Analisa Hasil Diagnosa Tumor Paru Pada Gambaran Topogram Penggunaan Pesawat CT-scan Dibandingkan Dengan Penggunaan Pesawat Sinar-X Konvensional

(1)

ANALISA HASIL DIAGNOSA TUMOR PARU PADA

GAMBARAN TOPOGRAM PENGGUNAAN PESAWAT

CT-SCAN DIBANDINGKAN DENGAN PENGGUNAAN PESAWAT

SINAR-X KONVENSIONAL

SKRIPSI

HELMINA BROSTIN MUNTHE

110821021

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETUAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

ii

JUDUL : ANALISA HASIL DIAGNOSA TUMOR PARU PADA GAMBARAN TOPOGRAM PENGGUNAAN PESAWAT CT-SCAN DIBANDINGKAN DENGAN PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X KONVENSIONAL.

KATEGORI : SKRIPSI

NAMA : HELMINA BROSTIN MUNTHE

NIM : 110821021

PROGRAM STUDI : SARJANA (S1) FISIKA MEDIK DEPARTEMEN : FISIKA

FAKULTAS : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Disetujui oleh:

Pembimbing II Pembimbing I

Drs. Aditia warman,M.Si Dra. Manis sembiring,M.Si NIP.195705031983031003 NIP.195511291987031001

Medan, Mei 2013 Ketua Departemen Fisika

DR. Marhaposan Situmorang (NIP.195510301980031003)


(3)

PERNYATAAN

ANALISA HASIL DIAGNOSA TUMOR PARU PADA GAMBARAN TOPOGRAM PENGGUNAAN PESAWAT CT-SCAN DIBANDINGKAN

DENGAN PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X KONVENSIONAL.

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sebenarnya.

Medan, 2013

Helmina Brostin Munthe Nim : 110821021


(4)

iv

ABSTRAK

ANALISA HASIL DIAGNOSA TUMOR PARU PADA GAMBARAN TOPOGRAM PENGGUNAAN PESAWAT CT-SCAN DIBANDINGKAN

DENGAN PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X KONVENSIONAL.

Telah dilakukan suatu penelitian tentang analisa hasil diagnosa tumor paru pada gambaran topogram penggunaan pesawat CT-Scan dibandingkan dengan penggunaan pesawat sinar-X konvensional. penelitian ini dilakukan langsung pada objek pasien yang memiliki latar belakang data klinik tumor paru, untuk membandingkan hasil citra pesawat sinar-X konvensional yang menggunakan tegangan tabung 60kV dan 65kV, arus tabung 200mA dan waktu penyinaran 0,1second, dengan hasil citra pesawat CT-Scan yang menggunakan tegangan tabung 120kV, arus tabung 150mA dan 240mA, waktu penyinaran 0,75 second dan 1,0 second per slice /potongan. Citra radiografi yang diperoleh dengan menggunakan pesawat CT-Scan jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pesawat sinar-X konvensional.

Kata kunci : Sinar-X konvensional, CT-Scan


(5)

ABSTRACT

TUMOR DIAGNOSIS ANALYSIS LUNG ON TOPOGRAM'S PICTURE CT SCAN'S PLANE PURPOSE COMPARED WITH BY

CONVENTIONAL X-RAY PLANE PURPOSE.

Was done a research about tumor diagnosis analysis paru on topogram's picture CT Scan's plane purpose compared with by conventional x-ray plane purpose. this research is done direct on patient object that have clinic data background lung's tumor, to compare plane image result conventional x-ray that utilize 60kV's tube tension and 65kV, 200mA's tubed current and lighting time 0,1second, with plane image result CT Scan who utilize 120kV's tube tension, 150mA's tubed current and 240mA, lighting time 0,75 second and 1,0 second per slice / abatamen. Acquired radiography image by use of plane CT Scan far better than by use of conventional x-ray plane.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisa Hasil Diagnosa Tumor Paru Pada Gambaran Topogram Penggunaan Pesawat CT-scan Dibandingkan Dengan Penggunaan Pesawat Sinar-X Konvensional” , sebagai persyaratan dalam menyelesaikan program studi fisika medik di Fakultas MIPA universitas Sumatera Utara Maka pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Yth:

1. Ibu Dra. Manis sembiring, M.Si dan Bapak Drs. Aditia Warman, M.Si selaku pembimbing I dan II pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan bimbingan dalam penyempurnaan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Herli Ginting, MS dan Prof. Dr. Syafruddin Illyas, BioMed selaku dosen penguji yang telah memberikan panduan dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Bapak DR. Marhaposan Situmorang, selaku ketua departemen Fisika Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

4. Para Dosen maupun staf pendidik dan pegawai di F-MIPA USU. 5. Direktur MF Medan dimana penulis melakukan penelitian.

6. Dokter Radiologi, Kepala unit Radiologi dan Pegawai Radiologi/ Radiographer di Martha Friska Hospital Medan, yang memberikan dukungan moril dalam penyelesaian kuliah ini, khususnya buat kawan- kawan yang memberikan saya kesempatan untuk tukaran dinas.

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa/I di Universitas Sumatera Utara, yang membantu saya dalam penelitian, terkhusus Kak nuri, kak juwairiah, kak herlina, bang dodi, bang ridho dan Irma serta ahmad nawawi yang memberikan bantuan moril dan spiritual selama menyelesaikan studi pendidikan di Fisika Medik dan .

8. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada kedua orang tua saya yang tercinta H.Munthe (Ayah), D.Purba (Ibu) serta


(7)

adik-adik saya yang terkasih Beneessa, Putri, Mangara, Adi boy, Febrinayola dan Ondihon yang banyak memberi bantuan material, moril dan spiritual selama penulis menjalani masa kuliah dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis sangat menyadari skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi. Akhir kalimat penulis berharap semoga skripsi ini memiliki daya guna yang dapat dimanfaatkan masyarakat, tenaga kesehatan dan khususnya kepada Mahasiswa/I Fisika Medik dalam rangka memelihara dan mempertinggi mutu pelayanan kesehatan .

Terimakasih Medan………..

Penulis


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Rumusan Masalah ... 2

I.3 Batasan Masalah ... 3

I.4 Tujuan Penelitian ... 3

I.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

II.1 Tinjauan Teori ... 4

II.1.1 Pesawat sinar-X konvensional ... 5

a. Pengertian ... 5

b.Prinsip kerja terjadinya sinar-X dari tabung roentgen .... 6

c. Pembentukan gambar radiografi ... 8

d. Faktor faktor yang mempengaruhi gambaran radiografi dan dosis radiasi pada pesawat sinar-X konvensional ... 10

II.1.2 Pesawat CT-Scan ... 12

a. Pengertian ... 12

b. Sejarah perkembangan CT-scan... 13

c. Prinsip kerja dan komponen CT-scan ... 16

d. Parameter untuk merekonstruksi gambar/reconstructed Image parameter ... 20

e. Faktor faktor yang mempengaruhi gambaran radiografi Dan dosis radiasi pada pesawat CT-scan ... 21

II. 1. 3 Proteksi Radiasi ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

III.1 Rancangan penelitian ... 25

III.1.1. Jenis penelitian ... 25

III.1.2. Lokasi penelitian ... 25

III.1.3 Waktu penelitian ... 25

III.1.4. Populasi dan sampel ... 25


(9)

III.2 Variabel penelitian ... 26

III.3 Diagram alir penelitian ... 26

III.4 Alat dan bahan penelitian ... 26

III.5 Prosedur Penelitian ... 28

III.6 Analisis data ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

IV.1 Hasil penelitian ... 34

IV.1.1 Hasil pengamatan kinerja penggunaan pesawat sinar-X konvensional Dalam memberikan citra radiografi serta pengaruh variasi kondisi penyinaran terhadap nilai dosis radiasi... 34

IV.1.2 Hasil pengamatan kinerja penggunaan pesawat CT-scan Dalam memberikan citra radiografi serta pengaruh variasi kondisi penyinaran terhadap nilai dosis radiasi ... 36

IV.1.3 Keuntungan dan kerugian penggunaan pesawat CT-scan dibandingkan dengan pesawat sinar-X konvensional. ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

V.1 Kesimpulan ... 43

V.2 Saran ... 43 DAFTAR PUSTAKA


(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Penemu Sinar-X... 4

Gambar 2 Blok diagram pesawat sinar-X konvensional ... 6

Gambar 3 Skema Tabung sinar-X ... 7

Gambar 4 Pesawat CT-Scan ... 12

Gambar 5 CT-scan generasi I ... 13

Gambar 6 CT-scan generasi II ... 14

Gambar 7 CT-scan generasi III ... 14

Gambar 8 CT-scan generasi IV ... 15

Gambar 9 Pesawat CT-scan ... 17

Gambar 10 Standard kaset pesawat sinar-X konvensional ... 28

Gambar 11 Meja pemeriksaan untuk pesawat sinar-X konvensional. ... 29

Gambar 12 Control table ... 30

Gambar 13 Kaset berisi film roentgen ... 30

Gambar 14 Pesawat CT-scan Philips MX 8000 dura akron - B ... 31

Gambar 15 Pesawat CT-scan Siemens/ somatom plus -4 (single slice) ... 31

Gambar 16 Dry view film untuk mengolah hasil film CT-scan ... 32


(11)

ABSTRAK

ANALISA HASIL DIAGNOSA TUMOR PARU PADA GAMBARAN TOPOGRAM PENGGUNAAN PESAWAT CT-SCAN DIBANDINGKAN

DENGAN PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X KONVENSIONAL.

