ALASAN TURKI DI BAWAH PEMERINTAHAN ERDOGAN SEPAKAT BEKERJA SAMA DENGAN UNI EROPA DALAM PENANGANAN IMIGRAN

(1)

SKRIPSI

ALASAN TURKI DI BAWAH PEMERINTAHAN ERDOGAN SEPAKAT BEKERJA SAMA DENGAN UNI EROPA DALAM

PENANGANAN IMIGRAN

The Reason of Turkey under Erdogan Government to Approve the European Union Collaboration in Hadling the Immigrants

Disusun Oleh :

Itsnaini Permata Hati

20130510104

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

ALASAN TURKI DI BAWAH PEMERINTAHAN ERDOGAN SEPAKAT BEKERJA SAMA DENGAN UNI EROPA DALAM PENANGANAN

IMIGRAN

The Reason of Turkey under Erdogan Government to Approve the European Union Collaboration in Hadling the Immigrants

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Studi pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : Itsnaini Permata Hati

20130510104

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ataupun di Perguruan Tinggi lain. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat ketidak benaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 23 Desember 2016


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Alasan Turki di bawah Pemerintahan Erdogan Sepakat Bekerja

Sama dengan Uni Eropa dalam Penanganan Imigran” dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Strata-1 (S1) dari Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan sekaligus sebagai penerapan dari teori-teori, dan model yang telah penulis peroleh selama berada di bangku kuliah. Ucapan terima kasih penulis dedikasikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam proses studi dan penulisan skripsi ini. Tentunya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A selaku Rektor Universitas Muhammmadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Ali Muhammad, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Nur Azizah M.Si, selaku Kepala Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Ibu Siti Muslikhati, S.IP., M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar selalu meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, serta memberi masukan kepada penulis.

5. Ibu Dr. Nur Azizah, M.Si. selaku Penguji I yang telah menguji dan memberikan beberapa masukkan yang bermanfaat.


(5)

v

6. Bapak Takdir Ali Mukti, S.Sos., M.Si selaku Penguji II yang telah memberikan saran dan masukkan yang membuat skripsi ini menjadi lebih baik.

7. Bapak Dr. Surwandono, M.Si. selaku salah satu tim Penguji Proposal Skripsi yang telah memberikan saran dan masukan untuk penulis.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat.

9. Bapak Jumari, Pak Waluyo, dan Pak Ayub yang siap dan sabar melayani pertanyaan mahasiswa.

Terima kasih kepada semua pihak yang sudah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda. Amin.

Yogyakarta, 23 Desember 2016


(6)

vi

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” ( QS. Al-Insyirah 94 : 6)


(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini sebagai bentuk rasa syukur penulis kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, serta penulis persembahkan kepada :

Kedua orang tua, Ibu Siti Mutmainah dan Bapak Joko Sugianto, terima kasih Buk, Pak, atas do’a dan dzikirnya yang tak pernah putus, pengorbanannya, motivator, konsultan fisik maupun psikis serta sponsor utamanya. Terima kasih

atas segala kesabaran Ayah dan Ibu dalam menghadapiku selama ini. Kakakku Muh. Misbahul Munir Arip Pratama dan kakak iparku Anita

Fitriyanti yang telah memberikan semangat dan kebahagiaan untukku. Seluruh keluarga yang ada di Solo dan Boyolali, terima kasih atas semangatnya

selama ini.

Dini Oktavia, Ramita Paraswati, Laila Rezvina B., Mawwadah Fauziah, Sulis, Nurani Anggi Sagita, Annisa Fauziyyah Islami, Elsa Fahmi Wijayanti,

Tata Septin Meisinta, Indah Fitria Dewi, Arina Nuri Alfi Rosyada, Wahyunanda, Firtya Maha Putri, Nanda Harahap, Aat Rif’ati, Wayan Triana yang selama ini telah menjadi saudariku selama di Yogyakarta. Terima

kasih karena kalian mau menemaniku bahkan di saat kondisi paling buruk sekalipun. Terima kasih karena telah memberikan warna dalam kehidupanku di

bangku perkuliahan. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan kebaikan untuk kalian dan yang belum wisuda untuk segera dimudahkan dalam menyelesaikan

S1-nya. Semoga persahabatan kita tak berhenti sampai di sini. Amin. Kresna Budhi Samboda, Hilmi Prabowo, Bryan Bimantoro, Ahmad Muarif,

Adhi Sudrajat, Andi Muhammad Ibnu Aqil, yang selama ini telah menjadi kakak maupun saudara yang bisa diandalkan dalam bidang apapun selama di

Yogyakarta. Semoga kemudahan dalam menyelesaikan segala urusan selalu menyelimuti kalian. Semoga persahabatan kita tak berhenti sampai di sini. Amin.

Teman-teman dari HI kelas B Reguler, terima kasih kalian semua yang telah menjadi duniaku di Yogyakarta untuk pertama kalinya. Teman-teman Unires, SR,


(8)

viii

Muhammad 2014 yang telah memberikanku banyak pelajaran berharga dan partner terbaikku dalam belajar hidup mandiri di Yogyakarta. Teman-teman dan

mates delegasi Costa Rica 2013 sekalian yang telah menjadi teman-teman pertamaku. Teman, kakak, dan adik Divisi Redaksi pada khususnya dan LPPM Nuansa pada umumnya, terima kasih atas support, saran, dan kegilaanya selama

ini, aku terhibur dan bangga belajar bersama kalian. Teman, kakak,dan adik Divisi Pers Mahasiswa pada khususnya dan KOMAHI pada umumnya yang telah memberikanku banyak pelajaran hidup dan pengalaman yang sangat berharga, aku bangga pernah bekerja sama dengan kalian. Adik-adik dan partner mates delegasi

Thailand 2014 yang telah mau menerimaku apa adanya. Teman-teman KKN Kelompok 44 2016 Dusun Karanganyar yang telah mengajariku banyak hal berharga, terima kasih untuk mau berproses bersama. Terima kasih kepada

teman-teman seperjuangan HI 2013 dan bimbingan Bu Siti Muslikhati, semoga kalian sukses selalu. Amin.

Terima kasih kepada Motor Beat Biru kecil yang sudah tak pernah lelah mengantarkanku dari pagi buta hingga tengah malam baik rapat, nugas, sekolah maupun main. Terima kasih kepada laptop Lenovo Hitam yang dengan senantiasa tidak pernah rewel walaupun sering kutinggal tidur, dan menjadi tempat bermain,

tempat menuntut ilmu dan teman pelipur lara yang setia.

Pembaca sekalian yang budiman dan mau menyempatkan waktunya untuk membaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kalian semua. Amin.


(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Kerangka Berpikir ... 7

D. Hipotesis ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Jangkauan Penelitian ... 12

G. Metode Penelitian... 13

1. Jenis Penelitian ... 13

2. Teknik Pengumpulan Data ... 13

3. Teknik Analisis Data ... 14

H. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II POLITIK LUAR NEGERI TURKI SEBELUM PEMERINTAHAN ERDOGAN ... 16

A. Politik Luar Negeri Sebelum Masa Erdogan (Sekularisme) ... 17

B. Hubungan Turki dengan NATO (North Atlantic Treaty Organization) .... 25

C. Hubungan Turki Dalam Upayanya Menjadi Anggota Uni Eropa ... 27

BAB III POLITIK LUAR NEGERI ERDOGAN DAN KERJA SAMA PENANGANAN IMIGRAN TURKI & UNI EROPA ... 32

A. Sikap Erdogan Terhadap Timur Tengah ... 32


(10)

x

C. Penanganan Imigran di Negara Timur Tengah yang Lain ... 44

D. Kerja Sama Turki – Uni Eropa dalam Penanganan Imigran ... 52

BAB IV KEUNTUNGAN TURKI DALAM KERJA SAMA PENANGANAN IMIGRAN DENGAN UNI EROPA ... 70

A. Peluang Turki Dinegosiasikan Menjadi Calon Anggota Uni Eropa ... 80

B. Keuntungan Janji Ekonomi dengan Fasilitas Perjalanan Tanpa Visa (mendapatkan visa Schengen) ke Uni Eropa ... 87

C. Bantuan Perbaikan Kondisi Perbatasan Turki - Suriah ... 99

BAB V KESIMPULAN ... 103

Daftar Pustaka ... 108


(11)

(12)

ABSTRACT

Collaboration between Turkey and European Union in handling immigrants became a controversial cooperation for Turkey under Erdogan government. Erdogan based who are leader that makes Turkey’s foreign policy Islam oriented. When Syria conflict exploded in 2011, Syrian came out from their countries and became refugee in Middle East and European Union Countries. Turkey welcomed Syrian refugees with Open Door Diplomacy. This study will explain why Turkey under Erdogan Government approved the European Union collaboration in hadling the immigrant using the model of rational actor in order to calculate the benefit from the collaboration. The preliminary results of the research show that Turkey approved the collaboration because Turkey wanted European Union actualize three points in that cooperation. First, Turkey will take benefit from European Union to re-energise the accession process for full membership Turkey in European Union. Second, Turkey will take a benefit from the fulfilment of the visa liberalisation roadmap will be accelerated by European Union for Turkish citizen. Third, Turkey will take a benefit from the point that The EU and its Member States will work with Turkey in any joint endeavour to improve humanitarian conditions inside Syria, in particular in certain areas near the Turkish border.


(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Turki pada masa Mustafa Kemal Atatürk tahun 1923 ingin melepaskan segala hal yang berhubungan dengan unsur Islam di Turki. Mustafa Kemal Atatürk membuang semua unsur di Era Ottoman, kecuali beberapa unsur kemegahan masa lalu, dan memperbaharuinya dengan Westernisasi dan sekularisme. Pada dekade pertama setelah berdirinya republik, Kemalis melakukan serangkaian reformasi yang memutuskan hubungan Turki dengan masa lalu Islam dan untuk dunia Islam secara lebih luas. Kekhalifahan yang dipimpin oleh pemimpin spiritual dunia Muslim Sunni dihapuskan. Abjad Latin (dimodifikasi untuk mengakomodasi suara Turki) diperkenalkan menggantikan tulisan Arab, dan usaha dibuat untuk membersihkan bahasa Turki kata-kata dari bahasa Arab. Kemal juga mengganti agar jas daripada pakaian tradisional. Semua lembaga keagamaan dan sumber daya dibawa di bawah kendali negara (Rabasa, 2008).

Pada masa sebelum Erdogan, perjalinan mitra antara Negara Turki dan Uni Eropa secara resmi terjadi pada tahun 1959. Pada saat itu, Turki mengajukan diri menjadi anggota dalam Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community/ EEC) (Chronology of Turkey – European Union Relatios (1959-2015), 2015). Lalu Perjanjian Ankara yang ditandatangani dengan EEC pada 12 September 1963 dan mulai berlaku pada


(14)

2

tanggal 1 Desember 1964. Perjanjian Ankara juga secara eksplisit ditentukan bahwa kemitraan rezim yang dibentuk akan memfasilitasi masuknya Turki ke Uni Eropa. Ada pula perjanjian Turki dengan The Custums Union, yang merupakan tahap penting dari integrasi Turki dengan Uni Eropa, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1996 (Turkey-EU Relations). Selama ini, hubungan antara Turki dan Uni Eropa selalu baik. Hanya mengenai masalah keanggotaan Uni Eropa saja yang menjadi ganjalan hubungan antara Turki – Uni Eropa. Pun keanggotaan Turki dalam NATO yang sampai sekarang masih terbilang baik dan Turki juga berkontribusi banyak di NATO.

