16 yang diterima, maka akan semakin besar pula kewenangan pemerintah daerah
tersebut dalam melaksnakan kebijakannya. Upaya meningkatkan kemampuan penerimaan daerah, khususnya penerimaan dari pendapatan asli daerah harus
diarahkan pada usaha yang terus menerus dan berlanjut agar pendapatan asli daerah tersebut terus meningkat, sehingga pada akhirnya diharapkan akan dapat
memperkecil ketergantungan terhadap sumber penerimaan dari pemerintah diatasnya pemerintah pusat.
2.1.4. Dana Alokasi Umum DAU
Menurut Pemendagri 13 Tahun 2006, “Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: dana bagi hasil,
dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.” Menurut UU No. 34 Tahun 2004, “Dana Alokasi Umum, selanjutnya
disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
me ndanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”
Halim 2004 : 141, “Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”
DAU dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, tingkat
pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju
Universitas Sumatera Utara
17 dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil. DAU suatu daerah
ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal fiscal gap suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah fiscal need dan potensi daerah fiscal
capacity, alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil, namun
kebutuhan fiskal besar, akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan
kapasitas fiskal. Pada dasarnya, dengan diberlakukannya otonomi daerah diharapkan
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat tentang keuangan daerah diharapkan semakin kecil sumbangan DAU kecil, atau dengan kata lain
sumber pendapatan daerah bisa bersumber pada daerah sendiri sumbangan PAD besar.
2.1.5. Sisa Lebih Pembiayaaan Anggaran SiLPA
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran SiLPA berdasarkan Permendagri No.13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran
anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana
perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada
pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.
Universitas Sumatera Utara
18 SiLPA merupakan suatu indikator yang menggambarkan efisiensi
pengeluaran pemerintah. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA hanya akan terbentuk bila terjadi surplus pada APBD dan sekaligus terjadi
pembiayaan netto yang positif, dimana komponen penerimaan lebih besar dari komponen pengeluaran pembiayaan. Jika SiLPA positif maka ada pembiayaan
netto setelah dikurangi defisit anggaran, tetapi jika SiLPA negatif berarti bahwa pembiayaan netto belum dapat menutupi defisit anggaran yang terjadi.
2.1.6. Perilaku Oportunistik