Telah dilakukan suatu penelitian tentang analisa hasil diagnosa tumor paru pada gambaran topogram penggunaan pesawat CT-Scan dibandingkan dengan penggunaan pesawat sinar-X konvensional. penelitian ini dilakukan langsung pada objek pasien yang memiliki latar belakang data klinik tumor paru, untuk membandingkan hasil citra pesawat sinar-X konvensional yang menggunakan tegangan tabung 60kV dan 65kV, arus tabung 200mA dan waktu penyinaran 0,1second, dengan hasil citra pesawat CT-Scan yang menggunakan tegangan tabung 120kV, arus tabung 150mA dan 240mA, waktu penyinaran 0,75 second dan 1,0 second per slice /potongan. Citra radiografi yang diperoleh dengan menggunakan pesawat CT-Scan jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pesawat sinar-X konvensional.


(12)

v ABSTRACT

TUMOR DIAGNOSIS ANALYSIS LUNG ON TOPOGRAM'S PICTURE CT SCAN'S PLANE PURPOSE COMPARED WITH BY

CONVENTIONAL X-RAY PLANE PURPOSE.

Was done a research about tumor diagnosis analysis paru on topogram's picture CT Scan's plane purpose compared with by conventional x-ray plane purpose. this research is done direct on patient object that have clinic data background lung's tumor, to compare plane image result conventional x-ray that utilize 60kV's tube tension and 65kV, 200mA's tubed current and lighting time 0,1second, with plane image result CT Scan who utilize 120kV's tube tension, 150mA's tubed current and 240mA, lighting time 0,75 second and 1,0 second per slice / abatamen. Acquired radiography image by use of plane CT Scan far better than by use of conventional x-ray plane.

Key word: Conventional x-ray, CT Scan


(13)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang.

Pemeriksaan radiologi paru–paru atau yang lebih dikenal dengan pemeriksaan toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Kemajuan yang pesat selama dasawarsa terakhir dalam teknik pemeriksaan radiologik toraks dan pengetahuan untuk menilai suatu roentgenogram toraks menyebabkan pemeriksaan toraks dengan sinar roentgen ini menjadi suatu keharusan yang rutin. Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan roentgen saat ini dapat dianggap tidak lengkap. Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik. Selain itu, berbagai kelainan dini dalam paru juga sudah dapat dilihat dengan jelas pada foto roentgen sebelum timbul gejala-gejala klinis (Sjahriar Rasad, 2005).

Tumor paru adalah salah satu jenis tumor yang sulit untuk disembuhkan. Sesuai dengan namanya, tumor paru tumbuh diorgan paru-paru. Tumor ini diakibatkan oleh sel yang membelah dan tumbuh tak terkendali pada organ paru. Banyaknya pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan kemajuan teknologi yang berkembang saat ini, menjadikan pesawat sinar-X konvensional dan pesawat

Computed Tomography scan (CT-Scan) memiliki peranan penting dalam

mendiagnosis tumor paru tersebut. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan yang sistematik dan terarah dalam rangka penentuan diagnosis suatu penyakit.

Penggunaan sinar –X memungkinkan orang pertama kali untuk melihat struktur dari tubuh manusia bagian dalam tanpa melakukan operasi/pembedahan, sehingga sinar-X dalam dunia kesehatan merupakan salah satu bagian penting yang tidak terlepas dari semakin meningkatnya kemajuan teknologi kesehatan hingga saat ini. Penggunaan sinar-X dalam suatu pemeriksaan kesehatan menjadikan pesawat sinar-X konvensional, sebagai alat yang paling umum digunakan selama ini dalam memberikan suatu hasil diagnosa pemeriksaan yang diinginkan. Namun, Seiring dengan kemajuan teknologi hingga pada saat ini menjadikan pesawat CT-Scan terus berkembang, sehingga menjadi salah satu alat


(14)

2

yang dalam beberapa jenis pemeriksaan yang dianjurkan.Teknik pencitraan CT-Scan sama sekali berbeda dengan teknik pencitraan radiologi biasa ( konvensional), Computed tomography scan atau CT-Scan merupakan sebuah proses radiologi untuk menghasilkan gambaran dari potongan melintang

(trans-axial) tubuh pasien. Dua buah karakteristik baru yang ada pada gambar yang

dihasilkan CT adalah peralatan digital yang menghasilkan gambaran digital dan gambar irisan mempresentasikan volume/informasi 3 dimensi.

Dengan kemajuan teknologi dibidang komputer, kualitas citra CT-Scan dapat dibuat lebih baik dari hasil radiografi konvensional, karena citra CT-Scan bisa membedakan berbagai jenis organ jaringan lunak maupun tulang. Hal ini memberikan tambahan informasi diagnosis yang sangat besar. Sistem komputer bisa mendapatkan kualitas gambaran yang cukup tinggi dengan menggunakan waktu yang cukup singkat dan mampu menghasilkan gambaran anatomi suatu organ 3 dimensi. Computed tomography adalah gambaran yang dibangun oleh komputer menggunakan sinar-X yang dikumpulkan dari berbagai titik disekeliling dan membentuk bagian yang disebut scanned sehingga dapat menghasilkan gambaran cross sectional tomographic plane (slice) yaitu irisan dari bagian tubuh (Ballinger,1986). Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin mengkaji lebih lanjut tentang Pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT-scan dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISA HASIL DIAGNOSA TUMOR PARU PADA GAMBARAN TOPOGRAM PENGGUNAAN PESAWAT CT-SCAN DIBANDINGKAN DENGAN PENGGUNAAN PESAWAT SINAR-X KONVENSIONAL”

I.2 Rumusan masalah penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kinerja pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT-Scan dalam memberikan citra radiografi analisa tumor paru ?


(15)

2. Bagaimana pengaruh variasi kondisi penyinaran pada penggunaan pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT-Scan terhadap nilai dosis radiasi dalam diagnosa tumor paru ?

I.3 Batasan masalah penelitian.

Banyaknya fungsi maupun kegunaan pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT-Scan dalam hal mendiagnosis berbagai jenis pemeriksaan, menjadikan penulis membatasi masalah dalam penulisan judul skripsi ini yaitu : Hanya pada analisa tumor paru dengan menggunakan pesawat sinar-X konvensional dan Pesawat CT-Scan. Serta banyaknya hal yang mempengaruhi gambaran pada hasil diagnosa tumor paru, menjadikan penulis hanya membatasi pada kuat arus tabung (mA), tegangan tabung (kV) dan waktu penyinaran (second).

I.4 Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah: Untuk mendeskripsikan prinsip kerja dan keuntungan serta kerugian daripada penggunaan pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT-Scan dalam memberikan citra radiografi.

I.5 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penyusunan skripsi ini adalah: 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian untuk

pengembangan ilmu radiographi Pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT-Scan.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pertimbangan teknik suatu pemeriksaan .


(16)

5

dilakukan dengan metode tomografi komputer. Pada pemeriksaan tomografi komputer dapat dilihat hubungan tumor paru dengan dinding toraks, bronkus, dan pembuluh darah secara jelas. Keuntungan tomografi komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga struktur di sekitar lesi serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer juga mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor yang tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan.

Tumor paru adalah salah satu jenis tumor yang sulit untuk disembuhkan. Sesuai dengan namanya, tumor paru tumbuh diorgan paru-paru. Tumor ini diakibatkan oleh sel yang membelah dan tumbuh tak terkendali pada organ paru. Banyaknya pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan kemajuan teknologi yang berkembang saat ini, menjadikan sinar-X konvensional dan CT Scan memiliki peranan penting dalam mendiagnosis tumor paru tersebut. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan yang sistematik dan terarah dalam rangka penentuan diagnosis suatu penyakit. Penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain.

Penggunaan pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT Scan didunia kesehatan tidak terlepas dari adanya pengaruh radiasi pada organ tubuh manusia yang bermacam-macam tergantung pada jumlah dosis radiasi dan luas lapangan radiasi yang diterima. Pencegahan atau proteksi radiasi harus lebih diperhatikan baik bagi pasien dan personil yang mengambil alih dalam setiap pemeriksaan.

