Tulus, karena disampaikan dengan niat. 3. Menyenangkan, karena disampaikan dengan gembira.

mengemas pesan ke dalam bentuk-bentuk yang lebih meningkatkan perhatian khalayaknya. Richardson et al 1997; Astuti 2004, menyimpulkan beberapa hasil penelitian bahwa perbedaan gender laki-laki dan perempuan mempengaruhi proses kognisi seseorang, jika dilihat dari kecerdasan verbal, spasial ruang, dan matematika. Walaupun perbedaan tersebut terkadang kecil sekali atau bahkan tidak ada. Penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh perbedaan gender terhadap proses kognisi seseorang dapat dikatakan memiliki hasil yang berbeda-beda, tergantung dari kontrol dan treatment peneliti tersebut. Richardson kemudian mengatakan bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perbedaan gender terhadap proses kognisi dalam hal ini tingkat kecerdasan seseorang, karena dibutuhkan kontrol dan treatment yang lebih baik untuk dapat memiliki sebuah hasil penelitian yang konsisten. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana durasi shot visual dan tempo narasi audio memiliki pengaruh terhadap tingkat kemampuan mengingat pesan pengetahuan, pemahaman melalui proses berpikir yang berada di ranah kognitif. Bloom 1956 mengatakan bahwa ranah kognitif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Lebih lanjut Bloom membagi ranah kognisi menjadi 6 tingkatan dalam 2 bagian, yaitu: Pengetahuan bagian 1, lalu pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi bagian 2. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan mengingat pesan responden yang berada pada bagian 1 dalam ranah kognisi. Merujuk pada Bloom 1956; Anderson dan Krathwohl 2001, pengetahuan knowledge berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, dan sebagainya. Tingkat kemampuan mengingat pesan yang diukur berdasarkan hasil skor pos tes menunjukkan seberapa banyak informasi yang mampu diingat dan disampaikan kembali oleh responden. Menurut Rogers 2003; Rogers dan Shoemaker 1971, proses keputusan adopsi inovasi memiliki lima tahap, yaitu: knowledge pengetahuan, persuasion kepercayaan, decision keputusan, implementation penerapan, dan confirmation penegasan. Pembuatan video yang berisi inovasi diharapkan mampu mempengaruhi proses tersebut hingga tahap persuasi. Selanjutnya Rogers juga mengatakan bahwa saluran komunikasi yang tepat harus dipilih berdasarkan tujuan dari sumber komunikasi serta isi pesan yang akan disampaikan pada audience. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat membantu untuk menentukan bagaimana durasi shot dan tempo narasi yang baik dalam video sebagai saluran komunikasi yang efektif. Terdapat lima karakteristik produk inovasi yang dapat digunakan sebagai indikator dalam mengukur persepsi antara lain: 1. Keuntungan relatif relative advantages, adalah tingkatan ketika suatu ide dianggap lebih baik dari ide-ide yang ada sebelumnya, dan secara ekonomis menguntungkan. 2. Kesesuaian compatibility, adalah sejauh mana masa lalu suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan penerimanya. 3. Kerumitan complexity, adalah tingkatan ketika suatu inovasi dianggap relatif sulit dimengerti dan digunakan. 4. Kemungkinan untuk dicoba trialibility, adalah tingkatan ketika suatu inovasi dapat dicoba dalam skala kecil. Mudah diamati observability, adalah tingkatan ketika hasil-hasil suatu inovasi dapat dengan mudah dilihat sebagai keuntungan. Green TV IPB membuat sebuah tayangan berisi informasi inovasi, tentunya dengan harapan agar masyarakat aware dan terinspirasi untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai informasi tersebut, atau bahkan memiliki keinginan untuk mengadopsi inovasi yang disampaikan. Menghadapi persaingan media saat ini, serta kecenderungan masyarakat untuk memilih media, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan sebuah desain tayangan audio visual untuk inovasi pertanian dan pedesaan yang menarik, namun tetap kaya informasi. Jambu Kristal Jambu Kristal Psidium guajava L. berasal dari dataran distrik Kao-shiung di Taiwan, yang merupakan hasil residu muangthai pak. Jambu ini diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1991 oleh lembaga penelitian dan pengembangan