Musim Tangkapan Ikan Kondisi Ekosistem Te rumbu Karang Pulau Sekate 1. Kondisi Terumbu Karang

5.3.2. Musim Tangkapan Ikan

Kegiatan melaut tidak dilakukan setiap hari, tetapi rata-rata antara 4-5 hariminggu pada musim pancaroba dan musim banyak ikan, sedang pada musim sulit ikan kebanyakan nelayan hanya mengandalkan kelong. Aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Pulau Abang dan sekitarnya sangat tergantung pada musim angin. Hal ini terlihat dari intensitas penangkapan ikan yang tinggi terjadi pada musim ikan Peak Season dimana keadaan laut relatif tenang yang biasanya terjadi pada bulan Februari – April musim Timur. Aktivitas berkurang terjadi pada musim kurang ikan Off Season biasanya pada bulan Mei sampai dengan Bulan Juli Musim Selatan. Aktivitas sedang biasanya terjadi pada Bulan Agustus sampai dengan Oktober Musim Barat. Dan aktivitas penangkapan ikan hampir terhenti sama sekali pada musim paceklik atau musim Utara, yang biasanya terjadi pada Bulan November sampai dengan Januari. Secara perhitungan sederhana, diperkirakan rata-rata waktu produktif nelayan dalam usaha penangkapan ikan adalah dalam satu tahun, hanyalah sekitar 9 bulan dan dalam satu bulan hanya sekitar 20 hari. Waktu Tahun 2008 Tahun 2009 Mei Juni Juli Agus Sept Okto Nov Des Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Total Tangkapan 509 655 608 1,140 6,231 5,440 6,302 2,268 4,709 6,516 6,421 5,872 3,586 213 21 Gambar 26. Hasil Tangkapan ikan Kg per bulan pada bulan Mei 2008 sampai dengan Juni 2009 14 bulan. Salah satu ciri terpenting dari produksi perikanan adalah berlangsung musiman seasonal production yang kadang-kadang, bahkan sering terjadi bahwa panen berlangsung dalam waktu sangat singkat. Sifat demikian ini menimbulkan beban maksimum peakload dalam penyimpanan, pengangkutan, pembiayaan dan penjualan. Produksi musiman mengalamai perubahan yang disebabkan oleh pengaruh cuaca dan iklim. Pengaruh cuaca dapat dilihat pada hasil persatuan luas penangkapan atau pemeliharaan ikan yiels, lamanya pertumbuhan ukuran berat dan besar dari anak-anak ikan sampai dapat dipanen, dan terbatasnya areal produksi. Daerah-daerah yang berbeda geografis akan berbeda pula iklimnya. Perbedaan iklim mencerminkan perbedaan pada musim dan pertumbuhan ikan, dan banyaknya jenis ikan. Daerah tropis seperti Indonesia mempunyai hasil perikanan beraneka jenisnya dibandingkan dengan daerah iklim subtropis dan iklim dingin. Pertumbuhan ikan di daerah iklim tropis lebih cepat, tetapi jumlahnya dari tiap jenis ikan terbatas dan pertumbuhan individu ikan terbatas pula, Hanafiah dan Saefuddin, 1986. Menurut Hanafiah dan Saefuddin 1986 kebanyakan produk perikanan berfluktuasi secara musiman. Perubahan harga ini terjadi karena adanya perubahan dalam produksi dan tataniaga secara musiman. Variasi harga musiman untuk tiap produk perikanan cenderung mengikuti pola yang sama dari tahun ke tahun. Bagaimanapun, tingkat variasi dalam harga musiman dari tiap produk menunjukkan perbedaan dari satu musim ke musim lainnya, dan hal itu memberi kemungkinan untuk membangun dua ketentuan umum mengenai variasi musiman tersebut. Pertama, untuk produk-produk yang panennya atau musim penangkapannya relatip pendek atau produk-produk yang pemasarannya musiman, perubahan harga musiman lebih besar. Kedua, untuk produk-produk yang lebih mudah rusak atau membusuk variasi harga musiman lebih besar, misalnya harga musiman ikan segar variasinya lebih besar dibandingkan dengan harga kalengan atau ikan olahan lainnya. Hasil tangkapan nelayan di Kelurahan Pulau Abang tidak sulit untuk dipasarkan. Hasil tangkapan nelayan baik berupa ikan dan sotong atau jenis ikan lainnya dapat dijual secara langsung kepada pedagang pengumpul touke, dan selanjutnya toke tersebut langsung mengantarkan ke toke di Kota Batam untuk dipasarkan baik untuk kebutuhan domestik atau untuk diekspor. Dan ada kalanya tauke ini, juga sekaligus sebagai tauke penyedia modal bagi nelayan. Dengan demikian berapapun jumlah hasil tangkapan nelayan tidak ada kendala dalam memasarkannya. Namun kemungkinan terjadinya fluktuasi harga, karena disamping penentuan harga sepihak oleh toke di Batam, dan dapat dikatakan sebahagian besar nelayan tidak mengetahui informasi pasar. Hampir setiap hari, tauke di P. Abang dapat mengirim ikan ke Singapura pada saat musim banyak ikan musim barat dan timur, tetapi hanya sekali dalam 3-4 hari pada saat musim sulit ikan. Selain mengirim langsung ke Singapura, hasil tangkapan penampung kecil yang dipasarkan ke Batam, sebagian juga diekspor ke Singapura oleh agen ikan ekspor. Rantai pemasaran seperti ini berlaku untuk hasil tangkapan nelayan di Dusun P. Abang Kecil dan Air Saga. Tata niaga SDL dari hasil tangkapan nelayan di P. Petong untuk ekspor pada umumnya tidak melalui Kota Batam, tetapi melalui Tanjung Pinang yang kemudian oleh agen ekspor dikirim ke Singapura. Demikian pula, pemasaran ikan dalam negeri, hampir semuanya juga dipasarkan di Tanjung Pinang melalui pengusaha di kota ini yang mendapat pasokan ikan dari penampung asal P. Petong. Gambar 27. Hasil tangkapan ikan berdasarkan jenis ikan pada musim selatan, musim barat, musim utara dan musim timur. Pada umumnya hasil tangkapan nelayan dipasarkan dalam bentuk segar, bahkan untuk beberapa jenis ikan tertentu seperti jenis ikan kerapu sunu dijual nelayan kepada tauke dalam bentuk hidup, kemudian tauke memasukkan ke dalam keramba sampai waktu pengirimanpenjualan, untuk penjualan ikan hidup pembeli dari Singapore dengan mengumpulkan ikan mengunakan kapal datang ke touke di pulau abang. Pengolahan ikan yang dilakukan oleh keluarga nelayan hanya dilakukan dalam bentuk ikan kering, itupun terutama terhadap ikan yang mati yang seharus dijual dalam bentuk hidup dan jenis ikan lainnya yang kualitasnya yang tidak layak untuk dijual dalam bentuk segar.