II.1.1 PESAWAT SINAR-X KONVENSIONAL a. Pengertian

Pesawat sinar-X konvensional adalah pesawat medik yang bekerjanya menggunakan radiasi sinar-X baik untuk keperluan fluoroskopi dan radiografi. Pesawat sinar-X harus memiliki sistem diafragma atau kolimator pengatur berkas radiasi, sehingga apabila diafragma tertutup rapat maka laju kebocoran radiasinya tidak melebihi batas yang diizinkan. Nilai filter permanen tersebut harus


(17)

dinyatakan secara tertulis pada wadah tabung sinar-X. Tabung yang digunakan adalah tabung vakum yang didalamnya hanya terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda, yang kemudian disebut Hot chatoda tube dan merupakan tabung yang dipergunakan untuk pesawat roentgen yang sekarang.

Gambar 2 : Blok Diagram Pesawat sinar-X Konvensional b. Prinsip kerja terjadinya sinar-X dari tabung roentgen

Urutan atau proses terjadinya sinar-X yaitu katoda (filamen) dipanaskan sampai menyala dengan mengalirkan listrik yang berasal dari transformator, karena panas, elektron-elektron dari katoda (filamen) terlepas. Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangangan tinggi, elektron-elektron akan dipercepat gerakannya menuju anoda dan dipusatkan kealat pemusat (focusing cup). Filamen dibuat relatif negatif terhadap sasaran (target) dengan memilih potensial tinggi. Awan-awan elektron mendadak dihentikan pada sasaran atau target sehingga terbentuk panas (>99% ) dan sinar-X (<1%). Pelindung (perisai) timah akan mencegah keluarnya sinar-X dari tabung, sehingga sinar-X yang terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela. Panas yang tinggi pada sasaran (target) akibat benturan elektron ditiadakaan oleh radiator pendingin. Jumlah sinar-X yang yang dilepaskan setiap satuan waktu dapat dilihat pada alat


(18)

7

pengukur miliampere (mA) sedangkan jangka waktu pemotretan dikendalikan oleh alat pengukur waktu (Sjahriar Rasad,2005).

Gambar 3. Skema Tabung Sinar-X. Keterangan Gambar :

1. Katoda 7. Rumah tabung

2. Anoda 8. Expansion Diaphragma

3. Rotor 9. Tombol (Switch)

4. Stator (diluar insert tube) 10. Tube Window . 5. Target (Piring Anoda) 11. Minyak pendingin. 6. Tangki molybdenum

Sebenarnya, sinar-X itu seperti cahaya tampak yang dalam penyebarannya dari sumber melalui suatu garis lurus yang menyebar ke segala arah kecuali dihentikan oleh bahan penyerap sinar-X. Karena alasan tersebut maka tabung sinar-X ditutup dalam satu rumah tabung logam yang mampu menghentikan sebagian besar radiasi sinar-X, hanya sinar-X yang berguna yang dibiarkan keluar dari tabung melalui sebuah jendela/window. Sinar-X yang


(19)

berguna tadi disebut sebagai berkas primer. Berkas sinar yang terletak pada tengah garisnya ini disebut central ray. Diperlukan pembangkitan tegangan yang tinggi di dalam tabung sinar-X agar dapat dihasilkan berkas sinar-X. Rangkaian listriknya dirancang sedemikian rupa sehingga tegangan (kV) nya dapat diubah dalam rentang yang besar, biasanya 30 kV sampai 100 kV atau lebih. Bila tegangan (kV) yang lebih rendah digunakan, maka sinar-X memiliki panjang gelombang yang lebih panjang dan lebih mudah diserap sehingga disebut sebagai soft x-ray. Harus dipahami bahwa berkas sinar-X itu terdiri dari sinar dengan panjang gelombang yang berbeda. Radiasi yang dihasilkan pada rentang tegangan (kV) yang lebih tinggi akan memiliki energi yang lebih besar dan panjang gelombang yang lebih pendek ( Ajunk artawijaya, 2010).

c. Pembentukan Gambar Radiografi

Salah satu dari faktor penting sinar-X adalah bahwa sinar-X dapat menembus bahan. Tetapi hanya yang benar-benar sinar-X saja yang mampu menembus objek yang dikenainya dan sebagian yang lain akan diserap. Sinar-X yang menembus itulah yang mampu membentuk gambaran atau bayangan. Besarnya penyerapan sinar-X oleh suatu bahan tergantung tiga faktor:

1. Panjang gelombang sinar-X.

2. Susunan objek yang terdapat pada alur berkas sinar-X. 3. Ketebalan dan kerapatan objek.

Setelah sinar-X yang keluar dari tabung mengenai dan menembus obyek yang akan difoto. Bagian yang mudah ditembusi sinar-X (seperti otot, lemak, dan jaringan lunak) meneruskan banyak sinar-X sehingga film menjadi hitam. Sedangkan bagian yang sulit ditembus sinar-X (seperti tulang) dapat menahan seluruh atau sebagian besar sinar-X akibatnya tidak ada atau sedikit sinar-X yang keluar sehingga pada film berwarna putih. Bagian yang sulit ditembus sinar-X mengalami ateonasi yaitu berkurangnya energi yang menembus sinar-X, yang tergantung pada nomor atom, jenis obyek, dan ketebalan. Adapun bagian tubuh yang mudah ditembus sinar-X disebut Radio-lucen yang menyebabkan warna hitam pada film. Sedangkan bagian yang sulit ditembus sinar-X disebut Radio-opaque sehingga film


(20)

9

berwarna putih. Telah diketahui bahwa panjang gelombang yang besar yang dihasilkan oleh tegangan (kV) rendah akan mengakibatkan sinar-X nya mudah diserap. Semakin pendek panjang gelombang sinar-X (yang dihasilkan oleh kV yang lebih tinggi) akan membuat sinar-X mudah untuk menembus bahan. Hal ini tergantung dari nomor atom unsur tersebut. Sebagai contoh satu lempeng aluminium yang mempunyai nomor atom lebih rendah dibanding tembaga, mempunyai jumlah daya serap lebih rendah terhadap sinar-X dibanding satu lempeng tembaga pada berat dan daerah yang sama. Timah hitam (nomor atomnya lebih besar) adalah penyerap terbaik sinar-X. Karena alasan inilah ia digunakan pada wadah tabung yang juga bertujuan untuk proteksi. Hubungan antara penyerapan sinar-X dengan ketebalan adalah sederhana yaitu unsur yang mempunyai lempengan yang tebal dapat menyerap radiasi lebih banyak dibanding lempengan yang tipis pada satu unsur yang sama.

Mengingat pemeriksaan kesehatan yang menggunakan sinar-X, satu hal yang harus dipahami bahwa tubuh manusia mempunyai susunan yang kompleks yang tidak hanya mempunyai perbedaan pada tingkat kepadatan saja tetapi juga mempunyai perbedaan unsur pembentuk. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat penyerapan sinar-X. Yaitu, tulang lebih banyak menyerap sinar-X dibanding otot/daging; dan otot/daging lebih banyak menyerap dibanding udara (paru-paru). Lebih jauh lagi pada struktur organ yang sakit akan terjadi perbedaan penyerapan sinar-X dibanding dengan penyerapan oleh daging dan tulang yang normal. Umur pasien juga mempengaruhi penyerapan, contoh pada umur yang lebih tua tulang-tulang sudah kekurangan kalsium dan akan mengurangi penyerapan sinar-X dibanding tulang-tulang di usia yang lebih muda. Hubungan diantara intensitas sinar-X pada daerah yang berbeda gambarannya didefinisikan sebagai kontras subjek.


(21)

d. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Gambaran kualitas Radiografi dan Dosis radiasi pada pesawat sinar-X konvensional, (Meredith,1977).

1. Faktor eksposi.

Faktor eksposi sangat bervariasi bergantung pada berbagai hal, antara lain: a) Ukuran/tebal objek atau pasien yang difoto.

b) Kelainan patologi yang akan diperiksa, pemotretan dengan atau tanpa grid.

c) Pada objek yang selalu bergerak, objek yang pergerakannya tidak dapat , di Kontrol misalnya anak kecil, dan lain-lain. Untuk hal tersebut perlu diperhatikan waktu eksposi yang sesingkat mungkin.

Faktor eksposi terdiri atas : 1) Besaran tegangan tabung (kV).

Besaran tegangan tabung pada umumnya dikaitkan dengan daya tembus sinar. Makin tinggi besaran tegangan tabung (kV) yang digunakan makin besar pula daya tembus sinar. Umumnya jumlah tegangan tabung (kV) menunjukkan kualitas radiasi. Bila tegangan tabung (kV) dinaikkan, maka densitas foto tinggi, kontras rendah,dan sinar hambur meningkat.

