2.3.2 Tipe Komposit Serat
Untuk memperoleh komposit yang kuat harus dapat menempatkan serat dengan benar. Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit
yaitu : a. Continuous Fiber Composite
Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriknya. Jenis komposit ini paling sering digunakan. Tipe ini
mempunyai kelemahan pada pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriknya.
b. Woven Fiber Composite bi-directional
Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat
memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan akan melemah.
c.Discontinuous Fiber Composite
Discontinuous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 jenis Gibson, 1994
Gambar 2.
Gambar 2.4. Tipe Discontinuous fiber
d.Hybrid Fiber Composite
Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti
kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Tipe Komposit Serat
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Performa Komposit
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi performa Fiber-Matrik
Composites antara lain :
a. Faktor Serat Serat adalah bahan pengisi matrik yang digunakan untuk dapat memperbaiki sifat
dan struktur matrik yang tidak dimilikinya, juga diharapkan mampu menjadi bahan penguat matrik pada komposit untuk menahan gaya yang terjadi.
1. Letak Serat Dalam pembuatan komposit tata letak dan arah serat dalam matrik yang akan
menentukan kekuatan mekanik komposit, dimana letak dan arah dapat mempengaruhi kinerja komposit tersebut.
Menurut tata letak dan arah serat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu: One dimensional reinforcement, mempunyai kekuatan dan modulus
maksimum pada arah axis serat. Two dimensional reinforcement planar, mempunyai kekuatan pada
dua arah atau masing-masing orientasi serat. Three dimensional reinforcement, mempunyai sifat isotropic .
Universitas Sumatera Utara
2. Panjang Serat Panjang serat dalam pembuatan komposit serat pada matrik sangat
berpengaruh terhadap kekuatan. Ada dua penggunaan serat dalam campuran komposit yaitu serat pendek dan serat panjang. Ada serat alami dan ada juga
serat sintetis. Serat alami jika dibandingkan dengan serat sintetis mempunyai panjang dan diameter yang tidak seragam pada setiap jenisnya. Oleh karena
itu panjang dan diameter sangat berpengaruh pada kekuatan maupun modulus komposit. Panjang serat berbanding diameter serat sering disebut dengan
istilah aspect ratio. Serat pendek lebih mudah peletakannya dibanding serat panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan proses dari komposit
serat. Pada umumnya, serat panjang lebih mudah penanganannya jika dibandingkan dengan serat pendek. Sedangkan komposit serat pendek,
dengan orientasi yang benar, akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar jika dibandingkan continous fiber.
b. Faktor Matrik Matrik dalam komposit berfungsi sebagai bahan mengikat serat menjadi sebuah
unit struktur, yang melindungi dari perusakan eksternal, meneruskan atau memindahkan beban eksternal pada bidang geser antara serat dan matrik, sehingga
matrik dan serat saling berhubungan. Bahan polimer yang sering digunakan sebagai material matrik dalam komposit ada dua macam adalah termoplastik dan
termoset. Termoplastik dan termoset ada banyak jenisnya yaitu: 1. Termoplastik, bahan-bahan yang tergolong diantaranya Polyamide
PI, Polysulfone PS, Poluetheretherketone PEEK, Polyhenylene Sulfide PPS Polypropylene PP, Polyethylene PE dll.
2. Termoset, bahan-bahan yang tergolong diantaranya Epoksi, Polyester. Phenolic, Plenol, Resin Amino, Resin Furan dll.
c. Faktor Ikatan Fiber-Matrik Komposit serat yang baik harus mampu menyerap matrik yang memudahkan
terjadi antara dua fase Schwartz, 1984. Selain itu komposit serat juga harus mempunyai kemampuan untuk menahan tegangan yang tinggi, karena serat dan
matrik berinteraksi dan pada akhirnya terjadi pendistribusian tegangan.
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan ini harus dimiliki oleh matrik dan serat. Hal yang mempengaruhi ikatan antara serat dan matrik adalah void, yaitu adanya celah pada serat atau
bentuk serat yang kurang sempurna yang dapat menyebabkan matrik tidak akan mampu mengisi ruang kosong pada cetakan. Bila komposit tersebut menerima
beban, maka daerah tegangan akan berpindah ke daerah void sehingga akan mengurangi kekuatan komposit tersebut Schwartz, 1984.
2.4 ANHIDRIDA MALEAT SEBAGAI ADITIF
Anhidrida Maleat 2-5-furandion; cis-butenedioik anhidrat dengan rumus umum C
4
H
2
O
3
dengan berat molekul 98,06 dapat dibuat dengan mensublimasi asam maleat dan P
2
O
5
dengan menurunkan tekanan.
