Pengaruh Durasi Shot Dan Tempo Narasi Terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal (Psidium Guajava L.).

(1)

PENGARUH DURASI

SHOT

DAN TEMPO NARASI

TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT PESAN

VIDEO JAMBU KRISTAL

AHMAD AULIA ARSYAD

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Durasi Shot

dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Ahmad Aulia Arsyad


(4)

RINGKASAN

AHMAD AULIA ARSYAD. Pengaruh Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal (Psidium guajava L.). Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan KRISHNARINI MATINDAS.

Media audio visual merupakan salah satu jenis media komunikasi yang selalu berkembang dan menarik bagi semua kalangan. Berbagai macam bentuk audio visual, baik bersifat edukatif maupun hiburan, telah dinikmati secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang selama hampir dua puluh empat jam setiap harinya.

Penelitian mengenai desain media audio visual sebenarnya cukup banyak. Hasil-hasil penelitian lain mengenai media audio visual lebih banyak menunjukkan bagaimana media audio visual, baik berupa film, video dan sejenisnya, mampu mempengaruhi atau meningkatkan pengetahuan seseorang. Namun penelitian mengenai durasi shot dan tempo narasi masih sangat jarang ditemukan. Hal inilah yang menarik minat peneliti untuk menguji apakah terdapat perbedaan kemampuan mengingat pesan video jambu kristal berdasarkan durasi

shot dan tempo narasi.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan. Durasi Shot yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berapa detik durasi setiap gambar (shot) dalam video setelah melalui proses pemotongan (cut dalam editing), agar penonton tertarik untuk menikmati tayangan tersebut serta memahami isi ceritanya.

Penelitian eksperimen ini dilakukan pada 60 anggota Posdaya Cisadane, Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor, yang dipilih secara random dan dibagi menjadi empat kelompok perlakuan. Data pos tes dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dua arah (Two-way ANOVA), sedangkan untuk melihat hubungan antara karakteristik responden dengan hasil pos tes, digunakan uji korelasi Pearson product moment dan rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa durasi shot memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan mengingat pesan, sedangkan tempo narasi belum terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan mengingat pesan. Sementara itu, kombinasi antara durasi shot dan tempo narasi yang paling berpengaruh terhadap kemampuan mengingat pesan adalah durasi shot cepat dengan tempo narasi lambat, dilihat melalui rataan hasil skor pos tes empat kelompok perlakuan. Uji korelasi Pearson dan rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara karakteristik responden dengan hasil skor pos tes, sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan hasil skor pos tes adalah berdasarkan perlakuan penelitian.


(5)

SUMMARY

AHMAD AULIA ARSYAD. The Influences of the Shot Duration and Narration Tempo toward Memory Retrieval Ability of Messages on Video of Crystal Guava (Psidium guajava L.). Supervised by PUDJI MULJONO and KRISHNARINI MATINDAS.

Audio-visual is one type of communication medium that is always evolve and interesting for many people. Various forms of audio-visual, both educative and entertainment, has been enjoyed directly or indirectly, by any person for almost twenty-four hours a day.

Research on the design of audio-visual media is actually quite a lot. The results of other research based on audio-visual media shows how it capable of

affecting or improving a person’s knowledge. However, research on shot duration and narration tempo is still very rare. This has attracted the interest of researcher to test whether there are differences in the level of memory retrieval ability of messages on video of crystal guava based on the shot duration and narration tempo.

This research was conducted to analyze the influences of shot duration and narration tempo, also identify which combination that has the most influences toward memory retrieval ability of messages on video. Shot duration in this research is referred to the length (on seconds) of each shots on video after editing, so that the audience interested to watch and understand the information given on video.

This experimental research was conducted on 60 posdaya members which were randomly selected and divided into four treatment groups. Data was analyzed using Two-way analysis of variance, and characteristics of respondent were examined with Pearson and rank Spearman correlation test.

The result show that shot duration has a significant influence on the memory retrieval ability of messages on video, while there is no significant difference has been shown by narration tempo. Meanwhile, the combination of shot duration and narration tempo which has most influence toward memory retrieval ability of messages on video is fast shot duration with a slow narrative tempo, according to the average posttest score of four treatment groups. Pearson and rank Spearman correlation test shows that characteristics of respondent has no significant correlation with post test score, which means the post test score was based on experiment treatment.


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan karya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

PENGARUH DURASI

SHOT

DAN TEMPO NARASI

TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT PESAN

VIDEO JAMBU KRISTAL

AHMAD AULIA ARSYAD

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015


(8)

(9)

Judul Tesis : Pengaruh Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal (Psidium guajava L)

Nama : Ahmad Aulia Arsyad NIM : I352120121

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Pudji Muljono, MSi Dr Krishnarini Matindas, MS

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Komunikasi Pembangunan

Pertanian dan Pedesaan

Dr Ir Djuara P Lubis, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis berjudul Pengaruh Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal (Psidium guajava L.) di Posdaya Cisadane Kabupaten Bogor. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 ini bertujuan untuk melihat dan menganalisis perbedaan pengaruh durasi shot dan tempo narasi pada video inovasi jambu kristal terhadap kemampuan mengingat pesan, serta untuk memenuhi syarat pengambilan data lapangan dan tesis pada program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Pudji Muljono dan Ibu Dr Krishnarini Matindas selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Djuara P Lubis yang telah memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Yatri Indah Kusumastuti, Ibu Arnis beserta seluruh kru Green TV IPB, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Prof Dr Didik Suharjito, Ibu Endang Sri Wachjuni, istriku Cantika Zaddana serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015


(12)

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Kegunaan Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Media Komunikasi Massa 4

Media Audio Visual 8

Kelebihan dan Kekurangan Media Audio Visual 11

Visual 13

Durasi Shot 15

Audio 16

Tempo Narasi 19

2 Kemampuan mengingat pesan 21

Jambu Kristal 24

3 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 26

Kerangka Pemikiran 26

Hipotesis 27

4 METODE PENELITIAN 28

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 28

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 30

Tahapan Penelitian 30

Instrumen 31

Validitas dan Reliabilitas 32

Uji Coba dan Evaluasi Media 32

Pengolahan dan Analisis Data 32

Definisi Istilah 33

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 33

Gambaran Umum Desa Watesjaya 33

Gambaran Umum Posdaya Cisadane 35

Karakteristik Responden 38

Pengaruh Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan mengingat pesan Video Jambu Kristal 39 Perbedaan Pengaruh Durasi Shot terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal 41 Perbedaan Pengaruh Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal 42


(14)

Kombinasi Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal 44 Pengaruh Interaksi Durasi Shot dan Tempo Narasi terhadap Kemampuan Mengingat Pesan Video Jambu Kristal 45 Hubungan antara Karakteristik dengan Kemampuan Mengingat

Pesan Responden 48

6 SIMPULAN DAN SARAN 55

Simpulan 55

Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 59


(15)

DAFTAR TABEL

1 Desain faktorial 2x2 antara durasi shot dengan tempo narasi 29

2 Komposisi penduduk Desa Watesjaya 35

3 Kegiatan Posdaya Cisadane 37

4 Karakteristik responden berdasarkan golongan usia dan tingkat

pendidikan 38

5 Rataan skor pos tes responden menurut kelompok perlakuan 40 6 Hasil analisis sidik ragam dua arah skor kemampuan mengingat pesan

responden 40

7 Hasil uji wilayah berganda Duncan 46

8 Hasil uji korelasi Pearson antara umur dengan skor pos tes tiap

kelompok perlakuan 48

9 Hasil uji korelasi Spearman antara pendidikan dengan skor posttest tiap

kelompok perlakuan 48

10 Peringkat skor kemampuan mengingat pesan pada perlakuan visual cepat

narasi cepat 49

11 Peringkat skor kemampuan mengingat pesan pada perlakuan visual cepat

narasi lambat 50

12 Peringkat skor kemampuan mengingat pesan pada perlakuan visual

lambat narasi cepat 52

13 Peringkat skor kemampuan mengingat pesan pada perlakuan visual

lambat narasi lambat 53

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran pengaruh durasi shot dan tempo narasi pada video inovasi jambu kristal terhadap kemampuan mengingat pesan 27 2 Struktur organisasi pengurus Posdaya Cisadane 36 3 Kegiatan pembuatan keripik singkong di Posdaya Cisadane 37 4 Pelaksanaan eksperimen video jambu kristal di Posdaya Cisadane 39 5 Kombinasi durasi shot dan tempo narasi terhadap rata-rata skor pos tes 44

DAFTAR LAMPIRAN

1 Storyboard “Mengenal Jambu Kristal” 57

2 Panduan pertanyaan uji coba dan evaluasi media 62

3 Kuesioner posttest 63

4 Hasil uji coba instrumen penelitian 66

5 Hasil uji coba validitas dan reliabilitas Kuder-Richardson (KR20)

menggunakan Microsoft Excel 2007 67

6 Data hasil penelitian berdasarkan kelompok perlakuan 69 7 Hasil uji korelasi Pearson, Spearman, dan Two way ANOVA 71


(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring berkembangnya ide tentang membangun keberdayaan melalui informasi, komunikasi, dan pengetahuan masyarakat, semakin banyak inovasi yang melibatkan penggunaan media komunikasi, baik cetak (seperti buletin atau Koran desa) maupun elektronik (seperti radio komunitas atau internet masuk desa). Semakin terbangunnya pemahaman media di tingkat warga, membuat warga cepat menyadari dan memanfaatkan media komunikasi untuk menyelesaikan persoalannya, memenuhi kebutuhannya, dan memaksimalkan potensinya. Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) dan majunya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) mengakibatkan adanya peningkatan dalam kebutuhan pengetahuan dan informasi yang berguna untuk menyokong pembangunan pertanian.

Diseminasi informasi pertanian dapat memanfaatkan teknologi komunikasi sebagai saluran, sehingga mendukung terciptanya proses komunikasi yang efektif. Menurut Ofuoku dan Agumagu (2010); Adeokun et al (2006); Agumagu (1988), efektifitas penyaluran informasi maupun teknologi tergantung pada efisiensi aplikasi dan efektifitas kombinasi dari berbagai sumber dan materi media audio visual. Hal ini berarti media audio visual dapat menjadi salah satu pendukung yang signifikan dalam penyampaian pesan-pesan inovasi pertanian, khususnya dalam rangka penyuluhan teknologi pertanian.