pertanian bernama Misi Teknik Taiwan yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor. Sejak itu pula jambu kristal menjadi primadona baru di kawasan desa lingkar kampus IPB. Sepintas jambu kristal mirip dengan jambu biji. Jambu kristal memang merupakan varietas jambu biji yang telah mengalami persilangan jenis dan penyesuaian iklim di Indonesia. Jambu kristal memiliki daging berwarna putih, berbiji sedikit, dan memiliki rasa yang renyah saat dimakan.Nama jambu kristal diberikan karena daging buah berwarna putih mengkilap seperti kristal. Tidak seperti tanaman jambu yang umumnya berbatang keras, kokoh, dan tinggi menjulang, tanaman jambu kristal relatif lebih pendek setinggi orang dewasa, dengan batang yang lunak, dan buah yang matang sempurna pada batang-batang bercabang muda. Jambu kristal memiliki lapisan lilin yang membuat tingkat kebusukannya relatif lebih lambat pasca panen. Selain itu, jambu kristal juga memiliki kelebihan dan keunikan, antara lain:  Tanaman berbuah sepanjang tahun secara berkelanjutan.  Satu tanaman jambu kristal dapat menghasilkan tujuh puluh sampai delapan puluh kilogram selama enam bulan.  Bobot rata-rata buah adalah lima ratus hingga sembilan ratus gram.  Bentuk buah jambu kristal simetris sempurna.  Kulitnya yang tebal menyebabkan jambu kristal sulit ditembus hama.  Kadar kemanisan mencapai sebelas sampai dua belas bricks, dengan kadar air cukup tinggi dibandingkan jambu yang lain. Untuk membudidayakan jambu kristal, maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah pembibitan. Proses pembibitan pada jambu kristal dapat melalui dua metode. Pertama adalah metode pencangkokan, dan yang kedua adalah okulasi. Namun yang lebih banyak digunakan adalah metode okulasi. Melalui metode okulasi, kita dapat memilih bibit dengan cara mudah dan dengan kuantitas yang banyak. Metode okulasi menggunakan sistem semai batang, jadi batang bawahnya adalah jambu lokal, kemudian batang atasnya jambu kristal. Jika kita semai dari jambu biji, maka akan memperoleh akar yang lebih kuat. Setelah jambu biji disemai kira-kira enam bulan, baru dapat kita sambung dengan jambu kristal. Setelah disambung kurang lebih selama tiga bulan, tanaman jambu kristal dapat dipindahkan ke lahan. Untuk syarat penanaman, pertama pilih lahan yang mempunyai cahaya matahari full dan tidak ternaungi. Kedua, terdapat sumber air atau saluran irigasi, tujuannya adalah untuk mengairi pada musim kemarau. Ketiga adalah ketersediaan bahan organik dalam tanah.Jika tanah kurang menyediakan bahan organik, maka harus kita tambahkan dari luar melalui pemupukan. Pemupukan harus dilakukan secara teratur. Pada masa pertumbuhan awal atau masa generatif, perbanyak unsur N atau Nitrogen. Setelah pemupukan, perlu dilakukan pemangkasan yang bertujuan untuk membentuk tanaman tersebut. Setelah tanaman mulai berbuah, kita perlu melakukan pembungkusan. Pembungkusan buah bertujuan untuk menghindari serangan hama, atau insect yang masuk ke dalam buah, serta untuk mengurangi intensitas matahari. Jika intensitas matahari terlalu tinggi, maka buah akan gosong. Selanjutnya adalah aplikasi pestisida. Aplikasi pestisida penting untuk mencegah serangan hama dan penyakit ke tanaman, serta meningkatkan kualitas dan kualitas buah tersebut. Aplikasi pestisida terbagi dua macam, yaitu sistem prefentif dan kuratif. Sistem prefentif bermaksud untuk pencegahan, yang dilakukan dua kali seminggu sebelum tanaman diserang hama. Sedangkan sistem kuratif dilakukan apabila serangan hama atau penyakit sudah diambang batas ekonomi.Tahap terakhir adalah weeding, atau penyiangan. Penyiangan bertujuan untuk mencegah gulma tumbuh di sekitar areal tanaman, serta untuk mempermudah pemberian tambahan pupuk susulan. Jambu kristal dipilih berdasarkan kualitas masing-masing.Terdapat tiga tingkatan kualitas, yaitu:  Grade A memiliki ukuran yang besar, tidak terdapat cacat, buah bulat sempurna dan berwarna mengkilat.  Grade B memiliki ukuran yang sedang, terdapat sedikit cacat, sedikit lonjong dan berwarna agak kusam.  