Gambar 2.6. Anhidrida Maleat Secara tradisional anhidrida maleat dibuat dengan mengoksidasi benzena atau
senyawa aromatik. Karena harga benzena yang tinggi, sekarang pembuatan anhidrida maleat dilakukan dengan menggunakan n-Butana dengan reaksi
seperti berikut: C
H
3
CH
2
CH
2
CH
3
+ 3,5 O
2
CH
2
CO
2
O + 4 H
2
O Anhidrida maleat larut dalam 100 gr pelarut pada suhu 25
o
C. Anhidrida maleat digunakan pada proses sintesa diena sintesa Diehls Alder, reaksi kopolimerisasi,
Universitas Sumatera Utara
pembuatan resin-alkil dan bidang farmasi, bersifat sangat iritatif dan umumnya senyawa dengan dua karbon ikatan rangkap dan karbon oksigen. Anhidrida maleat
dengan berat molekul 98,06 larut dalam air, meleleh pada temperatur 57
o
C sampai 60
o
C, mendidih pada temperatur 202
o
C dan specific grafity 1,5 Gaylord, 1981.
2.5 BENZOIL PEROKSIDA SEBAGAI INISIATOR
Benzoil peroksida merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang dari
berbagai material polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagai pembentuk radikal bebas. Peroksida organik seperti benzoil peroksida diuraikan
dengan mudah untuk menghasilkan radikal bebas benzoil. Benzoil peroksida memiliki waktu paruh 0,37 jam pada suhu 100
o
C. Penambahan sejumlah zat pembentuk radikal akan memberikan ikatan polimer Al-Malaika, 1997.
2.6 PENCAMPURAN POLIMER
Proses pencampuran dalam pembuatan polimer secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu :
1. Proses fisika, terjadi pencampuran secara fisik antara dua jenis polimer
atau lebih yang memiliki struktur yang berbeda, tidak membentuk ikatan ekivalen antara komponen-komponennya.
2. Proses kimia, menghasilkan kopolimer yang ditandai dengan terjadinya
ikatan-ikatan kovalen antar polimer penyusunnya. Interaksi yang terjadi didalam campuran ini berupa ikatan vander walls, ikatan hidrogen atau
interaksi dipol-dipol. Pencampuran polimer komersial dapat dihasilkan dari polimer sintetik dengan
polimer alam. Pencampuran yang dihasilkan dapat berupa campuran homogen dan campuran heterogen Nurjana, 2007.
2.6.1 Pencampuran Polipropilena dengan Serat
Proses pencampuran antar matrik dengan filler mencakup dua jenis pencampuran yaitu pencampuran distributif dan pencampuran dispersif. Contoh pencampuran
Universitas Sumatera Utara
distributif diantaranya pencampuran bahan aditif seperti antioksidan, pengisi, pigmen atau penguat kedalam matriks polimer. Proses pencampuran ini
memerlukan bahan pendispersi dan bahan penghubung untuk mendapatkan hasil campuran yang homogen. Bahan pengisi kayu dan serat selulosa yang ringan,
murah, dan tersedia dalam jumlah besar dapat diolah secara distributif dengan matrik polimer.
2.6.2 Kompatibilitas Pencampuran Polipropilena dengan Serat
Polipropilena dan serat tandan kosong kelapa sawit merupakan dua bahan polimer yang sukar bercampur homogen, karena sifat kopolarannya berbeda. Karena itu
proses pencampurannya adalah distributif. Untuk mendapatkan campuran yang homogen, prosesnya tidak dapat dilakukan dengan cara konvensional, yang hanya
melibatkan interaksi fisik antar komponen polimer. Campuran polimer yang dihasilkan dengan metode campuran lelehan melt- mixing lebih baik dari pada
pencampuran dalam larutan. Buruknya interaksi antara bagian-bagian molekul menyebabkan tingginya tegangan antar muka pada lelehan yang mengakibatkan
sulitnya mendispersikan komponen penyusun sebagaimana mestinya selama pencampuran dan rendahnya adhesi antar muka dari komponen-komponen
tersebut. Gejala ini berakibat dininya kegagalan mekanik dan kerapuhan polimer. Cara untuk mengatasi hal ini disebut kompatibilisasi Al-Malaika, 1997.
2.7 KARAKTERISASI PAPAN PARTIKEL
Karakterisasi dari papan partikel dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis campuran polimer dengan serat. Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan
standar SNI 03-2105-2006 yang meliputi sifat fisik seperti kerapatan, kadar air
dan pengembangan tebal serta sifat mekanis seperti kuat lentur, Modulus Elastisitas MOE, kuat rekat internal dan kuat impak.