Penelitian lain mengenai penggunaan media audio visual sebagai metode penyuluhan, juga telah dilakukan oleh Rahmawati et al (2007). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa secara umum media audio visual dapat digunakan sebagai salah satu metode penyuluhan, dalam kaitannya dengan peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu balita gizi kurang dan buruk di Kabupaten Kotawaringin Barat, Propinsi Kalimantan Tengah.

Media massa, antar-personal dan hibrida merupakan alat yang membantu untuk mengkombinasikan saluran-saluran komunikasi yang berbeda untuk

“transportasi” dan pertukaran sinyal-sinyal tekstual, visual, audio, berhubungan dengan sentuhan dan/atau penciuman. Internet sebagai media hibrida memiliki aplikasi luas, banyak terkait dengan intervensi komunikatif dalam berbagai bidang kemasyarakatan, termasuk pertanian dan manajemen sumber daya. Internet dapat dibagi ke dalam lima modalitas dasar (jaringan di seluruh dunia, surat elektronik,

newsgroup, ruang untuk chatting, dan mentransfer file) yang secara fleksibel

dapat digunakan dan dikombinasikan dalam aplikasi konsepsi internet untuk tujuan intervensi komunikasi.

Banyak organisasi dan individu kini memiliki website, yang pada pokoknya merupakan brosur (buku) multi-saluran yang maju (tekstual, auditif, visual) yang

dapat “dibuka” di alamat elektronik khusus, misalkan sebuah komputer yang

terhubung dengan jaringan komputer di seluruh dunia. Berdasarkan fungsi dan kapabilitasnya, media internet dapat digunakan sebagai saluran komunikasi untuk inovasi di pedesaan yang mencakup wilayah luas, cepat, dan dengan biaya relatif lebih kecil.


(17)

Media audio visual merupakan salah satu jenis media komunikasi yang selalu berkembang dan menarik bagi semua kalangan. Berbagai macam bentuk audio visual, baik bersifat edukatif maupun hiburan, telah dinikmati secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang selama hampir dua puluh empat jam setiap harinya. Demikian besarnya peran media audio visual seperti televisi, mempengaruhi cara pikir dan gaya hidup seseorang. Bahkan seringkali tayangan-tayangan tersebut mengajarkan bagaimana cara kita untuk bertingkah laku dan menyikapi berbagai hal dalam kehidupan. Hal tersebut terjadi dalam setiap sisi kehidupan kita, baik di pedesaan maupun perkotaan. Pertanian dan pedesaan merupakan hal yang berkaitan erat dan sangat vital bagi kehidupan. Untuk menunjang hal tersebut, diperlukan inovasi-inovasi yang harus selalu berkembang demi tercapainya kebutuhan hidup manusia.

Institut Pertanian Bogor memiliki sumberdaya informasi di bidang pertanian yang melimpah, namun sebagian besar hasil-hasil riset dan penelitian tersebut belum tersosialisasikan pada khalayak IPB pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Saat ini belum banyak materi/konten tentang pertanian dan green

lifestyle yang disiarkan melalui media televisi dan internet, namun minat dan

perhatian masyarakat mengenai pertanian dan gaya hidup green sebenarnya cukup tinggi.

Green TV IPB hadir sebagai lembaga penyiaran yang mengolah berbagai hasil penelitian dan inovasi, menjadi sebuah tayangan yang lebih mudah dipahami dan diaplikasikan oleh masyarakat. Tayangan tersebut disiarkan melalui media televisi (VHF channel 5 frekuensi 76-82 MHz) dan media hibrida/internet (http://greentv.ipb.ac.id).

IPB memilih untuk mendirikan Green TV IPB sebagai media diseminasi hasil riset dan inovasi kepada seluruh civitas akademika dan masyarakat desa lingkar kampus IPB. Televisi sebagai media audio visual telah cukup populer di kalangan masyarakat, karena televisi menyediakan layanan yang memungkinkan kita untuk memahami informasi dengan menggunakan indera penglihatan (visual) dan pendengaran (audio). Program-program televisi sangat potensial untuk didesain secara menarik, namun tetap kaya akan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat.

Jambu kristal (Psidium guajava L.) adalah sebuah inovasi hasil kerjasama antara Taiwan ICDF dengan University Farm IPB. Jambu ini memiliki tekstur yang renyah saat dimakan, dan memiliki harga yang cukup tinggi di pasaran. Namun sayangnya masih sedikit petani yang membudidayakan jambu kristal, padahal potensi budidaya jambu ini dapat dikatakan cukup tinggi. Salah satu upaya untuk mempromosikan hasil inovasi adalah melalui media audio visual. Hal ini dikarenakan media audio visual memiliki daya tarik yang sangat tinggi di kalangan masyarakat saat ini. Melalui desain audio visual yang efektif, dalam hal ini kaya informasi dan tentu saja menarik untuk disaksikan, diharapkan dapat menginspirasi petani (khususnya petani jambu) maupun masyarakat luas untuk mencoba membudidayakan inovasi jambu kristal tersebut.

Penelitian mengenai desain media audio visual sebenarnya cukup banyak. Sebagai contoh, penelitian Alif (2008) yang menunjukkan bahwa media video dapat membantu meningkatkan pengetahuan siswa tentang chikungunya.Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa perbedaan penggunaan bahasa narasi


(18)

maupun bentuk pesan visual berupa gambar diam atau gambar bergerak, tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam penyampaian pesan.

Penelitian lain yang serupa adalah Septiana (2008) yang menunjukkan bahwa karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin, umur, dan pendidikan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan peningkatan pengetahuan. Selain itu, Septiana menyatakan bahwa penggunaan model (talent) maupun suara narator laki-laki atau perempuan dalam video tidak memiliki pengaruh yang nyata dalam peningkatan pengetahuan.

Hasil-hasil penelitian lain mengenai media audio visual seperti Damastuti (2007); Safari (2004); Siahaan (2005); Oktira et al (2013), lebih banyak menunjukkan bagaimana media audio visual, baik berupa film, video dan sejenisnya, mampu mempengaruhi atau meningkatkan pengetahuan seseorang. Namun penelitian mengenai durasi shot dan tempo narasi masih sangat jarang ditemukan. Hal inilah yang menarik minat peneliti untuk menguji apakah terdapat perbedaan tingkat penerimaan informasi inovasi jambu kristal berdasarkan durasi

shot dan tempo narasi dalam media video.

Rumusan Masalah

Green TV IPB merupakan organisasi media yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan komunitasnya, yaitu civitas akademika IPB serta masyarakat luas. Kemampuan seseorang dalam mencerna informasi yang didapat baik melalui visual (penglihatan) ataupun audio (pendengaran) berbeda-beda. Seseorang perlu menempatkan atensi dan konsentrasinya untuk dapat memahami suatu tayangan. Namun seberapa cepat tiap gambar berganti, atau dalam hal ini durasi tiap shot

dalam satu tayangan, dan tempo narasi mampu mempengaruhi kemampuan mengingat pesan seseorang? Melihat hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berdasarkan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Seperti apa deskripsi karakteristik responden di lokasi penelitian?

2. Seperti apa pengaruh durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal?

3. Apakah terdapat perbedaan pengaruh durasi shot terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal?

4. Apakah terdapat perbedaan pengaruh tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal?

5. Apa kombinasi yang paling berpengaruh antara durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal?

6. Apa pengaruh interaksi durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal?

7. Apakah ada hubungan antara karakteristik dengan kemampuan mengingat pesan responden?


(19)

Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan karakteristik responden di lokasi penelitian.

2. Menganalisis pengaruh durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal.

3. Menganalisis perbedaan pengaruh durasi shot terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal.

4. Menganalisis perbedaan pengaruh tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal.

5. Menganalisis kombinasi yang paling berpengaruh antara durasi shot dan tempo narasi terhadap kemampuan mengingat pesan video jambu kristal. 6. Menganalisis pengaruh interaksi durasi shot dan tempo narasi terhadap

kemampuan mengingat pesan video jambu kristal.

7. Menganalisis hubungan antara karakteristik dengan kemampuan mengingat pesan responden.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi Institusi, yaitu IPB dan Green TV, dapat menjadi salah satu acuan dalam membuat desain tayangan audio visual sebagai saluran komunikasi inovasi pertanian.

2. Bagi masyarakat dapat menjadi gambaran mengenai kebutuhan informasi yang berkaitan dengan inovasi jambu kristal.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Media Komunikasi Massa

Definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan oleh

Bittner (1980:10) dalam Rakhmat (2011), yaitu “Mass communication is

messages communicated through a mass medium to a large number of people

(Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang). Selanjutnya Rakhmat (2011) juga mengutip definisi

komunikasi massa dari Gerbner (1967), yaitu “Mass communication is the technologically and institutionally based on production and distribution of the

most broadly shared continous flow of messages in industrial societies

(Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkelanjutan serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri). Sehubungan dengan itu, Wiryanto (2000) juga menyebutkan bahwa “komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai


(20)

digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi”.

Berdasarkan definisi tersebut, terlihat bahwa memang komunikasi massa dimulai pada saat berkembangnya era industrialisasi, dimana terjadi ledakan perkembangan teknologi secara besar-besaran. Salah satu perkembangan teknologi yang sangat pesat hingga saat ini adalah teknologi komunikasi massa. Berbagai definisi mengenai komunikasi massa juga diutarakan oleh Rakhmat

(2011), yang pada akhirnya menghasilkan suatu rangkuman yaitu “Komunikasi

massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik, sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan pada

waktu yang bersamaan”.

Massa dalam hal ini merujuk pada khalayak yang tersebar di berbagai tempat, tidak terbatas jumlahnya dan anonim. Elizabeth Noelle-Neuman (1973) dalam Rakhmat (2011) menyebutkan empat tanda pokok dari komunikasi massa, yaitu : 1. Bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis (teknologi

media). Komunikasi massa mengharuskan adanya media massa dalam prosesnya, hal ini dikarenakan teknologi yang membuat komunikasi massa dapat terjadi. Dapat dibayangkan bahwa tidak mungkin seseorang melakukan komunikasi massa tanpa bantuan media massa (teknologi), bahkan bila ia berteriak sekencang-kencangnya.

2. Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi. Dalam istilah komunikasi, reaksi khalayak yang dijadikan masukan untuk proses komunikasi berikutnya disebut umpan balik

(feedback). Namun dalam sistem komunikasi massa, komunikator sukar

menyesuaikan pesannya dengan reaksi komunikan (khalayak luas dalam hal ini). Komunikasi bersifat irreversible, yang artinya ketika sudah terjadi tidak dapat diputar balik (diulang). Begitu juga halnya dengan komunikasi massa. Sebuah informasi yang telah disebarkan, tidak dapat diputar ulang seperti membuat air menjadi es, kemudian membuat es menjadi air kembali. Dalam komunikasi massa, publik atau khalayak hanya menjadi penerima informasi. Pada saat komunikasi massa dilakukan, khalayak tidak dapat langsung memberikan feedback untuk mempengaruhi pemberi informasi, dalam hal ini untuk aliran komunikasi sepenuhnya diatur oleh komunikator. Namun demikian, dalam komunikasi massa masih terdapat kemungkinan adanya siaran ulang, yaitu memutar ulang tayangan yang sama dalam televisi atau radio.

3. Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim. Komunikasi dengan media massa memungkinkan komunikator untuk menyampaikan pesan kepada publik yang tidak terbatas jumlahnya, siapapun dan berapapun orangnya selama mereka memiliki alat penerima (media) siaran tersebut.

4. Mempunyai publik yang secara geografis tersebar. Seperti dikemukakan sebelumnya, komunikasi massa tidak hanya ditujukan bagi sekelompok orang di kawasan tertentu, namun lebih kepada khalayak luas di manapun mereka berada. Oleh karena itu, lewat media massa seseorang atau sekelompok orang


(21)

dapat melakukan persuasi kepada banyak orang di berbagai tempat dengan efisien.

Unsur-unsur Komunikasi Massa

Komunikasi massa terdiri dari sumber (source), pesan (message), saluran

(channel), dan penerima (receiver) serta efek (effect). Wiryanto (2000)

menggunakan pendapat Laswell untuk memahami komunikasi massa, di mana untuk mengerti unsur-unsurnya kita harus menjawab pertanyaan yang diformulasikan sebagai berikut: who says what in which channel to whom and

with what effect? (siapa berkata apa dalam media yang mana kepada siapa dengan

efek apa?).

Sumber utama dalam komunikasi massa adalah lembaga, organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga atau organisasi (institutionalized

person) (Wiryanto, 2000). Kita juga mengenal istilah “siapa yang menguasai

informasi, dapat menguasai dunia”. Pernyataan tersebut adalah sebuah bentuk

pengakuan atas kekuatan pengaruh media massa bagi masyarakat. Pada era orde baru kita dapat melihat pengekangan pers untuk menyiarkan berita-berita yang bersifat anti-pemerintah, seperti yang terjadi pada zaman kekuasaan Nazi atas Jerman.Pemerintah berupaya untuk mengatur aliran informasi kepada masyarakat, dengan maksud untuk membatasi dan mengantisipasi gerakan-gerakan anti-pemerintah.

Pesan-pesan komunikasi massa dapat diproduksi dalam jumlah yang sangat besar dan dapat menjangkau audiens yang sangat banyak jumlahnya. Wright (1977) dalam Wiryanto (2000) memberikan karakteristik pesan-pesan komunikasi massa sebagai berikut :

1. Publicly

Pesan-pesan komunikasi massa pada umumnya tidak ditujukan kepada perorangan tertentu yang eksklusif, melainkan bersifat terbuka untuk umum atau publik. Semua anggota mengetahui, orang lain juga menerima pesan yang sama dan disampaikan secara publicy.

2. Rapid

Pesan-pesan komunikasi massa dirancang untuk mencapai audiens yang luas dalam waktu yang singkat dan simultan. Pesan-pesan dibuat secara massal dan tidak seperti fine art yang dapat dinikmati berabad-abad.

3. Transient

Pesan-pesan komunikasi massa umumnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan

segera, dikonsumsi “sekali pakai” dan bukan untuk tujuan-tujuan yang bersifat permanen. Namun, ada pengecualian, seperti buku-buku perpustakaan, film, transkripsi-transkripsi radio, dan rekaman audio visual yang merupakan kebutuhan dokumentatif. Pada umumnya pesan-pesan komunikasi massa adalah pesan-pesan yang expendable. Maka isi media cenderung dirancang secara timely, supervisial, dan kadang-kadang bersifat sensasional.

Media yang mempunyai kemampuan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi massa secara cepat, luas, dan simultan adalah surat kabar, majalah,


(22)

radio, film, televisi, dan internet. Anwas (2005); Leeuwis (2009) membahas mengenai media massa konvensional yang saat ini sedang berkembang. Media massa konvensional dapat berupa koran, jurnal pertanian, leaflet, radio dan televisi. Karakteristik dasarnya adalah bahwa seorang pengirim dapat mencapai banyak orang dengan media tersebut, sambil tetap berada di kejauhan, dan tanpa kemungkinan keterlibatan dalam interaksi langsung dengan audiens.

Media massa, khususnya radio, televisi, dan koran, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam menentukan cara pandang masyarakat mengenai berbagai hal. Itu sebabnya tidak mengherankan bahwa hal pertama yang dilakukan rezim otoriter baru adalah meyakinkan bahwa mereka mengontrol media massa. Idenya adalah bahwa bila kita mengontrol media massa, kita dapat secara selektif mempengaruhi cara masyarakat luas berpikir dan melihat realitas, dan dapat mencegah orang lain untuk menunjukkan gambaran yang berbeda mengenai realitas tersebut.

Menurut Wright (1977) dalam Wiryanto (2000), penerima atau mass

audience memiliki karakteristik-karekteristik sebagai berikut :

a. Large

Besarnya mass audience adalah relatif dan menyebar dalam berbagai lokasi.Khalayak televisi misalnya, merupakan perorangan-perorangan yang tersebar dalam ratusan atau ribuan (bahkan jutaan) keluarga, di tempat-tempat umum yang memasang televisi penerima. Secara bersama-sama mereka adalah audiens televisi.

b. Heterogen

Komunikasi massa ditujukan untuk seluruh lapisan masyarakat, yang berasal dari berbagai status sosial, jenis kelamin, pendidikan, dan tempat tinggal. Heterogen adalah semua lapisan masyarakat dengan berbagai keragamannya. c. Anonim

Anonim diartikan anggota-anggota dari mass audience, pada umumnya tidak mengenal secara pribadi dengan komunikator.

Gonzalez dalam Jahi (1988) menyebutkan tiga dimensi komunikasi massa, yaitu: kognitif, afektif, dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar, dan tambahan pengetahuan. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan, dan sikap. Sedangkan efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tertentu. Selanjutnya Gonzalez menyatakan bahwa, meskipun dimensi-dimensi efek ini berhubungan satu sama lain, ketiganya juga independen satu sama lain. Mereka terjadi dalam berbagai sekuen, dan perubahan dalam satu dimensi tidak perlu diikuti oleh perubahan dalam dimensi lainnya. Efek komunikasi massa dapat juga ditinjau dari dimensi lain, yaitu : (1) Langsung atau kondisional, (2) spesifik-isi atau umum-menyebar, (3) perubahan atau stabilisasi, (4) kumulatif atau nonkumulatif, (5) jangka pendek atau jangka panjang, (6) mikro atau makro, dan (7) efek proporsional atau antisosial (Gonzalez dalam Jahi, 1988).

Efek diketahui melalui tanggapan khalayak (response audience) yang digunakan sebagai umpan balik (feedback). Dalam komunikasi massa, jumlah umpan balik relatif kecil dibandingkan dengan jumlah khalayak secara


(23)

keseluruhan yang merupakan sasaran komunikasi massa, dan sering tidak mewakili seluruh khalayak (Wiryanto, 2000).

Menurut McLuhan dalam Rakhmat (2011), media massa adalah perpanjangan alat indera kita. Dengan media massa, kita memperoleh informasi tentang benda, orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Dunia ini terlalu luas untuk kita masuki semuanya. Media massa datang menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik. Informasi tersebut dapat membentuk, mempertahankan, atau mendefinisikan citra. Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, sudah tentu media massa mempengaruhi pembentukan citra tentang lingkungan sosial yang timpang, bias, dan tidak cermat.

Media Audio Visual

Media Audio Visual dapat kita artikan secara sederhana yaitu media komunikasi berbentuk gabungan antara Audio (suara) dan Visual (gambar). Pada dasarnya orang-orang akan menganggap bahwa media audio visual berarti televisi. Hal ini dikarenakan televisi merupakan salah satu media komunikasi massa dengan bentuk audio visual yang paling populer. Namun sebenarnya bentuk-bentuk media audio visual terdiri dari slide bersuara, video, film, penyuluhan menggunakan bantuan gambar, dan lain-lain. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) dalam Septiana (2008), penyampaian pesan yang menggunakan ilustrasi dari alat bantu audio visual akan (dapat membantu penonton) lebih mengingat banyak pesan.

Televisi dalam kaitannya dengan pembangunan, dapat dipakai untuk memberitahu rakyat tentang berbagai hal yang menyangkut pembangunan nasional, membantu rakyat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, dan mendidik rakyat agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan sosial maupun ekonomi (Jahi, 1988). Senada dengan pernyataan tersebut, Quaal dan Brown (1983) menyebutkan beberapa fungsi dari komunikasi yang dapat dimuat dalam tayangan televisi yaitu : (1) Information; (2)

Socialization (with discussion); (3) Motivation; (4) Education; (5) Cultural

Promotion; dan (6) Entertainment.