Pada saat Erdogan mulai menjabat di tahun 2003, Erdogan mulai menerapkan zero problem neighbor yang pro ke Timur Tengah. Turki mengalami berbagai perkembangan hubungan diplomatis dengan negara-negara yang sebelumnya bersengketa dengan Turki yakni dengan negara-negara Timur Tengah. Beberapa diantaranya antara lain adalah, normalisasi hubungan diplomatis dengan Iraq yang sebelumnya mengalami pembekuan akibat adanya KRG (Kurdistan Regional Government) di wilayah Iraq akibat adanya keterkaitan langsung dengan gerakan gerilya suku Kurdi di wilayah Turki. Hubungan diplomatis dengan Syria yang telah bersitegang semenjak peristiwa aneksasi provinsi Hatay ke dalam wilayah Turki serta keterlibatan pemerintah Syria dalam mendukung gerakan separatis suku Kurdi oleh partai PKK.


(15)

3

Namun serangkaian perkembangan positif tersebut di sisi lain tidak diikuti dengan perkembangan yang terjadi dalam negosiasi keanggotaan Turki ke dalam Uni Eropa. Negosiasi yang berjalan semenjak tahun 2004 tersebut mengalami stagnasi, dari 35 poin Acquis Communaitaire, yang diajukan hanya satu bab yang telah disetujui dan dianggap telah memadai yaitu dalam bab kebijakan industri dan firma perusahaan. Sedangkan 31 bab yang lain masih dinegosiasikan dengan 17 diantaranya telah dibekukan untuk waktu yang belum ditentukan (Putra, 2013).

Pada saat perang Suriah pecah pada tahun 2011, Turki menjadi salah satu negara yang menjadi tujuan para warga sipil Suriah untuk mengungsi dari negaranya. Akibat letaknya yang berbatasan dengan Suriah, Turki merasakan dampak langsung dari adanya Perang Saudara yang masih terjadi di Suriah. Serangkaian bentrokan sengit yang terjadi antara pasukan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad dengan kubu pemberontak berlangsung dekat Kota Aleppo bagian utara Suriah. Akibat pertempuran itu, ribuan pengungsi melarikan diri ke perbatasan Suriah-Turki. Turki merupakan pintu pertama bagi para pengungsi dari Suriah yang mencari aman dari perang di negara mereka (Bentrokan sengit di Suriah, ribuan pengungsi berkumpul dekat Turki, 2016)

Untuk menghadapi pengungsi yang melarikan diri ke Turki, pada Maret 2011 Turki menerapkan kebijakan Open Door Policy dalam menangani pengungsi dari Suriah (Turkish PM says open door policy for refugees will


(16)

4

continue). Melalui kebijakan ini, Turki mengambil sikap untuk tidak menolak atau mengusir para pengungsi asal Suriah karena lari dari peperangan. Tidak hanya menampung, pemerintah Turki juga memberikan mereka kesempatan untuk dapat membaur dan bekerja di negara tersebut (Armandhanu, 2015). Menteri Tenaga Kerja dan Keamanan Sosial Turki, Ahmet Erdem mengatakan, Turki telah mengantisipasi segala dampak buruk yang mungkin timbul, salah satunya tingginya angka pengangguran. Karena itulah Turki memberikan kesempatan kerja bagi warga Suriah yang memasuki negara itu dengan izin. Bagi kelompok pengungsi yang memasuki Turki dengan dokumen lengkap seperti paspor dan mendaftarkan dirinya, diberikan izin kerja di Turki dan memulai usaha sendiri. Namun bagi pengungsi yang masuk secara ilegal akan ditampung di kamp pengungsi di dekat perbatasan, diberikan nomor pengungsi, dan pelatihan agar bisa berbaur dengan masyarakat sekitar. Turki telah meningkatkan kemampuan dalam mengatasi pengangguran, salah satunya dengan memberikan insentif dan subsidi bagi pengungsi yang ingin mencari kerja. Hal ini diharapkan dapat meredam kecemburuan sosial dalam masyarakat Turki terhadap warga pengungsi yang bekerja (Armandhanu, 2015) Ini merupakan alasan Kebanyakan pengungsi melarikan diri ke arah Turki karena perlakuan Turki kepada para pengungsi korban perang disebut lebih baik dibandingkan negara-negara sekitar yang lain. Kebijakan Open Door Policy inilah yang tidak dimiliki negara lain di sekitar Suriah seperti Israel, Kuwait, dan Arab Saudi (Nugraha, 2015).


(17)

5

Sejak Oktober 2013, jumlah pengungsi Suriah telah meningkat lebih dari tiga kali lipat angka dan sekarang hampir dua juta pengungsi yang terdaftar. Sejumlah besar orang Kurdi juga telah melarikan diri ke Turki sebagai akibat dari serangan ISIS di kota Suriah utara Ayn al-Arab. Hanya 10 persen dari pengungsi tinggal di kamp-kamp yang dikelola pemerintah, mayoritas hidup tersebar di antara kota-kota di sepanjang perbatasan Suriah, meskipun pengungsi dapat ditemukan di seluruh negeri (Armandhanu, 2015). Turki telah membangun 26 kamp pengungsian sementara sebagai bagian dari kebijakan Open Door Diplomacy untuk menerima pengungsi yang mereka sebut sebagai “saudara kami dari Suriah”. Menurut data yang diperoleh Anadolu Agency dari Badan Manajeman Bencana dan Kedaruratan Turki (AFAD), Turki telah menghabiskan hampir 9 milyar dollar US kepada pengungsi Suriah sementara organisasi bantuan internasional termasuk PBB menghabiskan sekitar 455 Juta dollar US. Bantuan ini masih kurang dibandingkan dengan yang sudah dikeluarkan pemerintah Turki untuk pengungsi (Administrator, 2016).

Sekitar 135.000 warga Suriah telah terdaftar di Badan Pengungsi PBB (UNHCR) di Mesir. Perkiraan oleh UNHCR dan organisasi kemanusiaan lainnya menunjukkan bahwa populasi pengungsi Suriah di negara itu bisa menjadi dua kali angka itu. Pengungsi tinggal di seluruh Lebanon di lebih dari 1.700 daerah. Banyak pengungsi yang tinggal di daerah yang miskin di Libanon. Awalnya, para pengungsi Suriah yang tiba di Mesir disambut hangat. Hubungan sejarah antara kedua negara telah menciptakan rasa


(18)

6

solidaritas antara Suriah dan Mesir. organisasi bantuan Mesir baru bermunculan untuk menawarkan bantuan kepada para pengungsi, dan secara umum ada tingkat tinggi kepedulian terhadap kesejahteraan para pendatang baru. Salah satu orang di Kairo mengatakan dengan revolusi mereka sendiri masih segar dalam pikiran mereka.

Permasalahan mengenai membludaknya imigran juga dialami oleh negara Timur Tengah yang lain. Namun, kehadiran mereka juga tidak begitu layak, walaupun UNHCR ikut menanganinya. Begitu pula di Uni Eropa. Ini disebabkan imigran yang berada di Turki banyak yang mengadu nasibnya ke Uni Eropa yang diyakini memberikan kesempatan hidup lebih baik dibanding Turki. (Nugraha, 2015). Namun sambutan di berbagai negara Eropa tidak semuanya ramah, beberapa menolak. (AP/AFP/MYR, 2016 ) Ada kekhawatiran di masyarakat Eropa bahwa kehadiran para pengungsi akan menimbulkan permasalahan sosial di negara mereka. (Uni Eropa dan Turki teken kesepakatan bendung imigran, 2015). Hingga akhirnya diadakan Konferensi Brussel tanggal 7 Maret 2016 untuk menangani krisis pengungsi dihadiri 28 negara termasuk Turki (Wesel, 2016). Menurut Komisaris Uni Eropa untuk urusan imigrasi, Dimitris Avramopoulos, kerja sama dengan Turki adalah tema kunci – sebuah kalimat yang bisa menjadi moto untuk pertemuan kali ini. Namun, Turki tidak langsung mau menyepakati kesepakatan dengan Uni Eropa. Salah satu alasannya karena kompensasi yang dijanjikan Uni Eropa terlalu rendah yakni sebanyak 2,7 miliar pounsterling


(19)

7

(Kesepakatan Uni Eropa dan Turki soal migran resmi berlaku, 2016), padahal Turki sudah menghabiskan 7.3 miliar poundsterling (Administrator, 2016).

Meskipun begitu, kesepakatan Turki dan Uni Eropa mengenai penanganan imigran Suriah akhirnya mencapai tahap akhir pada 20 Maret 2016 (Dema, 2016). Perjanjian ini secara singkat berisi, yang pertama, semua migran tak berdokumen resmi yang menyeberang dari Turki ke Yunani mulai 20 Maret akan dikirim kembali ke Turki. Setiap migran yang datang akan ditinjau secara menyeluruh oleh aparat Yunani. Yang kedua, untuk setiap migran asal Suriah yang dikembalikan ke Turki, migran Suriah yang telah berada di Turki akan dikirim ke Uni Eropa. Prioritas akan diberikan bagi mereka yang belum mencoba masuk Uni Eropa secara ilegal dan jumlahnya dibatasi hingga 72.000 orang (Kesepakatan Uni Eropa dan Turki soal migran resmi berlaku, 2016).

Turki pada masa Erdogan sangat kental dengan kebijakan yang lebih ke arah Islam di negara-negara Timur Tengah, justru lebih berniat untuk bekerja sama menangani imigran dengan Uni Eropa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, bisa ditarik rumusan masalahnya sebagai berikut :

Mengapa Turki di Bawah Erdogan menerima kerja sama penanganan imigran dengan Uni Eropa, sedangkan di bawah Erdogan Turki PLN Turki berorientasi ke Islam ?


(20)

8

C. Kerangka Berpikir

Teoretisasi hubungan internasional yang mempelajari politik luar negeri, yaitu Graham T Allison, mengajukan tiga model untuk mendeskripsikan proses pembuatan keputusan politik luar negeri. Ketiga model tersebut adalah : Model Aktor Rasional, Model Proses Organisasi dan Model Organisasi. Untuk menjawab pertanyaan alasan Turki menyepakati penanganan imigran dengan Uni Eropa, maka saya akan menggunakan Model Aktor Rasional

Di model ini, Graham T. Allison menjabarkan bahwa politik luar negeri dipandang sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional, terutama pemerintahan yang monolit, yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai suatu tujuan. Pembuatan keputusan politik luar negeri digambarkan sebagai proses intelektual. Perilaku pemerintah dianalogikan dengan perilaku yang bernalar dan terkoodinasi. (Mas'oed, 1994). Politik luar negeri bisa diartikan sebagai tindakan rasional (aktor rasional) suatu negara dalam usaha memenuhi kepentingan nasionalnya di lingkungan internasional, dapat juga berarti hanya sebagai pernyataan gramatik yang diucapkan oleh para pemimpin atau penguasa suatu negara terhadap masyarakat internasional,

Aktor Rasional (Proses Intelektual)


(21)

9

dapat pula sebagai agregasi seluruh kepentingan dalam negeri suatu negara atau bangsa. (Warsito, 1998, p. 73)

Pemerintah sudah mempertimbangkan secara baik dan rasional pada penelaahan kepentingan nasional dan tujuan dari suatu bangsa, alternatif-alternatif haluan kebijaksanaan yang bisa diambil oleh pemerintahnya, dan perhitungan untung-rugi atas masing-masing alternatif itu dalam suatu kebijakan politik luar negeri yang dikeluarkan. Para pembuat keputusan dalam melakukan pilihan alternatif-alternatifnya dengan menggunakan “optimalisasi hasil”. Ini dimaksudkan bahwa para pembuat keputusan memiliki informasi yang cukup banyak sehingga optimal dalam melakukan penelusuran dan sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai. Allison mengungkapkan bahwa model ini paling sering digunakan untuk menjelaskan politik luar negeri. Model ini juga ingin menunjukkan bahwa jika kita ingin mencoba mengetahui apa kira-kira kebijakan negara lain, kita harus menempatkan diri kita di posisi mereka. (Mas'oed, 1994). Meyakini bahwa kebijakan pemerintah negara lain dibuat karena memang ada suatu kejadian penting dan dipertimbangkan secara rasional.

