HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengukuran Debit

Teknik pengukuran debit sungai Bendo Kecamatan Glagah dilakukan dengan media pelampung dan bangunan air berupa bendung di Desa Kampung Anyar, sedangkan pengukuran debit sungai Antogan Kecamatan Kalipuro dilakukan dengan media pelampung. Adapun teknik pengukuran debit sungai di lapangan dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Mengukur kecepatan arus dengan pelampung dan penampang melintang sungai. Jika digunakan alat pelampung, pengukur arus kecepatan dapat dilakukan

dengan mudah meskipun permukaan air sungai tinggi. Tempat yang dipilih untuk keperluan ini haruslah merupakan bagian sungai yang harus dengan perubahan lebar, kedalaman dan gradien sungai yang kecil. Seperti terlihat pada Gambar 5.1. Tiang-tiang pengamatan dipancangkan di dua titik yang berjarak 50 – 100 meter. Pelampung di garis pelampung yang terletak 20 meter sebelum garis 1. Waktu tempuh pelampung di antara dua buah garis pengamatan (garis 1 dan garis 2) diukur dengan stopwatch.

Setelah kecepatan arus dihitung, maka diadakan perhitungan debit, yaitu sama dengan kecepatan dikalikan luas penampang basah sungai. Biasanya digunakan 3 sampai dengan 5 buah pelampung, dan kecepatannya diambil kecepatan rata-ratanya. Mengingat arah tempuh pelampung dapat berubah-ubah akibat adanya pusaran-pusaran air, maka nilai yang didapat dari pelampung yang arahnya sangat menyimpang harus ditiadakan.

Karena kecepatan aliran yang diperoleh bukan kecepatan aliran rata-rata, tapi kecepatan aliran maksimum dalam sungai, maka ia harus dikalikan dengan angka tetapan 0,75 (keadaan dasar sungai kasar) atau 0,85 (keadaan dasar sungai lebih halus) untuk memperoleh angka rata-rata kecepatan aliran.

Gambar 5.1 Pengukuran Debit Menggunakan Pelampung (JICA-Tokyo Electric Power Services co. Ltd ; Nippon Koei co. Ltd, 2003)

2. Menggunakan bangunan pengukur debit, seperti bendung, ambang tetap dan sebagainya. Jika debit air kecil dan penggunaan current meter atau metode pengukuran

pelampung tidak mungkin dilakukan, maka debit dapat diukur menggunakan bendung seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.2 dibawah dan debit air diukur dengan mengukur kedalaman limpahan air pada sungai. Pada metode ini, debit air dapat diperoleh dengan rumus berikut :

Q=C.L.h 1,5 (5.1)

C = 1 , 838 ⎛+ ⎜ 1 ⎟ 1 −

Q = debit (m 3 /det)

h = kedalaman limpahan air (m)

C = koefisien debit air (m 0.5 /dt)

L = lebar dari bukaan bendung (m)

Gambar 5.2 Pengukuran Debit Menggunakan Bendung (JICA-Tokyo Electric Power Services co. Ltd ; Nippon Koei co. Ltd, 2003)

Berikut adalah hasil pengukuran debit aliran dasar (Base Flow) di lapangan lokasi studi perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mini / Mikro Hidro (PLTMH).

Tabel 5.1 Data Pengukuran Debit Aliran Dasar Sungai Pengamatan (Base Flow) Kecamatan

Desa

Sungai

V (m/s)

A (m 2 ) Q (m 3 /s)

Glagah Kampung Anyar Kali Bendo 0.13 0.99 0.13 Gombengsari,

Kalipuro

0.28 0.27 0.07 Sumberwaru

Kali Antogan

Sumber : Hasil Pengukuran dan Perhitungan, 2012

Dari hasil pengukuran debit tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa debit dasar rata-rata di Sungai Bendo Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah

yaitu sebesar 0,13 m 3 /s, sedangkan aliran dasar di Sungai Antogan Desa Sumberwaru, Kelurahan Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten

Banyuwangi sebesar 0,07 m 3 /s. Dokumentasi hasil survei dan pengukuran debit dapat dilihat pada Gambar

berikut.

Gambar 5.3 Survei Lokasi Air Terjun Antogan Ketinggian 15 m di Desa Sumberwaru, Kel. Gombengsari, Kec. Kalipuro (Dokumentasi, 2011)

Gambar 5.4 Pengukuran Debit Di Upstream Air Terjun Antogan

(Dokumentasi, 2011)

Gambar 5.5 Pengukuran Lebar Penampang Basah Sungai Di Upstream Kali

Bendo (Dokumentasi, 2011)

Gambar 5.6 Pengukuran Tinggi Muka Air Kali Bendo (Dokumentasi, 2011)

Gambar 5.7 Pengukuran Kecepatan Aliran Kali Bendo Dengan Stopwatch

(Dokumentasi, 2011)

Gambar 5.8 Penentuan Titik Lokasi Air Terjun Dan Pengukuran Ketinggian Air

Terjun Dengan Alat GPS (Dokumentasi, 2011)

(a) (b)

Gambar 5.9 Pengukuran Debit di Upstream Air Terjun Kampung Anyar Menggunakan Bendung Irigasi Teknis (Dokumentasi, 2011) (a) Pengukuran Bentang Bendung; (b) Pengukuran Tinggi Muka Air

5.2 Curah Hujan Maksimum Tahunan

Data curah hujan sangat diperlukan dalam analisa permodelan dan peramalan hujan – debit dalam suatu daerah aliran sungai. Data curah hujan didapat dari alat ukur curah hujan pada stasiun – stasiun penakar hujan. Untuk mendapatkan data curah hujan di Daerah Aliran Sungai Bendo, harus menggunakan data curah hujan harian atau tahunan selama beberapa tahun yang terukur pada stasiun – stasiun hujan di sekitar DAS Bendo, Kecamatan Glagah. Terdapat 8 stasiun penakar hujan yang letaknya berdekatan dengan DAS Bendo, yaitu stasiun Banyuwangi Cabang Dinas, Licin, Dadapan, Kabat, Songgon, Tambong, Kawah Ijen, dan Glagah.

Tabel 5.2 Data Curah Hujan Maksimum DAS Bendo, Kecamatan Glagah

Stasiun Hujan (mm)

No. Tahun

Tambong Kawah Ijen Glagah 1 2000

Bwi Cab. Dinas

70 57 116 CH Maks Tahunan

Sumber : UPT PSDA WS Sampean Baru Kab. Bondowoso Diolah, 2012

Dari Tabel 5.2 dapat diambil kesimpulan bahwa di Daerah Aliran Sungai Bendo curah hujan maksimum sebesar 95 mm sampai dengan 164 mm. Pada stasiun hujan Glagah sendiri memiliki tebal curah hujan sebesar 116 mm. Data- data curah hujan maksimum ini selanjutnya akan diuji kekonsistensian dan abnormalitas curah hujan.

Sedangkan pada Daerah Aliran Sungai Antogan, Kecamatan Kalipuro memiliki 4 stasiun hujan yang berdekatan yaitu stasiun hujan Banyuwangi Cabang

Dinas, Licin, Wongsorejo, dan Kalipuro. Data-data curah hujan maksimum di DAS Antogan dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Data Curah Hujan Maksimum DAS Antogan, Kecamatan Kalipuro

Stasiun Hujan (mm)

No. Tahun

Wongsorejo Kalipuro 1 2000

Bwi. Cab. Dinas

58 85 CH Maks Tahunan

186 Sumber : UPT PSDA WS Sampean Baru Kab. Bondowoso Diolah, 2012

Curah hujan maksimum di DAS Antogan Kecamatan Kalipuro adalah sebesar 107 mm sampai dengan 186 mm. Analisa data curah hujan pada DAS Antogan ini sebagai pembanding atau verifikasi data dalam menganalisa data curah hujan di DAS Bendo, sekaligus sebagai pembanding dalam analisa kelayakan finansial dalam perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro (PLTMH).

5.3 Uji Konsistensi Data Curah Hujan

Setelah dilakukan perhitungan dan analisa terhadap data curah hujan pada

8 stasiun hujan di DAS Bendo dan juga 4 stasiun hujan pada DAS Antogan, ternyata diketahui tidak adanya perubahan trendline data pada tahun 2000 s/d 2010, jadi tidak adanya koreksi pada data curah hujan tahunannya. Perhitungan dan grafik lengkung massa gandanya dapat dilihat pada Lampiran. Untuk hasil 8 stasiun hujan di DAS Bendo dan juga 4 stasiun hujan pada DAS Antogan, ternyata diketahui tidak adanya perubahan trendline data pada tahun 2000 s/d 2010, jadi tidak adanya koreksi pada data curah hujan tahunannya. Perhitungan dan grafik lengkung massa gandanya dapat dilihat pada Lampiran. Untuk hasil

Tabel 5.4 Rekapitulasi Konsistensi Data Curah Hujan DAS Bendo Glagah No.

R² Keterangan 1 Banyuwangi Cab. Dinas

Stasiun Hujan

Kode Sta.

Persamaan

0.9934 Konsisten 2 Licin

y = 1.1052x - 24.079

0.9968 Konsisten 3 Dadapan

y = 1.0735x + 37.559

0.9935 Konsisten 4 Kabat

y = 0.9736x + 23.605

0.9947 Konsisten 5 Songgon

y = 0.8066x + 14.595

0.9944 Konsisten 6 Tambong

195a

y = 1.5131x - 107.09

0.9971 Konsisten 7 Kawah Ijen

y = 0.9081x - 4.4515

0.9817 Konsisten 8 Glagah

y = 0.7046x + 53.39

y = 0.9601x + 0.49

0.9987 Konsisten

Sumber : Hasil Analisa dan Perhitungan, 2012

Dari hasil uji konsistensi data hujan dan persamaan dari grafik lengkung massa ganda di tiap stasiun hujan di DAS Bendo pada Tabel 5.4 ini dapat diketahui bahwa nilai regresi (R 2 ) di tiap stasiun hujan mendekati satu (R 2 ≈ 1), sehingga bisa dikatakan tidak ada perubahan trendline dan data hujan di tiap stasiun hujan dapat dinyatakan konsisten serta tidak ada koreksi data curah hujan tahunannya. Jadi data curah hujan DAS Bendo Kecamatan Glagah dapat digunakan perhitungan selanjutnya yaitu untuk mencari debit banjir rancangan untuk perencanaan PLTMH.

Tabel 5.5 Rekapitulasi Konsistensi Data Curah Hujan DAS Antogan Kalipuro No.

R² Keterangan 1 Banyuwangi Cab. Dinas

Stasiun Hujan

Kode Sta.

Persamaan

0.9732 Konsisten 2 Licin

y = 1.2354x - 125.71

0.9961 Konsisten 3 Wongsorejo

y = 1.2211x - 39.505

0.9907 Konsisten 4 Kalipuro

182.A

y = 1.0379x - 31.875

y = 0.5644x + 176.14

0.9420 Konsisten

Sumber : Hasil Analisa dan Perhitungan, 2012

Begitupula pada data curah hujan di DAS Antogan Kecamatan Kalipuro seperti terlihat pada Tabel 5.5, dapat dikatakan bahwa tidak ada perubahan trendline dan data hujan di tiap stasiun hujan dapat dinyatakan konsisten serta

tidak ada koreksi data curah hujan tahunannya, karena nilai regresi (R 2 ) di tiap stasiun hujan mendekati satu (R 2 ≈ 1).

5.4 Curah Hujan Rerata Wilayah

Hujan yang terjadi dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau terjadi hanya bersifat setempat. Hujan yang terjadi hanya setempat saja maka hanya mendapat curah hujan di daerah itu saja. Sedangkan di suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata- rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.

Untuk Daerah Aliran Sungai Bendo dan Antogan, metode pendekatan dalam mencari rerata curah hujan areal yang digunakan yaitu metode rata – rata aritmatik, dimana hasilnya bisa dilihat pada Tabel 5.6 dan Tabel 5.7.

Tabel 5.6 Curah Hujan Rerata Daerah Tahunan DAS Bendo Kec. Glagah

No. T ahun B wi C ab. Dinas

D a dapa n K abat S ong g on T a mbong K awah Ijen G lagah C H (mm) 1 2000

L icin

76 64 82 84 Sumber : Hasil Perhitungan, 2012

Dari Tabel 5.6 dapat dilihat curah hujan rerata daerah tahunan di DAS Bendo. Curah hujan maksimum tahunan yaitu sebesar 101 mm, curah hujan minimum tahunan sebesar 70 mm dan curah hujan rata - rata daerah yaitu sebesar

84 mm.

Tabel 5.7 Curah Hujan Rerata Daerah Tahunan DAS Antogan Kec. Kalipuro No. Tahun

Bwi Cab Dinas

Licin

Wongsorejo Kalipuro

CH (mm)

Rata - Rata

Sumber : Hasil Perhitungan, 2012

Dari Tabel 5.7 dapat dilihat curah hujan rerata daerah tahunan di DAS Antogan yaitu sebesar 82 mm. Curah hujan maksimum tahunannya yaitu sebesar 112 mm, curah hujan minimum tahunan sebesar 61 mm.

5.5 Curah Hujan Rancangan

5.5.1 Uji Abnormalitas Curah Hujan

Pada perhitungan curah hujan, yang mungkin hanya harga ekstrim (maksimum dan minimum) harus diperiksa terlebih dahulu abnormalitasnya. Hasil perhitungan akan sangat berbeda jika data ini dimasukkan dalam perhitungan.

Perkiraan penyingkiran data hanya berlaku untuk harga-harga maksimum dan minimum. Misalkan harga abnormalitasnya (harga yang akan diperiksa) Xe

dan laju abnormalitasnya adalah ε 0 , maka harga penyingkirannya yang terbatas

ε 0 . Dengan laju resiko

0 γ dinyatakan dalam persamaan : (5.3)

Untuk memperkirakan harga abnormalitas dapat dipakai rumus IWAI, yaitu :

Log (Xe + b) = Log (Xo + b) ± ε.Sx (5.4)

⎡ log( Xe + b ) ⎤ ⎢ log( Xo + b ) ⎥

γε = ⎣ ⎦ (5.5) Sx

Jika γε < ε 0 , maka data yang diperiksa dapat disingkirkan.

i 1 [ log = xi ( + n b ∑ ) ] (5.7)

i 1 log ( xi + b n (5.8) ∑ = )

Harga perkiraan pertama dari Xo :

1 n Log X 0 =

i 1 log xi n (5.9) ∑ =

Perkiraan harga b :

log (5.10)

bi

m= (5.11) Xs 2 . Xt − X

bi = 0 (5.12)

2 X 0 − ( Xs + Xt )

Hasil analisa perhitungan uji abnormalitas data curah hujan berdasarkan perumusan IWAI KADOYA pada masing-masing daerah aliran sungai adalah sebagai berikut :

A. DAS Bendo, Kecamatan Glagah

T abel 5.8 Uji Abnormalitas Data C urah Hujan Untuk Harga Maksimum No.

Xi L og Xi

Xi +b L og (X i + b) L og (X i + b)^2

T otal 19.153

R erata 1.915

S umber : Has il perhitungan, 2012

T otal

P E R HIT UNG AN γε UNT UK X ε = 101 (MAK S )

Xo = 2.569 = X ^2

6.601 Sx =

1/c = ((2n)/(n‐1)) 1/2 * (X 2 rerata ‐X o 2 ) 1/2

(X ε + b) = 389.237 (X o + b) = 370.512

γε = 2.1888 ε o =

0.0051 K E S IMP UL AN :

K arena nilai γε > εo, maka data tidak dapat disingkirkan.

T abel 5.9 Uji Abnormalitas Data C urah Hujan Untuk Harga Minimum No.

Xi L og Xi

Xi +b L og (X i + b) L og (X i + b)^2

T otal 19.315

R erata 1.931

S umber : Has il perhitungan, 2012

T otal

P E R HIT UNG AN γε UNT UK X ε = 70 (MIN)

Xo = 2.467 = X ^2

6.086 Sx =

1/c = ((2n)/(n‐1)) 1/2 * (X 2 rerata ‐X 2 o ) 1/2

(X ε + b) = 276.966 (X o + b) = 292.795

γε = 1.8699 ε o =

0.0051 K E S IMP UL AN :

K arena nilai γε > εo, maka data tidak dapat disingkirkan.

B. DAS Antogan, Kecamatan Kalipuro

T abel 5.10 Uji Abnormalitas Data C urah Hujan Untuk Harga Maksimum No.

Xi L og Xi

Xi +b L og (X i + b) L og (X i + b)^2

T otal 18.928

R erata 1.893

S umber : Has il perhitungan, 2012

T otal

P E R HIT UNG AN γε UNT UK X ε = 112 (MAK S )

Xo = 2.591 = X ^2

6.713 Sx =

1/c = ((2n)/(n‐1)) 1/2 * (X 2 rerata ‐X o 2 ) 1/2

(X ε + b) = 422.684 (X o + b) = 389.317

γε = 3.2370 ε o =

0.0051 K E S IMP UL AN :

K arena nilai γε > εo, maka data tidak dapat disingkirkan.

T abel 5.11 Uji Abnormalitas Data C urah Hujan Untuk Harga Minimum No.

Xi L og Xi

Xi +b L og (X i + b) L og (X i + b)^2

T otal 19.192

R erata 1.919

S umber : Has il perhitungan, 2012

T otal

P E R HIT UNG AN γε UNT UK X ε = 61 (MIN)

Xo = 2.191 = X ^2

4.800 Sx =

1/c = ((2n)/(n‐1)) 1/2 * (X 2 rerata ‐X 2 o 1/2 )

71.747 (X ε + b) = 132.497

(X o + b) = 154.772

γε = 2.0565 ε o =

0.0051 K E S IMP UL AN :

K arena nilai γε > εo, maka data tidak dapat disingkirkan.

5.5.2 Curah Hujan Rancangan Dengan Metode Log Person III

Setelah data curah hujan telah lulus uji konsistensi dan uji abnormalitas data hujan, langkah selanjunya adalah menganalisa curah hujan rancangan dengan metode Log Person III.

Langkah-langkah dalam menganalisa curah hujan rancangan dengan metode Log Person III adalah sebagai berikut :

1. Hitung Skewness (Cs) :

i = 1 ( log Xn log Cs x

n − 1 n − 2 ) . Si

log 2 Xi − log x Si

= (5.14) n − 1

2. Hitung Curah Hujan Rancangan :

G = Lihat tabel ”Distribusi Log Person III (Nilai G)” di Lampiran. x

= Besar curah hujan rancangan dengan kala ulang tertentu. Si = Standart Deviasi

Berikut hasil analisa curah hujan rancangan Log Person III dari tiap-tiap daerah aliran sungai.

