Pengertian Kepailitan dan Syarat Pailit

xviii BAB II LANDASAN KEPAILITAN DAN PENGADILAN NIAGA

A. Pengertian Kepailitan dan Syarat Pailit

Kepailitan merupakan suatu sitaan umum, atas seluruh harta kekayaan dari orang yang berutang, untuk dijual di muka umum, guna pembayaran hutang- hutangnya kepada semua kreditor, dan dibayar menurut perbandingan jumlah piutang masing-masing. Dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris istilah pailit dapat ditemukan. Dalam bahasa Perancis, istilah faillite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya disebut dengan Le Faille. Di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Sedangkan dalam bahasa Inggris digunakan istilah to fail dan kata di dalam bahasa Latin digunakan istilah failire. 2 Menurut Rachmadi Usman kepailitan adalah: Keadaan dimana seorang debitor tidak mampu melunasi hutang-hutangnya pada saat hutang tersebut jatuh tempo. Pernyataan pailit tidak boleh diputuskan begitu saja, melainkan harus dinyatakan oleh pengadilan, baik atas permohonan sendiri maupun atas permintaan seseorang atau pihak ketiga”. 3 Namun demikian, umumnya orang sering menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut adalah suatu sitaan umum atas seluruh harta debitor agar dicapainya perdamaian antara debitor dan para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil diantara para kreditor. 4 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyatakan sebagai berikut: “kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang 2 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2002, hal.26-27. 3 Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hal. 12. 4 Ahmad Yani Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis, Kepailitan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal.11. 11 Universitas Sumatera Utara xix pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”. Munir Fuady menyamakan “istilah kepailitan dengan bangkrut” manakala perusahaan atau orang pribadi tersebut tidak sanggup atau tidak mau membayar hutang-hutangnya. Oleh karena itu, daripada pihak kreditor ramai- ramai mengeroyok debitor dan saling berebutan harta debitor tersebut, hukum memandang perlu mengaturnya sehingga hutang-hutang debitor dapat dibayar secara tertib dan adil. Dengan demikian, yang dimaksud dengan kepailitan adalah suatu sitaan umum yang dijatuhkan oleh pengadilan khusus, dengan permohonan khusus, atas seluruh aset debitor badan hukum atau orang pribadi yang mempunyai lebih dari 1 satu hutangkreditor dimana debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang-hutangnya, sehingga debitor segera membayar hutang-hutangnya tersebut. 5 Pasal 24 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman berbunyi: “Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undang-undang”. Alasan-alasan permohonan kasasi atas putusan pernyataan kepailitan tidak jauh berbeda dengan alasan-alasan permohonan kasasi atas putusan perkara perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, Jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, jo Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu karena: 1. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang. 2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. 3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang- undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Tata cara pengajuan permohonan kasasi perkara kepailitan diatur lebih lanjut dalam Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Permohonan kasasi diajukan dalam waktu paling lambat 8 hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan, dengan mendaftarkan kepada 5 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal. 75. Universitas Sumatera Utara xx Panitera Pengadilan Niaga yang telah menetapkan putusan atas permohonan pernyataan pailit. Panitera mendaftarkan permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan. Pemohon diberi tanda terima tertulis yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pene- rimaan pendaftaran. Pada tanggal permohonan kasasi didaftarkan, pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera dan salinan permohonan kasasi berikut salinan memori kasasi kepada pihak terkasasi. Kepailitan membawa akibat hukum bagi diri yang dinyatakan pailit menjadi tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pengurusan dan pemilikan terhadap aset yang dimilikinya. Konsep dasar kepailitan sebenarnya bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata. Pasal itu menyatakan bahwa semua barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak milik debitor, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi jaminan bagi perikatan-perikatan perorangan debitor itu. 6 Arti dari kutipan tersebut adalah sekalipun tidak diperjanjikan dengan tegas-tegas, seorang debitor bertanggung jawab terhadap segala hartanya dengan barang-barang yang dimilikinya baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari. Yang banyak tidak disadari oleh orang ialah bahwa yang tidak dikatakan oleh pasal ini ialah seorang debitor tidak dapat dituntut pertanggung jawabannya jika ia tidak memiliki barang apapun. Pasal 222 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan mengatakan: “Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan membayar hutang-hutangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran hutang, dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang 6 Martiman Prodjohamidjojo, Proses Kepailitan, Mandar Maju, Bandung, 1999, hal. 45. Universitas Sumatera Utara xxi meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditor konkuren”. Dari ketentuan pasal di atas dapat dipahami bahwa pada kenyataannya bahwa undang-undang memberikan kesempatan kepada debitor untuk melakukan penundaan pembayaran dengan melakukan perdamaian kepada para kreditornya. Sehubungan dengan uraian di atas maka upaya hukum lainnya dalam kepailitan juga dikenal dengan istilah actio pauliana. Actio Pauliana dalam kamus hukum diartikan sebagai gugatan pembatalan, gugatan kreditor, gugatan dari pihak kreditor yang ditujukan terhadap perbuatan debitor karena perbuatan itu dianggap curang dan sangat merugikan kreditor. 