dilaksanakan, maka FLPK dapat terus menjadi media bersama untuk kemudian berfungsi sesuai dengan kesepakatan bersama pula.
FLPK merupakan wadah terbuka inklusif bagi para pelaksana, pemantau dan pemerhati program-program lembaga jejaring serta kebijakan pembangunan lainnya,
yang berasal dari kalangan pemerintah pelaksana program, Bappeda, dan aparat lainnya maupun nonpemerintah koperasi usahatani dan industri kecil penyulingan,
eksportir, perguruan tinggi, LSM, perusahaan swasta, dan individu-individu penerima manfaat. FLPK bukan dibentuk oleh satu pihak, melainkan merupakan hasil
kesepakatan antar pihak pemerintah dan nonpemerintah. Proses keterlibatan unsur nonpemerintah serta terbentuknya FLPK bukan didasarkan pada mobilisasi rekayasa
namun sangat menitikberatkan pada kondisi yang terjadi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pelaku-pelakunya participatory. Oleh sebab itu, beberapa langkah
berikut dapat dipertimbangkan:
1. Desiminasi
Pada tahap awal dilakukan sosialisasi JUP kepada aparat pemerintah daerah pelaksana program-program. Informasi mengenai JUP dan FLPK dalam bentuk
booklet akan pula didesiminasikan seluas mungkin ke unsur-unsur nonpemerintah di setiap kabupatenkota. Upaya tersebut dilakukan oleh Sekretariat Tim Koordinasi
Program-Program TKPP JUP Pusat yang bekerjasama dengan berbagai institusi nonpemerintah.
2. Identifikasi
Setelah itu dilakukan pendataan semua institusi formal dan non formal yang terkait dengan JUP di daerah-daerah, termasuk diantaranya tokoh-tokoh masyarakat
yang memiliki komitmen tinggi terhadap JUP. Selama proses identifikasi ini harus bersifat independen.
3. Konsultasi
Selanjutnya mengundang dan mengajak institusi serta tokoh masyarakat yang telah didata untuk berdialog tentang pelbagai masalah pembangunan, termasuk JUP.
Suatu proses dialog yang terbuka dan jujur akan mendorong mereka untuk ikut bertanggungjawab terhadap proses dan hasil pembangunan serta mau berpartisipasi di
dalamnya. Proses partisipasi masyarakat dapat berlangsung dapat berlangsung secara efektif dan efisien bila dibuatkan sebuah wadah. Salah satu wadah tersebut adalah
Forum Lintas Pelaku Klaster Agroindustri Minyak Atsiri. Untuk mensosialisasikan program-program JUP dan bersama mengupayakan
terbentuknya FLPK dilakukan Lokakarya Pembahasan JUP dan FLPK yang mengundang secara terbuka segenap unsur nonpemerintah.
FLPK tidak harus terbentuk pada acara Lokakarya tesebut, melainkan diharapkan ter
lebih dahulu terbentuknya “Panitia Persiapan” yang beranggotakan beberapa perwakilan organisasi nonpemerintahindividu tokoh masyarakat dan
sekurang-kurangnya 1 satu perwakilan dari TKPP JUP unsur pemerintah yang diberi mandat oleh ketua TKPP JUP.