2) Kuat Arus tabung (mA).

Arus tabung merupakan banyaknya arus dalam tabung. Maka dengan meningkatkan arus tabung maka jumlah elektron yang bergerak ke katoda menuju anoda semakin banyak. Dengan demikian sinar X yang dihasilkan semakin banyak dimana akan meningkatkan radiasi sinar X menuju film yang akan meningkatkan densitas. mAs adalah perkalian antara besaran nilai Ampere (Kuat arus tabung) dengan waktu eksposi (second). mAs ini menunjukkan kuantitas radiasi, dapat dihitung dengan formula sebagai berikut (Sjahriar rasad,2005):

Kuantitas Radiasi = mA x s………..(1) Dimana :


(22)

11 mA = Milliampere (Arus tabung) s = Second (waktu ekspose) Waktu ekspose terutama mempengaruhi: a) Densitas.

Densitas adalah perubahan gambaran radiografi terang dan gelap. Ketika waktu ekspose meningkat maka densitas akan meningkat dan demikian sebaliknya.

b) Kontras radiografi.

Kontras meningkat seiring dengan peningkatan ekspose film. Kontras adalah perbedaan cara mata melihat antara objek yang satu dengan objek yang lain dengan variasi kerapatan. Jarak film ke tabung atau jarak dari target ke film akan mempengaruhi intensistas cahaya. Hubungan ini dinyatakan dalam hukum kuadrat terbalik. Intensitas radiasi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak yang diukur dari sumber radiasi ke titik intensitas radiasi yang terukur. Dengan kata lain waktu ekspose adalah sebanding dengan kuadrat jarak yang diukur dari tabung ke film.

Jarak-jarak dalam pemotretan terdiri atas : 1) Jarak fokus ke film.

2) Jarak objek ke film. 3) Jarak fokus ke objek. 2. Kolimasi

Kolimasi mengacu pada pengendalian ukuran dan bentuk berkas sinar X. Ketika berkas sinar X diarahkan kepada pasien sebagian energi dibuang dan sisanya akan membentuk bayangan atau gambar pada film. Radiasi yang menyebar dihasilkan oleh energi yang terbuang akan mencapai film tetapi tidak memiliki tujuan.


(23)

II.1.2 PESAWAT CT-SCAN. a.Pengertian.

CT-scan termasuk teknik pencitraan khusus sinar-X yang menampilkan citra khusus objek lapis demi lapis berdasarkan perbedaan sifat densitas struktur materi penyusunan jaringan dengan bantuan teknik rekonstruksi secara matematis. CT-scan merubah tampilan analog menjadi digital, berupa Pixel ( picture element ). Pixel adalah titik-titik kecil gambaran, dimana hasil penggambarannya berupa Rekonstruksi. Pesawat CT scan ditemukan pada tahun 1970 oleh Allan Carmack dan Geofrey Hounsfield. Berdasarkan perkembangan teknologi, CT scan mengalami beberapa perkembangan sesuai dengan kemajuan teknologi.

Gambar 4. Pesawat CT scan

Citra CT Scandapat menampilkan informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi. Oleh karena itu, CT Scan memiliki beberapa kelebihan dibanding X-ray konvensional. Citra yang diperoleh CT Scan beresolusi lebih tinggi, sinar rontgen dalam CT Scan dapat difokuskan pada satu organ atau objek saja, dan citra perolehan CT Scan menunjukkan posisi suatu objek relatif terhadap objek-objek di sekitarnya sehingga dokter dapat mengetahui posisi objek-objek itu secara tepat dan akurat. Kelebihan-kelebihan tersebut telah membuat CT Scan menjadi proses radiografis medis yang paling sering direkomendasikan oleh dokter, dan dalam


(24)

13

banyak kasus, telah menggantikan proses pesawat sinar-X biasa (konvensional) secara total.

b.Sejarah perkembangan CT-scan

Perkembangan CT-Scan dari satu generasi ke generasi yang lain dapat dibedakan berdasarkan jumlah detektornya, sistem pergerakan tabung sinar-X

(X-ray tube) dan detektor, serta lamanya waktu scanning untuk memperoleh resolusi

pencitraan yang optimal

1. CT-Scan generasi I

Gambar 5. CT-Scan generasi I

Diperkenalkan pertama kali oleh Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1971. Generasi pertama dari CT Scan hanya menggunakan detektor tunggal/single detektor yang akan menangkap sinar-X, pergerakannya translasi-rotasi, objek akan di scan pada arah translasi kemudian akan diputar sebesar 60° dan bergerak ke arah translasi dan seterusnya. Karena hanya menggunakan detektor tunggal dengan sendirinya proses scan sampai menghasilkan gambar memerlukan waktu scan yang cukup lama. Berkas sinar-X berbentuk pencil

beam.


(25)

3. CT-Scan generasi II

Gambar 6. CT-Scan generasi II

CT Scan generasi kedua muncul pada tahun 1975. CT-Scan generasi kedua ini menggunakan jumlah detektor yang lebih banyak dibandingkan dengan CT-Scan generasi pertama dengan pergerakan tetap translasi dan rotasi. Waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan gambar lebih singkat dibanding dengan generasi sebelumnya. Berkas sinar-X berbentuk partial fan beam.

3. CT-Scan generasi III


(26)

15

CT Scan generasi ke-III muncul sekitar tahun 1977 setelah CT Scan generasi ke-II muncul. Generasi ketiga menggunakan detektor yang jauh lebih banyak (>300 buah), dengan demikian jumlah data gambar yang dihasilkan jauh lebih banyak, waktu untuk menghasilkan gambar juga bisa lebih dipersingkat. Pergerakannya tidak lagi translasi- rotasi tetapi rotasi-rotasi dan rotasi-rotasi kontinyu. Rotasi-rotasi-rotasi artinya sistem akan berputar searah jarum jam dan menghasilkan gambar, kemudian akan berputar balik dan menghasilkan gambar. Untuk supply tegangan operasional digunakan kabel tegangan tinggi. Rotasi-Kontinyu artinya sistem akan berputar terus (searah jarum jam atau sebaliknya) sambil menghasilkan gambar. Berkas sinar berbentuk fan beam (kipas).

4. CT-Scan generasi IV

Gambar 8. CT-Scan generasi IV

Pesawat CT Scan generasi IV muncul pada tahun 1977 setelah munculnya CT Scan generasi ke-III. Generasi ini menggunakan jumlah detektor jauh lebih banyak, detektor disusun melingkar 360°, detektor statis, dan tabung sinar-X yang berputar didepan detektor. Berkas sinar berbentuk kipas (fan beam).


(27)

c. Prinsip kerja dan komponen CT Scan 1. Prinsip kerja CT-Scan (Ridho wahyudi, 2010)

Tujuan utama pada CT adalah untuk menghasilkan gambaran secara serial dengan menggunakan metode tomography dimana tiap-tiap gambaran berasal dari potongan-potongan pokok tomography, serta untuk mendapatkan gambaran yang tajam dan bebas superposisi dari kedua struktur di atas dan di bawahnya.

Computer Radiography Scanner (CT-Scanner) yang juga dikenal dengan nama Computerized Axial Tomography (CAT), Computerized Aided Tomography (CAT), Computerized Transvers Axial Tomography (CTAT), Recontructive Tomography (RT) dan Computed Transmission Tomography (CTT) merupakan teknik pengambilan gambar dari suatu objek secara sectional axial, coronal dan sagital dimana berkas sinar mengitari objek.

Adapun sinar-X yang mengalami atenuasi, setelah menembus objek diteruskan ke detektor yang mempunyai sifat sangat sensitive dalam menangkap perbedaan atenuasi dari sinar-X yang kemudian mengubah sinar-X tersebut menjadi signal-signal listrik. Kemudian signal-signal listrik tersebut diperkuat oleh Photomultiplier Tube sinar-X. Data dalam bentuk signal-signal listrik tersebut diubah kedalam bentuk digital oleh Analog to

Digital Converter (ADC), yang kemudian masuk ke dalam sistem komputer

dan diolah oleh komputer. Kemudian Data Acquistion System (DAS) melakukan pengolahan data dalam bentuk data-data digital atau numerik.

Data-data inilah yang merupakan informasi komputer dengan rumus matematika atau algoritma yang kemudian direkonstruksi dan hasil rekonstruksi tersebut ditampilkan pada layar TV monitor berupa irisan tomography dari objek yang dikehendaki yaitu dalam bentuk gray scale

image yaitu suatu skala dari kehitaman dan keputihan. Pada CT Scanner

mempunyai koefisien atenuasi linear yang mutlak dari suatu jaringan yang diamati, yaitu berupa CT Number.


