GAMBARAN PENGELOLAAN OBAT NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN PENGELOLAAN OBAT NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : FARIDA ELYYANI

20120350003

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

DAERAH BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : FARIDA ELYYANI

20120350003

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

i

HALAMAN PENGESAHAN

GAMBARAN PENGELOLAAN OBAT NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN Disusun oleh

FARIDA ELYYANI 20120350003

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 2016 Dosen Pembimbing

M.Thesa Ghozali, M. Sc., Apt. NIK: 19840408201104173135

Dosen Penguji 2 Dosen Penguji 1

Pramitha Esha N.D., M.Sc., Apt. Indra Putra Taufani, M.Sc., Apt

NIK: 19860811201504173239 NIK: `1983012220104173238

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sabtanti Harimurti, S. Si., Ph.D., Apt NIK: 19730223201310173127


(4)

ii

Nama : Farida Elyyani

NIM : 20120350003

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 2016 Yang membuat Pernyataan

Farida Elyyani NIM : 20120350003


(5)

iii

MOTTO

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka

menyerah Thomas Alva Edison

“ Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun

kesempatan untuk berhasil “

Mario Teguh

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya

kepada Tuhanmulah engkau berharap.” QS. Al-Insyirah,6-8


(6)

iv

selalu menyelipkan namaku di dalam sujud mereka. Terimakasih untuk semua doa, pengorbanan, dukungan, kepercayaan, cinta dan kasih sayang, serta dorongan yang tak berbatas, kupersembahkan hadiah kecil ini dengan setulus hati. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat mama dan abah bahagia.

Serta

ading tersayang (M. Hairi) teman bertengkar, teman curhat, terimakasih untuk semangat dan kasih sayangnya maaf karena kakak belum sepenuhnya bisa menjadi panutan yang baik.


(7)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “Gambaran Pengelolaan Obat Narkotika dan Psikotropika di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru” ini dapat diselesaikan.

Penyusunan karya tulis ilmiah ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Sabtanti Harimurti, S. Si., Ph.D., Apt. selaku Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak M.Thesa Ghozali, M. Sc., Apt selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas bantuan dan bimbingannya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Bapak Indra Putra Taufani, M.Sc., Apt selaku dosen penguji I. Terima kasih atas bantuan dan bimbingannya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

4. Ibu Pramitha Esha N.D., M.Sc., Apt. Selaku dosen penguji II. Terima kasih atas bantuan dan bimbingannya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

5. Ibu Dra. Sri Kadarinah selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan, semangat, nasehat, serta motivasi

6. Ibu Hj. Sri Neng Ratna. selaku kepala instalasi farmasi RSUD Banjarbaru. Terima kasih banyak atas izin yang diberikan sehingga peneliti bisa melakukan penelitian di RSUD Banjarbaru

7. Kedua orang tua, Mama dan Abah yang selalu memberikan motivasi, semangat dan dukungan baik moril maupun materil.

8. Sahabat-sahabatku Annisa Sawitri, Neng Rini Ay, Irna Nurrohmah, Dwi wahyuni dan anak-anak kos putri Kirana yang senantiasa memberikan bantuan, semangat dan kasih sayang layaknya keluarga diperantauan. 9. Teman-teman satu DPA ( Nopril, Jihan, Anis, Indah, Tamam, Avisa dan

Hengky) dan teman-teman satu bimbingan, yang memicu untuk terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.


(8)

vi tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini tidak serta merta hadir tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak. Mudah-mudahan segala sesuatu yang telah diberikan menjadi bermanfaat dan bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.

Penulis memahami sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangan diharapkan demi perbaikan di masa mendatang. Semoga KTI ini dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk melakukan hal yang lebih baik lagi dan semoga KTI ini bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Yogyakarta, Desember 2016 Penulis,

Farida Elyyani NIM.20120350003


(9)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... ii

MOTTO... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Tinjauan pustaka ... 6

1. Pengertian Obat ... 6

2. Macam-macam penggolongan obat ... 7

3. Pengelolaan Obat ... 9

4. Perencanaan Obat... 10


(10)

viii

10. Psikotropika ... 23

11. Analisis ABC ... 27

12. Sejarah singkat Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru ... 29

13. Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru ... 29

14. Stuktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Banjarbaru Tahun 2014 .... 30

B. Kerangka konsep ... 30

C. Keterangan Empirik ... 31

BAB III METODE PENELITIAN... 32

A. Desain Penelitian ... 32

B. Tempat dan Waktu ... 32

C. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 32

D. Instrumen Penelitian... 33

1. Alat ... 33

2. Bahan ... 33

E. Cara kerja ... 34

F. Skema Langkah Kerja ... 35

G. Analisa Data ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

1. Standar Prosedur Operasional Farmasi di RSUD Banjarbaru... 38

2. Gambaran sistem pengelolan obat di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru 38 1. Perencanaan Obat... 40

2. Pengadaan Obat ... 41

3. Penyimpanan Obat ... 43


(11)

ix

5. Pencatatan dan Pelaporan obat... 49

6. Pengawasan dan pemusnahan ... 50

3. Analisis ABC ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA ... lvii


(12)

x

Tabel 2. Kesesuaian antara sistem penataan obat di instalasi farmasi RSUD

Banjarbaru dengan standar SK Menkes Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 ... 44 Tabel 3. Analisa ABC ... 28 Tabel 4. Pengelompokkan obat Narkotika dan Psikotropika dengan Analisis ABC berdasarkan Nilai pemakaian periode Januari-Desember 2014 ... 53


(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Laporan psikotropika dan narkotika bulan januari 2014 RSUD Banjarbaru ... lix Lampiran 2. Laporan psikotropika dan narkotika bulan februari 2014 RSUD Banjarbaru ... lx Lampiran 3. Laporan psikotropika dan narkotika bulan maret 2014 RSUD Banjarbaru ... lxi Lampiran 4. Laporan psikotropika dan narkotika bulan april 2014 RSUD Banjarbaru ... lxii Lampiran 5. Laporan psikotropika dan narkotika bulan mei 2014 RSUD Banjarbaru ... lxiii Lampiran 6. Laporan psikotropika dan narkotika bulan juni 2014 di RSUD Banjarbaru ... lxiv Lampiran 7. Laporan psikotropika dan narkotika bulan juli 2014 di RSUD Banjarbaru ... lxv Lampiran 8. Laporan psikotropika dan narkotika bulan Agustus 2014 di RSUD Banjarbaru ... lxvi Lampiran 9. Laporan Psikotropika dan Narkotika bulan September 2014 di RSUD Banjarbaru ... lxvii Lampiran 10. Laporan psikotropika dan narkotika bulan Oktober 2014 di RSUD Banjarbaru ... lxviii Lampiran 11. Laporan psikotropika dan Narkotika bulan November 2014 di RSUD Banjarbaru ... lxix Lampiran 12. Laporan Psikotropika dan Narkotika bulan Desember 2014 di RSUD Banjarbaru ... lxx Lampiran 13. Analisis ABC ... Error! Bookmark not defined.


(14)

xii

Gambar 2 : Kerangka konsep...30 Gambar 3 : Skema langkah kerja...35 Gambar 4 : Lemari narkotika dan psikotropika...46


(15)

xiii

INTISARI

Pengelolaan obat adalah rangkaian kegiatan dalam manajemen obat yang terdiri : perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan atau pelaporan obat. Tujuan pengelolaan obat adalah agar tersedianya obat dalam jumlah dan waktu yang tepat dan terjamin keamanan mutunya.

Penelitian ini menggunakan metode non eksperimental deskriptif untuk mengetahui gambaran pengelolaan obat narkotika dan psikotropika meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan dan pemusnahan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan obat narkotika dan psikortopika di Instalasi farmasi RSUD Banjarbaru kalimantan selatan dilihat dari beberapa aspek pengelolaan sudah baik dan sudah berdasarkan standar yang ditetapkan. Untuk RSUD Banjarbaru kalimantan selatan agar mempertahankan pengelolaan obat yang sudah baik dan meningkatkan yang belum sesuai dengan standar yang berlaku.

Kata Kunci : Pengelolaan Obat, Narkotika dan psikotropika.


(16)

xiv

of drugs in quantities and the right time and security guaranteed quality.

This research is using non-experimental descriptive method to describe the management of narcotic drugs and psychotropic substances including planning, providing, storing, distributing to guaranteeing the service quality in the Pharmacy Installation of Hospital Banjarbau, South Kalimantan.

The results showed that the management of narcotic drugs and psychotropic in Pharmaceutical Installation of Hospital Banjarbaru, South Kalimantan views of some aspects of the management is sound and has been based on established standards. For hospitals Banjarbaru South Kalimantan in order to maintain the management of medication that is good and increases that have not been in accordance with the applicable standards.


