TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DUSUN DUA GATAK TAMANTIRTO KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA KERACUNAN MAKANAN NONCOROSIVE AGENT

(1)

AGENT

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh SITA TIARI 20120320174

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

KARYA TULIS ILMIAH

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT DUSUN DUA GATAK TAMANTIRTO KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA TENTANG

PERTOLONGAN PERTAMA KERACUNAN MAKANAN NONCOROSIVE

AGENT

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh SITA TIARI 20120320174

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

(4)

iii


(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa tercurah kepada kita semua.

Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan kepada:

Ayah dan Ibu tercinta yang tiada henti-hentinya menyelipkan doa disetiap sujudnya untuk kebahagiaan, keselamatan serta kesehatan bagi semua anaknya. Yang senantiasa berjuang demi memberikan pendidikan yang terbaik, dan dengan penuh kesabaran membimbing kami menjadi pribadi yang lebih baik.

Abangku Edi Karnaen dan kakakku Dini Ulandari terima kasih yang telah mendoakan dan memberikan semangat kepada saya. Seluruh saudara dan keluarga yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungan, abang sepupuku yang ada di Jogja M,Dani Adediya, Irfansyah dan Andriyansyah.

Bu Nur Chayati, S.Kep,Ns.,M.Kep selaku dosen pembibing yang telah meberikan ilmu, motivasi serta waktu disela-sela kesibukan yang ada, selalu membimbing hingga akhirnya KTI yang saya tulis ini bisa diselesaikan tepat waktunya.

Teman main dan traveling selama berada di Jogja seperti Yenita, Riya, Ratna dan Titis yang selalu membantu dan saling mendoakan saya. Keluarga besar Ketapang yang ada di Jogja yang selalu menghibur untuk main, arisan dan silaturahmi seperti Dyah, Ali, Yuni, Tyta, Fery, Gunawan, Agung dan Ifan.

Teman satu bimbingan Maula dan Riska terimakasih kalian saling mebantu dan mendoakan agar kita sama-sama bisa menyelesaikan KTI tepat pada waktunya.

Teman-teman PSIK 2012 yang telah berjuang bersama demi cita-cita yang telah diimpikan selama ini, kalian adalah keluarga kecilku disini. Empat tahun bersama kalian adalah pengalaman yang paling berharga dan yang tak ternilai bagiku. Semoga kebersamaan ini akan tetap terjalin dengan baik.


(6)

v

PERNYATAAN KEASLIAN PENELTIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Sita Tiari

NIM : 20120320174 Program studi : Ilmu keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupaun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang tercantum dalam daftar pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 30 Juni 2016 Yang membuat pernyataan


(7)

vi KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Alhamdulilahhirabbal’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat kesehatan, kesabaran, Ilmu pengetahuan dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Tingkat Pengetahuan Masyarakat Dusun Dua Gatak Tamantiro Kasihan Bantul Yogyakarta tentang pertolongan pertama keracunan makanan Noncorosive agent”. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis tidak terlepas dari

berbagai hambatan dan kesulitan. Namun, berkat dukungan dari berbagai pihak, akhirnya Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

2. dr.H. Ardi Pranomo, Sp.An.,M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Sri Sumaryani, S.Kep.,Ns,M.Kep.,Sp.Mat.,HNC selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memacu semangat penulis untuk tetap kompeten dibidang keperawatan.

4. Shanti Wardaningsih, Mkep.,Ns.,Sp.Kep.J selaku ketua koordinator Karya Tulis Ilmiah (KTI) Program Studi Ilmu Keperawatan 2012 yang telah memberikan pengarahan dan motivasi guna terlaksananya penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Nur Chayati, S.Kep,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu, masukan, nasihat, memotivasi serta meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Azizah Khoiriyati, S.Kep,Ns.,M.Kep selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk sidang Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Ketua RT dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta yang telah memberikan izin tempat dan bantuan dalam terlaksananya Karya Tulis Ilmiah ini

8. Teman-teman PSIK 2012 UMY dan semua pihak yang membantu dalam kelancaran penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan, sehingga penulis mengaharapkan kritik, saran dan


(8)

vii

masukan dari pembaca yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhirnya, penulis Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu keperawatan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Yogyakarta, 30 Juni 2016


(9)

viii DAFTAR ISI

KARYA TULIS ILMIAH ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN...iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL...ix

DAFTAR GAMBAR...x

INTI SARI PENELITIAN...xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1

B. Rumusan masalah... 5

C. Tujuan penelitian ... 6

D. Manfaat penelitian ... 7

E. Keaslian penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Keracunan makanan noncorosive agent a. Definisi makanan ... 10

b. Definisi racun ... 11

c. Definisi keracunan makanan ... 11

d. Definisi keracunan makanan noncorosive agent... 11

e. Penyebab keracunan makanan ... 12

f. Tanda gejala keracunan makanan ... 12

g. Faktor pendukung perkembangbiakan bakteri dalam makanan ... 12

h. Pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent ... 15

2. Pengetahuan a. Definisi pengetahuan ... 16

b. Jenis pengetahuan... 17

c. Tingkat pengetahuan ... 17

d. Cara mengukur tingkat pengetahuan ... 19

e. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 20

f. Kerangka teori ... 25

g. Kerangka konsep ... 26

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian ... 27

B. Populasi dan sampel penelitian ... 27

C. Lokasi dan waktu penelitian... 29

D. Variabel penelitian ... 29

E. Definisi operasional ... 30

F. Instrumen penelitian ... 33

G. Cara pengumpulan data ... 34

H. Uji validitas dan reliabilitas ... 37

I. Pengolahan dan analisa data ... 40


(10)

ix

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...44 2. Gambaran Umum Karakteristik Responden...45 3. Analisa Univariat...46 B. Pembahasan

1. Analisa Univariat...50 C. Kekuatan penelitian...56 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...57 B. Saran...58


(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Definisi Operasional ...30 Tabel 3.2 : Instrumen Penelitian...34


(12)

Gambar 2.2 : Kerangka konsep...26


(13)

xii

LEVEL OF KNOWLEDGE ABOUT FIRST AID FOR FOOD POISONING

OF NONCOROSIVE AGENT AMONG RESIDENTS OF GATAK TWO

VILLAGE, KASIHAN, BANTUL, YOGYAKARTA Sita Tiari1. Nur Chayati, S.Kep,Ns.,M.Kep 2 Student of Nursing science study programUMY1 Lecture of Nursing science study program UMY2 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2016

Bacground: food poisoning of noncorosive agent is food poisoning that happens due to swallowing food or water which contains bacteria, parasites,viruses and fungi contaminated by poison that does not contain corosive subtance. Food poisoning can affect neuro system indicationts such as tingling and paralysys of breathing muscle and gastrointestinal through nausea and vomiting, even diarhea. In the last two years, Bantul regency has extraordinary condition of food poisoning in Yogyakarta province. The high rate of extraordinary condition demands the need to find out level of knowledge about first aid for food poisoning of noncorosive agent among residents of Gatak Two village, Kasihan, Bantul,Yogyakarta.

Research method: This research is non experimental which employs cross-sectional approach. The sample consist of 100 respondents taken using random sampling technique. The data where analyzed using univariate analysis, that is frequency of distribution.

Research result: The level of knowledge among the residents of Gatak Two village, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakartais as follows 13 respondents (13%) has high level of knowlwdge, 53 respondents (53%) has moderate level of knowledge, and 34 respondents (34%) has low level of knowledge.

Conclusion: The level of knowledgeabout first aid for food poisoning of

noncorosive agent among residents of Gatak Two village, Kasihan, Bantul, Yogyakarta is moderate


(14)

xiii

Tingkat Pengetahuan Masyarakat Dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta Tentang Pertolongan Pertama Keracunan Makanan Noncorosive

Agent

Sita Tiari1. Nur Chayati, S.Kep,Ns.,M.Kep 2 Mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan UMY1

Dosen Program studi Ilmu Keperawatan UMY2 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2016

INTISARI

Latar Belakang: Keracunan makanan noncorosive agent adalah keracunan makanan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung

bakteri, parasit, virus, jamur yang terkontaminasi oleh racun yang tidak mengandung zat korosif. Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf seperti kesemutan dan kelumpuhan otot pernapasan serta saluran cerna berupa mual, muntah bahkan diare. Kabupaten Bantul dalam dua tahun terakhir menjadi penyumbang kejadian yang luar biasa (KLB) keracunan makanan tertinggi di daerah Yogyakarta. Tingginya angka KLB sehingga perlu diketahui bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat di kabupaten Bantul mengenai keracunan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent

Metode Penelitian: non-eksperimental dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian sebanyak 100 orang dengan teknik random sampling. Analisa data penelitian menggunakan analisa univariat yaitu frekuensi distribusi.