Dalam mengimplementasikan “optimalisasi hasil” tersebut, pemerintah dalam menentukan kebijakan luar negeri menggunakan cara dengan mempertimbangkan untung rugi dari masing-masing alternatif kebijakan yang akan diambil. Pertimbangan ini bisa dilihat dalam table berikut :


(22)

10

Tabel 1.1 Tabel Untung Rugi

Opsi Keuntungan Kerugian

1. Alternatif A Ada Ada

2. Alternatif B Ada Ada

3. Alternatif C Ada Ada

Sumber : Graham T. Alison, “The Essence Of Decision”, dikutip dari diktat perkuliahan Teori Hubungan Internasional, Nur Azizah, Fisipol-UMY, 2005.

Menurut model yang dijelaskan Graham T. Allison bahwa Turki pasti sudah mempertimbangkan untung ruginya dalam kebijakan luar negerinya memilih sepakat bekerja sama dengan Uni Eropa dalam penanganan imigran dengan Uni Eropa. Hal ini bisa dijelaskan dalam tabel untung-rugi sebagai berikut :


(23)

11

Tabel 1.2

Aplikasi dari Tabel Untung Rugi Kerja sama Turki dengan Uni Eropa terhadap Penanganan Imigran

Opsi Keuntungan Kerugian

Kerja sama

 Mendapatkan

peluang lebih untuk dipertimbangkan menjadi anggota Uni Eropa

 Janji keuntungan

akses untuk

keuntungan ekonomi

dengan fasilitas

perjalanan tanpa visa

 Bantuan Perbaikan Kondisi Perbatasan Turki - Suriah

 Semakin banyak

imigran yang harus ditangani oleh negara Turki, padahal Turki

sebagai penerima


(24)

12

Dari tabel di atas kita bisa melihat kerja sama penanganan imigran antara Turki dan Uni Eropa lebih banyak memberikan keuntungan bagi Turki dibandingkan ketika Turki menolak kerja sama tersebut. Walaupun itu berarti harus menambah panjang daftar imigran yang berada di Turki. Keteguhan Turki untuk mendapatkan banyak peluang menjadi anggota Uni Eropa tetap menjadi pertimbangan yang sangat besar bagi Turki (Turkey-EU Relations). D. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah serta kerangka pemikiran di atas, maka dapat dijelaskan bahwa kepentingan Turki di bawah pemerintahan Erdogan menerima kerja sama penanganan imigran dengan Uni Eropa karena mendapatkan keuntungan :

1. Mendapatkan peluang lebih untuk dipertimbangkan menjadi anggota Uni Eropa

2. Akses untuk keuntungan ekonomi dengan fasilitas perjalanan tanpa visa (mendapatkan visa Schengen) ke Uni Eropa

3. Bantuan Perbaikan Kondisi Perbatasan Turki - Suriah

Opsi Keuntungan Kerugian

Menolak

Mengurangi jumlah

imigran yang membludak di Turki

Semakin kecil peluang Turki dipertimbangkan menjadi anggota Uni Eropa


(25)

13

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab Turki di Bawah Erdogan menerima kerja sama penanganan imigran dengan Uni Eropa, sedangkan di bawah Erdogan Turki PLN Turki berorientasi ke Islam.

F. Jangkauan Penelitian

Jangkauan penulisan dalam sebuah penelitian sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan pembahasan, dan juga untuk membantu pembuktian terhadap hipotesa dan pokok permasalahan yang telah ditentukan. Lebih jauh lagi, pembatasan dalam sebuah penelitian dimaksudkan agar objek penelitian lebih jelas dan spesifik, sehingga permasalahan dan kajian tidak keluar dari wacana yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini peneliti akan membatasi penelitian dari Tahun 2003 sejak Partai AKP menang dan Recep Tayyip Erdogan menjadi Perdana Menteri hingga Maret 2016 saat perjanjian antara Turki dan Uni Eropa dalam penanganan imigran resmi berlaku. Jadi, batas penelitian yang dilakukan peneliti melihat politik Erdogan pada negara-negara Timur Tengah hingga kerja sama antara Turki dan Uni Eropa dalam penanganan imigran resmi dijalankan.


(26)

14

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksplanatif, yang bertujuan menjelaskan kepentingan Turki bekerja sama dengan Uni Eropa dalam penanganan imigran.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah telaah pustaka (library research), yaitu pengumpulan data dengan menelaah sejumlah literatur baik berupa buku, jurnal, dokumen, artikel, dan makalah yang berkaitan dengan masalah tersebut.

3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang penulis gunakan bersifat kualitatif, di mana data yang penulis dapatkan bukan berbentuk angka, melainkan melalui faktor-faktor yang relevan dengan topik penelitian.

H. Sistematika Penulisan

BAB I menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, kerangka teori, metode penelitian, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II menjabarkan mengenai Politik Luar Negeri Turki sebelum pemerintahan Erdogan yang lebih condong ke Barat. Hal ini


(27)

15

meliputi hubungan Turki dan NATO, lalu menjelaskan mengenai upaya Turki masuk ke Uni Eropa sebelum kepemumpinan Erdogan.

BAB III menjelaskan mengenai politik luar negeri pada masa Erdogan dan kerja sama penanganan imigran Turki dan Uni Eropa. Di sini penulis akan memaparkan mengenai sikap erdogan terhadap Timur Tengah, penanganan imigran di Turki, negara Timur Tengah yang lain dan Uni Eropa. Setelah itu, penulis mengungkapkan kerja sama penanganan imigran di kawasan Turki dan Uni Eropa.

BAB IV Menjelaskan mengenai keuntungan dari adanya kerjasama Uni Eropa dan Turki dalam penanganan imigran. Keuntungan itu meliputi mendapatkan peluang lebih untuk dipertimbangkan menjadi anggota Uni Eropa. Lalu akses untuk keuntungan ekonomi dengan fasilitas perjalanan tanpa visa (mendapatkan visa Schengen) ke Uni Eropa, dan Bantuan Perbaikan Kondisi Perbatasan Turki - Suriah

BAB V Menjelaskan mengenai Penutup atau Kesimpulan, berisi ringkasan singkat tentang penelitian yang disusun oleh penulis dari seluruh hal-hal yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya.


(28)

16 BAB II

POLITIK LUAR NEGERI TURKI SEBELUM PEMERINTAHAN ERDOGAN

Hubungan Turki dan Uni Eropa adalah hubungan antara sebuah negara dan sebuah lembaga yang berjalan secara baik. Mereka saling berbagi prinsip-prinsip dan norma yang sama. Keduanya adalah partner yang sebenarnya sama-sama saling mempengaruhi. Bagi Turki, hubungannya dengan cikal bakal Uni Eropa merupakan sebuah ikatan sejarah yang sudah terhubung sejak lama sekali. Turki mengakui bahwa mereka sama-sama saling mempengaruhi dalam perkembangan politik, ekonomi dan sosial budaya (Turkey-EU Relations). Sedangkan bagi Uni Eropa, keberadaan Negara Turki dinilai sangat penting. Jika dikomparasikan, maka dalam lingkungannya sebagai Negara tetangga, Turki setara dengan Rusia. Dalam kancah global, Uni Eropa menempatkan Turki pada posisi setelah Amerika dan Cina (Tocci, 2014, p. 1).

Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai hubungan Turki dengan Uni Eropa sebelum pemerintahan Erdogan. Dimulai dengan hubungan Kerajaan Ottoman dengan negara anggota Uni Eropa yang memulai sebuah persahabatan. Dilanjutkan dengan hubungan Turki saat menjadi Republik Turki yang diisi dengan hubungan Turki dengan NATO dan upayanya menjadi anggota Uni Eropa. Para pemimpin sebelum Erdogan setelah Kerajaan Ottoman lebih ke arah Barat dan sekulerisme.


(29)

17

A. Politik Luar Negeri Sebelum Masa Erdogan (Sekularisme)

Keputusan Kekaisaran Ottoman untuk memasuki Perang Dunia Pertama pada tahun 1914 ternyata menjadi suatu kesalahan yang besar. Kekaisaran yang dijalankan oleh kediktatoran dipimpin oleh “Tiga Pasha” yang secara sepihak memasuki perang di pihak Jerman, melawan Inggris, Prancis, dan Rusia. Kekaisaran Ottoman diserbu dari selatan dengan Inggris, dari Timur oleh Rusia, dan oleh orang Yunani di Barat. Pada tahun 1918 ketika perang berakhir, kekaisaran dibagi dan diduduki oleh sekutu menang, hanya menyisakan dataran tinggi Anatolia pusat di bawah kendali Turki asli (Alkhateeb, 2013).

Mustafa Kemal dilihat dari sejarah Islam membantu mendorong agenda nasionalisnya. Menggunakan identitas Turki sebagai titik kumpul, ia berhasil menyatukan mantan perwira Ottoman di bawah komandonya dalam Perang Kemerdekaan Turki pada awal tahun 1920 dan mengusir pasukan pendudukan orang-orang Yunani, Inggris, dan Perancis, yang telah menjajah tanah Turki setelah Perang Dunia I. Dengan 1922, Kemal berhasil sepenuhnya membebaskan Turki dari pendudukan asing dan menggunakan kesempatan untuk mendirikan Republik modern Turki, dipimpin oleh Majelis Nasional Grand (GNA) di Ankara. Pada kepala pemerintah Turki yang baru adalah presiden, dipilih oleh GNA. Pilihan alami adalah Mustafa Kemal, pahlawan Perang Kemerdekaan, yang diberi julukan “Atatürk”, yang berarti “Bapak Turki”. Pada awalnya, pemerintah Turki yang baru tampak mewarisi peran pemerintah Ottoman sebagai penegak Islam. Konstitusi baru yang disusun oleh GNA menyatakan


(30)

18

bahwa Islam adalah agama resmi negara Turki dan bahwa semua hukum harus diperiksa oleh panel ahli hukum Islam, untuk memastikan mereka tidak bertentangan dengan syariat (Alkhateeb, 2013).

Sistem pemerintah yang baru ini ternyata tidak bisa digunakan, jadi selama berjalan, Turki menjalankan dua kepemimpinan, di Ankara dan di Istanbul, yang dipimpin oleh Sultan Ottoman. Ankara dan Istanbul mengklaim kedaulatan atas Turki, dan memiliki tujuan terus terang bertentangan. Atatürk memecahkan masalah ini pada tanggal 1 November 1922. Atatürk menghapuskan kesultanan Ottoman yang telah ada sejak 1299, dan secara resmi ditransfer kekuatannya ke GNA. Namun, ia tidak segera menghapuskan kekhalifahan. Ia mengizinkan kekhalifahan Ottoman untuk terus eksis, meskipun tanpa kekuasaan resmi, hanya sebagai figur simbolik (Alkhateeb, 2013).