(17)

i

HALAMAN PENGESAHAN

GAMBARAN PENGELOLAAN OBAT NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM

DAERAH BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN Disusun oleh

FARIDA ELYYANI 20120350003

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 2016 Dosen Pembimbing

M.Thesa Ghozali, M. Sc., Apt. NIK: 19840408201104173135

Dosen Penguji 2 Dosen Penguji 1

Pramitha Esha N.D., M.Sc., Apt. Indra Putra Taufani, M.Sc., Apt

NIK: 19860811201504173239 NIK: `1983012220104173238

Mengetahui,

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sabtanti Harimurti, S. Si., Ph.D., Apt NIK: 19730223201310173127


(18)

xiii

jumlah dan waktu yang tepat dan terjamin keamanan mutunya.

Penelitian ini menggunakan metode non eksperimental deskriptif untuk mengetahui gambaran pengelolaan obat narkotika dan psikotropika meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan dan pemusnahan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan obat narkotika dan psikortopika di Instalasi farmasi RSUD Banjarbaru kalimantan selatan dilihat dari beberapa aspek pengelolaan sudah baik dan sudah berdasarkan standar yang ditetapkan. Untuk RSUD Banjarbaru kalimantan selatan agar mempertahankan pengelolaan obat yang sudah baik dan meningkatkan yang belum sesuai dengan standar yang berlaku.

Kata Kunci : Pengelolaan Obat, Narkotika dan psikotropika.


(19)

xiv

ABSTRACT

Drugs management is a series of activities in the management of drugs consisting of: planning, procurement, storage, distribution, and recording or reporting of medication. The management goal of medicine is that the availability of drugs in quantities and the right time and security guaranteed quality.

This research is using non-experimental descriptive method to describe the management of narcotic drugs and psychotropic substances including planning, providing, storing, distributing to guaranteeing the service quality in the Pharmacy Installation of Hospital Banjarbau, South Kalimantan.

The results showed that the management of narcotic drugs and psychotropic in Pharmaceutical Installation of Hospital Banjarbaru, South Kalimantan views of some aspects of the management is sound and has been based on established standards. For hospitals Banjarbaru South Kalimantan in order to maintain the management of medication that is good and increases that have not been in accordance with the applicable standards.


(20)

1 Rumah sakit merupakan salah satu peranan penting dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit. Tujuan pelayanan farmasi di rumah sakit adalah melangsungkan pelayanan yang optimal, melaksanakan KIE ( Komunikasi, Informasi, Edukasi).

Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dipimpin oleh apoteker yang bertanggung jawab dalam pengadaan, penyimpanan, distribusi obat serta memberi informasi dan menjamin kualitas pelayanan di rumah sakit yang terkait dengan penggunaan obat. Instalasi farmasi dirumah sakit sangat penting karena semua instalasi dirumah sakit berkoordinasi dengan instalasi farmasi guna menyediakan kebutuhan obat dan alat kesehatan (Defriyanto, 2014).

Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan menurut Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal 88 dan 104 harus aman, bermanfaat, bermutu dan terjangkau bagi seluruh masyarakat serta pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi seluruh masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Di rumah sakit pengelolaan obat dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Wahyuni, 2007).


(21)

2

Pengelolaan obat yang baik terlebih khusus yaitu pengelolaan jenis obat yang bersifat sebagai psikoaktif seperti pada obat – obat golongan narkotika dan psikotropika. Narkotika dan Psikotropika dapat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat, jika digunakan secara tidak rasional salah satu efek samping dari pemakaian obat ini yaitu di mana seseorang dapat mengalami ketergantungan berat terhadap obat dan dapat menyebabkan fungsi vital organ tubuh bekerja secara tidak normal seperti jantung, peredaran darah, pernafasan, dan terutama pada kerja otak (susunan saraf pusat). Oleh karena itu pengelolaan obat psikotropika sangat memerlukan penanganan dan perhatian lebih.

Pada abad ke-20 perhatian khusus internasional terhadap masalah narkotika semakin meningkat salah satu dapat dilihat melalui Single Convention on Narkotic Drugs pada tahun 1961. Dari laporan perkembangan situasi narkoba dunia tahun 2014, diketahui angka estimasi pengguna narkoba di tahun 2012 adalah antara 162 juta hingga 324 juta orang atau sekitar 3,5%-7%. Menurut BNN (2014) diperkirakan jumlah penyalahgunan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan zat adiktif lainnya) sebanyak 3,8 juta sampai 4,1 juta orang atau sekitar 2,10% sampai 2,25% dari total seluruh penduduk Indonesia yang berisiko terpapar NAPZA di tahun 2014.

Jumlah penyalahguna NAPZA di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ketahun, Pada tahun 2011, jumlah penyalahguna NAPZA di Indonesia berjumlah 4.071.016 jiwa, kemudian meningkat pada tahun 2012 menjadi 4.323.366 jiwa, diikuti oleh kenaikan kembali pada tahun 2013 sebanyak 4.583.690 jiwa, tahun


(22)

2014 sejumlah 4.851.486 jiwa, tahun 2015 menjadi 5.126.913 jiwa bahkan tercatat pada 2015 sebanyak 5,9 juta orang pemakai NAPZA (BNN,11/1/2016). Masalah ini penting mengingat bahwa obat-obat narkotikadan psikotropika adalah zat atau bahan yang dapat merusak fisik serta mental yang bersangkutan, apabila dipergunakan tanpa resep dokter (Adi, 2009).

Pembangunan Nasional Indonesia bertujuan mewujudkan masyarakat indonesia yang adil, makmur sejahtera, tertib dan damai berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat sejahtera adalah pembangunan kesehatan yang berupa usaha-usaha dibidang pengobatan dan pelayanan termasuk ketersediaan narkotika dan psikotropika, pencegahan penyalahgunaan serta pemberantasan peredaran gelap, disamping untuk mengembangkan ilmu pengetahuan (Adi, 2009).

Sebagaimana dalam ayat Al-Quran surah Al-Isra’ 26-27:

Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudaranya

setan dan sesungguhnya setan itu sangat ingkar kepada tuhannya.”(QS Al Isra :

26-27)

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mendapatkan gambaran pengelolaan obat narkotika dan psikotropika di instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru Kalimantan Selatan.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran pengelolaan obat narkotika dan psikotropika di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru?


(23)

4

2. Bagaimana evaluasi pengelolaan obat narkotika dan psikotropika berdasarkan PERMENKES No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dan Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan?

C. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian lain dengan tema pengelolaan obat yaitu :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rizqi Firdauz Zandy pada tahun 2010, berjudul “Analisis Pengelolaan Obat Tahap Perencanaan dan Pengadaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap Tahun 2008” dengan menggunakan metode non eksperimental bersifat deskriptif-evaluatif.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yogi Defriyanto pada tahun 2014, berjudul “Gambaran Penyimpanan Obat Narkotika dan Psikotropika di Instalasi farmasi Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Bukittinggi dan Putra Specialist Hospital Melaka Tahun 2014” dengan menggunakan metode deskriptif. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Yulistiani Dumbi pada tahun 2014,

berjudul “Studi Perencanaan dan Penyimpanan Obat di instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Pohuwato”

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sampel penelitian, tempat penelitian, dan waktu penelitian serta seluruh sistem pengelolaan obat narkotika dan psikotropika tanpa menjelaskan pengelolaan obat lain.


(24)

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran pengelolaan obat Narkotika dan Psikotropika di instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru.

2. Untuk mengetahui kesesuaian pengelolaan obat narkotika dan psikotropika di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru berdasarkan PERMENKES No.3 Tahun 2015 dan Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Bagi peneliti agar meningkatkan pengetahuan dan pemahaman yang lebih dalam tentang pengelolaan obat narkotika dan psikotropika di instalasi farmasi rumah sakit.

2. Bagi instalasi farmasi, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjad masukan positif bagi instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru dalam meningkatkan manajemen pengelolaan obat narkotika dan psikotropika.


(25)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan pustaka

Menurut Drs. H. A. Syamsuni, Apt., dalam buku Ilmu Resep tahun 2007, obat adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk seluruh makhluk hidup guna menentukan diagnosis, mencegah mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit dan gejala penyakit.

1. Pengertian Obat

a. Obat jadi, yaitu obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, tablet, pil, kapsul, supositoria, cairan, salep atau bentuk lainnya yang mempunyai teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia atau buku resmi lain yang ditetapkan pemerintah.

b. Obat paten, yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.

c. Obat baru, yaitu obat yang terdiri atas atau berisi zat yang berkhasiat ataupun tidak berhkasiat, misalnya lapisan, pengisi, pelarut, pembantu atau komponen lain, yang belum dikenal sehingga tidak diketahui khasiat dan kegunaannya.

d. Obat asli, yaitu obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alami Indonesia, terolah secara sederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.