Grade C memiliki ukuran kecil, sedikit cacat, tidak bulat simetris, dan berwarna kusam. Agar tampak segar dan menarik, jambu kristal harus di-packing dengan menggunakan busa buah dan plastik, sebelum didistribusikan ke pasar-pasar swalayan. Harga satu bibit jambu kristal berkisar antara Rp 20.000 – Rp 50.000, tergantung pada ukuran dan umur bibit. Untuk harga buah jambu kristal, saat ini jambu kristal dihargai sebesar Rp 15.000 – Rp 35.000 kg.Sedangkan untuk Grade A mencapai harga Rp 40.000kg. Jambu kristal memang masih langka, sehingga masih banyak peluang usaha dari bisnis buah yang satu ini. 3 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Jambu Kristal merupakan jenis jambu yang berasal dari Taiwan dan sedang populer di Indonesia. Informasi mengenai seperti apa Jambu Kristal dan bagaimana cara budidayanya tentu akan menarik perhatian baik dari kalangan petani jambu maupun masyarakat umum. Tayangan audio visual dapat menjadi salah satu pilihan yang efektif untuk mendiseminasikan inovasi pertanian. Video yang dijadikan perlakuan dalam penelitian ini terdiri 168 shot termasuk bumper in dan bumper out, yang kemudian dibedakan menjadi 4 kombinasi perlakuan antara durasi shot dengan tempo narasinya. Durasi shot berperan dalam menentukan durasi keseluruhan tayangan, dengan tetap bertujuan untuk dapat menyampaikan isi materi secara lengkap. Menurut Bawantara 2008, kemampuan mata untuk mengidentifikasi sesuatu membutuhkan waktu sedikitnya lima sampai delapan detik. Durasi shot yang panjang akan memberikan waktu lebih lama bagi penonton untuk menyimak dan memahami gambar yang ditayangkan, sedangkan durasi shot yang pendek akan terus memberikan objek yang baru untuk diamati, sehingga jika berdasarkan pada pernyataan Ling dan Catling 2012, durasi shot yang pendek akan mempengaruhi atensi yang lebih besar dan kemudian meningkatkan konsentrasi dalam menyimak suatu tayangan. Sebagian orang akan mengakui bahwa durasi shot yang pendek 3 detik membuat tayangan terlihat semakin menarik secara visual. Sementara itu narasi berperan untuk membantu penceritaan yang tidak dapat dijelaskan oleh gambar. Menurut Rahmawati tanpa tahun, teknik vokal yang diperlukan agar bisa lancar berbicara antara lain kontrol suara voice control yang meliputi pola titinada pitch, kerasnya suara loudness, tempo time, dan kadar atau kualitas suara. Kecepatan berbicara narator, atau dalam penelitian ini disebut dengan tempo narasi, berperan untuk membantu memberikan kejelasan dari gambar secara audio, namun tetap menyesuaikan dengan durasi tiap sequence satu rangkaian gambar yang menceritakan sebuah kejadian atau peristiwa. Hal ini membuat peneliti ingin menguji pengaruh antara durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat informasi. Menurut Rogers 2003, proses keputusan adopsi inovasi memiliki lima tahap, yaitu: knowledge pengetahuan, persuasion kepercayaan, decision keputusan, implementation penerapan, dan confirmation penegasan. Pembuatan video yang berisi inovasi diharapkan mampu mempengaruhi proses tersebut hingga tahap persuasi. Selanjutnya Rogers juga mengatakan bahwa saluran komunikasi yang tepat harus dipilih berdasarkan tujuan dari sumber komunikasi serta isi pesan yang akan disampaikan pada audience. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat membantu untuk menentukan bagaimana durasi shot dan tempo narasi yang baik dalam video sebagai saluran komunikasi yang efektif. Keterangan : Gambar 1 Kerangka pemikiran pengaruh durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal Hipotesis Penelitian ini akan menguji empat kombinasi dari durasi shot dan tempo narasi. Oleh karena itu, terdapat tiga hipotesis sebagai berikut : 1. Skor kemampuan mengingat informasi kelompok yang menyaksikan video dengan pergantian visual cepat berbeda nyata dari kelompok yang menyaksikan video dengan pergantian visual lambat. 2. Skor kemampuan mengingat informasi kelompok yang menyaksikan video dengan tempo narasi cepat berbeda nyata dari kelompok yang menyaksikan video dengan tempo narasi lambat. 