Kebangkitan politik Islam di Turki berakar pada reformasi yang dilakukan pada periode Ottoman akhir dan dalam transformasi politik dilakukan setelah berdirinya Republik Turki oleh Mustafa Kemal Atatürk dalam upaya 1923. Atatürk mengubah Turki menjadi negara yang modern, bergaya Western, negara sekuler pada dasarnya merupakan “revolusi dari atas”. Dalam melaksanakan transformasi ini, elit membuat sedikit usaha membujuk penduduk juga oposisi. Dogu Ergil mencatat, "Baik sekularisasi maupun Turkification bangsa dinegosiasikan dengan orang-orang dengan cara yang serius.

Mustafa Kemal Atatürk sepertinya ingin melepaskan segala hal yang berhubungan dengan unsur Islam di Turki. Mustafa Kemal Atatürk


(31)

19

membuang semua unsur di Era Ottoman, kecuali beberapa unsur kemegahan masa lalu, dan memperbaharuinya dengan Westernisasi dan sekularisme. Pada dekade pertama setelah berdirinya republik, Kemalis melakukan serangkaian reformasi yang memutuskan hubungan Turki dengan masa lalu Islam dan untuk dunia Islam secara lebih luas. Kekhalifahan yang dipimpin oleh pemimpin spiritual dunia Muslim Sunni dihapuskan. Abjad Latin (dimodifikasi untuk mengakomodasi suara Turki) diperkenalkan menggantikan tulisan Arab, dan usaha dibuat untuk membersihkan bahasa Turki kata-kata dari bahasa Arab. Kemal juga mengganti agar jas daripada pakaian tradisional. Semua lembaga keagamaan dan sumber daya dibawa di bawah kendali negara (Rabasa, 2008). Di bawah komando Mustafa Kemal Attaturk, Turki mengadopsi nilai-nilai ideologi Barat dalam sendi-sendi pemerintahannya melalui progam reformasi politik yang berwacanakan westernisasi dan modernisasi.

Namun, sebagian besar dari reformasi tersebut terbatas pada pusat-pusat kota; pedesaan sebagian besar tetap tak tersentuh. Sampai tahun 1950-an, sebagian besar penduduk Turki tetap terisolasi dan tradisional, sementara pusat-pusat perkotaan yang modern dan sekuler. Selain itu, agama tidak sepenuhnya ditekan atau dihilangkan. Ia hanya dibuang dari ruang publik dan diawasi oleh negara, melalui Direktorat Urusan Agama (Diyanet). Akibatnya, lembaga keagamaan menjadi pelengkap negara, dengan personil mereka bertindak sebagai PNS. Di pedesaan, bagaimanapun, Islam terus memiliki akar sosial yang kuat dan tetap


(32)

20

sebagian besar di luar kontrol negara meskipun larangan perintah agama (tarikatlar) diperkenalkan pada tahun 1925. Efek lainnya adalah dimulainya penggunaan Kalender Masehi seperti di negara-negara Barat dibandingkan Kalender Hijriyah, dan penggunaan kata Tanri ketimbang Allah. Kemudian Hagia Sophia yang diubah lagi menjadi museum, pelarangan pengajaran agama Islam, dan pembatasan jumlah masjid (Rabasa, 2008).

Republik Turki pada awal berdiri memiliki kebijakan luar negeri Turki yang didasarkan pada prinsip Atatürk “damai di rumah, damai di dunia”. Sebagai negara yang baru merdeka, tujuan utama Turki adalah untuk diakui oleh Barat. Selama periode ini, upaya dilakukan untuk mengakhiri masalah warisan dari Kekaisaran Ottoman dan yang tidak dapat diselesaikan dengan Perjanjian Lausanne.

Ini termasuk sengketa perbatasan dengan Suriah atas Hatay, masalah Provinsi Mosul dengan Inggris, kepastian sekolah-sekolah misionaris dengan Perancis, dan isu Selat. Hatay bergabung wilayah Turki pada tahun 1939 setelah perselisihan panjang dan negosiasi antara Turki dan Perancis. Demikian pula, ada sengketa yang berlarut-larut lebih dari Mosul antara Inggris dan Turki. Namun, tidak seperti Hatay, Mosul tetap berada di luar wilayah Turki. Akhirnya, masalah dengan Selat disimpulkan dengan Konvensi Montreux pada tahun 1936, yang memberikan kontrol dan kedaulatan Selat ke Turki (Foreign Policy of the Turkish Republic, 2011).


(33)

21

Sikap Turki sebelum dan selama Perang Dunia Kedua memilih untuk tetap netral. Meskipun tekanan yang cukup banyak, Turki mengikuti kebijakan netralitas dan keseimbangan untuk tetap keluar dari perang. Kondisi selama tahun bipolaritas dalam kondisi sistem dunia mendorong Turki ke arah bergerak dengan Blok Barat. Aspirasi Uni Soviet untuk mengubah sistem yang ditetapkan oleh Konvensi Montreux mengenai rezim Selat Turki dan tuntutan Soviet bersamaan memaksa Turki untuk bergabung dengan Blok Barat. Berada di garis depan pertempuran melawan ancaman komunis, Turki menerima bantuan militer dan keuangan dari Amerika Serikat di bawah Doktrin Truman dan kemudian Marshall Plan.

Turki mengakui negara Israel tak lama setelah berdirinya pada tahun 1949 dan menjadi negara Muslim pertama yang melakukannya. Langkah politik ini tidak disambut baik oleh negara-negara Timur Tengah dan hubungan Turki dengan Timur Tengah tetap dingin. Pentingnya posisi geografis dan militer kunci menyebabkan Turki menjadi anggota NATO pada tanggal 18 Februari 1952. Sebagai jaminan keanggotaan ini, Turki mengirim pasukan untuk Perang Korea dengan Amerika Serikat. Pada tahun-tahun antara tahun 1960 dan 1980, isu Siprus berada di pusat agenda kebijakan luar negeri Turki dan Turki mengikuti jalan yang relatif otonom dalam menangani masalah ini. pentingnya peningkatan militer Turki memukul semua waktu tinggi dengan insiden U-2 pada tahun 1960 dan Krisis Rudal Kuba pada tahun 1962. Timur dan Barat Blocs menghadapi


(34)

22

risiko utama dari bentrok, tapi akhirnya datang ke kesepakatan atas timbal balik menghapus semua rudal yang terletak di Turki dan Kuba

Pada tanggal 27 Mei, bersamaan dengan berkembang bermuatan militer, ada kudeta militer di Turki. Sementara ekonomi Turki mulai menjadi tergantung pada bantuan yang datang dari Barat Blok, politik domestik negara itu juga menjadi militer. Namun, surat Presiden Johnson pada tahun 1964 memperburuk hubungan dengan Amerika Serikat dan wajib Turki untuk mencari cara diversifikasi hubungan internasional dengan Uni Soviet dan negara-negara lain di dunia. Surat ini dirumuskan memiliki tujuan mencegah intervensi Turki di Siprus, juga menyiratkan bahwa Blok Barat tidak akan mendukung Turki melawan serangan Soviet mungkin harus intervensi terjadi. Meskipun surat itu, Angkatan Bersenjata Turki melaksanakan Operasi Siprus pada tahun 1974, makhluk ini diikuti oleh embargo Amerika di Turki antara tahun 1975 dan 1978.

Hubungan dengan Yunani telah sangat tegang dari awal dan daftar masalah adalah satu panjang, di samping masalah Siprus antara tahun 1975 dan 1980. Masalah-masalah lain konflik muncul antara Yunani dan Turki atas hak-hak kedaulatan di Laut Aegea, mengenai misalnya lebar wilayah perairan, wilayah udara nasional, penetapan batas landas kontinen, kontrol penerbangan internasional, dan kedaulatan beberapa pulau kecil tak berpenghuni. Proyek Uni Eropa Turki pertama dimulai dengan permohonan keanggotaan asosiasi di Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) pada tahun 1959, dan ini ternyata menjadi kontes dengan Yunani. Pada 12 September 1963 Turki menandatangani Perjanjian Ankara, yang


(35)

23

juga dikenal sebagai “Perjanjian Membuat Asosiasi antara Republik Turki dan Masyarakat Ekonomi Eropa”. Namun, pada tahun 1981 Yunani menjadi anggota penuh EEC dan Turki kehilangan kontes.

Proses menciptakan Turki Bea Cukai Uni disela oleh kudeta militer pada 12 September 1980, dan Angkatan Bersenjata Turki diatur negara selama tiga tahun ke depan. Pada tahun-tahun pasca-kudeta catatan buruk ekonomi mulai berubah. Hal ini dikreditkan ke Turgut Özal, Wakil Perdana Menteri yang bertanggung jawab atas urusan ekonomi. Ia mendukung kebijakan IMF dan tujuan utamanya adalah integrasi Turki dalam ekonomi global melalui privatisasi dan perusahaan bisnis besar. Pada tahun 1989, Özal menjadi Presiden kedelapan Turki dan mengambil alih kebijakan luar negeri sendiri, menempatkan parameter ekonomi di jantung kebijakan luar negeri negara itu (Foreign Policy of the Turkish Republic, 2011).

Dengan runtuhnya Uni Soviet dan di usia dunia unipolar, geopolitik pentingnya Turki menurun. Negara-negara yang baru merdeka di Asia Tengah dan Kaukasus dipandang sebagai subjek kepentingan yang potensial di bawah Presidensi Özal. Sampai kematiannya pada tahun 1993, ia berusaha untuk membuat Union Turki tapi percaya diri dan kata-kata tentang peran Turki dalam tatanan dunia baru yang jauh dari yang didasarkan pada realitas apapun dan menciptakan harapan ilusi. Dia juga melakukan upaya-upaya untuk menormalkan hubungan internasional dengan Uni Eropa. Namun demikian, ini terganggu oleh kudeta militer. Selain itu, Özal mencoba untuk menormalkan hubungan Turki dengan


(36)

24

negara-negara seperti Rusia dengan menekankan pentingnya perdagangan dan kepentingan ekonomi.

Pada tahun 1987, Turki mengajukan permohonan untuk keanggotaan resmi untuk Masyarakat Eropa. Pada bulan Desember 1989, Komisi Eropa menanggapi dengan menegaskan keanggotaan akhirnya Ankara, tetapi juga menyatakan keprihatinan atas kinerja ekonomi dan politik situasi miskin Turki, serta hubungan bermasalah dengan Yunani dan konflik atas Siprus. Posisi ini dilanjutkan dengan Dewan Eropa Luksemburg pada tahun 1997. pembicaraan Aksesi yang berlangsung dengan Siprus dan beberapa Tengah dan negara-negara Eropa Timur, tetapi Turki dikeluarkan dari proses, yang adalah kekecewaan besar bagi Turki. Namun, Dewan Summit Eropa Helsinki pada tahun 1999 merupakan tonggak sejak Uni Eropa diakui Turki sebagai kandidat.