A. DAS Bendo, Kecamatan Glagah

Tabel 5.12 Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah Hujan Rancangan Metode Log Person I I I

No. CH Maks Xi

(Log Xi - Log Xr )^3 (Log Xi - Log Xr )^4 (mm)

Log Xi

(Log Xi - Log Xr )

(Log Xi - Log Xr )^2

S umber : Has il perhitungan, 2012

Dari hasil analisa parameter dasar statistik, diperoleh nilai-nilai sebagai berikut :

• Log Xi rerata (Log Xr) = 1.92 • Standart Deviasi (Si) = 0.05 • Koefisien Skewness (Cs) =

• Koefisien Kurtosis (Ck) = -1.04

Tabel 5.13 Perhitungan Curah Hujan Rancangan Log Person I I I Dengan Kala Ulang T

Xt (Tahun)

G Log Xt

(Dari Tabel Nilai G)

2.0519 113 Sumber : Hasil perhitungan, 2012

Keterangan : - Koefisien Pengaliran untuk Perencanaan Saluran Pembawa & Pembuang = 0,25 - Koefisien Pengaliran untuk Perencanaan Pelimpah = 0,71 - Koefisien Pengaliran Rata - Rata untuk Tata Guna Lahan = 0,50

Dari perhitungan curah hujan rancangan metode Log Person III dengan berbagai kala ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 30, 50, 100, dan 200 tahun di DAS Bendo menghasilkan curah hujan rancangan minimum sebesar 63 mm pada kala ulang 1 tahunan dan curah hujan rancangan maksimum sebesar 113 mm pada kala ulang 200 tahunan. Di dalam perencanaan PLTMH di DAS Bendo ini menggunakan kala ulang perencanaan 25 tahunan dengan curah hujan rancangan sebesar 103 mm.

B. DAS Antogan, Kecamatan Kalipuro

Tabel 5.14 Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah Hujan Rancangan Metode Log Person I I I

No. CH Maks Xi

(Log Xi - Log Xr )^3 (Log Xi - Log Xr )^4 (mm)

Log Xi

(Log Xi - Log Xr )

(Log Xi - Log Xr )^2

S umber : Has il perhitungan, 2012

Dari hasil analisa parameter dasar statistik, diperoleh nilai-nilai sebagai berikut :

• Log Xi rerata (Log Xr) = 1.91 • Standart Deviasi (Si) = 0.07 • Koefisien Skewness (Cs) =

• Koefisien Kurtosis (Ck) = 0.39

Tabel 5.15 Perhitungan Curah Hujan Rancangan Log Person I I I Dengan Kala Ulang T

Xt (Tahun)

G Log Xt

(Dari Tabel Nilai G)

2.1140 130 Sumber : Hasil perhitungan, 2012

Keterangan : - Koefisien Pengaliran untuk Perencanaan Saluran Pembawa & Pembuang = 0,25 - Koefisien Pengaliran untuk Perencanaan Pelimpah = 0,71 - Koefisien Pengaliran Rata - Rata untuk Tata Guna Lahan = 0,50

Dari perhitungan curah hujan rancangan metode Log Person III dengan berbagai kala ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 30, 50, 100, dan 200 tahun di DAS Antogan menghasilkan curah hujan rancangan minimum sebesar 57 mm pada kala ulang 1 tahunan dan curah hujan rancangan maksimum sebesar 130 mm pada kala ulang 200 tahunan. Di dalam perencanaan PLTMH di DAS Antogan ini menggunakan kala ulang perencanaan 25 tahunan dengan curah hujan rancangan sebesar 110 mm.

5.5.3 Probabilitas

Probabilitas kejadian suatu peristiwa ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya kejadian terhadap jumlah kejadian yang mungkin dan yang tidak mungkin (berpeluang dan yang tidak berpeluang atau yang terjadi dan yang tidak terjadi). Kejadian suatu peristiwa biasanya dinamakan keberhasilan (success), sedangkan kejadian yang tidak mungkin disebut kegagalan (failure). Sudah barang tentu probabilitas kejadian tidak dapat lebih dari 1, sedangkan probabilitas kegagalan tidak kurang dari 0. Probabilitas sama dengan 1 merupakan peristiwa pasti (sure event).

Menurut definisi tersebut di atas, probabilitas keberhasilan adalah :

p p ( X ) = (5.16) n

sedangkan untuk kegagalan :

= 1 − = 1 − p ( X ) (5.17)

nn

dengan : p(X) = probabilitas keberhasilan p= banyaknya keberhasilan n

= jumlah keberhasilan dan kegagalan q(X) = probabilitas kegagalan n – p = jumlah kegagalan

Dari rumus diatas didapat p(X) + q(X) = 1, dengan kata lain jumlah probabilitas keberhasilan dan probabilitas kegagalan selalu sama dengan 1, jadi salah satu menjadi komplemen yang lain.

Berikut hasil uji probabilitas curah hujan rerata daerah untuk dalam perencanaan curah hujan rancangan kala ulang pada tiap-tiap daerah aliran sungai.

A. DAS Bendo, Kecamatan Glagah

Tabel 5.16 Uji Probabilitas Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah Hujan Rancangan

Tahun Curah Hujan

Tahun

Xi

(Xi - Xr)^ 2

Probability

Rerata

P = (m/ (n + 1))* 100

Sumber : Hasil perhitungan, 2012

G rafik

E xtreme P robability

60 y = 12.559L n(x) + 37.754

P r o b ab ility

Gambar 5.10 Grafik Extreme Probability Data Curah Hujan Rancangan Metode Log Person III di DAS Bendo (Hasil Analisa, 2012)

Dilihat dari grafik extreme probability di atas, menunjukkan bahwa persamaan garis linear adalah y = 12.559Ln(x) + 37.754 dengan nilai garis

regresinya adalah R 2 = 0,8749. Dilihat dari nilai regresi grafik tersebut yang mendekati nilai 1 (R 2 ≈ 1). Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa data curah hujan

rancangan dengan metode Log Person III di DAS Bendo tersebut dapat dinyatakan telah lolos uji probabilitas dan data curah hujan tersebut dapat digunakan untuk perhitungan selanjutnya dalam perencanaan PLTMH.

B. DAS Antogan, Kecamatan Kalipuro

Tabel 5.17 Uji Probabilitas Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah Hujan Rancangan

Tahun Curah Hujan

Probability Rerata

Tahun

Xi

(Xi - Xr)^ 2

P = (m/ (n + 1))* 100 (mm)

Sumber : Hasil perhitungan, 2012

G rafik

E xtreme P robability

y = 16.552L n(x) + 20.313

P roba bility

Gambar 5.11 Grafik Extreme Probability Data Curah Hujan Rancangan Metode Log Person III di DAS Antogan (Hasil Analisa, 2012)

Dilihat dari grafik extreme probability di atas, menunjukkan bahwa persamaan garis linear adalah y = 16.552Ln(x) + 20.313 dengan nilai garis regresinya adalah R 2 = 0,779. Dilihat dari nilai regresi grafik tersebut yang Dilihat dari grafik extreme probability di atas, menunjukkan bahwa persamaan garis linear adalah y = 16.552Ln(x) + 20.313 dengan nilai garis regresinya adalah R 2 = 0,779. Dilihat dari nilai regresi grafik tersebut yang

dinyatakan telah lolos uji probabilitas dan data curah hujan tersebut dapat digunakan untuk perhitungan selanjutnya dalam perencanaan PLTMH.

5.6 Analisis Hidrograf Banjir Rancangan

5.6.1 Sebaran Hujan Jam-Jaman

Berdasarkan pengamatan di Indonesia, hujan terpusat tidak lebih dari 7 jam, maka dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat 6 jam sehari. Distribusi hujan jam – jaman dihitung dengan menggunakan model “MONONOBE” dengan rumus sebagi berikut :

24 ⎡ t ⎤ T =

(5.18) t ⎢⎣ T ⎥⎦

t = 6 jam, maka : R

6 ⎢⎣ T ⎥⎦

Dengan : R T = Rerata intensitas hujan dari awal sampai jarak ke T (mm/jam) R 24 = Curah hujan efektif dalam 1 hari (mm/jam)

T = Waktu dari awal hujan sampai ke T (jam) t

= Lamanya hujan terpusat = 6 jam

Untuk : T = 1 jam, R 1 =

= 0,551.R 24

T = 2 jam, R 2 =

= 0,347.R 24

T = 3 jam, R 3 =

= 0,265.R 24

T = 4 jam, R 4 =

= 0,218.R 24

T = 5 jam, R 5 =

= 0,188.R 24

T = 6 jam, R 6 =

= 0,167.R 24

5.6.2 Nisbah Hujan Jam-Jaman

R t =t.R T –(t-1)(R T -1 ) (5.19)

Dimana : R t

= Curah hujan pada jam ke T R(t-1)

= Intensitas hujan dalam (t-1) T

= Waktu konsentrasi / lamanya hujan terpusat

R T = Rerata intensitas hujan dalam T jam

Untuk :

t = 1 jam, Rt 1 = 1 . 0,551 R 24 –(1-1)(R 0 ) = 0,551 R 24 –0 = 0,551 R 24

t = 2 jam, Rt 2 = 2 . 0,347 R 24 –(2-1)(R 1 ) = 0,694 R 24 – 0,551 R 24 = 0,143 R 24 t = 3 jam, Rt 3 = 3 . 0,265 R 24 –(3-1)(R 2 ) = 0,795 R 24 – (2 . 0,347 R 24 ) = 0,101 R 24 t = 4 jam, Rt 4 = 4. 0,218 R 24 –(4-1)(R 3 ) = 0,872 R 24 – (3 . 0,265 R 24 ) = 0,077 R 24 t = 5 jam, Rt 5 = 5 . 0,188 R 24 –(5-1)(R 4 ) = 0,94 R 24 – (4 . 0,218 R 24 ) = 0,068 R 24 t = 6 jam, Rt 6 = 6 . 0,167 R 24 –(6-1)(R 5 )

= 1,002 R 24 – (5 . 0,188 R 24 ) = 0,062 R 24

Jadi : Waktu Hujan (jam)

Nisbah / Ratio Hujan

5.6.3 Hujan Netto Jam-Jaman

Hujan netto adalah bagian dari hujan total yang menghasilkan limpasan langsung. Untuk mencari hujan netto digunakan rumus :

Rn = C . R (5.20)

Dimana : Rn = Hujan netto (mm)

C = Koefisien pengaliran R = Curah hujan rancangan (mm)

Hasil analisa hujan netto jam-jaman pada masing-masing daerah aliran sungai dapat dilihat pada Tabel 5.18 sampai dengan Tabel 5.21.

A. DAS Bendo, Kecamatan Glagah

Hasil analisa distribusi frekuensi hujan netto di DAS Bendo dapat dilihat pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto

Periode R

C saluran

C pelimpah

C lahan

Rn rerata

(Tahun) (mm)

Sumber : Hasil perhitungan, 2012

Diketahui bahwa hujan netto pada kala ulang perencanaan 25 tahun adalah sebesar 73 mm. Hujan netto kala ulang 25 tahun ini merupakan hasil analisa yang akan digunakan dalam perencanaan PLTMH di DAS Bendo. Sedangkan pada Tabel 5.19 menunjukkan hujan netto jam-jaman dimana pada kala ulang 25 tahunan memiliki distribusi hujan jam-jaman antara 4,53 mm/jam sampai dengan 40,24 mm/jam.

Tabel 5.19 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto Jam - Jaman

Curah Hujan Netto Jam-jaman (mm/jam)

Jam ke

Rt 1.01 Th

1 0,551.R 24 8.67 11.57 25.55 26.87 28.09 40.24 40.72 41.63 42.90 44.09 2 0,143.R 24 2.25 3.00 6.63 6.97 7.29 10.44 10.57 10.80 11.13 11.44 3 0,101.R 24 1.59 2.12 4.68 4.93 5.15 7.38 7.46 7.63 7.86 8.08 4 0,077.R 24 1.21 1.62 3.57 3.76 3.93 5.62 5.69 5.82 5.99 6.16 5 0,068.R 24 1.07 1.43 3.15 3.32 3.47 4.97 5.03 5.14 5.29 5.44 6 0,062.R 24 0.98 1.30 2.87 3.02 3.16 4.53 4.58 4.68 4.83 4.96

Sumber : Hasil perhitungan, 2012

B. DAS Antogan, Kecamatan Kalipuro

Hasil analisa distribusi frekuensi hujan netto di DAS Antogan dapat dilihat pada Tabel 5.20.

Tabel 5.20 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto

Periode R

C saluran

C pelimpah

C lahan

Rn rerata

(Tahun) (mm)

Sumber : Hasil perhitungan, 2012

Diketahui bahwa hujan netto pada kala ulang perencanaan 25 tahun adalah sebesar 78 mm. Hujan netto kala ulang 25 tahun ini merupakan hasil analisa yang akan digunakan dalam perencanaan PLTMH di DAS Antogan. Sedangkan pada Tabel 5.21 menunjukkan hujan netto jam-jaman dimana pada kala ulang 25 tahunan memiliki distribusi hujan jam-jaman antara 4,84 mm/jam sampai dengan 42,99 mm/jam.

Tabel 5.21 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto Jam - Jaman

Curah Hujan Netto Jam-jaman (mm/jam)

Jam ke

Rt 1.01 Th

1 0,551.R 24 7.82 11.02 25.51 27.67 29.82 42.99 43.91 45.67 48.28 50.87 2 0,143.R 24 2.03 2.86 6.62 7.18 7.74 11.16 11.40 11.85 12.53 13.20 3 0,101.R 24 1.43 2.02 4.68 5.07 5.47 7.88 8.05 8.37 8.85 9.32 4 0,077.R 24 1.09 1.54 3.57 3.87 4.17 6.01 6.14 6.38 6.75 7.11 5 0,068.R 24 0.97 1.36 3.15 3.41 3.68 5.31 5.42 5.64 5.96 6.28 6 0,062.R 24 0.88 1.24 2.87 3.11 3.36 4.84 4.94 5.14 5.43 5.72

Sumber : Hasil perhitungan, 2012

5.6.4 Banjir Rancangan Kala Ulang 1, 2, 5, 10, 20, 25, 30, 50, 100, 200 Dengan Metode “Nakayasu”

Hidrograf satuan suatu watershed adalah suatu limpasan langsung yang diakibatkan oleh suatu satuan volume hujan efektif, yang terbagi rata dalam waktu dan ruang (Soemarto, 1995:86).

Hidrograf Satuan Sintetik Metode Nakayasu dapat dirumuskan sebagai berikut :

A . R Qp

3 , 6 ( 0 , 3 . Tp + T 0 , 3 )

Dimana : Qp

= Debit puncak banjir (m³/detik) R 0 = Hujan satuan (mm), umumnya 1 mm

Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam) T 0,3

= Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak menjadi 30% dari debit puncak Tp

= tg + 0,8 tr

Untuk : L < 15 km, → tg = 0,21 .

(5.22) L > 15 km, → tg = 0,4 + 0,058 . L

Dimana : L

= Panjang alur sungai (km) T g = Waktu konsentrasi T r = (0,5 s/d 1) jam

T 0,3 = α . tg α = Ditentukan dengan coba-coba dibandingkan dengan data debit

yang ada.

Keterangan harga α : α = 1,5 → Untuk bagian hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang

cepat α = 2 → Untuk daerah pengaliran biasa

α = 3 → Untuk bagian hidrograf yang cepat dan bagian yang menurun lambat.

Lengkung Naik (Qa) :

Lengkung Turun (Qd) :

t − Tp

T 0 , Qd 3

1 = Qp . 0 , 3 → Tp ≤ t ≤ Tp + T 0,3 (5.25)

t − Tp + 0 , 5 . T 0 , 3

2 = → Tp + T 0,3 ≤ t ≤ Tp + 2,5.T 0,3 (5.26)

3 = Qp . 0 , 3 → Tp + 2,5.T 0,3 ≤ t ≤ 24 (5.27)

Parameter Hidrograf : T p = tg + 0,8 t r L < 15 km

→ tg = 0,21 .

L > 15 km

→ tg = 0,4 + 0,058 . L

t r = (0,5 s/d 1) . tg T 0,3 = α . tg

Gambar 5.12 Grafik Parameter Hidrograf Banjir (Soemarto, 1995)

A. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Sungai Bendo, Glagah

Diketahui : ` Panjang Sungai (L) * S. Bendo

→ L < 15 km ` Luas DAS Bendo

= 7,70 Km

20 Km 2 ` Satuan Waktu

1 Jam

` Curah Hujan Satuan =

1 mm

` Base Flow * S. Bendo

= 0,13 m 3 /dt

` Dicoba : α = 1,5

→ Untuk bagian hidrograf yang lambat α=2

→ Untuk daerah pengaliran biasa

α = 2,5 → Untuk bagian hidrograf yang menurun cepat α=3

→ Untuk bagian hidrograf yang menurun lambat

Tabel 5.22 Kumulatif Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu S. Bendo

Q Pengamatan (Jam)

Q (m 3 /dt)

(m 3 /dt) 0 0.13 0.13 0.13 0.13 0.27

Cs 2.01 1.73 1.52 1.36 2.57 Ck

Sumber : Hasil perhitungan, 2012

Dari Tabel 5.22 dapat diambil kesimpulan bahwa debit model yang mendekati debit pengamatan Sungai Bendo adalah debit model dengan tingkat alfa 1,5 yang ditunjukkan dengan nilai Cs = 2,01 dan Ck = 3,98. Tingkat alfa 1,5 merupakan bentuk hidrograf yang lambat di bagian hilirnya dan tingkat alfa 1,5 ini merupakan ciri pengaliran pada daerah aliran sungai bagian hulu.

Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Bendo Metode Nakayasu Berbagai Tingkat Alfa

Q Pengamatan 100.82

Alfa 1,5 100

Alfa 2 86.93

Alfa 2,5 Alfa 3

80 75.83 t) 67.03 /d 3

t (Jam)

Gambar 5.13 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Bendo Metode Nakayasu Berbagai Tingkat Alfa (Hasil Analisa, 2012)

Dilihat dari Tabel 5.22 dan Gambar 5.13 diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat alfa yang paling sesuai di DAS Bendo adalah α = 1,5, karena memiliki nilai Cs dan Ck yang mendekati nilai Cs dan Ck data debit banjir pengamatan Sungai Bendo. Untuk itu perhitungan debit banjir rancangan metode nakayasu dalam berbagai kala ulang digunakan data perhitungan debit Q 1,5 yang memiliki nilai Cs sebesar 2,01 dan nilai Ck sebesar 3,98.

Berikut ini adalah grafik dan hasil perhitungan debit banjir rancangan dengan berbagai kala ulang yaitu 1, 2, 5, 10, 20, 25, 30, 50, 100, dan 200 tahun untuk Sungai Bendo Kecamatan Glagah.

