Digital Imaging di Indonesia

sehingga PhotoShop menjadi standar industri DTP, sebelum marak digunakan di industri Digital Imaging. Sedangkan dalam hubungannya dengan fotografi, diperkirakan terjadi pada tahun 2000 – an. Hal ini selaras dengan perkembangan digital photography yang harga peralatannya sudah mulai terjangkau dan masuk ke industri konsumen secara besar. Perkembangan fitur di Photoshop bisa menjadi tolok ukur bagaimana trend Digital Imaging berkembang. Photoshop 2 menandai era Desktop Publishing, Photoshop 5.5 menandai era web, dan Photoshop CS Creative Suite menandai era Digital Imaging dalam kacamata fotografi.

3. Digital Imaging di Indonesia

Digital Imaging berkembang di Indonesia awal tahun 2000 yang diperkenalkan pertama kali oleh Sam Nugroho pemilik The Looop Indonesia. Lewat perusahaannya, Amoeba, Sam mencoba menghadirkan sesuatu yang baru di dunia fotografi. Menurut Sam, di tahun 1997, bisnis DI masih terasa gampang, karena belum menjamur seperti sekarang. Awalnya hampir semua agency takut memberikan order dalam bentuk DI. Mereka belum paham apa itu proses DI dalam fotografi. Bahkan menurut kisah Hakalam fotografer, saat itu bersama beberapa Digital Photographer lain seperti Hanawi almarhum, Artli, Ali dan Alex, ia sempat door to door memperkenalkan Digital Photography. Setelah 1997, agency mulai melirik DI, dari sanalah pesanan foto Digital Imaging mulai ramai. Apapun yang diinginkan klien, semua bisa terealisasi lewat proses ini. Hadirnya proses DI dalam dunia fotografi memang benar – benar memberi warna tersendiri pada dunia periklanan, karena informasi yang ingin disampaikan terutama secara hiperbola dapat direalisasikan. Dan tak bisa disangkal, hadirnya kamera digital turut mendongkrak animo terhadap Dgital Imaging serta berdampak pada profesi fotografer. Kemajuan dunia komputer, tentu saja berimbas pada kemudahan proses Digital Imaging. Program pendukung DI untuk foto ada Photoshop, Photo Paint dan Photo Styler. Di Indonesia sendiri banyak yang memakai Photoshop, karena program ini banyak bajakannya. Sementara di luar negeri, harga Photoshop sangat mahal sekitar 6 juta.

BAB III IDENTIFIKASI DATA

A. Identifikasi Obyek Perancangan

Komik sebagai sebuah media mempunyai karakteristik tersendiri. Jika seorang perupa mengatakan “Sebuah gambar adalah seribu kata-kata”, dan seorang sastrawan menimpali “Sebuah kata adalah seribu gambar”. Maka komik memiliki keduanya, “kekuatan gambar” dan “kekuatan kata”. Karena komik adalah imagery media antara film dan buku. Komik adalah sebuah bahasa literer visual yang mengisi ruang yang terdapat diantara kedua media tersebut. Sejak awal sejarahnya, komik memang cenderung tampil sederhana, ringan, dan lucu. Dengan munculnya The Yellow Kid dan Buster Brown’s Blue Ribbon Book of Jokes and Jingles, dua buah komik yang diterbitkan pertama kali, akhir 1890-an. Maka munculah istilah “comic” yang dalam bahasa Inggris berarti “lucu”. Tetapi kemudian menjadi tidak sesuai lagi, dengan semakin berkembangnya genre-genre baru, yang selanjutnya tidak selalu harus lucu. Setelah 30 th kemudian dapat kita jumpai tema-tema heroik, roman sampai horor. Apa boleh buat label “comic” sudah terlanjur lengket dan kesalahkaprahan itupun berlanjut sampai sekarang. Kini banyak orang memahami komik hanya sebagai media hiburan. Membaca komik identik dengan mengisi waktu luang atau malah buang-buang waktu. Bahkan ada seseorang dewasa yang ditegur temannya karena dia membawa dan membaca komik. Dari kejadian tersebut dapat kita tangkap ada semacam stigma bahwa komik hanya untuk anak-anak saja dan membaca komik tidak ada manfaatnya. Padahal tidak demikian kenyataannya. Dalam tradisi manga, sejak akhir 1950- an di Jepang muncul pembagian grouping pembaca komik. Shoujo manga untuk anak perempuan, Shounen manga untuk anak laki-laki, Seinen untuk remaja, dan Gekiga yang dalam bahasa Inggris artinya “theatrical pictures” untuk pembaca dewasa. Malah belakangan muncul manga untuk kalangan profesional sampai ibu rumah tangga. Di Perancis komik untuk kalangan dewasa berkembang pesat. Survey tahun 1993, 4 dari 10 orang Perancis usia 25-44 th membaca komik. Sepertiga dari 675 judul yang dipublikasikan di Perancis th 1992 ditujukan untuk kalangan dewasa. Bahkan akhir-akhir ini muncul istilah “Graphic Novel”, komik dengan tema-tema yang lebih berat, dengan penggarapan lebih nyeni, dan dilihat dari temanya jelas target sasarannya adalah orang dewasa. Adalah kurang jernih bila kita berpikir membaca komik tak ada manfaatnya. Sedikitnya kita mendapat hiburan. Coba kita luaskan pandangan kita, ternyata