Determinan Perilaku Oportunistik Dalam Penyusunan Anggaran Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

DETERMINAN PERILAKU OPORTUNISTIK DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN (Studi Pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara)

OLEH

ARY TANTYA DEWI 110503014

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Determinan Perilaku Oportunistik dalam Penyusunan Anggaran pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,

Ary Tantya Dewi NIM : 110503014


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhana wa ta’ala sebagai pengatur semesta alam, atas rahmat dan hidayah-Nyalah skripsi ini dapat terselesaikan. Serta salawat dan salam penulis haturkan kepada nabi besar Muhammad SAW yang telah yang telah membawa manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang seperti saat ini.

Skripsi yang berjudul Determinan Perilaku Oportunistik dalam

Penyusunan Anggaran pada Pemerintah Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara di tulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam pengerjaan skripsi ini, penulis juga banyak memperoleh masukan, motivasi, dukungan, dan doa dari berbagai pihak selama perkuliahan hingga pembuatan dan penyelesaian skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, S.E., M.Ec., Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Sumatera Utara dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far, MM, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi S-1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Drs. Rasdianto, M.Si, Ak. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak selaku Dosen Pembanding serta Bapak Drs. Hotmal Ja’far, M.M.,Ak selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orangtua penulis, Ayahanda tercinta Muhammad Amin dan Ibunda terkasih Jumi yang selalu memberikan doa dan motivasi yang tak terhingga, juga kepada adik-adik tercinta: Andry Angraini dan Adji Wira Hadi Kesuma serta sahabat-sahabat terbaikku Fajarhari, Gantara, Rizki, Zahra, Irfan, Sri, Ayu, Kiki dan GAMADIKSI USU terimakasih atas segala kebersamaan, semangat, dan inspirasi.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan mendatangkan ridho bagi kita semua.

Medan, Agustus 2015 Penulis,

Ary Tantya Dewi NIM : 110503014


(5)

ABSTRAK

DETERMINAN PERILAKU OPORTUNISTIK DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN (Studi Pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara)

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh PAD, DAU, dan SiLPA, terhadap oportunistik penyusunan anggaran kabupaten/kota di Sumatera Utara, serta untuk mengetahui indikator mana yang mempunyai pengaruh paling dominan.

Data penelitian ini diambil selama tiga periode, yaitu antara tahun 2011-2013 dengan jumlah sampel sebanyak 14 kabupaten/kota di propinsi Sumatera Utara. Data penelitian ini adalah data sekunder yaitu, data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan yaitu berupa laporan anggaran pendapatan dan belanja daerah pada periode 2011-2013. Model analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.

Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan sisa lebih pembiayaan anggaran secara simultan berpengaruh signifikan terhadap oportunistik penyusunan anggaran. Selanjutnya, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan sisa lebih pembiayaan anggaran berpengaruh signifikan terhadap oportunistik penyusunan anggaran. Dari model regresi yang dihasilkan, dana alokasi umum mempunyai koefisien terbesar sehingga dapat dikatakan bahwa dana alokasi umum adalah indikator yang paling dominan.

Kata kunci : Pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan sisa lebih pembiayaan anggaran, oportuistik penyusunan anggaran.


(6)

ABSTRACT

DETERMINANTS IN BUDGETING OPORTUNISTIC BEHAVIOR (STUDY AT DISTRICT/CITY IN NORTH SUMATERA)

ERA This study aims to examine the regiona l own revenue, genera l a lloca tion fund, a ndfina ncing surplus for oportunictic budgeting a lloca tion of district/city in north suma tera as well a s to determine which indicators are most dominant influence.

The research data was taken during the three periods, namely between the years 2011-2013 with a sample of 14 districts / cities in the province of North Sumatra. The data of this study is secondary data, namely, data from the Directorate General of Fiscal Balance of the Ministry of Finance reports that the budget revenue and expenditure in the period 2011-2013. Analytical model used is multiple linear regression. Sampling technique using a purposive sampling method.

Based on the F test, it can be concluded that the to proxy with PAD, DAU, and SiLPA for the simultaneous effect on the oportunistic budgeting. Furthermore, the t test results indicate that the va riable regional own revenue, genera l fund allocations and SiLPA significantly influence the oportunistic budgeting .Of the resulting regression model, the general fund allocations has the largest coefficient so that it can be said that the general fund allocations is the most domina nt indicator. Keyword : regional own revenue, general allocation of fund, financing surplus, oportunistic budgeting.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Landasan Teori ... 8

2.1.1 Teori Keagenan... 8

2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ... 9

2.1.2.1 Pengertian APBD ... 9

2.1.2.2 Struktur APBD ... 11

2.1.2.3 Fungsi APBD ... 12

2.1.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 14

2.1.4 Dana Alokasi Umum (DAU) ... 16

2.1.5 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA ... 17

2.1.6 Perilaku Oportunistik ... 18

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 19

2.3 Kerangka Konseptual ... 20

2.4 Hipotesis Penelitian ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Defenisi Operasinal dan Variabel Penelitian ... 23

3.2.1 Perilaku Oportunistik Penyusunan Anggaran (OPA) ... 24

3.2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 26

3.2.3 Dana Alokasi Umum (DAU) ... 26

3.2.4 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)... 27

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 28

3.3.1 Populasi Penelitian ... 28


(8)

3.4 Jenis dan Data Penelitian ... 29

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 30

3.6 Metode Analisis Data ... 30

3.6.1 Uji Asumsi Klasik ... 30

3.6.1.1 Uji Normalitas ... 31

3.6.1.2 Uji Multikolonearitas ... 32

3.6.1.3 Uji Heterokedastisitas ... 34

3.6.1.4 Uji Autokorealsi ... 34

3.7 Model dan Teknik Analisis Data ... 35

3.8 Pengujian Hipotesis ... 36

3.8.1 Uji Signifikan Parsial (Uji-t) ... 36

3.8.2 Uji Signifikan Simultan (Uji-F)... 37

3.8.3 Uji Determinasi( �2) ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Data Penelitian ... 39

4.2 Analisis Hasil Penelitian ... 41

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 41

4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 42

4.2.2.1 Uji Normalitas ... 42

4.2.2.2 Uji Heteroskedastisitas ... 45

4.2.2.3 Uji Autokorelasi ... 46

4.2.2.4 Uji Multikolinearitas... 47

4.2.3 Analisis Regresi ... 48

4.2.4 Pengujian Hipotesis ... 48

4.2.4.1 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial (Uji-t) ... 49

4.2.4.2 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Simultan (Uji F) ... 51

4.2.4.3 Analisis Koefisien Determinasi ... 52

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 55

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 55

5.3 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(9)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 19

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 41

Tabel 4.2 Hasil Statistik dengan Kolmogrov-Smirnovv ... 45

Tabel 4.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 46

Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 47

Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas ... 48

Tabel 4.6 Hasil Analisis regresi Linier Berganda ... 48

Tabel 4.7 Hasil Uji –t ... 50

Tabel 4.8 Hasil Uji-F ... 51


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 22 Gambar 4.1 Hasil Uji Analisis Grafik dengan Grafik Histogram ... 43 Gambar 4.2 Hasil Uji Analisis dengan Normal Propability Plot... 44


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1 Daftar Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara .. 60

Lampiran 2 Data Variabel Penelitian ... 61

Lampiran 3 Statistik Deskriptif ... 63

Lampiran 4 Hasil Uji Analisis Grafik dengan Histogram ... 63

Lampiran 5 Hasil Uji Analisis dengan Normal Probability Plot .... 64

Lampiran 6 Hasil Uji Statistik dengan Kolmogorov-Smienov ... 65

Lampiran 7 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 65

Lampiran 8 Hasil Uji Autokorelasi ... 66

Lampiran 9 Hasil Uji Multikolinearitas ... 66


(12)

ABSTRAK

DETERMINAN PERILAKU OPORTUNISTIK DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN (Studi Pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara)

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh PAD, DAU, dan SiLPA, terhadap oportunistik penyusunan anggaran kabupaten/kota di Sumatera Utara, serta untuk mengetahui indikator mana yang mempunyai pengaruh paling dominan.