Tabel 5.23 Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu Sungai Bendo Berbagai Kala Ulang

t Q (m Qt 3 /dt) (Jam)

(m 3 /dt) 1 Th

50 Th 100 Th 200 Th 0 0.00 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13

Cs 3.34 2.01 2.01 2.01 2.01 2.01 2.01 2.01 2.01 2.01 2.01 Ck 12.32 3.98 3.98 3.98 3.98 3.98 3.98 3.98 3.98

3.98 3.98 Sumber : Hasil perhitungan, 2012

Dari Tabel 5.23 dapat diketahui debit banjir rancangan dengan berbagai kala ulang. Perencanaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro di DAS Bendo ini menggunakan kala ulang 25 tahun dengan debit

maksimal 100,82 m 3 /dt, debit minimal sebesar 0,13 m 3 /dt dan debit rata – rata sebesar 15,65 m 3 /dt.

Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Bendo Metode Nakayasu Berbagai Kala Ulang

t (Jam)

Gambar 5.14 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Bendo Metode Nakayasu Berbagai Kala Ulang (Hasil Analisa, 2012)

Dari grafik pada Gambar 5.14 dapat dilihat bahwa bentuk hidrograf aliran permukaan Sungai Bendo yaitu cepat di hulu dan melambat di hilir dengan debit maksimal 100,82 m 3 /dt pada kala ulang 25 tahun. Di grafik tersebut juga terlihat berbagai bentuk hidrograf aliran dengan berbagai kala ulang pada tingkat alfa 1,5.

B. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Sungai Antogan, Kalipuro

Diketahui : ` Panjang Sungai (L) * S. Antogan

= 14,50 Km

L < 15 km ` Luas DAS Antogan 2 = 47 Km

` Satuan Waktu

1 Jam

` Curah Hujan Satuan

1 mm

` Base Flow

3 * S. Antogan = 0,07 m /dt

` Dicoba : α = 1,5

→ Untuk bagian hidrograf yang lambat α=2

→ Untuk daerah pengaliran biasa α = 2,5

→ Untuk bagian hidrograf yang menurun cepat α=3

→ Untuk bagian hidrograf yang menurun lambat

Tabel 5.24 Kumulatif Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu S. Antogan t

Q Pengamatan (Jam)

Q (m 3 /dt)

α = 1,5 3 α=2 α = 2,5 α=3 (m /dt) 0 0.07 0.07 0.07 0.07 0.12

Cs 1.49 1.25 1.08 0.95 3.08 Ck

1.04 0.19 -0.30

Sumber : Hasil perhitungan, 2012

Dari Tabel 5.24 dapat diambil kesimpulan bahwa debit model yang mendekati debit pengamatan Sungai Antogan adalah debit model dengan tingkat Dari Tabel 5.24 dapat diambil kesimpulan bahwa debit model yang mendekati debit pengamatan Sungai Antogan adalah debit model dengan tingkat

Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Antogan Kalipuro Metode Nakayasu Berbagai Tingkat Alfa

400 Q Pengamatan 392.95

Alfa 1,5 350

Alfa 2 Alfa 2,5

t (Jam)

Gambar 5.15 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Antogan Metode Nakayasu Berbagai Tingkat Alfa (Hasil Analisa, 2012)

Dilihat dari Tabel 5.24 dan Gambar 5.15 diatas, dapat disimpulkan bahwa tingkat alfa yang paling sesuai di DAS Antogan adalah α = 1,5, karena memiliki nilai Cs dan Ck yang mendekati nilai Cs dan Ck data debit banjir pengamatan Sungai Antogan. Untuk itu perhitungan debit banjir rancangan metode nakayasu dalam berbagai kala ulang digunakan data perhitungan debit Q 1,5 yang memiliki nilai Cs sebesar 1,49 dan nilai Ck sebesar 1,04.

Berikut ini adalah grafik dan hasil perhitungan debit banjir rancangan dengan berbagai kala ulang yaitu 1, 2, 5, 10, 20, 25, 30, 50, 100, dan 200 tahun untuk Sungai Antogan Kecamatan Kalipuro.

Tabel 5.25 Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu Sungai Antogan Berbagai Kala Ulang

t Q (m Qt 3 /dt) (Jam)

(m 3 /dt) 1 Th

50 Th 100 Th 200 Th 0 0.00 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07 0.07

Cs 2.65 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 1.49 Ck 6.94 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04 1.04

Sumber : Hasil perhitungan, 2012

Dari Tabel 5.25 dapat diketahui debit banjir rancangan dengan berbagai kala ulang. Perencanaan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro di DAS Antogan ini menggunakan kala ulang 25 tahun dengan debit

3 maksimal 178,67 m 3 /dt, debit minimal sebesar 0,07 m /dt dan debit rata – rata sebesar 40,35 m 3 /dt.

Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Antogan Kalipuro Metode Nakayasu Berbagai Kala Ulang

178.67 Q 25 Th Q 30 Th

t (Jam)

Gambar 5.16 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Antogan Metode Nakayasu Berbagai Kala Ulang (Hasil Analisa, 2012)

Dari grafik pada Gambar 5.16 dapat dilihat bahwa bentuk hidrograf aliran permukaan Sungai Antogan yaitu cepat di hulu dan melambat di hilir dengan debit maksimal 178,67 m 3 /dt pada kala ulang 25 tahun. Di grafik tersebut juga terlihat berbagai bentuk hidrograf aliran dengan berbagai kala ulang pada tingkat alfa 1,5.

5.7 Perkiraan Daya Listrik PLTMH

Debit merupakan kecepatan aliran air dalam meter kubik perdetik. Dalam merancang suatu pembangkit maka data debit yang dibutuhkan adalah data debit minimum dan maksimum dalam kurun waktu minimal 5 tahunan.

a. Debit Minimum digunakan untuk menentukan daya yang ada dalam satu tahun.

b. Debit Maksimum digunakan dalam perencanaan konstruksi agar tidak membahayakan bila terjadi banjir.

c. Debit rata–rata digunakan untuk menentukan kapasitas daya bangkit.

Berikut adalah analisa perhitungan daya listrik yang dihasilkan oleh Sungai Bendo dan Sungai Antogan dengan debit minimum, maksimum, dan debit rata-rata.

Tabel 5.26 Perkiraan Daya Dari Debit Minimum Untuk Perencanaan PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan

PERKIRAAN DAYA DARI DEBIT MINIMUM DAS BENDO PERKIRAAN DAYA DARI DEBIT MINIMUM DAS ANTOGAN No.

Nilai 1 Sta. Glagah

66.30 mm 2 Perata Sta. CH

82.35 mm

1 Sta. Kalipuro

86.89 mm 3 Rr

84.65 mm

2 Perata Sta. CH

0.76 4 Qo S. Bendo

0.97 3 Rr

0.07 m3/s 5 Ao DAS Bendo

0.13 m3/s

4 Qo S. Antogan

47 Km2 6 Qp S. Bendo

20 Km2

5 Ao DAS Antogan

0.01 m3/s/Km2

6 Qp S. Antogan

0.0012 m3/s/Km2

1.23 lt/s/Km2 7 Tinggi Jatuh Relatif (H) S. Bendo

6.31 lt/s/Km2

7 Tinggi Jatuh Relatif (H) S. Antogan 40.50 m 8 Efisiensi (Eo)

48.30 m

0.71 9 Daya (P) S. Bendo

0.71 8 Efisiensi (Eo)

2 kW

9 Daya (P) S. Antogan

0.35 kW

Sumber : Hasil Perhitungan, 2012

Dari Tabel 5.26 diatas dapat disimpulkan bahwa daya listrik yang

dihasilkan oleh Sungai Bendo dengan debit minimum Q = 0,13 m 3 /s adalah 2 kW dengan tinggi jatuh 48,30 m. Sedangkan untuk Sungai Antogan daya listrik yang

dihasilkan dari debit minimum Q = 0,07 m 3 /s adalah sebesar 0,35 kW dengan tinggi jatuh 40,50 m.

Tabel 5.27 Perkiraan Daya Dari Debit Maksimum Untuk Perencanaan PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan

PERKIRAAN DAYA DARI DEBIT MAKSIMUM DAS BENDO PERKIRAAN DAYA DARI DEBIT MAKSIMUM DAS ANTOGAN No.

Nilai 1 Sta. Glagah

66.30 mm 2 Perata Sta. CH

82.35 mm

1 Sta. Kalipuro

86.89 mm 3 Rr

84.65 mm

2 Perata Sta. CH

0.76 4 Qo S. Bendo

0.97 3 Rr

178.67 m3/s 5 Ao DAS Bendo

100.82 m3/s

4 Qo S. Antogan

46.51 Km2 6 Qp S. Bendo

20.00 Km2

5 Ao DAS Antogan

4.90 m3/s/Km2

6 Qp S. Antogan

2.93 m3/s/Km2

2931.35 lt/s/Km2 7 Tinggi Jatuh Relatif (H) S. Bendo

4904.20 lt/s/Km2

7 Tinggi Jatuh Relatif (H) S. Antogan 40.50 m 8 Efisiensi (Eo)

48.30 m

0.71 9 Daya (P) S. Bendo

0.71 8 Efisiensi (Eo)

1643 kW

9 Daya (P) S. Antogan

824 kW

Sumber : Hasil Perhitungan, 2012

Dari Tabel 5.27 diatas dapat disimpulkan bahwa daya listrik yang dihasilkan oleh Sungai Bendo dengan debit maksimum Q = 100,82 m 3 /s adalah

1643 kW atau 1,6 MW dengan tinggi jatuh 48,30 m. Sedangkan untuk Sungai Antogan daya listrik yang dihasilkan dari debit maksimum Q = 178,67 m 3 /s

adalah sebesar 824 kW dengan tinggi jatuh 40,50 m.

Tabel 5.28 Perkiraan Daya Dari Debit Rata-Rata Untuk Perencanaan PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan

PERKIRAAN DAYA DARI DEBIT RATA - RATA DAS BENDO PERKIRAAN DAYA DARI DEBIT RATA - RATA DAS ANTOGAN No.

Nilai 1 Sta. Glagah

66.30 mm 2 Perata Sta. CH

82.35 mm

1 Sta. Kalipuro

86.89 mm 3 Rr

84.65 mm

2 Perata Sta. CH

0.76 4 Qo S. Bendo

0.97 3 Rr

40.35 m3/s 5 Ao DAS Bendo

15.65 m3/s

4 Qo S. Antogan

46.51 Km2 6 Qp S. Bendo

20.00 Km2

5 Ao DAS Antogan

0.76 m3/s/Km2

6 Qp S. Antogan

0.66 m3/s/Km2

661.93 lt/s/Km2 7 Tinggi Jatuh Relatif (H) S. Bendo

761.02 lt/s/Km2

7 Tinggi Jatuh Relatif (H) S. Antogan 40.50 m 8 Efisiensi (Eo)

48.30 m

0.71 9 Daya (P) S. Bendo

0.71 8 Efisiensi (Eo)

255 kW

9 Daya (P) S. Antogan

186 kW

Sumber : Hasil Perhitungan, 2012

Dari Tabel 5.28 diatas dapat disimpulkan bahwa daya listrik yang dihasilkan oleh Sungai Bendo dengan debit rata-rata Q = 15,65 m 3 /s adalah 255

kW dengan tinggi jatuh 48,30 m. Sedangkan untuk Sungai Antogan daya listrik kW dengan tinggi jatuh 48,30 m. Sedangkan untuk Sungai Antogan daya listrik

5.8 Analisa Klimatologi

Data-data klimatologi seperti data temperatur, kelembaban udara, tekanan udara, penyinaran matahari, dan kecepatan angin di Stasiun Klimatologi Banyuwangi dari BMKG Kabupaten Banyuwangi mewakili data evapotranspirasi potensial pada DAS Bendo dan DAS Antogan. Rekapitulasi data-data klimatologi rata-rata tahunan pada stasiun Klimatologi Banyuwangi dapat dilihat pada Lampiran.

Analisa evapotranspirasi potensial rata-rata tahunan di DAS Bendo Kecamatan Glagah, dan di DAS Antogan, Kecamatan Kalipuro sama-sama memakai pengolahan data klimatologi tahun 2001 sampai dengan 2010 pada stasiun Klimatologi Banyuwangi.

Hasil analisa klimatologi di Kabupaten Banyuwangi dapat dijelaskan sebagai berikut :

Temperatur Rata-Rata Sta. Klimatologi Banyuwangi

Gambar 5.17 Grafik Temperatur Rata-Rata Tahunan Stasiun Klimatologi Banyuwangi (Hasil Analisa, 2012) Gambar 5.17 Grafik Temperatur Rata-Rata Tahunan Stasiun Klimatologi Banyuwangi (Hasil Analisa, 2012)

26,90 0 C. Temperatur maksimum rata-rata tahunan sebesar 32,90 0 C, dan temperatur minimum rata-rata tahunan sebesar 21,90 0 C.

b. Tekanan udara rata-rata tahunan di Kabupaten Banyuwangi sebesar 1010,68 mb.

c. Kelembaban udara rata-rata tahunan di Kabupaten Banyuwangi sebesar 79,59 %.

d. Penyinaran matahari rata-rata tahunan di Kabupaten Banyuwangi sebesar 75,26 %.

e. Kecepatan angin rata-rata tahunan di Kabupaten Banyuwangi sebesar 2,46 Knots atau sama dengan 1,23 m/s.

Sedangkan untuk rekapitulasi analisa evapotranspirasi potensial dapat dilihat pada Tabel 5.29 dan grafiknya pada Gambar 5.18.

Tabel 5.29 Evapotranspirasi Potensial Rata-Rata Tahunan Stasiun Klimatologi Banyuwangi

Evapotranspirasi Potensial Rata-Rata Bulanan (mm) Tahun

Jumlah Rerata Jan

Nop Des 2001 4.48 4.37 4.29 4.85 4.83 3.89 4.27 4.39 5.40 5.26 5.45 4.28 55.77 4.65

Rerata 4.88 4.68 4.77 4.89 4.33 4.03 4.04 4.42 5.15 5.68 5.66 4.74 4.77 Sumber : Pengolahan Data Klimatologi, 2012

Dari Tabel 5.29 dapat diambil kesimpulan bahwa evapotranspirasi potensial rata-rata tahunan di Kabupaten Banyuwangi adalah sebesar 4,77 mm/th.

Evapotranspirasi Potensial Sta. Klimatologi Banyuwangi

Gambar 5.18 Grafik Evapotranspirasi Potensial Rata-Rata Tahunan Stasiun Klimatologi Banyuwangi (Hasil Analisa, 2012)

5.9 Proyeksi Jumlah Penduduk

Untuk menghitung kebutuhan air penduduk tersebut, maka perlu data jumlah penduduk yang diperoleh dari BPS Kabupaten Banyuwangi. Data jumlah penduduk Kecamatan Glagah dan Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi diambil selama 11 tahun yaitu dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010.

Proyeksi jumlah penduduk dimaksudkan untuk memprediksi atau meramalkan jumlah penduduk 30 tahun kedepan sehingga dapat diperkirakan kira-kira tingkat kebutuhan air bersih baik itu untuk kebutuhan air domestik, kebutuhan air non domestik, kebutuhan air untuk industri, dan lain-lain.

Dalam menganalisa ketersediaan air di suatu daerah aliran sungai, perkiraan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih di lingkup pedesaan, perkotaan, maupun industri sangat perlu diperhitungkan bahkan perlu memperhitungkan adanya cadangan air untuk pemadam kebakaran dan juga memperhitungkan tingkat kehilangan air.

Berikut adalah analisa proyeksi jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya setiap tahunnya di Kecamatan Glagah dan Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi.

A. Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah

Rata-rata jumlah penduduk di Kecamatan Glagah adalah sebesar 44.762 jiwa. Laju pertumbuhan penduduknya mengalami penurunan yaitu sebesar 4,34 % atau mengalami penurunan penduduk tiap tahunnya rata-rata sebesar 2.472 jiwa. Laju pertumbuhan jumlah penduduk tiap tahunnya di Kecamatan Glagah dapat dilihat pada Tabel 5.30.

Tabel 5.30 Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah Tahun 2000 - 2010 Jumlah

% Pertumbuhan No.

Pertumbuhan

Tahun Penduduk

Jumlah Penduduk 1 2000

Jumlah Penduduk

Sumber : BPS Banyuwangi Diolah, 2011

Setelah diketahui tingkat persentase pertumbuhannya maka perlu dianalisa mengenai metode yang paling cocok untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk yang direncanakan selama 30 tahun kedepan dengan mencari nilai koefisien korelasi yang paling mendekati nilai 1 atau R

mendekati 1 (R square 2 ≈ 1). Metode pendekatan dalam mencari koefisien korelasi laju pertumbuhan jumlah penduduk antara lain dengan menggunakan metode Aritmatik, Geometrik, dan Least Square.

Hasil analisa perhitungan dengan ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut :

1. Metode Aritmatik No.

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Koefisien Korelasi Proyeksi Jumlah Penduduk : n . xy

() Σ x . n . { y − } { Σ − () Σ y }

0.1030 n . Σ x

r = 0.1030 R^2 = 0.0106

2. Metode Geometrik No.

XY

X^2 Y^2 1 1 10.98 10.98 1 120.57

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Koefisien Korelasi Proyeksi Jumlah Penduduk : n .

r Σ xy − Σ x . Σ y

{ n . Σ x − () Σ x } . { n . Σ y − () Σ y }

r = -0.9275 R^2 = 0.8603

3. Metode Least Square No.

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Koefisien Korelasi Proyeksi Jumlah Penduduk : n . xy

-0.9305 n . x

r = -0.9305 R^2 = 0.8659

Catatan :

` Dipakai metode Least Square karena memiliki nilai koefisien korelasi mendekati nilai 1

Dari hasil perhitungan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa metode yang paling cocok dan dapat dipakai untuk menentukan proyeksi jumlah penduduk selama 30 tahun kedepan di Kecamatan Glagah adalah dengan menggunakan metode Least Square karena memiliki nilai koefisien korelasi ( r )

yang mendekati nilai 1 yaitu sebesar (- 0,9305) atau R 2 = 0,8659. Nilai koefisien korelasi inilah yang akan menjadi faktor pengali dalam menentukan proyeksi

jumlah penduduk sesuai tahun perencanaan. Berikut adalah hasil perhitungan proyeksi jumlah penduduk berdasarkan dari masing-masing metode beserta grafiknya.

Tabel 5.31 Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi Jangka Waktu

Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun

Konstanta Least Square

Least Square

Geometrik Aritmatik

Pn = ( Po + a . n ). α 2011

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Dari hasil proyeksi jumlah penduduk di Kecamatan Glagah sesuai dengan Tabel 5.31, dapat diambil kesimpulan bahwa prediksi jumlah penduduk di Kecamatan Glagah 30 tahun yang akan datang dengan menggunakan metode Least Square adalah sebesar 61.945 jiwa.