Masalah yang sedang berlangsung dengan Yunani di atas Laut Aegea dan Siprus diserahkan ke Uni Eropa dan langsung terhubung ke jadwal, dalam rangka pencalonan Turki untuk keanggotaan Uni Eropa, di Helsinki Summit 1999. Hubungan dengan Amerika Serikat terus menjadi dekat. Penggunaan pangkalan militer Turki oleh Amerika Serikat terus selama pemboman Irak pada tahun 1991. AS dipandang sebagai sekutu strategis dan Turki berafiliasi dengan kebijakan penahanan Iran dan Irak. Takut penyebaran Islam radikal dari Iran dan proyek untuk memastikan bahwa PKK tidak memiliki kemungkinan untuk mendirikan sebuah negara Kurdi merdeka di wilayah Tenggara membuat Turki bekerja sama dengan Amerika Serikat. Selain itu, Turki dan Amerika Serikat, sebagai sekutu


(37)

25

NATO, memainkan peran kunci dalam proses perdamaian di Somalia, Bosnia, Kosovo dan Afghanistan sementara fungsi NATO berubah selama periode ini setelah pembubaran Blok Komunis. Hubungan dengan negara-negara Timur Tengah yang tenang karena pengakuan Turki Israel tetapi dalam proses perdamaian Arab-Israel Turki mencoba untuk memainkan peran perantara (Foreign Policy of the Turkish Republic, 2011). Namun, hubungan dengan Timur Tengah masih sangat tidak begitu baik.

B. Hubungan Turki dengan NATO (North Atlantic Treaty Organization)

NATO adalah sebuah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1949 yang bertujuan untuk keamanan bersama. NATO didirikan sebagai bentuk dukungan Persetujuan Atlantik Utara yang ditandatangani di Washington DC pada 4 April 1949. Sampai sekarang NATO beranggotakan 28 negara (What is NATO?).

Turki resmi bergabung dengan keanggotaan NATO pada tahun 1952. Turki menjadi anggota NATO karena krisis selat-selat Turki (Dardanelles dan Bosphorus) yang merupakan bagian dari konflik teritorial masa Perang Dingin (Cold War) antara Uni Soviet dan Turki. Turki yang pada saat akhir Perang Dunia II di posisi netral mendapatkan tekanan dari pemerintah Uni Soviet untuk membebaskan pelayarannya melalui kedua selat yang menghubungkan antara Laut Hitam dan Laut Tengah (Mediterania). Padahal kedua selat penghubung Laut Hitam dan Laut Mediterania ini sangat penting untuk akses perdagangan Turki negara-negara lain. Pemerintah Turki hanya diam menanggapi tekanan Uni Soviet dan membuat suhu perpolitikan meningkat tajam. Uni Soviet


(38)

26

membalas sikap Turki dengan menempatkan kekuatan laut di dekat perbatasannya. Pada puncak krisis Turki meminta bantuan Amerika Serikat dengan menjadi anggota NATO. Bagi Amerika Serikat, insiden ini menjadi faktor penting dalam pelaksanaan Doktrin Truman yang akan memperluas hegemoni Amerika Serikat pada waktu itu. Amerika Serikat akhirnya memuluskan langkah Turki menjadi anggota NATO.

Keputusan Turki meminta bantuan Amerika Serikat sangat tepat ketika dihadapkan pada peluang akses luas untuk ekonomi Turki yang hampir diambil Uni Soviet. Karena waktu itu Uni Soviet, Romania, dan Bulgaria berada pada satu pihak Pakta Warsawa yang berlawanan arah dengan NATO. Posisi kedua selat ini menjadi sangat strategis dalam menempatkan militer NATO dan Pakta Warsawa dimana kendalinya akan mempengaruhi strategi perang di wilayah tersebut. Keputusan Turki dalam menjadi anggota NATO ini akhirnya terus mempengaruhi politik luar negeri Turki hingga kini (Waspodo, 2015).

Turki termasuk negara yang berperan penting di NATO. Militer Turki juga militer terbesar kedua di NATO setelah Amerika Serikat, dan selama ini Turki telah terlibat dalam semua operasi NATO di Afghanistan, Balkan, Suriah dan Libya. Sebuah Komando tingkat tinggi juga didirikan di Istanbul. Turki juga mendukung The Partnership for Peace Training Center yang dimulai pada tahun 1998. Dalam partnership ini, Turki dengan Turkish General Staff berupaya untuk berkontribusi pada upaya pelatihan dari negara-negara mitra NATO. Turki juga menyediakan pangkalan udara besar untuk Angkatan Udara Amerika Serikat dengan


(39)

27

sekitar 2.000 tentara di Bandara Incirlik Turki dekat kota Adana. Incirlik sendiri memainkan peran penting dalam perang di Teluk Persia dan misi Afghanistan NATO. Sekitar 250 tentara Jerman dengan Tornado pesawat pengintai dan pesawat pengisian bahan bakar juga sementara ditempatkan di sana. Turki juga menjadi salah satu host dari lima markas NATO yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan operasi besar pasukan darat di kota pelabuhan barat Izmir. Secara keseluruhan, diperkirakan 20 lokasi di Turki digunakan oleh pasukan NATO. Terakhir, NATO memasang rudal sistem radar pertahanan Eropanya di Turki. (Riegert, NATO and Turkey: Allies, not friends, 2016).

Turki juga mendukung kemitraan strategis NATO dengan Uni Eropa, dan negara Balkan Barat seperti Kosovo ataupun Makedonia. Turki menyatakan dengan adanya mitra NATO dengan negara Balkan Barat ini akan menciptakan perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut. Turki dalam bentuk dukungannya dengan NATO berpendapat bahwa keamanan Eropa tidak dapat dipisahkan dari keamanan Mediterania, sehingga Dialog Mediterania dengan NATO harus diperkuat. Turki setuju untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara Teluk melalui Istanbul Cooperation (Turkey’s Relations with NATO).

C. Hubungan Turki Dalam Upayanya Menjadi Anggota Uni Eropa Upaya Turki menjadi anggota Uni Eropa sebenarnya jauh sebelum adanya Uni Eropa seperti sekarang. Pada tanggal 31 Juli 1959, Turki sudah mengajukan diri untuk menjadi anggota European Economic Community (EEC). Pada tahun 1963, Perjanjian Ankara ditandatangani


(40)

28

antara EEC dan Turki, dan pada tahun 1965 dilakukan penambahan protokol di perjanjian Ankara mempersiapkan Turki masuk Custum Union bersama EEC (Chronology of Turkey – European Union Relatios (1959-2015), 2015). Protokol tambahan ini berisi kesepakatan kawasan perdagangan bebas antara Turki dan Uni Eropa itu diperluas ke sembilan negara anggota baru Uni Eropa termasuk Siprus dan Yunani (Turki Kandidat Anggota "Abadi" Uni Eropa?, 2010). Pada 14 Maret 1987, Turki

mengajukan diri menjadi anggota penuh di Uni Eropa (Chronology of Turkey – European Union Relatios (1959-2015), 2015).

Prospek keanggotaan Uni Eropa pada Turki berpeluang besar di tahun 1996, ketika Turki masuk di EU (European Union) Customs Union. Ini menandai bahwa kedudukan Turki menjadi lebih tinggi daripada integrasi ekonomi dan merupakan awal keanggotaan Uni Eropa secara penuh. Meskipun begitu, aksesi untuk Turki menjadi anggota Uni Eropa tidak segera dilaksanakan. Hingga pada tahun 1997, Dewan Eropa di Luxemburg memberikan keputusan bahwa Turki untuk sementara belum memenuhi standar masuk dalam calon kandidat keanggotaan Uni Eropa (Tocci, 2014, p. 2). Pada tahun 1999 dalam Helsinki Summit, akhirnya Turki disebut sebagai kandidat dalam kenggotaan Uni Eropa dan memulai untuk melakukan negosiasi (Turkey-EU Relations). Namun, pembicaraan mengenai aksesi untuk Turki dalam keanggotaan Uni Eropa masih jauh dari kenyataan.

Turki diminta Dewan Uni Eropa untuk memenuhi Kriteria Politik Kopenhagen. Kriteria Kopenhagen (Copenhagen Criteria) ini sendiri


(41)

29

berisi 35 bab aturan yang harus dipenuhi negara apabila negara tersebut menginginkan untuk menjadi anggota Uni Eropa. Kriteria yang ditetapkan Dewan Eropa pada Juni 1993 di Kopenhagen Denmark ini mengharuskan negara memiliki lembaga untuk mempertahankan pemerintahan yang demokratis dan hak asasi manusia, memiliki mekanisme ekonomi pasar, dan mematuhi kewajiban dan tujuan dari Uni Eropa. Dalam hal ini, Turki diminta untuk menyelesaikan masalah Siprus (Tocci, 2014, p. 2). Sebagai gantinya, Komisi diberi mandat untuk memantau kemajuan kinerja domestik Turki juga menyusun dokumen Aksesi Kemitraan bagi Turki dalam kaitannya merekomendasikan Turki. Uni Eropa juga menaikkan bantuan keuangan ke Turki, hal ini untuk memberikan dukungan yang lebih eksplisit untuk reformasi Turki agar bisa menjadi anggota Uni Eropa (Tocci, 2014, p. 2).

Setelah itu, pada tahun-tahun berikutnya, upaya Turki menjadi anggota Uni Eropa diisi dengan negosiasi Turki untuk menyesuaikan dengan Kriteria Kopenhagen. Percepatan reformasi Turki diawali pada akhir tahun 2001, yang banyak disebut sebagai silent revolution . Disebut silent revolution karena revolusi yang dimaksud lebih kepada penyesuaian Undang-Undang dengan Kriteria Kopenhagen (Tocci, 2014, p. 2). Pada tahun 2002 Turki mengeluarkan Harmonization Package. Harmonization Package merupakan istilah acuan untuk RUU yang terdiri dari kumpulan amandemen berbagai hukum yang disetujui atau ditolak dalam sesi voting tunggal di parlemen. Bidang-bidang hukum yang disesuaikan sebagai proses negosiasi aksesi kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul atau


(42)

30

kesetaraan gender (Turkey M. o., 2007, p. 4). Pada tahun 2001, Turki mengenalkan ketentuan baru yang sesuai dengan National Programme for the Adoption of the Acquis (NPAA), yakni Undang-Undang tentang perlawanan terhadap teroris, kebebasan berpikir dan berekspresi, pencegahan terhadap penyiksaan, penguatan demokrasi dan otoritas sipil, kebebasan dan keamanan individu, hak privasi, kebebasan bertempat tinggal (the inviolability of the domicile), kebebasan komunikasi, kebebasan tinggal dan bergerak (movement) , kebebasan berserikat dan kesetaraan gender. Turki juga menghapuskan hukuman mati dalam konstitusinya pada tahun 2004 (Turkey M. o., 2007). Turki sebenarnya sudah mendapatkan lampu hijau untuk menjadi anggota Uni Eropa pada bulan Desember 2002 karena Dewan Eropa Kopenhagen menyatakan akan menentukan apakah dan kapan untuk membuka pembicaraan aksesi dengan Turki pada bulan Desember 2004.

Turki berhasil membuka 12 bab dalam Chapter of the Aquis yang harus dipenuhi sebagai calon anggota Uni Eropa. Bab tersebut antara lain : bab 4 tentang Gerakan Modal (Free Movement of Capital); bab 6 tentang Hukum Perusahaan (Company Law); bab 7 tentang Hukum Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Law); bab 10 tentang Masyarakat yang Berwawasan dan Media (Information Society and Media); bab 12 tentang Keamanan Pangan, Kedokteran Hewan dan Kebijakan Phytosanitary (Food Safety, Veterinary and Phytosanitary Policy); bab 16 tentang Perpajakan (Taxation); bab 18 tentang Statistik (Statistics); bab 20 tentang Enterprise dan Kebijakan Industri (Enterprise and Industrial Policy); bab


(43)

31

21 tentang Jaringan Trans-Eropa (Trans-European Networks); bab 27 tentang Lingkungan (Environment); bab 28 tentang konsumen dan Perlindungan Kesehatan (Consumer and Health Protection); bab 32 tentang Kontrol Keuangan (Financial and Budgetary Provisions), sedangkan bab 25 tentang Ilmu Pengetahuan dan Penelitian (Science and Research) yang juga diajukan belum disetujui untuk dibuka. Ini terjadi sebelum AKP menang di Pemilu 2003 (Turkey-EU Relations).