Hasil Penelitian: Tingkat pengetahuan masyarakat dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta memiliki pengetahuan tinggi sebanyak 13 responden (13%), pengetahuan cukup sebanyak 53 responden (53%) dan memiliki pengetahuan rendah sebanyak 34 responden (34%).

Kesimpulan: Tingkat pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta mayoritas cukup.


(15)

(16)

xii

Sita Tiari1. Nur Chayati, S.Kep,Ns.,M.Kep 2 Student of Nursing science study programUMY1 Lecture of Nursing science study program UMY2 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2016

Bacground: food poisoning of noncorosive agent is food poisoning that happens due to swallowing food or water which contains bacteria, parasites,viruses and fungi contaminated by poison that does not contain corosive subtance. Food poisoning can affect neuro system indicationts such as tingling and paralysys of breathing muscle and gastrointestinal through nausea and vomiting, even diarhea. In the last two years, Bantul regency has extraordinary condition of food poisoning in Yogyakarta province. The high rate of extraordinary condition demands the need to find out level of knowledge about first aid for food poisoning of noncorosive agent among residents of Gatak Two village, Kasihan, Bantul,Yogyakarta.

Research method: This research is non experimental which employs cross-sectional approach. The sample consist of 100 respondents taken using random sampling technique. The data where analyzed using univariate analysis, that is frequency of distribution.

Research result: The level of knowledge among the residents of Gatak Two village, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakartais as follows 13 respondents (13%) has high level of knowlwdge, 53 respondents (53%) has moderate level of knowledge, and 34 respondents (34%) has low level of knowledge.

Conclusion: The level of knowledgeabout first aid for food poisoning of

noncorosive agent among residents of Gatak Two village, Kasihan, Bantul, Yogyakarta is moderate


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kasus keracunan makanan merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat Yogyakarta yang dianggap sebagai fenomena suatu kejadian yang luar biasa (KLB). KLB keracunan makanan di Yogyakarta tahun 2014 tercatat sejumlah 734 orang dari 5 kabupaten. Kabupaten Bantul dalam dua tahun terakhir menjadi penyumbang KLB keracunan makanan tertinggi di daerah Yogyakarta. KLB keracunan makanan di kabupaten Bantul mengalami peningkatan dari tahun 2013 sebanyak 130 orang dan di tahun 2014 KLB keracunan makanan sebenyak 419 orang (Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta Dinkes DIY, 2015).

Kejadian keracunan makanan di kabupaten Bantul pada tahun 2015 yang telah dilaporkan oleh Bupati Bantul Sri Surya Widati Berang adanya kasus keracunan makanan yang terjadi pada ratusan buruh pabrik PT Young Tress yang terjadi pada kamis 5 Februari 2015. Penderita berjumlah 193 orang yang awalnya diperkirakan hanya 153 orang, hingga Jumat 6 Februari 2015 sebanyak 36 orang masih dirawat di Puskesmas Piyungan, rumah sakit Permata Husada dan Rajawali Citra. Penyebab keracunan makanan diduga dari penyediaan jasa makanan catering (Harian Jogja, 2015).


(18)

Kelompok umur penderita keracunan makanan di kabupaten Bantul mulai dari usia 1-4 tahun hingga 70 tahun keatas. Kelompok penderita keracunan makanan usia 1-4 tahun berjumlah 11 orang, usia 5-9 tahun berjumlah 62 orang, usia 10-14 tahun berjumlah 52 orang, usia 15-19 tahun berjumlah 26 orang, usia 45-54 tahun berjumlah 42 orang, usia 55-59 tahun berjumlah 17 orang, usia 60-69 tahun berjumlah 16 orang, dan usia 70 tahun keatas berjumlah 10 orang. Angka kejadian tertinggi keracunan makanan di kabupaten Bantul terjadi pada usia 20-44 tahun dengan jumlah penderita 313 orang (Dinkes DIY, 2015).

Keracunan makanan adalah keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung bakteri, parasit, virus, jamur yang terkontaminasi oleh racun (Perez & Luke’s, 2014). Keracunan makanan dapat disebabkan oleh pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia, mikroba, bakteri, virus jamur yang masuk kedalam tubuh manusia (Suarjana, 2013). Keracunan makanan

noncorosive agent adalah keracunan yang bukan disebabkan oleh bahaya bahan-bahan kimia dari zat korosif (Sumardjo, 2006). Racun yang masuk kedalam tubuh dapat merusak sistem saraf dan saluran cerna (Arisman, 2009).

Gangguan pada sistem saraf menimbulkan gejala adanya rasa lemah, kesemutan (parastesi) dan kelumpuhan (paralisis) otot pernapasan (Arisman, 2009). Gangguan pada saluran cerna menimbulkan gejala sakit perut, mual, muntah, terkadang disertai dengan diare (Suarjana, 2013).


(19)

Efek dari gejala keracunan makanan yang paling berbahaya adalah kelumpuhan otot pernapasan. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk mengurangi gejala pada sistem saraf adalah dengan cara memuntahkan makanan (Healty article, 2012).

Tindakan yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan adalah dengan memberikan minuman susu. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan selain memuntahkan makanan adalah dengan minum segelas air yang telah dicampur dengan satu sendok garam dan berikan minuman teh pekat (Junaidi, 2011). Hardisman (2014) menyatakan pertolongan pertama keracunan makanan adalah dengan pemberian larutan air yang telah dicampur dengan garam, dan memperbanyak minum air putih dari biasanya.

Sesuai dengan Qur’an surah AL-Anbiya ayat 30 yang artinya

“dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi

keduanya dahulu menyatu, kemudian kami pisahkan antara keduanya, dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air, maka mengapa

mereka tidak beriman?”

Ayat di atas mengisyaratkan bahwa jika kita ingin hidup yang lebih sempurna dan lebih sehat hendaknya kita mengkomsumsi air dalam jumlah yang cukup, baik untuk diminum atau untuk membersihkan diri dan lingkungan, maupun untuk bersuci. Manfaat lain yang dapat diperoleh dari air adalah sebagai pengganti cairan dan elektrolit sebagai pencegah terjadinya dehidrasi ketika seseorang keracunan makanan yang mengalami gejala muntah (Baitulmaqdis, 2014).


(20)

Pertolongan pertama keracunan makanan sangat membutuhkan suatu pengetahuan seseorang (Abbas, 2013). Pengetahuan merupakan suatu ilmu yang diperoleh secara alami melalui berbagai sumber atau pengajaran yang telah dilakukan oleh seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung (Budiman & Riyanto, 2013). Pengetahuan umum yang dimiliki masyarakat akan membantu awal proses diagnosis dan pengobatan kasus, sehingga bisa menurunkan angka mortalitas dan morbiditas (Vijayakumari & Maharani, 2013). Pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan merupakan hal yang sangat penting dalam proses pelaksanakan tindakan pertolongan pertama keracunan makanan (Abbas, 2013). Menurut Vijayakumari dan Maharani (2013) masih rendahnya informasi dan terbatasnya pengetahuan umum masyarakat mengenai keracunan.

Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 19 November 2015 di dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta kepada 10 mahasiswa yang berusia 19-22 tahun yang tinggal di kos IPPY didapatkan hasil 8 orang tidak mengetahui pertolongan pertama keracunan makanan

noncorosive agent sedangkan 2 orang mengetahui pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent dengan minum air susu. Hasil studi pendahuluan didapatkan 1 mahasiswa pernah mengalami keracunan makanan kue bolu ketika berusia 16 tahun dengan gejala sakit perut, mual, diare, kelelahan, sulit untuk bernapas (merasa sesak), kesemutan di bagian kedua tangannya.


(21)

Penderita tidak mengetahui kalau dia sedang keracunan makanan, penderita menganggap hanya diare, tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mengurangi tanda gejala. Dua hari kemudian penderita sangat merasa kelelahan dalam melakukan aktivitas karena penderita sulit untuk makan dikarenakan faktor mual dan sedikit minum air putih. Melihat kondisi yang sudah kelelahan dan sulit bernapas, ibu penderita segera membawa korban ke rumah sakit (RS) untuk segera dilakukan pertolongan. Penderita langsung dilakukan pemasangan infus, setelah di rawat di RS penderita di diagnosis keracunan makanan, penderita mengetahui kalau dia keracunan makanan setelah ada diagnosis yang disampaikan oleh dokter.

Dua jam setelah dirawat penderita mengalami muntah, setelah itu pasien merasa pernapasannya sudah tidak sesak, tidak merasa kelelahan tidak mengalami kesemutan di kedua tangannya, sedangkan gejala sakit perut dan mual mulai berkurang, tetapi masih megalami diare pada saat dua jam pertama ketika di rawat di RS. Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin meneliti tingkat pengetahuan masyarakat khususnya penghuni kos yang berada di wilayah dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent.


