Posmodernisme Dalam Novel Generation X: Tales For Accelerated Culture Dan Bilangan Fu
.--------------------------------------------- ------------.
Kajim LiIlf{lIL-;li/4 Febmali 2()1/J, I I.i - 127
CoprrigiJt RIサ@セHSj
Program 5llIdi l.dilgllislik 5P-s セdェs{@
IS5N 16:93-4660
TahuIl Kc-JO, IVO I
POSMODERNISME DALAM NOVEL GENERATIONX: TALES FOR ACCELERATED CULTURE DAN BILANGAN FU
Numl Nayla Azmi nayla.azmi@gmail.com
Thirhaya Zein
FIB Universitas Sumatera Utara
Abstract
This research is entitled Postmodernism in Novel Generation X: Tale of Accelerated Culture and Bilangan Fu which analyze postmodernism as the concept in both noveL This research is analyzed the postmodernism by theory ofpostmodernism by Baudrillard which divide it into two concept, they are simulacra and hyper reality. The method which is used in this research is descriptive qualitative. The data from this research is word, phrase, clause, nor sentence thatfound in the both object novel ofthe research Generation X: Tales of Accelerated Culture (hereafter abbreviated as GX TOAC) by Douglas Coupland and Bilangan Fu by Ayu Utami. The postmodernism based of Baudrrilard concept, SimulaGTa and hyper reality, are found in both novel and then being compared The findings q{ this research are: simulacra in the novel GX: TOAC electronic media of ,\lTV and Disneyland whereas simulacra in Bilangan FZl are electronic media of Sinetron (Opera soap) and horor moreover technology through gadget and internet. Hyper reality fOlmd in the novel GX:TOAC are in the concept ofthinking and act thus hyper reality in the novel Bilangan Fu are emotion control, thinking concept and orientation
Key words: Pastmodernism, Modrenism, Simulasi. Simulacra, Hyperreality, society
PENDAHULUAN Kesusasteraan merupakan penciptaan manusia yang merupakan representasi dan kehidupan nyata manusia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wellek dan Warren (1996: 109) yakni melalui medium bahasa sebagai media, kesusasteraan menyajikan kehidupan manusia sebagai individu yang merupakan bagian dari suatu masyarakat yang mempunyai nonna dan nilai-nilai pUla. Sebagaimana kehidupan nyata, dalam kesusasteraan terdapat dunia imaji yang sarna dengan realitas seperti masyarakat, pennasalahan sosiaI ataupun nilai moral yang terdapat di dalamnya. Sejarah pemikiran manusia yang berubah secara bertahap pun juga "terekarn" dalam kesasteraan tersebut. Sehingga dapat dikatakan, kesusasteraan juga berperan sebagai dokumentasi sejarah. Hal ini ditegaskan pula oleh Wellek dan Waren (1996: 135) bahwa:
"Memang karya sastra dapat dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran dan filsafat, karena sejarah sastra sejajar dan mencenninkan sejarah pemikiran. Secara langsung ataupun melalui alusi-alusi dalam karyanya, kadang-kadang pengarang menyatakan bahwa ia menganut aliran filsafat tertentu, mempunyai hubungan dengan filsafat-filsafat tertentu, mempunyai hubungan dengan paham-paham dominan pada zamannya atau paling tidak mengetahu garis besar ajaran paham-paham tersebut" Periodesasi pergerakan konsep pemikiran manusia secara sederhana terdiri dari tradisional, modern lalu ada era globalisasi sekarang ini yakni posmodrenisme. Pada saat ini paradigma dan kesadaran pemikiran manusia telah berkembang pesat dan memasuki Pasca Modem atau yang secara umum dikenal dengan istilah posmodemisme. Jika ditinjau secara epistemologi, kata posmodemisme berasal dan bahasa inggris dengan kata modem yang mendapat imbuhan postdan -isme yang sangat menentukan dalam definisi dari kata tersebut. Awalan Post- yang ada pada istilah tersebut merujuk pada beberapa sudut pandang yang berbeda. Akhiran -isme pada
IVimLf NaJia ./Lam
istilah tersebut juga memberikan pengaruh yang cukup krusial pula. Definisi istilah
posmodernisme yang merujuk pada sistem pemikiran ataupun ide-ide tertentu yang dalam hal
iui tentunya bertentangan dengan ide-ide yang terdapat pada periode sebe]umnya yakni
modemisme. Singkatnya, istilah posmodemisme dapat didefmisikan sebagai payung terhadap
segala bentuk apa pun berupa kritik terhadap modemisme. 。ゥョ@セ・ケp
kritik yang diJakukan
tentunya dengan menyajikan modemisme dan posmodemisme secara berdampingan. Dengan
kata lain, mendiskusikan posmodemisme maka tidak lepas dengan menyandingkannya dengan
istilah modemisme.