Karakteristik Media Audio Visual

Teknologi Audio visual merupakan cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi yaitu dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pengajaran melalui audio-visual jelas bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses belajar, seperti mesin proyektor film, tape recorder, dan proyektor visual yang lebar. Karakteristik atau ciri-ciri utama teknologi media audio-visual adalah sebagai berikut:

1. Mereka biasanya bersifat linier;

2. Mereka biasanya menyajikan visual yang dinamis;

3. Mereka digunakan dengan cara yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perancang/pembuatnya;


(24)

5. Mereka dikembangkan menurut prinsip psikologis behaviorisme dan kognitif;

6. Umumnya mereka berorientasi kepada guru dengan tingkat pelibatan interaktif murid yang rendah.

Mengutip pendapat Ardianto et al (2004) dalam Nurfalah (2007), jika ditinjau dari stimulasi alat indera maka karakteristik media audio visual (khususnya televisi) adalah sebagai berikut:

1. Audio Visual

Media audio visual memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat. Kedua unsur tersebut haruslah ada kesesuaian yang harmonis, tidak ada satu unsur yang lebih penting daripada yang lain. Leeuwis (2009); Gozalli (1986); Goldberg (1985); Nielsen (1981), mengatakan bahwa media audio visual memiliki kelebihan berupa daya tarik yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan media visual (seperti foto, koran, slide, dan sebagainya), media audio (seperti radio dan rekaman suara), maupun komunikasi interpersonal. Namun demikian media ini tetap memiliki kekurangan, di antaranya adalah dalam satu kali tayang, berarti penonton hanya akan melihat maupun mendengar informasi satu kali atau selintas, sehingga jika informasi tersebut tidak dapat dimaknai dengan cepat maka penonton akan kehilangan informasi tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi pemahaman isi tayangan secara keseluruhan. Meskipun pada media video atau slide bersuara, penonton dapat mengulang informasi tersebut dengan memutarnya kembali di lain waktu jika memungkinkan.

2. Berpikir dalam Gambar (think in picture)

Dalam membuat sebuah tayangan audio visual, kita mengenal adanya tiga tahapan yaitu:

 Penulisan Naskah

Seorang penulis naskah harus dapat membayangkan gambaran keseluruhan tayangannya dalam bentuk tulisan (naskah). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam proses visualisasi dan editing, karena naskah amat berperan penting sebagai panduan dalam pembuatan tayangan audio visual.

 Visualisasi

Secara sederhana, visualisasi berarti menerjemahkan kata-kata (dalam naskah) yang mengandung gagasan, menjadi gambar secara individual. Penulis naskah dan juru kamera harus bekerjasama untuk menunjukkan obyek-obyek tertentu menjadi gambar yang jelas dan menyajikan sedemikian rupa, sehingga mengandung suatu makna.

 Editing

Selanjutnya adalah tahap editing, atau kegiatan merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu. Pada tahap ini, seorang editor harus dapat menggabungkan gambar per gambar, menjadi sequences, hingga menjadi satu tayangan yang utuh beserta narasi dan musik pengiring atau latar (backsound).


(25)

Format Media Audio Visual

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa media audio visual bukan hanya berupa siaran televisi, terdapat beberapa bentuk media audio visual diantaranya: 1. Media Audio Visual Gerak

Media audio visual gerak adalah media intruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi) karena meliputi penglihatan, pendengaran dan gerakan, serta menampilkan unsur gambar yang bergerak. Jenis media yang termasuk dalam kelompok ini adalah televisi, video tape, dan film bergerak.

a. Film

Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup. Kemampuan film melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya tarik tersendiri. Kedua jenis media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Mereka dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu, dan mempengaruhi sikap.

Film yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Dapat menarik minat;

b. Benar dan autentik;

c. Up to date dalam setting, pakaian dan lingkungan;

d. Sesuai dengan tingkatan kematangan audien;

e. Perbendaharaan bahasa yang dipergunakan secara benar; f. Kesatuan dan sequence-nya cukup teratur;

g. Teknis yang dipergunakan cukup memenuhi persyaratan dan cukup memuaskan.

b. Video

Video sebagai media audio visual yang menampilkan gerak, semakin lama semakin populer dalam masyarakat kita. Pesan yang disajikan dapat bersifat fakta (kejadian/ peristiwa penting, berita), maupun fiktif (seperti misalnya cerita), bisa bersifat informatif, edukatif maupun intruksional. Sebagian besar tugas film dapat digantikan oleh video, namun tidak berarti bahwa video akan menggantikan kedudukan film. Masing-masing memiliki keterbatasan dan kelebihan sendiri.

c. Televisi (TV)

Televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan gambar hidup bersama suara melalui kabel dan ruang. Dewasa ini televisi yang dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan dengan mudah dapat dijangkau melalui siaran dari udara ke udara dan dapat dihubungkan melalui satelit. Televisi pendidikan adalah penggunaan program video yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu tanpa


(26)

melihat siapa yang menyiarkannya. Televisi pendidikan tidak hanya menghibur, tetapi lebih penting adalah mendidik. Oleh karena itu, ia memiliki ciri-ciri tersendiri, antara lain yaitu:

(1) Dituntun oleh instruktur, seorang instruktur atau guru menuntun siswa sekedar menghibur tetapi yang lebih penting adalah mendidik melalui pengalaman-pengalaman visual.

(2) Sistematis, siaran berkaitan dengan mata pelajaran dan silabus dengan tujuan dan pengalaman belajar yang terencana.

(3) Teratur dan berurutan, siaran disajikan dengan selang waktu yang berurutan secara berurutan dimana satu siaran dibangun atau mendasari siaran lainnya,

(4) Terpadu, siaran berkaitan dengan pengalaman belajar lainnya, seperti latihan, membaca, diskusi, laboratorium, percobaan, menulis, dan pemecahan masalah.

Televisi sebenarnya sama dengan film, yakni dapat didengar dan dilihat. Media ini berperan sebagai gambar hidup dan juga sebagai radio yang dapat dilihat dan didengar secara bersamaan.

Media komunikasi massa khususnya televisi berperan besar dalam hal interaksi budaya antar bangsa, karena dengan sistem penyiaran yang ada sekarang ini, wilayah jangkauan siarannya, tidak ada masalah lagi. Meskipun demikian, bagaimanapun juga televisi hanya berperan sebagi alat bukan merupakan tujuan kebijaksanaan komunikasi, karena itu televisi mempunyai fungsi:

a. Sebagai alat komunikasi massa

Daerah jangkauan televisi, di belahan bumi manapun sudah tidak menjadi masalah bagi media massa. Hal ini karena ada revolusi dibidang satelit komunikasi massa yang terjadi pada akhir-akhir ini. Sebagai akibat adanya sistem komunikasi yang canggih itu, media massa televisi mampu membuka isolasi masyarakat tradisional yang sifatnya tertutup menjadi masyarakat yang terbuka.

b. Sebagai alat komunikasi pemerintah

Sebagai alat komunikasi pemerintah, televisi dalam pesan komunikasinya terhadap kondisi sosial budaya suatu bangsa, meliputi tiga sasaran pokok, yaitu:

1) Memperkokoh pola-pola sosial budaya 2) Melakukan adaptasi terhadap kebudayaan

3) Kemampuan untuk mengubah norma-norma soaial budaya bangsa.

Kelebihan dan Kekurangan Media Audio Visual

Media audio visual mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Ada dua jenis media audio visual disini yaitu audio visual gerak dan audio visual diam.


(27)

Kelebihan media audio visual gerak a. Film

1) Film dapat menggambarkan suatu proses, misalnya proses pembuatan suatu keterampilan tangan dan sebagainya.

2) Dapat menimbulkan kesan ruang dan waktu. 3) Penggambarannya bersifat 3 dimensional.

4) Suara yang dihasilkan dapat menimbulkan realita pada gambar dalam bentuk ekspresi murni.

5) Dapat menyampaikan suara seorang ahli sekaligus melihat penampilannya.

6) Kalau film dan video tersebut berwarna akan dapat menambah realita objek yang diperagakan.

7) Dapat menggambarkan teori sains dan animasi. b. Video

1) Dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat dari rangsangan lainnya.

2) Dengan alat perekam pita video sejumlah besar penonton dapt memperoleh informasi dari ahli-ahli/ spesialis.

3) Demonstrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam sebelumnya, sehingga dalam waktu mengajar guru dapat memusatkan perhatian dan penyajiannya.

4) Menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang.

5) Keras lemah suara dapat diatur dan disesuaikan bila akan disisipi komentar yang akan didengar.

6) Guru bisa mengatur dimana dia akan menghentikan gerakan gambar tersebut, artinya kontrol sepenuhnya ditangan guru.

7) Ruangan tidak perlu digelapkan waktu menyajikannya. c. Televisi:

1) Bersifat langsung dan nyata, serta dapat menyajikan peristiwa yang sebenarnya.

2) Memperluas tinjauan kelas, melintasi berbagai daerah atau berbagai negara.

3) Dapat menciptakan kembali peristiwa masa lampau.

4) Dapat mempertunjukkan banyak hal dan banyak segi yang beraneka ragam.

5) Banyak mempergunakan sumber-sumber masyarakat. Kekurangan Media Audio Visual Gerak

a. Film

1) Film bersuara tidak dapat diselingi dengan keterangan-keterangan yang diucapkan sewaktu film diputar, penghentian pemutaran akan mengganggu konsentrasi audien.

2) Audien tidak akan dapat mengikuti dengan baik kalau film diputar terlalu cepat.


(28)

3) Apa yang telah lewat sulit untuk diulang kecuali memutar kembali secara keseluruhan.

b. Video

1) Perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang dipraktekkan. 2) Sifat komunikasinya yang bersifat satu arah haruslah diimbangi dengan

pencarian bentuk umpan balik yang lain.

3) Kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan secara sempurna.

c. Televisi

1) Televisi hanya mampu menyajikan komunikasi satu arah.

2) Televisi pada saat disiarkan akan berjalan terus dan tidak ada kesempatan untuk memahami pesan-pesan nya sesuai dengan kemampuan individual penonton.