(26)

e. Obat tradisional, yaitu obat yang didapat dari bahan alam (mineral, tumbuhan, dan hewan), terolah secarasederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam pengobatan tradisional.

f. Obat esensial, yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat terbanyak dan tercantum dalam daftar obat esensial (DOEN) yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

g. Obat generik, yaitu obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam. Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.

2. Macam-macam penggolongan obat

a. Menurut kegunaan yaitu, untuk menyembuhkan, mencegah dan mendiagnosis.

b. Menurut cara penggunaan yaitu, Pemakaian dalam (etiket putih) dan Pemakaian luar (etiket biru).

c. Menurut bentuk sediaan :

1) Bentuk padat, contoh : serbuk, pil, tablet, pil, kapsul, suppositoria. 2) Bentuk setengah padat, contoh : salep/unguentum, krim, pasta,

cerata, gel/jelly, salep mata.

3) Bentuk cair/ larutan, contoh : potio, sirup, eliksir, tetes mata, gargarisma, injeksi, infus,intravena, lotio, dan mixturae.

4) Bentuk gas, contoh : inhalasi/spray/aerosol.

Menurut PerMenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/VI/2000 penggolongan obat terdiri dari :


(27)

8

a. Obat Bebas

Obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter. Contoh : Minyak Kayu Putih, Obat Batuk Hitam. Berdasarkan SK Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam.

b. Obat Bebas Terbatas

Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI, pengertian obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakaiannya tanpa resep dokter. Tanda peringatan untuk obat bebas terbatas.

c. Obat Keras

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus obat keras daftar G adalah “Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi”.


(28)

d. Golongan Narkotika

Berdasarkan UU RI No.22 Th 1997, pengertian Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Penandaan narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat dalam Ordonansi Obat Bius yaitu “Palang Medali Merah”.

e. Golongan Psikotropika

Berdasarkan UU RI No.5 Th 1997, pengertian Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Penandaan psikotropika “Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi”.

3. Pengelolaan Obat

Tujuan utama pengelolaan obat di rumah sakit agar obat yang diperlukan selalu tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan terjamin keamanan mutunya (Dinkes Jateng, 2006).


(29)

10

Pengelolaan obat adalah rangkaian kegiatan dalam manajemen obat yang terdiri : perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pencatatan atau pelaporan obat (Azis dkk., 2005). Dalam buku Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, seleksi obat digabung kedalam tahap perencanaan obat (Depkes RI, 2002). Prinsip dari pengelolaan obat adalah agar setiap tahap kegiatan dapat berjalan dengan sinkron dan saling mengisi (PerMenkes RI Nomor 5 tahun 2014 pasal 3).

4. Perencanaan Obat

Perencanaan merupakan kegiatan guna menentukan jumlah dan waktu pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan, sehingga terjamin kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien (Subagya, 1994).

Perencanaan meliputi kegiatan yang dilakukan untuk menentukan jenis obat dan jumlah yang diperlukan dalam periode yang akan datang. Perencanaan merupakan tahapan awal pada sistem pengelolaan obat (Quick dkk, 1997). Metode perencanaan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan metode, antara lain a. Metode Konsumsi

Berdasarkan dari analisis konsumsi obat tahun sebelumnya. Hal yang perlu diperhatikan untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi, yaitu :

1) Pengumpulan dan pengolahan data

2) Analisis data untuk informasi dan evaluasi 3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat


(30)

4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana. b. Metode Morbiditas

Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan lead time. Langkah-langkah dalam metode ini adalah :

1) Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.

2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit. 3) Menyediakan standar/pedoman pengobatan yang digunakan.

4) Menghitung perkiraan kebutuhan obat.

5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.

Tujuan dari perencanaan obat yaitu untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang sesuai kebutuhan, sehingga obat tersedia pada saat dibutuhkan (Khasanah, 2007). Perencanaan obat sangat berpengaruh terhadap persediaan obat, perencanaan kebutuhan obat yang tidak tepat akan menyebabkan kelebihan persediaan obat maupun kekurangan obat.

Tahap perencanaan obat dilaksanakan untuk menjamin pelasanaan perencanaan obat yang baik. Kegiatan yang dilakukan yaitu :

a. Tahap Pemilihan Obat

Seleksi berfungsi guna menentukan obat yang benar-benar sangat diperlukan (Dinkes jateng, 2006).

1) Menentukan jenis obat yang akan dibeli.

2) Obat memiliki manfaat terapi yang lebih besar daripada resiko efek sampingnya.


(31)

12

3) Obat merupakan yang terbaik dan memiliki manfaat optimal dan resiko minimal.

b. Tahap Kompilasi Obat

Kompilasi bertujuan untuk mengetahui pemakaian perbulan pada masing-masing jenis obat selama setahun sebagai data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang diperoleh adalah :

1) Jumlah pemakaian tiap obat pada masing – masing unit pelayanan kesehatan.

2) Persentase (%) pemakaian tiap obat terhadap total pemakaian setahun. 3) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat pada tingkat kabupaten/ kota. c. Tahap Perhitungan kebutuhan Obat

Masalah kekosongan atau kelebihan obat dapat terjadi, diharapkan obat yang direncanakan tepat jenis, tepat jumlah, serta tepat waktu (Dinkes Jateng, 2006)

5. Pengadaan Obat

Tahap berikutnya pada pengelolaan obat adalah tahap pengadaan obat yaitu suatu kegiatan yang bertujuan agar tersedia sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Pengadaan yang efektif merupakan suatu proses untuk membuat suatu keputusan tentang obat-obatan yang akan diadakan, baik jumlah maupun sumbernya (Kepmenkes, 2011).

Kriteria umum yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah (Siregar, 2004):


(32)

a. Telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan produksi dan penjualan (telah terdaftar). Telah diakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan ISO 9000. Mempunyai reputasi baik, artinya tidak pernah :

1)Melakukan hal-hal yang melanggar hukum.

2)Menghasilkan/menjual produk obat yang tidak memenuhi syarat.

3)Mempunyai sediaan obat yang ditarik dari peredaran karena mutu yang rendah.

6. Penyimpanan

Barang yang telah diterima diverifikasi dengan menggunakan “checlist” yang sudah disiapkan untuk setiap jenis produk yang berisi antara lain (KepMenkes, 2011) : Kebenaran identitas produk, Kebenaran jumlah kemasan, Kebenaran jenis produk yang diterima, Kebenaran kondisi kemasan seperti yang disyaratkan, Kebenaran jumlah satuan dalam tiap kemasan, Tidak terlihat tanda-tanda kerusakan, Penerapan penandaan yang jelas pada label, bungkus dan brosur. Tidak terlihat kelainan warna, bentuk, kerusakan pada isi produk, Jangka waktu kadaluarsa yang memadai.

Tahap berikutnya adalah penyimpanan obat, penyimpanan obat menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004), merupakan kegiatan pengamanan obat agar obat yang diterima aman, dan terjamin mutunya serta terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia. Konsep penyimpanan dilakukan dengan mengelola barang yang ada dalam persediaan agar terjamin ketersediaannya bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Tujuan penyimpanan yaitu, menjaga atau memelihara mutu obat, menjaga kelangsungan persediaan,


(33)

14

menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, mudahkan dalam pencarian dan pengawasan.

Menurut SK Menkes No 1197/Menkes/SK/X/2004, penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi, dibedakan menjadi 4 yaitu, bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya meledak/terbakar, tahan atau tidaknya terhadap cahaya.Berdasarkan persyaratan di atas, ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi, sanitasi, temperatur sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan petugas (SK Menkes No 1197/Menkes/SK/X/2004).

a. Persyaratan gudang Narkotika dan Psikotropika : 1)Cukup luas untuk menyimpan seluruh obat. 2)Ruang kering dan tidak lembab.

3)Ada ventilasi untuk menyalukan udara.

4)Cahaya cukup dan terhindar dari cahaya matahari langsung.

5)Lantai diharuskan terbuat dari semen, keramik,atau papan agar terhindar dari debu yang menumpuk.

6)Gudang digunakan untuk menyimpan obat. 7)Pintu harus dilengkapi dengan kunci ganda.

8)Mempunyai lemari khusus untuk psikotropika dan narkotik yang selalu dikunci dan keamanannya terjamin.

9)Harus ada pengukur suhu dan hygrometer ruangan. b. Kondisi penyimpanan.


(34)

Pengaturan penyimpanan obat dan persediaan menurut SK Menkes No 1197/Menkes/SK/X/2004 adalah sebagai berikut:

1)Simpan obat-obatan yang mempunyai kesamaan cara pemberian atau bentuk sediaan dalam rak yang sama.

2)Simpan obat secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan.