Data penelitian ini diambil selama tiga periode, yaitu antara tahun 2011-2013 dengan jumlah sampel sebanyak 14 kabupaten/kota di propinsi Sumatera Utara. Data penelitian ini adalah data sekunder yaitu, data dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan yaitu berupa laporan anggaran pendapatan dan belanja daerah pada periode 2011-2013. Model analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.

Berdasarkan uji F, dapat disimpulkan bahwa variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan sisa lebih pembiayaan anggaran secara simultan berpengaruh signifikan terhadap oportunistik penyusunan anggaran. Selanjutnya, hasil uji t menunjukkan bahwa variabel pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan sisa lebih pembiayaan anggaran berpengaruh signifikan terhadap oportunistik penyusunan anggaran. Dari model regresi yang dihasilkan, dana alokasi umum mempunyai koefisien terbesar sehingga dapat dikatakan bahwa dana alokasi umum adalah indikator yang paling dominan.

Kata kunci : Pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dan sisa lebih pembiayaan anggaran, oportuistik penyusunan anggaran.


(13)

ABSTRACT

DETERMINANTS IN BUDGETING OPORTUNISTIC BEHAVIOR (STUDY AT DISTRICT/CITY IN NORTH SUMATERA)

ERA This study aims to examine the regiona l own revenue, genera l a lloca tion fund, a ndfina ncing surplus for oportunictic budgeting a lloca tion of district/city in north suma tera as well a s to determine which indicators are most dominant influence.

The research data was taken during the three periods, namely between the years 2011-2013 with a sample of 14 districts / cities in the province of North Sumatra. The data of this study is secondary data, namely, data from the Directorate General of Fiscal Balance of the Ministry of Finance reports that the budget revenue and expenditure in the period 2011-2013. Analytical model used is multiple linear regression. Sampling technique using a purposive sampling method.

Based on the F test, it can be concluded that the to proxy with PAD, DAU, and SiLPA for the simultaneous effect on the oportunistic budgeting. Furthermore, the t test results indicate that the va riable regional own revenue, genera l fund allocations and SiLPA significantly influence the oportunistic budgeting .Of the resulting regression model, the general fund allocations has the largest coefficient so that it can be said that the general fund allocations is the most domina nt indicator. Keyword : regional own revenue, general allocation of fund, financing surplus, oportunistic budgeting.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada era otonomi sekarang ini terjadi pergeseran wewenang dan tanggung jawab dalam pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah telah mengeluarkan landasan hukum penerapan otonomi daerah dalam UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi Pemerintahan Daerah (Eksekutif) dengan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif). Pemisahan fungsi tersebut membawa perubahan, dimana legislatif memilih dan memberhentikan kepala daerah. Perubahan ini juga berimplikasi pada kian besarnya peran legislatif dalam pembuatan kebijakan publik, termasuk penganggaran daerah.

Eksekutif juga memiliki kekuatan yang lebih besar karena memiliki pemahaman terhadap birokrasi dan administrasi, seluruh aturan dan perundang-undangan yang melandasinya serta hubungan langsung dengan masyarakat yang telah berlangsung dalam waktu lama mengakibatkan penguasaan informasi eksekutif lebih baik dari pada legislatif (Florensia, 2009). Selain lebih dominan dalam proses penyusunan anggaran, pejabat eksekutif juga bertindak sebagai pelaksana anggaran, sehingga memiliki informasi keuangan yang lebih baik dibanding pejabat legislatif.

Keadaan ini dapat ditelaah melalui perspektif keagenan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah yang melihat hubungan DPRD-Pemerintah


(15)

Daerah–masyarakat. Halim dan Abdullah (2006:54), menyatakan bahwa dalam hubungan keagenan antara eksekutif dan legislatif, eksekutif adalah agen dan legislatif adalah prinsipal, sedangkan dalam hubungan legislatif dan rakyat (pemilih), pemilih adalah prinsipal dan legislatif adalah agen. Permasalahan timbul sebab dalam interaksinya, masing-masing pihak baik agen maupun prinsipal akan berusaha untuk mengutamakan kepentingannya masing-masing.

Pelaksanaan otonomi daerah memberi kewenangan kepada daerah untuk menggali potensi pendapatannya seluas mungkin. Terdapat dua komponen utama pendapatan daerah yakni Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan. Dalam penentuan PAD legislatif akan mendorong eksekutif untuk selalu meningkatkan target sehingga dapat meningkatkan alokasi untuk program yang mendukung kepentingannya. Hal ini ditengarai sebagai perilaku oportunistik.

Masalah lain dalam pengalokasian anggaran adalah tidak diperhatikannya jangka waktu penetapan perubahan APBD, yang biasanya dilakukan beberapa bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Hal ini menjadikan anggaran tidak efektif atau bahkan tidak terserap sepenuhnya saat tahun anggaran berakhir, dan berdampak pada tingginya SiLPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran), dimana dana yang seharusnya dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat ternyata tidak terserap sepenuhnya. SiLPA ini memiliki pengaruh pada pengalokasian APBD periode selanjutnya, karena SiLPA akan digunakan untuk menyeimbangkan anggaran yaitu dengan menutupi pengeluaran pembiayaan. Peluang perilaku oportunistik lain ditengarai juga terjadi pada sumber pendapatan daerah yang berbentuk dana transfer pemerintah pusat, contohnya adalah Dana


(16)

Alokasi Umum (DAU). DAU berperan sebagai pemerata fiskal antar daerah (fisca l equa liza tion) dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah. DAU merupakan block grant yakni hibah yang penggunaannya cukup fleksibel atau tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu (Maryono, 2013). Dengan demikian kenaikan jumlah DAU dapat dimanfaatkan sebagai ruang untuk mengusulkan alokasi belanja yang baru, yang bisa berbeda dengan prioritas pengalokasian pada tahun sebelumnya.

Menurut Jaya (2005) penyalahgunaan sumber daya dapat terjadi karena agen melepaskan tanggung jawabnya tanpa sepengetahuan prinsipal. Sebaliknya prinsipal karena kekuasaan yang dimiliknya dapat berlaku semena-mena berkaitan dengan pengalokasian sember daya tersebut. Implikasinya, baik prinsipal ataupun agen dapat berperilaku oportunistik untuk mendahulukan kepentingannya masing-masing. Perilaku oportunistik legislatif sebagai agen dari rakyat, terjadi bila legislatif sebagai agen seharusnya membela kepentingan rakyat. Namun, kenyataannya seringkali berbeda. Rakyat tidak selalu mengetahui seluruh informasi yang ada, dan bagaimana proses pengalokasian anggaran berlangsung.