(22)

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana tingkat pengetahuan masyarakat dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent ?”

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta tentang pengertian keracunan makanan

b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta tentang penyebab keracunan makanan

c. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta tentang tanda gejala keracunan makanan


(23)

d. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta tentang faktor perkembangbiakan bakteri dalam makanan

e. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta tentang karakteristik demografi responden

D. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapakan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan khususnya mengenai pertolongan pertama keracunan makanan

noncorosive agent.

2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman nyata dilapangan tentang pertolongan pertama yang bisa dilakukan ketika mengalami keracunan makanan noncorosive agent

b. Bagi responden

Dapat menambah pengetahuan khususnya tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent.


(24)

c. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan pendidikan pengetahuan bagi masyarakat dalam pertolongan pertama terkait dengan keracunan makanan noncorosive agent

d. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini bisa digunakan sebagai referensi dalam pengembangan penelitian selanjutnya yang terkait dengan pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent. E. Keaslian penelitian

Abbas (2013) tentang Home first aid by the mother for the treatment of food poisoning for children. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan diantara (usia, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga) dengan prosedur yang dilakukan oleh ibu untuk pertolongan pertama keracunan makanan ketika terjadi keracunan pada anak dengan p-value ≤ 0,05.Persamaan penelitian ini adalah dalam jenis

penelitian. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Abbas adalah ingin mengetahui hubungan pertolongan pertama keracunan makananan dengan kaerakteristik demografi (usia, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu dan pendapatan keluarga) pengambilan sampel dengan purposive sampling, analisa data menggunakan descriptive statistic, correlation coefficient and one-way analysis, sampel berjumlah 60 orang, waktu penelitiannya dilakukan pada tahun 2013, tempat penelitiannya di emergency unit in


(25)

children welfare Teaching Hospital and Child’s Central Teaching Hospital.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan

noncorosive agent, pengambilan sampel dengan random sampling, analisa data menggunakan univariate, sampel berjumlah 100 orang, waktu penelitian tahun 2016, tempat penelitian di kos yang berada di wilayah dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta


(26)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan teori

1. Keracunan makanan noncorosive agent a. Definisi makanan

Makanan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh manusia. Makanan tidak hanya dituntut cukup dari segi zat gizi dan memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga harus aman ketika dikonsumsi (Handayani & Werdiningsih, 2010). Menurut pandangan islam makanan yang baik dikonsumsi adalah makanan yang yang bersih, makanan yang tidak memudharatkan kesehatan, makanan yang segar, makanan yang berhasiat, makanan yang tidak beresiko tinggi dan halalan tayyiban (Mohamad, Man, dkk. 2015).

Makanan yang halalan tayyiban telah dijelaskan di Qur’an surah Al-Maidah ayat 4 yang artinya

mereka bertanya kepadamu (Muhammad) apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu, yang kamu latih menurut apa yang diajarkan oleh Allah kepadamu. Maka makanlah apa yang ada ditangkapnnya untukmu, dan sebutlah nama Allah (waktu melepasnya) dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah maha cepat perhitungannya”.


(27)

b. Definisi racun

Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel dan sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Junaidi (2011) menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan efek bahaya bagi tubuh. c. Definisi keracunan makanan

Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009). Junaidi (2011) menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh disebut sebagai keracunan makanan. Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan adalah keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung bakteri, parasit, virus, jamur

atau yang telah terkontaminasi racun.

d. Definisi keracunan makanan noncorosive agent

Noncorosive agent adalah bahan yang bukan berasal dari zat kimia yang mengandung zat korosif (Sumardjo, 2006). Secara konvensional zat korosif dianggap sebagai zat yang dapat menghancurkan logam atau menyebabkan oksidasi bahan, misalnya karat besi yang terbentuk di permukaan bahan (Riyanto, 2014). Keracunan makanan noncorosive agent adalah keracunan


(28)

yang bukan disebabkan oleh bahaya bahan-bahan kimia dari zat korosif (Sumardjo, 2006).

e. Penyebab keracunan makanan

Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum yang hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan oleh pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia, mikroba, bakteri, virus dan

jamur yang masuk kedalam tubuh manusia (Suarjana, 2013). f. Tanda gejala keracunan makanan

Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf dan saluran cerna. Tanda gejala yang biasa terjadi pada sitem saraf adalah adanya rasa lemah, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot pernapasan (Arisman, 2009). Suarjana (2013) menyatakan tanda gejala yang biasa terjadi pada saluran cerna adalah sakit perut, mual, muntah, bahkan dapat menyebabkan diare.

g. Faktor pendukung perkembangbiakan bakteri dalam makanan Arisman (2009) menyatakan faktor pendukung perkembangbiakan bakteri dalam makanan adalah temperatur, waktu, oksigen, kemasan makanan dan minuman.


(29)

1) Temperatur

Kemampuan jasad renik untuk bertahan pada lingkungan bersuhu rendah atau tinggi sangat beragam. Berdasarkan temperatur bakteri dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal. Bakteri diklasifikasi menjadi 3 kelompok yaitu Psikrofilik, Mesofilik dan Termofilik. Bakteri Psikrofilik yaitu bakteri yang senang hidup dalam suasana dingin, yaitu antara 0-250C dengan temperatur optimum 20-250C. Bakteri Mesofilik yaitu bakteri yang hidup pada temperatur 20-450C, dengan temperatur optimum 30-370C. Bakteri Termofilik yaitu bakteri yang hidup pada optimal pada temperatur 50-550C, dengan kisaran pertumbuhan pada 45-700C.

Suhu pertumbuhan digolongan bakteri tidak sama.

Salmonella berkembang biak dilingkungan mesofilik dan segera berhenti tumbuh pada suhu di bawah 100C. Bakteri

Listeria monocytogenes dan Yersinia enterocolitica tumbuh pada suhu 100C. Stafilokokus aureus dapat tumbuh pada suhu 70C, meskipun toksin dapat terbentuk pada suhu 100C. Pada umumnya, pembentukan toksin dibawah 200C berlangsung lambat. Toksin yang diproduksi oleh sebagian bakteri (Clostridium botulinum) bersifat termolabil, yang berarti bahwa toksin ini akan rusak jika terpapar oleh


(30)

panas, (Staphyloccus aureus) tidak dapat dirusak oleh panas (beat-resistant), Bacillus aureus sangat bervariasi, yaitu dapat bersifat beat-labile dan beat-stabile.

2) Waktu

Waktu merupakan parameter yang dapat dikendalikan untuk menjamin keamanan makanan dalam menilai laju pertumbuhan jasad renik patogen. Bakteri akan membelah diri setiap 20-30 menit sekali dengan kondisi lingkungan yang sesuai. Colostridium perfringis contoh bakteri yang mampu membelah diri dalam waktu 7,1 menit pada suhu 40-450C. Pertumbuhan bakteri monocytogenes pada suhu 100C dalam waktu satu 1½ hari, sedangkan pada suhu 10C

mencapai 3,3 hari. 3) Oksigen

Bakteri aerob membutuhkan oksigen untuk pertumbuhan, sedangkan bakteri anaerob tidak memerlukan oksigen untuk pertumbuhan. Sebagian bakteri tumbuh dan menghasilkan toksin pada kondisi anerob, sedangkan sebagian bakteri lain memerlukan oksigen untuk menghasilkan toksin (Arisman, 2009). Junaidi (2011) menyatakan Colostridium botulinum adalah kuman yang hidup dengan kondisi kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman


(31)

Colostridium botulinum banyak ditemukan pada makanan dalam kaleng yang diolah secara kurang sempurna.

4) Kondisi makanan dan minuman

Kemasan makanan dan minuman dirancang untuk menjaga mutu pangan. Fungsi perlindungan kemasan meliputi proteksi terhadap uap air, oksigen, cahaya, debu, kerusakan mekanik, serta mencegah invasi mikroba dan serangga. Kemasan yang buruk dapat memudahkan masuknya jasad renik kedalam kemasan makanan.

h. Pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent

Pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent

yang dapat dilakukan adalah dengan mengupayakan penderita untuk memuntahkan makanan yang telah dikonsumsi penderita. Cara yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan adalah dengan memberikan minuman susu. Selain itu, cara yang bisa dilakukan adalah dengan meminum segelas air yang telah dicampur dengan satu sendok teh garam dan berikan minuman teh pekat (Junaidi, 2011).