3)Simpan obat dengan menggunakan prosedur FEFO (First Expired First Out) atau FIFO (First In First Out).

Sistem FEFO adalah Obat dengan tanggal kadaluarsa yang lebih pendek ditempatkan di depan obat dengan kadaluarsa yang lebih lama. Bila obat mempunyai tanggal kadaluarsa sama, tempatkan obat yang baru diterima di belakang obat yang sudah ada. Sistem FIFO adalah Barang yang baru diterima ditempatkan di belakang barang yang sudah ada sehingga barang yang pertama masuk akan dikeluarkan terlebih dahulu. Sistem seperti ini tidak bisa digunakan untuk barang farmasi/obat-obatan yang memiliki tanggal kadaluarsa/expired date sebab harus memperhatikan tanggal kadaluarsa, masa kadaluarsa yang lebih cepat harus dikeluarkan terlebih dahulu. Buang obat yang kadaluarsa dan rusak dengan dibuat catatan pemusnahan obat, termasuk tanggal, jam, saksi, dan cara pemusnahan.

7. Pendistribusian

Pendistribusian obat merupakan kegiatan dari penghantaran sediaan obat yang telah didispensing instalasi sampai ketempat perawatan pasien dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan penderita, ketepatan jadwal, tanggal, serta keutuhan mutu obat (Febriawati, 2013). Sistem distribusi yang baik harus:


(35)

16

a. Mempertahankan mutu sediaan farmasi.

b. Mengurangi/Meminimalkan kehilangan, kerusakan dan kadaluarsa. c. Ketelitian pencatatan.

d. Menjamin keserasian penyaluran/penyaluran obat. e. Menggunakan sistem informasi manajemen.

f. Menggunakan metode distribusi yang efisien, dengan memperhatikan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

8. Pemusnahan

Sediaan farmasi yang sudah tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan sesuai dengan perundangan yang berlaku harus dimusnahkan dan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundangan yang berlaku. PerMenkes RI Nomor 3 tahun 2015 menyebutkan hendaknya Prosedur pemusnahan tidak mencemari lingkungan dan tidak membahayakan kesehatan masyarakat.

9. Narkotika

a. Pengertian Narkotika

Narkotika menurut Undang-Undang RI No.3 tahun 2015 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan

1) Peredaran gelap narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian yang dilakukan secara tanpa hak dan melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak pidana narkotika.


(36)

2) Pecandu adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.

3) Ketergantungan narkotika adalah gejala dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus menerus, toleransi dan gejala putus narkotika apabila penggunaan dihentikan.

4) Penyalahgunaan adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter

5) Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecadu dari ketergantungan narkotika. b. Pengaturan

Pengaturan narkotika bertujuan untuk:

1) Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.

2) Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika. 3) Memberantas peredaran gelap narkotik.

4) Narkotika hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan pelayananan kesehatan.

5) Narkotika golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya.


(37)

18

b. Penggolongan

1) Golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Kokain, Heroin, Tiofentanil.

2) Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Fentanil, Morfin, opium, petidin.

3) Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengembangan ilmu penngetahuan serta berpotensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Dihidrokodein, kodein, etilmorfina.

c. Contoh obat narkotika

No Golongan I Golongan II Golongan III

1 Heroin Alfametadol Kodeina

2 Kokaina Benzetidin Etilmorfina

3 Desmorfina Difenoksilat Propiram

4 Asetorfina Morfina Nikokodina


(38)

d. Penyimpanan

Penyimpanan psikotropika dan narkotika menurut PerMenkes No.28/Menkes/per/1987 menyebutkan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang memenuhi syarat : 1) Tempat penyimpanan psikotropika dan narkotika dilarang untuk

menyimpan barang selain psikotropika dan narkotika.

2) Tempat penyimpanan psikotropika dan narkotika dapat berupa gudang khusus atau lemari khusus.

3) Gudang khusus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) Dinding terbuat dari tembok dan hanya mempunyai satu pintu

dengan dua buah kunci yang kuat dengan merk yang berlawanan.

b) Langit-langit dan jendela harus dilengkapi dengan jerusi besi. c) Dilengkapi dengan lemari besi yang beratnya tidak kurang dari

150 mg serta harus mempunyai kunci yang kuat. 4) Lemari khusus harus memenuhi persyaratan berikut :

a) Harus terbuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b) tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang

berbeda.

c) Dibagi 2 masing-masing dengan kuci yang berlainan, bagian 1 digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, garam-garamnya serta persediaan narkotika, bagian 2 digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari.


(39)

20

d) Lemari khusus harus berupa lemari dengan ukuran lebih kurang 40x80x100cm3, lemari tersebut harus menempel pada tembok atau lantai.

e) Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang bertanggung jawab atas obat Narkotika dan Psikotropika.

f) Lemari khusus harus diletakkan ditempat aman dan tidak diketahui oleh umum.

e. Pelaporan

1) Importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, BP, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala, pemasukan dan / atau pengeluaran narkotika.

2) Laporan dibuat secara rutin 1 bulan sekali oleh pabrik, PBF, apotek dan rumah sakit yang dikirimkan/ ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Kotamadya/Kabupaten / Dati II dengan tembusan kepada Kepada BPOM setempat, kepala dinas kesehatan tingkat provinsi dan untuk arsip.

f. Peredaran

1) Peredaran adalah setiap serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan narkotika baik dalam rangka peradangan, bukan perdagangan, maupun pemindahtanganan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.


(40)

2) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada Departemen Kesehatan (Badan POM).

3) Narkotika Golongan II dan III yang berupa bahan baku baik alamiah maupun sintesis dapat diedarkan oleh pihak yang berhak tanpa wajib daftar.

g. Penyaluran

Importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi , dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah harus memiliki izin khusus penyaluran narkotika. Importir hanya dapat menyalurkan narkotika kepada pabrik obat tertentu atau PBF tertentu.

1) Pabrik obat tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada eksportir, PBF tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu, rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan tertentu.

2) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada pedang besar farmasi tertentu lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu, rumah sakit, lembaga ilmu pengetahuan tertentu dan eksportir.

3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada rumah sakit pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan pemerintah tertentu.

4) Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan kepada pabrik obat tertentu dan / atau pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga


(41)

22

ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.

h. Penyerahan

1) Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter.

2) Apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien.

3) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu dierahkan dokter hanya dapat diperoleh diapotek.

4) Apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan narkotika hanya dapat dilakukan dalam hal Menjalankan praktek dokter dan memberikan suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan dalam keadaan darurat melalui suntikan, dan menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada apotek.

i. Pemusnahan

Menurut PERMENKES No.3 tahun 2015, Pemusnahan narkotika dilakukan apabila :

1) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi.

2) Kadaluarsa

3) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.


(42)

4) Berkaitan dengan tindak pidana.

Pemusnahan narkotika dilaksanakan oleh orang atau badan yang bertanggung–jawab atas produksi dan peredaran narkotika yang disaksikan oleh pejabat yang berwenang dan membuat berita acara pemusnahan yang memuat antara lain :

a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun.

b. Nama pemegang izin khusus (APA/ Dokter).

c. Nama saksi (1 orang dari pemerintah dan 1 orang dari badan/instansi yang bersangkutan).

d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. e. Cara pemusnahan.

f. Tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang izin khusus/dokter pemilik narkotika dan saksi-saksi.

10. Psikotropika

a. Pengertian psikotropika

Psikotropika menurut Undang-Undang RI No.5 tahun 1997 adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.


(43)

24

b. Pengaturan

Tujuan pengaturan psikotropika adalah menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika, dan memberantas peredara gelap psikotropika. Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatandan/ atau ilmu pengetahuan, adapun psikotropika Golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan.

c. Penggolongan

Penggolongan psikotropika diatur dalam UU RI No.5 Th 1997, psikotropika dibagi menjadi 4 golongan :

1) Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.Contoh : Ekstasi.

2) Golongan II adalah psikotropika yang berkhasian pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : Amfetamin, Fenmetrazin, Sekobarbital, Metakualon.

3) Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma


(44)

ketergaantungan psikotropika. Contoh : Pentobarbital, Siklobarbital, Flunitrazepam.

4) Golongan IV adalah berkhasiat pengobatan sangat luas digunakan dalam terapi dan untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contoh : Diazepam, Fenobarbital, Flurazepam, Klordiazepoksida, Nitrazepam, Triazolm.

d. Contoh obat psikotropika

NO Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IV

1 Brolamfetalina Amfetamina Amobarbital Alprazolam

2 Mekatinona Desamfetamina Bufrenofrina Diazepam

3 Rolisiklidina Metakualon Flunitrazepam Allobarbital

4 Tenamfetamina Sekobarbital Siklobarbital Klobazam

5 Etriptamina Zipepprol Pentobarbital Midazolam

e. Peredaran

Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan. Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar di Badan POM.