Kekuatan penuh yang dimiliki legislatif menyebabkan tekanan kepada eksekutif menjadi semakin besar. Posisi eksekutif yang “sejajar” dengan legislatif membuat eksekutif sulit menolak “rekomendasi” legislatif dalam pengalokasian sumberdaya yang memberikan keuntungan kepada legislatif, sehingga menyebabkan pengeluaran anggaran dalam bentuk pelayanan publik mengalami penyimpangan dan merugikan publik. Dengan demikian, meskipun penganggaran


(17)

merupakan bagian dari sistem informasi yang dapat digunakan untuk mengurangi oportunisme agen (Eisenhardt,1989 dalam Abdullah dan Asmara, 2006), kenyataannya dalam proses pengalokasian sumberdaya selalu muncul konflik kepentingan di antara pelaku (Jackson, 1982 dalam Abdullah dan Asmara, 2006). Untuk menjelaskan fenomena self-interest dalam penganggaran publik tersebut, teori keagenan dapat dipakai sebagai landasan teoritis (Cristinsen, 1992; Johnsin, 1994; Smith & Bertozi, 1998 dalam Abdullah dan Asmara, 2006).

Alokasi sumberdaya dalam anggaran mengalami penyimpangan ketika politisi berperilaku korup. Perilaku korup ini terkait dengan peluang untuk mendapatkan keuntungan pribadi pada proyek-proyek yang akan dibiayai dengan anggaran, yakni pengalokasian pada proyek-proyek yang mudah dikorupsi (Mauro, 1998a; 1998b dalam Abdullah dan Asmara, 2006) dan memberikan keuntungan politisi bagi politisi (Keefer & Khemani, 2003 dalam Abdullah dan Asmara, 2006). Artinya, korupsi dan rent-seeking activities di pemerintahan berpengaruh terhadap jumlah dan komposisi pengeluaran pemerintah. Menurut Garamfalvi, 1997 (dalam Abdullah dan Asmara, 2006), korupsi dapat terjadi pada semua level dalam penganggaran, sejak perencanaan sampai pada pembayaran dana-dana publik. Korupsi secara politis (political corruption) terjadi pada fase penyusunan anggaran di saat mana keputusan publik sangat dominan, dengan cara mengalihkan alokasi sumberdaya publik. Sementara korupsi yang terjadi dalam pelaksanaan anggaran disebut korupsi administratif (administrative corruption) karena keputusan administrasi lebih dominan. Pada akhirnya korupsi politik akan menyebabkan korupsi administratif.


(18)

Motivasi yang mendasari penelitian ini karena secara faktual banyak penyimpangan (fraud) dalam penggunaan dana APBD, dimana penyimpangan tersebut diawali dari proses penyusunan anggaran yang ditengarai karena praktek perilaku oportunistik para pemangku kepentingan. Data lain yang dilansir oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyatakan adanya penyalahgunaan dana APBD 2012 di seluruh Indonesia sebesar Rp 21 triliun. Dengan melihat hal – hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk meneliti

“Determinan Perilaku Oportunistik dalam Penyusunan Anggaran (Studi Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara)”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Apakah jumlah PAD, SiLPA dan DAU berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap perilaku oportunistik penyusunan anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?”

1.3. Batasan Masalah

Agar penelitian ini terfokus pada topik yang dipilih maka peneliti memberi batasan masalah sebagai berikut:

1. Laporan APBD selama tiga tahun berturut turut (2011-2013) berdasarkan klasifikasi urusan masing-masing Kabupaten/Kota di


(19)

Propinsi Sumatera Utara pada Laporan APBD pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.

2. Data PAD , SiLPA, dan DAU dari Laporan APBD pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara selama tiga tahun berturut turut (2011-2013).

1.4. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah :

1 Untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa Lebih Pembiayaan (SiLPA), Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap perilaku oportunistik penyusunan anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

2 Untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa Lebih Pembiayaan (SiLPA), Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap perilaku oportunistik penyusunan anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

1.5. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini penulis mengharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:


(20)

1. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti sehubungan dengan determinan perilaku oportunistik penyusunan anggaran pada pmerintahan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara dan sebagai salah satu syarat dalam menempuh gelar Sarjana Ekonomi pada program studi Akuntansi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi penelitian selanjutnya, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan dan masukan dalam melakukan penelitian pada bidang yang sejenis. Penelitian ini juga bermanfaat untuk kemungkinan penelitian topik-topik yang berkaitan, baik yang bersifat lanjutan, melengkapai, maupun menyempurnakan.

3. Bagi pemerintah pusat dan daerah, memberikan masukan dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang akan datang dalam hal pengalokasian anggaran belanja modal yang terdapat di dalam APBD


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan

Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual diantara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan oleh prinsipal dimana dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang (Halim dan Abdullah, 2006: 54).

Lupia & Mc Cubbins (2000) dalam Halim dan Abdullah (2006: 54) menyatakan pendelegasian terjadi ketika seseorang atau satu kelompok orang (principal) memilih orang atau kelompok lain (agent) untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal. Pihak lain (agent) yang dimaksud adalah pemerintah daerah. Pemerintah daerah (agent) melakukan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh principal. Hubungan principal-agent terjadi apabila tindakan yang dilakukan seseorang memiliki dampak pada orang lain atau ketika seseorang sangat tergantung pada tindakan orang lain.

Menurut Moe (1984) yang dikutip oleh Halim dan Abdullah (2006: 56) menyatakan di pemerintahan terdapat suatu keterkaitan dalam


(22)

kesepakatan-kesepakatan principal-agent yang dapat ditelusuri melalui proses anggaran: pemilih-legislatur, legislatur-pemerintah, menteri keuangan-pengguna anggaran, perdana menteri-birokrat, dan pejabat-pemberi pelayanan

2.1.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.2.1. Pengertian APBD

Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun kabupaten dan kota.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Menurut Halim (2004 : 15) :Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) adalah suatu anggaran Daerah yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut : rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci; adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan; jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun.

Menurut UU No. 33 Tahun 2004 menyatakan, bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau yang disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh


(23)

Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Sedangkan menurut Kemendagri Nomor 23 tahun 2014. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu rencana keuangan tahuna Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD.

Menurut Permendagri Nomor 37 Tahun 2014. Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2014 menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Selanjutnya dikatakan bahwa Pemerintah daerah bersama-sama DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang memuat petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Permendagri Nomor 37 Tahun 2014 menyatakan bahwa APBD tahun 2015 disusun berdasarkan urusan dan kewenangan pemerintah daerah, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangundangan, dan memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluasluasnya tentang APBD, dengan Memperhatikan asas


(24)

keadilan, kepatutan, dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya.

APBD harus memuat sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan, serta bagian pendapatan APBD yang digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan dan belanja modal/investasi.

Unsur-Unsur APBD menurut Halim (2004 : 15-16) adalah sebagai berikut:

1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk

menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.

3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. Periode anggaran yang biasanya 1 (satu) tahun.

2.1.2.2. Struktur APBD

Struktur APBD yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Adapun bentuk dan susunan APBD yang didasarkan pada Permendagri 13/ 2006 pasal 22 ayat (1) terdiri atas 3 bagian, yaitu : “pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.”

Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) dikelompokkan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan,


(25)

dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan mencakup sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan penerimaan piutang daerah. Pengeluaran pembiayaan mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah. (Permendagri 13/ 2006).

Oleh karena penelitian ini menggunakan laporan APBD yang memakai format Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 23 Tahun 2014, maka APBD yang berdasarkan format tersebut terdiri atas 3 bagian, yaitu : “pendapatan, belanja, dan pembiayaan.”

Pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Belanja digolongkan menjadi 4 yakni belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tak tersangka. Belanja aparatur daerah diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/ pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi 3 yakni belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan yaitu: sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah : sisa lebih anggaran tahun lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan dan transfer dari dana cadangan. Sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas : pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun sekarang. (Halim, 2004 : 18).

2.1.2.3. Fungsi APBD

Fungsi APBD pada dasarnya sama dengan fungsi APBN. Fungsi APBD terdiri dari:


(26)

1. Fungsi otoritasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.

2. Fungsi perencanaan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.

4. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian daerah.

5. Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperlihatkan rasa keadilan dan kepatuhan.

Fungsi stabilitas memiliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.


(27)

2.1.3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dalam menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata dan pertanggung jawaban diperlukan kewenangan dan kemampuan yang menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. untuk menjamin terselenggaranya otonomi daerah yang semakin mantap, maka diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan sendiri yakni dengan upaya peningkatan penerimaan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik dengan meningkatkan penerimaan sumber PAD yang sudah ada maupun dengan penggalian sumber PAD yang baru sesuai dengan ketentuan yang ada serta memperhatikan kondisi dan potensi ekonomi masyarakat.

Menurut Halim (2004 : 67) tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu:

“Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah.”

Sebagaimana disebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, maka diharapkan tiap-tiap pemerintah daerah dapat membangun infrastruktur ekonomi yang baik di daerahnya masing-masing, guna meningkatkan pendapatannya.

Menurut UU No. 33 Tahun 2004, “Pendapatan Asli Daerah selanjutnya disebutkan PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”


(28)

PAD bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Sumber-sumber penerimaan daerah yang dimasukkan dalam pos Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, serta Lain-lain PAD yang sah.

Klasifikasi PAD berdasarkan Permendagri 13/2006 adalah sebagai berikut:

pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusaahaan milik pemerintah/ BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/ atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran / cicilan penjualan.

Kewenangan pemerintah daerah dalam pelaksanaan kebijakannya sebagai daerah otonomi sangat dipengaruhi oleh kemampuan daerah tersebut dalam menghasilkan pendapatan daerah. Semakin besar pendapatan asli daerah


(29)

yang diterima, maka akan semakin besar pula kewenangan pemerintah daerah tersebut dalam melaksnakan kebijakannya. Upaya meningkatkan kemampuan penerimaan daerah, khususnya penerimaan dari pendapatan asli daerah harus diarahkan pada usaha yang terus menerus dan berlanjut agar pendapatan asli daerah tersebut terus meningkat, sehingga pada akhirnya diharapkan akan dapat memperkecil ketergantungan terhadap sumber penerimaan dari pemerintah diatasnya (pemerintah pusat).

2.1.4. Dana Alokasi Umum (DAU)

Menurut Pemendagri 13 Tahun 2006, “Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas: dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.”

Menurut UU No. 34 Tahun 2004, “Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”

Halim (2004 : 141), “Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.”

DAU dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju


(30)

dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal ca pa city), alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil, namun kebutuhan fiskal besar, akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.

Pada dasarnya, dengan diberlakukannya otonomi daerah diharapkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat tentang keuangan daerah diharapkan semakin kecil (sumbangan DAU kecil), atau dengan kata lain sumber pendapatan daerah bisa bersumber pada daerah sendiri (sumbangan PAD besar).

2.1.5. Sisa Lebih Pembiayaaan Anggaran (SiLPA)

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berdasarkan Permendagri No.13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.


(31)

SiLPA merupakan suatu indikator yang menggambarkan efisiensi pengeluaran pemerintah. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA hanya akan terbentuk bila terjadi surplus pada APBD dan sekaligus terjadi pembiayaan netto yang positif, dimana komponen penerimaan lebih besar dari komponen pengeluaran pembiayaan. Jika SiLPA positif maka ada pembiayaan netto setelah dikurangi defisit anggaran, tetapi jika SiLPA negatif berarti bahwa pembiayaan netto belum dapat menutupi defisit anggaran yang terjadi.

2.1.6. Perilaku Oportunistik

Perilaku oportunistik merupakan perilaku yang berusaha mencapai keinginan dengan segala cara bahkan cara ilegal sekalipun. Faktor yang mempengaruhi perilaku oportunistik adalah kekuatan (power) dan kemampuan (a bility) (Maryono, 2013). Perilaku oportunistik mengarah pada terjadinya a dverse selection (menyembunyikan informasi) dan mora l ha za rd (penyalahgunaan wewenang).

Hasil penelitian Tanzi & Davoodi (1997) memberi bukti tentang perilaku oportunistik politisi dalam pembuatan keputusan investasi publik. Karena capital spending is highly descretiona ry, para politisi membuat keputusan-keputusan terkait dengan (1) besaran anggaran investasi publik, (2) komposisi anggaran investasi publik tersebut, (3) pemilihan proyek-proyek khusus dan lokasinya, dan (4) besaran rancangan setiap proyek investasi publik.


(32)

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama dan

Tahun

Variabel Penelitian Hasil Penelitian

Sularso & Restianto & Istiqomah (2014) Variabel Dependen: Perilaku Oportunistik Penyusunan Anggaran Variabel Independen:

Pendapatan Asli

Daerah, Selisih Lebih Pembiayaan Anggaran, Dana Alokasi Umum

Semakin besar jumlah PAD, jumlah SiLPA dalam APBD, dan jumlah DAU yang diterima dan dimiliki oleh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah, maka akan semakin besar perilaku oportunistik penyusunan anggaran

Fathony (2011)

Variabel Dependen: Perilaku Oportunistik Penyusunan Anggaran Variabel Independen: Pendapatan Asli Daerah,

Selisih Lebih

Pembiayaan Anggaran, Dana Alokasi Umum

Pendapatan Asli Daerah

(PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif terhadap Perilaku

Oportunistik Penyusun Anggaran di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) berpengaruh negatif terhadap Perilaku Oportunistik

Penyusun Anggaran

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

Nurmayanti (2008)

Variabel Dependen: perilaku oportunistik legislative dan perilaku oportunistik eksekutif Variabel Independen: penganggaran daerah

Perbedaan antara perilaku oportunistik legislatif dengan perilaku oportunistik eksekutif dalam penganggaran daerah. Penyebab perbedaan itu ditinjau dari segi teori keagenan, karena adanya asimetri informasi di antara eksekutif dan legislatif. Eksekutif mempunyai banyak lembaga yang membantunya serta kedudukannya sebagai pelaksana program, menyebabkannya mempunyai lebih banyak informasi dibandingkan dengan legislatif. Sedangkan legislatif mempunyai kekuasaan untuk menerima atau menolak RAPBD. Karena kelebihan yang


(33)

dimiliki masing-masing badan itu berbeda, maka perilaku oportunistik yang ditunjukkan juga berbeda. Perbedaan antara perilaku oportunistik legislatif dengan perilaku oportunistik eksekutif dalam kebijakan penganggaran daerah, Hal ini terlihat dari strategi yang dilakukan untuk mendapatkan keuntungan masing-masing, yaitu

DPRD cenderung untuk

memperbesar belanja publik (dahulu disebut belanja rutin), sedangkan eksekutif cenderung

membesarkan belanja

pembangunan. Abdullah dan Asmara ( 2006) Variabel Dependen: perilaku oportunistik legislatif dalam penganggaran (OL) perilaku oportunistik legislatif dalam penganggaran (OL). Variabel Independen:

sumber pendapatan

berupa pendapatan

sendiri yang diukur

dengan sprea d

pendapatan asli daerah (PPAD)

Legislatif sebagai agen dari voters berperilaku oportunistik dalam penyusunan APBD, Besaran PAD berpengaruh terhadap perilaku oportunistik legislatif, dan APBD digunakan sebagai sarana untuk melakukan political corruption.