7 Perihal actio pauliana dapat dilihat isi Pasal 41 Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 yaitu : 1 untuk kepentingan harta pailit dapat dimintakan pembatalan atas segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditor, yang dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan. 2 Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum tersebut dilakukan debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. 3 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah perbuatan hukum debitor yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan atau karena undang-undang. Dalam Undang-Undang Kepailitan tidak ada batasan waktu saat dilakukan perbuatan hukum oleh debitor sehingga dapat dibatalkan melalui upaya actio pauliana tersebut. Karena itu hukum yang mengaturnya hanyalah hukum yang umum mengenai daluarsa suatu gugatan. Dalam hal ini, gugatan terhadap actio pauliana dapat dilakukan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh debitor yang belum melebihi jangka waktu 1 tahun. 7 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 1990, hal. 33. Universitas Sumatera Utara xxii Agar seorang debitor dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, maka berbagai persyaratan juridis harus dipenuhi ketentuan dalam Bab II Pasal 2 sampai dengan Pasal 20 UU No. 37 Tahun 2004 yaitu: a. Permohonan dari debitor perorangan. 1 Surat permohonan bermaterai dari pengacara yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga setempat. 2 Izinkartu pengacara yang dilegalisir pada Kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat. 3 Surat kuasa khusus. 4 Surat tanda bukti diri KTP suamiisteri yang masih berlaku. 5 Persetujuan suamiisteri yang dilegalisir. 6 Daftar asset dan tanggung jawab. 7 Neraca pembukuan terakhir dalam hal perorangan memiliki perusahaan. b. Permohonan dari debitor Perseroan Terbatas. 1 Surat permohonan bermaterai dari pengacara yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga setempat. 2 Izinkartu pengacara yang dilegalisir pada Kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat. 3 Surat kuasa khusus. 4 Akta pendaftaran perusahaan tanda daftar perusahaan yang dilegalisir dicap oleh Kantor Perdagangan paling lambat 1 satu minggu sebelum permohonan didaftarkan. 5 Putusan sah rapat umum pemegang saham RUPS terakhir. 6 Neraca keuangan terakhir. 7 Nama serta alamat semua kreditor dan debitor. 8 Anggaran DasarAnggaran rumah tangga. c. Permohonan dari debitor YayasanAsosiasi. 1 Surat permohonan bermaterai dari pengacara yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga setempat. 2 Izinkartu pengacara yang dilegalisir pada Kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat. 3 Surat kuasa khusus. 4 Akta pendaftaran yayasanasosiasi yang dilegalisir dicap oleh Kantor Perdagangan paling lambat 1 satu minggu sebelum permohonan didaftarkan. 5 Putusan Dewan Pengurus yang memutuskan untuk mengajukan pernyataan pailit. 6 Neraca keuangan terakhir. 7 Nama serta alamat semua kreditor dan debitor. d. Permohonan dari debitor KejaksaanBank IndonesiaBapepam. 1 Surat permohonan bermaterai dari pengacara yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga setempat. 2 Surat tugassurat kuasa. 3 Izinkartu pengacara yang dilegalisir pada Kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat. Universitas Sumatera Utara xxiii 4 Surat kuasa khusus. 5 Akta pendaftaran perusahaanbankperusahaan efek yang dilegalisir dicap oleh Kantor Perdagangan paling lambat 1 satu minggu sebelum permohonan didaftarkan. 6 Surat perjanjian utang. 7 Perincian utang yang telah jatuh tempotidak dibayar. 8 Neraca keuangan terakhir. 9 Daftar asset dan tanggung jawab. 10 Nama serta alamat semua kreditor dan debitor. e. Permohonan dari kreditor KejaksaanBank IndonesiaBapepam. 1 Surat permohonan bermaterai dari pengacara yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga setempat. 2 Izinkartu pengacara yang dilegalisir pada Kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat. 3 Surat kuasa khusus. 4 Akta pendaftaran perusahaanyayasanasosiasi yang dilegalisir dicap oleh Kantor Perdagangan paling lambat 1 satu minggu sebelum permohonan didaftarkan. 5 Surat perjanjian utang. 6 Perincian utang yang tidak dibayar. 7 Nama serta alamat masing-masing debitor 8 Tanda kenal diri debitor. 9 Nama serta alamat mitra usaha. 10 Terjemahan dalam bahasa Indonesia dan Bahasa Inggeris oleh penterjemah resmi jika menyangkut unsur asing. 8 Dari bunyi Pasal 11 ayat 1 perihal kasasi, Pasal 14 ayat 1 perihal peninjauan kembali, dan Pasal 295 ayat 1 perihal peninjauan kembali Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terdapat dua kemungkinan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak yang tidak puas terhadap putusan pernyataan kepailitan, yaitu upaya hukum kasasi atau peninjauan kembali. Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 menjelaskan: Upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung”. Pasal 14 ayat 1 berbunyi: “terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung”. Pasal 295 ayat 1 berbunyi “terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini”. 8 Rudhy A. Lontoh, dkk, Penyelesaian Utang Piutang, Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2001, hal. 3-5. Universitas Sumatera Utara xxiv

B. Dasar Hukum kepailitan Menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 dan Permohonan Pailit