5.4. Pendugaan Nilai Ekonomi Perikanan

Kawasan Daearah perlindungan Laut Pulau Sekate yang di tetapkan berdasarkan Surat Keputusan Lurah Kepuluan Abang memiliki luasan kawasan inti terumbu karang sebesar 9.785 ha RPTK Kelurahan P. Abang 2007. Kelurahan P. Abang yang terdiri dari sembilan RT dan empat RW mempunyai 536 kepala keluarga KK dengan penduduk berjumlah 2.236 jiwa dimana mayoritas penduduk mempunyai pekerjaan sebagai nelayan dengan persentase jumlah nelayan sebesar 89,7, baik yang bekerja sendiri maupun bekerja dengan orang lain sebagai anak buah kapal. Sebagian nelayan sendiri sekitar 80 mempunyai perahu motor antara 12-20 PK. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk tergolong rendah, mudahnya mendapat uang dengan ikut melaut menyebabkan anak-anak lebih memilih untuk bekarja sebagai nelayan. Kenyataan mudahnya memperoleh uang dari hasil menangkap dan menjual ikan tampaknyaa menjadi salah satu penyebab anak usia sekolah kurang berminat untuk melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi. Faktor lain adalah keterbatasan fasilitas pendidikan di kelurahaan ini, yaitu hanya sampai tingkat SLTA. Tidak ada pelatihan ketrampilan yang khusus diberikan berkaitan dengan kegiatan kenelayanan, baik penangkapan ikan di laut maupun upaya budidaya perikanan. Kemanpuan melaut diperoleh secara otodidak dengan langsung terjun ke laut. Adakalanya anak-anak yang baru belajar ikut dengan keluarga dan terkadang ikut kapal orang lain. Kemanpuan ini bertambah sejalan dengan semakin seringnya mereka turun kelaut. Kegiatan melaut yang dilakukan oleh kebanyakan penduduk kelurahan Pulau Abang telah memberikan penghasilan relative besar dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan lain. Hal ini karena volume produksi, terutama pada musim Timur yang dikenal sebagai musim panen ikan, dan juga karena beberapa jenis