2.3. Kerangka Konseptual

Perspektif keagenan menjelaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran memiliki kecenderungan untuk memaksimalkan utilitasnya melalui pengalokasian sumber daya. Penganggaran menjadi mekanisme terpenting untuk pengalokasian sumber daya, karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah. Menurut Hagen et al., 1996 (dalam Abdullah


(34)

& Asmara, 2006), penganggaran sektor publik merupakan proses tawar menawar antara eksekutif dan legislatif.

Pengalokasian anggaran yang tidak diperhatikannya jangka waktu penetapan perubahan APBD menjadikan anggaran tidak efektif atau bahkan tidak terserap sepenuhnya saat tahun anggaran berakhir, dan berdampak pada tingginya SiLPA, dimana dana yang seharusnya dapat digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat ternyata tidak terserap sepenuhnya. SiLPA ini memiliki pengaruh pada pengalokasian APBD periode selanjutnya, karena SiLPA akan digunakan untuk menyeimbangkan anggaran yaitu dengan menutupi pengeluaran pembiayaan.

Sementara DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Untuk menyederhanakan alur pemikiran tersebut, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :


(35)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah. Erlina (2011:30), “Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris”. Proporsi meruapakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena. Dengan demikian hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi.

Berdasarkan kerangka konseptual diatas, maka peneliti membuat hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah PAD, SiLPA dan DAU berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Perilaku Oportunistik Penyusunan Anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

PAD

Perilaku Oportunistik Penyusunan Anggaran SILPA


(36)

BAB III

METODsE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara suatu variabel dengan variabel yang lainnya (Umar, 2003 : 30).

Dalam penelitian ini terdapat variabel independen/ variabel yang mempengaruhi/ variabel bebas dan variabel dependen /dipengaruhi/ variabel terikat. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), dan Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai variabel independen terhadap Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA) sebagai variabel dependen.

3.2. Defenisi Operasional dan Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdapat tiga (3) variabel independen, yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum(DAU), Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA). Sedangkan variabel dependennya adalah Perilaku Oportunistik Penyusun Anggaran (OPA). Definisi operasional dan alat ukur operasinal dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


(37)

3.2.1. Perilaku Oportunistik Penyusunan Anggaran (OPA)

Perilaku oportunistik yaitu perilaku yang berusaha mencapai keinginan dengan segala cara bahkan dengan cara yang ilegal sekalipun, dapat menyebabkan hubungan prinsipal-agen yang terjadi dalam suatu kontrak akhirnya mengarah pada terjadinya adverse selection (menyembunyikan informasi) dan moral hazard (penyalahgunaan wewenang). Faktor yang mempengaruhi perilaku oportunistik adalah kekuatan (power) dan kemampuan (ability) (Maryono, 2013). Tahap pengukuran OPA diadopsi dari penelitian Abdullah dan Asmara (2006) yaitu:

Spread (Δ) = APBD

tahun berjalan (t) – APBD tahun sebelumnya (t-1)

Spread (Δ) terjadi karena adanya perbedaan preferensi dalam pengalokasian sumberdaya.

OPA = ΔPdk + Δkes + ΔPU + Δpbgnan + Δperhub + Δlinghidup + Δpendcapi + ΔKBklg + Δsos + Δktngkrjn + ΔkopUKM + Δpenmodal + Δkbdyn + ΔpmdOR + Δksbgpol+ Δotda+ Δpembermasy + Δkomin + Δprtnian + Δkhtanan + Δprwst + Δ

klautan

+Δperdag + Δindus

Dimana:

ΔPdk : spread anggaran pendidikan,

Δkes : spread anggaran kesehatan,

ΔPU : sprea d anggaran pekerjaan umum,

Δpbgnan : spread anggaran pembangunan,


(38)

Δlinghidup :sprea d anggaran lingkungan hidup,

Δpendcapi :sprea d anggaran kependudukan dan capil,

ΔKBklg :sprea d anggaran Keluarga Berencana dan Keluarga

Sejahtera,

Δsos :sprea d anggaran sosial,

Δktngkrjn :sprea d anggaran ketenagakerjaan,

ΔkopUKM :sprea d anggaran koperasi dan UKM,

Δpenmodal :sprea d anggaran penanaman modal,

Δkbdyn : spread anggaran kebudayaan

ΔpmdOR : spread anggaran pemuda dan olahraga

Δksbgpol :sprea d anggaran kesatuan bangsa dan politik,

Δotda sprea d anggaran otonomi daerah,

Δpembermasy :sprea d anggaran pemberdayaan masyarakat,

Δkomin :sprea d anggaran komunikasi dan informasi,

Δprtnian :sprea d anggaran pertanian, Δkhtanan :sprea d anggaran kehutanan,

Δprwst : spread anggaran pariwisata

Δklautan : spread anggaran kelautan

Δperdag :spread anggaran perdagangan,


(39)

3.2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi (warsito dan abdul, 2008). Pendapatan Asli Daerah dapat diketahui dari nilai Rupiah (Rp) yang terdapat pada pos Pendapatan Asli Daerah dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada Tahun Anggaran 2011 - 2013.

PAD = spread PAD APBD tahun berjalan (t) - APBD tahun sebelumnya (t-1)

Spread (Δ) terjadi karena adanya perbedaan preferensi dalam pengalokasian PAD tahun yang sedang berjalan dengan PAD tahun sebelumnya dalam APBD.

3.2.3. Dana Alokasi Umum (DAU)

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah transfer yang bersifat umum dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untuk mengatasi ketimpangan horisontal dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah (Halim, 2004).


(40)

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang dimaksudkan untuk menutupi kesenjangan fiskal (fiscal gap) dan pemerataan kemampuan fiskal antar daerah dalam rangka membantu kemandirian pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya untuk melayani masyarakat (Stasistik Keuangan BPS,2011). Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum dapat diketahui dari nilai Rupiah (Rp) yang terdapat pada pos Dana Alokasi Umum dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun anggaran 2011 - 2013.

DAU = spread DAU

APBD tahun berjalan (t) ke APBD tahun sebelumnya (t-1)

Spread (Δ) terjadi karena adanya perbedaan preferensi dalam pengalokasian DAU tahun yang sedang berjalan dengan DAU tahun sebelumnya dalam APBD.