Keanggotaan dan koordinator Panitia Persiapan dipilih secara musyawarah dan demokratis oleh pihak pemerintah dan nonpemerintah yang hadir pada acara
Lokakarya, atau dengan melalui mekanisme lain yang disepakati bersama. Dan akan lebih baik bila anggota dari Panitia Persiapan ini terdapat individu yang memiliki
pengalaman dalam mengelola hal yang serupa. Koordinator Panitia Persiapan ini diharapkan adalah seseorang inspirasional, koordinatif, dan sebaiknya memiliki
kemampuan dalam memfasilitasi suatu forum. Untuk tidak merancukan fungsi antar keduanya, maka Panitia Persiapan yang
dimaksud bukan merupakan perwakilan dari FLPK. Fungsi Panitia Persiapan akan lebih bersifat teknis yang meliputi antara lain adalah:
1. Mengidentifikasi berbagai pelaku yang berminat bergabung dalam FLPK, baik sewaktu acara Lokakarya dan sesudahnya
2. Menyiapkan a visi dan misi FLPK yang sesuai dengan kondisi daerahnya dan dipahami oleh para pelaku, b tujuan dan sasaran FLPK yang strategis, c tata
tertib FLPK yang efektif dan efisien, d agenda kerja FLPK yang responsif dan akomodatif terhadap perkembangan yang terjadi di daerahnya, dan e hal-hal lain
yang diusulkan dan disepakati bersama 3. Mengundang para pelaku yang berminat bergabung dalam FLPK untuk
menghadiri pertemuan pembentukan FLPK
4. Mengajukan berbagai hal yang telah disiapkan oleh Panitia Persiapan antara lain visi, misi dan tata tertib kepada para pelaku pada pertemuan pembentukan FLPK
untuk dibahas bersama dan disepakati secara bersama pula 5. Menyusun agenda, mengundang pelaku, serta membuat berita acara dari
pertemuan pembentukan FLPK 6. Menyusun rencana anggaran biaya pengeluaran aktifitas FLPK.
FLPK dapat terbentuk dan berfungsi setelah acara Lokakarya diadakan, yaitu pada pertemuan pembentukan FLPK.
Pada acara pertemuan tersebut, diharapkan masing-masing pelaku dapat mempoerkenalkan dirinya secara singkat, agar masing-masing pelaku saling kenal
dan mengetahui kualitas serta komitmennya terhadap JUP. Selanjutya, bentuklah beberapa kelompok untuk mendiskusikan serta merevisi bila diperlukan berbagai
hal yang telah disiapkan oleh Panitia Persiapan. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam diskusi kelompok adalah:
1. Apakah nama wadah ini FLPK atau bukan? 2. Kapan suatu kesepakatan bisa dikatakan merupakan keputusan FLPK?
3. Apakah diperlukan keanggotaan tetapmdalam FLPK? 4. Bagaimana menyebarluaskan keberadaan FLPK kepada masyarakat sehingga
dapat dipercaya dan difungsikan oleh masyarakat? 5. Bagaimana mengantisipasi ketidakaktifan Panitia Persiapan?
6. Di mana lokasi secretariat FLPK? Hasil-hasil diskusi kelompok dibahas dan disahkan secara terbuka dalam
siding pleno. Pengakuan keberadaan FLPK bersumber dari kepercayaan masyarakat dan
untuk keperluan azas legalitasnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pelaku dalam FLPK dengan surat keputusan Kepala Daerah setempat.
Struktur Organisasi FLPK
FLPK terdiri atas Forum dan Badan Pelaksana. Forum adalah pemegang keputusan tertinggi. Badan Pelaksana adalah sebagai pelaksana harian forum lintas
pelaku. Struktur Badan Pelaksana sekurang-kurangnya terdiri dari 3 tiga orang dengan ketentuan satu orang perwakilan dari pemerintah yang diberi mandat tertulis
oleh Ketua TKPP-JUP untuk FLPK nasional dan BupatiWalikota untuk FLPK kabupatenkota ditambah dua orang yang mewakili organisasi nonpemerintah.
FLPK tidak berada dalam struktur pemerintahan maupun TKPP. FLPK berdiri secara independen yang diakui oleh Kepala Pemerintahan setempat melalui “Surat
Keputusan BupatiWalikota”. Karena posisi FLPK sebagai mitra pemerintah, maka
pemerintah tidak memiliki wewenang untuk membatasi atau melarang siapa saja unsur-unsur nonpemerintah untuk bergabung di dalamnya.