(28)

17

Struktur Komponen Pesawat CT-Scan

Gambar 9. Gambar pesawat CT-Scan (www.Ridowahyudi.students.blog.undip.ac.id)

Keterangan gambar: 1. Meja pemeriksaan 2. Gantry

3. Perangkat multi 4. Unit komputasi


(29)

2. Komponen-komponen pesawat CT-Scan, meliputi: a. Meja Pemeriksaan

Meja pemeriksaan merupakan tempat pasien diposisikan untuk dilakukannya pemeriksaan CT-Scan. Meja pemeriksaan terletak dipertengahan gantry dengan posisi horizontal dan dapat digerakkan maju, mundur, naik dan turun dengan cara menekan tombol yang melambangkan maju, mundur, naik, dan turun yang terdapat pada gantry.

b. Gantry

Gantry merupakan komponen pesawat CT-Scan yang didalamnya terdapat tabung sinar-X, filter, detektor, DAS ( Data Acquisition System ). Serta lampu indikator untuk sentrasi. Pada gantry ini juga dilengkapi dengan indikator data digital yang memberi informasi tentang ketinggian meja pemeriksaan, posisi objek dan kemiringan gantry. Pada pertengahan gantry, diletakkan pasien dimana tabung sinar-X dan detektor letaknya selalu berhadapan. Didalam, gantry akan berputar mengelilingi objek yang akan dilakukan scanning.

1. Tabung sinar-X

Berfungsi sebagai pembangkit sinar-X dengan sifat: 1.1) Bekerja pada tegangan tinggi diatas 100 kV 1.2) Tahan terhadap goncangan

2. Kolimator

Pada pesawat CT-Scan, umumnya terdapat dua buah kolimator, yaitu: 2.1) Kolimator pada tabung sinar-X

Fungsinya: untuk mengurangi dosis radiasi, sebagai pembatas luas lapangan penyinaran dan mengurangi bayangan penumbra dengan adanya focal spot kecil.


(30)

19

Fungsinya:untuk pengarah radiasi menuju ke detektor, pengontrol radiasi hambur dan menentukan ketebalan lapisan ( slice thickness).

3.Detektor dan DAS ( Data Acqusition system )

Setelah sinar-X menembus objek, maka akan diterima oleh detektor yang selanjutnya akan dilakukan proses pengolahan data oleh DAS. Adapun fungsi detektor dan DAS secara garis besar adalah: untuk menangkap sinar-X yang telah menembus objek, mengubah sinar-X dalam bentuk cahaya tampak, kemudian mengubah cahaya tampak tersebut menjadi sinyal-sinyal elektron, lalu kemudian menguatkan sinyal-sinyal elektron tersebut dan mengubah sinyal elektron tersebut kedalam bentuk data digital.

c. Komputer

Merupakan pengendali dari semua instrument pada CT-Scan. Berfungsi untuk melakukan proses scanning, rekonstruksi atau pengolahan data dan menampilkan ( display ) gambar serta untuk menganalisa gambar.

d. Layar TV Monitor

Berfungsi sebagai alat untuk menampilkan gambar dari objek yang diperiksa serta menampilkan instruksi-instruksi atau program yang diberikan.

e. Image Recording

Berfungsi untuk menyimpan program hasil kerja dari Komputer ketika melakukan scanning, rekonstruksi dan display gambar. digunakan:

1) Magnetik Disk

Digunakan untuk penyimpanan sementara dari data atau gambaran, apabila gambaran akan ditampilkan dan diproses. Magnetik disk dapat menyimpan dan mengirim data dengan cepat, bentuknya berupa


(31)

piringan yang dilapisi bahan ferromagnetic, kapasitasnya sangat besar.

2) Floppy Disk

Biasa disebut dengan disket, merupakan modifikasi dari magnetik disk, bentuknya kecil dan fleksibel atau lentur. Floppy disk mudah dibawa dan disimpan. Kapasitasnya relative kecil (sekarang sudah tidak digunakan lagi).

f. Operator Terminal

Merupakan pusat semua kegiatan scanning atau pengoperasian sistem secara umum serta berfungsi untuk merekonstruksi hasil gambaran sesuai dengan kebutuhan.

g. Multiformat Kamera

Digunakan untuk memperoleh gambaran permanen pada film. Pada satu film dapat dihasilkan beberapa irisan gambar tergantung jenis pesawat CT dan film yang digunakan.

d. Parameter untuk merekonstruksi gambar/reconstructed image parameters. (Ballinger,1985).

Gambar CT-scan yaitu gambar yang berasal dari CRT (Cathode Ray

Tube) yang dibuat oleh ribuan pixel (picture element) kecil. Setiap gambar

yang direkonstruksi Komputer akan memberi nilai bilangan CT (computed

tomography) spesifik untuk setiap pixel dari CRT (Cathode Ray Tube), dimana

gambar ditunjukkan dari CRT, operator dapat merubah sesuai keinginan untuk merubah skala yang ditampilkan. Bilangan CT yang ditampilkan oleh CRT mendeteksi gambar yang sebenarnya.

1. Pixel (picture element)

Yaitu : Bilangan CT (computed tomography) di layar CRT yang disusun dari beberapa bagian terkecil, setiap bagian memiliki bagian volume dari objek/badan. Setiap pixel memberikan bilangan CT tujuannya menampilkan bayangan di layar.


(32)

21

Yaitu : susunan bilangan atau angka 2 dimensi yang digunakan untuk menggambarkan bilangan pixel di dalam gambar layar CT (computed tomography)

3. Voxel (Volume objek)

Yaitu : elemen dasar untuk menetapkan volume jaringan dimana setiap pixel memiliki bagian untuk merekonstruksi bayangan.

4. Bilangan CT ( CT number)

Yaitu: bilangan atau angka yang digunakan untuk menetapkan relative koefisien penyerapan untuk setiap pixel jaringan di dalam bayangan dibanding dengan koefisien penyerapan air, seperti pada tabel berikut:

Tissue types (jenis organ/jaringan)

CT Numbers Appearance

Cortical bone +100 White

Muscle +50 Gray

White matter +45 Light gray

Gray matter +40 Gray

Blood +20 Gray

CSF +15 Gray

Water 0 (Base line)

Fat -100 Dark gray to black

Lung -200 Dark gray to black

Air -1000 Black

e. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Gambaran kualitas Radiografi dan Dosis radiasi pada pesawat CT-scan (abel-tasfir,2012)

1) Spatial resolusi

Spasial resolusi adalah kemampuan untuk dapat membedakan objek/ organ yang berukuran kecil dengan densitas yang berbeda pada latar belakang yang sama. Resolusi Spatial adalah kemampuan untuk dapat membedakan


(33)

obyek yang berukuran kecil dengan densitas yang berbeda pada latar belakang yang sama. Dipengaruhi oleh faktor geometri, rekonstruksi algoritma/filter kernel, ukuran matriks, pembesaran gambar (magnifikasi), Focal Spot, Detektor

2) Kontras resolusi

Kontras resolusi adalah kemampuan untuk membedakan atau menampakan obyek-obyek dengan perbedaan densitas yang sangat kecil dan dipengaruhi oleh faktor eksposi, slice thicknees (ketebalan potongan), FOV dan filter kernel.

3) Noise

Noise adalah fluktuasi (standar deviasi) nilai CT number pada jaringan atau materi yang homogen. Noise tergantung pada beberapa faktor antara lain :

a. Faktor eksposi, meliputi kuat Arus (mA), scan time (second) , tegangan tabung (kV), tebal irisan (mm), dan ukuran objek. semakin besar faktor eksposi akan menurunkan noise. Salah satu parameter yang mempengaruhi CT number adalah pemilihan tegangan tabung sinar-X (kV). Pengaturan tegangan sinar-X menentukan jumlah energi foton sinar-X. CT number akan mengalami kenaikan seiring dengan penurunan tegangan tabung sinar-X. Hal ini akan berpengaruh pada image quality dan level of noise. Jika energi (kV) meningkat, maka dosis radiasi yang diterima meningkat tapi noise semakin menurun.

b. Ukuran pixel, dipengaruhi oleh FOV dan ukuran matriks. Semakin besar ukuran pixel, noise semakin berkurang, akan tetapi resolusi spatial menurun.

c. Slice thickness, semakin besar slice thickness noise akan berkurang. d. Artefak


(34)

23

Secara umum Artefak adalah kesalahan dalam gambar (adanya sesuatu dalam gambar) yang tidak ada hubungannya dengan obyek yang diperiksa.

II.1.3 PROTEKSI RADIASI

Proteksi radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan terkena radiasi yang merugikan (Bapeten, 2001).

Tujuan proteksi radiasi adalah mencegah terjadinya efek deterministik perorangan dengan tetap mempertahankan dosis di bawah ambang atas, menjamin terlaksananya seluruh tindakan yang diperlukan untuk membatasi peluang terjadinya efek stokastik pada masyarakat.