Menurut Noriko (2013) tanaman teh memiliki potensi sebagai antibakteria karena mengandung bioaktif yaitu senyawa tanin. Tanin adalah senyawa fenolik yang terkandung dalam berbagai jenis tumbuhan hijau dengan kadar yang berbeda-beda. Manfaat tanin selain antibakteria adalah sebagai antiseptik dan mempunyai


(32)

sifat sebagai agent pengkelat logam karena adanya pengaruh fenolik. Pengaruh fenolik bisa memberikan antioksidan bagi tubuh. Hardisman (2014) menyatakan pertolongan pertama keracunan makanan adalah dengan minum air putih yang banyak, pemberian larutan air yang telah dicampur dengan garam. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare. Menghindari terjadinya dehidrasi pada korban segera berikan air minum dan larutan elektrolit yang banyak untuk korban (Sentra informasi keracunan nasional & Badan pemeriksaan Makanan dan obat SIKERNAS & BPOM, 2012).

Menurut Bahri, Sigit, dkk. (2012) cairan elektrolit dapat diperoleh dari air kelapa. Air kelapa murni tanpa tambahan gula sedikit menginduksi urinisasi, sedangkan air kelapa yang ditambah dengan gula banyak menginduksi urinisasi. Penyebab banyaknya menginduksi urinisasi adalah karena konsentrasi gula yang tinggi, sehingga absobsi air menjadi lambat dan urinisasi meningkat. 2. Pengetahuan

a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan dan melalui panca indra (Notoatmojo, 2010). Budiman dan Riyanto (2013) menyatakan


(33)

pengetahuan adalah suatu informasi yang diperoleh secara alami baik secara lagsung maupun tidak langsung.

b. Jenis Pengetahuan

Budiman dan Riyanto (2013) menyatakan jenis pengetahuan terbagi menjadi dua yaitu pengetahuan implisit dan pengetahuan

eksplisit. Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif dan prinsip. Pengetahuan implisit biasanya berisi kebiasaan dan budaya bahkan tidak disadari, contohnya sesorang yang telah mengetahui bahaya merokok, namun ternyata dia merokok. Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud yang nyata, bisa wujud dalam perilaku kesehatan contohnya, seseorang yang telah mengetahui bahaya merokok bagi kesehatan dan ternyata dia tidak merokok.

c. Tingkat pengetahuan

Notoadmodjo (2010) membagi enam tingkat pengetahuan yang dicapai dalam domain kognitif yaitu :

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam tingkat pengetahuan ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari


(34)

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang suatu obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan secara benar.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang sudah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

4) Analisis (analysis)

Analisis yaitu kemampuan untuk menyatakan atau menjabarkan suatu materi atau obyek ke dalam keadaan komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih saling berkaitan satu sama lain.

5) Sintesis (syntesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap materi atau


(35)

obyek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

d. Cara mengukur pengetahuan

Arikunto (2010) pengukuran pengetahuan dapat diperoleh dari kuisioner atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Pengetahuan yang ingin kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan. Menurut Budiman dan Riyanto (2013) cara mengukur tingkat pengetahuan bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok, jika yang diteliti masyarakat umum, maka dikategorikan

1) Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya ≥ 50%.

2) Tingkat pengetahuan kategori kurang Baik jika nilainya ≤ 50%. Namun, jika yang diteliti respondennya petugas kesehatan, maka persentasenya akan berbeda.

1) Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya ≥ 75%.

2) Tingkat pengetahuan kategori kurang Baik jika nilainya ≤ 75%. Menurut Arikunto (2010) penilaian pengetahuan dapat dikategorikan menjadi tiga bagian

1) Tinggi jika pertanyaan dijawab dengan benar oleh responden ≥75%

2) Cukup jika pertanyaan dijawab dengan benar oleh responden 56%-74%


(36)

3) Rendah jika pertanyaan dijawab dengan benar oleh responden ≤56%

e. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Budiman dan Riyanto (2013) ada enam faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar sekolah baik formal maupun nonformal, berlangsung seumur hidup. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka akan luas pula pengetahuannya. Perlu diketahui bahwa seseorang dengan pendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah.

Motto, Masloman, dkk. (2013) menyatakan pendidikan mempengaruhi suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin banyak pengetahuan yang diperolehnya, dengan banyaknya pengetahuan maka seseorang akan menjadi lebih terampil dalam menyikapi suatu permasalahan dibandingkan dengan seseorang yang memiliki pendidikan yang rendah.

2) Informasi

Informasi adalah suatu ilmu yang diperoleh melalui proses pengetahuan atau melalui proses kehidupan sehari-hari seperti media cetak. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal


(37)

maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan dan proses pengetahuan.

Alatas dan Linuwih (2013) menyatakan informasi akan mempengaruhi pengetahuan, jika seseorang sering mendapatkan informasi mengenai suatu pembelajaran maka akan menambah pengetahuan dan wawasannya, sedangkan seseorang yang tidak sering menerima informasi maka tidak akan menambah pengetahuan dan wawasan yang ada pada dirinya.

3) Sosial, budaya dan ekonomi

Sosial dan budaya adalah suatu kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui penalaran terhadap perbuatan yang baik dan buruk. Seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan suatu perbuatan. Status ekonomi seseorang akan menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu seperti adanya laptop yang bisa digukan untuk internetan, sehingga status ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

Menurut Natadisastra dan Agoes (2009) faktor sosial, budaya dan ekonomi akan mempengaruhi terjadinya keracunan makanan seperti kurang mengertinya masyarakat terkait kebersihan, sosial ekonomi yang rendah sehingga menjadi pencetus dalam sanisati lingkungan yang kurang baik, dan adanya kebiasaan


(38)

dari masyarakat yang kurang baik misalnya tidak mencuci tangan sebelum makan sehingga menyebabkan mudah masuknya parasit kedalam tubuh dan terjadinya perkembangbiakan parasit yang mengakibatkan seseorang mudah mengalami keracunan makanan.

Toraya, Dewi, dkk. (2014) menyatakan rendahnya status ekonomi sesorang akan mempengaruhi tingkat pendidikan. Masyarakat masih banyak beranggapan tidak mementingakan pendidikan, yang dipengaruhi oleh faktor budaya. Faktor budaya yang terjadi dimasyarakat menganggap pendidikan cukup sampai sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) sehingga rendahnya pendidikan dan ekonomi akan mempengaruhi pengetahun. Status ekonomi seseorang juga mempengaruhi pengetahuan.

4) Lingkungan

Lingkungan adalah Segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan hal ini disebabkan karena adanya interaksi sosial yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

Menurut Arisman (2009) Kondisi lingkungan mempengaruhi proses terjadinya keracunan makanan sehingga perlu diperhatikan agar kita bisa mencegah terjadinya keracunan makanan dari


(39)

makanan dan minuman yang kita konsumsi melalui kemasan. Kemasan makanan dan minuman dirancang untuk menjaga mutu pangan. Fungsi perlindungan kemasan meliputi proteksi terhadap uap air, oksigen, cahaya, debu, kerusakan mekanik, serta mencegah invasi mikroba dan serangga. Kemasan yang buruk dapat memudahkan masuknya jasad renik kedalam kemasan makanan, sehingga dari makanan yang kita konsumsi jika sudah terkena renik atau bakteri dapat memacu terjadinya keracunan makanan.

Alatas dan Linuwih (2013) menyatakan lingkungan akan mempengaruhi pengetahuan, jika lingkungan disekitar kita baik maka pengetahuan yang didapat akan berdampak positif, jika lingkungan disekitar kita kurang baik maka pengetahuan yang didapat akan berdampak negatif bagi kita.

5) Pengalaman

Pengalaman sebagai suatu sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi diwaktu masa lalu. Adanya pengalaman maka bisa memberikan pengetahuan dan mengembangkan kemampuan dalam mengambil keputusan dari permasalahan yang dialami.

Motto, Masloman, dkk. (2013) menyatakan pengalaman akan mempengaruhi pengetahuan, seseorang yang telah mempunyai


(40)

pengalaman mengenai suatu permasalahan, maka dia akan mengetahui bagaimana cara meyelesaikan permasalahan dari pengalaman sebelumnya yang telah dia alami, dengan demikian pengalaman yang dia alami bisa dijadikan sebagai pengetahauan untuk kedepannya jika dia mempunyai permasalahan yang sama. 6) Usia

Usia bisa mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia maka akan semakin berkembang daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik.

Motto, Masloman, dkk. (2013) menyatakan usia mempengaruhi pengetahuan, semakin bertambahnya usia seseorang maka akan mempengaruhi tingkat perkembangan dan proses berpikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik, hal ini disebabkan karena adanya penyesuaian diri pada situasi yang baru.