(44)

32 BAB III

POLITIK LUAR NEGERI ERDOGAN DAN KERJA SAMA PENANGANAN IMIGRAN TURKI & UNI EROPA

Pada bab III ini, penulis akan menjabarkan sedikit mengenai kepemimpinan Erdogan dan sikapnya yang lebih banyak pro kepada Timur Tengah. Kemudian, penulis mulai menjabarkan permasalahan imigran yang ada di Timur Tengah yang dialami oleh beberapa negara di Timur Tengah selain Turki. Ini termasuk penanganan imigran yang ada di Turki. Setelah itu, penulis juga menuliskan sedikit pengungsi yang ada di Uni Eropa sekaligus terciptanya kerja sama Uni Eropa dan Turki dalam penanganan imigran. A.Sikap Erdogan Terhadap Timur Tengah

Setelah terpilihnya partai AKP (Justice and Developmet Party) Partai Konsevatif Islam memenangi pemilu pada tahun 2003, keadaan Turki berubah. Recep Tayyib Erdogan memulai perubahan dengan menjadikan Turki menjadi lebih Islam. Pemimpin-pemimpin Turki terdahulu yang banyak dari mereka adalah dari pihak militer telah merubah Turki dari Kerajaan Ottoman yang merupakan Kerajaan Islam menjadi negara yang sangat sekuler. Pelarangan memakai jilbab bagi wanita muslimah di tempat-tempat umum, hingga pembatasan umur untuk belajar Al-Qur’an adalah suatu peraturan yang ada sejak pemerintahan Mustafa Kemal Atatürk. Saat Recep Tayyib Erdogan terpilih dan menjadi Perdana Menteri di Turki, pelarangan ini dihapus. Akhirnya, sampai sekarang para wanita muslimah Turki leluasa untuk memakai jilbab dalam


(45)

33

menjalankan aktivitas biasa baik di tempat umum maupun saat bekerja. Erdogan juga menggagas pembangunan banyak masjid di Turki, pembatasan iklan dalam minuman keras, dan memberikan ruang meningkatnya ekonomi syariah di Turki (Akşam, 2013).

Timur Tengah telah menempati tempat yang semakin signifikan dalam kerangka kebijakan luar negeri Turki sejak berdirinya Republik. Meskipun ada beberapa perubahan terhadap mengutamakan Timur Tengah pada 1990-an, titik balik dalam hal hubungan Turki-Timur Tengah sebenarnya ada di kebijakan luar negeri rezim AKP. Ketika krisis politik di Timur Tengah, respon Turki dalam posisi penting untuk Timur Tengah dapat dipahami lebih positif. Sementara kemajuan juga bisa dilihat dengan hubungan dengan Iran, Irak dan Suriah. Sementara hubungan dengan Israel justru memburuk.

Turki pada era Erdogan menerapkan politik zero policy with neighbor untuk menerapkan kebijakan politiknya di negara-negara sekitarnya. Terutama dalam hal ini adalah negara-negara Timur Tengah yang dahulu pada masa sebelum Erdogan tidak tersentuh. Dalam website resminya, Turki menjelaskan :

In this context, we believe that our policy of zero problems with neighbors has gained additional meaning and importance as the Middle East stands at the brink of a historical transformation. We hope that the current dynamic for reform advances in way that will meet the expectations of the people while also contributing to peace and security in the region. If this can be achieved, the spirit of cooperation that we are trying to develop on the basis of our zero problems policy will be further strengthened. We are sparing no effort towards this direction and we will continue to do so. (Policy of Zero Problems with our Neighbors)


(46)

34

Dalam uraiannya, Turki menjelaskan bahwa kebijakan zero problem with neighbor telah memperoleh arti tambahan dan penting sebagai Timur Tengah dalam ambang transformasi sejarah. Turki mengharapkan bahwa dinamika saat ini reformasi kemajuan dengan cara yang akan memenuhi harapan rakyat sementara juga berkontribusi terhadap perdamaian dan keamanan di wilayah tersebut.

Dalam buku Ahmet Davutoglu yang menjabat sebagai Perdana Menteri dari tahun 2014 yang berjudul Strategic Depth: Turkey’s International Position (Stratejik Derinlik: Türkiye’nin Uluslararası Konumu), ia mengkonfirmasi pergeseran poros politik luar negeri Turki dengan menekankan sebagai “pembenahan” politik luar negeri Turki dari yang sebelumnya berafiliasi dan mengisolasi diri dari segala bentuk afiliasi politik dengan negara-negara tetangganya menjadi politik luar negeri yang mengutamakan idealisme dengan latar belakang sisi budaya dan historis Turki yang memiliki kesamaan dalam kawasan regional timur tengah dan kaukasia.

Sebagai negara Muslim pertama yang diakui Israel, Israel telah menjadi pemasok utama senjata ke Turki. Militer, strategis, dan diplomatik kerja sama antara kedua negara maju di kawasan ini. Namun, hubungan dengan Israel justru memasuki tahap yang sedang tidak begitu baik. Ini dimulai dengan kunjungan ke Turki dari pemimpin Hamas pada tahun 2006, meningkat dengan sebutan "Satu Menit". Ini terjadi saat Erdogan memarahi Presiden Shimon Peres selama pertemuan tahunan Forum


(47)

35

Ekonomi Dunia di Davos pada bulan Januari 2009 atas penyerangan Palestina, dan dilanjutkan dengan kejadian penyerangan pada Mavi Marmara dari Gaza Freedom Flotilla pada Mei 2010. (Foreign Policy of the Turkish Republic, 2011).

Sejak Erdogan menjabat sebagai Perdana Menteri, ia sudah aktif dalam membela kemerdekaan Palestina dan menyalahkan Israel. Erdogan menyebut dukungan bagi Palestina merdeka bukanklah sebuah pilihan, melainkan kewajiban. Pidato Erdogan di Mesir pada 2011 tiga hari setelah massa merusak kantor kedutaan besar Israel di Kairo menyerukan untuk segera mungkin mengibarkan bendera Palestina di Timur Tengah, sebagai simbol perdamaian. Tak hanya itu, dalam pidatonya Erdogan juga menyinggung lagi insiden berdarah terhadap bantuan kemanusiaan lewat kapal Mavi Marmara yang terjadi tahun 2010 lalu. Penyerbuan yang dilakukan tentara Israel saat itu atas Mavi Marmara menyebabkan sembilan aktivis Turki tewas. Erdogan menyebut Israel tidak bertanggungjawab dan melanggar hukum internasional dengan menyerang konvoi, yang hanya membawa bahan pangan dan mainan anak-anak. Erdogan juga menyatakan Israel harus membayar tindakan mereka (Budiman, 2011 ). Erdogan menyerukan mengecam masyarakat internasional yang diam dengan keadaan Palestina masih berlangsung operasi militer dengan Israel (Turkish PM Erdoğan hits out at Egypt for ‘silence’ over Palestine, 2014).

Tindakan Erdogan yang mendukung Palestina dan mengecam Israel ini akan memperburuk hubungan Ankara dengan Washington.


(48)

36

Israel, Jerman dan Amerika adalah tiga negara yang menentang rencana Palestina meminta pengakuan merdeka dari PBB. Mereka menganggap rencana itu justru akan merusak upaya perundingan damai. Namun, sikap itu mendapat kritikan dari Turki. Perdana Menteri Erdogan menilai Amerika sebagai sekutu dekat Israel telah menunjukkan prasangka usang dalam soal Palestina. Charles Kupchan, seorang think tank anggota Dewan Hubungan Luar Negeri di International Politics menilai, Erdogan dengan partai konservatif AKP yang sedang berkuasa di Turki ingin mengambil peran lebih besar di dunia Islam. Erdogan pada tahun 2011 melakukan tur di kawasan Arab. Setelah Mesir, Perdana Menteri Turki itu juga mengunjungi Tunisia dan Libya (Budiman, 2011 ).

Hubungan dengan Iran membaik dalam rangka keterlibatan ulang dengan dunia Muslim di wilayah tersebut. Kolaborasi energi bergerak di luar pembelian dan transportasi gas alam Iran melalui Turki untuk pengembangan bidang hidrokarbon Iran oleh perusahaan Turki. Selain itu, dalam sengketa nuklir Iran Turki, bersama dengan Brasil, memediasiantara AS dan Iran. Mereka telah mendorong sesama anggota Dewan Keamanan PBB untuk mencapai kesepakatan dengan Iran atas program nuklirnya, dalam upaya terakhir untuk memblokir suara sanksi terhadap Teheran.

Hubungan Turki dengan Irak telah membaik ke sebuah periode baru setelah invasi ke Irak. Selama waktu itu, integritas Irak dan mencegah munculnya sebuah negara Kurdi merdeka di Irak utara yang prioritas Turki. Dengan daya dorong Davutoglu dalam membuka kebijakan luar negeri, Turki diakui Pemerintah Daerah Kurdistan (KRG) sebagai unit


(49)

37

federal di Irak dan Davutoglu bertemu Barzani. Baru-baru ini, konsulat Turki di Erbil dibuka oleh Erdogan pada 31 Maret 2011. Hubungan Suriah-Turki juga telah mengalami perubahan. Permasalahan air dan dukungan Suriah untuk PKK (Partai Pekerja Kurdistan) yang utama masalah berpotensi meledak antara kedua negara pada akhir 1990-an (membawa mereka ke ambang perang atas penangkapan pada tahun 1998 dari pemimpin PKK Abdullah Ocalan) berubah ke arah yang positif.

Penolakan Parlemen Turki untuk bekerja sama militer dengan AS dalam invasi ke Irak adalah titik balik dalam hubungan bilateral Suriah-Turki sejak persepsi Suriah dari Suriah-Turki diubah. Suriah-Turki adalah mediator antara Suriah dan Israel pada tahun 2008, selama pembicaraan Golan Heights. Walaupun pda tahun 2011 Turki mengecam Bashar Al Assad karena tidak mau mereformasi negaranya. Kerjasama politik dan ekonomi tumbuh kuat dengan negara Islam di Timur Tengah juga membaik. Bahkan, pada tahun 2009, turis persyaratan visa pada turis bahkan timbal balik terangkat (Foreign Policy of the Turkish Republic, 2011).

B.Penanganan Imigran di Turki

Permasalahan awal dari adanya pengugsi adalah karena terjadinya konflik internal yang terjadi di wilayah Timur Tengah. Mulanya hal ini dialami oleh Tunisia yang ingin merobohkan kekuasaan otoriter pemerintah Ben Ali yang sudah menjabat selama 23 tahun. Mulanya, hanya Tunisia yang berkonflik pada tahun 2010. Akhirnya, konflik ini juga meluas terjadi di negara-negara Timur Tengah lainnya. (Sari A. K., 2015, p. 1). Pada tahun 2011, perang Suriah untuk menggulingkan


(50)

38

pemerintah otoriter Bashar Al-Assad pecah. Isu yang berkembang konflik ini terjadi antara Sunni Syiah. Namun, semakin lama permasalahan di dalamnya menjadi semakin kompleks dan melibatkan banyak aktor.