3. Skor kemampuan mengingat informasi kelompok yang menyaksikan video dengan pergantian visual cepat dan tempo narasi cepat lebih tinggi daripada kelompok lain. A Visual cepat 3 detik Narasi cepat 150 wpm Kemampuan mengingat pesan B Visual cepat 3 detik Narasi lambat 110 wpm D Visual lambat 5 detik Narasi lambat 110 wpm C Visual lambat 5 detik Narasi cepat 150 wpm 4 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah eksperimental dengan faktorial 2x2 yang mempunyai dua peubah bebas, menggunakan metode Posttest-Only Control Group Design Campbell dan Stanley 1963; Creswell 1994 yang dimodifikasi tanpa control group, dan bantuan kuesioner. Menurut Campbell dan Stanley 1963, metode Posttest-Only Control Group Design dapat dipilih ketika ada kekhawatiran bahwa sikap dan kerentanan seseorang terhadap persuasi dapat dipengaruhi oleh pretest. Lebih lanjut Campbell dan Stanley 1963 menyebutkan bahwa pada beberapa studi pengajaran mengenai materi-materi yang baru, sebuah pretest tidak dapat atau tidak perlu dilakukan dikarenakan: 1 treatment X dan pos tes O dapat diselenggarakan langsung kepada kelompok sebagai sebuah paket yang natural; 2 sebuah pretest yang dilakukan mungkin akan membingungkan subjek atau membuat canggung. Pada penelitian ini, salah satu alasan mengapa tidak dilakukan pretest adalah untuk menghindari kemungkinan responden menjadi terpengaruh untuk berkonsentrasi mengingat informasi apabila diadakan pertanyaan melalui pretest. Hal ini dikhawatirkan dapat mempengaruhi hasil skor pos tes. Desain faktorial digunakan karena penelitian ini ingin menganalisis perbedaan pengaruh dari masing-masing peubah, yaitu Visual Cepat VC dengan Visual Lambat VL dan Narasi Cepat NC dengan Narasi Lambat NL, serta bagaimana interaksi diantara kedua peubah tersebut. Campbell dan Stanley 1963 menyebutkan bahwa desain faktorial dapat diperluas melalui penambahan grup lain dengan treatment X yang berbeda. Hal ini didukung oleh pendapat Van Dalen 1973, bahwa sebuah control group dapat berupa kelompok lain sebagai pembanding dan mendapatkan perlakuan berbeda pada penelitian eksperimen. Dua peubah bebas dalam penelitian ini yaitu durasi shot dan tempo narasi. Setiap peubah bebas terdiri dari dua taraf. Durasi shot terdiri dari visual cepat 3 detik dan visual lambat 5 detik, sedangkan tempo narasi terdiri dari tempo narasi cepat dan tempo narasi lambat. Dari kedua peubah bebas yang masing-masing terdiri dari dua taraf tadi, akan diperoleh empat macam kombinasi perlakuan yaitu : 1. Visual Cepat dan Narasi Cepat VC NC 2. Visual Cepat dan Narasi Lambat VC NL 3. Visual Lambat dan Narasi Cepat VL NC 4. Visual Lambat dan Narasi Lambat VL NL Tabel 1 Desain faktorial 2x2 antara durasi shot dengan tempo narasi Durasi Shot Tempo Narasi Narasi Cepat Narasi Lambat Visual Cepat VC NC = 15 orang VC NL = 15 orang Visual Lambat VL NC = 15 orang VL NL = 15 orang Penentuan jumlah sampel tiap kelompok perlakuan dihitung menggunakan rumus Federer: n-1 t- 1 ≥ 15 n-1 4- 1 ≥ 15 3n- 1 ≥ 15 n ≥ 6 Keterangan: n = jumlah sampel t = jumlah kelompok Populasi penelitian ini adalah 71 orang dari 170 orang anggota posdaya, yang termasuk kedalam kriteria sebagai berikut: 1 berusia 20-50 tahun; 2 kepala keluarga; 3 termasuk dalam kategori pendapatan kelas menengah-kebawah Lloyd warner 1994 dalam Morissan 2005; 4 pendidikan maksimal SMA; 5 mata pencaharian utama atau sampingan sebagai petani, buruh tani dan memiliki lahan untuk ditanami; 6 belum pernah mendapatkan penyuluhan mengenai jambu kristal; 7 dapat memahami Bahasa Indonesia; 8 memiliki kemampuan baca tulis. 60 responden diambil sebagai sampel secara acak sederhana dari 71 orang yang termasuk kedalam populasi penelitian. Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin sebagai berikut: n = N 1 + Ne 2 n = 71 = 60.3 1 + 71 x 0.05 2 Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = batas toleransi kesalahan 60 responden yang terpilih dibagi menjadi 4 kelompok secara acak random, masing-masing terdiri dari 15 orang. Kelompok A menerima perlakuan video dengan visual cepat dan narasi cepat, sedangkan kelompok B dengan visual cepat dan narasi lambat. Selanjutnya kelompok C menerima perlakuan dengan visual lambat dan tempo narasi cepat, sedangkan kelompok D dengan visual lambat dan tempo narasi lambat. Peubah tidak bebas dalam penelitian ini adalah kemampuan mengingat pesan anggota posdaya tentang jambu kristal, yang diukur melalui post-test. Tempat Penelitian dipilih secara sengaja purposive, yaitu di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat karena merupakan khalayak utama dari siaran Green TV IPB. Posdaya Cisadane, Desa Wates Jaya terpilih sebagai lokasi penelitian karena anggota posdaya tersebut belum mendapatkan penyuluhan mengenai budidaya jambu kristal, selain itu lokasi dan lahan pertanian di daerah tersebut berpotensi untuk pengembangan budidaya jambu kristal. Pengambilan data dilakukan selama bulan Oktober-November 2014 dan eksperimen dilakukan pada hari Minggu, 2 November 2014. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh durasi shot dan tempo narasi pada video terhadap kemampuan mengingat pesan. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif didukung dengan data-data kualitatif. Data kualitatif dalam penelitian ini didapatkan dengan observasi dan wawancara mendalam kepada responden, dengan bantuan pedoman wawancara dan kuesioner. Data kuantitatif didapatkan melalui pos tes. Sedangkan pengambilan data kualitatif sebagai pendukung menggunakan riset non-rating Morissan, 2005 berupa pretesting television spot design Bertrand, 1978. Riset ini meneliti alasan-alasan subjektif perilaku audien terhadap program. Apa yang disukai dan apa yang tidak disukai orang terhadap suatu program; apa yang membuat mereka tertarik dan apa yang membuat mereka bosan; apa yang mereka kenal dan apa yang tidak mereka kenal; dan apa yang mereka ingat dan lupakan. Dalam riset ini, peneliti berupaya untuk mendapatkan pandangan atas reaksi orang terhadap suatu program. Tahapan Penelitian Secara keseluruhan penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan sebagai berikut: Tahap Pertama, yaitu tahap persiapan materi penelitian. Tahapan ini mencakup dua kegiatan utama: 1. Observasi awal Kegiatan ini merupakan penjajagan terhadap lokasi posdaya mana yang belum mendapatkan penyuluhan mengenai inovasi jambu kristal, terutama lokasi yang memiliki potensi untuk budidaya jambu kristal. 2. Pembuatan video materi penelitian Meliputi aktivitas pembuatan naskah, pengambilan gambar dan narasi, serta editing. Tahap Kedua adalah uji coba video dan instrumen, pengumpulan data uji coba dilakukan pada kelompok lain diluar sampel penelitian. Tahap Ketiga adalah pelaksanaan penelitian yang dilakukan dalam satu hari secara serentak bagi keempat kelompok perlakuan. Eksperimen dilakukan pada siang hari sekitar jam 12 saat masyarakat sedang beristirahat dan sudah pulang dari sawah. Responden tidak diberitahu bahwa sedang dilakukan penelitian, mereka hanya diberitahu bahwa akan diajak untuk menonton sebuah video tentang budidaya jambu. Tahapan pemberian perlakuan meliputi: 1. Lima menit pertama digunakan untuk pengenalan, bertujuan untuk menghindari suasana canggung pada saat penelitian. 2. Penayangan materi melalui media video berdurasi 7 dan 12 menit. 3. Pos tes selama 15 menit. Instrumen Untuk memperoleh data tentang peubah-peubah dalam rencana penelitian ini digunakan instrumen kuesioner berisi pertanyaan yang akan dijawab oleh responden. Tiga macam kuesioner yang digunakan meliputi : 1. Kuesioner I yang digunakan untuk mengumpulkan data karakteristik responden. Pertanyaan berbentuk terbuka sehingga responden dapat mengisi langsung jawaban pada tempat yang disediakan. Data karakteristik responden yang dilibatkan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala pengukuran sebagai berikut: 1 Umur, diukur dalam skala rasio yang penentuannya ditetapkan pada saat penelitian dilakukan dengan pembulatan ke arah tanggal lahir terdekat dalam satuan tahun. 2 Pendidikan formal, merupakan tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh responden, diukur dalam skala ordinal pada kategori Tidak Sekolah = “1”, SD = “2”, SMP = “3”, dan SMA = “4”. Data karakteristik responden dikumpulkan pada waktu bersamaan dengan penelitian, yaitu setelah video tentang inovasi jambu kristal ditayangkan pada responden. Data karakteristik responden diperlukan untuk mendukung deskripsi data tingkat kemampuan mengingat pesan responden akibat perlakuan yang diberikan. 2. Kuesioner II yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan mengingat pesan pada empat kelompok setelah selesai masa perlakuan video post-test, berbentuk pertanyaan pilihan ganda yang berkaitan dengan materi yang diberikan. Apabila jawaban benar memperoleh skor satu 1 dan apabila jawaban salah memperoleh skor nol 0. 