3.2.4. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)

Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) merupakan sisa dalam pembiayaan anggaran tahun sebelumnya. SiLPA dihitung dari total pemasukan daerah dikurangi total pengeluaran daerah. Total pemasukan daerah mencakup penerimaan PAD, dana perimbangan (DAU dan DAK), penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, penghematan belanja, dan sisa dana kegiatan lanjutan. Total pengeluaran daerah terdiri dari belanja pegawai, belanja modal, belanja administrasi umum, belanja operasional dan pemeliharaan, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja lain-lain. Variabel yang diukur dari


(41)

jumlah SiLPA yang ada di Laporan Realisasi APBD pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun anggaran 2011 – 2013.

SiLPA = spread SiLPA

APBD tahun berjalan (t) - APBD tahun sebelumnya (t-1)

Spread (Δ) terjadi karena adanya perbedaan preferensi dalam pengalokasian SiLPA tahun yang sedang berjalan dengan SiLPA tahun sebelumnya dalam APBD.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007 : 115). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota yang ada di provinsi Sumatera Utara tahun 2011-2013, yaitu sebanyak 25 Kabupaten dan 8 Kota pada tahun 2011 – 2013.

Data yang dianalisis dalam penulisan ini adalah data sekunder dengan metode sensus yang bersumber dari dokumen Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut dan Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah di internet (www.djpk.depkeu.go.id). Dari Laporan Realisasi APBD ini diperoleh data mengenai jumlah realisasi anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dan Dana Alokasi Umum (DAU).


(42)

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2007 : 116). Metode pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Tersedianya data Belanja APBD 2011-2013 berdasarkan klasifikasi urusan masing-masing Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara pada Laporan Realisasi APBD pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara yang terdaftar dalam situs www.djpk.depkeu..go.id periode 2011-2013.

2. Data PAD , SiLPA, dan DAU dari Laporan Realisasi APBD pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara yang terdaftar dalam situs www.djpk.depkeu..go.id periode

2011-2013.

Berdasarkan kedua kriteria diatas, maka jumlah Kabupaten/Kota yang akan dijadikan sampel penelitian sebanyak 13 Kabupaten dan 1 Kota.

3.4. Jenis dan Data Penelitian

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak lain. Penelitian ini menggunakan pooled data, yaitu kombinasi antara data time series dengan data


(43)

cross section selama periode tahun 2011 sampai dengan 2013. Data penelitian berupa : Data PAD, SiLPA, DAU dan spread anggaran belanja dalam APBD pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2011 sampai dengan 2013 yang diperoleh dalam situs www.djpk.depkeu..go.id periode

2011-2013.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah teknik dokumentasi, yakni peneliti melakukan pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara melalui www.bps.go.id/sumut dan mendownload situs www.djpk.depkeu.go.id. Penelitian lapangan (field resea rch). Dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian ini pada Bagian Keuangan Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, peneliti juga melakukan studi kepustakaan melalui buku-buku dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

3.6. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik dengan menggunakan software SPSS. Peneliti melakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis.


(44)

3.6.1. Uji Asumsi Klasik

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda . Variabel terikat perilaku oportunistik penyusun anggaran (OPA) dan variabel bebas PAD, SiLPA dan DAU dari APBD tahun berjalan (t) ke APBD tahun sebelumnya (t-1). Dalam Darwanto (2007), regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat tersebut adalah data harus terdistribusi secara normal.

Uji asumsi klasik terdiri dari:

3.6.1.1. Uji Normalitas

Ghozali (2011 : 110), uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi secara normal. Uji normalitas perlu dilakukan untuk menentukan alat statistik yang dilakukan, sehingga kesimpulan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu :

1. Analisis grafik

Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi


(45)

normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.

2. Analisis statistik

Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S), Jika tingkat signifikansinya > 0,05, maka data itu terdistibusi normal dan dapat dilakukan model regresi berganda.

Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat dari :

1 Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal.

2 Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi data adalah normal.

3.6.1.2. Uji Multikolonearitas

Ghozali (2011 : 92), uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel


(46)

independen. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut :

1. Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. 2. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar

variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.

3. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ Tolerence). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.


(47)

Cara untuk mengobati jika terjadi multikolinearitas, yaitu:

1. Mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasikan variabel independen lainnya untuk membantu prediksi.

2. Menggabungkan data cross section dan time series (pooling data ). 3. Menambah data penelitian

3.6.1.3. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Dan jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011 : 105).

Untuk mengetahui adanya masalah heteroskesdatisitas, kita bisa menggunakan korelasi jenjang Spearman atau Park test. Bila menggunakan korelasi jenjang Spearman, maka kita harus menghitung nilai korelasi untuk setiap variabel independen terhadap nilai residu, baru kemudian dicari tingkat signifikansinya. Park test memiliki dasar test yang sama yaitu meregresikan kembali nilai residu ke variabel independen.

Cara untuk mengurangi masalah heteroskesdatisitas adalah menurunkan besarnya rentang (range) data. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk


(48)

menurunkan rentang data adalah melakukan transformasi (manipulasi) logaritma. Tindakan ini bisa dilakukan bila semua data bertanda positif.

3.6.1.4. Uji Autokorelasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data time series, sehingga menggunakan pengujian autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya (Ghozali, 2009).

Uji Autokorelasi dapat dilakukan dengan Run Test. Run Test sebagai bagian dari statistik non-parametrik dapat pula digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Run test digunakan untuk melihat apakah data residual terjadi secara random atau tidak (sistematis).

H0 : residual (res_1) random (acak) HA : residual (res_1) tidak random


(49)

3.7. Model dan Teknik Analisis Data

Untuk menguji hipotesis (Ha) metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda, karena menyangkut tiga buah variabel independen dan satu buah variabel dependen. Model persamaan regresi untuk menguji hipotesis dengan formulasi sebagai berikut :

OPA = α + β1PAD + β2SiLPA + β3DAU + e

Dimana:

OPA : Oportunistik Penyusunan Anggaran

α : Konstanta

PAD : Pendapatan Asli Daerah

SiLPA : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran DAU : Dana Alokasi Umum

e : Error (pengganggu)

3.8. Pengujian Hipotesis

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari nilai probabilitas uji t, uji F, dan koefisien determinasi (Adjusted R2). Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali, 2009).


(50)

3.8.1. Uji Signifikan Parsial (Uji-t)

Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Untuk pengujian secara parsial ini digunakan uji-t. Cara melakukan uji t adalah dengan Quick Look yaitu bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih dan derajat kepercayaan sebesar 5 persen, maka Ho yang menyatakan bi=0 dapat ditolak bila nilai t lebih besar dari 2 (dalam nilai absolute). Dengan kata lain, kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2009).

3.8.2. Uji Signifikan Simultan (Uji-F)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat (Ghozali, 2009). Uji F dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansi F pada output hasil regresi menggunakan SPSS dengan significancelevel 0,05 (a = 5%). Jika nilai signifikansi lebih besar dari a maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan), yang berarti secara simultan variabel-variabel bebas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Jika nilai signifikan lebih kecil dari a maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Ini berarti bahwa secara simultan variabel-variabel bebas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.


(51)

3.8.3. Koefisien Determinasi (R2)

Tujuan pengujian ini adalah untuk menguji tingkat keeratan atau keterikatan antar variabel dependen dan variabel independen yang bisa dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (Adjusted R-square). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu (Ghozali, 2009). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untukmemprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2009). Secara umum, koefisien determinasi untuk data runtut waktu (time series) biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi.


