sampah perantara juga hanya akan muncul seiring dengan munculnya nilai baru tentang konsep sampah dan pengelolaannya di masyarakat itu sendiri. Tantangan dan
permasalahan inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian kecil masyarakat menjadi peluang dalam mencari penghidupan. Kondisi yang demikian jelas menjadi sebuah
fenomena yang menarik dikaji dari sudut Antropologi. Urgensi ini dapat dilihat dari adanya perubahan nilai tentang konsep sampah yang dianut oleh para “pengusaha
sampah” yang dengan jeli memanfaatkan keterbatasan sistem pengelolaan sampah yang ada sehingga mereka dapat dianggap mampu menerjemahkan pepatah “sambil
menyelam minum air” dalam ikut serta mengatasi permasalahan sampah. Kehadiran “pengusaha sampah” yang mayoritas skala kecil ini begitu menarik
jika dilihat dalam ranah keilmuan antropologi. Hal ini tentunya tidak hanya terkait dengan perubahan nilai akan sampah itu sendiri, namun kelahiran “pengusaha
sampah” itu sendiri juga merupakan sbuah proses adaptasi yang dilakukan masyarakat atas tantangan yang muncul dalam kehidupannya. Setidaknya, dua hal
tersebutlah yang menjadi dasar penelitian tentang penghidupan “pengusaha sampah”
ini dilakukan.
1.2. Tinjauan Pustaka
Sampah, siapa pun pasti mengetahuinya. Ketika masih dibutuhkan, barang sangat dijaga dan diperlakukan dengan baik. Namun, ketika tidak terpakai, barang
dibuang begitu saja tanpa diperdulikan. Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses pemanfaatan atau penggunaan. Sampah
merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di dalam
Universitas Sumatera Utara
proses-proses alam tidak dikenala adanya sampah, yanga ada hanyalah produk- produk tidak bergerak. Sampah bagi setiap orang memang memiliki pengertian relatif
berbeda dan subjektif jika dilihat dari setting pendidikan, social, ekonomi bahkan secara cultural seseorang. Sampah bagi kalangan tertentu bisa menjadi harta
berharga. Hal ini cukup wajar mengingat setiap orang memiliki standar hidup dan kebutuhan berbeda.
Menurut Notoatmodjo 2007: 187, sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, benda padat yang sudah tidak
dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yng sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Sementara itu, pada pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah di jelaskan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia danatau proses
alam yang berbentuk padat. Para ahli kesehatan masyarakat di Amerika membuat batasan, sampah waste adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak
disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya dalam Notoatmodjo, 2007:188.
Sampah menurut WHO adalah, sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan
tidak terjadi dengan sendirinya Budiman, 2007. Sedangkan menurut Enjang 2000 menyatakan bahwa sampah adalah semua zatbenda yang sudah tidak dipakai lagi
baik berasal dari rumah-rumah maupun sisa-sisa proses industri. Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008 mengartikan sampah sebagai benda
yang dibuang karena tidak terpakai dan tidak dapat digunakan lagi. Sejalan dengan
Universitas Sumatera Utara
KBBI, Waste Management Law dalam UU NO. 1371970 pada pasal 2 ayat 1, mendefinisikan sampah sebagai materi dalam wujud padat maupun cair yang dibuang
karena tidak diperlukan lagi. Selanjutnya, Waste Business Journal menambahkan bahwa sampah yang berwujud cair disebut sebagai limbah, sedangkan sampah yang
berwujud padat disebut sampah padat.
Terlepas dari wujudnya, secara umum, sampah itu sendiri dibedakan menjadi dua kategori yaitu: sampah industri dan sampah umum. Sampah industri adalah
sampah yang dihasilkan dari aktivitas produksi Kawasaki 2005:1. Sampah industri pun dibedakan lagi menjadi dua jenis yaitu: sampah industri terkontrol khusus dan
sampah industri lainnya termasuk di dalamnya limbah industri- sementara. Semua sampah di luar kategori sampah industri disebut sebagai sampah umum. Secara garis
besar sampah umum dibagi menjadi tiga yaitu: sampah umum terkontrol khusus, limbah umum dan tinja, dan sampah umum lainnya atau yang lebih dikenal dengan
nama Muncipal Solid Waste NREL 1993: 44; Fujisogokenkyujo 2001: 10; Kawasaki 2005: 1.
Bedasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah terdiri atas: 1 Sampah rumah tangga berasal dari
kegiatan sehari-hari dan rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik ; 2 Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan
industri, kawsan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, danatau fasilitas lainnya ; 3 Sampah spesifik meliputi:
a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun
b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun
Universitas Sumatera Utara
c. Sampah yang timbul akibat bencana
d. Puing bongkaran bangunan
e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; danatau
f. Sampah yang timbul secara tidak periodik. Pasal 2 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
Secara keilmuan, penelitian mengenai persoalan sampah sudah sering dilakukan baik dengan mengaitkan fenomena pengelolaan sampah dengan perilaku
individu dan masyarakat maupun mengaitkannya dengan teknis pengelolaannya. Walaupun demikian, persoalan sampah menurut beberapa hasil penelitian sangat erat
kaitannya dengan pembangunan industrialisasi, pertumbuhan ekonomi peningkatan pendapatan dan jumlah penduduk demografi. Di samping itu, hasil penelitian
terdahulu dianggap penting untuk dijadikan bahan analisis dan pembeda antara penelitian yang dilakukan penulis saat ini dengan penelitian yang telah dilakukan
beberapa peneliti terdahulu. Penelitian Zuska 2008; 306 tentang Relasi Kuasa Antar Pelaku Dalam
Kehidupan Sehari-hari studi kasus di kancah pengelolaan sampah kota- dalam hal ini Kota Depok mengungkapkan bahwa masalah persampahan tidak begitu mudah dapat
diharapkan menemukan solusi tanpa memperhatikan relasi-relasi kuasa yang terbentuk didalamnya. Pemecahan secara yuridis dan teknis juga tidak terlalu
menolong, terlebih apabila pengelolaan sampah yang dimaksud bukan semata-mata untuk membersihkan sampah. pengaitan pengelolaan sampah dengan program
peningkatan retribusi guna menaikkan penerimaan pendapatan asli daerah PAD hanya akan melahirkan ideologi atau rezim retribusi pengumpulan uang sehigga
Universitas Sumatera Utara
mudah menyampingkan kebersihan. Para pihak yang terlibat akan lebih menekankan pengumpulan retribusi dengan cara yang seringkali kurang mendukung tujuan .
mewujudkan kebersihan Selain itu, adapula penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim Candra dari
Universitas Tanjung Pura Pontianak dengan judul: Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga studi kasus di Kelurahan Siantan Tengah
Kecamatan Pontianak Utara. Hasil penelitiannya menunjukkan tingkat partisipasi dalam pengelolaan sampah ditentukan oleh tingkat kemampuan, kemauan dan
kesempatan, yang dibagi kedalam enam indikator; 1 sikap terhadap lingkungan dan program, 2 motivasi untuk terlibat ke dalam program, 3 tingkat pengetahuan
dalam pengelolaan sampah, 4 tingkat keterampilan dalam pengelolaan sampah sebelum adanya program, 5 tingkat pengalaman dalam pengelolaan sampah
sebelum adanya program, 6 manajemen program pengelolaan sampah. Candra, 2012: 18.
Salah satu contoh kasus fenomena sampah yang hadir di kota Medan adalah sampah yang berasal dari komplek perumahan. Kita mengetahui bahwa seiring
dengan tingkat urbanisasi dan fertilitas penduduk yang terjadi yang juga dapat dilihat dari perubahan struktur demografi penduduknya, maka hampir semua kota di dunia
menghadapi kendala dengan ketersediaan pemukiman yang layak. Hal ini merupakan konsekuensi langsung dari tingginya permintaan akan tempat tinggal. Pada kondisi
seperti itu, maka pesatnya perkembangan industri, perdagangan dan jumlah penduduk kota saat ini sudah tidak lagi sesuai dengan daya dukung alamnya yang dibarengi
dengan buruknya manajerial terhadap tata kota dan laju pertumbuhan penduduk.