(41)

B. KERANGKA TEORI

Gambar.2.1. Kerangka teori pertolongan pertama keracunan makanan

noncorosive agent

Sumber : Arisman (2009), Junaidi ( 2011), Hardisman (2014)

Bakteri, Virus, Jamur, Mikroba yang ada dimakanan

Dimakan manusia

Berkembang biak dalam saluran cerna Menghasilkan Racun

Menimbulkan gejala

Sistem saraf Saluran cerna

Rasa lemah Kesemutan Kelumpuhan Otot

pernapasan Mual Muntah Sakit perut Pertolongan pertama keracunan makanan

Mengeluarkan racun dari dalam tubuh dengan cara

memuntahkan

Memberikan segelas air yang telah dicampur 1 sendok teh garam Pemberian air

putih lebih banyak dari

biasanya Memberikan

minuman teh pekat Memberikan

minuman susu

Diare Masuk kedalam tubuh


(42)

KERANGKA KONSEP

Keterangan:

: Diteliti : Tidak diteliti

Gambar .2.2. Kerangka konsep pengukuran tingkat pengetahuan masyarakat tentang keracunan makanan noncorosive agent

Sumber : Notoadmojo (2010), Arikunto (2010) Faktor yang mempengaruhi

tingkat pengetahuan 1.Pendidikan

2. Informasi

3. Sosial, Budaya dan Ekonomi 4. Lingkungan

5. Pengalaman 6. Usia

Tingkat pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan

noncorosive agent

Rendah Tinggi


(43)

(44)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah observasional deskriptif dengan jenis penelitian kuantitatif. Metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa penting yang terjadi saat ini tanpa menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena dapat terjadi. Penelitian deskriptif tidak memerlukan hipotesis (Nursalam, 2013).

B. Populasi dan sampel penelitian 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta yang tinggal di kos dan telah berusia 16-44 tahun. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 500 orang.

2. Sampel

Nursalam (2013) menyatakan sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi


(45)

yang dapat mewakili populasi yang ada. Penentuan besar sampel menggunakan rumus jika besar populasi ≤ 1000, maka sampel bisa diambil 20-50% dari jumlah populasi (Nursalam, 2008). Jumlah sampel dalam penelitian ini dengan mengambil 20% dari jumlah populasi.

Perhitungan sampel

= 20 x 500

100

= 100 orang

Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah Random sampling. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang. Menurut Notoadmojo (2012) pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan oleh peneliti. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel.

a. Kriteria inklusi

1) Warga masyarakat khususnya tinggal di kos yang berada di wilayah dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta yang telah berusia 16-44 tahun.

2) Warga masyarakat khususnya tinggal di kos yang berada di wilayah dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta dengan frekuensi membeli makanan diluar lebih banyak daripada memasak di kos


(46)

3) Warga masyarakat khususnya tinggal di kos yang berada di dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta yang bersedia untuk menjadi responden

C. Lokasi dan waktu penelitian 1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta

2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2016 D. Variabel penelitian

Variabel adalah suatu fasilitas yang bisa digunakan untuk melakukan pengukuran suatu penelitian (Nursalam, 2013). Variabel yang akan diteliti dalam peneltian ini adalah variabel tunggal.

E. Definisi operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).


(47)

Tabel 3.1. Definisi operasional tingkat pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent Variabel Definisi operasional Cara ukur

dan alat ukur

Hasil ukur Skala

Tingkat pengetahuan masyarakat Definisi keracunan makanan Pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent

Pengetahuan tentang definisi keracunan makanan, penyebab keracunan makanan, tanda gejala keracunan makanan, faktor pendukung perkembangbiakan bakteri bakteri dalam makanan, pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent.

Suatu kondisi darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat makanan yang beracun kedalam tubuh melalui mulut, serta keracunan yang terjadi akibat memakan makanan yang mengandung kuman yang telah terpapar oleh racun

Pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent

yang dapat dilakukan dengan mengupayakan penderita untuk memuntahkan makanan yang telahdikonsumsi, memberikan air susu, segelas air yang telah dicampur dengan satu sendok teh garam, memberikan minuman teh pekat, minum air putih yang banyak dari biasanya. Cara ukur: mengisi pernyataan dengan pilihan jawaban “B”(benar)=1 “S”(Salah)=0 Alat ukur: kuesioner Tingkat pengetahuan masyarakat diukur dengan jawaban yang benar dengan kategori 1. Tinggi jika jawaban benar ≥75% 2.cukup jika jawaban benar 56%-74% 3. Rendah jika jawaban benar ≤56% Ordinal


(48)

Tabel 3.1. lanjutan

Variabel Definisi operasional Cara ukur dan alat ukur

Hasil ukur Skala

Umur

Pendidikan

Informasi

Lingkungan

Pengalaman

satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk baik hidup maupun mati (jika usia lebih dari 0,5 maka digenapkan keatas, jika usia kurang dari 0,5 maka digenapkan ke bawah

Suatu usaha untuk mengembangkan suatu ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran di sekolah maupan di universitas.

Suatu sumber ilmu yang diperoleh melalui proses pengetahuan maupun dalam kehidupan sehari-hari

Segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang mempengaruhi

perkembangan

kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung

Suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi diwaktu masa lalu. Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner Kuesioner

Kategori usia: masa remaja awal 12-16 tahun, masa remaja akhir 17-25 tahun dan masa dewasa awal 26-35 tahun, masa dewasa akhir 36-45 tahun. Tingkat pendidikan: pendidikan rendah(SD), pendidikan menegah pertama (SMP), pendidikan menegah atas (SMA) dan perguruan tinggi (PT). media cetak, media elektronik dan informan.

Ciri makanan yang higienis dan tidak berbahaya, ciri makanan yang tidak higienis dan berbahaya

Pernah mengalami keracunan makanan noncorosive agent, Belum pernah mengalami keracunan makanan noncorosive agent Ordinal Ordinal Nominal Nominal Nominal


(49)

Tabel 3.1. lanjutan variabel Defenisi operasioanal Cara ukur dan

alat ukur

Hasil ukur Skala Sosial,

budaya dan ekonomi

Sosial budaya adalah suatu kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui penalaran terhadap perbuatan yang baik dan buruk.

Ekonomi adalah suatu kondisi dimana seseorang berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya

Kuesioner

Kuesioner

Tidak mencuci tangan sebelum makan, Mencuci makan sebelum makan Golongan pendapatan sangat tinggi (≥3.500.000), Pendapatan tinggi (2.500.000-3.500.000), Pendapatan sedang (1.500.000-2.500.000), pendapatan rendah ( rata-rata 1.500.000)

Nominal

Ordinal

F. Instrumen penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2012). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden (Arikunto, 2010). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup dengan jawaban benar dan salah. Untuk pernyataan positif (favoribele) jawaban benar mendapat nilai 1 dan jawaban salah nilai 0. Untuk pernyataan negative (unfavorable) jawaban benar mendapat nilai 0 dan jawaban salah nilai 1.


(50)

Tabel 3.2. Kisi-kisi kuesioner tingkat pengetahuan masyartakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent

Variabel Indikator Pernyataan

Favorable Pernyataan Unfavorable Jumlah Tingkat pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan Noncorosive agent

1.Definisi keracunan makanan 2. Penyebab keracunan makanan

3.Tanda gejala keracunan makanan

4.Faktor yang mempengaruhi perkembangbiakan bakteri 5. Pertolongan pertama tentang keracunan makanan noncorosive agent Jumlah 3 4 7,9 10 12,13,16,17 9 1,2 5 6,8 11 14,15,18,19 10 3 2 4 2 8 19

G. Cara pengumpulan data

Pengumpulan data adalah proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian (Nursalam, 2013). Peneliti menggunakan data primer yang didapat dari subjek yang memenuhi kriteria inklusi dengan mengisi kuesioner. Jenis data yang diambil adalah data demografi yang meliputi usia, pendidikan, informasi, lingkungan, pengalaman, sosial budaya ekonomi dan data tentang tingkat pengetahuan tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent. Alur pengumpulan data adalah sebagai berikut :

1. Tahap persiapan

a. Menentukan sampel yang telah berjumlah 100 orang untuk menjadi responden.