Visual

Caption

Caption (keterangan gambar) merupakan keterangan yang biasanya terdiri

atas satu atau beberapa baris kalimat yang menjelaskan tentang isi dan maksud gambar yang bersangkutan (Pujiyanto 2013). Caption dalam video diperlukan agar penonton tidak salah tafsir terhadap pesan yang disampaikan. Penampilan

caption ini biasanya diletakkan di sepertiga bagian layar dengan posisi rapat,

dengan maksud agar penonton lebih cepat berpikir untuk berkesimpulan jika membandingkan gambar dengan caption.

Hartley (1978) dalam Alif (2008) menyebutkan bahwa ilustrasi sederhana

lebih mudah dipahami dan dilihat, demikian juga dengan “caption” yang menjelaskan gambar tersebut. Caption berfungsi untuk memperjelas konsep atau obyek yang diterangkan, karena dia menunjukkan bagian yang penting saja dan membuang bagian lain.

Warna

Warna adalah salah satu dari yang menghasilkan daya tarik visual, dan kenyataannya warna lebih mempunyai daya tarik pada emosi daripada akal (Pujiyanto 2013). Daya tarik warna ditimbulkan oleh suatu mutu cahaya yang dipantulkan oleh suatu objek ke mata. Warna merupakan unsur desain yang pertama kali menarik perhatian seseorang karena indera kita lebih cepat dan mudah melihatnya. Hidayatullah (2012) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan pada memori calon konsumen, yang dipengaruhi oleh warna pada iklan media cetak.

Warna merupakan faktor dominan dalam tampilan sebuah media komunikasi. Orang akan tertarik pada media komunikasi pertama kali dengan warna yang dapat mencerminkan suasana hati bagi orang yang melihatnya. Warna dalam


(29)

media komunikasi bisa ditampilkan pada background, ilustrasi, atau pada tipografi yang kontras.

Simbol warna memiliki beberapa pengaruh di antaranya adalah : 1. Membangkitkan respon emosional

2. Interpretasi warna bersifat subjektif

3. Memori, pengalaman, dan lingkungan mempengaruhi asosiasi yang kita buat 4. Preferensi warna dipengaruhi oleh perilaku emosional, gaya hidup, gender,

usia, dan sense of style and fashion. Psikologi Warna

Eko Nugroho (2008) dalam Pujiyanto (2013) menyatakan bahwa warna diyakini mempunyai dampak psikologis terhadap manusia. Dampak tersebut dapat dipandang dari berbagai macam aspek, seperti aspek pancaindera, aspek budaya, dan lain-lain. Setiap warna memberi kesan tersendiri karena dipengaruhi oleh alam sekitar kita dan pengalaman terhadap suatu kejadian yang pernah dialami sebelumnya. Oleh karena itu, dapat terjadi perbedaan makna seseorang dengan orang lain dari satu warna yang sama. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh latar belakang diri, latar belakang budaya, kebangsaan, dan sebagainya.

Visualisasi Realistik (Gambar Bergerak)

Visualisasi realistik atau hidup (motion picture) merupakan gambaran dari apa yang terjadi sebenarnya. Karakteristik media visualisasi realistik menurut Wittich dan Schuller (1979) dalam Alif (2008) adalah:

1. Dapat menampilkan gerakan aslinya.

2. Dapat memperlihatkan suatu proses lengkap dan memungkinkan untuk mempelajari secara mendetail dari suatu proses yang tidak dilihat dengan mata.

3. Efek visualnya sangat mempengaruhi aspek kognitif, afektif dan konatif. Kelemahan visualisasi realistik adalah sebagai berikut:

1. Tidak bisa mengamati suatu gambar secara mendetail, sebab objek bergerak dan terus berubah.

2. Memerlukan keahlian khusus dalam merekam maupun memutar ulang. Visualisasi Grafis (Gambar Diam)

Visualisasi grafis adalah semua bentuk visual dua dimensi yang khusus disiapkan untuk keperluan media visual (Zettl 1969 dalam Alif 2008). Artinya adalah semua jenis atau simbol-simbol visual yang telah diproyeksikan dalam bidang datar. Bentuk visual grafis dalam video dapat berupa foto, gambar ilustrasi, sketsa, bagan, diagram, kata tercetak, atau ilustrasi visual lainnya.


(30)

Durasi Shot

Media audio visual video memiliki durasi atau waktu yang diperlukan untuk menyaksikan keseluruhan tayangan. Sebuah video yang menarik tentunya memiliki beragam gambar (visual) yang membuat penonton dapat memahami isi cerita yang ingin disampaikan oleh pembuat video. Setiap sequence atau bagian-bagian dalam cerita, terdiri dari beberapa shots yang dirangkai sedemikian rupa, untuk membantu menerangkan kejadian atau tahapan-tahapan yang ingin disampaikan. Sehubungan dengan hal tersebut, durasi dari setiap shot yang terpilih akan menentukan total durasi keseluruhan tayangan. Oleh karena itu, pembuat video harus menentukan berapa detik durasi setiap shot yang dipilih untuk mengefektifkan penggunaan durasi dalam tayangan, tentunya dengan tetap mempertimbangkan bahwa penonton dapat menikmati dan memahami isi cerita dari tayangan tersebut.

Durasi shot dapat diartikan sebagai waktu perekaman, mulai dari gambar terekam (dengan menekan tombol rec pada kamera) hingga berhenti (stop). Menurut Bawantara (2008), kemampuan mata untuk mengidentifikasi sesuatu membutuhkan waktu sedikitnya lima sampai delapan detik. Oleh karena itu biasanya dalam sebuah perekaman video, durasi tiap shot-nya adalah sekitar sepuluh detik, untuk kemudian dapat dipotong pada saat editing sesuai dengan kebutuhan.

Panjang tiap-tiap shot sangat penting untuk mengatur aliran dan ritme video secara keseluruhan. Durasi Shot yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berapa detik durasi setiap gambar (shot) setelah melalui proses pemotongan (cut

dalam editing), agar penonton tertarik untuk menikmati tayangan tersebut serta memahami isi ceritanya. Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran bahwa terlalu pendek durasi shot maka penonton tidak dapat mengerti isi pesannya, sedangkan terlalu panjang durasi shot maka penonton akan bosan.

Penentuan durasi shot dapat dilakukan sejak awal proses pengambilan gambar melalui kamera, namun dalam pembuatan video proses yang paling menentukan durasi tiap shot adalah proses editing. Secara sederhana, editing dapat berarti menggabungkan atau menyambungkan tiap shot dengan shot lainnya yang memiliki keterhubungan untuk menceritakan isi dari keseluruhan tayangan. Sambungan shot-shot dalam film-film naratif memiliki empat dimensi/hubungan antara lain:

1. Dimensi grafis (garis, bentuk, cahaya, warna, gerak)

2. Dimensi ritmis/irama (ukuran gambar, gerak, suara, durasi shot, metode penyambungan)

3. Dimensi spasial (ruang)

4. Dimensi waktu (waktu penceritaan)

Durasi shot yang menjadi variabel dalam penelitian ini termasuk ke dalam dimensi ritmis/irama. Penentuan irama dalam video terbagi menjadi dua, yaitu irama internal yang terjadi di setiap shot (ukuran besar gambar/frame, gerak subyek, gerak kamera) dan irama eksternal yang terjadi ketika ada sambungan antar shot yang dipilih. Terdapat empat jenis irama eksternal yang dapat dibuat dengan mengatur panjang-pendeknya shot, yaitu:

1. Irama konstan


(31)

2. Irama dipercepat (akselerasi)

Membuat shot-shot yang disambung berdurasi makin lama makin pendek. 3. Irama diperlambat

Membuat shot-shot yang disambung berdurasi makin lama makin panjang. 4. Irama tak beraturan

Membuat shot-shot yang disambung berdurasi tak beraturan/berubah-ubah. Bagian mata yang memiliki pengaruh terhadap kemampuan mengingat pesan visual adalah kolikulus superior. Struktur ini terletak di bawah serebrum dan membantu mengarahkan atensi visual. Jika suatu objek mendadak muncul dalam ekstremitas bidang penglihatan, maka kolikulus superiorlah yang mengarahkan pergerakan mata sehingga objek baru tersebut dapat diamati secara optimal (Ling dan Catling 2012). Durasi shot yang panjang akan memberikan waktu lebih lama bagi penonton untuk menyimak dan memahami gambar yang ditayangkan, sedangkan durasi shot yang pendek akan terus memberikan objek yang baru untuk diamati, sehingga jika berdasarkan pada pernyataan Ling dan Catling tersebut, durasi shot yang pendek akan mempengaruhi atensi yang lebih besar dan kemudian meningkatkan konsentrasi dalam menyimak suatu tayangan.

Menurut Ling dan Catling (2012), atensi merupakan proses yang mengendalikan informasi yang memasuki kesadaran. Proses ini memiliki kapasitas terbatas dan dapat dikendalikan secara sadar. Secara sederhana sering dikatakan bahwa atensi adalah perhatian seseorang terhadap suatu hal dengan mengabaikan hal lainnya. Atensi dapat dikatakan juga sebagai proses penyaringan atau seleksi perhatian seseorang dalam menanggapi berbagai stimuli (dapat berupa audio maupun visual) yang masuk secara bersamaan.

Audio

Audio adalah sebuah bentuk kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium, kemudian diterima oleh telinga manusia (atau organ pendengaran pada hewan) untuk kemudian diterjemahkan oleh otak sebagai suatu bunyi-bunyi yang dinamik dalam rentang desibel tertentu. Secara sederhana, audio dapat dikatakan sebagai suara atau bunyi. Ketika kita menerima stimuli berupa audio melalui telinga, stimuli tersebut kemudian disampaikan ke otak kita untuk diterjemahkan menjadi sesuatu yang bermakna. Proses ini disebut mendengarkan.

Menurut Ling dan Catling (2012), mendengar adalah pengalaman perseptual yang berkaitan dengan suara, dan digunakan untuk memberikan sinyal dan untuk berkomunikasi. Pendengaran manusia sangat sensitif, mampu mendeteksi suara antara 20 dan 20.000 Hz dan memiliki rentang dinamik hingga 150 dB. Ling dan Catling (2012) mengatakan bahwa sistem pendengaran harus melakukan tiga fungsi sebelum kita dapat mendengar: mengirimkan informasi akustik ke reseptor-reseptor, mentransduksi suara menjadi sinyal-sinyal listrik, dan memproses sinyal-sinyal tersebut untuk menunjukkan kualitas-kualitas suara seperti lokasi, keras, dan tingginya.