Hal yang disadari bersama bahwa modemisme mempunyai banyak sekali dampak negatif
terutama pada lingkungan atau alam karena terlalu berfokus pada Iogika serta universalitas saja.
Selain itu pula terdapat tendensi pemm:jinalan pemikiran tradisionaL Pada sisi inilah konsep
posmodemisme berdiri yakni sebagai jembatan keduanya yang mana mengetahui secara
menyeluruh mengenai konsep modemisme yang mengutamakanlogika dan universalitas namun
lantas tidak menyudutkan konsep tradisional sebagai sesuatu yang tidak masuk akal melainkan
menggali nilai-nilai kearifan yang terdapat di dalamnya untuk. menjawab pennasalahan sosial
yang terdapat pada modrenisme. Pada awaJnya posmodemisme ini hanyalah merupakan gerakan
kultural yang bergerak dati barat ke timur namun saat ini telah menyatu pada masyarakat
sebagai bagian dati fenomena sosiaL Sebagai salah satu jenis dari karya sastra, novel pun
menggambarkan fenomena konsepposmodemisme yang menjadi fenomena sosial pula. Novel
GXTOAC karya Douglas Coupland dan Bilongan Fu karya Ayu Utami merupakan dua novel
yang berasal dari dna negara berbeda yakni Amerika Serikat dan Indonesia yang merupakan
representasi dari masyarakat kontemporer pada kedua Negara tersebut Kedua novel memang
sangat dekat dengan kenyataan kehidupan masyarakat kontemporer kedua Negara tersebut
karena dalam proses pembuatannya sendiri pengarang mengadakan penelitian terlebih dahulu
dalam kurun waktu yang cukup lama sebelum akhimya hasil penelitian tersebut diadaptasikan
sebagai sebuah novel. Karena faktor tersebutlah kedua novel ini dijadikan sebagai objek
penelitian karena kedekatannya dengan kenyataan yakni fenomena sosial mengenai konsep
posmodemisme pada masyarakat kontemporer Amerika-Eropa (barat) dan Indonesia (timur).
Dalam penelitian ini terdapat beberapa rumusan masalah yakni sebagai berikut:
1) Bagaimanakah posmodemisme dalam bentuk simulakra dalam novel GX:TOAC karya
Douglas Coupland dan BiZangan Fu karya Ayu Utami?
2) Bagaimanakah posmodernisme dalam bentuk hiperrealitas dalam novel GXTOAC karya
Douglas Coupland dan Bilangan Fu karya Ayu Utami?
3) Bagaimanakah perbandingan posmodemisme dalam bentuk simulakra dan hiperrealitas
dalam novel GX·TOAC dan Bilangan Fu?
Tumpuan utama dalam penelitian ini merupakan konsep posmodemisme yang dilihat
pada kedua novel yakni GXTOAC dan Bi/angan Fu. Memallg, posmodemisme bukaniah
sebuah konsep yang baru namun telah sering dibahas oleh banyak ahli. J. Francois Lyotard
adalah satu contoh pribadi yang telah terpikat dengan konsep tersebut yang lewat karyanya yang
berjudul The Post-Afodern Condition yang mengulas konsep posmodemisme ini. kritikan atas
karya The Grand Narrative (narasi besar) yang dianggap sebagai dongeng hayalan hasil karya
masa Modernitas. Lyotard merumuskan posmodernisme sebagai suatu periode yang mana
sega]a sesuatu itu didelegitimasikan. Yang lebih lanjut direvisinya menjadiintensifikasi
dinamisme, upaya tak henti-hentinya untuk mencari kebaruml, eksperimentasi dan revolusi
kehidupan terus menerus (Sugiharto,1996: 26). Berdasarkan penjelasan tersbeut, dapat disarikan
bahwa Lyotard secara kritis dan keras mengkritik nilai-nilai universal yang diagung-agungkan
oleh modemisme. Tak dapat dipungkiri memang, segala sesuatu dalam kehidupan tidak dapat
dilandasakan pada nilai-nilai yang universal saja karena banyak sekali nilai-nilai kehidupan
yang tidak univelsal namun tetap krusiaL Dengan menguniversalkan segala sesuatu roaka
kehidupan manusia akan terasa kaku padahal manusia terus bergerak dinamis.Teori yang
digunakan dalam novel ini merupakan teori yang berasal dari Jean Baudrillard mengenai konsep
posmodernisme yang terpusat pada dua konsep yakni simulakra dan niperrealitas. Simulakra
adalah ruang dimana mekanisme simulasi berlangsung. Merujuk Baudrillard, terdapat tiga
116
K;giaIJ LiIJ/jui
Kajim LiIlf{lIL-;li/4 Febmali 2()1/J, I I.i - 127
CoprrigiJt RIサ@セHSj
Program 5llIdi l.dilgllislik 5P-s セdェs{@
IS5N 16:93-4660
TahuIl Kc-JO, IVO I