(51)

b. Mengurus surat perizinan penelitian pendahuluan

c. Melakukan survei pendahuluan ke lokasi penelitian. Observasi dilakukan untuk melihat apakah tempat tersebut memenuhi kriteria peneliti atau tidak

d. Mengurus surat perizinan uji validitas dan reliabilitas e. Melakukan uji validitas dan reliabilitas

2. Tahap pelaksanaan

a. Menentukan tempat untuk melakukan penelitian yaitu di dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta

b. Melakukan proses random sampling dengan cara mengundi semua nama kos yang berjumlah 40 kos diwilayah dusun Dua Gatak, Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta.

c. Pengundian pertama terpilih kos putra A yang berjumlah 10 orang d. Pengundian ke dua terpilih kos putra B yang berjumlah 9 orang e. Pengundian ke tiga terpilih kos putra C yang berjumlah 9 orang f. Pengundian ke empat terpilih kos putra D yang berjumlah 12

orang

g. Pengundian ke lima terpilih kos putri E yang berjumlah 13 orang h. Pengundian ke enam terpilih kos putri F yang berjumlah 12 orang i. Pengundian ke tujuh terpilih kos putri G yang berjumlah 8 orang j. Pengundian ke delapan terpilih kos putri H yang berjumlah 9


(52)

k. Pengundian ke sembilan terpilih kos putri I yang berjumlah 8 orang

l. Pengundian kedua terpilih kos putri J yang berjumlah 10 orang m. Setelah melakukan pegundian sebanyak 10 kos yang terdiri dari 4

kos Putra dan 6 kos Putri jumlah sampel telah mencapai 100 responden

n. 10 kos yang terpilih akan dilakukan penelitian

o. Melihat data masyarakat dusun Dua Gatak dari seketaris RT p. Peneliti memberikan informed consent atau lembar persetujuan

kepada responden dengan menuliskan data diri peneliti dan tujuan penelitian

q. Peneliti langsung melakukan proses penelitian pada bulan Maret 2016

r. Mencocokan data dari seketaris RT dengan masyarakat melalui Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang tinggal di kos

s. Peneliti membagikan kuesioner untuk diisi oleh responden

t. selama proses pengisian kuesioner peneliti menunggui responden, sehingga ketika responden kurang faham mengenai kuesioner peneliti bisa menjelaskan maksud dari kuesioner.

u. Peneliti mengumpulkan kuesioner kemudian menganalisis data yang sudah didapatkan


(53)

H.Uji validitas dan Reliabilitas Uji validitas dan reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan pada bulan Februari 2016 pada 30 responden yang memiliki kemiripan dengan kriteria inklusi dan ciri yang hampir sama dengan karakteristik responden penelitian sebenarnya. Sampel uji validitas dan reabilitas instrumen ini adalah masyarakat yang tinggal di Asrama STEI HAMFARA yang berada di wilayah dusun Kenalan, Bangunjiwo Kasihan Bantul, Yogyakarta. Perhitungan pada uji validitas dan reliabilitas pada variabel tingkat pengetahuan masyarakat dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta akan diolah secara manual dengan penghitungan rumus dan menggunakan nilai signifikansi p < 0,05

a. Uji validitas

Teknik hitungan yang digunakan dalam uji validitas penelitian ini adalah teknik pearson product moment dengan rumus sebagai berikut :

Rumus: rxy =

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi antar variabel X dan Y

N : Jumlah responden

N∑XY : Jumlah perkalian X dan Y

 

2

 

2 

2

Y) X)( ( -XY N

Y X

X N


(54)

X : Skor item instumen yang akan digunakan (X) Y : Skor semua item instrumen dalam variabel (Y)

Dari uji validitas yang dibantu dengan program komputer hasil r dibandingan r tabel pada taraf kesalahan 5 %, bila rxy lebih

kecil dari r tabel maka item soal tidak valid sehingga item soal tersebut perlu diganti atau dibuang, sedangkan bila rxy lebih besar

dari r tabel maka item soal dianggap valid (Arikunto, 2010). r tabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,361 (Arikunto, 2013).

Hasil uji validitas dari 20 pernyataan yang terdiri dari 4 butir pernyataan tentang definisi keracunan makanan, 2 butir pernyataan tentang penyebab keracunan makanan, 4 butir pernyataan tentang tanda gejala keracunan makanan, 2 butir pernyataan tentang faktor yang mempengaruhi perkembangbiakan bakteri dalam makanan, 8 butir pernyataan tentang Pertolongan pertama tentang keracunan makanan

noncorosive agent. Ada 1 pernyataan dari 20 pernyataan yang tidak valid karena nilai corelation > 0,05. Pernyataan yang tidak valid kemudian dihilangkan dalam kuesioner karena terwakili oleh pernyataan yang lain.

b. Uji reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur data dapat dipercaya atau diandalkan


(55)

(Notoatmodjo, 2010). Instrumen dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas K-R 20 (Arikunto, 2013)yaitu :

( K ) ( Vt - ∑pq )

K – 1 Vt

Keterangan :

r11 : reliabiltas instrumen

k : banyaknya butir pertanyaan Vt : varians total

p : proporsi subjek yang menjawab betul pada butir soal banyaknya subjek yang skornya 1

N

q : proporsi subjek yang mendapat skor 0 N

Reliabilitas berarti kestabilan pengukuran. Suatu instrumen dikatakan reliabel jika digunakan berulang-ulang nilainya sama (Riyanto, 2011). Uji yang digunakan untuk mengukur pengetahuan yang menggunakan butir soal kontinum (bentuk soal dengan skor 1 dan 0), uji yang digunakan adalah koefisien reliabilitas dengan menggunakan rumus K-R 20 (Arikunto, 2013). Uji reliabiltas yang dilakukan menunjukan hasil sebesar 0,8911 dan kuesioner ini dinyatakan reliabel.

I. Pengolahan dan Analisa data 1. Metode Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2010) data yang diperoleh dari jawaban kuesioner akan dilakukan pengolahan sebagai berikut :


(56)

a. Editing

Penelitian ini dilakukan editing dengan cara memeriksa kelengkapannya, kesalahanpengisian dan konsistensi dari setiap jawaban dan pertanyaan yang dilakukan di lapangan sehingga apabila terjadi kekurangan atau ketidaksesuaian dapat segera dilengkapi atau disempurnakan.

b. Coding

Setelah semua kuesioner diedit, selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding, yakni mengubah data yang berbentuk kalimat menjadi data angka. Pengkodean pada penelitian ini adalah untuk tingkat pengetahuan kategori tinggi diberi kode 1, kategori cukup diberi kode 2 dan kategori rendah 3.

c. Scoring

Pertanyaan yang dijawab diberi skor atau nilai sesuai yang telah ditetapkan oleh peneliti. Setelah diberi kode selanjutnya menilai sesuai jumlah soal yang dijawab dengan benar. Setelah diperoleh hasil pengukuran pengetahuan, maka :

a. Tinggi jika skor ≥ 75% b. Cukup jika skor 56%-74% c. Rendah jika skor ≤56%

d. Entry

Merupakan suatu proses memasukkan data ke dalam komputer yang selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan program komputer.


(57)

e. Tabulating

Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari jawaban kuesioner yang sudah diberi kode, kemudian dimasukkan ke dalam tabel. Melakukan penataan data, kemudian menyusun dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (Arikunto, 2010).

2. Analisa data

a. Analisa univariat

Analisa univariat merupakan analisa satu variabel (Notoadmojo, 2010). Analisa data univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik subjek penelitian dengan menghitung distribusi frekuensi dan proporsi yang dinyatakan secara angka-angka maupun prosentase.

Variabel yang dianalisa dalam penelitian ini adalah data demografi yang meliputi usia, tingkat pendidikan, sosial budaya ekonomi, informasi, pengalaman, dan lingkungan serta tingkat pengetahuan masyarakat dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent. Analisa data disajikan dalam bentuk jumlah (frekuensi) dan persentase dalam tabel distribusi normal. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :


(58)

Keterangan : P = prosentase

x= jumlah skor jawaban N= jumlah seluruh pertanyaan J. Etika Penelitian

Nursalam (2013) menyatakan bahwa dalam penelitian harus memperhatikan prinsip-prinsip etik. Prinsip-prinsip tersebut antara lain : 1. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

Prinsip menghargai hak asasi manusia adalah informed consent

atau lembar persetujuan. Informed consent merupakan suatu lembar persetujuan yang diberikan peneliti kepada responden untuk menjelaskan maksud, tujuan dan dampak dari penelitian yang dilakukan.

2. Prinsip keadilan (right to justice)

Prinsip keadilan dalam penelitian adalah confidentiality atau menjaga rahasia. Sebuah penelitian harus menjunjung kerahasiaan data yang diperoleh dari responden dan menggunakan data sesuai dengan kebutuhan penelitian.

3. Prinsip manfaat

Penelitian yang dilakukan harus memberikan manfaat sebanyak mungkin tanpa memberikan kerugian dan penderitaan pada subjek yang diteliti.


(59)

a. Bebas dari penderitaan

Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

b. Bebas dari eksploitasi

Subjek harus diyakinkan bahwa wawancara yang telah dilakukan atau informasi yang telah diperoleh, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang merugikan subjek.

c. Risiko (benefit ratio)

Penelitian harus mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.


(60)

43 A. Deskripsi Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kos yang berada di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta terletak di jalan Sunan Kudus, Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kota Yogyakarta. Batas wilayah penelitian sebelah utara berbatasan dengan PLN dan sebelum kantor cabang ranting Muhammadiyah, batas wilayah penelitian sebelah barat berbatasan dengan perbatasan jalan ringroad selatan, batas wilayah penelitian sebelah selatan berbatasan dengan kios Damai, batas wilayah penelitian sebelah timur berbatasan dengan sungai didekat daerah persawahan.