Cara-cara perlindungan (proteksi radiasi) yang dapat dilakukan : a. Terhadap pasien

1) Pemeriksaan Sinar-X hanya dilakukan sesuai dengan permintaan dokter.

2) Alat Reproduksi dilindungi semaksimal mungkin.

3) Pasien hamil terutama trimester pertama tidak boleh diperiksa secara radiologik.

b. Terhadap personil

1) Personil berlindung dibelakang pelindung (shielding) pada saat exposi.

2) Menggunakan alat pengukur radiasi seperti film badge dan dosimeter saku.


(35)

3) Sipemeriksa maupun staf medis mematuhi peraturan-peraturan proteksi radiasi secara tepat.

c. Terhadap masyarakat umum dan keluarga pasien

1) Menutup pintu ruangan saat pemeriksaan berlangsung

2) Dinding dan pintu ruangan pemeriksaan dilapisi Pb sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang aman untuk proteksi radiasi.


(36)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Rancangan Penelitian III.1.1. Jenis penelitian.

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus berupa cara observasi langsung terhadap jalannya pemeriksaan dilapangan dan Jenis penelitian comperative eksperimen yaitu untuk menganalisa hasil penggunaan pesawat sinar-X konvensional dibandingkan dengan pesawat CT-Scan.

III.1.2. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Radiologi Martha Friska Hospital Medan.

III.1.3. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret s/d bulan Mei 2013. III.1.4. Populasi dan sampel

1. Populasi

Seluruh Pemeriksaan paru (Thorax) pada penggunaan pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT-scan.

2. Sampel

A. Penggunaan pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT-scan pada diagnosa tumor paru.

B. Hasil film radiografi dari pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT-scan.


(37)

Pesawat CT-Scan Pesawat sinar-X Konvensional

Prosedur pemeriksaan sinar-X Konvensional

Prosedur pemeriksaan CT-Scan

Hasil penggunaan pesawat CT-Scan

Hasil penggunaan pesawat sinar-X Konvensional

Perbandingan III.2 Variabel penelitian

1. Variabel bebas : Analisis tumor paru.

2.Variabel terikat : a. Pesawat sinar-X konvensional. b. Pesawat CT-Scan.

III.3 Diagram alir penelitian.

III.4 Alat dan bahan penelitian.

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alat dan bahan yang dioperasikan pada unit radiologi Martha Friska, Yaitu:

1.Pesawat sinar-X konvensional dengan spesifikasi :

1.1) Merk pesawat : SHIMADZU

1.2) Tube (tabung sinar-X)


(38)

27

- Model : B-20

- No.seri : 0566005709

- Max tube kVp : 150

- Nilai proteksi : Al. EQ = 1,0mm - Protection class I type B 501-86243

1.3) Meja pemeriksaan

- Model : BF-10

- No.seri : 0262514702

- Protection class I type B 501-64220 1.4) Merk Meja kontrol/control table

- Model : E01501

- No.seri : 0362159111

- Protection class I type B

2. Film Radiografi roentgen dengan spesifikasi

a. Merk/jenis film : AGFA double emulsi 3. Pesawat CT-Scan dengan spesifikasi:

a. Merk/jenis type : - Philips MX 8000/Dura akron B (Multi Slice)

- Siemens/Somatom Plus-4 (single slice)

b. Nomor seri tabung : - 701410397 (Philips) - serial22470508 (Siemens) c. Tegangan maksimum : 140 kV (Philips dan Siemens) d. Kuat arus maksimum : 500 mA

e. Filter bawaan : Al

f. Generasi alat : - III Helicle capabilities (Philips) - III (Siemens)

4. Film radiografi CT-scan dengan spesifikasi

a. Merk/jenis film : AGFA


(39)

5. Phantom/objek nyata (pasien)

III.5 Prosedur penelitian

Penelitian dilakukan dengan pengamatan dan pengujian langsung dengan cara mendokumentasikan beberapa jenis pemeriksaan yang dilakukan terhadap beberapa pasien yang direkomendasikan untuk pemeriksaan tersebut:

III.5.1 Prosedur penelitian dengan menggunakan pesawat sinar-X konvensional

1. Mulai dengan pemilihan tombol power pada generator.

2. Lakukan penekanan terhadap tombol on/off untuk menghidupkan pesawat sinar-X konvensional.

3. Lanjutkan pengaturan pemilihan kondisi pemotretan dengan mengatur tegangan tabung (kV), kuat arus tabung (mA) dan waktu penyinaran (second) sesuai dengan kebutuhan objek yang yang di foto pada meja kontrol (control table).

4. Tempatkan kaset berisi film roentgen distandard kaset ataupun di bucky (bawah meja pemeriksaan) sesuai kondisi pasien.


(40)

29

Gambar 11 . Gambar meja pemeriksaan untuk pesawat sinar-X konvensional.

5. Posisikan pasien dengan bagian dada/paru mencakup pada bagian standar kaset/bucky sesuai dengan ukuran kaset yang diperlukan.

6. Atur jarak penyinaran 150 cm dari objek yang akan di foto serta atur luas lapangan penyinaran yang diperlukan sesuai dengan ukuran objek yang akan difoto.

7. Penekanan eksposi/ penyinaran dilakukan setelah pasien di berikan pemberitahuan untuk menarik dan menahan nafas jika keadaan fisik pasien memungkinkan utuk melakukan hal tersebut.


(41)

Gambar 12: control table

8. Setelah eksposi, kaset berisi film yang sudah dieksposi di proses di kamar gelap untuk mendapatkan hasil film roentgen yang diperlukan, sesuai dengan data klinik awal pasien.


(42)

31

9. Lakukan pencatatan keluaran kondisi penyinaran yang dilakukan dalam setiap pemeriksaan meliputi pemilihan tegangan tabung (kV), kuat arus tabung (mA) dan waktu penyinaran (second).

III.5.2 Prosedur penelitian dengan menggunakan pesawat CT-scan 1. Persiapkan pesawat CT-Scan dengan memilih pilihan tombol on/off . 2. Lakukan prosedur untuk melakukan kalibrasi pada pesawat CT-Scan

dengan beberapa modul pada komputer untuk dilakukan beberapa pemeriksaan.

Gambar 14. Pesawat CT-Scan Philips MX 8000 Dura akron-B

Gambar 15 : Pesawat CT-scan Siemens /somatom plus -4 (single slice)


(43)

3. Lakukan persiapan pasien, dengan memosisikan pasien terlentang diatas meja pemeriksaan.

4. Atur posisi pasien dengan memperhatikan lampu kolimator pada gantry dengan batas atas cervical 6 dan batas bawah umbilicus, Dengan kedua tangan (ekstremitas) berada disamping kepala pasien.

5. Masukkan informasi/data pribadi pasien meliputi : Nama, nomor registrasi medik (RM), umur , jenis kelamin dan posisi pasien yang diinginkan sesuai dengan keperluan objek pada kolom yang tersedia pada layar monitor.

6. Pilih exam protocol group dengan memilih Thorax. 7. Atur line untuk mendapatkan scanogram yang diinginkan.

8. Atur parameter scanning sebagaimana parameter scanning untuk pemeriksaan thorax dengan pemilihan slice thickness (ketebalan objek/lapisan)

9. Catat setiap perubahan parameter scanning yang muncul pada layar monitor (Komputer).

10. Jika pemeriksaan sudah selesai pilih dan klik cancel untuk mengakhiri pemeriksaan dan mematikan gantry.

11. Lakukan proses perolehan film CT-Scan dengan memilih menu print untuk mendapatkan hasil gambaran pada film CT-Scan yang terhubung dengan printer dan komputer.


(44)

33 III.6 Analisis data.

1. Langkah pertama dalam analisis data terhadap data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data dengan cara observasi langsung terhadap beberapa jalannya pemeriksaan di lapangan .

2. Melakukan pencatatan data tersebut dengan menggunakan alat tulis dan mendokumentasikannya dengan beberapa alat teknologi yang berfungsi untuk menyimpan beberapa data.

3. Langkah berikutnya melakukan analisis hasil foto/film yang diperoleh dengan menggunakan pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT-Scan dari beberapa hasil pemeriksaan.

4. Melakukan wawancara (indepth interview) dengan radiographer/dokter radiologi untuk memperoleh keterangan ilmiah yang berhubungan dengan pemeriksaan.


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil penelitian

Penelitian dilakukan pada pesawat Sinar-X konvensional dan pesawat CT-Scan single slice dan multi slice di Instalasi Radiologi dengan melakukan pengamatan (observasi) langsung dan pengujian langsung. Pengambilan data dengan cara melakukan prosedur pemotoan pada beberapa pasien dengan diagnosa sementara tumor paru, baik menggunakan pesawat sinar-X konvensional dengan megatur kondisi pemotretan yang diperlukan meliputi pemilihan tegangan tabung (kV), arus tabung (mA) dan waktu penyinaran (second) dilanjutkan dengan pencatatan nilai tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), dan waktu penyinaran (second) maupun beberapa parameter scanning yang digunakan dalam penggunaan pesawat CT-Scan. Adapun langkah pengambilan data secara rinci dalam penjelasan sebagai berikut.