3. Kuesioner III yang digunakan untuk menganalisis pendapat beberapa responden secara kualitatif mengenai tayangan yang disajikan, melalui wawancara mendalam. Indikator yang diukur adalah tanggapan responden pada cara penyajian, durasi shot, tempo narasi, kejelasan informasi, lama penyajian dan isi pesan. Data ini diperlukan untuk mengetahui perubahan atau perbaikan media sesuai dengan penilaian atau tanggapan responden pada beberapa aspek teknis tayangan. Responden dipilih secara acak pada masing- masing kelompok perlakuan. Validitas dan Reliabilitas Validitas instrumen untuk mengukur tingkat kemampuan mengingat pesan responden diusahakan dengan cara menyesuaikan isi kuesioner dengan materi yang disajikan. Reliabilitas instrumen diketahui dengan melakukan uji coba kuesioner pengukur kemampuan mengingat pesan responden. Kegiatan ini dilakukan pada anggota posdaya “Menteng Berkarya” sejumlah 32 orang. Data hasil uji coba instrumen kemudian dianalisis dengan prosedur pendugaan validitas dan reliabilitas “Kuder-Richardson KR20” menggunakan Microsoft Excel 2007 dengan nilai = 0, 586. Uji Coba dan Evaluasi Media Media video yang akan digunakan sebelumnya dilakukan uji coba dan evaluasi media terlebih dahulu. Kegiatan ini dilaksanakan agar dapat mengetahui apakah video yang telah didesain dapat memiliki efektivitas untuk kelayakan media. Uji coba dan evaluasi media dilakukan dalam dua tahap berdasarkan Bertrand 1978 yaitu: 1. Metode Face Validity dan In House Metode ini dilaksanakan pada komisi pembimbing sebagai ahli di bidang komunikasi. Metode ini dilakukan melalui uji coba produk berupa draft yang berisi rancangan video. 2. Metode Open House Metode ini dilakukan dengan menggunakan produk final berupa program video yang sudah jadi, kemudian diuji cobakan pada kelompok posdaya yang bukan merupakan responden dalam penelitian, namun diyakini memiliki karakteristik yang mirip. Pengambilan data uji coba dilakukan menggunakan selembar panduan pertanyaan dengan metode diskusi dan wawancara. Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan responden uji coba media, didapatkan kesimpulan bahwa media video yang akan digunakan sudah baik, menarik, dan jelas dalam menyampaikan informasi, sehingga tidak memerlukan adanya perubahan dari segi konten maupun teknik editing lainnya. Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini baik secara kuantitatif maupun kualitatif kemudian diolah untuk menjawab masalah penelitian yang diajukan. Data kuantitatif yang diperoleh dari hasil rekapitulasi kuesioner responden diolah melalui uji Two-way ANOVA analisis sidik ragam dua arah menggunakan program SPSS versi 16.0 untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara variabel visual durasi shot dengan audio tempo narasi, sedangkan untuk data karakteristik responden umur dan tingkat pendidikan diolah melalui uji korelasi Pearson product moment dan rank Spearman. Data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel frekuensi dan distribusi. Gabungan dari data kuantitatif dan kualitatif diolah serta dianalisis dengan disajikan dalam bentuk teks naratif, matriks, bagan, dan gambar. Kemudian penarikan kesimpulan dari semua data yang telah diolah dipaparkan melalui penjelasan ilmiah. Definisi Istilah Secara operasional peubah-peubah penelitian dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Durasi shot adalah durasi tiap shot dalam satu tayangan, dinyatakan dalam

hitungan detik. Durasi shot pada saat penelitian akan disebut sebagai visual cepat untuk memudahkan penyebutannya. Durasi shot dikatakan sebagai visual cepat apabila durasi tiap shot-nya kurang dari 3 detik, sedangkan jika durasi tiap shot-nya lebih dari 3 detik dalam penelitian ini digunakan durasi shot 5 detik maka dikatakan sebagai visual lambat. Untuk mengukur pengaruh durasi shot pada skor pos tes, maka selanjutnya dilakukan pengkategorian “visual cepat” = “1” dan “visual lambat” = “2”. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pada saat analisis sidik ragam dua arah menggunakan SPSS versi 16.0.