1) Penyaluran hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, PBF dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah (SPSFP).


(45)

26

2) PBF hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada PBF lain, apotek, SPSFP, rumah sakit, lembaga penelitian dan / atau lembaga pendidikan.

3) SPSFP hanya dapat menyalurkan psikotropika kepada rumah sakit pemerintah, puskesmas, BP pemerintah.

4) Psikotropika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabriks obat dan PBF kepada lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan.

5) Psikotropika yang dapat digunakan untuk ilmu pengetahun hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan PBF kepada lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan atau diimpor langsung oleh lembaga penelitian daan/ atau lembaga pendidikan.

f. Penyerahan

1) Penyerahan psikotropika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, Balai Pengobatan dan dokter.

2) Apotek hanya dapat menyerahkan psikotropika kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, dokter, pengguna/pasien.

3) Apotek, rumah sakit, BP dan puskesmas menyerahkan psikotropika berdasarkan resep dokter.

4) Dokter menyerahkan psikotropika dalam hal menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan, menolong orang sakit dalam keadaan darurat, menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada


(46)

apotek, dan psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.

g. Pemusnahan

Pemusnahan psikotropika dilaksanakan oleh oranng atau badan yang bertanggung jawab atas produksi dan peredaran psikotropika yang disaksikan oleh pejabat yang berwenang dan membuat Berita Acara Pemusnahan yang memuat, antara lain:

1) Hari, tanggal, bulan, dan tahun.

2) Nama pemegang izin khusus (APA / Dokter).

3) Nama saksi (1 orang dari pemerintah dan 1 orang dari badan/instansi yang bersangkutan).

4) Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan. 5) Cara pemusnahan.

6) Tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang izin khusus/dokter pemilik psikotropika dan saksi-saksi.

11. Analisis ABC

Analisis ABC atau analisis pareto adalah salah satu metode yang digunakan dalam manajemen logistik untuk membagi kelompok barang menjadi 3 yaitu A, B, dan C. Analisis ABC ini menekankan kepada persediaan yang mempunyai nilai penggunaan yang relatif tinggi atau mahal, data pemakaian obat dikelompokkan berdasarkan jumlah pemakaian.


(47)

28

1. Hitung jumlah dana yang dibutukan untuk masing-masing obat dengan cara mengalikan jumlah obat dengan harga obat.

2. Tentukan rangkingnya mulai dari yang terbesar sampai yang terkecil. 3. Hitung presentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.

4. Hitung kumulasi persennya.

5. Perbekalan farmasi kategori A termasuk dalam kumulasi 75%. 6. Perbekalan farmasi kategori B termasuk dalam kumulas 76-90%. 7. Perbekalan farmasi kategori C termasuk dalam kumulasi 90-100%

(DepKes RI, 2008) Tabel 1. Analisa ABC

Kelompok Jumlah item Jumlah nilai

A 20 % 80 %

B 30 % 15 %

C 50 % 5 %

Jumlah 100 % 100 %

1. Kelompok A merupakan barang dengan jumlah item sekitar 20% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 80% dari nilai investasi total.

2. Kelompok B merupakan barang dengan jumlah item sekitar 30% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 15 % dari nilai investasi total.

3. Kelompok C merupakan barang dengan jumlah item sekitar 50% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5 % dari nilai investasi total.

Penggunan analisis ABC pada perencanaan obat antibiotik dimaksudkan untuk memprioritaskan perencanaan obat antibiotik yang sering digunakan dan biasanya jenisnya sedikit akan tetapi mempunyai biaya investasi yang besar.


(48)

12. Sejarah singkat Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru

RSUD Banjarbaru beralamat di Jalan Palang Merah 2 Banjarbaru, awal berdirinya pada tahun 1961 dengan nama Usaha Kesehatan Ibu dan Anak (UKIDA), pada tahun 1965 UKIDA berubah nama menjadi Badan Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA), pada tahun 1972 BKIA berubah nama menjadi Pilot Proyek Rumah Sakit, rencana peningkatan Rumah Sakit tetapi hanya untuk melayani Pemerintah Daerah Setempat.

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 104/MENKES/I/1995 pada tahun 1995 diresmikan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C milik pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun 2004 dilakukan Penyerahan aset-aset RSUD Banjarbaru dari pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan kepada Pemerintah Kota Banjarbaru.

Pada tanggal 29 Desember 2011 berdasarkan SK Walikota Nomor 366 RSUD Banjarbaru ditetapkan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). 13. Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru

Visi RSUD Banjarbaru yaitu “Mandiri dan Terdepan Dalam Pelayanan Kesehatan Rujukan”. Adapun Misi RSUD Banjarbaru adalah mewujudkan pelayanan kesehatan yang berdaya saing. Dalam melaksanakan Visi dan Misi RSUD Banjarbaru, maka rumah sakit merumuskan motto “Kesembuhan Anda adalah Kebahagiaan Kami”.


(49)

30

14. Stuktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Banjarbaru Tahun 2014 Gambar I : Struktur organisasi instalasi farmasi RSUD Banjarbaru.

B. Kerangka konsep Gambar 2 : Kerangka konsep.

pengelolaan obat Narkotika dan

psiktropika

Perencanaan Pengadaan Penyimpanan Distribusi Pencatatan dan pelaporan Pemusnahana

1. PERMENKES No 3

Tahun 2015

2. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan

Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan Gambaran pengelolaan obat narkotika dan psikotropika di instalasi farmasi

Sesuai


(50)

C. Keterangan Empirik

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran pengelolaan obat narkotika dan psikotropika sesuai dengan PERMENKES No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dan Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan.


(51)

32

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental bersifat deskriptif. Pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif diperoleh dari observasi dan wawancara. Data kualitatif didapat dari wawancara yang dilakukan terhadap petugas instalasi farmasi rumah sakit. Data kuantitatif didapat dari analisis dokumen penggunaan obat narkotika dan psikotropika.

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru dan akan dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2015.

C. Identifikasi Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

1) Variabel bebas :

a. PERMENKES No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Prekursor Farmasi

b. Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan.

2. Variabel tergantung: sistem pengelolaan obat narkotika dan psikotropika. 2. Definisi Operasional

1) Kesesuaian adalah kesamaan atau kecocokan cara pengelolaan obat narkotika dan psikotropika di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum


(52)

daerah Banjararu dengan PERMENKES No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dan Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan.

2) Pengelolaan obat narkotika dan psikotropika adalah serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan obat yang dilakukan di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru.

3) Narkotika dan adalah bahan atau bahan obat yang digunakan untuk ilmu pengetahuan dan bisa digunakan dalam pengobatan, dapat menimbulkan ketergantungan bila digunakan tanpa resep dokter. 4) Psikotropika adalah bahan atau bahan obat yang digunakan untuk ilmu

pengetahuan dan bisa digunakan dalam pengobatan, dapat menimbulkan ketergantungan bila digunakan tanpa resep dokter. D. Instrumen Penelitian

1. Alat

a. Daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara. b. Alat tulis.

c. PERMENKES No 3 Tahun 2015 dan Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan.

2. Bahan

b. Daftar stok obat.


(53)

34

d. Lembar pelaporan obat keluar.

e. Lembar pengadaan obat/ lembar pemesanan obat. f. Monitoring penyimpanan obat.

E. Cara kerja

Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain:

1. Persiapan pembuatan proposal dan pembuatan pertanyaan sebagai bahan pelengkap penelitian.

2. Mengajukan surat izin penelitian kepada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum daerah Banjarbaru.

3. Menjelaskan prosedur penelitian kepada petugas/ staf yang bertugas di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Rumah Sakit Umum daerah Banjararu. 4. Pengumpulan data kualitatif meliputi dokumen-dokumen dan wawancara

dengan petugas/staf yang terlibat dalam pengelolaan obat psikotropika dan narkotika.

5. Tahap analisis data dengan menganalisis hasil wawancara dan observasi dokumen kemudian membandingkan kesesuaian dengan PERMENKES No 3 Tahun 2015 dan Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan

6. Tahap akhir dari penelitian adalah pembuatan laporan penelitian ini yang disajikan secara narasi.


(54)

F. Skema Langkah Kerja Gambar 3 : Skema langkah kerja.

Persiapan

Proposal Pembuatan

daftar pertanyaan

Perizinan Penjelasan

prosedur penelitian

Pengumpulan

data

Data Kualitatif 1. Dokumen 2. Wawancara

Analisis data

Pembuatan laporan


(55)

36

G. Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi dokumen dan wawancara, akan dianalisis dari pengelolaan obat narkotika dan psikotropika di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru dan disesuaikan dengan PERMENKES No 3 Tahun 2015 dan Pedoman Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan.