Berikut dapat dilihat grafik proyeksi jumlah penduduk di Kecamatan Glagah dari perbandingan hasil analisa ketiga metode sesuai dengan Tabel 5.31.

Proyeksi Jumlah Penduduk Metode Least Square

y = 458.5x - 857360

40,000 u k d u

30,000 e n d 20,000

h la P 10,000 m u

J - (10,000) 2005

Least Square

Linear (Least Square)

Proyeksi Jumlah Penduduk Metode Geometrik

y = 494.87x - 930274

k (10,000) u d u d

n (15,000) e h la P

(20,000) u m J (25,000)

Linear (Geometrik)

Proyeksi Jumlah Penduduk Metode Aritmatik

y = 427.05x - 793819

u k 1,000 d u d n

Linear (Aritmatik)

Gambar 5.19 Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah Antara Metode Least Square, Geometrik, dan Aritmatik (Hasil Analisa, 2012)

B. Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro

Rata-rata jumlah penduduk di Kecamatan Kalipuro adalah sebesar 68.409 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan per tahunnya sebesar 1,75 % atau mengalami peningkatan penduduk tiap tahunnya rata-rata sebesar 1.173 jiwa. Laju pertumbuhan jumlah penduduk tiap tahunnya di Kecamatan Kalipuro dapat dilihat pada Tabel 5.32.

Tabel 5.32 Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro Tahun 2000 - 2010 Jumlah

% Pertumbuhan No.

Pertumbuhan

Tahun Penduduk

Jumlah Penduduk 1 2000

Jumlah Penduduk

Sumber : BPS Banyuwangi Diolah, 2011

Setelah diketahui tingkat persentase pertumbuhannya maka perlu dianalisa mengenai metode yang paling cocok untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk yang direncanakan selama 30 tahun kedepan dengan mencari nilai

koefisien korelasi yang paling mendekati nilai 1 atau R 2 square mendekati 1 (R ≈ 1). Metode pendekatan dalam mencari koefisien korelasi laju pertumbuhan

jumlah penduduk antara lain dengan menggunakan metode Aritmatik, Geometrik, dan Least Square.

Hasil analisa perhitungan dengan ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut :

1. Metode Aritmatik No.

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Koefisien Korelasi Proyeksi Jumlah Penduduk : n .

r Σ xy − Σ x . Σ y

n . Σ x 2 − = () Σ x . n . y 2 { y } { Σ − () Σ }

r = 0.2984 R^2 = 0.0890

2. Metode Geometrik No.

XY

X^2 Y^2 1 1 11.07 11.07 1 122.63

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Koefisien Korelasi Proyeksi Jumlah Penduduk : n .

r Σ xy − Σ x . Σ y

{ n . Σ x − () Σ x } . { n . Σ y − () Σ y }

r = 0.8051 R^2 = 0.6481

3. Metode Least Square No.

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Koefisien Korelasi Proyeksi Jumlah Penduduk : n . Σ xy − Σ x .

0.7950 n . x

r = 0.7950 R^2 = 0.6320

Catatan :

` Dipakai metode geometrik karena memiliki nilai koefisien korelasi mendekati nilai 1

Dari hasil perhitungan diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa metode yang paling cocok dan dapat dipakai untuk menentukan proyeksi jumlah penduduk selama 30 tahun kedepan di Kecamatan Kalipuro adalah dengan menggunakan metode Geometrik karena memiliki nilai koefisien korelasi ( r )

yang mendekati nilai 1 yaitu sebesar (0,8051) atau R 2 = 0,6481. Nilai koefisien korelasi inilah yang akan menjadi faktor pengali dalam menentukan proyeksi

jumlah penduduk sesuai tahun perencanaan. Berikut adalah hasil perhitungan proyeksi jumlah penduduk berdasarkan dari masing-masing metode beserta grafiknya.

Tabel 5.33 Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi Jangka Waktu

Proyeksi Jumlah Penduduk Tahun

Konstanta Least Square

Perencanaan A = ∑∑ Y . X 2 − ∑∑ X . XY B = n .

2 2 Σ xy − Σ x . Σ y 2 2 Least Square

Geometrik Aritmatik

Pn = ( Po + a . n ). α 2011

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Dari hasil proyeksi jumlah penduduk di Kecamatan Kalipuro sesuai dengan Tabel 5.33, dapat diambil kesimpulan bahwa prediksi jumlah penduduk di Kecamatan Kalipuro 30 tahun yang akan datang dengan menggunakan metode Geometrik adalah sebesar 103.102 jiwa.

Berikut dapat dilihat grafik proyeksi jumlah penduduk di Kecamatan Kalipuro dari perbandingan hasil analisa ketiga metode sesuai dengan Tabel 5.33.

Proyeksi Jumlah Penduduk Metode Least Square

y = 458.5x - 857360

k u d u 70,000 d n e

h P 65,000 la u m J

Least Square

Linear (Least Square)

Proyeksi Jumlah Penduduk Metode Geometrik

u k 90,000 d u d n

y = 494.87x - 930274

e h P 80,000 la m J u

Linear (Geometrik)

Proyeksi Jumlah Penduduk Metode Aritmatik

y = 427.05x - 793819

30,000 d u k u d n

e 28,000 h P

26,000 J u m la 24,000

Linear (Aritmatik)

Gambar 5.20 Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro Antara Metode Least Square, Geometrik, dan Aritmatik (Hasil Analisa, 2012)

5.10 Kebutuhan Air Domestik Dan Non Domestik

5.10.1 Kebutuhan Air Domestik

Kebutuhan air domestik merupakan kebutuhan air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari oleh penduduk. Oleh karena itu perlu adanya suatu simulasi kebutuhan air terhadap proyeksi jumlah penduduk di tiap tahunnya, sehingga dapat memprediksi tingkat konsumsi air bersih dengan melihat ketersediaan sumber air di daerah aliran sungai tersebut. Tingkat pelayanan kebutuhan air bersih penduduk juga disimulasikan dengan beberapa persentase tingkat pelayanan yaitu pada tingkat 100% semua penduduk terlayani oleh penyediaan air bersih baik itu pada sambungan rumah ataupun untuk kran/hidran umum. Begitupula untuk tingkat 75% dan 60% dari jumlah penduduk hanya terlayani oleh penyediaan instalasi air bersih dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Dari hasil analisa kebutuhan air domestik pada kedua Kecamatan, dapat diambil kesimpulan bahwa pada Kecamatan Glagah memiliki tingkat kebutuhan air rata-rata sebesar 1509,97 m 3 /hari pada tingkat pelayanan 100%, untuk tingkat pelayanan 75% memiliki tingkat kebutuhan air rata-rata sebesar 1132,48 m 3 /hari,

sedangkan pada tingkat pelayanan 60% memiliki tingkat kebutuhan air rata-rata sebesar 905,98 m 3 /hari.

Pada Kecamatan Kalipuro, memiliki tingkat kebutuhan air rata-rata sebesar 8963,20 m 3 /hari pada tingkat pelayanan 100%, untuk tingkat 75% memiliki tingkat kebutuhan air rata-rata sebesar 6722,40 m 3 /hari, dan pada tingkat pelayanan 60% memiliki tingkat kebutuhan air rata-rata sebesar 5377,92 m 3 /hari. Berikut merupakan hasil analisa kebutuhan air domestik dengan simulasi tingkat pelayanan 100%, 75%, dan 60% pada Kecamatan Glagah dan Kecamatan Kalipuro dapat dilihat pada Tabel 5.34 sampai dengan Tabel 5.39.

A. Kebutuhan Air Domestik Kecamatan Glagah

Tabel 5.34 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Glagah Dengan Tingkat Pelayanan 100% Tahun Jangka ∑ Penduduk

Keb. Air SR Keb. Air KU Total Keb. Air Keterangan Th Ke-

∑ Penduduk

∑ Penduduk ∑ Penduduk ∑ Sambungan

Rumah (SR) Umum (KU) (m3/hari)

(m3/hari)

(m3/hari)

2011 1 (26,416) (26,416) (21,133) (5,283) (5,283) (106) (2,113) (132) (2,245) SR = 100 lt/orang/hr 2012

(1,870) (117) (1,986) KU = 25 lt/orang/hr 2013

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Tabel 5.35 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Glagah Dengan Tingkat Pelayanan 75% Tahun Jangka ∑ Penduduk

Keb. Air SR Keb. Air KU Total Keb. Air Th Ke-

∑ Penduduk

∑ Penduduk ∑ Penduduk ∑ Sambungan

Rumah (SR) Umum (KU) (m3/hari)

(m3/hari)

(m3/hari)

(1,684) SR = 100 lt/orang/hr 2012

(1,490) KU = 25 lt/orang/hr 2013

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Tabel 5.36 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Glagah Dengan Tingkat Pelayanan 60% Tahun Jangka ∑ Penduduk

Keb. Air SR Keb. Air KU Total Keb. Air Th Ke-

∑ Penduduk

∑ Penduduk ∑ Penduduk ∑ Sambungan

Rumah (SR) Umum (KU) (m3/hari)

(m3/hari)

(m3/hari)

(1,347) SR = 100 lt/orang/hr 2012

(1,192) KU = 25 lt/orang/hr 2013

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

B. Kebutuhan Air Domestik Kecamatan Kalipuro

Tabel 5.37 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Kalipuro Dengan Tingkat Pelayanan 100% Tahun Jangka ∑ Penduduk

Keb. Air SR Keb. Air KU Total Keb. Air Keterangan Th Ke-

∑ Penduduk

∑ Penduduk ∑ Penduduk ∑ Sambungan

Rumah (SR) Umum (KU) (m3/hari)

(m3/hari)

(m3/hari)

6,896 SR = 130 lt/orang/hr 2012

7,016 KU = 33 lt/orang/hr 2013

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Tabel 5.38 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Kalipuro Dengan Tingkat Pelayanan 75% Tahun Jangka ∑ Penduduk

Keb. Air SR Keb. Air KU Total Keb. Air Th Ke-

∑ Penduduk

∑ Penduduk ∑ Penduduk ∑ Sambungan

Rumah (SR) Umum (KU) (m3/hari)

(m3/hari)

(m3/hari)

5,172 SR = 130 lt/orang/hr 2012

5,262 KU = 33 lt/orang/hr 2013

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Tabel 5.39 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Kalipuro Dengan Tingkat Pelayanan 60% Tahun Jangka ∑ Penduduk

Keb. Air SR Keb. Air KU Total Keb. Air Th Ke-

∑ Penduduk

∑ Penduduk ∑ Penduduk ∑ Sambungan

Rumah (SR) Umum (KU) (m3/hari)

(m3/hari)

(m3/hari)

4,137 SR = 130 lt/orang/hr 2012

4,210 KU = 33 lt/orang/hr 2013

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

5.10.2 Kebutuhan Air Non Domestik

Kebutuhan air non domestik merupakan kebutuhan air yang dibutuhkan oleh suatu fasilitas umum sesuai dengan peruntukan tata guna lahan pada suatu wilayah tersebut. Kebutuhan air non domestik ini termasuk kebutuhan air untuk industri, kebutuhan air untuk fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga, serta perkantoran.

Hasil analisa kebutuhan air non domestik di Kecamatan Glagah dan Kecamatan Kalipuro dapat dilihat pada Tabel 5.40 dan Tabel 5.41.

Tabel 5.40 Kebutuhan Air Non Domestik Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi

Keb. Air Total Keb. Air Jenis Fasilitas Fasilitas

Unit

Debit/Unit

∑ Populasi

∑ Pengguna

(lt/org/hari)

Per Unit

(Orang)

(m 3 /hari) (m 3 /hari)

1435.02 ` TK / RA

A. Pendidikan :

10 20 571 5710 114.2 ` SD / MI

21 20 2883 60543 1210.86 ` SLTP / MTs

2 20 1339 2678 53.56 ` SMA / MA

B. Kesehatan :

1 50 18 18 0.9 ` Klinik

5 50 55 275 13.75 ` Puskesmas Pembantu

1158.5 ` Masjid

C. Peribadatan :

2804.5 ` Industri RT

D. Perindustrian :

263 10 1058 278254 2782.54 ` Industri Kecil Formal

20.2 ` Taman & OR

E. Rekreasi dan OR :

16.5 ` Kantor Desa

F. Perkantoran :

5451.17 5451.17 Sumber : Data BPS Kab. Banyuwangi Diolah dan Hasil Analisis Data, 2012

Dari Tabel 5.40 dapat diambil kesimpulan bahwa kebutuhan air non domestik termasuk kebutuhan air untuk industri di Kecamatan Glagah kurang

lebih adalah sebesar 5451,17 m 3 /hari atau sama dengan 64,09 lt/dt.

Tabel 5.41 Kebutuhan Air Non Domestik Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi

Keb. Air Total Keb. Air Jenis Fasilitas Fasilitas

Unit

Debit/Unit

∑ Populasi

∑ Pengguna

(lt/org/hari)

Per Unit

(Orang)

(m 3 /hari) (m 3 /hari)

8471.96 ` TK / RA

A. Pendidikan :

31 20 1629 50499 1009.98 ` SD / MI

44 20 7691 338404 6768.08 ` SLTP / MTs

13 20 2519 32747 654.94 ` SMA / MA

47.85 ` Puskesmas

B. Kesehatan :

2 50 24 48 2.4 ` Klinik

9 50 85 765 38.25 ` Puskesmas Pembantu

3110.5 ` Masjid

C. Peribadatan :

12462.36 ` Industri RT

D. Perindustrian :

608 10 2009 1221472 12214.72 ` Industri Kecil Formal

210.2 ` Taman & OR

E. Rekreasi dan OR :

15 ` Kantor Desa

F. Perkantoran :

24317.87 24317.87 Sumber : Data BPS Kab. Banyuwangi Diolah dan Hasil Analisis Data, 2012

Sedangkan kebutuhan air non domestik di Kecamatan Kalipuro seperti

dapat dilihat pada Tabel 5.41 adalah kurang lebih sebesar 24.317,87 m 3 /hari atau sama dengan 281,46 lt/dt.

Setelah diketahui hasil analisa kebutuhan air domestik dan non domestik, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa kebutuhan air total yang Setelah diketahui hasil analisa kebutuhan air domestik dan non domestik, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa kebutuhan air total yang

5.11 Proyeksi Kebutuhan Air Total

Penyediaan air minum dirancang, direncanakan, dan dilaksanakan dengan hasil yang diperuntukkan bagi penduduk. Dalam hal ini penduduk bertindak sebagai subyek sekaligus sebagai obyek dalam penyediaan air bersih.

Mengingat air bersih selalu diperlukan setiap waktu, maka sangat penting untuk memanfaatkan sumber daya penyediaan air secara maksimal, baik yang dimanfaatkan oleh konsumen domestik maupun konsumen non domestik.

Kebutuhan air sendiri merupakan jumlah dari air yang dibutuhkan bagi keperluan dasar atau unit konsumsi air, kehilangan air serta pertimbangan bagi kebutuhan air untuk pemadam kebakaran. Kebutuhan air senantiasa berfluktuasi dari waktu ke waktu dengan skala jam, hari, bulan, dan tahun. Sedangkan untuk pemadam kebakaran, kebutuhan airnya tidak bergantung kepada waktu, sebab penggunaannya tidak insidentil dengan waktu yang tidak terduga.

Oleh karena itu, perlu adanya suatu proyeksi kebutuhan air total untuk melihat kebutuhan air pada jam maksimum serta ditambah dengan kebutuhan air kebakaran terhadap proyeksi kebutuhan air domestik dan non domestik.

Di Kecamatan Glagah diketahui bahwa debit puncak kebutuhan air total jangka waktu 30 tahun yang akan datang dengan tingkat pelayanan 100% adalah

sebesar 0,23 m 3 /dt atau sama dengan 230,70 lt/dt. Rata-rata kebutuhan air total di

Kecamatan Glagah adalah sebesar 0,15 m 3 /dt.

Pada tingkat pelayanan 75%, rata-rata kebutuhan air total di Kecamatan Glagah adalah sebesar 0,11 m 3 /dt dan pada tingkat pelayanan 60% rata-rata kebutuhan air total adalah sebesar 0,09 m 3 /dt.

Berikut adalah analisa perhitungan debit puncak kebutuhan air domestik dan non domestik pada tingkat pelayanan 100%, 75%, dan 60% di Kecamatan Glagah yang dapat dilihat pada Tabel 5.42 sampai dengan Tabel 5.44.

Tabel 5.42 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan Non Domestik Kec. Glagah Pada Tingkat Pelayanan 100% Tahun Jangka ∑ Penduduk Q Domestik Q Non Domestik Q kebocoran

Q total Th Ke-

Q ave

Qh max Qj max

Q kebakaran

m3/dt lt/dt 2011

Jiwa

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Tabel 5.43 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan Non Domestik Kec. Glagah Pada Tingkat Pelayanan 75% Tahun Jangka ∑ Penduduk Q Domestik Q Non Domestik Q kebocoran

Q total Th Ke-

Q ave

Qh max Qj max Q kebakaran

m3/dt lt/dt 2011

Jiwa

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Tabel 5.44 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan Non Domestik Kec. Glagah Pada Tingkat Pelayanan 60% Tahun Jangka ∑ Penduduk Q Domestik Q Non Domestik Q kebocoran

Q total Th Ke-

Q ave

Qh max Qj max

Q kebakaran

m3/dt lt/dt 2011

Jiwa

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Kebutuhan air merupakan jumlah air yang diperlukan bagi kebutuhan dasar atau unit konsumsi air serta kebutuhan air untuk pemadam kebakaran dan kehilangan air.

Besarnya air yang digunakan untuk berbagai jenis penggunaan tersebut dikenal dengan pemakaian air. Besarnya konsumsi air yang dipergunakan sesuai dengan dan dipengaruhi oleh :

1. Ketersediaan air, baik dari segi : • Kualitas

• Kuantitas • Kontinuitas

2. Kebiasaan hidup penduduk setempat

3. Pola dan tingkat kehidupan

4. Harga air

5. Sosial ekonomi penduduk setempat

6. Faktor teknis ketersediaan air seperti : • Fasilitas distribusi • Fasilitas pembuangan limbah yang dapat mempengaruhi kualitas air

bersih • Kemudahan dalam mendapatkannya

Di Kecamatan Kalipuro sendiri dari hasil analisa, diketahui bahwa debit puncak kebutuhan air total jangka waktu 30 tahun yang akan datang dengan

tingkat pelayanan 100% adalah sebesar 0,77 m 3 /dt atau sama dengan 768,77 lt/dt. Rata-rata kebutuhan air total di Kecamatan Kalipuro adalah sebesar 0,72 m 3 /dt.

Pada tingkat pelayanan 75%, rata-rata kebutuhan air total di Kecamatan Glagah adalah sebesar 0,54 m 3 /dt dan pada tingkat pelayanan 60% rata-rata kebutuhan air total adalah sebesar 0,43 m 3 /dt.