(32)

Narasi (voice over)

Narasi (voice over) merupakan suara latar yang direkam untuk menceritakan bagian-bagian dari tayangan, atau memberikan penjelasan (informasi) pada bagian tayangan yang tidak dapat (sulit) dijelaskan melalui gambar (visual). Oleh karena itu, penggunaan narasi sebaiknya tidak berupa pengulangan informasi yang sudah jelas diterangkan oleh gambar. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan keterpaduan visual dan audio yang harmonis, serta efisiensi dalam penyampaian informasi.

Narasi akan membantu menyampaikan cerita dengan baik dan utuh kepada penonton, sementara musik akan memberi nuansa yang menguatkan gambar-gambar yang ditayangkan (Bawantara 2008). Sebuah video harus memiliki kekuatan khusus sehingga meskipun cerita disampaikan hanya melalui gambar-gambar, penonton tetap tertarik untuk mengetahui informasi dari video tersebut. Namun, jika pertanyaan-pertanyaan masih muncul di dalam pikiran penonton (atau bahkan pembuat video tersebut) tentang rangkaian gambar yang ditayangkan, sebaiknya video tersebut dilengkapi dengan narasi.

Tahap penulisan naskah audio merupakan tahap yang penting untuk dperhatikan. Meskipun dalam pelaksanaannya tahap ini dapat dilakukan pada awal pembuatan tayangan, sebuah naskah audio (narasi) dapat disesuaikan dengan rangkaian gambar yang ada pada saat editing.

Scriptwriting Audio

Menggunakan media audio, berarti mengandalkan telinga sebagai indera pendengaran khalayak.Seorang narator maupun penyiar radio memerlukan panduan berupa naskah dalam menyampaikan informasi kepada khalayak, agar informasi yang bersifat sekali dengar tersebut dapat diserap semaksimal mungkin oleh pendengarnya.

Menulis naskah audio perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : a. Kesatuan (unity) dan berpadu (cohesive)

b. Menulis untuk didengar

Karena khalayak menempatkan perhatian pada indera pendengarannya, maka sebaiknya dalam penulisan naskah audio perlu diperhatikan bagaimana naskah tersebut apabila didengarkan, apakah nyaman di telinga atau kurang enak didengar.

c. Menulis untuk diucapkan

Menggunakan prinsip “Write The Way You Talk”, yaitu bagaimana kita

menulis sesuai dengan bagaimana kita mengucapkannya, dengan kata lain menggunakan bahasa bertutur. Tuliskan bagaimana cara membaca setiap

kata, khususnya istilah asing atau singkatan seperti SMA ditulis “ES EM A”, “%” ditulis “persen” dan lain-lain. Kita bernafas sambil berbicara, oleh karena itu sebaiknya susun kalimat yang dapat diucapkan dalam satu tarikan nafas, atau beri jeda pada kata tertentu dalam satu kalimat.

d. Menghindari singkatan-singkatan

Penyebutan singkatan harus terlebih dahulu disebutkan kepanjangannya, baru diikuti oleh singkatannya. Untuk penyebutan nama dan gelar, selanjutnya dapat menggunakan gelarnya yang paling populer saja.


(33)

e. Kalimat ringkas

Sederhanakan setiap kalimat agar lebih mudah ditangkap dan dicerna oleh pendengar.

f. Kalimat aktif

Gunakan kalimat yang menerangkan apa yang sedang terjadi, dengan

menggunakan kalimat aktif. Sederhananya, gunakan awalan “me-“ bukan

“di-“ pada setiap kata kerja.

g. Menggunakan perbandingan untuk ukuran

Suatu penulisan dengan menggunakan penganalogian atau kesejajaran makna

dalam rangkaian kalimat.Misalkan, “meteor sebesar bola voli”.

h. Menggunakan bahasa yang dimengerti khalayak

Sebaiknya menggunakan bahasa informal atau bahasa tutur yang bersifat singkat, lokal, padat, sederhana, lugas, dan menarik

i. Pengabaian tanda baca dan ejaan

Naskah yang dibaca oleh penyiar harus berbentuk siap baca. Oleh karena itu, tanda baca yang digunakan hanyalah “/” untuk koma atau jeda singkat, “//”

untuk titik atau jeda agak panjang, dan “///” untuk akhir siaran. Gunakan

huruf kapital dalam setiap penulisan agar lebih jelas terbaca. j. Tidak menggunakan kata-kata yang bermakna ganda atau ambigu

Karena bersifat sekali dengar, sebaiknya gunakan kata-kata yang benar-benar menjelaskan, tidak bermakna ganda, untuk menghindari kesalahan penafsiran. Misalnya, “punya bapak (listrik) kami putus”.

k. Menghindari penggunaan istilah-istilah sulit didengar atau sulit dipahami Penggunaan bahasa asing, ilmiah, atau kata-kata karangan sendiri yang tidak populer, harus dihindari. Hal ini dikarenakan kata-kata tersebut dapat mengakibatkan kebingungan bagi pendengar.Jangan membuat pendengar menghabiskan waktu untuk berpikir lebih lama dalam menyerap informasi, mengingat durasi dan penyampaian informasi melalui media audio bersifat sekali dengar.

l. Menggunakan huruf yang jelas dan ukuran huruf yang cukup terbaca

Menulis naskah audio haruslah jelas terbaca, supaya narator ataupun penyiar yang membacanya tidak mengalami kesulitan atau kesalahan baca.

m. Menulis untuk komunikasi antar individu (interpersonal)

Melalui media audio, sebaiknya gaya komunikasi yang digunakan lebih kepada komunikasi perorangan, yaitu antara penyiar dan pendengar (dalam siaran radio).

n. Pengulangan untuk memberikan penekanan-penekanan tertentu

Lakukan pengulangan pada informasi-informasi yang penting, seperti nomor telepon, alamat, dan lain-lain.

o. Narrative treatment

Menceritakan sesuatu berdasarkan kronologisnya atau urutan waktu, tidak melompat-lompat. Hal ini dapat dilakukan dengan menyampaikan Head Line

atau Lead In di awal sebagai penarik perhatian, kemudian disusul penjelasan sesuai urutan waktu.

p. Menyederhanakan data angka nominal

Hindari penyebutan deretan angka yang rumit, sederhanakan dengan menggunakan pembulatan angka supaya lebih enak didengar. Sederhanakan


(34)

dengan menggunakan kata “sekitar, berkisar, antara, kurang lebih” dan lain -lain.

q. Jarak subjek dalam kalimat berita harus dekat dengan predikatnya, dilakukan dengan mengurangi semaksimal mungkin penggunaan anak kalimat.

r. Hindari pengulangan kata dan bunyi yang sama dalam satu kalimat

Pengulangan kata ataupun bunyi yang sama akan mengganggu pendengaran.

Misalkan, “seorang pekerja lepas melepaskan amarah”. s. Tidak ada kutipan dalam bahasa lisan

Gunakan kalimat tidak langsung untuk menyampaikan kutipan.

t. Kurangi informasi yang tidak penting, jangan terlalu banyak info dalam satu cerita.

Menumpuk informasi dalam satu cerita akan membuat cerita tersebut tidak fokus dan sulit dipahami, karena semakin banyak info, semakin banyak yang direduksi oleh pendengar (lupa).

u. Hemat kata tanpa kehilangan makna

Hindari penyampaian kata-kata yang bermakna sama, seperti “kalau

seandainya”, “agar supaya” dan lain-lain. v. Menulis deskriptif

Menggambarkan sebuah kejadian, agar pendengar bisa seolah-olah melihat apa yang terjadi.

w. Satu berita satu cerita, satu kalimat satu ide

Fokus pada satu topik bahasan, masukkan informasi lain dalam cerita lain, masukkan informasi lain yang mendukung atau berkaitan untuk menerangkan satu cerita kedalam beberapa kalimat selanjutnya.

Tempo Narasi

Wilis (1967) dalam Alif (2008) menyebutkan bahwa narasi adalah sebagai

the person in which it is presented”, narasi dibawakan oleh seseorang baik

sebagai orang pertama, orang kedua atau orang ketiga. Pada narasi tipe pertama, narator berperan tunggal dalam menyampaikan pesan-pesan, sedangkan dalam bentuk kedua, narator utama adalah orang kedua, orang pertama hanya bertindak sebagai pembuka dan penutup program. Pada narasi ketiga, orang ketigalah yang bertindak sebagai narator utama. Cara seperti ini agak jarang digunakan.

Hasil Penelitian Iskandar (2005) mengungkapkan bahwa penjelasan pesan visual bersuara melalui medium video paling efektif untuk meningkatkan pengetahuan pemirsa daripada penjelasan visual tanpa suara. Selanjutnya Septiana (2008) menyebutkan bahwa perbedaan gender pada suara narator (laki-laki atau perempuan) tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap peningkatan pengetahuan responden. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa narasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemampuan mengingat pesan dari media video baik menggunakan narator laki-laki maupun perempuan.

Berbicara sebagai narator pada media audio visual, dapat dikatakan sedikit mirip dengan berbicara sebagai penyiar radio. Bedanya adalah dalam media audio visual, konten visual menjadi prioritas utama, sehingga masuknya unsur audio


(35)

(dalam hal ini narasi) haruslah berfungsi untuk membantu memberikan penjelasan yang tidak dapat disampaikan oleh gambar. Secara sederhana, kita mengenal sebuah teknik penyampaian cerita yang terdiri dari 5W 1H, yaitu what (apa), when

(kapan), who (siapa), where (dimana), why (mengapa), dan how (bagaimana). Sebuah narasi akan sangat berperan untuk memberikan penjelasan mengenai why

(mengapa) dan how (bagaimana). Seperti layaknya sebuah siaran radio, seorang narator (dan pembuat naskah tentunya) perlu mengingat bahwa sebuah rangkaian bicara harus terkonsep (gagasannya jelas), teratur (berfikir dan bertutur secara kronologis), terarah (mengarah pada suatu tujuan), dan tuntas (tidak menimbulkan tanda tanya para audience).