Karakteristik papan partikel komposit dari SNI 03-2105-2006 sebagai acuan
untuk menentukan kwalitas papan partikel tersebut diperlihatkan tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3. Sifat Fisis dan Mekanis dari Papan Partikel
No. Sifat Fisik dan Mekanik
SNI 03-2105-2006
1. Kerapatan grcm
3
0,40 - 0,90 2.
Kadar Air 14
3. Pengembangan Tebal
Maks 12 4.
Kuat Lentur kgfcm
2
Min 82 5.
Modulus Elastisitas MOE kgfcm
2
Min 20.400 6.
Kuat Rekat Internal kgfcm
2
Min 1,5 7.
Kuat Impak -
Sumber : Badan Standardisasi Nasional, 2006
2.7.1 Pengujian Sifat Fisik
Untuk mengetahui sifat-sifat fisik papan partikel komposit dilakukan pengujian kerapatan
ρ, kadar air KA dan pengembangan tebal PT seperti berikut : a.
Kerapatan Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volome
kering udara, sampel uji berukuran 10cm x 10cm x 1cm ditimbang massanya, lalu diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk
menentukan volumenya. Kerapatan sampel uji papan partikel komposit dihitung dengan persamaan :
ρ = 2.1
Dimana : ρ : kerapatan grcm
3
m : massa sampel uji gr
v : volume sampel uji cm
3
Universitas Sumatera Utara
b. Kadar Air
Kadar air dihitung dari massa sampel uji sebelum dan sesudah di oven dari sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 1cm dengan persamaan :
KA = 2.2
Dimana : KA : kadar air
m
1
: massa awal sampel uji gr m
2
: massa akhir sampel uji gr
a. Pengembangan Tebal
Pengembangan tebal dihitung atas tebal sebelum dan sesudah perendaman dalam air selama 24 jam pada sampel uji berukuran 5cm x
5cm x 1cm, dengan persamaan :
PT = 2.3
Dimana : PT
: pengembangan tebal T
1
: tebal sampel uji sebelum perendaman cm T
2
: tebal sampel uji sesudah perendaman cm
2.7.2 Pengujian Sifat Mekanik
Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu bahan dilakukan beberapa pengujian dengan mengacu pada standar yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
a. Pengujian Kuat Lentur.
Pengujian kuat lentur dilakukan dengan Universal Testing Machine UTM dengan menggunakan jarak antara batang penyangga jarak
sangga 15 kali tebal sampel uji yaitu 15 cm, karena tebal sampel uji adalah 1 cm. Nilai kuat lentur
σ dihitung dengan persamaan :
σ = 2.4
Dimana :
σ : kuat lentur kgfcm
2
b : lebar sampel uji cm P : berat beban maksimum kgf
d : tebal sampel uji cm L : jarak sangga cm
Gambar 2.7. Alat Universal Testing Machine
b. Pengujian Modulus Elastisitas MOE. Pengujian kuat lentur Modulus of Elasticity disebut juga Modulus
Young pada lenturan E
f
dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan atau kuat patah, dengan menggunakan sampel uji yang sama.
Universitas Sumatera Utara
Besarnya defleksi atau lenturan yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu, nilai MOE dihitung dengan persamaan:
E
f
= 2.5
Dimana :
E
f
: Modulus of Elasticity kgfcm
2
b : lebar sampel uji cm d : tebal sampel uji cm
P : berat beban sebelum batas proporsi kgf
L : jarak sangga cm : lenturan pada beban cm
L
Sampel Beban
Gambar 2.8. Pemasangan Sampel
c. Pengujian Kuat Rekat Internal
Kuat rekat internal dilakukan untuk sampel uji berukuran 5cm x 5cm x 1cm direkatkan pada dua buah blok aluminium dengan perekat besi atau
logam dan dibiarkan sampai mengering. Kedua blok ditarik tegak lurus terhadap permukaan sampel sampai beban maksimum, pengujian kuat
rekat internal dihitung dengan persamaan :
KRI = 2.6
Universitas Sumatera Utara
Dimana : KRI : kuat rekat internal kgf cm
2
P
maks
: berat beban maksimum kgf A : luas permukaan sampel uji cm
2
Penyiapan sampel atau contoh uji diperlihatkan seperti gambar berikut :
d. Pengujian Kuat Impak
Untuk pengujian kuat impak sampel uji berukuran 5cm x 10cm x 1cm. Pengujian kuat impak dapat dilakukan dengan menggunakan alat
model Charpy.
Gambar 2.9. Alat Uji Kuat Impak Model Charpy
Universitas Sumatera Utara
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Polimer Departemen Kimia FMIPA-USU dan Laboratorium Penelitian Fakultas MIPA-USU. Penelitian ini
dilaksanakan bulan Januari sd Mei 2011.
3.2 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN 3.2.1 Alat-alat yang digunakan :