POSMODERNISME DALAM NOVEL GENERATIONX: TALES FOR ACCELERATED CULTURE DAN BILANGAN FU
Numl Nayla Azmi nayla.azmi@gmail.com
Thirhaya Zein
FIB Universitas Sumatera Utara
Abstract
This research is entitled Postmodernism in Novel Generation X: Tale of Accelerated Culture and Bilangan Fu which analyze postmodernism as the concept in both noveL This research is analyzed the postmodernism by theory ofpostmodernism by Baudrillard which divide it into two concept, they are simulacra and hyper reality. The method which is used in this research is descriptive qualitative. The data from this research is word, phrase, clause, nor sentence thatfound in the both object novel ofthe research Generation X: Tales of Accelerated Culture (hereafter abbreviated as GX TOAC) by Douglas Coupland and Bilangan Fu by Ayu Utami. The postmodernism based of Baudrrilard concept, SimulaGTa and hyper reality, are found in both novel and then being compared The findings q{ this research are: simulacra in the novel GX: TOAC electronic media of ,\lTV and Disneyland whereas simulacra in Bilangan FZl are electronic media of Sinetron (Opera soap) and horor moreover technology through gadget and internet. Hyper reality fOlmd in the novel GX:TOAC are in the concept ofthinking and act thus hyper reality in the novel Bilangan Fu are emotion control, thinking concept and orientation
Key words: Pastmodernism, Modrenism, Simulasi. Simulacra, Hyperreality, society
PENDAHULUAN Kesusasteraan merupakan penciptaan manusia yang merupakan representasi dan kehidupan nyata manusia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wellek dan Warren (1996: 109) yakni melalui medium bahasa sebagai media, kesusasteraan menyajikan kehidupan manusia sebagai individu yang merupakan bagian dari suatu masyarakat yang mempunyai nonna dan nilai-nilai pUla. Sebagaimana kehidupan nyata, dalam kesusasteraan terdapat dunia imaji yang sarna dengan realitas seperti masyarakat, pennasalahan sosiaI ataupun nilai moral yang terdapat di dalamnya. Sejarah pemikiran manusia yang berubah secara bertahap pun juga "terekarn" dalam kesasteraan tersebut. Sehingga dapat dikatakan, kesusasteraan juga berperan sebagai dokumentasi sejarah. Hal ini ditegaskan pula oleh Wellek dan Waren (1996: 135) bahwa:
"Memang karya sastra dapat dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran dan filsafat, karena sejarah sastra sejajar dan mencenninkan sejarah pemikiran. Secara langsung ataupun melalui alusi-alusi dalam karyanya, kadang-kadang pengarang menyatakan bahwa ia menganut aliran filsafat tertentu, mempunyai hubungan dengan filsafat-filsafat tertentu, mempunyai hubungan dengan paham-paham dominan pada zamannya atau paling tidak mengetahu garis besar ajaran paham-paham tersebut" Periodesasi pergerakan konsep pemikiran manusia secara sederhana terdiri dari tradisional, modern lalu ada era globalisasi sekarang ini yakni posmodrenisme. Pada saat ini paradigma dan kesadaran pemikiran manusia telah berkembang pesat dan memasuki Pasca Modem atau yang secara umum dikenal dengan istilah posmodemisme. Jika ditinjau secara epistemologi, kata posmodemisme berasal dan bahasa inggris dengan kata modem yang mendapat imbuhan postdan -isme yang sangat menentukan dalam definisi dari kata tersebut. Awalan Post- yang ada pada istilah tersebut merujuk pada beberapa sudut pandang yang berbeda. Akhiran -isme pada
IVimLf NaJia ./Lam
istilah tersebut juga memberikan pengaruh yang cukup krusial pula. Definisi istilah
posmodernisme yang merujuk pada sistem pemikiran ataupun ide-ide tertentu yang dalam hal
iui tentunya bertentangan dengan ide-ide yang terdapat pada periode sebe]umnya yakni
modemisme. Singkatnya, istilah posmodemisme dapat didefmisikan sebagai payung terhadap
segala bentuk apa pun berupa kritik terhadap modemisme. 。ゥョ@セ・ケp
kritik yang diJakukan
tentunya dengan menyajikan modemisme dan posmodemisme secara berdampingan. Dengan
kata lain, mendiskusikan posmodemisme maka tidak lepas dengan menyandingkannya dengan
istilah modemisme.