Mengutip Rahmawati dalam bukunya “Berkarier di Dunia Broadcast

Televisi dan Radio”, sebagai seorang penyiar (narator dalam media video) tentu saja modal utama yang diperlukan adalah kemampuan berbicara yang baik. Penyiar harus lancar berbicara dengan kualitas vokal yang baik. Kualitas vokal yang baik tidak berarti seseorang harus memiliki suara yang sangat merdu, hal terpenting adalah karakter vokal yang sesuai dengan format dan segmentasi media tersebut (baik radio maupun televisi), serta kemampuan komunikasi yang baik agar seluruh informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh

audience. Teknik vokal yang diperlukan agar bisa lancar berbicara antara lain

kontrol suara (voice control) yang meliputi pola titinada (pitch), kerasnya suara

(loudness), tempo (time), dan kadar atau kualitas suara. Selanjutnya Rahmawati

mengatakan bahwa selain lancar berbicara, seorang penyiar yang baik harus mampu untuk menimbulkan kesan bagi audience-nya. Kesan yang berbeda dapat ditimbulkan melalui penyampaian yang berbeda pula, seperti:

1. Jujur, karena disampaikan dengan tenang. 2. Tulus, karena disampaikan dengan niat.

3. Menyenangkan, karena disampaikan dengan gembira. 4. Mempesona, karena tiap napas menyatu dengan kata-kata. 5. Yakin, karena disampaikan dengan lancar.

Kecepatan berbicara seseorang diyakini mempengaruhi proses penyampaian informasi pada pendengarnya. Jika seseorang berbicara terlalu cepat, maka kemungkinan besar pendengarnya akan bingung hal apa yang ingin disampaikan oleh pembicara. Namun sebaliknya, jika seseorang berbicara terlalu lambat maka pendengarnya akan merasa bosan akan apa yang dibicarakan, meskipun hal tersebut sebenarnya penting. Hal ini sesuai dengan pendapat DeVito (1997), bahwa mendengarkan adalah proses aktif dan tidak terjadi begitu saja. Mendengarkan menuntut tenaga dan komitmen. Seseorang yang tidak merasa perlu atau tidak ingin mendengarkan, cenderung akan mengabaikan informasi yang disajikan.

Narasi pada media audio visual seperti televisi, bersifat selintas atau sekali dengar. Oleh karena itu, kecepatan berbicara narator, yang kemudian akan disebut sebagai tempo narasi, perlu dijaga agar efektif baik dari segi informasi yang tersampaikan maupun waktu untuk menyampaikannya. Septiana (2008) menyebutkan bahwa pembentukan suara dan cara berbicara sangat penting pada unsur audio video karena sangat mempengaruhi pemirsanya. Untuk itu narator sebaiknya berasal dari orang-orang yang mampu bicara secara terang dan jelas serta dapat menginterpretasikan narasi.


(36)

Kemampuan Mengingat Pesan

Media audio visual diakui memiliki efektifitas yang paling tinggi dalam penyampaian informasi kepada khalayak. Menurut Lunandi (1993), sebuah program pendidikan memerlukan gabungan beberapa metoda untuk mencapai efektifitas tertinggi. Lebih lanjut Lunandi menyebutkan bahwa, manusia belajar: 1% melalui indera perasa,

1½% melalui indera peraba, 3½% melalui indera pencium, 11% melalui indera pendengar, 83% melalui indera penglihat.

Media komunikasi, apapun bentuknya, dibuat untuk membantu proses penyampaian informasi, sehingga dapat dikatakan bahwa media adalah alat (tool) komunikasi. Penggunaan media komunikasi tentunya bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dari komunikasi itu sendiri. Sekalipun media massa telah berhasil membuat proses komunikasi dari satu ke banyak orang, tetap saja tidak mengurangi kualitas informasi yang tersampaikan. Salah satu kekurangan dari penggunaan media massa adalah komunikasi yang dilakukan cenderung bersifat satu arah (one-way communication). Pemilik media biasanya akan mencari cara agar dapat mencapai pengguna media, untuk memperoleh umpan balik (feedback) dalam rangka meningkatkan kualitas dan efektifitas media tersebut.

Seiring berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, pengguna media (seringkali disebut audience, pemirsa, pembaca, pendengar, dan sebagainya), memiliki kesempatan untuk memilih media apa yang ingin digunakan, serta apa yang akan dicari dari media tersebut. Oleh karena itu pemilik atau produsen media berlomba-lomba untuk menyediakan informasi yang paling diminati atau dibutuhkan oleh audience. Meskipun kenyataannya tidak semua masyarakat Indonesia akan hanya menonton satu stasiun televisi, atau mendengarkan satu channel radio, atau bahkan membaca satu jenis surat kabar, paling tidak media tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan komunitasnya atau mungkin mencakup sebagian besar masyarakat.

Penggunaan media sudah cukup banyak dilakukan untuk membantu bidang pendidikan, pengajaran, dan penyuluhan. Berbeda dengan industri media yang berkembang saat ini, dimana program-programnya lebih banyak bersifat hiburan, atau dibalut dengan informasi sehingga kemudian disebut infotainment, Green TV IPB mencoba untuk memproduksi program-program audio visual yang lebih kaya informasi. Program yang disajikan mengutamakan informasi yang terkait dengan inovasi-inovasi pertanian dan pedesaan, tanpa mengesampingkan kenyataan bahwa informasi-informasi tersebut juga patut diketahui oleh masyarakat luas.

Manusia adalah makhluk sosial. Setiap manusia mengalami proses berpikir masing-masing dalam dirinya, bahkan saat sedang berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini juga terjadi saat seseorang memilih untuk menggunakan media. Sebanyak apa mereka mendapatkan informasi, bagaimana mereka terinspirasi, serta sejauh apa mereka memutuskan untuk menggunakan media tersebut ditentukan juga oleh proses berpikir masing-masing individu. Sebagaimana dikatakan oleh Baron dan Byrne (2004) bahwa kognisi sosial adalah tata cara dimana kita menginterpretasi, menganalisis, mengingat, dan menggunakan informasi tentang dunia sosial.


(37)

Sternberg (2006) menjelaskan proses penggunaan sumber informasi dengan didahului oleh adanya atensi. Atensi adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Setelah adanya atensi terhadap suatu sumber informasi, barulah dilakukan suatu rangkaian proses mengenali, mengatur dan memahami sensasi dari panca indera yang diterima dari rangsang lingkungan, atau yang disebut juga dengan persepsi. Sternberg (2006) juga menyebutkan bahwa dalam kognisi, rangsang visual memegang peranan penting dalam membentuk persepsi. Selanjutnya, informasi yang telah dipersepsikan kemudian diolah secara selektif oleh individu untuk kemudian disimpan sebagai ingatan dalam memori. Ingatan adalah saat manusia mempertahankan dan menggambarkan pengalaman masa lalunya dan menggunakan hal tersebut sebagai sumber informasi saat ini.

Menurut Levie dan Levie (1975); Puff (1982); Ling dan Catling (2012), memori manusia terdiri dari tiga proses dasar yaitu: encoding (pengkodean),

storage (penyimpanan), dan retrieval (mengingat kembali), kemudian menurut

Baron dan Byrne (2004) aspek dasar kognisi sosial terdiri dari tiga proses dasar yaitu: attention (atensi atau perhatian), encoding (pengkodean), dan retrieval

(mengingat kembali). Berdasarkan kedua pendapat diatas, dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya memori dan kognisi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan, keduanya berhubungan satu sama lain.

Atkinson dan Shiffrin (1986) dalam Ling dan Catling (2012) mengemukakan bahwa memori terdiri dari tiga penyimpanan: daftar sensori, penyimpanan jangka pendek (short term memory), dan penyimpanan jangka panjang (long term

memory). Daftar sensori memiliki kapasitas besar, namun informasi dalam

penyimpanan ini hilang dengan cepat dan dengan mudah digantikan informasi baru yang serupa. Daftar ini merepresentasikan informasi secara ikonik yang memungkinkan data visual yang disajikan secara singkat disimpan dalam memori untuk diproses nantinya (Sperling, 1960 dalam Ling dan Catling, 2012).

Video-video yang berisikan tentang inovasi pada dasarnya memuat pesan-pesan persuasi seperti layaknya sebuah iklan komersial. Oleh karena itu, pembuatan video-video inovasi juga perlu untuk memperhatikan unsur-unsur dalam pembuatan sebuah iklan yang baik. Penelitian mengenai efek dari video (khususnya iklan) terbagi menjadi dua bagian yaitu efek persepsi dan efek sikap (Giles 2003). Condry (1989) dalam Giles (2003), berpendapat bahwa perhatian (atensi) adalah isu kunci untuk iklan televisi, karena iklan yang baik adalah saat penonton terpaku ke layar, sehingga mereka tidak akan melewatkan pesan dari pembuat iklan.

Menurut penelitian efek persepsi, stimulus-stimulus visual seperti sudut kamera yang rendah untuk membuat orang yang berbicara tampak berwibawa, mempengaruhi perhatian dan memori dalam proses kognitif. Sementara itu, penelitian mengenai efek sikap mengukur efektifitas sebuah iklan melalui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk, yang berkaitan dengan panjang-pendek waktu dari iklan, tentang kesan konsumen terhadap merek dan produk. McGuire (1985) dalam Giles (2003), mengemukakan sebuah model yang menghubungkan antara atensi dengan efektifitas iklan dalam proses pengolahan informasi kognitif. Proses tersebut menjelaskan bahwa ternyata manusia dapat mengingat lebih dari apa yang dipercayainya secara sadar setelah melihat suatu tayangan. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan efektifitas pesan, pembuat pesan harus


(38)

mengemas pesan ke dalam bentuk-bentuk yang lebih meningkatkan perhatian khalayaknya.