IV.1.1 Hasil pengamatan kinerja penggunaan pesawat sinar-X konvensional dalam memberikan citra radiografi serta pengaruh variasi kondisi penyinaran terhadap nilai dosis radiasi.

Prosedur pengambilan data pada penelitian ini diawali dengan melakukan proses pemakaian pesawat sinar-X konvensional yang siap pakai mulai dari proses on/off untuk memastikan kondisi penyinaran yang diperlukan dalam pemeriksaan thorax sampai kepada pemosisian tabung roentgen, meja pemeriksaan dan pasien sesuai dengan posisi pemotretan yang dilakukan. Dan perlu dipastikan pintu masuk ruang pemeriksaan dalam keadaan tertutup, untuk menghindari keluar masuknya pasien yang tidak terlibat dalam pemeriksaan tersebut. Adapun faktor eksposi atau kondisi penyinaran yang dilakukan adalah pada kondisi penyinaran yang dilakukan pada pelayanan pemeriksaan roentgen thorax dewasa di unit radiologi MF, yaitu dengan menggunakan tegangan tabung antara 60 kV - 70 kV, arus tabung 200 mA dan dengan waktu eksposi atau penyinaran antara 0,1 second - 0,12 second yang disesuaikan dengan ketebalan objek yang difoto. Arah sinar horizontal terhadap objek, kolimator dalam keadaan terbuka sesuai dengan objek


(46)

35

yang diperlukan Selanjutnya proses pemeriksaan dilanjutkan dengan menekan tombol ready dan ekspose untuk pengambilan gambar dengan menginformasikan pasien untuk menarik dan menahan nafas selama pemeriksaan. Selanjutnya kaset yang berisi film roentgen tersebut diproses di kamar gelap ( mesin processing) yang automatic berisi cairan developer (pembangkit) →fixer (penetap) →washing (cairan pembersih).

Tabel IV.1.1 Hasil pengamatan film roentgen pada pasien tumor paru dengan menggunakan pesawat sinar-X konvensional.

No

Parameter kondisi penyinaran (eksposi)

Jarak (cm)

Hasil Film Tegangan

tabung (kV)

Kuat arus (mA)

Waktu penyinaran (second)

1 60 200 0,1 150

Pasien I ( M)

2 65 200 0,1 150

Pasien II (T)


(47)

Pemilihan tegangan tabung (kV), Arus tabung (mA) dan waktu penyinaran (second) yang dilakukan pada teknik pemeriksaan tersebut berdasarkan standard kondisi radiographic yang telah ditetapkan, seperti pada tabel berikut: Tube current (mA) Focal spot

Object thickness/ketebalan objek (cm) Exposure

Time (second) Distance/ jarak (cm) Dosis Kulit (R) Tube potential/tegangan tabung (kV) 200 mA Large cm kV

15 16 17 18 19 20 21 0,1 150

0,8 s/d 1,1 57 58 59 60 61 62 63

cm

kV

22 23 24 25 26 27 28 0,1 150

65 67 69 71 73 75 77

IV.1.2 Hasil pengamatan kinerja penggunaan pesawat CT-Scan dalam memberikan citra radiografi serta pengaruh variasi kondisi penyinaran terhadap dosis radiasi.

Prosedur pengambilan data pada penelitian ini diawali dengan melakukan kalibrasi pesawat untuk memastikan bahwa kondisi scan parameter pada pesawat CT-Scan dalam keadaan siap digunakan. Dan sebelum kalibrasi dilakukan, perlu dipastikan bahwa pintu masuk ruang pemeriksaan dalam keadaan terkunci, untuk mengurangi kemungkinan keluar masuknya pasien secara sembarangan.

Kalibrasi pesawat dilakukan setelah pesawat dalam keadaan hidup, baik pada pengaturan gantry maupun pengaturan soft ware pada Komputer. Proses


(48)

37

scanning dapat berlangsung setelah identitas pasien dilengkapi pada tabel yang muncul pada layar monitor. dari hasil pengamatan pada saat kalibasi, scan parameter pesawat yang siap digunakan meliputi tegangan tabung 120 kV, arus tabung 28-500 mA, slice thicknes (ketebalan irisan) 1-10 mm dan scan time

(waktu penyinaran) 1-5 second. Selanjutnya pengamatan dalam penelitian ini dilanjutkan dengan teknik pemeriksaan pada CT-Scan thorax, yang dimulai dari persiapan pasien yang diposisikan tidur terlentang diatas meja pemeriksaan dengan mengatur MSP sesuai dengan arah lampu kolimator yang ada pada gantry sebagai petunjuk dasar batas atas-bawah dan kiri-kanan untuk pemeriksaan thorax. Proses scanning berlangsung setelah identitas pasien terisi dengan lengkap disertai dengan pemilihan posisi pasien yang muncul pada layar monitor, dilanjutkan dengan pemilihan parameter untuk CT-Scan thorax sampai dengan munculnya parameter scanning yang langsung tertera pada layar monitor selama proses scanning berlangsung. Parameter scanning yang muncul pada layar monitor tersebut ditampilkan berupa Increment, slice thickness, time, FOV, kV, dan mA.


(49)

Hasil pengamatan pada saat film CT-Scan diproses (dicetak) oleh mesin printer .

N0 Parameter scanning (scan parameter)

1

Increment (mm)

Slice thickness

(mm) Time

(second)

FOV (mm)

Tegangan tabung (kV)

Kuat arus tabung (mA)

10 5 1,00 350 120 240

Hasil Film CT-Scan


(50)

39

N0 Parameter scanning (scan parameter)

1

Increment (mm) Slice thickness (mm) Time (sec) FOV (mm)

Tegangan tabung (kV)

Kuat arus tabung (mA)

10 5 0,75 320 120 150

Hasil Film CT-Scan

Pasien II (T)

Tabel IV.1.2 Hasil pengamatan film CT-scan pada pasien tumor paru dengan menggunakan pesawat CT-scan.

Pencetakan gambar untuk menghasilkan gambaran pada film CT-Scan menggunakan printer atau yang disebut dengan Dryview yang diformulasikan secara khusus untuk laser imaging film dalam menghasilkan gambaran yang baik


(51)

dan visibilitas yang lebih besar dengan detail yang halus untuk meningkatkan hasil diagnostik. Teknik pengolahan film tidak sama seperti pada penggunaan konvensional yang memerlukan kamar gelap dan menggunakan bahan kimia seperti developer dan fixer. Teknik pengolahan pada dryview ini menggunakan sistem laser dalam pencetakan gambar. Laser imaging film ini memiliki resolusi, kontras, densitas dan memiliki ukuran 24 cm x 30 cm dan 35 cm x 43 cm dan pada penelitian ini menggunakan film ukuran 35 cm x 43 cm.

Hasil analisis perubahan nilai kondisi penyinaran terhadap nilai dosis radiasi pada masing masing nilai kuat arus dan tegangan tabung dengan menggunakan pesawat sinar-X konvensional dan pesawat CT-Scan pada :

1. Pasien I (M)

a. Dengan menggunakan pesawat sinar-X konvensional:

Tegangan tabung 60kV, arus tabung 200mA dan waktu penyinaran 0,1second menghasilkan besarnya Kuat arus tabung penyinaran/kuantitas radiasi sebesar: 20 mAs yang diperoleh dari perhitungan:

mAs = mA x s

mAs = 200 mA x 0,1 second mAs = 20

b. Dengan menggunakan pesawat CT-Scan:

Tegangan tabung 120 kV, arus tabung 240 mA dan waktu penyinaran 1,0 second/Slice menghasilkan besarnya kuat arus tabung penyinaran/kuantitas radiasi sebesar: 480 mAs yang diperoleh dari perhitungan:

mAs = mA x s

mAs = 240 mA x 1,0 second mAs = 240

2. Pasien II (T)


(52)

41

Tegangan tabung 65 kV, arus tabung 200mA dan waktu penyinaran 0,1 second menghasilkan besarnya kuat arus tabung penyinaran/kuantitas radiasi sebesar : 20 mAs yang diperoleh dari perhitungan:

mAs = mA x s

mAs = 200 mA x 0,1 second mAs = 20

b. Dengan menggunakan pesawat CT-Scan :

Tegangan tabung 120 kV, arus tabung 150 mA dan waktu penyinaran 0,75 second

second/slice menghasilkan besarnya kuat arus tabung penyinaran /kuantitas radiasi

sebesar : mAs. Yang diperoleh dari perhitungan ;

mAs = mA x s

mAs = 150 mA x 0,75 second

mAs = 112,5

Dari persamaan diatas dapat diperlihatkan bahwa semakin besar tegangan tabung (kV) arus tabung (mA) dan waktu penyinaran (second) untuk membangkitkan sinar-X semakin cepat atau besar energi untuk menggerakkan elektron, semakin besar fraksi sinar-X yang terjadi semakin kecil panjang gelombang sinar –X dan semakin besar daya tembus (kwalitas radiasi/sinar-X) sehingga dosis radiasi terhadap pasien semakin besar.