Kegiatan FLPK
Pertemuan FLPK diharapkan dapat diadakan secara rutin atau sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu FLPK memiliki peranan dalam menampung dan
mengolah aspirasi masyarakat serta kontrol sosial dalam pelaksanaan program- program JUP dan penyelenggaraan pemerintah di daerahnya. Kegiatan-kegiatan yang
dapat dilakukan oleh FLPK antara lain adalah: 1. Memberikan masukan atas rencana pengalokasian dana program-program JUP
yang akan didistribusikan 2. Memantau dan memberikan masukan terhadap perkembangan dan pelaksanaan
program-program JUP secara rutin 3. Memantau penanganan atas berbagai pengaduan yang masuk sekaligus
mencarikan alternatif pemecahan dari berbagai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan program-program JUP
4. Menyepakati inovasi yang didasarkan atas kondisi lokal dan disepakati bersama pada FLPK guna mengatasi kekurangan yang ada pada Petunjuk Pelaksanaan
program-program JUP 5. Hal-hal lain yang merupakan hasil kesepakatan bersama.
Untuk menunjang hal tersebut di atas, maka TKPP JUP memiliki tugas dalam memberikan secara rutin laporan bulanan perkembangan pelaksanaan dari masing-
masing program JUP dan laporan bulanan penanganan atas pengaduan-pengaduan yang masuk ke Unit Pengaduan Masyarakat di setiap program dan TKPP. Selain itu,
di bawah TKPP JUP telah terdapat Pusat Informasi PI JUP KabupatenKota yang merupakan sarana penyediaan dan penyebarluasan datainformasi mengenai program-
program JUP secara lengkap, akurat, dan mudah untuk didapat.
Dalam melakukan fungsinya, FLPK dapat pula membentuk komisi-komisi yang secara khusus mengurusi suatu bidang tertentu agar bisa menjadi DEVELOPER
dari klaster. Kegiatan yang dilakukan oleh FLPK diharapkan tidak berorientasi pada
keuntungan materi, demikian pula dengan kepedulian dan partisipasi para pelaku yang tergabung di dalamnya. Pembiayaan FLPK dapat dilakukan melalui sumber-sumber
pembiayaan yang sah dan atas inisiatif yang disepakati oleh anggota forum. Jika dibutuhkan dan disepakati, dapat disediakan dana untuk membiayai sekretariat FLPK,
pertermuan dan kegiatan FLPK. Setiap Rencana Anggaran Biaya RAB FLPK yang dibuat harus dapat diketahui dengan mudah oleh para pelaku yang tergabung di
dalamnya. Untuk mendukung keberlanjutan dari FLPK di tahun-tahun berikutnya,
dibutuhkan kerjasama yang baik antar para pelaku didalamnya untuk mendanai program-program kerja yang telah disepakati bersama. Kepercayaan masyarakat
tehadap FLPK merupakan asset utama yang perlu dibuktikan. Dan untuk mendukung hal tersebut, eksistensi serta agenda kegiatan FLPK perlu diketahui oleh masyarakat
luas transparansi. Yang paling penting lagi adalah kerjasama kooperatif dan komitmen dari setiap pelaku yang tergabung dalam FLPK untuk melakukan sesuatu
yang bermanfaat demi kepentingan para pihak klaster.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
1. Dari analisis situasional ditemukan bahwa agroindustri minyak atsiri tergantung pada tanaman yang bersifat musiman, mutu yang dihasilkan, harga jual yang
fluktuatif dan kelembagaan yang kurang mendukung. Berbagai keadaan di atas mengakibatkan posisi tawar usahatani dan usaha lepas panen menjadi lemah.