Berikut adalah analisa perhitungan debit puncak kebutuhan air domestik dan non domestik pada tingkat pelayanan 100%, 75%, dan 60% di Kecamatan Kalipuro yang dapat dilihat pada Tabel 5.45 sampai dengan Tabel 5.47.

Tabel 5.45 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan Non Domestik Kec. Kalipuro Pada Tingkat Pelayanan 100% Tahun Jangka ∑ Penduduk Q Domestik Q Non Domestik Q kebocoran

Q total Th Ke-

Q ave

Qh max Qj max Q kebakaran

m3/dt lt/dt 2011

Jiwa

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Tabel 5.46 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan Non Domestik Kec. Kalipuro Pada Tingkat Pelayanan 75% Tahun Jangka ∑ Penduduk Q Domestik Q Non Domestik Q kebocoran

Q total Th Ke-

Q ave

Qh max Qj max

Q kebakaran

m3/dt lt/dt 2011

Jiwa

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

Tabel 5.47 Perhitungan Debit Puncak Kebutuhan Air Domestik Dan Non Domestik Kec. Kalipuro Pada Tingkat Pelayanan 60% Tahun Jangka ∑ Penduduk Q Domestik Q Non Domestik Q kebocoran

Q total Th Ke-

Q ave

Qh max Qj max Q kebakaran

m3/dt lt/dt 2011

Jiwa

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

lt/dt

Sumber : Hasil Analisis Data, 2012

5.12 Ketersediaan Sumber Air

Debit andalan merupakan debit sungai yang dapat diandalkan selalu tersedia di sungai sepanjang tahun yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Untuk menghitung besarnya debit andalan dapat digunakan data debit sungai yang tercatat dalam waktu cukup lama. Apabila tidak tersedia data pencatatan debit sungai dalam jangka lama maka dapat dilakukan pengukuran sesaat terutama pada musim kemarau kondisi paling kritis.

Dalam menganalisa ketersediaan sumber air, perlu dievaluasi terlebih dahulu keseimbangan neraca air dengan melihat perubahan cadangan air permukaan di daerah aliran sungai tersebut. Pada Gambar 5.21 dan Tabel 5.48 merupakan gambaran perubahan cadangan air permukaan di DAS Bendo.

GRAFIK PERUBAHAN CADANGAN AIR PERMUKAAN DAS BENDO

Delta Storage

Gambar 5.21 Grafik Perubahan Cadangan Air Permukaan DAS Bendo (Hasil Analisa, 2012)

Dari Gambar 5.21 dapat diketahui bahwa cadangan air permukaan di DAS Bendo sangat fluktuatif tiap tahunnya dan kontinyus stabil. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perubahan cadangan air permukaan di DAS Bendo rata-rata Dari Gambar 5.21 dapat diketahui bahwa cadangan air permukaan di DAS Bendo sangat fluktuatif tiap tahunnya dan kontinyus stabil. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perubahan cadangan air permukaan di DAS Bendo rata-rata

GRAFIK DEBIT SURPLUS SUNGAI BENDO

Delta Q 0.10

Q consumtion

b it (m e

Q irigasi D 0.08

Q Loss PLTMH Q andalan

Gambar 5.22 Grafik Perubahan Debit Surplus Sungai Bendo, Kecamatan Glagah (Hasil Analisa, 2012)

Sedangkan dari hasil analisa perubahan cadangan air permukaan Sungai Bendo, didapatkan debit andalan rata-rata tahunan sebesar 0,17 m 3 /dt dan setelah

dikurangi dengan penggunaan debit untuk PLTMH, debit untuk konsumsi domestik dan non domestik, serta penggunaan debit untuk irigasi diperoleh debit

surplus rata-rata tahunan di Sungai Bendo sebesar 0,12 m 3 /dt. Evaluasi ketersediaan sumber air Sungai Bendo dapat dilihat pada Tabel 5.50 dan sebagai gambaran kondisi ketersediaan sumber air di DAS Bendo dapat dilihat pada Gambar 5.22.

Jadi dapat dikatakan bahwa ketersediaan sumber air di Sungai Bendo secara kuantitas layak dan secara kontinyuitas juga layak karena mengalir sepanjang tahun.

Pada Gambar 5.23 dan Tabel 5.49 merupakan gambaran perubahan cadangan air permukaan di DAS Antogan, Kecamatan Kalipuro.

GRAFIK PERUBAHAN CADANGAN AIR PERMUKAAN DAS ANTOGAN

Delta Storage

Gambar 5.23 Grafik Perubahan Cadangan Air Permukaan DAS Antogan (Hasil Analisa, 2012)

Dari Gambar 5.23 dapat diketahui bahwa cadangan air permukaan di DAS Antogan sangat fluktuatif menurun tiap tahunnya dan tingkat kekontinyuitasnya tidak stabil. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perubahan cadangan air permukaan di DAS Antogan rata-rata tahunan kurang lebih sebesar 73,87 mm. Hasil analisa perubahan cadangan air permukaan di DAS Antogan dapat dilihat pada Tabel 5.49.

Hasil analisa perubahan cadangan air permukaan Sungai Antogan, didapatkan debit andalan rata-rata tahunan yang kurang lebih sama dengan debit andalan pada Sungai Bendo yaitu sebesar 0,17 m 3 /dt dan setelah dikurangi dengan penggunaan debit untuk PLTMH, debit untuk konsumsi domestik dan non domestik, serta penggunaan debit untuk irigasi diperoleh debit surplus rata-rata

tahunan di Sungai Antogan sebesar 0,03 m 3 /dt. Evaluasi ketersediaan sumber air Sungai Antogan dapat dilihat pada Tabel 5.51 dan sebagai gambaran kondisi

ketersediaan sumber air di DAS Antogan dapat dilihat pada Gambar 5.24.

GRAFIK DEBIT SURPLUS SUNGAI ANTOGAN

Delta Q Q consumtion

b it (m e

Q irigasi D 0.10

Q Loss PLTMH Q andalan

Gambar 5.24 Grafik Perubahan Debit Surplus Sungai Antogan, Kecamatan Kalipuro (Hasil Analisa, 2012)

Jika dilihat dari hasil evaluasi ketersediaan sumber air di Sungai Antogan Kecamatan Kalipuro dan dari grafik pada Gambar 5.24, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ketersediaan sumber air di Sungai Antogan sangat kecil dan dimungkinkan debit andalan hanya mampu mensuplai kebutuhan air irigasi serta kebutuhan air domestik dan non domestik di Kecamatan Kalipuro. Sedangkan untuk mensuplai kebutuhan debit PLTMH sangat dikhawatirkan tidak tercukupi jika dimusim kemarau. Oleh sebab itu, hal ini akan berdampak tidak ekonomisnya perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro di DAS Antogan Kecamatan Kalipuro tersebut.

Jadi bisa dikatakan ketersediaan sumber air di Sungai Antogan secara kuantitas tidak layak dan secara kontinyuitas layak karena mengalir sepanjang tahun. Sedangkan untuk penentuan layak tidaknya secara finansial akan dibahas di sub bab berikutnya.

Tabel 5.48 Perubahan Cadangan Air Permukaan Daerah Aliran Sungai Bendo, Glagah No.

T ahun C urah Hujan C urah Hujan Luas DAS Suhu Udara Rata-Rata Evapotranspirasi (Etp)

Runoff (RO) Runoff (RO) ± ∆S (mm)

(mm) (mm) 1 2000

84 8.4 20 26.91 4.77 0.34 3.40 76.19 Sumber : Hasil Analisa, 2012

Tabel 5.49 Perubahan Cadangan Air Permukaan Daerah Aliran Sungai Antogan, Kalipuro No.

T ahun C urah Hujan C urah Hujan Luas DAS Suhu Udara Rata-Rata Evapotranspirasi (Etp)

Runoff (RO) Runoff (RO) ± ∆S (mm)

(mm) (mm) 1 2000

82 8.2 47 26.91 4.77 0.31 3.10 73.87 Sumber : Hasil Analisa, 2012

Tabel 5.50 Ketersediaan Debit di DAS Bendo, Kec. Glagah, Kab. Banyuwangi No.

Direct RO Base Flow

Q Lost Irigasi Q Population Return Flow Population Q Lost Population ∆Q (m3/dt)

Q Andalan Q PLTMH Return Flow PLTMH

Q Lost PLTMH Q Irigasi Return Flow Irigasi

(m3/dt/Km2)

(m3/dt) (m3/dt) 1 0.05 0.0063

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

0.15 0.15 0.03 0.12 Sumber : Hasil Analisa, 2012

Tabel 5.51 Ketersediaan Debit di DAS Antogan, Kec. Kalipuro, Kab. Banyuwangi No.

Direct RO Base Flow

Q Lost Irigasi Q Population Return Flow Population Q Lost Population ∆Q (m3/dt)

Q Andalan Q PLTMH Return Flow PLTMH

Q Lost PLTMH Q Irigasi Return Flow Irigasi

(m3/dt/Km2)

(m3/dt) (m3/dt) 1 0.15 0.0012

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

(m3/dt)

0.72 0.05 0.12 0.03 Sumber : Hasil Analisa, 2012

5.13 Verifikasi Model

Proses verifikasi model terhadap observasi sangatlah penting dalam suatu penelitian. Proses verifikasi ini dengan maksud untuk menguji keandalan proses simulasi dan analisa terhadap data observasi lapangan, sehingga hasil analisa model simulasi baik itu secara matematis ataupun secara komputasi dapat diuji kebenarannya terhadap hasil observasi lapangan dengan melihat nilai-nilai parameter seperti RMSE, NRMSE, COE, MSE, MAE, dan nilai Kriteria Nash. Selain itu juga melihat seberapa besar nilai koefisien korelasi antara hasil permodelan dan data observasi.

Pada Tabel 5.52 dapat dijabarkan tentang analisa proses verifikasi debit model dengan debit observasi di Sungai Bendo, Kecamatan Glagah.

Tabel 5.52 Verifikasi Debit Model dengan Debit Observasi Sungai Bendo

∆ (m /dt)

Q Obsv Q Andalan

2 ∆ Q (obs-ave) 2

(m /dt)

Standart Deviasi

0.18 RMSE = 0.18 NRMSE = 1.01 COE = -0.13 MSE = 0.034 MAE = 0.26

Kriteria Nash (KN)

92.34 % Korelasi (R)

Sumber : Hasil Analisa, 2012

Sesuai dengan hasil analisa pada Tabel 5.52, maka dapat diambil kesimpulan bahwa debit hasil permodelan dengan debit observasi di Sungai

Bendo memiliki korelasi yang baik dengan menunjukkan nilai R 2 = 0,60. Selain itu memiliki nilai Kriteria Nash sebesar 92,34 %. Tingkat kesalahan permodelan

ditunjukkan dengan nilai RMSE = 0,18; NRMSE = 1,01; COE = -0,13; MSE = 0,034; dan MAE = 0,26.

Jadi dapat dikatakan bahwa keakurasian dari debit model terhadap debit observasi di Sungai Bendo sangatlah baik seperti terlihat pada Gambar 5.25, dan hasil permodelan tersebut dapat digunakan lebih lanjut untuk analisa pada tahap berikutnya.

GEAFIK KORELASI DEBIT OBSERVASI DAN DEBIT M ODEL SUNGAI BENDO

0.18 3 l (m e d o 0.18

y = -0.0257x + 0.1801 M

Q 0.17 R = 0.6037

Q Observasi (m3/dt)

Gambar 5.25 Grafik Korelasi Debit Observasi Dan Debit Model Sungai Bendo (Hasil Analisa, 2012)

Pada Tabel 5.53 berikut dapat dijabarkan tentang analisa proses verifikasi debit model dengan debit observasi di Sungai Antogan, Kecamatan Kalipuro.

Tabel 5.53 Verifikasi Debit Model dengan Debit Observasi Sungai Antogan

Q Obsv Q Andalan

No.

∆ 2 ∆ Q (obs-ave) 2 (m 3

(m 3 /dt)

Standart Deviasi

0.03 RMSE = 0.06

NRMSE = 2.14 COE = 0.70

MSE = 0.004 MAE = 0.66

Kriteria Nash (KN)

85.33 % Korelasi (R)

Sumber : Hasil Analisa, 2012

Sesuai dengan hasil analisa pada Tabel 5.53, maka dapat diambil kesimpulan bahwa debit hasil permodelan dengan debit observasi di Sungai Antogan memiliki korelasi yang jelek dengan menunjukkan nilai R 2 = 0,08. Selain itu memiliki nilai Kriteria Nash sebesar 85,33 %. Tingkat kesalahan permodelan ditunjukkan dengan nilai RMSE = 0,06; NRMSE = 2,14; COE = 0,70; MSE = 0,004; dan MAE = 0,66.

Jadi dapat dikatakan bahwa keakurasian dari debit model terhadap debit observasi di Sungai Antogan sangatlah baik tapi memiliki korelasi data yang tidak bagus seperti yang terlihat pada Gambar 5.26.

GEAFIK KORELASI DEBIT OBSERVASI DAN DEBIT M ODEL SUNGAI ANTOGAN

0.20 t)

/d 3 0.15 (m l o d e 0.10

Q M y = 0.1813x + 0.1461

Q Observasi (m3/dt)

Gambar 5.26 Grafik Korelasi Debit Observasi Dan Debit Model Sungai Antogan

(Hasil Analisa, 2012)

Secara garis besar dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat keakurasian antara debit model dengan debit observasi di Sungai Bendo dan Sungai Antogan sama-sama memiliki tingkat keakurasian yang baik dengan ditunjukkan dengan nilai Kriteria Nash diatas 50%, dan tingkat kesalahannya sangat kecil seperti terlihat pada Gambar 5.27.

Karena telah memenuhi syarat uji keandalan data, maka data hasil analisa permodelan dapat digunakan lebih lanjut dalam permodelan WEAP untuk proses pengambilan keputusan dari hasil evaluasi ketersediaan sumber daya air pada masing-masing daerah aliran sungai tersebut.

GRAFIK KALIBRASI DAN VERIFIKASI MODEL

2.50 S. Bendo

S. Antogan 2.00

MAE Kriteria Nash (KN)

Parameter

Gambar 5.27 Grafik Nilai Parameter Proses Kalibrasi Dan Verifikasi Model (Hasil Analisa, 2012)

5.14 Hasil Analisa WEAP

Program WEAP (Water Evaluation and Planning System) bertujuan untuk menyertakan nilai-nilai sumber daya air, kualitas lingkungan, dan kebijakan dalam penggunaan air ke dalam suatu alat bantu program untuk perencanaan sumber daya air. WEAP dibedakan menjadi 2 pendekatan yaitu oleh pendekatan yang terintegrasi dalam mensimulasi sistem penyediaan air dan oleh orientasi kebijakannya. WEAP menempatkan sisi permintaan dari pola persamaan penggunaan air, efisiensi peralatan, pemakaian ulang/daur ulang, harga dan penempatan suatu pijakan/kedudukan antara persediaan air permukaan, air tanah, aliran air dan reservoir. WEAP adalah suatu laboratorium untuk pengujian pengembangan air alternatif dan strategi manajemen.

Sebagai database, WEAP menyediakan suatu sistem untuk pemeliharaan permintaan air dan menyediakan informasi. Sebagai peramalan alat, WEAP mensimulasi permintaan air, supply, streamflow, storage, pembangkit polusi, pengelolaan dan pengisian air kembali. Sebagai alat analisa kebijakan, WEAP Sebagai database, WEAP menyediakan suatu sistem untuk pemeliharaan permintaan air dan menyediakan informasi. Sebagai peramalan alat, WEAP mensimulasi permintaan air, supply, streamflow, storage, pembangkit polusi, pengelolaan dan pengisian air kembali. Sebagai alat analisa kebijakan, WEAP

WEAP memiliki prinsip dasar dalam memperhitungkan keseimbangan air. WEAP dapat digunakan untuk sistem agrikultur, dan subbasins tunggal atau sistem sungai kompleks. Lebih dari itu, WEAP dapat menganalisa suatu cakupan yang luas yaitu menganalisa wilayah daerah aliran sungai, konservasi air, verifikasi dan alokasi prioritas air, groundwater dan simulasi streamflow, pengoperasian reservoir, pembangkit tenaga air, polusi, kebutuhan ekosistem, dan merancang analisa benefit-cost.

Sebagai langkah pertama dalam menginput data di dalam program WEAP, perlu membuat skematisasi jaringan sungai dengan melihat pola jaringan sungai pada peta seperti yang terlihat pada Gambar 5.28, atau langsung mendigitasi pada peta jaringan sungai digital di dalam view windows WEAP seperti terlihat pada Gambar 5.29.

Gambar 5.28 Daerah Aliran Sungai Bendo dan Antogan (Google Earth, 2012)

Bentuk skematik jaringan sungai di Sungai Bendo dan Sungai Antogan tampak seperti pada Gambar 5.29 dengan dilengkapi input node-node sebaran water demand dan water supply untuk PLTMH dan kebutuhan konsumsi air bersih untuk penduduk di Kecamatan Glagah dan Kecamatan Kalipuro.

Gambar 5.29 Skematik Jaringan Sungai Dan Sebaran Node-Node Water Demand

and Water Supply (Hasil WEAP, 2012)

Input data yang dimasukkan dalam aplikasi program WEAP merupakan data hasil analisa evaluasi ketersediaan sumber air yang antara lain berupa :

a. Debit rata-rata Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro di masing- masing Daerah Aliran Sungai Bendo dan Antogan.

b. Volume kapasitas bendung dari debit maksimum PLTMH pada masing- masing bendung di Bendo dan Antogan.

c. Jumlah penduduk pada proyeksi 30 tahun yang akan datang di masing- masing Kecamatan Glagah dan Kecamatan Kalipuro.

d. Kebutuhan air total rata-rata tahunan baik itu kebutuhan air domestik maupun non domestik di masing-masing Kecamatan Glagah dan Kalipuro.

e. Kebutuhan air irigasi rata-rata tahunan baik di Kecamatan Glagah dan Kecamatan Kalipuro.

f. Return flow rata-rata dari masing-masing debit PLTMH, debit konsumsi penduduk, dan debit irigasi. Hasil running program dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 5.30 dan

Gambar 5.31 serta pada Tabel 5.54.