Dampaknya, penduduk sipil menjadi korban perang yang belum jelas kapan mereda. Banyak dari mereka yang memutuskan untuk keluar dari negaranya. Penduduk sipil Suriah mau tak mau harus mengungsi ke negara lain karena di Suriah tidak ada daerah yang disepakati sebagai safe zone dan non-fly zone oleh pihak yang saling bertikai. Awalnya mereka mengungsi ke negara-negara terdekat yang memang berbatasan langsung dengan Suriah. Pilihan yang ada adalah Turki di sebelah utara, Libanon di sebelah barat, Mesir lewat jalur laut dari sebelah barat, Israel dan Yordania di sebelah selatan, kemudian Irak di sebelah Tenggara. Bagi para pengungsi korban perang ini, migrasi ke arah tenggara kecuali di daerah yang dikuasai etnik Kurdi jelas tidak memungkinkan karena daerah Irak sama-sama sedang berkonflik. Dengan demikian, pilihan yang mungkin akan diambil oleh para pengungsi ini keluar dari negara mereka adalah hanya Turki, Libanon, Mesir, dan Yordania. Negara-negara lain di Timur Tengah, tidak mudah ditempuh oleh mereka yang mengungsi dari peperangan lewat jalan darat yang mungkin mereka lakukan. Jalur lain yang biasa dipakai para pengungsi dari Suriah adalah biasanya lewat bandara Damaskus untuk terbang ke Turki (Nugraha, 2015).

Kebanyakan pengungsi melarikan diri ke Turki karena perlakuan Turki yang disebut lebih baik dari negara lainnya di sekitar Suriah. Turki disebut sangat terbuka pada para pengungsi karena kebijakan Open Door


(51)

39

Policy yang dicetuskan oleh Erdogan. Kebijakan ini disebut tidak dimiliki oleh negara lain di sekitar Suriah seperti Israel, Kuwait, dan Arab Saudi (Nugraha, 2015).


(52)

40

Gambar 3.1

Peta Pengungsi di Negara Sekitar Syria berdasar rilis UNHCR per 9 Juli 2015

(Sumber : https://dipanugraha.org/2015/09/06/perang-di-suriah-dan-kisah-para-pengungsi/)

Turki dipilih para pengungsi Suriah karena mereka juga mempunyai peluang untuk ‘menerobos’ ke Eropa. Di Eropa para pengungsi ini berharap nantinya mendapatkan status asylum. Negara-negara seperti Oman, Kuwait, Qatar memiliki masalah serius dengan komposisi penduduk yang selama ini sudah berjejal dengan para pekerja asing dari negara Asia Selatan dan ini berimbas pada kebijakan asylum yang sangat ketat (Nugraha, 2015).

Sejak Oktober 2013, jumlah pengungsi Suriah telah meningkat dan sekarang hampir dua juta pengungsi yang terdaftar di Turki. Turki merupakan penerima pengungsi terbanyak dibandingkan dengan negara-negara yang lain (Armandhanu, 2015). Sejumlah besar pengungsi Suriah yang awalnya lari ke Turki, melanjutkan perjalanannya ke Jerman. Sebagian meninggalkan keluarga mereka di Turki, dan berharap akan bisa


(53)

41

mendatangkan mereka jika sudah menemukan tempat tinggal yang aman (ml/as, 2015).

Gambar 3.2

Pemandangan dari ‘kota’ Oncupinar Container di Kilis, Turki

(Sumber : https://dipanugraha.org/2015/09/06/perang-di-suriah-dan-kisah-para-pengungsi/)

Pemerintah Turki berada di sisi yang kontra terhadap kepemimpinan Bashar Al-Assad setelah sebelumnya gagal menyakinkan presiden Suriah untuk memikirkan pembaharuan mengahadapi krisis. Turki akhirnya juga masuk dalam “Group of Friends of the Syrian People” yakni diplomatik internasional negara yang kolektif dan badan-badan mengadakan pertemuan berkala pada topik Suriah di luar Dewan Keamanan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) menanggapi veto Rusia dan Cina pada resolusi Dewan Keamanan kontra Suriah. Mereka mencoba untuk memberikan solusi untuk Suriah. Turki membantu para sipil Suriah dengan menyambut para pengungsi dari Suriah dan memberikan bantuan kemanusiaan (Ahmadoun, 2014).


(54)

42

Sejak April 2011 Turki pertama kalinya memberlakukan unconditional “Open Door Policy” terhadap warga sipil Suriah yang melarikan diri dari konflik. Pada awal konflik, pengungsi Suriah dianggap tamu daripada pengungsi legal, namun sejak akhir Oktober 2011 Turki memberikan status proteksi “sementara”. Ini untuk memberikan kepastian agar tidak ada pengembalian paksa dan tidak ada batasan waktu tinggal untuk para pengungsi di Turki. Pada bulan April 2014, Undang-Undang migrasi baru mulai berlaku memberikan mereka “status pengungsi bersyarat” atau suaka sementara, di bawah Direktorat Jenderal yang baru dibentuk oleh Manajemen Migrasi (GDMM). Sekitar 220.000 orang tinggal di 22 kamp yang kondisinya baik, termasuk 13 kota tempat tinggal dan dua kontainer yang terletak di sepuluh provinsi selatan dan tenggara Turki : Adiyaman, Adana, Hatay, Gaziantep, Kahramanmaras, Kilis, Malatya, Mardin, Osmaniye dan Sanliurfa. Beberapa 630.000 pengungsi yang terdaftar AFAD dan Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) namun tidak berada di kamp, dan sekitar 500.000 pengungsi tetap tidak terdaftar (Ahmadoun, 2014).

Sementara kondisi kamp yang dikelola oleh AFAD bekerja sama dengan UNHCR dan badan-badan PBB lainnya sangat baik. Sedangkan sejumlah besar pengungsi yang tinggal di luar kamp-kamp (juga disebut “pengungsi urban”) lebih rentan, karena kebanyakan dari mereka tidak mendapatkan keuntungan dari layanan yang diberikan oleh pemerintah Turki atau lembaga internasional, kecuali perawatan kesehatan. Di bawah keputusan pemerintah Januari 2013, semua pengungsi Suriah bisa


(55)

43

mendapatkan keuntungan dari perawatan kesehatan dasar gratis (Ahmadoun, 2014). Dalam gambar 3.2 terlihat pemandangan dari ‘kota’ Oncupinar Kontainer di Kilis, Turki, yang dilengkapi dengan fasilitas sosial, sekolah, tempat pelatihan, layanan kesehatan, dan pusat olahraga. Ada 14 ribu pengungsi Suriah yang tinggal di sana (Nugraha, 2015).

Diikuti pada April 2014, Turki mempunyai Law on Foreigner and International Protection, Di Undang-Undang ini disebutkan bahwa Turki sudah mengatur mengenai perlindungan terhadap orang asing, asylum ataupun pengungsi. Perlindungan ini bisa dilihat pada Section Four Ketentuan lain pada Perlindungan Sementara dan Perlindungan Internasional, Pasal 91 menyebutkan bahwa :

(1) Temporary protection may be provided for foreigners who have been forced to leave their country, cannot return to the country that they have left, and have arrived at or crossed the borders of Turkey in a mass influx situation seeking immediate and temporary protection.

(2)The actions to be carried out for the reception of such foreigners into Turkey; their stay in Turkey and rights and obligations; their exit from Turkey; measures to be taken to prevent mass influxes; cooperation and coordination among national and international institutions and organisations; determination of the duties and mandate of the central and provincial institutions and organisations shall be stipulated in a Directive to be issued by the Council of Ministers. (Turkey M. o., 2014)

Disebutkan bahwa pada ayat 1, perlindungan sementara dapat diberikan untuk orang asing yang telah dipaksa untuk meninggalkan negara mereka, tidak dapat kembali ke negara yang mereka telah meninggalkan, dan telah tiba di atau melintasi perbatasan Turki dalam situasi masuknya massa mencari perlindungan segera dan sementara. Dan pada ayat 2, disebutkan


(1)

8 | P a g e Lalu, mengenai persyaratan visa

untuk warga negara Turki sebenarnya telah ada sejak tahun 1980. Para pelamar visa

Schengen menggambarkan proses

mendapatkan visa sebagai hal yang rumit dan sangat mahal. Sehingga, ketika warga Turki mendengar mengenai kesepakatan antara Uni Eropa dan Ankara mereka menyambutnya dengan senang. Hal ini dikarenakan mereka bisa berharap pada akhir Juni, mereka dapat memasuki negara-negara anggota Schengen tanpa harus mengajukan permohonan visa.

Davutoglu melalukan perjanjian dengan Uni Eropa dalam imigran ini dibatasi pada kondisi tertentu. Pembatasan ini berarti bahwa kekhawatiran warga Turki mendorong ke pasar tenaga kerja Uni Eropa

berbondong-bondong atau membebani

sistem social itu tidak berdasar. Hal ini ditegaskan oleh Gökay Sofuoglu, ketua

Komunitas Turki di Jerman, yang

menambahkan bahwa Jerman tidak menarik dalam artian bahwa Turki saat ini menawarkan banyak perspektif ekonomi (Shtrauchler, 2016).

Turki sudah terintegrasi ekonominya dengan pasar Eropa dan selaras pasar domestik dengan aturan perdagangan internasional dan peraturan dengan bantuan Keputusan Uni Bea yang mulai berlaku pada tahun 1996. Bea Cukai Uni dengan Uni Eropa telah memberikan kontribusi

signifikan terhadap peningkatan volume perdagangan Turki, dan memberikan kesempatan bagi produsen untuk mencapai pasar berkembang dan konsumen dengan pendapatan tingkat tinggi (Questions). Ini akan menjadi kesempatan yang baik bagi produsen Turki untuk bisa mengembangkan bisnisnya lebih mudah ke negara- negara Uni Eropa. Upaya ini adalah sesuatu yang normal diupayakan sebuah negara seperti Turki karena hubungannya dengan Uni Eropa yang sudah sejak lama.

Turki ingin agar warganya memiliki hak yang sama sebagai warga negara lain di tepi Eropa. Orang-orang di Turki semakin sulit bepergian dengan mudah dalam Uni Eropa dalam abad kuartal terakhir. Pembatasan tak hanya mempengaruhi pelancong bisnis, keluarga, namun juga mahasiswa, dan para pejabat, memperkuat

perasaan mendalam kerenggangan

psikologis antara Turki dan Eropa dan

kadang-kadang menyebabkan tragedi

pribadi seperti misalnya ketika proses visa rumit berarti menunda dari melihat seorang kerabat yang mungkin sedang sakit dan berada di Eropa . Hal ini sebenarnya tidak menjadi perpolitikan yang sulit di negara Eropa lain yang tidak masuk dalam grup Schengen. Namun untuk Turki, visa ini seperti negosiasi yang sulit untuk dicapai (Barchard, 2016).


(2)

9 | P a g e Efek domino juga akan berlaku

ketika visa Schengen ini berjalan.

Pemberian izin untuk visa Schengen bagi warga Turki bisa berdampak pada perekonomian Turki yang nantinya akan

meningkat dan menuju ke arah

kemakmuran negara. Sebagai sebuah negara, Turki termasuk negara yang memiliki kondisi ekonomi yang stabil. Ini bisa dtunjukkan melalui data dari GNI (Gross National Income), dan GDP (Gross Domestic Product) Turki.