(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Penelitian

Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1° - 4° Lintang Utara dan 98°- 100° Bujur Timur atau terbesar ketujuh dari luas wilayah Republik Indonesia. Batas wilayah Sumatera Utara sebagai berikut :

1.Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam.

2.Sebelah Selatan berbatasan dengan Sumatera Utara dan Riau.

3.Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

4.Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka.

Berdasarkan letak dan kondisi alamnya, Sumatera Utara dibagi atas 3 kelompok wilayah yaitu :

1) Pantai Barat (Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Nias).

2) Dataran Tinggi (Tapanuli Utara, Simalungun, Pematang Siantar, Karo, dan Dairi).

3) Pantai Timur (Medan, Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai, dan Labuhan Batu).

Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya, Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka pada tahun 1945. Pada tahun 1950. Provinsi Sumatera Utara dibentuk meliputi


(53)

sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari Provinsi Sumatera Utara. Luas daratan provinsi Sumatera Utara adalah 72.981,23 km² dibagi kepada 25 kabupaten, 8 kota, 325 kecamatan, dan 5.456 kelurahan/desa.

Sumatera Utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, yang dihuni oleh penduduk dari berbagai suku seperti Melayu, Batak, Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa, dan Banjar dan menganut berbagai agama seperti Islam, Kristen, Buddha, Hindu dan berbagai aliran kepercayaan lainnya. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) 2000, penduduk Provinsi Sumatera Utara berjumlah 11,5 juta jiwa (seperlima dari 203,5 juta jiwa penduduk Indonesia) dengan pertumbuhan 1,20 % per tahun sejak tahun 1990. Kepadatan penduduk Sumatera Utara pada tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 178 jiwa per km². Dengan Laju Pertumbuhan Penduduk dari tahun 2000-2010 sebesar 1,10 persen.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota Sumatera Utara yang terdiri dari 25 kabupaten dan 8 Kota. Setelah dilakukan pemilihan sampel dengan kriteria yang telah ditetapkan, sampel dalam penelitian ini berjumlah Kabupaten dan Kota.

4.2 Analisis Hasil Penelitian 4.2.1. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai nilai minimun, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi.


(54)

Tabel 4.1

Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

OPA 42 313709 2258637 764747.52 450768.256

DAU 42 198404.6 1260755.1 492268.154 253213.6049

PAD 42 5044.7 465000.0 55359.225 96128.2562

SiLPA 42 325.0 142922.9 32718.524 31152.5829

Valid N (listwise) 42

Sumber: Diolah dari SPSS 17.0

Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dapat dijelaskan bahwa (dalam jutaan Rupiah):

1. Nilai rata-rata Oportunistik Penyusunan Anggaran (OPA) adalah 764747.52 dengan standar deviasi sebesar 450768.256 dan data berjumlah 40. Nilai terendah Oportunistik Penyusunan Anggaran (Y) sebesar 313709 dan nilai tertinggi sebesar 2258637.

2. Nilai rata-rata Pendapatan Asli Daerah adalah 55359.225 dengan standar deviasi sebesar 96128.2562 dan data berjumlah 42. Nilai terendah Pendapatan Asli Daerah (X1) sebesar 5044.7 dan nilai tertinggi sebesar 465000.0.

3. Nilai rata-rata Dana Alokasi Umum adalah 492268.154 dengan standar deviasi sebesar 253213.6049 dan data berjumlah 42. Nilai terendah Dana Alokasi Umum (X2) sebesar 198404.6 dan nilai tertinggi sebesar 1260755.1.


(55)

4. Nilai rata-rata Sisa Pembiayaan Anggaran adalah 32718.524 dengan standar deviasi sebesar 31152.5829 dan data berjumlah 42. Nilai terendah Sisa Pembiayaan Anggaran (X3) sebesar 325.0 dan nilai tertinggi sebesar 142922.9.

4.2.2. Uji Asumsi Klasik 4.2.2.1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan melalui analisis grafik dengan melihat grafik histogram dan normal probability plot.

Hasil uji analisis grafik dengan grafik histogram adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1

Hasil Uji Analisis Grafik dengan Grafik Histogram


(56)

Hasil uji normalitas di atas menjelaskan bahwa pada grafik histogram memberikan pola distribusi data mengikuti kurva berbentuk lonceng yang tidak menceng ke kiri maupun ke kanan. Dapat dipastikan bahwa data terdistribusi normal.

Hasil uji analisis grafik dengan normal probability plot adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2

Hasil Uji Analisis dengan Normal Probability Plot


(57)

Hasil uji normalitas di atas menjelaskan bahwa pada gambar normal probability plot, titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal, sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal.

Selain analisis grafik, uji normalitas juga dilakukan melalui uji statistik Kolmogorov-Smirnov. Dalam uji ini, data terdistribusi secara normal jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Sebaliknya, data tida terdistribusi secara normal jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.

Tabel 4.2

Hasil Uji Statistik dengan Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

OPA

N 42

Normal Parametersa,,b Mean 764747.52

Std. Deviation 450768.256

Most Extreme Differences

Absolute .212

Positive .212

Negative -.159

Kolmogorov-Smirnov Z 1.376

Asymp. Sig. (2-tailed) .055

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber: Diolah dari SPSS 17.0

Nilai Kolmogrov – Smirov sebesar 1.376dan tidak signifikan pada 0.05 (karena p= 0.055 > dari 0.05). Jadi kita tidak dapat menolak HO yang mengatakan bahwa residual terdistribusi secara normal atau dengan kata lain residual berdistribusi normal.

Semua hasil pengujian melalui analisis grafik dan statistik di atas menunjukkan hasil yang sama yaitu normal, dengan demikian telah terpenuhi


(58)

asumsi normalitas dan bisa dilakukan pengujian asumsi klasik berikutnya pada data.

4.2.2.2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Erlina, 2011). Pendeteksian ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Glejser. Heteroskedastisitas tidak terjadi jika nilai thitung < ttabel dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05, dan nilai

signifikansi lebih besar daripada 0,05. Heteroskedastisitas terjadi jika thitung > ttabel,

dan nilai signifikansi lebih kecil daripada 0,05.

Hasil uji heteroskedastisitas dengan melakukan uji Glejser adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 14545.256 15648.785 .929 .359

PAD -.285 .107 -.698 -.665 .051

DAU .098 .040 .630 .424 .072

SiLPA -.098 .204 -.078 -.481 .633

a. Dependent Variable: AbsRes


(59)

Berdasarkan hasil Uji Glejser di atas, dapat dilihat bahwa pada tabel Coefficients(a) nilai sig. semua variabel independen lebih besar dari 0,05 (5%). Sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas

4.2.2.3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi ini digunakan untuk menguji asumsi klasik regresi berkaitan dengan adanya autokorelasi. Model regresi yang baik adalah model yang tidak mengandung autokorelasi.

Hasil dari uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.4

Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .991a .983 .981 61345.960 2.139

a. Predictors: (Constant), SiLPA, DAU, PAD b. Dependent Variable: OPA

Sumber: Diolah dari SPSS 17.0

Berdasarkan hasil penelitian, nilai Durbin-Watson sebesar 2,139. Angka ini lebih besar dari 1 dan lebih kecil dari 3. Secara ringkas : 1< 2,319< 3. Durbin-Watson berada di antara dua angka batasan korelasi. Maka dapat disimpulkan bahwa model regresi linear tidak terjadi autokorelasi.