Dengan adanya pola tanam yang terencana, peningkatan mutu, kesepakatan harga jual nilam dan minyak nilam serta kelembagaan yang mendukung, diharapkan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat agroindustri minyak atsiri 2. Hasil penelitian ini adalah model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam
klaster agroindustri minyak atsiri yang terdiri dari sistem penunjang keputusan model kelayakan usaha, model kesepakatan harga, model pengukuran kinerja
dan model kelembagaan. Model ini dapat dijalankan dengan program aplikasi PAP-Klaster
yang dapat mengoptimasikan kesepakatan harga jual nilam kering dan harga jual minyak nilam kasar melalui pertimbangan analisis kelayakan usaha,
pengukuran kinerja, serta sistem kelembagaan. Komponen sistem terdiri atas a sistem manajemen basis data yang berisi data struktur biaya investasi dan biaya
produksi usahatani, struktur biaya investasi, biaya penyusutan dan biaya perawatan industri kecil penyulingan; b sistem manajemen basis model yang
terdiri dari model kelayakan usaha dengan menggunakan analisis finansial, model kesepakatan harga dengan menggunakan metode optimasi kesepakatan harga, dan
model pengukuran kinerja dengan menggunakan metode IPMS, dan c sistem manajemen basis pengetahuan yang berisi parameter dan bobot parameter kinerja
dan kelembagaan. 3. Sistem penunjang keputusan PAP-Klaster yang dikembangkan bersifat fleksibel
sehingga dapat mengevaluasi kelayakan usaha berdasarkan perubahan nilai pada luas lahan, harga bahan baku, harga minyak nilam kasar, berbagai kondisi bahan
baku yang mempengaruhi tingkat rendemen, kapasitas berjalan usaha, dan tingkat
kontribusi modal usaha. SPK PAP-Klaster juga dapat mengevaluasi kesepakatan harga jual nilam dan minyak nilam pada berbagai kondisi.
4. Model kelayakan usaha terdiri dari kelayakan Usahatani dan Industri Kecil Penyulingan. Usahatani nilam: keuntungan bersih per ha per tahun = Rp 14 019
145; rata-rata keuntungan per bulan = Rp 1 168 262; NPV = Rp 12 130 935; IRR = 14.60 ; PBP Payback Period = 4.97 bulan; rasio laba-rugi = 1.35. Sedangkan
Industri kecil penyulingan minyak nilam: keuntungan bersih per tahun = Rp 208 842 265; rata-rata keuntungan per tahun = Rp 17 403 522; NPV = Rp 192 812
280; IRR = 43.49 ; PBP = 2.32 bulan; rasio laba-rugi = 1.57. Model kelayakan usaha yang dihasilkan bersifat generik dan fleksibel serta secara finansial layak
dilakukan. Hasil verifikasi model menunjukkan bahwa usaha agroindustri nilam dan minyak nilam dapat memberikan keuntungan yang tinggi apabila rendemen
minyak nilam minimal 1.3 , harga jual nilam kering minimal Rp 1 000 per kg dan harga jual minyak nilam kasar minimal Rp 250 000 per kg minyak.
5. Model kesepakatan harga memungkinkan pengguna mengetahui kesepakatan harga jual nilam dan minyak nilam yang layak. Hasil kesepakatan harga jual dan
harga beli nilam yang layak antara usahatani dengan industri kecil penyulingan adalah Rp 1 483 per kg. Sedangkan kesepakatan harga jual dan harga beli
minyak nilam yang layak antara industri kecil penyulingan dengan industri penyulinganeksportir adalah Rp 396 770 per kg. Kesepakatan harga jual yang
dicapai dapat menghasilkan tingkat keuntungan usaha yang tinggi bagi para pelaku usaha dan diharapkan dapat memberikan rasa keadilan bagi Usahatani dan
Industri Kecil Penyulingan. Dengan demikian dapat memotivasi para pelaku Usahatani dan Industri Kecil Penyulingan untuk memperluas usahanya dan
meningkatkan kesejahteraannya. Hasil verifikasi model menunjukkan bahwa kesepakatan harga nilam dan minyak nilam dapat memberikan margin
keuntungan yang proporsional bagi usahatani, industri kecil penyulingan dan eksportir.
