Potensi Debit Analisis Kurva Lengkung Debit Karakterisasi dan Analisis Ketersediaan Air .1 Aplikasi Model Tangki

116 Gambar 25 Curah hujan rerata bulanan DAS Cicatih berdasarkan analisis sebaran peluang terlampaui Untuk pengembangan pertanian di daerah basah seperti di DAS Cicatih, disarankan untuk melakukan analisis kebutuhan air berdasarkan informasi curah hujan bulanan dengan peluang hujan terlampaui 75 karena tanaman relatif tidak berisiko mengalami kekeringan.

5.1.2 Potensi Debit Analisis Kurva Lengkung Debit

Perhitungan debit dilakukan berdasarkan kurva lengkung debit menggunakan data tinggi muka air yang dipantau melalui AWLR yang dipasang di lokasi penelitian Gambar 26. Perhitungan debit sungai menggunakan cubic spline interpolation CSI. CSI dapat digunakan untuk menggambarkan profil sungai secara kontinyu berdasarkan hasil pengukuran jarak dan kedalaman sungai. Gambar 26 Lokasi AWS dan AWLR 0,0 50,0 100,0 150,0 200,0 250,0 300,0 350,0 400,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des C u ra h H u ja n m m Bulan Curah Hujan dengan Peluang Terlampaui Peluang terlampaui 50 Peluang terlampaui 75 Rata-rata 117 Pada Gambar 27 disajikan penampang melintang profil sungai Cibojong. Gambar 27 Penampang melintang sungai Cibojong Dengan menggunakan formula Manning persamaan kurva lengkung debit dapat ditentukan. Kurva lengkung debit sungai Cibojong disajikan pada Gambar 28. Gambar 28 Kurva lengkung debit sungai Cibojong Persamaan kurva lengkung debit yang dihasilkan dari perhitungan tinggi muka air menggunakan metode CSI sebagai berikut: 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 D a la m , H m Lebar, W m PENAMPANG SUNGAI CIBOJONG Tinggi Muka Air Interpolasi Spline Q = 0.028 H 2.5201 R 2 = 0.9979 1 2 3 4 5 6 7 8 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 D e b it , Q m 3 s Tinggi Muka Air, H m KURVA LENGKUNG DEBIT SUNGAI CIBOJONG 118 5201 , 2 028 , H Q  Dimana: Q = debit sungai m 3 dt H = tinggi muka air sungai m 5.1.3 Karakterisasi dan Analisis Ketersediaan Air 5.1.3.1 Aplikasi Model Tangki Pada Gambar 29 disajikan tampilan program model tangki. Ekstrapolasi linier selama tidak ada curah hujan yang diakibatkan evapotranspirasi dan debit ditunjukkan pada sel C3 dan D4. Pengulangan proses inisialisasi akibat tinggi air awal ditunjukan pada sel O3:R3 dan aliran air di sel S3:Z3. Gambar 29 Tampilan program model tangki Pada Tabel 21 disajikan parameter model tangki. Parameter-parameter model ini selanjutnya digunakan untuk memprediksi potensi sumber daya air tahun 20002001-20072008 sehingga didapatkan hidrograf debit observasi dan simulasi. Contoh hidrograftotal aliran untuk data tahun 1999-2000, 2003-2004, 2004-2005, 2005-2006 disajikan pada Gambar 30-33. Untuk aliran lateral ke samping dari outlet 1 di tangki A Y A1 , aliran ke samping dari outlet 2 di tangki A Y A2 , aliran 119 ke samping dari outlet 1 di tangki B Y B1 , aliran ke samping dari outlet 1 di tangki C Y C1 , dan aliran vertikal di tangki D Y D0 , tahun 1999-2000, 2003-2004, 2004- 2005, 2005-2006 disajikan pada Gambar 34-37. Sedangkan hasil pengujian model disajikan pada Gambar 38-41. Tabel 21 Parameter model tangki DAS Cicatih No. Parameter Nilai Inisial Minimum Maksimum 1 A0 0,067 1 2 A1 0,003 1 3 A2 0,256 1 4 B0 0,315 1 5 B1 0,001 1 6 C0 0,160 1 7 C1 0,824 1 8 D0 0,001 1 9 HA1 70,340 1 100 10 HA2 100,00 1 100 11 HB1 13,665 1 100 12 HC1 1,000 100 13 R 0,893 14 RMSE 3,741 15 MAE 1,599 16 LOG 0,651 17  1,194 18  2 1,905 19 MRE 1,045 20 RR 1,563 Parameter-parameter model yang didapatkan dari proses optimasi seperti disajikan pada Tabel 21 tersebut di atas setelah dianalisis dapat menggambarkan