Jumlah kos yang terletak di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul, Yogyakarta sebanyak 40 kos dengan jumlah penghuni sebanyak 500 orang. Penelitian ini mengambil sampel penelitian sebanyak 100 responden yang diambil dari 10 kos, yang terdiri dari 4 kos putra dan 6 kos putri. Empat kos putra terdiri dari kos A yang berjumlah 10 orang, kos B yang berjumlah 9 orang, kos C yang berjumlah 9 orang, dan kos D berjumlah 12 orang. Enam kos putri terdiri dari kos E yang berjumlah 13 orang, kos F berjumlah 12 orang, kos G berjumlah 8 orang, kos H berjumlah 9 orang, kos I berjumlah 8 orang, kos J berjumlah 10 orang.


(61)

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik responden digunakan untuk mengetahui gambaran umum responden penelitian berdasarkan umur, tingkat pendidikan, ekonomi, informasi, pengalaman, lingkungan. Hasil dari karakteristik responden didalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta tahun 2016 (n=100)

No Karakteristik Frekuensi (n) Prosentase (%) 1 Umur

12-16 tahun 17-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun Total 0 98 2 0 100 0 98 2 0 100 2 Tingkat Pendidikan

SD SMP SMA PT Total 1 0 4 95 100 1 0 4 95 100 3 Tingkat Ekonomi

Pendapatan rendah Pendapatan sedang Pendapatan tinggi Pendapatan sangat tinggi Total 52 29 9 10 100 52 29 9 10 100 4 Pengalaman Keracunan Makanan

Pernah (Ya)

Belum pernah (Tidak) Total 19 81 100 19 81 100 5 Sumber Informasi yang diperoleh

Media cetak Media elektronik Informan Total 15 56 29 100 15 56 29 100 6 Lingkungan

Bersih Kotor Total 74 26 100 74 26 100 Sumber: data primer 2016


(62)

Pada tabel 4.1 diketahui bahwa berdasarkan kelompok umur responden mayoritas pada usia 17-25 tahun sebanyak 98 responden (98%). Tingkat pendidikan responden mayoritas pendidikan PT sebanyak 95 responden (95%). Tingkat ekonomi responden dari segi penghasilan atau uang jajan yang diberikan oleh orangtua perbulan mayoritas memiliki pendapatan rendah sebanyak 52 responden (52%). Mayoritas responden belum pernah mengalami keracunan makanan sebanyak 81 responden (81%). Mayoritas sumber informasi yang diperoleh responden melalui media elektronik sebanyak 56 orang (56%). Kondisi lingkungan warung makan yang berjualan disekitar kos mayoritas bersih sebanyak 74 tempat (74%).

2. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent

Tabel 4.2 Hasil tingkat pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta tahun 2016 (n=100)

No Tingkat pengetahuan Frekuensi %

1 Tinggi 13 13

2 Cukup 53 53

3 Rendah 34 34

Total 100 100

Sumber: data primer 2016

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan


(63)

3. Tingkat pengetahuan tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent berdasarkan umur, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, pengalaman, lingkungan dan informasi.

Tabel 4.3 Hasil tingkat pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent berdasarkan umur, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, pengalaman, lingkungan dan informasi di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta tahun 2016 (n=100)

Tingkat pengetahuan Tinggi Cukup Rendah

Karakteristik n % n % n %

1. Umur

a. Remaja awal (12-16) b. Remaja akhir (17-25) c. Dewasa awal (26-35) d. Dewasa akhir (36-45) 2. Tingkat pendidikan

a. SD b. SMP c. SMA d. PT

3. Tingkat ekonomi a. Penghasilan rendah b. Penghasilan sedang c. Penghasilan tinggi

0 19 0 0 0 0 2 17 8 8 3 0 19 0 0 0 0 2 17 8 8 3 0 74 2 0 1 0 2 73 41 19 6 0 74 2 0 1 0 2 73 41 19 6 0 5 0 0 0 0 0 5 3 2 0 0 5 0 0 0 0 0 5 3 2 0 d. Penghasilan sangat tinggi

4. Pengalaman keracunan makanan a. Pernah

b. Belum pernah 5. Lingkungan

a. Bersih b. Kotor 6. Informasi

a. Media cetak b. Media elektronik c. Imforman

0 1 18 15 4 2 13 4 0 1 18 15 4 2 13 4 10 16 60 56 20 12 40 24 10 16 60 56 20 12 40 24 0 2 3 3 2 1 3 1 0 2 3 3 2 1 3 1 Sumber: data primer 2016

Berdasarkan tabel 4.3 dalam penelitian ini tingkat pengetahuan responden cukup sebanyak 74 responden (74%) mayoritas berusia 17-25 tahun sebanyak 98 responden (98%). Tingkat pengetahuan cukup sebanyak 73 responden (73%) dengan mayoritas pendidikan PT sebanyak 95


(64)

responden (95%). Tingkat pengetahuan cukup sebanyak 41 responden (41%) mayoritas mempunyai penghasilan rendah sebanyak 52 responden (52%). Tingkat pengetahuan cukup sebanyak 60 responden (60%) dengan mayoritas responden belum pernah mengalami keracunan makanan sebanyak 81 responden (81%). Tingkat pengetahuan cukup sebanyak 56 responden (56%) dengan mayoritas responden makan dilingkungan yang bersih sebanyak 74 responden (74%). Tingkat pengetahuan cukup sebanyak 40 responden (40%) dengan mayoritas memperoleh informasi melalui media elektronik sebanyak 56 responden (56%).

4. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengertian tentang pengertian, penyebab, tanda gejala keracunan makanan noncorosive agent dan faktor pendukung perkembangbiakan bakteri dalam makanan

Tabel 4.4 Hasil tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengertian, penyebab, tanda gejala keracunan makanan noncorosive agent dan faktor pendukung perkembangbiakan bakteri dalam makanan di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta tahun 2016 (n=100)

No Tingkat pengetahuan frekuensi % 1.

2.

3.

Pengertian keracunan makanan Tinggi

Cukup Rendah Total

Penyebab keracunan makanan Tinggi

Cukup Rendah Total

Tanda dan gejala keracunan makanan Tinggi Cukup Rendah Total 25 38 37 100 14 0 86 100 60 31 9 100 25 38 37 100 14 0 86 100 60 31 9 100 Sumber data primer: 2016


(65)

Tabel lanjutan 4.4

No Tingkat pengetahuan frekuensi %

4. Faktor pendukung perkembangbiakan bakteri dalam makanan

Tinggi Cukup Rendah total

58 0 42 100

58 0 42 100 Sumber data primer: 2016

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengertian keracunan makanaan noncorosive agent mayoritas cukup, sebanyak 38 responden (38%). Mayorias tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyebab keracunan makanan

noncorosive agent mayoritas rendah, sebanyak 86 responden (86%). Tingkat pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala keracunan makanan noncorosive agent mayoritas tinggi, sebanyak 60 responden (60%). Mayoritas tingkat pengetahuan masyarakat tentang faktor pendukung perkembangbiakan bakteri dalam makanan tinggi, sebanyak 58 responden (58%).

C.Pembahasan

1. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent

Berdasarkan tabel 4.2 tingkat pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent mayoritas cukup, kebanyakan pada usia 17-25 tahun. Menurut Budiman dan Riyanto (2013) usia bisa mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia maka akan semakin berkembang daya tangkap dan pola pikirnya,


(66)

sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik. Motto, Masloman, dkk. (2013) menyatakan usia mempengaruhi pengetahuan, semakin bertambahnya usia seseorang maka akan mempengaruhi tingkat perkembangan dan proses berpikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik, hal ini disebabkan karena adanya penyesuaian diri pada situasi yang baru. Hasil penelitian berdasarkan tingkat pendidikan responden tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent mayoritas cukup pada pendidikan PT. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka akan luas pula pengetahuannya (Budiman & Riyanto, 2013). Motto, Masloman, dkk. (2013) menyatakan pendidikan mempengaruhi suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin banyak pengetahuan yang diperolehnya, dengan banyaknya pengetahuan maka seseorang akan menjadi lebih terampil dalam menyikapi suatu permasalahan dibandingkan dengan seseorang yang memiliki pendidikan yang rendah.

Tingkat pengetahuan tentang pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent mayoritas cukup, dimana responden mayoritas memiliki penghasilan rendah, hasil penelitian ini tidak sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Toraya, Dewi, dkk. (2014) menyatakan rendahnya status ekonomi sesorang akan mempengaruhi tingkat pendidikan sehingga rendahnya pendidikan


(67)

yang diakibatkan ekonomi yang rendah akan mempengaruhi pengetahuan.