6. Model pengukuran kinerja memungkinkan pengguna mengevaluasi kinerja serta melakukan perbaikan sehingga produktivitas dapat meningkat dan distribusi
pasokan dapat berlanjut sesuai target yang diinginkan. Tujuan kinerja Usahatani
dan Industri Kecil Penyulingan: yaitu 1 peningkatan kesejahteraan pelaku usaha 45.58, 2 rantai nilai yang efektif 25.91, 3 keunggulan komparatif yang
berkelanjutan 10.24 4 kemampuan berinovasi 9.51, dan 5 pertumbuhan usahatani dan industri kecil penyulingan 8.76, Dalam mewujudkan
pertumbuhan hasil usaha tani, maka aspek ekonomi merupakan kriteria yang diutamakan dengan nilai bobot relatif 43.54 dan selanjutnya diikuti oleh tiga
aspek lainnya yaitu aspek lingkungan 31.70, aspek teknis 13.75, dan aspek sosial 11.01. Dari 56 IK Indikator Kinerja maka terpilih 16 IKK Indikator
Kinerja Kunci. 7. Model kelembagaan dirumuskan dengan metode ISM, memungkinkan pengguna
mengetahui pelaksanaan kesepakatan harga yang dihasilkan dan diharapkan dapat berjalan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan oleh para pelaku
Usahatani dan Industri Kecil Penyulingan. Penggunaan teknik ISM untuk delapan elemen system dapat disimpulkan bahwa petani dan petani-penyuling
adalah pemangku
kepentingan yang
paling berpengaruh.
Dalam pemberdayaan masyarakat dibutuhkan dana pembinaan dari investasi usaha
dan teknologi tepat guna, dengan kendala utamanya adalah keterbatasan sumberdaya financial, fasilitas dan infrastruktur. Perubahan yang dimungkinkan
dalam pemberdayaan masyarakat adalah terbentuknya kelompok tani dan kebijakan daerah. Untuk mencapai tujuan membangun kelompok usaha bersama
KUBE dan membangun Badan Usaha Milik Desa BUM-Des, aktivitas yang menjadi
pendorong utama
adalah pembentukan
kelompok usaha
bersamakoperasi. Ukuran keberhasilan yang paling berpengaruh atas pencapaian tujuan adalah terbentuknya kelompok usaha bersama KUBE, meningkatnya
pendapatan pelaku usaha petani dan petani-penyuling dan meningkatnya jumlah pelaku usaha. Sedangkan pada tahap pelaksanaan, lembaga yang paling
berpengaruh adalah Dinas daerah yang terkait, lembaga keuangan mikro dan kecil, perbankan nasional, koperasi, perguruan tinggilembaga riset dan
pengembangan. 8. Model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak
atsiri menghasilkan Jejaring Usaha PAP-Klaster JUP dan Forum Lintas Pelaku Klaster Agroindustri Minyak Atsiri FLPK. JUP dapat menjadi suatu bentuk
usaha yang tangguh dan berkelanjutan, apabila seluruh komponen pelaku berpegang teguh pada prinsip kerjasama yang setara dan sinergis, saling percaya,
memiliki komitmen untuk maju bersama, dan professional dalam menjalankan usaha. Sedangkan FLPK sebagai lembaga intermediasi yang diintroduksi pada
sistem pemberdayaan masyarakat perdesaan dan memungkinkan berperan sebagai program pemberdayaan masyarakat perdesaan dalamklaster agroindustri minyak
atsiri serta dapat menjadi DEVELOPER dari klaster dengan partisipasi dari masyarakat.
9. Sistem Penun jang Keputusan ini dapat diterapkan tidak hanya pada agroindustri nilam saja, tetapi juga pada agroindustri minyak atsiri lainnya diantaranya
minyak sereh akarwangi yaitu dengan mengubah faktor dan parameter harga, biaya, serta penentu kinerja.
SARAN
1. Diperlukan tenaga penyuluh atau tenaga pendampingan yang dapat membantu Usahatani dan Industri Kecil Penyulingan agar dapat meningkatkan teknologi
yang compatible baik pada budidaya maupun pada industri pengolahannya serta dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya SDM
2. Diperlukan kebijakan pemerintah untuk menjaga keseimbangan harga jual nilam dan minyak nilam kasar agar para pelaku Usahatani dan Industri Penyulingan
Kecil Menengah tidak dirugikan, sehingga motivasi petani untuk menanam nilam dapat meningkat serta dapat membuka lapangan kerja pada sektor pertanian
di perdesaan
3. Diperlukan lembaga pembiayaan usaha perbankan yang dapat difasilitasi oleh