Hal yang disadari bersama bahwa modemisme mempunyai banyak sekali dampak negatif
terutama pada lingkungan atau alam karena terlalu berfokus pada Iogika serta universalitas saja.
Selain itu pula terdapat tendensi pemm:jinalan pemikiran tradisionaL Pada sisi inilah konsep
posmodemisme berdiri yakni sebagai jembatan keduanya yang mana mengetahui secara
menyeluruh mengenai konsep modemisme yang mengutamakanlogika dan universalitas namun
lantas tidak menyudutkan konsep tradisional sebagai sesuatu yang tidak masuk akal melainkan
menggali nilai-nilai kearifan yang terdapat di dalamnya untuk. menjawab pennasalahan sosial
yang terdapat pada modrenisme. Pada awaJnya posmodemisme ini hanyalah merupakan gerakan
kultural yang bergerak dati barat ke timur namun saat ini telah menyatu pada masyarakat
sebagai bagian dati fenomena sosiaL Sebagai salah satu jenis dari karya sastra, novel pun
menggambarkan fenomena konsepposmodemisme yang menjadi fenomena sosial pula. Novel
GXTOAC karya Douglas Coupland dan Bilongan Fu karya Ayu Utami merupakan dua novel
yang berasal dari dna negara berbeda yakni Amerika Serikat dan Indonesia yang merupakan
representasi dari masyarakat kontemporer pada kedua Negara tersebut Kedua novel memang
sangat dekat dengan kenyataan kehidupan masyarakat kontemporer kedua Negara tersebut
karena dalam proses pembuatannya sendiri pengarang mengadakan penelitian terlebih dahulu
dalam kurun waktu yang cukup lama sebelum akhimya hasil penelitian tersebut diadaptasikan
sebagai sebuah novel. Karena faktor tersebutlah kedua novel ini dijadikan sebagai objek
penelitian karena kedekatannya dengan kenyataan yakni fenomena sosial mengenai konsep
posmodemisme pada masyarakat kontemporer Amerika-Eropa (barat) dan Indonesia (timur).
Dalam penelitian ini terdapat beberapa rumusan masalah yakni sebagai berikut:
1) Bagaimanakah posmodemisme dalam bentuk simulakra dalam novel GX:TOAC karya
Douglas Coupland dan BiZangan Fu karya Ayu Utami?
2) Bagaimanakah posmodernisme dalam bentuk hiperrealitas dalam novel GXTOAC karya
Douglas Coupland dan Bilangan Fu karya Ayu Utami?
3) Bagaimanakah perbandingan posmodemisme dalam bentuk simulakra dan hiperrealitas
dalam novel GX·TOAC dan Bilangan Fu?
Tumpuan utama dalam penelitian ini merupakan konsep posmodemisme yang dilihat
pada kedua novel yakni GXTOAC dan Bi/angan Fu. Memallg, posmodemisme bukaniah
sebuah konsep yang baru namun telah sering dibahas oleh banyak ahli. J. Francois Lyotard
adalah satu contoh pribadi yang telah terpikat dengan konsep tersebut yang lewat karyanya yang
berjudul The Post-Afodern Condition yang mengulas konsep posmodemisme ini. kritikan atas
karya The Grand Narrative (narasi besar) yang dianggap sebagai dongeng hayalan hasil karya
masa Modernitas. Lyotard merumuskan posmodernisme sebagai suatu periode yang mana
sega]a sesuatu itu didelegitimasikan. Yang lebih lanjut direvisinya menjadiintensifikasi
dinamisme, upaya tak henti-hentinya untuk mencari kebaruml, eksperimentasi dan revolusi
kehidupan terus menerus (Sugiharto,1996: 26). Berdasarkan penjelasan tersbeut, dapat disarikan
bahwa Lyotard secara kritis dan keras mengkritik nilai-nilai universal yang diagung-agungkan
oleh modemisme. Tak dapat dipungkiri memang, segala sesuatu dalam kehidupan tidak dapat
dilandasakan pada nilai-nilai yang universal saja karena banyak sekali nilai-nilai kehidupan
yang tidak univelsal namun tetap krusiaL Dengan menguniversalkan segala sesuatu roaka
kehidupan manusia akan terasa kaku padahal manusia terus bergerak dinamis.Teori yang
digunakan dalam novel ini merupakan teori yang berasal dari Jean Baudrillard mengenai konsep
posmodernisme yang terpusat pada dua konsep yakni simulakra dan niperrealitas. Simulakra
adalah ruang dimana mekanisme simulasi berlangsung. Merujuk Baudrillard, terdapat tiga
116
K;giaIJ LiIJ/jui