Hasil penelitian menunjukan meskipun responden memiliki penghasilan rendah tetapi responden memiliki pengetahuan dengan mayoritas cukup. Menurut Muthmainah (2010) status ekonomi tidak mempengaruhi pengetahuan dikarenakan ketika seseorang yang memiliki pengetahuan tidak hanya berdasarkan sumber penghasilan, tetapi pengetahuan juga bisa diperoleh melalui akses informasi melalui media elektronik dan pendidikan.

Mayoritas dalam penelitian ini responden belum pernah mengalami keracunan makanan nonocorosive agent, dengan tingkat pengetahuan cukup. Hasil penelitian ini tidak sebanding dengan Motto, Masloman, dkk. (2013) menyatakan pengalaman akan mempengaruhi pengetahuan, seseorang yang telah mempunyai pengalaman mengenai suatu permasalahan, maka dia akan mengetahui bagaimana cara meyelesaikan permasalahan dari pengalaman sebelumnya yang telah dia alami. Meskipun responden belum pernah mempunyai pengalaman keracunan makanan tetapi mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan yang cukup.

Menurut Kusumati (2011) pengalaman tidak bisa dijadikan acuan dalam memperoleh pengetahuan. Seseorang yang belum mempunyai pengalaman dalam suatu bidang tertentu tidak menutup kemungkinan akan mempunyai pengetahuan yang cukup bahkan tinggi, hal ini dikarenakan pengetahuan tidak hanya


(1)

11 perkembangbiakan bakteri dalam makanan

Tingkat pengetahuan masyarakat tentang faktor pendukung perkembangbiakan bakteri dalam makanan adalah tinggi, sebanyak 58 responden (58%). Hasil penelitian ini mencerminkan bahwa responden di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta sebagian besar mengetahui tentang faktor pendukung perkembangbiakan bakteri dalam makanan. Menurut Arisman (2009) faktor pendukung perkembangbiakan bakteri dalam makanan adalah temperatur, waktu, oksigen, kemasan makanan dan minuman.

Menurut Budiman dan Riyanto (2013) faktor yang mempengaruhi pengetahuan

adalah lingkungan, lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan hal ini disebabkan karena adanya interaksi sosial yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. Tingkat pengetahuan masyarakat menjadi lebih tinggi karena mayoritas masyarakat di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul makan di tempat yang bersih, sehingga mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangbiakan bakteri dalam makanan. Tingkat pengetahuan masyarakat yang tinggi tentang faktor pendukung perkembangbiakan bakteri dalam makanan diharapkan masyarakat dapat memperhatikan dalam memilih dan menyimpan makanan, sehingga tidak menjadi


(2)

12 faktor pemicu terjadinya keracunan makanan.

KESIMPULAN

1. Tingkat pengetahuan

masyarakat tentang

pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta mayoritas cukup

2. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang pengertian

keracunan makanan

noncorosive agent di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta mayoritas cukup

3. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang penyebab

keracunan makanan

noncorosive agent di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan

Bantul Yogyakarta mayoritas rendah

4. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala keracunan makanan noncorosive agent di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta mayoritas tinggi 5. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang faktor pendukung

perkembangbiakan bakteri dalam makanan noncorosive agent di dusun Dua Gatak Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta mayoritas tinggi

SARAN

Saran yang dapat diberikan oleh penulis sehubungan dengan penelitian ini adalah:


(3)

13 1. Bagi responden

Diharapkan responden bisa melakukan pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent sehingga ketika ada yang mengalami keracunan makanan bisa melakukan pertolongan segera sebelum di bawa ke petugas kesehatan serta bisa mengetahui tentang penyebab keracunan makanan.

2. Bagi peneliti selanjutnya Setelah dilakukan penelitian ini, diharapkan peneliti selanjutnya lebih memperbanyak pernyataan kuesioner terkait pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent.

3. Bagi institusi pendidikan keperawatan

Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan institusi keperawatan dapat lebih meningkatkan pengetahuan terkait pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent.


(4)

14 DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

Abbas, A. D. 2013.Home first aid applied by the mother for the treatment of poisoning for children.Http://dx.doi.org/10. 4236/ojn.2013.37067. Alatas,S.S.,S.,. & Sri, L.2013.

Hubungan tingkat pengetahuan mengenai pedikulosis kapitis dengan karakteristik demografi santri pesantren X, Jakarta timur. Vol.1,No.1, April 2013. http://journal.ui.ac.id/index.p hp/eJKI/article/view/1596/13 43.

Arikunto, S. 2007. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka cipta.

Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka cipta.

Arikunto, S. 2013. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka cipta.

Arisman.2009. Buku ajar ilmu gizi keracunan makanan. Jakarta : EGC.

Bahri,S.Joseph,I.S.,Tommy,A.Rini,S. Lusi,P.D., & Yoza,H.O.2012. Penanganan Rehidrasi Setelah Olahraga dengan Air Kelapa (Cocos nucifera L.), Air Kelapa ditambah Gula

Putih, Minuman Suplemen, dan Air Putih. Jurnal Matematika & Sains, April 2012, Vol. 17 Nomor 1

journal.fmipa.itb.ac.id/jms/ar ticle/view/320/415

Budiman & Riyanto.2013. Kapita selekta kuesioner pengetahuan dan sikap dalam keperawatan. Jakarta: salemba medika.

Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta.2014. Profil kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014. Dinas Kesehatan Daerah Istimewa

Yogyakarta.2015. Profil kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.2009.kategori usia

Handayani,B.R., & Werdiningsih,W.

2010. Kondisi sanitasi

keracunan makanan. Vol.20No.2-3.2010.http://fp.unram.ac.id/ data/2012/04/20-2-3_07- Rien-Kondisi-sanitasi- keracunan-mkn-trad_Rev-Eko__P.pdf

Hardisman. 2014. Gawat darurat

medis Praktis. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Healty,a.2012. Empat jenis

keracunan makanan yang

sering terjadi.

Smallcrab.com.informasi kesehatan.


(5)

15

Junaidi, I.2011.Pedoman

pertolongan pertama

keracunan makanan yang harus dilakukan saat gawat

darurat. Yogyakarta: C.V

ANDI OFFSET

Kusumawati,N.N., 2011. Gambaran

Tingkat Pengetahuan

Perawat Tentang Perawatan Metode Kangguru di RSB Harapan Kita.

Maqdis, B.2014. Al-quran berbicara

tentang keajaiban air.

baitulmaqdis.com Mohamad,M.S.,

Seadan,M.&Ramli,M.A.,.201 5. Keselamatan makanan menurut persepktif islam kajian terhadap pengambilan makanan beresiko. Jurnal

fiqh,No12(2015)1-28.2015fiqh.um.edu.my/fileba nk/.../Artikel1_JF2015.pdf Motto,S.Y., Nurhayati,M. &

Jaeannete.C.M.2013. Tingkat pengetahuan ibu tentang diare pada anak di Puskesmas Bahu Manado.

ejournal.unsrat.ac.id./index.p hp/ebiomedik/article/view/54 64

Muthmainah,F. 2010. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu dalam memberikan makanan Pendamping Air Susu Ibu di Puskesmas Pamulang 2010. Natadisastra,D & Ridad,A. 2009. Parasitologi Kedokteran. Kedokteran EGC

Noriko, N.2013. Potensi Daun Teh (Camellia sinensis) dan Daun Anting-anting Acalypha indica L. dalam Menghambat Pertumbuhan Salmonella typhi. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI, Vol . 2, No. 2, September 2013 jurnal.uai.ac.id/index.php/SS T/article/download/131/120 Notoadmojo,S.2010.Metodelogi

penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta

Notoadmojo,S.2012.Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta

Nursalam.2008.Konsep dan penerapan metodelogi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba medika Nursalam.2013.Metodologi

penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba medika Poesponegoro,M.S., & Nugroho, N.

2008.Sejarah nasional Indonesia VI. Balai pustaka Sentra informasi keracunan nasional

& badan pemeriksaan obat dan makanan.2014. Keracunan pangan akibat bakteri patogen .

http://ik.pom.go.id/v2014/arti kel/keracunan-pangan-akibat-bakteri-patogen3.pdf Suarjana, I.M.,.2011. Kejadian luar

biasa keracunan makanan www.poltekes.denpasar.ac.id


(6)

16

Sumarjo.2008. Pengantar kimia:

buku panduan kuliah mahasiswa kedokteran dan program strata 1..Jakarta GGC

Toraya,N.A., Miranti,K.D & Yuli,S.2015. Hubungan tingkat pendidikan dan status ekonomi terhadap tingkat pengetahuan.ISSN:2560-657x.

http://karyailmiah

.unisba.ac.id/index.php/dokter/article /viewfile/1222/pdf.

Vijayakumari & Maharani.2013. Profile of poisoning cases in a

tertiary care hospital, Tamil,

India.ISSN