Selama ini, Turki melakukan investasi terbesarnya pada Uni Eropa. Jika visa Schengen ini benar-benar dipenuhi oleh Uni Eropa. Maka angin segar untuk investasi yang lebih besar akan terbuka lebar. Pebisnis dan pelaku ekonomi akan mudah untuk bepergian ke negara-negara Uni Eropa dan melakukan lebih banyak transaksi bisnis.

Data investasi langsung Turki ke negara-negara Uni Eropa ini menunjukkan pada periode 2002-2015 Turki melakukan investasi langsung terbanyak di Negara Belanda. Dengan nantinya Uni Eropa setuju memberikan akses visa Schengen maka investasi ke negara Uni Erop yang lain juga akan terbuka. Misalnya dengan Austria yang GNI per kapitanya sekitar 47,120 USD pada tahun 2015 (Bank, 2016).

Uni Eropa juga menempati

peringkat pertama destinasi Turki dalam kegiatan ekspor barang dan jasa Turki.

Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui, tak hanya menuntaskan masalah

birokrasi terhadap pengajuan visa

Scehengen di Turki, namun juga

mendapatkan keuntungan ekonomi terlihat dari tingginya peran Uni Eropa dalam menyumbang perekonomian Turki. Inilah salah satu alasan mengapa Turki sepakat untuk kerja sama dengan Uni Eropa dalam penanganan imigran pada Maret 2016 .

Setelah perang saudara di Suriah pecah, para warga sipil Suriah berbondong-bondong meninggalkan negaranya. Turki yang berbatasan langung dengan Suriah menjadi salah satu negara destinasi para warga sipil Suriah. Kedatangan para warga Suriah di tahun 2011 disambut dengan “Open Door Policy” oleh Turki. Turki menyediakan tempat mereka untuk mencari perlindungan dan kehidupan yang lebih baik. Namun, keadaan di perbatasan Turki dan Suriah masih belum aman.

Para warga Suriah yang masih belum berada di Turki sebenarnya mengalami penderitaan karena masih hidup dalam tenda yang kondisinya tidak layak. Tenda yang mudah roboh jika terkena angin yang agak kencang. Makanan yang mereka makan juga membuat mereka sakit diare.


(3)

10 | P a g e Kebanyakan adalah makanan yang mereka

persiapkan sendiri ketika mau menyeberang ke negara lain (EDT, Iraq/Turkey: Open Borders to All Syrian Refugees, 2012).

Di lain pihak, Turki juga

menerapkan kehati-hatian setelah

sebelumnya banyak penyerangan Suriah yang melebar ke perbatasan Turki. Pada

bulan Februari 2012 sebuah bom

menewaskan 17 orang Turki di perbatasan Cilvegozu. Pada bulan Mei 2012, dua bom mobil meledak di pusat kota Reyhanli, dan berjarak hanya 5 km dari perbatasan Cilvegozu persimpangan dengan Suriah, meninggalkan 46 orang tewas dan lebih dari 100 luka-luka. Pada bulan Juni 2012, sebuah jet tempur Turki ditembak jatuh oleh tentara rezim Suriah di Mediterania, dekat perbatasan kedua negara. Dan pada akhir September 2014, tiga orang Turki terluka ketika tembakan mortir mendarat di Suruç di provinsi Şanlıurfa, sebagai Negara Islam (IS) pejuang bentrok dengan pasukan Kurdi di sisi lain perbatasan (Ahmadoun, 2014).

Pada awal 2012, pemerintah Turki yang bekerjasama dengan LSM Turki yang terlibat dalam bantuan kemanusiaan dalam Suriah menciptakan sebuah sistem yang dikenal sebagai “titik nol pengiriman”. Metode ini diciptakan untuk menghindari pelanggaran kedaulatan nasional Suriah. Mekanismenya dengan cara memberikan

pengiriman bantuan ke perbatasan di tempat dimana para pengungsi dijemput oleh para relawan kemanusiaan Suriah (dari dewan lokal atau LSM). Para pengungsi dibawa ke kamp-kamp perbatasan dalam Suriah, terutama di kamp Atmeh. Pendekatan ini juga berusaha untuk mengurangi masuknya pengungsi ke Turki.

Tetapi, tak hanya pengungsi yang dihadapi Turki di daerah perbatasan Turk-Suriah. Pada bulan November 2012, Turki harus menjaga lebih ketat daerah perbatasan ketika tentara rezim Suriah membom daerah kamp Atmeh. Ini disebabkan kelompok radikal yang mengambil kontrol atas perbatasan, sehingga meningkatkan

risiko penculikan pekerja bantuan

(Ahmadoun, 2014).

Dengan adanya Uni Eropa ikut menjaga perbatasan wilayah Turki, Turki akan terbantu dalam penanganan konflik di wilayah perbatasan. Uni Eropa yang akan membantu dalam hal penjagaan pengungsi dan perdamaian akan sedikit membantu Turki menyelesaikan pekerjaan rumah yang belum selesai.

Kesimpulan

Alasan mengapa Turki sepakat dengan kerja sama dengan Uni Eropa dalam penanganan imigran bisa dibuktikan dengan Model Aktor Rasional milik Graham T. Allison. Graham menerangkan bahwa


(4)

11 | P a g e kebijakan luar negeri dipandang sebagai

akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional, terutama pemerintahan yang monolit, yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai suatu tujuan. Kebijakan luar negeri adalah optimalisasi hasil dari kalkulasi untung-rugi yang diperoleh Turki dengan adanya kesepakatan tersebut.

Alasan yang pertama adalah

mengenai peluang Turi untuk

dinegosiasikan lebih lanjut sebagai calon anggota Uni Eropa. Seperti yang kita tahu sudah sekitar 30 tahun Turki menantikan kepastian untuk menjadi anggota Uni Eropa. Uni Eropa yang ikut menjanjikan hal ini ke dalam butir perjanjian tentu saja menarik Turki untuk benar-benar menyepakati perjanjian tersebut. Uni Eropa menjanjikan

untuk membuka chapter 33 pada

Copenhagen Criteria. Ahmet Davutoglu Perdana Menteri Turki menyambut baik kerja sama ini

Alasan yang kedua adalah

keuntungan ekonomi pada janji akses visa Schengen untuk warga negara Turki. Warga negara Turki sudah mengalami kesulitan untuk mengurus visa Schengen sejak lama. Visa Schengen yang mudah diakses oleh negara Eropa non Uni Eropa tidak dirasakan oleh Turki yang sudah dekat dan juga negara yang menjadi mitra bisnisnya. Berbicara mengenai ekonomi, tentu saja adanya visa Schengen ini berengaruh pada

ekonomi Turki. Data menunjukkan bahwa ekspor dan investasi Turki terbanyak berada di negara-negara Uni Eropa. Dengan adanya visa Schengen yang nantinya dipenuhi, maka semakin banyak investasi maupun kegiatan bisnis yang bisa dilakukan oleh para pelaku ekonomi dan pebisnis. Ini akan memberi manfaat kepada kondisi

ekonomi Turki berkaitan dengan

kemakmuran negara Turki.

Alasan yang ketiga yakni Uni Eropa yang akan membantu Turki dalam menjaga perdamaian dan pengungsi di perbatasan Suriah dan Turki. Keadaan perbatasan yang memilukan di perbatasan Turki-Suriah pada 2012 adalah banyaknya pengungsi yang masih terlantar dan berada di kamp-kamp yang masih rentan terhadap kerusakan. Tenda yang mudah roboh terhadap angin ataupun makanan yang tidak layak. Ditambah lagi ancaman bahwa bom dan konflik bisa melebar ke wilayah Turki dan membahayakan bagi pengungsi maupun warga Turki. Turki sudah menerapkan sebuah sistem yang dikenal sebagai “titik nol pengiriman”. Sistem ini adalah pengiriman bantuan kepada para pengungsi di peratasan. Walaupun begitu, ini tak akan bisa menghindarkan Turki dari ancaman konflik yang melebar. Maka dari itu, kalau Uni Eropa ikut andil dalam penjagaan


(5)

12 | P a g e

meringankan beban Turki dalam

penanganan pengungsi.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka keputusan Turki sepakat dalam penanganan imigran dengan Uni Eropa dirasa rasional. Model aktor rasional Graham T. Allison membuktikan bahwa keputusan yang dibuat Turki rasional. Jadi, mengapa Turki lebih bekerja sama dengan Uni Eropa, tentu saja Turki sebenarnya masih ingin menjadi anggota Uni Eropa.

[Notes]

[1]Foreign Policy of the Turkish Republic. (2011).

CIDOB International Yearbook.

[2] Uni Eropa dan Turki teken kesepakatan

bendung imigran. ( 2015, November 30). Retrieved

April 1, 2016, from BBC Indonesia:

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/11/15112 9_dunia_turki_unieropa

[3] Chronology of Turkey – European Union Relatios (1959-2015). (2015). Retrieved from www.ab.gov.tr/files/chronology.pdf

[4] Rencana aksi Uni Eropa soal pengungsi dipertanyakan. (2015, Agustus 27). Retrieved November 8, 2016, from BBC Indonesia:

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/08/15082 7_dunia_eu_krisis

[5] Dunia. (2016, February 16). Retrieved April 1, 2016, from BBC Indonesia:

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/02/16020 6_dunia_suriah_aleppo_pengungsi_turki

[6] JOINT PRESS STATEMENT: "Turkey - EU High

Level Energy Dialogue" Meeting. (2016, Januari 29). Retrieved November 25, 2016, from European Union Website:

https://ec.europa.eu/commission/2014-2019/arias- canete/announcements/joint-press-statement-turkey-eu-high-level-energy-dialogue-meeting_es

[7]Ahmadoun, S. (2014). Turkey's Policy toward

Syrian Refugees. SWO Comments.

[8]Al-Arian, A. (2014, April 24). Syrian refugees cling to stability in Iraq. Retrieved Desember 2, 2016, from Al-Jazeera:

http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2014/04/

syrian-refugees-cling-safety-iraq-201448102353645313.html

[9] Armandhanu, D. (2015, September 3). Turki

Tidak Akan Tolak Pengungsi Asal Suriah. Retrieved

Maret 30, 2016, from CNN Indonesia:

http://www.cnnindonesia.com/internasional/201509 03111941-134-76372/turki-tidak-akan-tolak-pengungsi-asal-suriah/

[10] Chapters of the acquis. (n.d.). Retrieved Desember 2, 2016, from European Neighbourhood Policy And Enlargement Negotiations:

http://ec.europa.eu/neighbourhood- enlargement/policy/conditions-membership/chapters-of-the-acquis_en

[11] Grisgraber, D. (2014). TOUGH TIMES FOR

SYRIAN REFUGEES IN EGYPT. Washington:

Refugees International.

[12] Mas'oed, M. (1994). Ilmu Hubungan

Internasional: Disiplin dan Metodologi. LP3S Indonesia.

[13] Nugraha, D. (2015, September 6). Perang di


(6)

13 | P a g e Oktober 25, 2016, from dipanugraha.org:

https://dipanugraha.org/2015/09/06/perang-di-suriah-dan-kisah-para-pengungsi/

[14] Policy of Zero Problems with our Neighbors. (n.d.). Retrieved Desember 2, 2016, from Republic of Turkey Ministry of Foreig Affairs:

http://www.mfa.gov.tr/policy-of-zero-problems-with-our-neighbors.en.mfa

[15] Relations, F. A. (2016, Maret 18). EU-Turkey

statement, 18 March 2016. Retrieved November 29,

2016, from Council of the European Union:

http://www.consilium.europa.eu/en/press/press-releases/2016/03/18-eu-turkey-statement/