Gambar 5.30 Hasil Running WEAP (Hasil WEAP, 2012)

Gambar 5.31 Skematik Jaringan Sungai Bendo Dan Sungai Antogan Setelah di

Running (Hasil WEAP, 2012)

Tabel 5.54 Hasil Analisa WEAP Ketersediaan Sumber Air Di DAS Bendo dan DAS Antogan

Scenario: Reference

2017 Sum Inflows to Area (Million Cubic Meter)

Below Antogan Headflow 102,996,576 102,996,576 102,996,576 102,996,576 102,996,576 102,996,576 617,979,456 Below Bendo Headflow

112,709,664 112,709,664 112,709,664 112,709,664 112,709,664 112,709,664 676,257,984 Below DAM Antogan

2,365,200 2,365,200 2,365,200 2,365,200 2,365,200 2,365,200 14,191,200 Below DAM Bendo

Sum 222,171,120 222,171,120 222,171,120 222,171,120 222,171,120 222,171,120 1,333,026,720 Reservoir Storage Volume (Million Cubic Meter)

DAM Antogan 103,484,568 204,639,136 305,793,705 406,948,273 508,102,841 609,257,409 DAM Bendo

Supply Requirement (including loss, reuse and DSM) (Thousand Cubic Meter)

Hydro Power Antogan 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 19.53 Hydro Power Bendo

2.60 2.60 2.60 2.60 2.60 2.60 15.60 Kec. Glagah

9,291.75 9,291.75 9,291.75 9,291.75 9,291.75 9,291.75 55,750.50 Kec. Kalipuro

Unmet Demand (Cubic Meter)

Hydro Power Antogan 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 3.26 19.53 Hydro Power Bendo

2.60 2.60 2.60 2.60 2.60 2.60 15.60 Kec. Glagah

- - Kec. Kalipuro

Sum

Sumber : Hasil Analisa Program WEAP, 2012

5.15 Spesifikasi Teknis Perencanaan PLTMH

5.15.1 Identifikasi Lokasi

1. Tujuan Identifikasi Lokasi

a) Untuk menyelidiki lokasi-lokasi pembangkit dan wilayah suplai dalam rangka untuk mengevaluasi kelayakan dari proyek-proyek dan mendapatkan informasi untuk rencana pelistrikan.

b) Yang terpenting adalah mengukur debit air dan head yang dapat digunakan untuk PLTMH.

c) Penilaian kelayakan yang lain adalah penyelidikan tentang lokasi intake, rute saluran air, lokasi rumah pembangkit, jalur transmisi, dan lain-lain.

d) Dalam hal perencanaan yang diperlukan adalah survei permintaan daya, data sosial ekonomi seperti jumlah rumah tangga dan fasilitas umum pada lokasi yang akan disuplai, industri-industri lokal yang tersedia yang akan menggunakan listrik, kesanggupan masyarakat lokal untuk membayar listrik, dan kemampuan masyarakat lokal untuk menerima skema kelistrikan.

2. Persiapan untuk Identifikasi Lokasi

a) Pengumpulan informasi dan persiapan berupa peta untuk mengecek topografi dari lokasi dan desa-desa target, daerah tangkapan air, penyebaran desa-desa dan akses jalan.

b) Rencana persiapan identifikasi lokasi, koordinasi dengan instansi lokal yang berkompeten. Apabila lokasi tersebut terletak di daerah pegunungan dan wilayah terisolasi, maka diperlukan waktu lebih lama untuk melakukan kegiatan identifikasi lokasi.

c) Peralatan yang diperlukan untuk identifikasi lokasi, berupa Peta, Alat Tulis dan Peralatan Teknis.

3. Survei Garis Besar Proyek

a) Kondisi jalan ke lokasi.

b) Suatu sistem yang ada dan rencana ke depan.

c) Situasi penggunaan air sungai.

d) Keberadaan dari rencana-rencana pembangunan/proyek lain.

e) Bangunan sipil dalam area yang berdekatan dan material yang digunakan.

f) Permukaan topografi alamiah saat ini dan bangunan yang ada yang digunakan untuk pembangkit listrik.

g) Keberadaan dari permukaan tanah yang penting dan tumbuhan yang ada.

4. Penjelasan tentang kondisi geologi yang mempengaruhi stabilitas dari struktur sipil utama

Survei stabilitas tanah, terutama permukaan tanah

5. Survei pada lokasi untuk struktur sipil

Mengidentifikasi ulang dan verifikasi lapangan dalam jalur dengan hasil kemajuan dari perencanaan dan desain.

6. Pengukuran debit air

a) Metode pengukuran aliran air.

b) Frekuensi dari pengukuran aliran air.

c) Unit observasi level air.

7. Pengukuran head

Pengukuran ketinggian antara titik intake dan bak penenang serta ketinggian bak penenang dan titik keluar air.

8. Survei Permintaan

a) Metode survei permintaan.

b) Hal-hal dalam survei permintaan, meliputi : - Lokasi rute dan jarak yang sesuai;

- Pendapat dan keinginan pemilik permintaan fasilitas; - Jenis dan kualitas peralatan yang dibutuhkan untuk tenaga

penggerak, pemanas, pencahayaan, kontrol listrik, dan lain- lain;

- Kapasitas peralatan, tingkat konsumsi daya dan tarif listrik; - Jangka waktu penggunaan, dimana ada fluktuasi musiman

atau harian dari penggunaan daya dan kisaran;

- Tahun pemasangan dan jangka waktu pelayanan setiap peralatan pembangkit; - Masalah-masalah yang berhubungan dengan pemadaman listrik.

5.15.2 Perencanaan

1. Sistem Lay Out

Terdapat 3 kemungkinan rute saluran air : • Pipa pesat pendek, saluran air panjang. Hal ini akan membuka

peluang halangan yang beresiko tinggi, atau akan menyebabkan mudahnya terjadi keruntuhan atau kerusakan. Pemasangan saluran air yang melewati lereng yang curam mungkin sulit dan mahal, atau bahkan tidak mungkin.

• Pipa pesat menengah, akan memerlukan biaya yang lebih besar dari pipa pesat pendek, tetapi dapat menghemat biaya yang dikeluarkan untuk membangun saluran air yang melewati lereng

yang curam dengan aman. Pilihan ini lebih dianjurkan. • Pipa pesat panjang, dimana pipa ini mengikuti aliran sungai.

Tatanan seperti ini diperlukan karena tidak ada tanah datar untuk membangun saluran air, tentu saja tindakan pencegahan harus diambil.

2. Pemilihan Lokasi untuk Struktur Sipil Utama

a) Lokasi intake • Jalur saluran air sungai;

• Stabilitas pada lereng bukit yang curam; • Penggunaan konstruksi sipil yang ada seperti jalan di

pedesaan dan fasilitas intake yang dipakai untuk pertanian, dan lain-lain;

• Penggunaan topografi alami seperti kolam, metode pergerakan sedimentasi, dan lain-lain; • Level volume yang diambil dan level banjir;

• Kondisi tempat untuk penempatan bak pengendap dan saluran air, dan-lain-lain; • Keberadaan penggunaan sungai dalam mengurangi debit air;

• Keberadaan penampakan bagian belakang air.

b) Rute Saluran Air • Topografi dari rute;

• Kestabilan tanah pada daerah yang dilewati; • Penggunaan struktur yang telah tersedia, termasuk jalan dan

saluran irigasi.

c) Lokasi dari bak penenang • Keadaan topografi dan geologi; • Mengetahui hubungan dengan muka air tanah yang lebih

tinggi.

d) Rute pipa pesat, dapat diseleksi berdasarkan : • Kemiringan hidraulik;

• Topografi daerah yang dilewati; • Stabilitas tanah dari daerah yang dilewati; • Penggunaan jalan yang telah tersedia, dan lainnya.

e) Lokasi rumah pembangkit • Kondisi jalan mudah;

• Keadaan pondasi; • Level banjir; • Kondisi instalasi untuk fasilitas pembantu;

f) Lokasi saluran pembuang • Level banjir;

• Keberadaan fluktuasi dasar sungai pada daerah saluran pembuang;

• Kemungkinan penggenangan pada bantaran sungai dan permukaan tanah terdekat berdasarkan keluaran air;

• Arah aliran sungai;

3. Perencanaan Suplai dan Permintaan

a) Seleksi dari fasilitas-fasilitas permintaan daya listrik. • Ciri-ciri bentuk penggunaan daya listrik dan fluktuasi beban

adalah penggunaan untuk penerangan, pemanasan listrik, dan tenaga penggerak;

• Biaya transmisi dan distribusi; • Kontribusi pembangunan lokal;

b) Pengujian dari skala pembangunan dan keseimbangan suplai dan permintaan.

5.15.3 Desain Untuk Konstruksi Sipil

1. Dam Intake

a) Tipe-tipe dasar dam intake yang digunakan.

b) Memutuskan ketinggian dam, dengan mempertimbangkan kondisi yang membatasi ketinggian saluran, kemungkinan kenaikan dasar sungai di bagian hilir, kondisi untuk memindahkan sedimen dari depan dam dan bak pengendap dengan metode intake, dan pengaruh pada pembangkitan daya listrik.

c) Melakukan evaluasi dan analisa Studi Sosial Ekonomi.

2. Intake

a) Metode intake, dengan Saringan atau Tanpa Saringan

b) Poin-poin penting dalam mendesain intake

3. Bak Pengendap

a) Bagian penyalur

b) Bagian melebar

c) Bagian pengendap

d) Tempat endapan

e) Spillway

4. Saluran Pembawa

a) Tipe dan Struktur Dasar Saluran.

b) Menentukan potongan melintang dan kemiringan longitudinal.

5. Bak Penenang

a) Kapasitas bak penenang

b) Hal-hal penting untuk desain bak penenang meliputi kedalaman air dan ketinggian pemasangan dari inlet pipa pesat, ruangan saringan yang sesuai untuk jenis turbin, instalasi pipa lubang angin sebagai pelengkap pintu bak penenang, dan spillway.

6. Pipa Pesat (Penstok)

Bahan pipa pesat, bahan utama pipa pesat adalah pipa-pipa baja, pipa-pipa ductile dan pipa-pipa FRPM (Fibre Reinforced Plastic Multi-unit). Sedangkan pembangkit tenaga air skala kecil menggunakan pipa-pipa Hard Vinyl Chloride, pipa-pipa howell atau pipa-pipa spiral welded.

7. Pondasi Rumah Pembangkit

Pondasi untuk Turbin Impulse atau untuk pondasi untuk Turbin Reaction.

5.15.4 Desain Untuk Struktur Mekanikal & Elektrikal

1. Struktur Fundamental dari Peralatan untuk Pembangkit Listrik

2. Turbin (Turbin Air)

3. Generator

4. Fasilitas Tenaga Transmisi (Speed Increaser)

a) Kopling langsung dengan batang turbin dan batang generator.

b) Kopling tidak langsung dengan menggunakan fasilitas transmisi tenaga (speed increaser) antara batang turbin dan batang generator.

5. Fasilitas Kontrol dari Turbin dan Generator

a) Pengatur kecepatan, jenis dummy load atau jenis mekanik.

b) Pemicu generator, tipe sikat dan tipe tanpa sikat.

6. Kontrol, Peralatan dan Pengaman Pembangkit

a) Metode kontrol pembangkit - Kontrol pengawasan (supervisory), jauh dan berkala.

- Kontrol operasional (operational), manual dan otomatis. - Kontrol keluaran (output).

b) Peralatan pembangkit - Pengukur tekanan pada pipa pesat. - Voltmeter dengan saklar pengubah untuk voltase output. - Voltmeter dengan saklar pengubah untuk output dummy load

(ballast). - Ampere meter dengan saklar pengubah untuk arus output generator. - Frekuensi meter untuk kecepatan putaran generator. - Hour meter untuk waktu operasional. - kWh (kilo Watt hour) meter dan kVh (kilo Var hour) meter. - Ammeter dengan saklar pengubah untuk arus output ke

jaringan.

c) Pengaman Pembangkit dan Jaringan Distribusi 220 V.

d) Pengaman Jaringan Distribusi 20 kV.

e) Inlet valve

5.15.5 Desain Untuk Fasilitas Distribusi

1. Ide tentang listrik

Potensi tenaga air adalah sebanding dengan Ketinggian (meter) dari air dan Volume dari aliran (m³/detik).

2. Pemilihan jalur distribusi

a) Mudah untuk akses dan perawatan.

b) Kondisi tanah kuat dan stabil.

c) Tidak ada masalah dalam pengalihan/penggunaan lahan.

d) Tidak ada masalah pada jarak dengan rumah dan pohon, dsb.

e) Jalur distribusi hatus paling pendek.

f) Memperhitungkan jika tiang dipasang disekitar slope curam atau pada dasar jurang.

g) Ketinggian konduktor dari atas tanah harus > 4 meter.

3. Fasilitas Distribusi

a) Tiang

b) Tarik tegang

c) Konduktor dan kabel

d) Pengaman

e) Trafo distribusi

f) Sambungan rumah

4. Tiang

Tiang standar untuk jaringan transmisi adalah Tiang Beton, Tiang Kayu (termasuk Tiang Bambu), dan Tiang Besi.

a) Panjang Bentangan Tiang Direkomendasikan 50 meter (area pemukiman penduduk) dan 80 meter (area diluar pemukiman penduduk, area persawahan, dan ruang terbuka).

b) Jarak bebas minimum yang diijinkan untuk konduktor dan lingkungan.

c) Ketinggian tiang, dengan memperhitungkan faktor-faktor : - Ketinggian yang diperlukan untuk konduktor feeder

(penyulang) diatas tanah dapat diamankan dibawah lendutan terbesar.

- Jarak bebas yang diperlukan antara konduktor feeder dan bangunan, kawat listrik lain atau pepohonan dapat diamankan (jarak bebas dibawah lendutan maksimum harus diuji).

- Tegangan 20 kV, panjang tiang = 9 meter. - Tegangan rendah, panjang tiang = 7 meter. - Rekomendasi kedalaman minimum pemasangan tiang adalah

1/6 x panjang tiang. - Jika kondisi tanah labil, akar tiang harus diperkuat dengan baik.

d) Ukuran tiang Ukuran tiang harus ditentukan dengan memperhitungkan momen pada tiang dengan beban angin.

5. Tarik Tegang

a) Beban vertikal (berat tiang, berat kabel, beban vertikal dari tekanan kawat, dan lain-lain).

b) Beban mendatar (tekanan angin pada tiang, ketidakseimbangan beban dari panjang bentangan yang berbeda).

c) Beban samping (tekanan angin pada kabel, komponen beban samping dari tekanan kawat, dan lain-lain).

6. Konduktor dan Kabel

a) Kelebihan konduktor dan kabel

b) Ukuran konduktor, harus dipilih dengan memperhitungkan : - jumlah beban sekarang dan jumlah beban yang diperkirakan, - hubungan pendek/konsleting, - kapasitas arus konduktor, - kerugian tegangan dan daya, - kekuatan mekanikal, dan lain-lain.

c) Lendutan Konduktor

d) Beban setiap fasa

7. Trafo Distribusi

a) Jenis trafo distribusi, jenis trafo oil immersed atau trafo kering.

b) Kebutuhan trafo : - Mengukur jarak dari rumah pembangkit ke setiap pusat

pemukiman masyarakat. - Menghitung arus beban dari setiap jaringan distribusi. - Menghitung kerugian tegangan dari setiap kabel. - Menghitung total kerugian tegangan.

c) Penerapan trafo distribusi, step-up dan step down harus pada konstruksi 3 fasa dan kapasitas standarnya adalah 5 kVA, 10 kVA, 16 kVA, 25 kVA, dan 50 kVA.

d) Pemilihan satuan kapasitas, harus ditentukan 125% (=100% / 80%) dari kapasitas generator, jika faktor daya adalah 80%, maka beban maksimum adalah 100%, dan kelebihan beban tidak akan diijinkan karena mengurangi masa pakai trafo.

e) Lokasi, untuk trafo step-up harus diletakkan dekat power house, sedangkan trafo step-down harus diletakkan dalam atau dekat ke area pusat beban.

8. Sambungan Rumah (SR/HC = House Connection)

a) Pemakaian Sambungan Rumah, kabel twisted berinti tembaga atau berinti aluminium).

b) Pengkabelan dalam rumah.

Dari hasil penjabaran identifikasi dan spesifikasi lokasi serta ketentuan- ketentuan atau syarat-syarat dari perencanaan PLTMH, maka dapat diambil suatu spesifikasi untuk perencanaan PLTMH di DAS Bendo, yang dapat dilihat pada Tabel 5.55 yaitu sebagai berikut :

Tabel 5.55 Spesifikasi Teknik PLTMH Bendo, Glagah No

Keterangan 1 Nama Lokasi

Parameter

Tipe / Ukuran

PLTMH Bendo, Desa Kampung Anyar, Kecamatan

Glagah, Kabupaten Banyuwangi

2 Kapasitas Pembangkit

255 kW

3 Debit Penghujan

100820 liter / detik

4 Debit Kemarau

130 liter / detik

Merupakan lapisan batu, tidak dipengaruhi oleh

5 Bendung

Dam Beton Graviti

kemiringan, keluaran air atau tingkat beban sedimen

6 Tinggi Jatuh

48,30 meter

7 Saluran Penyadap

Dilengkapi dengan pintu air 8 Saluran Pembawa

Direct Intake

Konstruksi beton Konstruksi beton dan

9 Bak Penenang pasangan batu

10 Pipa Pesat Welded Steel Rumah tempat semua

11 Rumah Pembangkit peralatan mekanik dan elektrik PLTMH. Untuk Turbin Impulse (Cross

12 Pondasi

Flow)

No Parameter

Tipe / Ukuran

Keterangan

13 Turbin

Reverse Pump

14 Generator

Synchronous Kecepatan putaran : 1500 rpm Voltage : 400/230 V, sambungan star

stabil dengan AVR pada generator Kontrol ELC dengan

15 Sistem Kontrol

ELC

thyristor 16 Transmisi - Distribusi

Jenis Kabel

Twisted

Tiang

Beton, tinggi 7 meter

Sumber : Hasil Analisa, 2012

Sedangkan untuk spesifikasi perencanaan PLTMH Antogan di Kecamatan Kalipuro dapat dilihat pada Tabel 5.56 berikut.

Tabel 5.56 Spesifikasi Teknik PLTMH Antogan, Kalipuro No

Keterangan 1 Nama Lokasi

Parameter

Tipe / Ukuran

PLTMH Antogan, Kelurahan Gombengsari, Kecamatan

Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi

2 Kapasitas Pembangkit

186 kW

3 Debit Penghujan

178670 liter / detik

4 Debit Kemarau

75 liter / detik

Merupakan lapisan batu, tidak dipengaruhi oleh

5 Bendung

Dam Beton Graviti

kemiringan, keluaran air atau tingkat beban sedimen

6 Tinggi Jatuh

40,50 meter

7 Saluran Penyadap

Dilengkapi dengan pintu air 8 Saluran Pembawa

Direct Intake

Konstruksi beton Konstruksi beton dan

9 Bak Penenang pasangan batu

10 Pipa Pesat Welded Steel Rumah tempat semua

11 Rumah Pembangkit peralatan mekanik dan elektrik PLTMH. Untuk Turbin Impulse (Cross

12 Pondasi

Flow)

No Parameter

Tipe / Ukuran

Keterangan

13 Turbin

Reverse Pump

14 Generator

Synchronous Kecepatan putaran : 1500 rpm Voltage : 400/230 V, sambungan star

stabil dengan AVR pada generator Kontrol ELC dengan

15 Sistem Kontrol

ELC

thyristor 16 Transmisi - Distribusi

Jenis Kabel

Twisted

Tiang

Beton, tinggi 7 meter

Sumber : Hasil Analisa, 2012

Setelah diketahui spesifikasi perencanaan PLTMH Bendo dan PLTMH Antogan, maka langkah selanjutnya adalah menentukan parameter perencanaan PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan sesuai dengan hasil analisa dan pengukuran serta survei lapangan seperti terlihat pada Tabel 5.57, dimana parameter tersebut digunakan untuk menganalisa perkiraan kasar rencana anggaran biaya secara global sesuai dengan ketentuan Japan International Cooperation Agency (JICA), 2003.