(56)

37 Pengelolaan obat menurut Siregar dan Amalia (2003) merupakan salah satu manajemen rumah sakit yang sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan secara keseluruhan karena ketidaklancaran pengelolaan obat akan memberi dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara medik, sosial maupun secara ekonomi. Instalasi farmasi rumah sakit adalah satu-satunya unit di rumah sakit yang bertugas dan bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan obat semua aspek yang berkaitan dengan obat/ perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dirumah sakit.

Pada dasarnya pengelolaan obat di rumah sakit adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap dan kegiatan-kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat dicapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup dan mutu terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu, maka perlu dilakukan penelusuran terhadap gambaran pengelolaan obat agar dapat diketahui permasalahan dan kelemahan dalam pelaksanaannya sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.


(57)

38

Pengelolaan obat Narkotika dan Psikotropika di Instalasi Farmasi RSUD Banjarbaru, yaitu : perencanaan obat, pengadaan obat, penyimpanan obat, distribusi dan penyerahan obat pada pasien, pelaporan, dan pemusnahan.

1. Standar Prosedur Operasional Farmasi di RSUD Banjarbaru

SOP pengelolaan obat narkotika dan psikotropika bertujuan untuk memastikan obat narkotika dan psikotropika dikelola dengan baik dan tidak ada penyalahgunaan.

1. Catat obat narkotika dan psikotropika yang sudah diterima dari distributor pada kartu stok sesuai jenis, jumlah dan nama distributor.

2. Simpan obat narkotika dan psikotropika yang sudah dicatat/ dokumentasi. 3. Susun berdasarkan bentuk sediaan, urutan abjad dimulai dari huruf A dan

seterusnya dan sistem FIFO (First In First Out).

4. Layani/ambil obat narkotika dan psikotropika hanya dengan menggunakan resep dokter dari RSUD Banjarbaru.

5. Catat penggunaan obat narkotika dan psikotropika meliputi : tanggal pengambilan, nama pasien yang menggunakan, nama dokter yang meresepkan, serta jumlah yang digunakan.

2. Pengelolan obat di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru 1. Sarana dan Prasarana

Untuk penunjang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab ketersediaan sarana dan prasaranan merupakan salah satu hal yang penting dan perlu diperhatikan.


(58)

Tabel 2. Sarana dan Prasarana di Instalasi farmasi RSUD Banjarbaru

Standar peralatan di Gudang Rumah Sakit (SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004)

Kesesuaian dengan standar

Ya Tidak

Peralatan untuk penyimpanan √ -

Peralatan untuk peracikan √ -

Peralatan untuk pembuatan √ -

Obat √ -

Meja √ -

Kursi √ -

Lemari / rak buku √ -

Filling cabinet √ -

Computer √ -

Alat tulis kantor √ -

Telepon √ -

Kepustakaan √ -

Lemari penyimpanan khusus √ -

Lemari untuk narkotika √

Lemari pendingin √ -

AC √ -

Penerangan √ -

Sarana air √ -

Ventilasi - √

Sarana pembuangan limbah √ -

Alarm - √

Lemari/rak √ -

Pallet - √

Kartu arsip √ -


(59)

40

Standar pelayanan farmasi di rumah sakit harus sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, termasuk standar peralatan yang harus ada di instalasi farmasi rumah sakit sehingga menjamin terselenggaranya pelayanan farmasi yang profesional. Standar pelayanan farmasi rumah sakit itu sendiri telah diatur oleh SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004.

Data tabel 1 menunjukan bahwa 88% peralatan yang dipersyaratkan SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tersedia di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru. Hasil ini menggambarkan peralatan di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru belum semua memenuhi standar tetapi sudah cukup baik dan lengkap. Peralatan yang tidak memadai dapat mengakibatkan tidak maksimalnya pengelolaan sediaan farmasi di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru

2. Perencanaan Obat

Perencanaan adalah kegiatan pemilihan obat, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk mengindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan. Dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran persediaan (DEPKES RI, 2004).


(60)

Fungsi perencanaan merupakan landasan dasar dari fungsi menajemen secara keseluruhan. Tanpa adanya perencanaan, pelaksanaan kegiatan tidak akan berjalan dengan baik. Dengan demikian perencanaan merupakan suatu pedoman atau tuntunan terhadap proses kegiatan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Muninjaya, 2004).

Metode perencanaan di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru menggunakan metode konsumsi yaitu dengan melihat jumlah penggunaan obat pada tahun sebelumnya atau periode sebelumnya, obat yang pada periode sebelumnya banyak digunakan atau fast moving akan diadakan kembali, dalam hal ini obat narkotika diadakan sesuai dengan perencanaan bagian instalasi gawat darurat karena obat narkotika banyak digunakan oleh IGD. Untuk meminimalisir kejadian kekurangan stok obat, metode perencanaan idealnya menggunakan metode kombinasi dari metode konsumsi dan metode morbiditas (kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit).

3. Pengadaan Obat

Pengadaan dilakukan untuk merealisasikan kebutuhan perbekalan farmasi yang telah disahkan oleh pemerintah kota Banjarbaru, dilaksanakan dengan mengikuti ketentuan Keppres No.80 Tahun 2003 tentang pedoman Pelaksanan Pengadaan barang/jasa pemerintah. Pengadaan obat di RSUD Banjarbaru berdasarkan pembelian langsung


(61)

42

dari distributor, kelebihan dari pembelian langsung adalah cepat dan dalam pembelian barang bisa dalam jumlah kecil.

Pengadaan bertujuan untuk menetapkan jumlah obat dan jenis obat yang sesuai dengan kebutuhan, agar tidak terjadi kekosongan obat atau kelebihan obat. Apabila pengadaan tidak dilakukan dengan baik maka akan terjadi kekosongan obat yang akan mempengaruhi pelayanan juga pendapatan. kelebihan obat dapat menyebabkan kerusakan obat maupun obat ED karena obat terlalu lama di simpan dalam gudang.

Di Instalasi Farmasi RSUD Banjarbaru khusus untuk obat narkotika dan psikotropika diadakan atas permintaan IGD, obat banyak digunakan oleh IGD sehingga instaasi farmasi tidak memili persediaan sendiri. Narkotika hanya dapat dipesan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma, pemesanan Narkotika harus menggunakan surat pesanan, pembayaran obat dilakukan pada saat barang datang. Pemesanan obat psikotropika dapat melalui telpon kepada petugas medrep tanpa menggunakan surat pesanan, surat pesanan dapat diberikan pada saat obat sampai di instalasi farmasi dan untuk pembayaran obat psikotropika menggunakan sistem jatuh tempo.

Adapun sumber dana yang digunakan dalam proses pengadaan obat berasal dari dana BLUD, alokasi dana pengadaan obat di RSUD Banjarbaru pada tahun 2014 untuk BLUD adalah 60% atau sebesar Rp. 6.027.644,496. Dana tersebut mencakup dana untuk obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi.


(62)

4. Penyimpanan Obat

Prosedur penerimaan obat narkotika dan psikotropika adalah sebagai berikut :

1. Petugas yang bertanggung jawab atas pengadaan barang menerima barang yang dilengkapi dengan faktur.

2. Mencocokkan faktur dengan surat pesanan dengan memperhatikan: a. Kebenaran identitas produk serta kesesuaian dengan faktur. b. Kebenaran jumlah kemasan.

c. Kebenaran kondisi kemasan.

d. Kebenaran jumlah satuan dalam kemasan. e. Kebenaran tidak terlihat tanda-tanda kerusakan.

3. Bila barang tidak sesuai dengan SP atau mendekati tanggal kadaluarsa, barang akan ditolak/retur.

4. Bila sesuai dengan yang diharapkan , barang diterima, faktur di tandatangan, nama dan tanggal penerimaan, serta stempel Rs. 5. Masukkan data obat dalam sistem pencatatan yaitu dengan cara

manual dengan kartu stok dan cara komputerisasi dengan mencantumkan tanggal terima barang, tanggal faktur, nomor faktur, nama supplier, nama barang, jumlah, harga satuan, diskon, ppn, total harga, dama penerima.

Pengecekan dilakukan untuk menghindari penerimaan obat yang expired date atau rusak, sehingga sesuai dengan permintaan dan dapat segera digunakan untuk pelayanan.


(63)

44

Di RSUD Banjarbaru seluruh obat di simpan di instalasi farmasi karena terkait suhu dan kelembaban obat-obatan yang perlu diperhatikan, sedangkan di gudang besar suhu dan kelembabannya kurang baik dan memungkinkan adanya kerusakan atau penurunan pada kualitas obat-obatan itu sendiri.