2. Tempo narasi adalah kecepatan berbicara narator dalam penyampaian pesan

verbal pada video. Kecepatan berbicara ditentukan oleh words per minute disingkat wpm; dimana cepat ≥ 150 wpm, dan lambat ≤ 110 wpm. Untuk mengukur pengaruh tempo narasi pada skor pos tes, maka selanjutnya dilakukan pengkategorian “narasi cepat” = “1” dan “narasi lambat” = “2”. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pada saat analisis sidik ragam dua arah menggunakan SPSS versi 16.0.

3. Kemampuan mengingat pesan adalah banyaknya informasi dari tayangan

yang mampu diingat kembali oleh responden, dilihat dari hasil post-test setelah menyaksikan media video. Post-test terdiri dari 20 pertanyaan bersumber dari tayangan yang disaksikan oleh responden. 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa Watesjaya Desa Watesjaya adalah salah satu desa di Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Akses masuk kedalam desa ini dapat melalui kawasan Danau Lido di pinggir Jalan Raya Sukabumi Bogor. Desa yang terdiri dari 4 dusun, 8 RW dan 29 RT ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Sukabumi. Seiring bertumbuhnya perindustrian dengan berdirinya pabrik-pabrik garmen, air mineral, makanan olahan serta perluasan pembangunan ekonomi lainnya di Kecamatan Cigombong, mengundang para pendatang tinggal dan menetap di Desa Watesjaya. Walaupun demikian, interaksi antara penduduk asli dan pendatang tetap terjalin dengan baik dan harmonis. Saat ini tidak kurang dari 45 Kepala Keluarga masuk dalam kategori warga miskin, dengan kondisi cukup beragam baik dilihat dari segi tingkat pendidikan, pendapatan dan akses ke pelayanan kesehatan masih rendah serta sarana jalan dan prasarana lingkungan lainnya yang kurang memadai sangat berpengaruh terhadap pembangunan perekonomian di desa Watesjaya. Program Pemerintah mengenai penanggulangan kemiskinan yang masuk ke Desa Watesjaya sebenarnya sudah cukup banyak dan beragam, mulai dari program asuransi kesehatan bagi warga miskin Askeskin, Program Raksa Desa, penyaluran beras bagi warga miskin Raskin, dan Bantuan Langsung Tunai BLT. Sebagai daerah agraris, Desa Watesjaya mempunyai beberapa potensi alam terutama hasil pertanian dan perkebunan yang menjadi mata pencaharian dan sumber penghidupan masyarakat. Secara garis besar, penggunaan lahan di daerah penelitian dapat dibedakan atas pemukiman penduduk, tegalan, lahan pertanian, lahan perkebunan, hutan, tanah kosong, dan semak belukar. Batas-batas wilayah Desa Watesjaya adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Desa Srogol Sebelah Timur : Desa Pasir Buncir Sebelah Barat : Desa Cigombong Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi Jarak ke Pusat Kecamatan : 0,5 km Jarak ke Pusat kabupaten Bogor : 32 km Jarak ke Ibukota Propinsi : 116 km Jarak ke Ibukota Negara : 82 km Secara geografis Desa Watesjaya berada pada ketinggian 216 meter dpl ketinggian tanah di atas permukaan laut dengan curah hujan 3000 – 4000 mmtahun dan kondisi Topografi keadaan daerah yang sedang serta memiliki suhu rata-rata adalah 32 C. Kondisi letak geografis Desa Watesjaya yang berada di kaki Gunung Pangrango menjadi potensi bagi penyediaan sumber air bersih, akan tetapi di bagian wilayah tertentu cenderung kesulitan mendapatkan air bersih karena kedalaman sumber air tanah cukup dalam dan hanya bisa dijangkau oleh sumur pompa atau sumur artesis, sehingga sumber mata air alami menjadi kebutuhan utama dan perlu dilindungi keberadaannya. Berdasarkan data yang diperoleh dari monografi Desa Watesjaya tahun 2009, penduduk Desa Watesjaya pada tahun 2009 berjumlah 7.292 jiwa dengan luas wilayah desa 1.014 hektar. Desa ini termasuk kedalam kelompok desa kurang padat, yaitu dengan kepadatan penduduk 7 jiwahektar. Tingkat kelahiran penduduk Desa Watesjaya adalah 15 orang pertahun dengan tingkat kematian