BAB 4 HASIL PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan 30 sampel sefalogram lateral dan model studi gigi pasien dengan usia minimal 18 tahun di klinik PPDGS ortodonti FKG USU. Pada
penelitian ini digunakan data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik pasien PPDGS berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan pengukuran yang
dilakukan terhadap sampel, dapat dilihat gambaran rerata sudut MP-SN, tinggi wajah anterior bawah LAFH, tinggi dentoalveolar regio molar maksila dan mandibula
serta lebar lengkung gigi pada pasien klas I skeletal di klinik PPDGS ortodonti FKG USU Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 2. Nilai Rerata Sudut MP-SN dan Tinggi Wajah Anterior Bawah pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU
Tinggi Vertikal Wajah N
Rata-rata Simpangan Baku
Sudut MP-SN 30
33,25
o
6,905
o
LAFH 30
72,59 mm 7,493 mm
Tabel 2 menunjukkan nilai rerata sudut MP-SN dan tinggi wajah anterior bawah pada pasien di klinik PPDGS ortodonti FKG-USU. Nilai rerata sudut MP-SN
adalah 33,25 dan LAFH adalah 72,59 mm.
Tabel 3. Nilai Rerata Tinggi Dentoalveolar Regio Molar pada Pasien Di Klinik
PPDGS Ortodonti FKG-USU
Tinggi Dentoalveolar Regio Molar N
Rata-rata Simpangan Baku
Maksila 30
28,283 mm 5,996 mm
Mandibula 30
33,567 mm 5,418 mm
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3 menunjukkan nilai rerata tinggi dentoalveolar regio molar maksila dan mandibula pada pasien di klinik PPDGS ortodonti FKG-USU. Nilai rerata tinggi
dentoalveolar regio molar maksila adalah 28,283 dan mandibula adalah 33,567.
Tabel 4. Nilai Rerata Lebar Lengkung Gigi pada Pasien Di Klinik PPDGS
Ortodonti FKG-USU
Pengukuran Rerata
mm Standard
deviasi Batas bawah
mm Batas atas
mm
Maksila Lebar
Interkaninus Bukal
37,05 2,938
31,10 44,10
Palatal 26,27
1,955 21,50
29,80 Lebar
Intermolar Bukal
62,36 2,744
57,00 71,20
Palatal 37,10
2,765 31,60
44,50 Mandibula
Lebar Interkaninus
Bukal 28,823
2,577 23,40
35,00 Lingual
20,800 2,446
16,70 27,60
Lebar Intermolar
Bukal 56,916
2,935 52,00
64,70 Lingual
33,276 2,915
28,00 39,00
. Tabel 4 menunjukkan bahwa lebar lengkung gigi yang paling besar adalah lebar
lengkung intermolar bagian bukal sebesar 71,20 mm pada maksila dan 64,70 mm pada mandibula, kemudian lebar lengkung gigi yang paling kecil adalah lebar
interkaninus palatal sebesar 21,50 mm pada maksila dan lebar interkaninus lingual sebesar 16,70 mm pada mandibula.
Data terdistribusi normal atau tidak dapat diketahui melalui uji normalitas. Karena jumlah sampel
≤ 50 maka uji normalitas yang dipakai adalah Uji Kolmogorov-Smirnov. Jika p 0,05 maka variabel terdistribusi normal. Pengujian
Kolmogorov-Smirnov menunjukkan keduabelas variabel terdistribusi normal maka hubungan antara morfologi vertikal wajah yaitu sudut MP-SN dan tinggi wajah
Universitas Sumatera Utara
anterior bawah terhadap tinggi dentoalveolar regio molar dan lebar lengkung gigi dapat diperoleh dengan menggunakan uji korelasi Pearson’s. Tabel 5, Tabel 6, Tabel
7 dan Tabel 8. Tabel 5. Hubungan antara Sudut MP-SN dengan Tinggi Dentoalveolar Regio
Molar pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti FKG-USU Uji Korelasi Pearson’s
Tinggi Dentoalveolar Regio Molar Sudut MP-SN
p r Pearson’s
Maksila 0,286
0,201 Mandibula
0,869 -0,31
. Korelasi bermakna adalah signifikan pada taraf uji p ≤ 0.05
r = 0,21 – 0,40 → lemah
r = 0,41 – 0,60 → sedang
r = 0,61 – 0,80 → cukup kuat
Tanda negatif menyatakan arah korelasi variabel.