Universitas Sumatera Utara
Muara akhir dari persoalan itu menuntut solusi penyelesainya yang salah satunya adalah fenomena munculnya kompleks-kompleks perumahan yang dapat menampung
penduduk kota yang semakin padat.
Kehadiran kompleks perumahan dengan beragam konsep orientasi yang ditawarkan juga selalu berasosiasi dengan femomena pengelolaan sampah. Kenyataan
ini dapat dilihat dari adanya kencenderungan bahwa kompleks perumahan yang saat ini banyak muncul di Kota Medan memiliki kelemahan yang paling umum terkait
dengan kondisi terbatasnya tempat pembuangan sampah.
Sekilas, sampah selalu menjadi momok yang menakutkan akibat dampak negatif yang ditimbulkannya. Selain mempengaruhi higienitas dan kualitas
lingkungan, keberadaan sampah senantiasa menimbulkan problematika sosial yang cukup pelik di berbagai pihak. Tak pelak, sampah pun semakin diremehkan dan
dipandang sebelah mata. Padahal, sampah tidak seburuk itu, dengan sedikit kemauan dan kreatifitas berfikir sampah dapat dijadikan sebuah sumber penghasilan yang
menguntungkan seperti apa yang dilakukan oleh sekelompok orang termasuk “pengusaha sampah”. Keadaan lingkungan sosial budaya suatu masyarakat pastilah
dibangun dan dipengaruhi oleh penghuninya melalui interaksi-interaksinya, mereka pelaku-pelaku sendiri atau bersama yang mampu memanfaatkan sumber-sumber
yang dapat dimanfaatkannya untuk mempengaruhi pembentukan “acuan” yang bisa dipakai bersama dalam berinteraksi Zuska 2008 : 60.
Universitas Sumatera Utara
Para “pengusaha sampah” memanfaatkan pandangan negatif masyarakat pada umumnya terhadap sampah sebagai suatu yang tak berguna bahkan cenderung
merugikan menjadi suatu peluang usaha. Layaknya mengubah sampah menjadi emas, itulah suatu perumpamaan yang cocok dikaitkan dengan apa yang dilakukan oleh
“pengusaha sampah” ini. Pandangan mereka terhadap sampah sampah sebagai sesuatu yang bernilai lebih mampu menggali kreatifitas mereka untuk menjadikan
usaha mereka berjalan lancar. Salah satunya adalah usaha pengangkutan dan pemindahan sampah dari kompleks perumahan ke tempat pembuangan
semnatarakhir setelah sebelumnya sampah tersebut diseleksi terlebih dahulu. Para “pengusaha sampah” tersebut dapat meraup untung dari beberapa sisi, diantaranya
dari iuran yang diberikan para pelanggan yang menggunakan jasa mereka dan dari sampah itu sendiri yang nilainya masih bisa dijual atau didaur ulang berdasarkan
jenisnya. Dari sekian banyak cara menggambarkan fenomena sosial termasuk fenomena
sampah dan pengelolaan melalui penelitian, salah satunya dapat menggunakan pendekatan yang bersifat kualitatif. Satu varian dari pendekatan kualitatif yang jamak
digunakan terutama di kalangan penggiat antropologi adalah metode etnografi. Metode etnografi dapat digunakan untuk meneliti perilaku-perilaku manusia
berkaitan dengan perkembangannya dalam setting sosial dan budaya tertentu, misalnya penelitian mengenai perilaku manusia begitupula cara mereka untuk
menjalankan hidupnya. Metode penelitian etnografi dianggap mampu menggali informasi secara
mendalam dengan sumber-sumber yang luas. Dengan teknik “observatory
Universitas Sumatera Utara
participant”, etnografi menjadi sebuah metode penelitian yang unik karena mengharuskan partisipasi peneliti secara langsung dalam sebuah masyarakat atau
komunitas sosial tertentu. Yang lebih menarik, sejatinya metode ini merupakan akar dari lahirnya ilmu antropologi yang kental dengan kajian masyarakat.
Secara harafiah, etnografi berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan field
work selama sekian bulan atau sekian tahun. Etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelitian, dianggap sebagai asal-ususl ilmu
antropologi. Dalam buku “Metode Etnografi” Spardley mengungkap perjalanan etnografi dari mula-mula sampai pada bentuk etnografi baru. Kemudian dia sendiri
juga memberikan langkah-langkah praktis untuk mengadakan penelitian etnografi yang disebutnya sebagai etnografi baru ini Spradley, 1997.
Istilah Etnografi berasal dari kata ethno bangsa dan graphy menguraikan. Etnografi yang akarnya adalah ilmu antropologi pada dasarnya adalah kegiatan
penelitian untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari. Menurut pemikiran yang dirangkum oleh
Mulyana ini, etnografi bertujuan menguraikan suatu budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya baik yang bersifat material, seperti artefak budaya dan yang
bersifat abstrak, seperti pengalaman, kepercayaan norma, dan sistem nilai kelompok yang diteliti. Sedang Frey et al., dalam Mulyana, 2001: 161 mengatakan bahwa
etnografi berguna untuk meneliti perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Uraian tebal thick description berdasarkan pengamatan yang terlibat
observatory participant merupakan ciri utama etnografi.
Universitas Sumatera Utara
Pengamatan yang terlibat menekankan logika penemuan logic of discovery, suatu proses yang bertujuan menyarankan konsep-konsep atau membangun teori
berdasarkan realitas nyata manusia. Metode ini mematahkan keagungan metode eksprimen dan survei dengan asumsi bahwa mengamati manusia tidak dapat dalam
sebuah laboratorium karena akan membiaskan perilaku mereka. Pengamatan hendaknya dilakukan secara langsung dalam habitat hidup mereka yang alami.
Etnografer harus pandai memainkan peranan dalam berbagai situasi karena hubungan baik antara peneliti dengan informaan merupakan kunci penting
keberhasilan penelitian. Untuk mewujudkan hubungan baik ini diperlukan ketrampilan, kepekaan dan seni. Selain ketrampilan menulis, beberapa taktik yang
disarankan adalah taktik “mencuri-dengar” eavesdropping dan taktik “pelacak” tracer, yakni mengikuti seseorang dalam melakukan serangkaian kegiatan
normalnya selama periode waktu tertentu. Dengan penjelasan di atas maka metode etnografi adalah metode yang sangat
reliabel untuk mengupas permasalahan yang ada dalam suatu objek penelitian masyarakat, dalam hal ini adalah pengusaha sampah yang memiliki sebuah terobosan
baru dalam bidang usaha maupun pandangan hidup. Penelitian etnografi dengan model life history juga menjadi pilihan bagi peneliti untuk melakukan penelitian
sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Oscar lewis 1988 dalam bukunya yang berjudul Kisah 5 Keluarga Miskin di Meksiko. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip
yang digunakan lewis, peneliti mencoba menggali lebih dalam tentang apa yang sebenarnya terjadi dan faktor apa yang memunculkan ide dari pengusaha sampah
tersebut untuk menjadi seorang “pengusaha sampah”. Tidak hanya itu, peneliti juga
Universitas Sumatera Utara
berupaya untuk menggali dan memahami strategi yang mereka gunakan untuk membuat dirinya bertahan dengan kondisi nilai masyarakat tentang sampah yang
cenderung akan kontadirktif dengan pandangan mereka.
1.3. Rumusan Masalah