karakter DAS Cicatih untuk merespon hujan yang keluarannya berupa total aliran. Gambar 30 Hidrograf periode Juli 1999-Juni 2000 Gambar 31 Hidrograf periode Juli 2003- Juni 2004 20 40 60 80 100 120 140 160 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 1-Jul-99 1-Aug-99 1-Sep-99 2-Oct-99 2-Nov-99 3-Dec-99 3-Jan-00 3-Feb-00 5-Mar-00 5-Apr-00 6-May-00 6-Jun-00 D e d it m m C u rh a H u ja n m m Curah Hujan dan Debit Periode Juli 1999 - Juni 2000 R Qo Qc 2 4 6 8 10 12 14 16 20 40 60 80 100 120 140 160 1-Jul-03 1-Aug-03 1-Sep-03 2-Oct-03 2-Nov-03 3-Dec-03 3-Jan-04 3-Feb-04 5-Mar-04 5-Apr-04 6-May-04 6-Jun-04 D e b it m m C u ra h H u ja n m m Curah Hujan dan Debit Periode Juli 2003 - Juni 2004 R Qo Qc 120 Gambar 32 Hidrograf periode Juli 2005-Juni 2006 Gambar 33 Hidrograf periode Juli 2006-Juni 2007 Gambar 34 Aliran lateral periode Juli 1999-Juni 2000 Gambar 35 Aliran lateral periode Juli 2003- Juni 2004 Gambar 36 Aliran lateral periode Juli 2005-Juni 2006 Gambar 37 Aliran lateral periode Juli 2006- Juni 2007 Hasil simulasi debit yang terlihat dari kurva hidrograf menunjukkan bahwa meskipun terjadi pergeseran bentuk kurva debit simulasi dibandingkan dengan kurva pengukuran tetapi pada umumnya hidrograf yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang sama dan bentuk umum hidrografnya identik. Dengan demikian model simulasi yang dipergunakan dapat dikatakan mampu memodelkan suatu sistem transfer air di dalam DAS dengan baik Gambar 30-33. Pada Gambar 34-36 menunjukkan bahwa aliran lateral ke samping hasil perhitungan yang semakin dekat dengan permukaan tanah sangat responsif 2 4 6 8 10 20 40 60 80 100 120 140 160 1-Jul-05 1-Aug-05 1-Sep-05 2-Oct-05 2-Nov-05 3-Dec-05 3-Jan-06 3-Feb-06 6-Mar-06 6-Apr-06 7-May-06 7-Jun-06 D e b it m m C u ra h H u ja n m m Curah Hujan dan Debit Periode Juli 2005 - Juni 2006 R Qo Qc 10 20 30 40 50 20 40 60 80 100 120 1-Jul-06 1-Aug-06 1-Sep-06 2-Oct-06 2-Nov-06 3-Dec-06 3-Jan-07 3-Feb-07 6-Mar-07 6-Apr-07 7-May-07 7-Jun-07 D e b it m m C u ra h H u ja n m m Curah Hujan dan Debit Periode Juli 2006 - Juni 2007 R Qo Qc -20 -10 10 20 30 40 50 60 1-Jul-99 1-Aug-99 1-Sep-99 2-Oct-99 2-Nov-99 3-Dec-99 3-Jan-00 3-Feb-00 5-Mar-00 5-Apr-00 6-May-00 6-Jun-00 Al ira n L a te ra l m m Aliran Lateral Periode Juli 1999- Juni 2000 YA1 YA2 YB1 YC1 YD0 -4 -2 2 4 6 8 10 1-Jul-03 1-Aug-03 1-Sep-03 2-Oct-03 2-Nov-03 3-Dec-03 3-Jan-04 3-Feb-04 5-Mar-04 5-Apr-04 6-May-04 6-Jun-04 Al ira n L a te ra l m m Aliran Lateral Periode Juli 2003 - Juni 2004 YA1 YA2 YB1 YC1 YD0 -1 1 2 3 4 5 1-Jul-05 1-Aug-05 1-Sep-05 2-Oct-05 2-Nov-05 3-Dec-05 3-Jan-06 3-Feb-06 6-Mar-06 6-Apr-06 7-May-06 7-Jun-06 Al ira n L a te ra l m m Aliran Lateral Periode Juli 2005 - Juni 2006 YA1 YA2 YB1 YC1 YD0 -2 2 4 6 8 10 12 1-Jul-06 1-Aug-06 1-Sep-06 2-Oct-06 2-Nov-06 3-Dec-06 3-Jan-07 3-Feb-07 6-Mar-07 6-Apr-07 7-May-07 7-Jun-07 A L ir a n L a te ra l m m Aliran Lateral Periode Juli 2006 - Juni 2007 YA1 YA2 YB1 YC1 YD0 121 terhadap kejadian hujan, hal ini terlihat dari nilai YA2 lebih berfluktuasi dibandingkan Y A1 , Y B1 , dan Y C1 , sedangkan Y A1 lebih berfluktuasi dibandingkan Y B1 dan Y C1 , dan Y B1 lebih berfluktuasi dibandingkan Y C1 . Gambar 38-41 memperlihatkan parameter akhir setelah melalui proses optimasi yang menunjukkan bahwa ketepatan data debit hasil pengamatan observasi dan perhitungan simulasi sudah cukup baik yang terlihat dari koefisien korelasi r yang umumnya lebih besar dari 0,7 yaitu 0,891 untuk periode 1999-2000, sebesar 0,759 untuk periode 2003-2004, 0,706 untuk periode 2005- 2006, dan 0,724 untuk periode 2006-2007. Sedangkan dari nilai MAE, dan LOG Standard X, dan