Sistem penataan obat di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru disusun berdasarkan abjad/alfabetis dari A-Z dengan menggunakan metode First In First Out (FIFO) dan berdasarkan bentuk sediaan. Metode FIFO merupakan metode penyimpanan obat dimana obat yang lebih cepat datang dikeluarkan terlebih dahulu (Permenkes, 2014).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 51 Th. 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi yang disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First out (FEFO) dan First In First Out (FIFO)

Tabel 3. Kesesuaian antara sistem penataan obat di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru dengan standar SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004

Standar Penataan Obat di Rumah Sakit (SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004)

Kesesuain dengan standar

Ya Tidak

Metode FIFO √ -

Metode FEFO - √

Penggolongan berdasarkan jenis sediaan √ -

Penggolongan berdasarkan abjad/alfabetis -


(64)

Data tabel 2 menunjukan bahwa 60% penataan obat sesuai dengan standar SK Menkes Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004, hal ini karena penataan obat di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru belum menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO) dan belum berdasarkan atas khasiat/terapi yang sama.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2013), gudang penyimpanan sediaan farmasi harus mempunyai letak tata ruang yang baik untuk memudahkan penerimaan, penyimpanan, penyusunan, pemeliharaan, pencarian, pendistribusian, serta pengawasan material dan peralatan.

Narkotika dan psikotropika disimpan dilemari khusus yang terpisah dengan obat lain. Lemari penyimpanan terbuat dari kayu yang terletak disudut ruangan dengan posisi dilantai dan menempel kebagian dinding ruangan. Di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika tidak dipisahkan dengan obat lainnya. 1 lemari besar dengan pembagian sebagai berikut : Penyimpanan narkotika dan psikotropika diletakkan pada bagian bawah sedangkan obat lainnya diletakkan dibagian atas lemari. Lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika hanya memiliki 1 kunci yang bersamaan. Dan seringkali lemari tidak dalam keadaan terkunci. Di rumah sakit tersebut tidak ada lemari khusus untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika dengan persyaratan yang telah ditentukan seperti :


(1)

Data tabel 2 menunjukan bahwa 60% penataan obat sesuai dengan standar SK Menkes Nomor 1197 tahun 2004 hal ini karena penataan obat di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru belum menggunakan sistem First Expired First Out (FEFO) dan belum berdasarkan atas khasiat/terapi yang sama.

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2013), gudang penyimpanan sediaan farmasi harus mempunyai letak tata ruang yang baik untuk memudahkan penerimaan, penyimpanan, penyusunan, pemeliharaan, pencarian, pendistribusian, serta pengawasan material dan peralatan. Narkotika dan psikotropika disimpan dilemari khusus yang terpisah dengan obat lain. Lemari penyimpanan terbuat dari kayu yang terletak disudut ruangan dengan posisi dilantai dan menempel kebagian dinding ruangan.

Di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika tidak dipisahkan dengan obat lainnya. 1 lemari besar dengan pembagian sebagai berikut : Penyimpanan narkotika dan psikotropika diletakkan pada bagian bawah sedangkan obat lainnya diletakkan dibagian atas lemari. Lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika hanya memiliki 1 kunci yang bersamaan. Dan seringkali lemari tidak dalam keadaan terkunci. Di rumah sakit tersebut tidak ada lemari khusus untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika dengan persyaratan yang telah ditentukan seperti : 1. Tempat penyimpanan Narkotika

dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Narkotika.

2. Tempat penyimpanan psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain psikotropika.

3. terbuat dari bahan yang kuat.

4. tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda.

Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika sangat membutuhkan pengamanan yang ketat agar tidak

disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat, mempunyai kunci yang kuat, lemari dibagi menjadi dua yakni lemari dalam lemari dan masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya, serta persediaan narkotika. Bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lain yang digunakan sehari-hari (Permenkes, no.28 th 1978).

4. Pendistribusian

Pendistribusian obat adalah proses penyampaian atau penyerahan sediaan obat yang diminta dokter dari instalasi farmasi kepada pasien. Menurut Anonim (2010) distribusi merupakan kegiatan penyaluran perbekalan farmasi, barang dikeluarkan berdasarkan First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO).

a. Sistem distribusi rawat jalan :

1) Resep masuk kemudian resep dicek dan diberi harga oleh petugas.

2) Pasien dipanggil oleh petugas untuk melakukan pembayaran dikasir.

3) Setelah pembayaran selesai, resep diserahkan kembali kepada petugas di instalasi farmasi untuk kemudian disiapkan oleh petugas. 4) Untuk resep obat golongan

narkotika dan psikotropika diberikan tanda garis berwarna merah untuk obat narkotika dan biru untuk obat psikotropika. Tujuannya adalah untuk membedakan resep narkotika dan psikotropika agar mudah dikenali. 5) Instalasi farmasi RSUD

Banjarbaru hanya menerima resep narkotika dan psikotropika berdasarkan resep dokter dari RSUD Banjarbaru.


(2)

6) Setelah selesai, pasien dipanggil kembali untuk selanjutnya diberikan KIE.

7) Tempat penyerahan obat pasien bpjs dengan BLUD berbeda. b. Sistem distribusi rawat inap :

1) Resep masuk kemudian resep dicek dan diberi harga oleh petugas.

2) Pasien dipanggil oleh petugas untuk melakukan pembayaran dikasir.

3) Setelah pembayaran selesai, resep diserahkan kembali kepada petugas di instalasi farmasi untuk kemudian disiapkan oleh petugas. 4) Untuk resep obat golongan

narkotika dan psikotropika diberikan tanda garis berwarna merah untuk obat narkotika dan biru untuk obat psikotropika. Tujuannya adalah untuk membedakan resep narkotika dan psikotropika agar mudah dikenali. 5) Setelah selesai, obaat diserahkan

kepada pasien.

6) Obat yang telah dibayar diserahkan oleh pasien ke ruang perawat.

7) Selanjutnya perawat akan menyiapkan obat yang akan dikonsumsi pasien.

Instalasi farmasi hanya boleh melayani resep narkotika dan psikotropika dari resep asli atau salinan resep yang dibuat oleh instalasi farmasi itu sendiri yang belum diambil sama sekali atau yang sudah diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain. Resep narkotika yang masuk dipisahkan dari resep lainnya dan diberi garis merah di bawah obat narkotik.

5. Pencatatan dan Pelaporan obat

Rumah sakit berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan obat Narkotika dan psikotropika secara rutin setiap 1 bulan. Dalam laporan dijelaskan mengenai pemasukan dan pengeluaran

narkotika dan ditandatangani oleh penanggung jawab instalasi farmasi/apotek rumah sakit. Laporan tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan :

a. Dinas Kesehatan Provinsi setempat b. Kepala Balai POM setempat

c. Penanggung jawab narkotika di Rumah Sakit

d. Arsip yg di tanda tangani oleh Apoteker penanggung jawab di sertai nama terang, SIK, dan cap Rumah Sakit/Apotek.

Laporan psikotropika ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan :

a. Dinas Kesehatan Provinsi setempat b. Kepala Balai POM setempat

c. Penanggung jawab narkotika di Rumah Sakit.

d. Arsip yg di tanda tangani oleh Apoteker penanggung jawab di sertai nama terang, SIK, dan cap Rumah Sakit/Apotek.

Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika di instalasi farmasi di RSUD Banjarbaru dilakukan 3 bulan sekali, pelaporan pertama untuk melaporkan pemakaian obat pada bulan januari – maret 2014, pelaporan kedua dilakukan pada bulan april – juni 2014, dan pelaporan ketiga dilakukan pada bulan juli – sep, dan pelaporan ke empat pada bulan oktober – desember 2014.

Alur pelaporan obat narkotika dan psikotropika di instalasi farmasi dari rumah sakit kemudian diberikan kepada kepala dinas kesehatan Banjarbaru dengan format yang berubah – ubah sesuai dengan dinas kesehatan setempat.

6. Pengawasan dan pemusnahan

Pengawasan obat Narkotika dan Psikotropika dilakukan untuk melihat apakah obat yang tersedia sesuai dengan catatan di kartu stok. pengecekan dilakukan pada saat mengambil obat, dan setiap pergantian shift untuk memastikan bahwa obat yang ada tidak kurang dan


(3)

tidak lebih dari kartu stok. Pemusnahan narkotika di instalasi farmasi dilakukan apabila kadaluarsa dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Pemusnahan narkotika dilaksanakan oleh orang atau badan yang bertanggung– jawab atas produksi dan peredaran narkotika yang disaksikan oleh pejabat yang berwenang dan membuat berita acara pemusnahan yang memuat antara lain : a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun.

b. Nama pemegang izin khusus (APA/ Dokter).

c. Nama saksi (1 orang dari pemerintah dan 1 orang dari badan/instansi yang bersangkutan).

d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.

e. Cara pemusnahan.

f. Tanda tangan penanggung jawab apotik/pemegang izin khusus/dokter pemilik narkotika dan saksi-saksi.

