , baik dengan akta bawah tangan maupun dengan akta notariat. Perjanjian kredit di sini berfungsi sebagai panduan bank dalam perencanaan , pelaksanaan , pengorganisasian dan pengawasan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank, sehingga bank tidak dirugikan dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank terjamin dengan sebaik- baiknya. Perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian yang khusus baik oleh kreditur maupun oleh debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian , pengelolaannya maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Menurut Ch. Gatot Wardoyo, perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi yaitu diantaranya : a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok , artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya , misalnya perjanjian pengikatan jaminan. 23 Rachmadi Usman,2001,Aspek-aspek hukum perbankan Indonesia,Jakarta,PT Gramedia Pustaka Utama,hal 264 Universitas Sumatera Utara b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan- batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur. c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. 24

3. Hapusnya Perjanjian Kredit Bank

Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menetapkan semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini bab kedua : tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian dan bab yang lalu bab satu : tentang perikatan-perikatan umumnya. Ini berarti perjanjian kredit yang merupakan perjanjian yang tidak dikenal di dalam KUH Perdata juga harus tunduk pada ketentuan - ketentuan umum yang termuat di dalam Buku III KUH Perdata . Karenanya pasal 1381 KUH Perdata yang mengatur cara hapusnya perikatan dapat diberlakukan pula pada perjanjian kredit bank. Dari sepuluh cara yang disebutkan pada pasal 1381 , umumnya perjanjian kredit bank harus hapus atau berakhir karena hal-hal sebagai berikut 25 1. Pembayaran : Pembayaran lunas ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur , baik pembayaran utang pokok , bunga , denda , maupun biaya-biaya lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini, baik karena jatuh tempo 24 Pendapat Ch. Gatot Wardoyo seperti dikutip Drs. Muhamad Djumhana,S.H dalam bukunya , 2003, Hukum Perbankan Di Indonesia , Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, hal. 388. 25 Rachmadi Usman,S.H ,Op.cit hal. 279-281. Universitas Sumatera Utara kreditnya atau karena diharuskannya debitur melunasi kreditnya secara seketika dan sekaligus opelbaarheid clause 26 2. Subrogasi . Pasal 1382 KUH Perdata menyebutkan kemungkinan pembayaran pelunasan utang dilakukan oleh pihak ketiga kepada pihak berpiutang kreditur , sehingga terjadi penggantian kedudukan atau hak-hak kreditur oleh pihak ketiga. Inilah yang dinamakan dengan subrogasi. Jadi subrogasi ini terjadi karena adanya penggantian kedudukan atau hak-hak kreditur lama oleh kreditur baru dengan mengadakan pembayaran. Dengan adanya subrogasi , maka segala kedudukan atau hak-hak yang dipunyai oleh kreditur lama beralih kepada pihak ketiga. Berdasarkan pasal 1400 KUH Perdata , terjadinya subrogasi bisa karena perjanjian atau demi undang-undang. Subrogasi berdasarkan perjanjian dan subrogasi demi undang-undang , diatur lebih lanjut dalam pasal 1401 dan pasal 1402 KUH Perdata. 3. Pembaharuan utang novasi Pembaharuan utang terjadi dengan jalan mengganti utang lama dengan utang baru , debitur lama dengan debitur baru , kreditur lama dengan kreditur baru. Dalam hal ini , bila utang lama diganti dengan utang baru terjadilah penggantian objek perjanjian yang disebut “novasi objektif”. Di sini utang lama lenyap.Dalam hal terjadi penggantian orangnya subjeknya , maka pembaharuan ini disebut “novasi subjektif pasif” , Jika yang diganti itu krediturna, pembaharuan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini, utang lama lenyap 27 26 Pendapat Hasanuddin Rahman seperti dikutip Rachmadi Usman dalam bukunya Aspek- aspek hukum perbankan di Indonesia, Ibid hal 279 27 Pendapat Abdulkadir Muhammad seperti dikutip Rachmadi Usman dalam bukunya Aspek-aspek hukum perbankan di Indonesia, Ibid hal 280 Universitas Sumatera Utara Pada umumnya pembaharuan utang yang terjadi dalam dunia perbankan adalah dengan mengganti atau memperbarui perjanjian kredit bank yang ada. Dalam hal ini yang diganti adalah perjanjian kredit banknya dengan perjanjian kredit bank yang baru.Dengan terjadinya penggantian atau pembaruan perjanjian kredit, otomatis perjanjian kredit bank yang lama berakhir atau tidak berlaku lagi. Pasal 1413 KUHPerdata menyebutkan tiga cara untuk melakukan novasi yaitu : a Dengan membuat suatu perikatan utang baru yang menggantikan perikatan utang lama yang dihapuskan karenanya; b Dengan cara expromissie, dimana debitur semula diganti oleh debitur baru, tanpa bantuan debitur semula. Contoh : X debitur berutang kepada Y kreditur. Y membuat persetujuan dengan Z debitur baru bahwa Z akan menggantikan kedudukan X selaku debitur dan X akan dibebaskan oleh Y selaku kreditur dari hutangnya c mengganti debitur lama dengan debitur baru sebagai akibat suatu perjanjian baru yang diadakan. 4. Perjumpaan utang kompensasi Kompensasi adalah perjumpaan dua utang yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis generieke ziken , yang dimiliki oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai kreditur maupun debitur terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada diantara kedua utang tersebut. 28 28 Pendapat J.Satrio seperti dikutip Rachmadi Usman dalam bukunya Aspek-aspek hukum perbankan di Indonesia, Ibid hal 280 Universitas Sumatera Utara Dasar kompensasi ini disebutkan dalam pasal 1425 KUH Perdata. Dikatakan jika dua orang saling berutang satu sama lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang-piutang, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan. Kondisi demikian ini dijalankan oleh bank dengan cara mengkompensasikan barang jaminan debitur dengan utangnya kepada bank, sebesar jumlah jaminan yang diambil alih tersebut. 29

B. Tentang Kredit Bank 1. Pengertian Kredit

Dokumen yang terkait

Pengawasan Kredit Suatu Studi Kasus pada PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Perbaungan Hombar Makmur

1 30 78

ANALISA HUKUM PEMBEBANAN JAMINAN FIDUCIA DAN AKIBAT HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT JATIM CABANG BANYUWANGI

0 25 14

ANALISA HUKUM PEMBEBANAN JAMINAN FIDUCIA DAN AKIBAT HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT JATIM CABANG BANYUWANGI

0 4 14

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA (Studi kasus di PT. Mandiri Tunas Finance).

0 2 10

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA (Studi kasus di PT. Mandiri Tunas Finance).

1 11 30

PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT BANK PASAR KABUPATEN SUKOHARJO.

0 0 13

DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT PARIANGAN DI KAB. TANAH DATAR.

0 0 10

PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. BANK SINARMAS, Tbk. CABANG DENPASAR.

1 1 12

PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA ATAS KENDARAAN BERMOTOR DI PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT MEKAR NUGRAHA CABANG BOYOLALI.

0 0 20

PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN KENDARAAN BERMOTOR SECARA FIDUSIA PADA BANK PERKREDITAN RAICYAT GUNUNG KINIBALU SEMARANG - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 132