Richardson et al (1997); Astuti (2004), menyimpulkan beberapa hasil penelitian bahwa perbedaan gender (laki-laki dan perempuan) mempengaruhi proses kognisi seseorang, jika dilihat dari kecerdasan verbal, spasial (ruang), dan matematika. Walaupun perbedaan tersebut terkadang kecil sekali atau bahkan tidak ada. Penelitian-penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi pengaruh perbedaan gender terhadap proses kognisi seseorang dapat dikatakan memiliki hasil yang berbeda-beda, tergantung dari kontrol dan treatment peneliti tersebut. Richardson kemudian mengatakan bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perbedaan gender terhadap proses kognisi (dalam hal ini tingkat kecerdasan seseorang), karena dibutuhkan kontrol dan treatment yang lebih baik untuk dapat memiliki sebuah hasil penelitian yang konsisten.

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana durasi shot (visual) dan tempo narasi (audio) memiliki pengaruh terhadap tingkat kemampuan mengingat pesan (pengetahuan, pemahaman melalui proses berpikir) yang berada di ranah kognitif. Bloom (1956) mengatakan bahwa ranah kognitif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Lebih lanjut Bloom membagi ranah kognisi menjadi 6 tingkatan dalam 2 bagian, yaitu: Pengetahuan (bagian 1), lalu pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (bagian 2). Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan mengingat pesan responden yang berada pada bagian 1 dalam ranah kognisi. Merujuk pada Bloom (1956); Anderson dan Krathwohl (2001), pengetahuan

(knowledge) berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan,

definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, dan sebagainya. Tingkat kemampuan mengingat pesan yang diukur berdasarkan hasil skor pos tes menunjukkan seberapa banyak informasi yang mampu diingat dan disampaikan kembali oleh responden.

Menurut Rogers (2003); Rogers dan Shoemaker (1971), proses keputusan adopsi inovasi memiliki lima tahap, yaitu: knowledge (pengetahuan), persuasion

(kepercayaan), decision (keputusan), implementation (penerapan), dan

confirmation (penegasan). Pembuatan video yang berisi inovasi diharapkan

mampu mempengaruhi proses tersebut hingga tahap persuasi. Selanjutnya Rogers juga mengatakan bahwa saluran komunikasi yang tepat harus dipilih berdasarkan tujuan dari sumber komunikasi serta isi pesan yang akan disampaikan pada

audience. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat membantu untuk menentukan

bagaimana durasi shot dan tempo narasi yang baik dalam video sebagai saluran komunikasi yang efektif. Terdapat lima karakteristik produk inovasi yang dapat digunakan sebagai indikator dalam mengukur persepsi antara lain:

1. Keuntungan relatif (relative advantages), adalah tingkatan ketika suatu ide dianggap lebih baik dari ide-ide yang ada sebelumnya, dan secara ekonomis menguntungkan.

2. Kesesuaian (compatibility), adalah sejauh mana masa lalu suatu inovasi dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan penerimanya.

3. Kerumitan (complexity), adalah tingkatan ketika suatu inovasi dianggap relatif sulit dimengerti dan digunakan.


(39)

4. Kemungkinan untuk dicoba (trialibility), adalah tingkatan ketika suatu inovasi dapat dicoba dalam skala kecil.

Mudah diamati (observability), adalah tingkatan ketika hasil-hasil suatu inovasi dapat dengan mudah dilihat sebagai keuntungan.

Green TV IPB membuat sebuah tayangan berisi informasi inovasi, tentunya dengan harapan agar masyarakat aware dan terinspirasi untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai informasi tersebut, atau bahkan memiliki keinginan untuk mengadopsi inovasi yang disampaikan. Menghadapi persaingan media saat ini, serta kecenderungan masyarakat untuk memilih media, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan sebuah desain tayangan audio visual untuk inovasi pertanian dan pedesaan yang menarik, namun tetap kaya informasi.

Jambu Kristal

Jambu Kristal (Psidium guajava L.) berasal dari dataran distrik Kao-shiung di Taiwan, yang merupakan hasil residu muangthai pak. Jambu ini diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1991 oleh lembaga penelitian dan pengembangan pertanian bernama Misi Teknik Taiwan yang bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor. Sejak itu pula jambu kristal menjadi primadona baru di kawasan desa lingkar kampus IPB.

Sepintas jambu kristal mirip dengan jambu biji. Jambu kristal memang merupakan varietas jambu biji yang telah mengalami persilangan jenis dan penyesuaian iklim di Indonesia. Jambu kristal memiliki daging berwarna putih, berbiji sedikit, dan memiliki rasa yang renyah saat dimakan.Nama jambu kristal diberikan karena daging buah berwarna putih mengkilap seperti kristal. Tidak seperti tanaman jambu yang umumnya berbatang keras, kokoh, dan tinggi menjulang, tanaman jambu kristal relatif lebih pendek setinggi orang dewasa, dengan batang yang lunak, dan buah yang matang sempurna pada batang-batang bercabang muda.

Jambu kristal memiliki lapisan lilin yang membuat tingkat kebusukannya relatif lebih lambat pasca panen. Selain itu, jambu kristal juga memiliki kelebihan dan keunikan, antara lain:

 Tanaman berbuah sepanjang tahun secara berkelanjutan.

 Satu tanaman jambu kristal dapat menghasilkan tujuh puluh sampai delapan puluh kilogram selama enam bulan.

 Bobot rata-rata buah adalah lima ratus hingga sembilan ratus gram.  Bentuk buah jambu kristal simetris sempurna.

 Kulitnya yang tebal menyebabkan jambu kristal sulit ditembus hama.

 Kadar kemanisan mencapai sebelas sampai dua belas bricks, dengan kadar air cukup tinggi dibandingkan jambu yang lain.

Untuk membudidayakan jambu kristal, maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah pembibitan. Proses pembibitan pada jambu kristal dapat melalui dua metode. Pertama adalah metode pencangkokan, dan yang kedua adalah okulasi. Namun yang lebih banyak digunakan adalah metode okulasi. Melalui metode okulasi, kita dapat memilih bibit dengan cara mudah dan dengan kuantitas yang banyak. Metode okulasi menggunakan sistem semai batang, jadi batang bawahnya adalah jambu lokal, kemudian batang atasnya jambu kristal. Jika


(1)

Lampiran 7.

Hasil Uji Korelasi Pearson, Spearman, dan Analisis Sidik Ragam Dua Arah

Uji Korelasi Pearson

Kelompok A

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

umur .154 15 .200* .921 15 .198

skor .202 15 .103 .921 15 .202

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Correlations

umur skor

umur Pearson Correlation 1 -.427

Sig. (2-tailed) .112

N 15 15

skor Pearson Correlation -.427 1

Sig. (2-tailed) .112

N 15 15

Kelompok B

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

umur .195 15 .129 .900 15 .094

skor .164 15 .200* .908 15 .125

a. Lilliefors Significance Correction


(2)

Correlations

umur skor

umur Pearson Correlation 1 -.487

Sig. (2-tailed) .066

N 15 15

skor Pearson Correlation -.487 1

Sig. (2-tailed) .066

N 15 15

Kelompok C

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

umur .135 15 .200* .923 15 .215

skor .211 15 .070 .901 15 .098

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Correlations

umur skor

umur Pearson Correlation 1 -.279

Sig. (2-tailed) .314

N 15 15

skor Pearson Correlation -.279 1

Sig. (2-tailed) .314


(3)

Kelompok D

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

umur .203 15 .096 .869 15 .032

skor .140 15 .200* .972 15 .881

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Correlations

umur skor

Umur Pearson Correlation 1 -.015

Sig. (2-tailed) .958

N 15 15

Skor Pearson Correlation -.015 1

Sig. (2-tailed) .958

N 15 15

Uji Korelasi Spearman

Kelompok A

Correlations

Pendidikan Posttest Spearman's rho Pendidikan Correlation Coefficient 1.000 .353

Sig. (2-tailed) . .197

N 15 15

Posttest Correlation Coefficient .353 1.000

Sig. (2-tailed) .197 .


(4)

Kelompok B

Correlations

Pendidikan Posttest Spearman's rho Pendidikan Correlation Coefficient 1.000 .506

Sig. (2-tailed) . .054

N 15 15

Posttest Correlation Coefficient .506 1.000

Sig. (2-tailed) .054 .

N 15 15

Kelompok C

Correlations

Pendidikan Posttest Spearman's rho Pendidikan Correlation Coefficient 1.000 .380

Sig. (2-tailed) . .162

N 15 15

Posttest Correlation Coefficient .380 1.000

Sig. (2-tailed) .162 .

N 15 15

Kelompok D

Correlations

Pendidikan Posttest Spearman's rho Pendidikan Correlation Coefficient 1.000 .007

Sig. (2-tailed) . .982

N 15 15

Posttest Correlation Coefficient .007 1.000

Sig. (2-tailed) .982 .


(5)

Uji

Two way ANOVA

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 55.133a 3 18.378 2.934 .041

Intercept 4472.067 1 4472.067 713.899 .000

visual 41.667 1 41.667 6.651 .013

narasi 5.400 1 5.400 .862 .357

visual * narasi 8.067 1 8.067 1.288 .261

Error 350.800 56 6.264

Total 4878.000 60

Corrected Total 405.933 59


(6)

RIWAYAT HIDUP

Ahmad Aulia Arsyad (penulis) dilahirkan di Bogor pada tanggal 1 Maret

1990. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, yang merupakan anak

dari pasangan Didik Suharjito dan Endang Sri Wahyuni. Pada tahun 2007, penulis

diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Sistem

Penerimaan Mahasiswa Baru) angkatan 44 dan diterima di Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Mayarakat, Fakultas Ekologi Manusia dan lulus

pada bulan Desember tahun 2011. Penulis melanjutkan studi di program studi

Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana IPB

pada tahun 2012. Semenjak Agustus 2011, penulis bergabung dengan Green TV

IPB dan telah terlibat dalam berbagai produksi tayangan audio visual.

Selama mengikuti program Magister Komunikasi Pembangunan Pertanian

dan Pedesaan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Media Siaran dari

tahun 2012 hingga 2015. Karya ilmiah berjudul Pengaruh Durasi Shot dan Tempo

Narasi terhadap Penyerapan Informasi Video Inovasi Jambu Kristal telah diterima

untuk diterbitkan pada Jurnal Komunikasi Pembangunan pada Februari 2015.