Pemusnahan obat Narkotika dan Psikotropika di Instalasi farmasi selama ini belum pernah dilakukan karena obat yang diadakan sesuai dengan kebutuhan. Resep Narkotika dan psikotropika dimusnahkan setiap 3 tahun sekali, dan tanpa disaksikan oleh Dinas.

3. Analisis ABC

Salah satu pengendalian persediaan adalah dengan metode ABC atau analisis pareto.Analisis ABC adalah analisis konsumsi obat tahunan untuk menentukan item-item obat mana saja yang memiliki porsi dana terbesar.

Menurut Heizer dan Reinder (2010) kelompok A merupakan barang dengan jumlah fisik kecil dengan nilai investasi yang besar, sehingga obat tersebut harus memiliki kontrol persediaan yang lebih ketat, pencatatan harus lebih akurat serta frekuensi pemeriksaan lebih sering. kelompok B merupakan barang dengan jumlah fisik dan nilai investasi yang sedang, sehingga obat yang tergolong kelompok B memerlukan perhatian yang cukup penting setelah kelompok A. Dan

kelompok C merupakan barang dengan jumlah fisik yang besar namun nilai investasi yang kecil. Sehingga Pengendalian dan pemantauan kelompok C cukup sederhana.

Berdasarkan analisis ABC, didapatkan hasil yaitu :

1.) Kelompok A : Fentanyl injeksi, Mellidox tablet, Braxidin, Midazolam, Codein 10 mg.

2.) Kelompok B : Stesolid rectal 10 mg, Analsik, Stesolid rectal 5 mg, Proneuron tablet, Phental injeksi, Alprazolam 1 mg, Clobazam, dan Zolastin 1 mg.

3.) Kelompok C : Zolastin 0,5 mg, Alprazolam 2 mg, Sanmag tablet, Stesolid injeksi, Codein 20 mg, dan Luminal tablet.

Data yang digunakan untuk membuat analisis ABC adalah data pemakaian obat periode bulan Januari – Desember 2014, dibagian pelayanan resep instalasi farmasi. Pengelompokkan obat berdasarkan nilai pemakaian obat Narkotika dan Psikotropika dalam analisis ABC di Instalasi Farmasi RSUD Banjarbaru, didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Kelompok A : 5 item obat dengan jumlah 71,92 % dari total item obat di instalasi farmasi dengan jumlah pemakaian 37.647.810 yaitu 26,32 % dari jumlah pemakaian seluruhnya. 2. Kelompok B : 6 item obat dengan

jumlah 19,18 % dari total item obat di instalasi farmasi dengan jumlah pemakaian 10.307.970% yaitu 31,58 % dari jumlah pemakaian seluruhnya. 3. Kelompok C : 8 item obat degan

jumlah 8,90 % dari total item obat di instalasi farmasi dengan jumlah pemakaian 4.660.900yaitu 42,11 % dari jumlah pemakaian seluruhnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang evaluasi pengelolaan obat Narkotika dan


(4)

Psikotropika di instalasi farmasi RSUD Banjarbaru, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Gambaran pengelolaan obat narkotika dan psikotropika, meliputi :

a. Perencanaan obat menggunakan metode konsumsi yang dapat menyebabkan kekosongan obat. b. Obat narkotika diadakan sesuai

dengan perencanaan bagian instalasi gawat darurat karena obat narkotika banyak digunakan oleh IGD.

c. Penyimpanan obat berdasarkan sistem FIFO (first in first Out), abjad dan bentuk sediaan.

d. Dikarenakan RS tidak memiliki gudang beukuran besar maka perlu diadakan gudang besar yang sesuai standar.

e. Pencatatan dikartu stok dilakukan setiap hari dan pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dilakukan 3 bulan sekali.

2. Terdapat ketidaksesuaian di penyimpanan dan di pencatatan pelaporan, yang meliputi :

a. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika belum sesuai dengan UU RI No.3 Tahun 2015 terkait dengan tidak adanya lemari khusus narkotika dan psikotropika serta lemari yang tidak selalu terkunci setelah digunakan.

b. Pelaporan belum sesuai dengan UU RI No.3 Tahun 2015 terkait dengan pelaporan narkotika dan psikotropika di RSUD banjarbaru yang dilakukan 3 bulan sekali. Saran

1. Untuk meminimalisir kekosongan obat, ada baiknya untuk perencanaan menggunakan metode kombinasi yakni metode konsumsi dan metode epidemiologi.

2. Pelaporan Narkotik dan Psikotropika hendakanya dilakukan setiap 1 bulan sekali agar sesuai

dengan UU RI No.3 Tahun 2015, hal ini dilakukan untuk menjamin data yang dilaporkan.

3. Sebaiknya keamanan dalam penyimpanan obat Narkotika dan Psikotropika lebih diperhatikan dengan cara melakukan penguncian lemari setiap kali pengambilan obat agar terhindar dari kehilangan obat narkotika dan psikotropika serta penyalahgunaan obat narkotika dan psikotropika.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, S., Herman, M. J., Mun’im, A.,

2005, Kemampuan Petugas Menggunakan Pedoman Evaluasi Pengelolaan dan Pembiayaan Obat, Majalah Ilmu Kefarmasian, 02 (02), 63-64.

Badan Narkotika Nasional. (2014). Laporan Akhir Survei Nasional

Perkembangan Penyalahgunaan

Narkoba Tahun Anggaran 2014. Jakarta : Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia.

Defriyanto, Yogi., 2014, Gambaran Penyimpanan Obat Narkotika dan Psikotropika di Instalasi farmasi Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Bukittinggi dan Putra Specialist Hospital Melaka Tahun 2014,

karya tulis ilmiah, Fakultas

Kesehatan Dan MIPA Universitas Muhammadiyah, Sumatera Barat. Departemen Kesehatan RI. (2005).

Undang-undang Kesehatan Jilid I

Cetakan Keempat. Jakarta :

Departemen Kesehatan RI Badan Pengembangan dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Pusdinakes.

Departemen Kesehatan RI. (2010). Undang-undang Kesehatan Untuk kelas XI. Jakarta : Departemen

Kesehatan RI Badan


(5)

Sumber Daya Manusia Kesehatan Pusdinakes.

Dumbi, Yulistiani., 2014, Studi Perencanaan dan Penyimpanan Obat di instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Pohuwato,

Tesis, Universitas Negeri

Gorontalo.

Febriawati., H. 2013. Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit, Cetakan I, Gosyen Publishing, Yogyakarta. Kementerian Kesehatan RI dan IAI., 2011,

Pedoman Apoteker Praktik di Sarana Pelayanan Kefarmasian, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.

1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di

Rumah Sakit, Departemen

Kesehatan RI, Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.28/MENKES/PER/I/1978 Tentang Tata Cara penyimpanan Narkotika, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.3/MENKES/PER/2015/

Tentang Peredaran, Penyimpanan,

Pemusnahan, Dan Pelaporan

Narkotika, Psikotropika, Dan

Prekursor Farmasi, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor

949/Menkes/PerVI/2000 tentang Registrasi Obat Jadi, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Quick, J.D., Hume, M.L Rankin, J.R.,

O’Cornnor, R.W,. 1997,

Managing Drug Supply, 2nd ed, Revised and Expandet. Kumarin Press, Wets Hartford.

Siregar,C.J.P dan Amalia, L., 2004, Farmasi Rumah sakit Teori Dan

Penerapan, Penerbit Buku

kedokteran EGC, Jakarta, hlm, 120-138..

Siregar, C.J.P, 2004. Farmasi Rumah Sakit

Teori dan Penerapan, EGC.

Jakarta.

Subagya, M.S., 1994, Manajemen Logistik, Haji Masagung, Jakarta. Syamsuni., H. A. 2006. Ilmu Resep, ECG,

Jakarta.

UNDANG-UNDANG KESEHATAN Jilid I

Cetakan Keempat. (2005).

Departemen Kesehatan RI Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Pusdiknakes.

UNDANG-UNDANG KESEHATAN Jilid II

Untuk kelas XI. (2010).

Departemen Kesehatan RI Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Pusdiknakes.

Undang-Undang Kesehatan. (2006). Cetakan I, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Wahyuni, Y., 2007, Evaluasi Pengelolaan Obat tahun 2005 di Dinas Kesehatan Kota Madiun, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Wasir, Riswandi., 2012, evaluasi proses pengadaan dan ketersediaan obat di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Pada tahun 2010, Tesis, Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wirawan, Arif Surya., 2015, Evaluasi Penyimpanan Sediaan Farmasi Di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas, skripsi,


(6)

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta. Zandy, R.F., 2010, Analisis Pengelolaan

Obat Tahap Perencanaan dan Pengadaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap Tahun 2008,

skripsi, Fakultas Farmasi

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.