IV.1.3 Keuntungan (kelebihan) dan kerugian (kekurangan) penggunaan pesawat CT-Scan dibandingkan dengan penggunaan pesawat sinar-X konvensional

1. informasi citra yang ditampilkan oleh CT Scan tidak tumpang tindih (overlap) sehingga dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada bidang tegak lurus berkas sinar (seperti pada foto rontgen), citra CT Scan dapat menampilkan informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi. Citra penggunaan pesawat CT Scan lebih mudah


(53)

dianalisis daripada citra yang dihasilkan oleh teknik radiografi dengan menggunakan pesawat sinar-X konvensional.

2. Dosis radiasi yang diterima oleh pasien dengan menggunakan pesawat CT-Scan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dosis radiasi yang diterima pasien dengan menggunakan pesawat sinar-X konvensional. 3. Biaya pemeriksaan yang dibebankan jauh lebih banyak dengan

menggunakan pesawat CT-Scan dibandingkan dengan menggunakan pesawat sinar-X konvensional.

4. Penggunaan pesawat CT-Scan dan pesawat sinar-X konvensional sama-sama memiliki keunggulan pemeriksaan yang non invasive/tidak menimbulkan rasa sakit.

5. Penggunaan Pesawat CT-Scan tidak terlepas dari penggunaan dasar pesawat sinar-X konvensional dalam memberikan foto pendahuluan sebelum melakukan tindakan scanning.


(54)

43 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan

1. Hasil pengamatan prinsip kerja penggunaan pesawat sinar-X konvensional dalam memberikan citra radiografi tergantung pada ketebalan objek yang di foto dalam memberikan kondisi penyinaran yang diizinkan meliputi tegangan tabung , kuat arus tabung dan waktu pemotretan yang diinginkan (kV,mA,s) yang diatur secara manual pada control table. Sedangkan prinsip kerja penggunaan pesawat CT-Scan dalam memberikan citra radiografi tergantung pada ketebalan objek yang di scan dalam menampilkan parameter scanning (scan protocol) yang muncul secara otomatis di layar monitor sesuai kebutuhan objek meliputi kV, mA, scan time (s),

2. Pengaruh variasi kondisi penyinaran pada pesawat CT-Scan terhadap dosis radiasi lebih tinggi dibandingkan dengan variasi kondisi penyinaran pada saat menggunakan pesawat sinar-X konvensional

3. Penggunaan Pesawat CT-Scan memiliki tingkat keunggulan yang lebih baik dalam memberikan citra radiograf yang lebih baik/ optimal dibandingkan dengan penggunaan pesawat sinar-X konvensional.

V.2 Saran.

1. Dalam meningkatkan citra radiografi yang maksimal, sebaiknya pemilihan kondisi penyinaran meliputi tegangan tabung, kuat arus, waktu penyinaran (kV, mA, dan scantime) pada pesawat sinar –X konvensional harus diikuti dengan memperhatikan kondisi cairan processing yang sangat mendukung layak tidaknya film roentgen di hasilkan. Dan sebaliknya pada pesawat CT-scan pelaksanaan kalibrasi pesawat harus lebih teratur dilakukan untuk mengurangi artefak yang muncul pada hasil scanning.


(55)

2. Pengurangan nilai dosis radiasi akibat pengaruh kondisi penyinaran pada pesawat CT-scan Sebaiknya dapat dilakukan dengan memperkecil luas lapangan penyinaran sesuai dengan kebutuhan objek yang diperlukan.

3. Hasil citra radiografi penggunaan pesawat sinar-X konvensional dapat memberikan hasil citra yang optimal dengan lebih memperhatikan pemilihan Kondisi penyinaran yang optimal meliputi tegangan tabung (kV), arus tabung (mA), waktu penyinaran (second) serta penggunaan cairan processing, sehingga penggunaan pesawat CT-Scan tidak semata-mata langsung menggantikan Pesawat sinar-X konvensional, sebagai dasar pertimbangan hasil analisis diagnosa.


(56)

45

DAFTAR PUSTAKA

Abel tasfir, 2012, CT-scan computed tomography scanner, http://abel- tasfir.blogspot.com/2012/05/ct-scan-computed-tomography-scanner.html. akses tanggal 22 agustus 2013.

Ajunk Arta wijaya,2012, Faktor Penyebab Perubahan Bentuk Pada Citra Radiografi.htm

Ballinger, Philips W,1986, is Merril’s Atlas of Roentgenograpic Position and

Radiologic Procedures,Eight Edition. CV.Mosby.

Bapeten, 2001, Petugas Proteksi Radiasi, Jakarta.

Bontrager, Kenneth L, 2001, Text Book of Radiographic positioning and Related

Anatomy ,Fifth Edition. Mosby.

Catatan Radiograf.blogspot.com/2012/01. Faktor Penyebab Perubahan Bentuk Pada Citra Radiografi.html

Medical physics, pesawat sinar-X konvensional.htm.

Meredith, J W and Massey, JBS, 1977, Fundamental Phsycis of Radiologi Withington, Manchester

Mutu dan karakteristik citra medik_html

Rasad, Sjahriar, 2005, Radiologi Diagnostik , FKUI, Jakarta.

Ridowahyudi, 2010, Prinsip Kerja dan Komponen CT-Scan, F:/Prinsip kerja dan komponen CT Scan « Rido Wahyudi.htm


(57)

(58)

47 Lampiran 2


(59)

(60)

45

DAFTAR PUSTAKA

Abel tasfir, 2012, CT-scan computed tomography scanner, http://abel- tasfir.blogspot.com/2012/05/ct-scan-computed-tomography-scanner.html. akses tanggal 22 agustus 2013.

Ajunk Arta wijaya,2012, Faktor Penyebab Perubahan Bentuk Pada Citra Radiografi.htm

Ballinger, Philips W,1986, is Merril’s Atlas of Roentgenograpic Position and

Radiologic Procedures,Eight Edition. CV.Mosby.

Bapeten, 2001, Petugas Proteksi Radiasi, Jakarta.

Bontrager, Kenneth L, 2001, Text Book of Radiographic positioning and Related

Anatomy ,Fifth Edition. Mosby.

Catatan Radiograf.blogspot.com/2012/01. Faktor Penyebab Perubahan Bentuk Pada Citra Radiografi.html

Medical physics, pesawat sinar-X konvensional.htm.

Meredith, J W and Massey, JBS, 1977, Fundamental Phsycis of Radiologi Withington, Manchester

Mutu dan karakteristik citra medik_html

Rasad, Sjahriar, 2005, Radiologi Diagnostik , FKUI, Jakarta.

Ridowahyudi, 2010, Prinsip Kerja dan Komponen CT-Scan, F:/Prinsip kerja dan komponen CT Scan « Rido Wahyudi.htm


(61)

(62)

47 Lampiran 2


(63)

(1)

47 Lampiran 2


(2)

(3)

45

DAFTAR PUSTAKA

Abel tasfir, 2012, CT-scan computed tomography scanner, http://abel- tasfir.blogspot.com/2012/05/ct-scan-computed-tomography-scanner.html. akses tanggal 22 agustus 2013.

Ajunk Arta wijaya,2012, Faktor Penyebab Perubahan Bentuk Pada Citra Radiografi.htm

Ballinger, Philips W,1986, is Merril’s Atlas of Roentgenograpic Position and

Radiologic Procedures,Eight Edition. CV.Mosby.

Bapeten, 2001, Petugas Proteksi Radiasi, Jakarta.

Bontrager, Kenneth L, 2001, Text Book of Radiographic positioning and Related

Anatomy ,Fifth Edition. Mosby.

Catatan Radiograf.blogspot.com/2012/01. Faktor Penyebab Perubahan Bentuk Pada Citra Radiografi.html

Medical physics, pesawat sinar-X konvensional.htm.

Meredith, J W and Massey, JBS, 1977, Fundamental Phsycis of Radiologi Withington, Manchester

Mutu dan karakteristik citra medik_html

Rasad, Sjahriar, 2005, Radiologi Diagnostik , FKUI, Jakarta.

Ridowahyudi, 2010, Prinsip Kerja dan Komponen CT-Scan, F:/Prinsip kerja dan komponen CT Scan « Rido Wahyudi.htm


(4)

(5)

47 Lampiran 2


(6)