Pada tabel 5, hasil uji korelasi Pearson’s antara sudut MP-SN dengan tinggi dentoalveolar regio molar maksila diketahui sebesar 0,201 dengan signifikansi p
sebesar 0,286 dan mandibula sebesar -0,31 dengan signifikansi p sebesar 0,869. Dengan nilai r
≤ 0,21 dan
p ≥ 0,05, hal ini menunjukkan bahwa tidak diperoleh
adanya kekuatan korelasi dan signifikansi sehingga korelasi dan signifikansi dinyatakan tidak bermakna.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6. Hubungan antara Tinggi Wajah Anterior Bawah dengan Tinggi
Dentoalveolar Regio Molar pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti FKG- USU Uji Korelasi Pearson’s
Tinggi Dentoalveolar Regio Molar Tinggi Wajah Anterior Bawah
p r Pearson’s
Maksila 0,041
0,376 Mandibula
0,000 0,637
. Korelasi bermakna adalah signifikan pada taraf uji p ≤ 0.05
r = 0,21 – 0,40 → lemah
r = 0,41 – 0,60 → sedang
r = 0,61 – 0,80 → cukup kuat
Tanda negatif menyatakan arah korelasi variabel.
Dari tabel 6 terlihat bahwa hasil uji korelasi Pearson’s antara tinggi wajah
anterior bawah dengan tinggi dentoalveolar regio molar pada maksila diperoleh sebesar 0,376 dan mandibula sebesar 0,637. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan
korelasi untuk tinggi dentoalveolar regio molar pada maksila adalah lemah dengan signifikansi p sebesar 0,041 dimana
p ≤ 0,05
sehingga korelasi dinyatakan memiliki signifikansi yang bermakna. Sedangkan kekuatan korelasi untuk tinggi dentoalveolar
regio molar pada mandibula adalah cukup kuat dengan signifikansi p sebesar 0,000 dimana p
≤ 0,05
sehingga korelasi dinyatakan memiliki signifikansi yang bermakna.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 7. Hubungan antara Sudut MP-SN dengan Lebar Lengkung Gigi pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti FKG USU Uji Korelasi Pearson’s
Sudut MP-SN Lebar Lengkung Gigi
p r Pearson’s
Lebar Lengkung Gigi RA Interkaninus bukal
0,328 -0,185
Interkaninus palatal 0,544
-0,115 Intermolar bukal
0,996 0,001
Intermolar palatal 0,775
-0,055 Lebar Lengkung Gigi RB
Interkaninus bukal 0,381
0,166 Interkaninus lingual
0,283 -0,203
Intermolar bukal 0,179
-0,252 Intermolar lingual
0,892 0,026
. Korelasi bermakna adalah signifikan pada taraf uji p ≤ 0.05
r = 0,21 – 0,40 → lemah
r = 0,41 – 0,60 → sedang
r = 0,61 – 0,80 → cukup kuat
Tanda negatif menyatakan arah korelasi variabel.
Pada tabel 7, hasil uji korelasi Pearson’s antara sudut MP-SN dengan lebar lengkung gigi pada regio intermolar bukal untuk rahang bawah diketahui sebesar
-0,252. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan korelasinya lemah
dengan signifikansi p sebesar
0,179 dimana
p ≥ 0,05
sehingga korelasi dinyatakan tidak memiliki signifikansi yang bermakna.
Pada tabel 7 terlihat bahwa hasil korelasi dalam arah negatif. Tanda negatif tidak menunjukkan besarnya nilai korelasi, tetapi menunjukkan arah korelasi variabel
penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar sudut MP-SN, maka lebar lengkung gigi regio intermolar bukal pada rahang bawah cenderung menjadi lebih
sempit.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 8. Hubungan antara Tinggi Wajah Anterior Bawah dengan Lebar Lengkung
Gigi pada Pasien di Klinik PPDGS Ortodonti FKG USU Uji Korelasi Pearson’s
Tinggi Wajah Anterior Bawah Lebar Lengkung Gigi
p r Pearson’s
Lebar Lengkung Gigi RA Interkaninus bukal
0,385 0,164
Interkaninus palatal 0,686
0,077 Intermolar bukal
0,055 0,354
Intermolar palatal 0,460
0,140 Lebar Lengkung Gigi RB
Interkaninus bukal 0,169
0,258 Interkaninus lingual
0,783 -0,052
Intermolar bukal 0,736
-0,064 Intermolar lingual
0,946 0,013
. Korelasi bermakna adalah signifikan pada taraf uji p ≤ 0.05
r = 0,21 – 0,40 → lemah
r = 0,41 – 0,60 → sedang
r = 0,61 – 0,80 → cukup kuat
Tanda negatif menyatakan arah korelasi variabel.
Pada tabel 8, hasil uji korelasi Pearson’s antara tinggi wajah anterior bawah dengan lebar lengkung gigi pada regio intermolar bukal untuk maksila diketahui
sebesar 0,354 dan pada regio interkaninus bukal untuk mandibula sebesar 0,258. Hal ini menunjukkan keduanya memiliki kekuatan korelasi lemah
dengan signifikansi p sebesar
0,055 untuk intermolar bukal pada maksila dan
p sebesar
0,169 untuk interkaninus bukal pada mandibula dimana kedua nilai
p ≤ 0,05
sehingga korelasi dinyatakan tidak memiliki signifikansi yang bermakna.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN