Komposisi Belanja Negara TA 2009
Grafik 15: Komposisi Belanja Negara TA 2009
Meningkatnya volume belanja negara di tahun 2009 telah dibarengi dengan peningkatan kualitas belanja yang dilakukan Pemerintah melalui: (1) perbaikan efisiensi dan penajaman prioritas belanja, (2) penyusunan anggaran berbasis kinerja; (3) penyusunan kerangka pengeluaran jangka menengah. Sedangkan prioritas belanja negara dalam tahun 2009 diarahkan pada: (1) peningkatan anggaran pendidikan, (2) perbaikan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan, (3) peningkatan stimulus melalui pembangunan sarana dan prasarana pembangunan, dan (4) perlindungan sosial melalui program BOS dan beasiswa pendidikan, Kamkesmas, PNPM, dan BLT.
Selama tahun 2009, komposisi belanja Pemerintah Pusat adalah sebagai berikut: belanja pegawai terealisasi Rp127,67 triliun atau 20,30 persen dari total belanja Selama tahun 2009, komposisi belanja Pemerintah Pusat adalah sebagai berikut: belanja pegawai terealisasi Rp127,67 triliun atau 20,30 persen dari total belanja
Di tahun 2009, alokasi belanja pegawai mengalami kenaikan. Belanja pegawai adalah pengeluaran yang merupakan kompensasi terhadap penyelenggara negara, baik dalam bentuk uang maupun barang yang harus dibayarkan kepada aparatur negara sebagai imbalan atas pekerjaaannya. Kenaikan alokasi ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan alokasi anggaran untuk gaji dan tunjangan dan kontribusi sosial. Sedangkan kebijakan alokasi belanja barang tahun 2009 yang juga meningkat antara lain dalam rangka penyediaan belanja operasional bagi satuan kerja baru, penyediaan dana operasional pengamanan pemilu 2009, dan efisiensi dalam pemeliharaan aset negara. Sedangkan alokasi kewajiban pembayaran bunga utang dilakukan Pemerintah dalam memenuhi kewajiban pembayaran bunga utang secara tepat waktu seperti pemanfaatan dan pengelolaan utang akan dilakukan secara bijaksana, agar beban pembayaran bunga cicilan pokok utang di masa-masa mendatang tetap dalam batas kemampuan ekonomi. Alokasi anggaran bantuan sosial tahun 2009 terdiri dari alokasi dana penanggulangan bencana alam, alokasi bantuan sosial yang disalurkan kepada masyarakat melalui berbagai kementerian negara/lembaga dan alokasi dana penanggulangan bencana alam.
APBN sebagai piranti kebijakan Pemerintah yakni memiliki fungsi stabilisasi antara lain digunakan untuk penyediaan berbagai jenis subsidi baik berupa subsidi harga barang- barang kebutuhan pokok (price subsidies), maupun subsidi ke objek sasaran (targeted subsidies). Realisasi belanja subsidi tahun 2009 yang mencapai Rp138,08 triliun dialokasikan untuk subsidi perusahaan negara Rp137,01 triliun yakni antara lain untuk subsidi BBM dan non-BBM dan subsidi perusahaan swasta Rp1,07 triliun.
Boks 3: Tren Penyerapan Anggaran Belanja TA 2009
Penyerapan anggaran belanja yang cenderung tidak optimal dari tahun ke tahun (underspending of budget appropriations) dan tren penyerapannya yang cenderung tereskalasi pada akhir tahun menjadi beberapa isu penting dalam aspek pelaksanaan anggaran. Reformasi manajemen keuangan negara mengakomodasi kendala tersebut dengan memperkenalkan berbagai best practice terutama terkait dengan pengganggaran dan aspek perbendaharaan yang menekankan pada manajemen kas yang efisien.
Peningkatan nilai nominal yang dialokasikan dari tahun ke tahun dalam APBN adalah penjelasan yang dapat diberikan terkait dengan fenomena terjadinya gap yang signifikan antara pagu dan realisasinya. Pemerintah juga mencermati dan terus memperbaiki proses kerja yang ditengarai juga menjadi penyebab tren penyerapan yang tidak optimal. Salah satu kendala di area ini adalah proses pengadaan barang dan jasa yang rigid yang mensyaratkan procurement formalities dalam mekanisme pencairan dana. Dengan penguatan treasury function dalam reformasi telah terobservasi bahwa tren penyerapan anggaran dari tahun ke tahun semakin membaik.
Penyerapan anggaran belanja pemerintah pusat berfluktuasi dari bulan ke bulan sepanjang tahun 2008. Tren belanja negara merupakan jumlah dari tren belanja pemerintah pusat dan tren transfer ke daerah.