Tabel 5.57 Nilai Parameter Perencanaan PLTMH Bendo Dan Antogan Nilai Parameter PLTMH

Deskripsi Keterangan Bendo

Antogan

Perencanaan 255 186 Daya maksimum (kW) 0,130

Air yang digunakan turbin (m 3 /det) Fasilitas Intake

7 5 Ketinggian bendungan (m) 11,5

10 Panjang bendungan (m) Saluran Air

Panjang saluran air (m) Pipa Pesat

Diameter pipa pesat (m) Distribusi

Jumlah rumah tangga (KK) Jarak ke rumah paling jauh dari rumah

20 15 pembangkit (Km)

M/E 48,30 40,50 Tinggi jatuh efektif (m) Sumber : Hasil Analisa, 2012

5.16 Rencana Anggaran Biaya Global Perencanaan PLTMH

Pelaksanaan suatu pekerjaan konstruksi, dapat dibagi menjadi beberapa kelompok pekerjaan. Klasifikasi pekerjaan tersebut diperlukan untuk mempermudah dalam pemilahan karakter suatu item yang dominan pada kegiatan tertentu.

Detailed Engineering Design atau gambar teknik konstruksi spesifik yang telah dibuat sebelumnya, kemudian akan dihitung kuantitas tiap item pekerjaan yang ada dan disusun berdasarkan klasifikasi pekerjaan dalam perencanaan PLTMH seperti pada Gambar 5.32. Dari item-item pekerjaan tersebut dapat diperkirakan biaya-biaya yang dapat direncanakan dalam suatu studi kelayakan atau dalam penyusunan rencana anggaran biaya perencanaan.

Gambar 5.32 Komponen Biaya Investasi (Hasil Analisa, 2012)

Perhitungan kuantitas setiap item pekerjaan diperlukan untuk mengetahui jumlah pemakaian atau kebutuhan besaran bahan atau material yang digunakan Perhitungan kuantitas setiap item pekerjaan diperlukan untuk mengetahui jumlah pemakaian atau kebutuhan besaran bahan atau material yang digunakan

1. Besaran isi atau volume (m 3 ).

2. Besaran luas atau area (m 2 ).

3. Besaran panjang (m’). Harga satuan dimaksud diatas adalah harga dari suatu bahan atau material

dan harga pengupahan untuk tenaga pelaksana di lapangan. Umumnya dapat

3 dalam bentuk berat (kg), volume (m 2 ), luasan (m ), panjang (m’) dan sebagainya. Selain dalam menganalisa biaya dari pekerjaan konstruksi, perlu juga

mempertimbangkan sarana dan prasarana infrastruktur dalam mempersiapkan lahan, akses jalan masuk serta pembangunan jalan untuk menunjang pekerjaan konstruksi PLTMH di daerah tersebut.

Gambar 5.33 Sarana Oleh Pemerintah

A. Perkiraan Kasar Biaya PLTMH DAM Bendo

Rencana Anggaran Biaya dibutuhkan untuk melihat pengeluaran yang dibutuhkan. Dalam RAB pembangunan PLTMH Bendo, menggunakan standart dari JICA. Berikut Rekapitulasi anggaran biaya pembangunan PLTMH Bendo.

Tabel 5.58 Rencana Anggaran Biaya Global Perencanaan PLTMH Bendo

gg y

No Deskripsi

Nilai Rupiah

Keterangan

1 PEKERJAAN PERSIAPAN

2 PEKERJAAN SIPIL

1 Fasilitas Intake

Bendungan Beton

H=

7.00 meter (Tinggi Bendungan, meter)

11.50 meter (Panjang Bendungan, meter) 2 Bak Pengendap (Settling

L=

Jenis Pipa Pesat Panjang

Basin )

atau Menengah

Q= 0.13 m3/dtk (Air yang digunakan Turbin, m3/dtk) 3 Saluran Air (Head race )

Q= 0.13 m3/dtk (Air yang digunakan Turbin, m3/dtk)

(Panjang saluran air, meter) 4 Bak Penenang (Head tank )

L=

100.00 meter

Q= 0.13 m3/dtk (Air yang digunakan Turbin, m3/dtk) 5 Pipa Pesat (Penstock )

Pekerjaan Sipil

0.20 meter (Diameter pipa pesat, meter)

Pipa Pesat

L=

56.24 meter (Panjang pipa pesat, meter)

G=

37.00 kg/m Berat pipa / meter

6 Pondasi Rumah Pembangkit

P= 255 kW (Daya Maksimum, termasuk saluran pembuang) 7 Bangunan Rumah

3 PEKERJAAN M/E

He = 48.30 meter (Tinggi jatuh, meter)

4 PEKERJAAN DISTRIBUSI

X= 400000

(Jumlah Rumah Tangga x Jarak)

5 SAMBUNGAN PELANGGAN

Xi = 1000

(Jumlah Rumah Tangga)

Sumber : Hasil Analisa, 2012

Dari Tabel 5.58 bisa dilihat jumlah pengeluaran yang dibutuhkan untuk tahap konstruksi (biaya langsung). Selain biaya langsung, masih ada biaya tidak langsung yang terdiri dari biaya desain (7,5 % dari biaya langsung), biaya supervisi (5 % dari biaya langsung), biaya manajemen (5 % dari biaya langsung) dan pajak (12,5 % dari biaya langsung). Rencana angaran biaya globalnya dapat dilihat pada Tabel 5.59 berikut.

Tabel 5.59 Rekapitulasi RAB Perencanaan PLTMH Bendo, Glagah No

Jenis Biaya Biaya

A. Biaya Langsung dari Konstruksi

1 PEKERJAAN PERSIAPAN Rp 171,142,000.00 2 PEKERJAAN SIPIL

Rp 1,014,856,000.00 3 PEKERJAAN M/E

Rp 218,496,000.00 4 PEKERJAAN DISTRIBUSI

Rp 18,173,000.00 5 SAMBUNGAN PELANGGAN

Rp 459,900,000.00 6 LAIN - LAIN

Rp 85,571,000.00

SUB TOTAL Rp 1,968,138,000.00

B. Biaya Tidak Langsung

1 BIAYA DESAIN Rp 147,610,350.00 2 BIAYA SUPERVISI

Rp 98,406,900.00 3 BIAYA MANAJEMEN

Rp 98,406,900.00 4 PAJAK

Rp 246,017,250.00

SUB TOTAL Rp 590,441,400.00 TOTAL (A + B)

Rp 2,558,579,400.00

Sumber : Hasil Analisa, 2012

Total biaya langsung dari konstruksi PLTMH Bendo adalah sebesar Rp. 1.968.138.000,00 dan biaya tidak langsung sebesar Rp. 590.441.400,00. Jadi total rencana anggaran biaya pembangunan PLTMH Bendo adalah sebesar Rp. 2.558.579.400,00.

B. Perkiraan Kasar Biaya PLTMH DAM Antogan

Perkiraan kasar biaya PLTMH Antogan, Kecamatan Kalipuro dapat dilihat pada Tabel 5.60. Perkiraan biaya ini merupakan perkiraan biaya global dari analisa grafik dan persamaan JICA. Analisa biaya ini bisa berubah sesuai dengan perkembangan material dan upah tenaga.

Tabel 5.60 Rencana Anggaran Biaya Global Perencanaan PLTMH Antogan

No Deskripsi

Nilai Rupiah

Keterangan

1 PEKERJAAN PERSIAPAN

2 PEKERJAAN SIPIL

1 Fasilitas Intake

Bendungan Beton

H=

5.00 meter (Tinggi Bendungan, meter)

L= 10.00 meter (Panjang Bendungan, meter) 2 Bak Pengendap (Settling

Jenis Pipa Pesat Panjang atau

Basin )

Menengah

0.07 m3/dtk (Air yang digunakan Turbin, m3/dtk) 3 Saluran Air (Head race )

0.07 m3/dtk (Air yang digunakan Turbin, m3/dtk)

(Panjang saluran air, meter) 4 Bak Penenang (Head tank )

L=

100.00 meter

0.07 m3/dtk (Air yang digunakan Turbin, m3/dtk) 5 Pipa Pesat (Penstock )

Q=

Pekerjaan Sipil

0.20 meter (Diameter pipa pesat, meter)

Pipa Pesat

L=

213.09 meter

(Panjang pipa pesat, meter)

G= 37.00 kg/m Berat pipa / meter

6 Pondasi Rumah Pembangkit

186 kW (Daya Maksimum, termasuk saluran pembuang) 7 Bangunan Rumah

3 PEKERJAAN M/E

He = 40.50 meter (Tinggi jatuh, meter)

4 PEKERJAAN DISTRIBUSI

(Jumlah Rumah Tangga x Jarak)

5 SAMBUNGAN PELANGGAN

Xi = 650

(Jumlah Rumah Tangga)

Sumber : Hasil Analisa, 2012

Dari Tabel 5.60 dan Tabel 5.61 didapatkan total biaya langsung dari konstruksi PLTMH Antogan adalah sebesar Rp. 1.841.633.000,00 dan biaya tidak langsung sebesar Rp. 552.489.900,00. Jadi total rencana anggaran biaya pembangunan PLTMH Antogan adalah sebesar Rp. 2.394.122.900,00.

Tabel 5.61 Rekapitulasi RAB Perencanaan PLTMH Antogan, Kec. Kalipuro No

Jenis Biaya Biaya

A. Biaya Langsung dari Konstruksi

1 PEKERJAAN PERSIAPAN Rp 160,142,000.00 2 PEKERJAAN SIPIL

Rp 1,064,630,000.00 3 PEKERJAAN M/E

Rp 216,284,000.00 4 PEKERJAAN DISTRIBUSI

Rp 10,406,000.00 5 SAMBUNGAN PELANGGAN

Rp 310,100,000.00 6 LAIN - LAIN

Rp 80,071,000.00

SUB TOTAL Rp 1,841,633,000.00

B. Biaya Tidak Langsung

1 BIAYA DESAIN Rp 138,122,475.00 2 BIAYA SUPERVISI

Rp 92,081,650.00 3 BIAYA MANAJEMEN

Rp 92,081,650.00 4 PAJAK

Rp 230,204,125.00

SUB TOTAL Rp 552,489,900.00 TOTAL (A + B)

Rp 2,394,122,900.00

Sumber : Hasil Analisa, 2012

Setelah diketahui rencana anggaran biaya dari masing-masing perencanaan konstruksi PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan, maka langkah selanjutnya adalah dengan menganalisa finansial untuk mengetahui kelayakan perencanaan pembangunan PLTMH Bendo dan PLTMH Antogan tersebut dengan metode NPV, IRR, BCR, PP dan B-C.

5.17 Analisis Finansial

A. Analisis Finansial PLTMH Bendo

Dalam analisis finansial, diperlukan data – data seperti pemasukan (cash in), pengeluaran (cash out), discount rate, dan jangka waktu kegiatan investasi yang direncanakan 30 tahunan. Semua ini akan dijadikan satu kedalam suatu aliran kas (cashflow) investasi perencanaan PLTMH.

Berikut merupakan asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisa finansial seperti asumsi perawatan, pengeluaran, dan pemasukan untuk kelayakan suatu perencanaan PLTMH di DAS Bendo.

a) Asumsi Perawatan Untuk biaya perawatan, menggunakan rumus :

1 , 2 % Br =

x ( V − 0 , 1 . V ) (5.28)

100 jam

Dimana : V = Harga total turbin dan genset

Kemudian, tiap lima tahun sekali pengeluaran rutin (maintenance) diasumsikan naik 10 % untuk perawatan alat yang bertambah umur. Untuk spesifikasi turbinnya berasal dari China. Turbin Crossflow dengan supplier dari China dengan spesifikasi harga sebagai berikut : Harga Turbin

= Rp. 202,500,000.00 / unit

Harga Genset

= Rp. 92,916,000.00 / unit / kVA

Total Harga

= Rp. 295,416,000.00

Harga Pek. Luar

= Rp. 3,000,000.00 / kW

Harga Perawatan

Br =

x ( 295 . 416 . 000 − 0 , 1 x 295 . 416 . 000

100 jam

Br = Rp. 32.000,00 per jam

3 bulan = 8 jam, maka dalam 1 tahun : Br = Rp. 1.024.000,00

b) Asumsi pengeluaran Biaya operasional, dibayarkan tiap bulan. Untuk energi, diasumsikan harga solar Rp. 4500 / liter dan digunakan selama 30 hari dalam sebulan. Untuk telekomunikasi dan administrasi diasumsikan Rp. 100.000 tiap bulan. Seperti tampak pada Tabel 5.62 berikut.

Tabel 5.62 Rencana Biaya Operasional dan Perawatan PLTMH Bendo, Glagah No

Jenis Biaya

Qty.

Jumlah

Jumlah/Bulan

Jumlah/Tahun

1 Biaya Operasional

a. Ketua Pengurus

b. Staf Administrasi

c. Staf Teknis

a. Perawatan

b. Administrasi & ATK

Sumber : Hasil Analisa, 2012

c) Asumsi pemasukan Pemasukan PLTMH hanya berasal dari penjualan listrik. Harga listrik per kWh dapat dicari dengan menggunakan rumus :

C x DC x FC T = γ (5.29) x C

Dimana : T

= Tarif yang dihasilkan (Rupiah/kWh)

C = Kapasitas generator (hp) Sesuai dengan daya listrik PLTMH Bendo diambil kapasitas sebesar 250 kW atau sama dengan 335 hp. (1 hp = 0,746 kW)

DC = Harga bahan bakar per liter = 4500/lt FC = Konsumsi bahan bakar (g/hp-hr) = 64 g/hp-hr

= Rasio berat jenis bahan bakar = 0,85 kg/liter

Jadi harga tarif listrik per kWh dari daya listrik yang dihasilkan PLTMH Bendo adalah :

CxDCxFC 335 x 4500 x 64 T =

= γ = 455 Rp/kWh xC

850 x 250

Pembulatan tarif listrik per kWh diambil sebesar : T = Rp. 500 / kWh

Diasumsikan listrik terjual selama 270 hari, 300 hari dan 360 hari dan terjadi penurunan daya sebesar 10% dan kenaikan harga jual listrik sebesar 10% setiap 5 tahun sekali. Kemudian dianalisis secara finansial menggunakan metode NPV, BCR, IRR, PP dan B-C. Asumsi pemasukan listrik untuk ketiga alternatif penjualan adalah sebagai berikut :

ASUMSI PEMASUKAN (CASH IN) 5 th pertama

Dengan harga Rp. 500 / kWh

a. Terjual selama 270 hari = 270 hari x 250 kW x 24 jam x Rp. 500

Rp.

b. Terjual selama 300 hari = 300 hari x 250 kW x 24 jam x Rp. 500

Rp.

c. Terjual selama 360 hari = 360 hari x 250 kW x 24 jam x Rp. 500

Rp.

ASUMSI PEMASUKAN (CASH IN) 5 th kedua

Dengan harga Rp. 550 / kWh

a. Terjual selama 270 hari = 270 hari x 225 kW x 24 jam x Rp. 550

Rp.

b. Terjual selama 300 hari = 300 hari x 225 kW x 24 jam x Rp. 550

Rp.

c. Terjual selama 360 hari = 360 hari x 225kW x 24 jam x Rp. 550

Rp.

ASUMSI PEMASUKAN (CASH IN) 5 th ketiga

Dengan harga Rp. 605 / kWh

a. Terjual selama 270 hari = 270 hari x 203 kW x 24 jam x Rp. 605

Rp.

b. Terjual selama 300 hari = 300 hari x 203 kW x 24 jam x Rp. 605

Rp.

c. Terjual selama 360 hari = 360 hari x 203 kW x 24 jam x Rp. 605

Rp.

ASUMSI PEMASUKAN (CASH IN) 5 th keempat

Dengan harga Rp. 666 / kWh

a. Terjual selama 270 hari = 270 hari x 182 kW x 24 jam x Rp. 666

Rp.

b. Terjual selama 300 hari = 300 hari x 182 kW x 24 jam x Rp. 666

Rp.

c. Terjual selama 360 hari = 360 hari x 182 kW x 24 jam x Rp. 666

Rp.

ASUMSI PEMASUKAN (CASH IN) 5 th kelima

Dengan harga Rp. 732 / kWh

a. Terjual selama 270 hari = 270 hari x 164 kW x 24 jam x Rp. 732

Rp.

b. Terjual selama 300 hari = 300 hari x 164 kW x 24 jam x Rp. 732

Rp.

c. Terjual selama 360 hari = 360 hari x 164 kW x 24 jam x Rp. 732

Rp.

ASUMSI PEMASUKAN (CASH IN) 5 th keenam

Dengan harga Rp. 805 / kWh

a. Terjual selama 270 hari = 270 hari x 148 kW x 24 jam x Rp. 805

Rp.

b. Terjual selama 300 hari = 300 hari x 148 kW x 24 jam x Rp. 805

Rp.

c. Terjual selama 360 hari = 360 hari x 148 kW x 24 jam x Rp. 805

Rp.

Setelah didapatkan data – data pemasukan dan pengeluaran, maka akan di analisis melalui cashflow dengan discount rate 10%, 12%, dan 15%. Kemudian akan didapatkan kelayakan pembangunan PLTMH di DAS Bendo secara finansial. Tabel 5.63 menunjukkan hasil rekapitulasi dari analisis finansial pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro di DAS Bendo.

Tabel 5.63 Rekapitulasi Analisa Finansial Perencanaan PLTMH Bendo

g Discount Rate Parameter

Terjual 360 hari BCR

Terjual 270 hari

Terjual 300 hari

Sumber : Hasil Analisa, 2012

Dari Tabel 5.63 dapat diketahui bahwa alternatif yang terbaik jatuh pada alternatif ketiga yaitu pada penjualan listrik selama 360 hari dengan discount rate 10%. Hasil analisa cashflow perencanaan PLTMH Bendo dari ketiga alternatif penjualan listrik dapat dilihat pada Lampiran.