Square Stándar X 2 untuk semua periode menunjukkan nilai yang lebih kecil dari satu, sedangkan hanya nilai RMSE yang lebih dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa model tangki cukup akurat dalam memperkirakan total aliran keseluruhan untuk menggambarkan fluktuasi debit air di DAS Cicatih. Gambar 38 Indikator kesalahan perhitungan periode Juli 1999-Juni 2000 Gambar 39 Indikator kesalahan perhitungan periode Juli 2003-Juni 2004 Gambar 40 Indikator kesalahan perhitungan periode Juli 2005-Juni 2006 Gambar 41 Indikator kesalahan perhitungan periode Juli 2006-Juni 2007 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 R MAE RMSE LOG Std χ Sq.Std χ2 Indikator Kesalahan Perhitungan periode 1999-2000 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 R MAE RMSE LOG Std χ Sq.Std χ2 Indikator Kesalahan Perhitungan periode 2003-2004 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 R MAE RMSE LOG Std χ Sq.Std χ2 Indikator Kesalahan Perhitungan periode 2005-2006 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 R MAE RMSE LOG Std χ Sq.Std χ2 Indikator Kesalahan Perhitungan periode 2006-2007 122

5.1.3.2 Karakterisasi dan Analisis Potensi Airbumi Groundwater melalui

Survei Geolistrik Pada Gambar 42 disajikan peta sebaran titik pengamatan airbumi di DAS Cicatih. Sounding data resistivitas semu dilakukan di 12 dua belas titik pengamatan yang menyebar di lokasi penelitian. Profil litologi batuan disajikan pada Lampiran 2 dan interpretasi survei geolistrik disajikan pada Lampiran 5. Gambar 42 Peta sebaran pengamatan airbumi di DAS Cicatih Hasil intepretasi peta geologi menunjukkan bahwa tanah di wilayah DAS Cicatih secara umum terdiri dari bahan tektonik, volkanik dan aluvium. Secara fisiografis terdapat dalam unit dataran aluvial. Survei identifikasi airbumi dilakukan dengan menggunakan metode Schlumberger. Pada Gambar 43 disajikan peta potensi airbumi hasil survei geolistrik yang dilakukan pada tanggal 9-11 Agustus 2008. Pada Gambar 43 terlihat bahwa daerah penelitian didominasi oleh akifer produktif sedang sampai tinggi. 123 Gambar 43 Peta potensi airbumi DAS Cicatih Untuk memprediksi debit airbumi pada masing-masing kecamatan ditentukan berdasarkan kalibrasi dengan menggunakan peta air tanah dari Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya tahun 2003 yang disajikan pada Gambar 44 dan penentuan potensi airbumi berdasarkan tahanan jenis batuan dan ketebalan Tabel 22. Gambar 44 Peta potensi airbumi Departemen Pekerjaan Umum 124 Tabel 22 Penentuan potensi airbumi berdasarkan tahanan jenis batuan dan ketebalan Kelas Tahanan Jenis Batuan Makna Hidrogeologi Potensi Perkiraan debit ltdt Nilai Tahanan Wm Ketebalan m 0-45 2-43 Dominasi liat atau liat berkerikil Lapisan akifer tidak jenuh air Kurang potensial 1,6 – 5 45-300 0-47 Batu pasir, batu kapur Lapisan akifer jenuh air Sangat potensial 5 300 NR Batuan kompak Lapisan non akifer Tidak potensial – 1,5 Sumber: Singh and Prakash 2003 Berdasarkan Gambar 44 dan Tabel 22 di wilayah DAS Cicatih mempunyai potensi airbumi bervariasi dari yang langka dengan kritis air, potensi airbumi langkaterbatas setempat dengan debit kurang dari 2,5 ltdtkm 2 , dan potensi airbumi baikterbatas setempat dengan debit lebih besar dari 2,5 ltdtkm 2 . Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa prediksi debit airbumi bervariasi untuk masing-masing kecamatan. Terlihat bahwa potensi airbumi yang diwujudkan dalam tahanan jenis dan ketebalan akifer menunjukkan bahwa akifer produktif tinggi dengan potensi debit lebih dari 2,5 ldtkm 2 terdapat di Kecamatan Cidahu bagian selatan, Cicurug, Nagrak bagian selatan, Kadudampit bagian selatan dan Caringin bagian selatan dan Kecamatan Cisaat. Sedangkan akifer produktif sedang dengan potensi debit kurang dari 2,5 ldtkm 2 ditemukan di Kecamatan Nagrak bagian utara, Kadudampit bagian utara dan Caringin bagian utara, Kecamatan Bojonggenteng, Kecamatan Kalapanunggal, Kecamatan Cicantayan dan Kecamatan Cikidang. Dan daerah air langka dan kritis air terdapat di Kecamatan Cibadak, Kecamatan Cikembar bagian utara, dan Kecamatan Warungkiara Di wilayah akifer produktif tinggi dengan potensi debit lebih dari 2,5 ldtkm 2 inilah yang layak untuk dilakukan pengeboran untuk pembuatan sumur airbumi dalam Tabel 23. Umumnya yang disarankan untuk dilakukan pengeboran adalah yang mempunyai kandungan akifer pada kedalaman antara 40-150 m dan di bawah 150 m. Tetapi dalam pemanfaatan airbumi sebaiknya dilakukan dengan bijaksana, karena penggunaan yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan yang serius dan degradasi lahan. Pengambilan airbumi cukup tinggi dan melampaui jumlah rata-rata imbuhannya akan menyebabkan penurunan muka airbumi terus- 125 menerus dan pengurangan potensi airbumi di dalam akifer. Hal ini akan memicu terjadinya dampak negatif, seperti instrusi air laut, penurunan kualitas air tanah, dan amblesan tanah. Kebijakan pengelolaan air tanah pada prinsipnya seharusnya tidak merubah dari pengelolaan sebelumnya yaitu tetap memperhatikan aspek kelestarian dan perlindungan sumber daya air tanah, pengendalian dan pemulihan kerusakan lingkungan Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, 2004. Tabel 23 Potensi airbumi untuk 15 kecamatan di DAS Cicatih Nomor Kecamatan Debit ltdtkm 2 Luas km 2 Potensi airbumi m 3 th 1 Cicurug 27,852 60,322 52.983.448 2 Cidahu 76,053 38,716 92.857.296 3 Parakansalak 8,467 51,849 13.843.809 4 Caringin 2,733 33,713 2.906.021 5 Kadudampit 2,733 36,994 3.188.857 6 Nagrak 2,537 105,517 8.442.760 7 Kalapanunggal 3,868 10,591 1.291.884 8 Parungkuda 36,969 25,680 29.938.627 9 Bojonggenteng 4,819 20,206 3.070.729 10 Cikidang 4,533 3,159 451.513 11 Cibadak 1,878 44,130 2.612.927 12 Cicantayan 2,676 28,364 2.393.245 13 Cikembar 1,567 55,831 2.758.096 14 Warungkiara 1,833 9,264 535.595 15 Cisaat 2,851 8,525 766.556 Total 532,860 218.041.363 Hasil penelitian pemetaan potensi airbumi yang dilakukan di Nusa Tenggara Barat Heryani et al., 2004 dan Jawa Tengah Rejekiningrum et al., 2004 telah menghasilkan klasifikasi airbumi berdasarkan kedalaman lapisan overburden dan akifer. Lapisan overburden yaitu lapisan diatas akifer dan bersifat kurang dan tidak lulus air yang resistivitasnya berkisar kurang dari 45 Ohm-meter, sedangkan akifer merupakan lapisan berisi batuan dan air yang bersifat lulus air dan mempunyai resistivitas antara 45 – 350 Ohm-meter. Lebih lanjut Qureshi and Akhtar 2003 menyatakan bahwa penggunaan air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan yang serius dan degradasi lahan. Penurunan water table yang berlebihan di beberapa wilayah akan mengakibatkan pembuatan pompa menjadi mahal dan tidak menghasilkan air. Problema lain yang kemungkinan dapat terjadi lebih lanjut yakni apabila terjadi peningkatan salinitas sehingga mengakibatkan kualitas air tanah menurun. Dengan 126 peningkatan salinitas, maka air tanah menjadi tidak layak untuk sumber irigasi bagi tanaman. Apalagi jika metode pendistribusian air tidak memadai dan penggunaan air di lahan tidak efisien, akan makin banyak air irigasi yang hilang melalui evaporasi. Kerusakan vegetasi penutup lahan juga dapat merusak struktuk fisik dan kimia tanah, sehingga mengakibatkan air sulit meresap dan mengisi kembali recharge akifer.

5.1.4 Identifikasi Potensi Risiko Kejadian Ekstrim