Teori Demokrasi Elit Teori Demokrasi Partisipatif .

memiliki tingkat kepentingan dan validitas yang sama: hak sosial adalah hak atas perlidungan sosial, keamanan sosial, pendidikan, pelayanan kesehatan dan lain-lain, hak ekonomi meliputi hak memperoleh pekerjaan, atas pembayaran yang adil, atas kondisi kerja yang layak, dan hak budaya melindungi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kebudayaan suatu masyarakat dan untuk mengekspresikan identitas kebudayaan seseorang. Gagasan dibalik lima dimensi konsep hak-hak asasi tersebut adalah kebebasan dan kesempatan bagi pengembangan personal dan partisipasi penuh dari semua individu dalam kehidupan sosial haruslah dijamin bagi semua manusia terlepas dari status sosial dan kekayaannya 17

II.1.2.2. Teori Demokrasi Modern

.

1. Teori Demokrasi Elit

Menurut pandangan teoretisi demokrasi elitis, suatu masyarakat itu dibentuk oleh “kekuatan-kekuatan yang tidak bebas dan impersonal”. Karl Mannheim, salah satu teoretisi demokrasi elitis, menyatakan bahwa pembentukan kebijakan sebenarnya ada di tangan para elite. Namun, hal ini bukan berarti bahwa masyarakat tersebut tidak demokratis, selama masih ada ketercukupan bagi masyarakat untuk mengganti para pemimpin mereka atau untuk memaksanya mengambil keputusan-keputusan atas dasar kepentingan masyarakat banyak.Mannheim yang membenarkan Pareto – salah satu teoretisi elit 17 Ibid Universitas Sumatera Utara – menekankan bahwa kekuasaan politik selalu dijalankan oleh minoritas elite.Ia juga membenarkan Roberto Michels dan menegaskan dalam pengembangan hukum selalu cenderung menuju kepada pemerintah oligarkis iron law of oligarchyhukum besi oligarki 18

2. Teori Demokrasi Partisipatif .

Teori demokrasi partisipatif yang muncul kemudian adalah sebuah bentukpenolakan terhadap asumsi yang dibuat oleh teori demokrasi elitis yang menekankanbahwa masyarakat itu dibentuk oleh “kekuatan-kekuatan yang tidak bebas danimpersonal”.Ide dasar dari demokrasi partisipatif adalah bagaimana kekuasaan politik dikembangkan lagi kepada seluruh rakyat.Rakyat, tidak tergantung pendidikan, keturunan, agama, jenis kelamin, maupun harta kekayaan yang dimilikinya, selayaknya ikut serta dalam pengambilan keputusan yang penting bagi dirinya. Melalui proses ini partisipasi warga dapat diperluas dan diperdalam sebagai bagian dari pendalaman demokrasi 19 Teoridemokrasi partisipatif justru menekankan bahwa “perkembangandiri individu” sebagai kriteria utama untuk mengevaluasi karakter negara danmasyarakat.Dalam hal ini John . 18 Ibid. Hal. 205 19 Suhirman.2004. Kerangka Hukum dan kebijakan tentang Partisipasi Warga di Indonesia.Laporan Penelitian Independen The Ford Foundation: Bandung Universitas Sumatera Utara Dewey menyatakan bahwa keberadaan suatumasyarakat demokrasi tergantung pada konsensus sosial dengan fokus perkembanganmanusia yang didasarkan atas kebebasan, persamaan, dan partisipasi politik.Sementara itu Peter Bachrach percaya bahwa partisipasi aktif – dalam arti yangluas – dari individu dalam berbagai keputusan di suatu komunitas merupakan faktorutama dalam mengembangkan kemampuan rakyat. Suatu perubahan dari demokrasiyang ada saat ini kepada “demokrasi partisipasi” akan memerlukan: 1 perubahankesadaran rakyat, yang tadinya memandang diri mereka sebagai penerima pasif atassegala sesuatu yang diberikan oleh kekuasaan menjadi agen-agen perubahan sosial yangaktif melalui bentuk partisipasi yang positif dalam proses pengambilan keputusan olehnegara; dan 2 pengurangan secara besar-besaran segala ketimpangan yang ada 20

II.1.3. Partisipasi Publik

. Sebagai bagian dari demokrasi, partisipasi publik saat ini menjadi istilah yang sangat penting, termasuk juga di dalam proses legislasi perundang-undangan. Ada beberapa beberapa alasan mengapa partisipasi publik dalam penyelenggaraan Negara menjadi sebuah keharusan sebagaimana dilaporkan dalam penelitian Balitbang HAM bekerjasama dengan Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 2003.Pertama 20 S.P. Varma. 1975. Modern Political Theory. Diterjemahkan oleh Yohanes Kristianto SL, dkk. 2007. Teori Politik Modern. Raja Grafindo Persada: Jakarta. hal. 210 Universitas Sumatera Utara