penduduk 10 orang pertahun. Komposisi penduduk Desa Watesjaya selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi penduduk Desa Watesjaya No. Kategori penduduk Jumlah 1 Laki-Laki 3.741 Jiwa 2 Perempuan 3.490 Jiwa 3 Usia Dewasa 5.364 Jiwa 4 Kepala Keluarga 1.790 KK 5 Keluarga Miskin 806 KK Sumber: Monografi Desa Watesjaya 2009 Gambaran Umum Posdaya Cisadane Posdaya Pos Pemberdayaan Keluarga adalah sebuah gerakan untuk membangkitkan kembali budaya gotong royong di masyarakat dalam membanugn kehidupan berkeluarga, dilakukan secara swadaya dengan harapan masyarakat dapat mandiri P2SDM LPPM IPB dalam Muljono et al 2011. Posdaya adalah suatu forum silaturahmi advokasi, komunikasi, informasi, edukasi, sekaligus bisa dikembangkan menjadi wadah koordinasi kegiatan penguatan fungsi-fungsi keluarga secara terpadu. Posdaya merupakan wahana pemberdayaan 8 fungsi keluarga secara terpadu, utamanya fungsi agama atau Ketuhanan Yang Maha Esa, fungsi budaya, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi dan kesehatan, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi atau wirausaha, dan fungsi lingkungan Yayasan Damandiri dalam Muljono et al 2011. Posdaya merupakan gagasan baru guna menyambut anjuran pemerintah untuk membangun sumber daya manusia melalui partisipasi keluarga secara aktif. Proses pemberdayaan ini diprioritaskan pada peningkatan kemampuan keluarga untuk bekerja keras mengentaskan kebodohan, kemalasan dan kemiskinan dari arti yang luas. Posdaya Cisadane terletak di Kampung Lengkong Desa Watesjaya Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Posdaya ini melingkupi satu 1 RW yang terdiri dari empat 4 RT. Awal berdirinya posdaya dimulai pada tahun 2009 ketika mahasiswa Kuliah Kerja Nyata KKN dan P2SDM LPPM IPB datang dan mengenalkan konsep posdaya pada masyarakat Kampung Lengkong. Setelah warga setuju, dibentuk juga kepengurusan Posdaya dan terpilihlah Ibu Nevia Lailatul Hikmah, A.Ma. sebagai ketua Posdaya yang diberi nama Posdaya Cisadane. Sampai saat ini Posdaya Cisadane merupakan posdaya binaan P2SDM LPPM IPB dan Yayasan Damandiri. Lokasi diadakannya penelitian ini adalah Kampung Lengkong, RT 02 RW 05, dengan jumlah penduduk yang mencapai 200 kepala keluarga. Sebanyak 170 KK termasuk kedalam kategori miskin dengan jumlah 611 jiwa, yang terdiri dari 286 orang laki-laki dan 325 orang perempuan. Transportasi yang dapat masuk hingga kedalam lokasi hanyalah roda dua atau berjalan kaki, hal ini dikarenakan kondisi wilayahnya yang berbukit, berbatu-batu, curam, jalan sempit dan licin serta tanpa penerangan jalan masih belum memungkinkan mobil atau roda empat dapat masuk. Fasilitas kesehatan terdekat yakni puskesmas Cigombong terletak 45 menit perjalanan dengan motor. Kepengurusan posdaya yang diketuai oleh ibu Nevi ini beranggotakan sebagian besar ibu-ibu. Sesuai dengan bidang pemberdayaan masyarakatnya, kepengurusan posdaya Cisadane dibagi kedalam empat bidang yaitu bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang lingkungan, dan bidang ekonomi. Masing- masing bidang tersebut beranggotakan 5-6 orang dengan 1 orang koordinator, seorang sekretaris dan seorang bendahara. Jumlah total pengurus Posdaya Cisadane adalah 26 orang. Struktur organisasi pengurus Posdaya Cisadane ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 Struktur organisasi pengurus Posdaya Cisadane Kegiatan posdaya yang sudah terlaksana sejak tahun 2009 di antaranya adalah PPM Penyuluhan Pengadaan MCK, Pembuatan TPS, Reboisasi, Peningkatan Nilai Tambah Kumis Kucing, dan PAUD Pendidikan Anak Usia Dini. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. PEMBINA LPPM P2SDM IPB PENANGGUNG JAWAB Budi Rahayu PENASEHAT Syair KETUA Nevia Lailatul Hikmah SEKRETARIS Iis Solihat BENDAHARA Dedah EKONOMI Iyang PENDIDIKAN Lisdawati LINGKUNGAN M. Robi KESEHATAN Acih BIDANG ANGGOT A