4.2.2.4. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang linear antara variabel independen satu dengan variabel independen lainnya.


(60)

Ada tidaknya hubungan atau korelasi antarvariabel independen dapat diketahui dengan melihat nilai Tolerance dan VIF (Var ian Inflation Factor ). Suatu data dikatakan tidak terjadi multikolinearitas jika nilai Tolerance lebih besar daripada 0,10 dan nilai VIF lebih kecil daripada 10.

Hasil uji multikolinearitas adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5

Hasil Uji Multikolinearitas

Sumber: Diolah dari SPSS 17.0

4.2.3. Analisis Regresi

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda. Dalam penelitian ini, dilakukan beberapa tahapan untuk mencari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Hasil analisis regresi berganda adalah sebagai berikut: Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -25059.776 25829.103 -.970 .338

PAD .997 .177 .213 5.646 .000 .318 3.140

DAU 1.444 .066 .811 21.729 .000 .324 3.086

SiLPA .722 .336 .050 2.147 .038 .837 1.195


(61)

Tabel 4.6

Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Berdasarkan tabel, maka dapat diperoleh persamaan berikut: OPA= 25059.776 + 0.997PAD +1.444DAU + 0.722SiLPA + e Keterangan:

1.Konstanta sebesar 25059.776 menunjukkan bahwa apabila tidak ada variabel independen (PAD, DAU, SiLPA = 0), maka tingkat oportunistik penyusunan anggaran sebesar 25059.776.

2.Koefisien regresi PAD (X1) sebesar 0.997 menunjukkan bahwa setiap ada

penambahan PAD sebesar 1%, dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan, maka akan menaikkan tingkat oportunistik penyusunan anggaran sebesar 99,7%.

3.Koefisien regresi DAU (X2) sebesar 1.444 menunjukkan bahwa setiap ada

penambahan DAU sebesar 1%, dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan, maka akan menaikkan tingkat oportunistik penyusanan anggaran sebesar 144,4%.

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -25059.776 25829.103 -.970 .338

PAD .997 .177 .213 5.646 .000

DAU 1.444 .066 .811 21.729 .000

SiLPA .722 .336 .050 2.147 .038

a. Dependent Variable: OPA


(62)

4. Koefisien regresi SiLPA (X3) sebesar 0.722 menunjukkan bahwa setiap ada

penambahan SiLPA sebesar 1%, dengan asumsi variabel lainnya dianggap konstan, maka akan menaikkan tingkat oportunistik penyusanan anggaran sebesar 72,2%.

4.2.4. Uji Hipotesis

4.2.4.1. Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial (Uji-t)

Uji-t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran secara parsial terhadap Oportunistik Penyusunan Anggaran.

Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji-t adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7 Hasil Uji-t

Sumber: Diolah dari SPSS 17.0

Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan berikut:

1.PAD (X1) mempunyai nilai signifikansi 0,000 yang berarti nilai ini kecil dari 0,05, sedangkan nilai t hitung 5.646 > t tabel 2,0227. Berdasarkan kedua nilai tersebut disimpulkan bahwa Ha diterima (Ho ditolak) atau

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -25059.776 25829.103 -.970 .338

PAD .997 .177 .213 5.646 .000

DAU 1.444 .066 .811 21.729 .000

SiLPA .722 .336 .050 2.147 .038


(1)

(dalam jutaan rupiah)

No. Nama Kabupaten/Kota 2011 2012 2013

1 Kabupaten Dairi 374,324 451,176 512,477 2 Kabupaten Deli Serdang 889,010 1,100,014 1,260,755 3 Kabupaten Labuhan Batu 370,861 461,644 520,458 4 Kabupaten Langkat 716,054 847,503 982,658 5 Kabupaten Simalungun 696,561 865,406 977,809 6 Kabupaten Tapanuli Tengah 343,959 422,612 491,011 7 Kabupaten Toba Samosir 310,465 387,623 423,292 8 Kota Tanjung Balai 275,733 313,730 369,247 9 Kabupaten Pakpak Barat 198,405 232,990 273,599 10 Kabupaten Nias Selatan 319,189 378,606 422,368 11 Kabupaten Humbang Hasundutan 313,663 376,847 440,920 12 Kabupaten Samosir 283,202 331,413 384,761 13 Kabupaten Batu Bara 386,180 452,227 517,734 14 Kabupaten Padang Lawas Utara 262,768 348,056 387,955

Data Variabel Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran

(dalam jutaan rupiah)

No. Nama Kabupaten/Kota 2011 2012 2013

1 Kabupaten Dairi 29,615 48,571 41,000 2 Kabupaten Deli Serdang 15,000 7,500 2,500 3 Kabupaten Labuhan Batu 12,188 35,864 40,118 4 Kabupaten Langkat 75,482 142,923 91,969 5 Kabupaten Simalungun 13,300 44,834 500 6 Kabupaten Tapanuli Tengah 11,007 7,905 5,600 7 Kabupaten Toba Samosir 325 3,048 43,638 8 Kota Tanjung Balai 18,952 32,319 38,170 9 Kabupaten Pakpak Barat 22,993 27,298 22,306 10 Kabupaten Nias Selatan 94,807 111,136 53,125 11 Kabupaten Humbang Hasundutan 19,971 45,248 15,554


(2)

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

OPA 42 313709 2258637 764747.52 450768.256

DAU 42 198404.6 1260755.1 492268.154 253213.6049

PAD 42 5044.7 465000.0 55359.225 96128.2562

SiLPA 42 325.0 142922.9 32718.524 31152.5829

Valid N (listwise) 42

Lampiran 4 Hasil Uji Analisis Grafik dengan Histogram


(3)

(4)

Hasil Uji Statistik dengan Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

OPA

N 42

Normal Parametersa,,b Mean 764747.52

Std. Deviation 450768.256

Most Extreme Differences

Absolute .212

Positive .212

Negative -.159

Kolmogorov-Smirnov Z 1.376

Asymp. Sig. (2-tailed) .055

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber: Diolah dari SPSS 17.0

Lampiran 7 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 14545.256 15648.785 .929 .359

PAD -.285 .107 -.698 -.665 .051

DAU .098 .040 .630 .424 .072

SiLPA -.098 .204 -.078 -.481 .633

b. Dependent Variable: AbsRes


(5)

Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .991a .983 .981 61345.960 2.139

a. Predictors: (Constant), SiLPA, DAU, PAD b. Dependent Variable: OPA

Sumber: Diolah dari SPSS 17.0

Lampiran 9 Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -25059.776 25829.103 -.970 .338

PAD .997 .177 .213 5.646 .000 .318 3.140

DAU 1.444 .066 .811 21.729 .000 .324 3.086

SiLPA .722 .336 .050 2.147 .038 .837 1.195

c. Dependent Variable: OPA


(6)

Lampiran 10 Hasil Analisis Regresi Linier

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) -25059.776 25829.103 -.970 .338

PAD .997 .177 .213 5.646 .000

DAU 1.444 .066 .811 21.729 .000

SiLPA .722 .336 .050 2.147 .038

d. Dependent Variable: OPA