Jadi dapat dikatakan bahwa perencanaan pembangunan PLTMH di DAS Bendo adalah LAYAK dilaksanakan dengan nilai parameter analisis finansialnya adalah sebagai berikut :

BCR = 3,04

.... (OK) NPV = Rp. 2.186.343.154,74

→ BCR > 1

.... (OK) IRR = 15%

→ NPV > (+) 0

.... (OK) PP = 12 tahun B-C = Rp. 1.517.205.373,75 → B-C > (+) 0

→ IRR > 12%

.... (OK)

B. Analisis Finansial PLTMH Antogan

Berikut merupakan asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisa finansial untuk kelayakan suatu perencanaan PLTMH di DAS Antogan. a)

Asumsi Perawatan Asumsi perawatan PLTMH Antogan sama dengan asumsi perawatan PLTMH Bendo yaitu diasumsikan tiap lima tahun sekali pengeluaran rutin (maintenance) diasumsikan naik 10% untuk perawatan alat yang bertambah umur. Untuk spesifikasi turbinnya berasal dari China. Turbin Crossflow dengan supplier dari China dengan spesifikasi harga sebagai berikut : Harga Turbin

= Rp. 202,500,000.00 / unit

Harga Genset = Rp. 92,916,000.00 / unit / kVA Total Harga

= Rp. 295,416,000.00

Harga Pek. Luar

= Rp. 3,000,000.00 / kW

Harga Perawatan

Br =

x ( 295 . 416 . 000 − 0 , 1 x 295 . 416 . 000

100 jam

Br = Rp. 32.000,00 per jam

3 bulan = 8 jam, maka dalam 1 tahun : Br = Rp. 1.024.000,00 3 bulan = 8 jam, maka dalam 1 tahun : Br = Rp. 1.024.000,00

Biaya operasional, dibayarkan tiap bulan. Untuk energi, diasumsikan harga solar Rp. 4500 / liter dan digunakan selama 30 hari dalam sebulan. Untuk telekomunikasi dan administrasi diasumsikan Rp. 100.000 tiap bulan. Seperti tampak pada Tabel 5.64 berikut.

Tabel 5.64 Rencana Biaya Operasional dan Perawatan PLTMH Antogan, Kalipuro No

Jenis Biaya

Qty.

Jumlah

Jumlah/Bulan Jumlah/Tahun

1 Biaya Operasional

a. Ketua Pengurus 1 Rp 1,000,000 Rp 1,000,000 Rp 12,000,000 b. Staf Administrasi

1 Rp 500,000 Rp 500,000 Rp 6,000,000 c. Staf Teknis

1 Rp 750,000 Rp 750,000 Rp 9,000,000

2 Energi

24 Rp 4,500 Rp 3,240,000 Rp 38,880,000

3 Telekomunikasi

1 Rp 100,000 Rp 100,000 Rp 1,200,000

4 Lain-lain

a. Perawatan 1 Rp 1,024,000 Rp 1,024,000 Rp 1,024,000 b. Administrasi & ATK

1 Rp 100,000 Rp 100,000 Rp 1,200,000 TOTAL

Rp 69,304,000

Sumber : Hasil Analisa, 2012

c) Asumsi pemasukan Pemasukan PLTMH hanya berasal dari penjualan listrik. Sesuai dengan daya listrik PLTMH Antogan diambil kapasitas sebesar 185 kW atau sama dengan 248 hp (1 hp = 0,746 kW). Dengan harga bahan bakar per liternya adalah Rp. 4500, konsumsi bahan bakar sebesar 64 g/hp-hr. Rasio berat jenis bahan bakar adalah 0,85 kg/liter. Jadi harga tarif listrik per kWh dari daya listrik yang dihasilkan PLTMH Antogan adalah :

CxDCxFC 248 x 4500 x 64 T =

= γ = 455 Rp/kWh xC

850 x 185

Pembulatan tarif listrik per kWh diambil sebesar : T = Rp. 500 / kWh

Diasumsikan listrik terjual selama 270 hari, 300 hari dan 360 hari dan terjadi penurunan daya sebesar 10% dan kenaikan harga jual listrik sebesar 10% setiap 5 tahun sekali. Kemudian dianalisis secara finansial menggunakan metode NPV, BCR, IRR, PP dan B-C. Asumsi pemasukan listrik untuk ketiga alternatif penjualan adalah sebagai berikut :

ASUMSI PEMASUKAN (CASH IN) 5 th pertama

Dengan harga Rp. 500 / kWh

a. Terjual selama 270 hari = 270 hari x 186 kW x 24 jam x Rp. 500

Rp.

b. Terjual selama 300 hari = 300 hari x 186 kW x 24 jam x Rp. 500

Rp.

c. Terjual selama 360 hari = 360 hari x 186 kW x 24 jam x Rp. 500

Rp.

ASUMSI PEMASUKAN (CASH IN) 5 th kedua

Dengan harga Rp. 550 / kWh

a. Terjual selama 270 hari = 270 hari x 167 kW x 24 jam x Rp. 550

Rp.

b. Terjual selama 300 hari = 300 hari x 167 kW x 24 jam x Rp. 550

Rp.

c. Terjual selama 360 hari = 360 hari x 167 kW x 24 jam x Rp. 550

Rp.

ASUMSI PEMASUKAN (CASH IN) 5 th ketiga

Dengan harga Rp. 605 / kWh

a. Terjual selama 270 hari = 270 hari x 151 kW x 24 jam x Rp. 605

Rp.

b. Terjual selama 300 hari = 300 hari x 151 kW x 24 jam x Rp. 605

Rp.

c. Terjual selama 360 hari = 360 hari x 151 kW x 24 jam x Rp. 605

Rp.

ASUMSI PEMASUKAN (CASH IN) 5 th keempat

Dengan harga Rp. 666 / kWh

a. Terjual selama 270 hari = 270 hari x 136 kW x 24 jam x Rp. 666

Rp.

b. Terjual selama 300 hari = 300 hari x 136 kW x 24 jam x Rp. 666

Rp.

c. Terjual selama 360 hari = 360 hari x 136 kW x 24 jam x Rp. 666

Rp.

ASUMSI PEMASUKAN (CASH IN) 5 th kelima

Dengan harga Rp. 732 / kWh

a. Terjual selama 270 hari = 270 hari x 122 kW x 24 jam x Rp. 732

Rp.

b. Terjual selama 300 hari = 300 hari x 122 kW x 24 jam x Rp. 732

Rp.

c. Terjual selama 360 hari = 360 hari x 122 kW x 24 jam x Rp. 732

Rp.

ASUMSI PEMASUKAN (CASH IN) 5 th keenam

Dengan harga Rp. 805 / kWh

a. Terjual selama 270 hari = 270 hari x 110 kW x 24 jam x Rp. 805

Rp.

b. Terjual selama 300 hari = 300 hari x 110 kW x 24 jam x Rp. 805

Rp.

c. Terjual selama 360 hari = 360 hari x 110 kW x 24 jam x Rp. 805

Rp.

Setelah didapatkan data – data pemasukan dan pengeluaran, maka akan di analisis melalui cashflow dengan discount rate 10%, 12%, dan 15%. Kemudian akan didapatkan kelayakan pembangunan PLTMH di DAS Antogan secara finansial. Tabel 5.65 menunjukkan hasil rekapitulasi dari analisis finansial pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro di DAS Antogan.

Tabel 5.65 Rekapitulasi Analisa Finansial Perencanaan PLTMH Antogan

Discount Rate Parameter

Terjual 360 hari BCR

Terjual 270 hari

Terjual 300 hari

(1,973,880,243.94) Rp (727,354,379.22) BCR

(5,130,409,290.88) Rp (1,685,674,299.65) BCR

Sumber : Hasil Analisa, 2012

Dari Tabel 5.65 dapat diketahui bahwa nilai analisa finansial dari beberapa alternatif tersebut sangat tidak menguntungkan, dikarenakan hasil analisa finansialnya dibawah ketentuan yang berlaku seperti dapat ditunjukkan pada alternatif ketiga dengan discount rate 10% untuk penjualan listrik selama 360 hari dan hasil parameter-parameter finansialnya menunjukkan bahwa :

BCR = 2,38

.... (OK) NPV = Rp. 1.046.483.149,55

→ BCR > 1

.... (OK) IRR = 8%

→ NPV > (+) 0

.... (Ditolak) PP = 24 tahun B-C = - Rp. 727.354.379,22 → B-C < ( - ) 0

→ IRR < 12%

.... (Ditolak)

Sehingga dapat dikatakan bahwa perencanaan pembangunan PLTMH di DAS Antogan TIDAK LAYAK dilaksanakan, karena beberapa parameter menunjukkan tidak memenuhi syarat, maka project perencanaan pembangunan PLTMH di DAS Antogan ini merugi jika dilaksanakan.

Hasil analisa cashflow perencanaan PLTMH Antogan dari ketiga alternatif penjualan listrik dapat dilihat pada Lampiran.

5.18 Upaya Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Integrated Water Resource Management)

Kebutuhan air baku untuk non-irigasi makin meningkat sejalan dengan perkembangan penduduk, permukiman dan industri. Kelangkaan air juga diperparah dengan menurunnya kondisi lingkungan dan makin meluasnya lahan kritis. Pengaruh otonomi daerah dalam rangka pengelolaan sumber daya air pada prinsipnya di satu sisi dapat memberikan dampak yang baik dan bermanfaat, namun di sisi lain juga tidak menutup kemungkinan akan dapat menimbulkan konflik yang sebelumnya mungkin tidak pernah terjadi.

Pengaruh yang baik dan bermanfaat dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya air dalam era otonomi daerah adalah munculnya budaya kompetisi yang sehat antar daerah untuk berusaha memajukan daerahnya masing-masing dengan memanfaatkan potensi yang ada di masing-masing daerah. Selain itu, pemerintah kabupaten/kota juga akan berupaya untuk lebih mensejahterakan dan meningkatkan derajat kehidupan masyarakatnya sebagai konsekuensi dari tuntutan masyarakat dan tuntutan jaman, yang berarti bahwa kabupaten/kota dituntut dapat lebih intensif mendayagunakan segala potensi yang ada secara bertahap agar mampu membiayai urusan rumah tangganya sendiri dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk dapat menjamin kelestarian DAS, pelaksanaan pengelolaan DAS harus mengikuti prinsip – prinsip dasar hidrologi. Dalam sistem ekologi DAS, komponen masukan utama terdiri atas curah hujan sedang komponen keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen, termasuk unsur hara dan bahan pencemar di dalamnya. DAS yang terdiri atas komponen-komponen vegetasi, tanah, topografi, air/sungai, dan manusia berfungsi sebagai prosesor.

Kegiatan yang relevan dengan pengelolaan DAS untuk menjamin kelestariannya berikut ini.

1. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air (Catchment Area)

Sesuai dengan rencana makro, rencana kerja jangka menengah dan tahunan konservasi Daerah Tangkapan Air (DTA), Dinas/instansi terkait Sesuai dengan rencana makro, rencana kerja jangka menengah dan tahunan konservasi Daerah Tangkapan Air (DTA), Dinas/instansi terkait

Bentuk kegiatan pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam di DTA diutamakan untuk meningkatkan produktivitas lahan dalam memenuhi kebutuhan barang dan jasa bagi masyarakat dan sekaligus memelihara kelestarian ekosistem DAS. Kegiatan tersebut dilakukan melalui tata guna lahan (pengaturan tata ruang), penggunaan lahan sesuai dengan peruntukannya (kesesuaian lahan, rehabilitasi hutan dan lahan yang telah rusak, penerapan teknik-teknik konservasi tanah, pembangunan struktur untuk pengendalian daya rusak air, erosi dan longsor. Dilakukan pula kegiatan monitoring kondisi daerah tangkapan air dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pengelolaan DAS.

2. Pengelolaan Sumberdaya Air

a. Manajemen Kuantitas Air (Penyediaan Air) ™ Pembangunan Sumber Daya Air

Menyiapkan rencana induk pengembangan sumber daya air termasuk di dalamnya neraca air, yang melibatkan berbagai instansi terkait serta melaksanakan pembangunan prasarana pengairan (sesuai dengan penugasan yang diberikan) dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya air.

™ Prediksi Kekeringan Melakukan pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat

prediksi kemungkinan terjadinya kekeringan (mungkin menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer yang dihubungkan dengan basis data nasional dan internasional).

™ Penanggulangan Kekeringan Secara aktif bersama Dinas/Instansi terkait dalam Satkorlak-PBA melakukan upaya penanggulangan pada saat terjadi kekeringan

yang tidak dapat terelakkan.

™ Perijinan Penggunaan Air Memberikan rekomendasi teknis atas penerbitan ijin penggunaan

air dengan memperhatikan optimasi manfaat sumber daya yang tersedia.

™ Alokasi Air Menyusun konsep pola operasi waduk / alokasi air untuk

mendapatkan optimasi pengalokasian air. ™ Distribusi Air

Melakukan pengendalian distribusi air bersama Dinas / Instansi terkait dengan bantuan telemetri untuk melaksanakan ketetapan alokasi air.

b. Manajemen Kualitas Air ™ Perencanaan Pengendalian Kualitas Air

Bersama Dinas/Instansi terkait menyiapkan rencana induk dan program kerja jangka menengah dan tahunan pengendalian pencemaran air dan peningkatan kualitas air.

™ Pemantauan dan Pengendalian Kualitas Air Berdasarkan rencana induk, melakukan pemantauan dan pengendalian kualitas air yang melibatkan berbagai instansi terkait. Pemantauan dilakukan secara periodik (baik kualitas air sungai

maupun buangan limbah cair yang dominan) dan melaksanakan pengujian laboratorium serta evaluasi terhadap hasil uji tersebut. Rekomendasi diberikan kepada Pemerintah Daerah (Gubernur maupun Bapedalda) dalam upaya pengendalian pencemaran air, penegakan aturan dan peningkatan kualitas air sungai.

™ Penyediaan Debit Pemeliharaan Sungai Berdasarkan pola operasi waduk dan/atau kondisi lapangan, dapat disediakan sejumlah debit pemeliharaan sungai setelah

mendapatkan pengesahan alokasi dari Dewan DAS Propinsi.

™ Peningkatan Daya Dukung Sungai Pelaksanaan peningkatan daya dukung sungai dengan

melaksanakan upaya pengendalian di in-stream (penggelontoran, penyediaan debit pemeliharaan, peningkatan kemampuan asimilasi sungai) dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan pengendalian di off- stream (pada sumber pencemar) melalui instrumen hukum maupun instrumen ekonomi di samping melaksanakan kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan kontrol sosial dari masyarakat.

™ Bersama dengan instansi/dinas terkait menyelenggarakan koordinasi penyiapan program dan implementasi pengendalian

pencemaran dan limbah domestik, industri dan pertanian.

3. Pemeliharaan Prasarana Pengairan

™ Pemeliharaan Preventif

Melakukan pemeliharaan rutin, berkala dan perbaikan kecil untuk mencegah terjadinya kerusakan prasarana pengairan yang lebih parah.

™ Pemeliharaan Korektif

Melakukan perbaikan besar, rehabilitasi dan reaktifikasi dalam rangka mengembalikan atau meningkatkan fungsi prasarana pengairan.

™ Pemeliharaan Darurat

Melakukan perbaikan sementara yang harus dilakukan secepatnya karena kondisi mendesak/darurat (karena kerusakan banjir dan sebagainya).

™ Pengamatan Instrumen Keamanan Bendungan

Melakukan pengamatan instrumen keamanan bendungan (phreatic line, pore pressure dan lain-lain) serta menganalisis hasil pengamatan tersebut untuk mengetahui adanya penurunan (settlement), rembesan (seepage) atau perubahan ragawi lainnya terhadap bendungan.

4. Pengendalian Banjir

™ Pemantauan dan Prediksi Banjir

Melakukan pemantauan dan pengolahan data hidrologis, membuat prediksi iklim, cuaca dan banjir dengan menggunakan fasilitas telemetri dan bantuan simulasi komputer yang dihubungkan dengan basis data nasional dan internasional.

™ Pengaturan (distribusi) dan Pencegahan Banjir Menyiapkan pedoman siaga banjir yang berlaku sebagai SOP

(Standard Operation Procedure) pengendalian banjir yang dipergunakan oleh seluruh instansi terkait. Pengendalian banjir dilakukan melalui pengaturan operasi waduk untuk menampung debit banjir, dan pengaturan bukaan pintu air guna mendistribusikan banjir sehingga dapat dikurangi/dihindari dari bencana akibat banjir.

™ Penanggulangan Banjir

Berpartisipasi secara aktif bersama Dinas/Instansi terkait dalam Satkorlak-PBA melakukan upaya penanggulangan pada saat terjadi banjir yang tidak dapat terelakkan.

™ Perbaikan Kerusakan Akibat Banjir

Bersama instansi terkait melakukan perbaikan atas kerusakan akibat terjadinya bencana banjir yang tidak terelakkan.

5. Pengelolaan Lingkungan Sungai

™ Perencanaan Peruntukan Lahan Daerah Sempadan Sungai

Bersama dinas/instansi terkait menyusun penetapan garis sempadan dan rencana peruntukan lahan daerah sempadan sungai sesuai dengan Rencana detail Tata Ruang Daerah dalam rangka pengamatan fungsi sungai.

™ Pengendalian Penggunaan Lahan Sempadan Sungai

Melakukan pengendalian dan penertiban penggunaan lahan di daerah sempadan sungai bersama dinas/instansi terkait.

™ Pelestarian biota air Mengupayakan peningkatan kondisi sungai yang kondusif untuk

pertumbuhan biota air. ™ Pengembangan pariwisata, olah raga, dan trasnportasi air

Mengembangkan pemanfaatan sungai dan waduk untuk keperluan wisata, olah raga, dan transportasi air bekerja sama dengan pihak-pihak terkait.

6. Pemberdayaan Masyarakat

™ Program penguatan ekonomi masyarakat melalui pengembangan perdesaan, sehingga pendapatan petani meningkat.

™ Program pengembangan pertanian konservasi, sehingga dapat berfungsi produksi dan pelestarian sumber daya tanah dan air.

™ Penyuluhan dan transfer teknologi untuk menunjang program

pertanian konservasi dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pengelolaan DAS.

™ Pengembangan berbagai bentuk insentif (rangsangan) baik insentif langsung maupun tidak langsung, dalam bentuk bantuan teknis,

pinjaman, yang dapat memacu peningkatan produksi pertanian dan usaha konservasi tanah dan air.

™ Upaya mengembangkan kemandirian dan memperkuat posisi tawar

menawar masyarakat lapisan bawah, sehingga mampu memperluas keberdayaan masyarakat dan berkembangnya ekonomi rakyat.

™ Memonitor dan evaluasi terhadap perkembangan sosial ekonomi

masyarakat, serta tingkat kesadaran masyarakat dalam ikut berperan serta dalam pengelolaan DAS.