TINJAUAN DAERAH STUDI

BAB 4. TINJAUAN DAERAH STUDI

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi. Luas catchment area kali Bendo adalah 20 Km 2 dengan panjang

sungai 7,70 Km (BPS Kab. Banyuwangi, 2011). Daerah Aliran Sungai Bendo terdiri dari tiga anak sungai yaitu :

1. Sungai Bendo dengan panjang sungai 15.826 m

2. Sungai Jong Mergi dengan panjang sungai 13.888 m

3. Sungai Sobo dengan panjang sungai 6.543 m

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian (Google Earth, 2011)

Kabupaten Banyuwangi mempunyai lereng dengan kemiringan lebih dari 40% meliputi lebih kurang 29,25% dari luas daerah yang mempunyai tinggi Kabupaten Banyuwangi mempunyai lereng dengan kemiringan lebih dari 40% meliputi lebih kurang 29,25% dari luas daerah yang mempunyai tinggi

4.1.2 Kondisi Topografi

Kondisi topografi Kabupaten Banyuwangi pada bagian barat dan utara pada umumnya merupakan pegunungan, dan bagian selatan sebagian besar merupakan dataran rendah. Tingkat kemiringan rata-rata pada wilayah bagian barat dan utara 40°, dengan rata-rata curah hujan lebih tinggi bila dibanding dengan bagian wilayah lainnya.

Daratan yang datar sebagian besar mempunyai tingkat kemiringan kurang dari 15°, dengan rata-rata curah hujan cukup memadai sehingga bisa menambah tingkat kesuburan tanah.

Dataran rendah yang terbentang luas dari selatan hingga utara dimana di dalamnya terdapat banyak sungai yang selalu mengalir di sepanjang tahun. Di Kabupaten Banyuwangi tercatat 35 DAS, sehingga disamping dapat mengairi hamparan sawah yang sangat luas juga berpengaruh positif terhadap tingkat kesuburan tanah.

Disamping potensi di bidang pertanian, Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah produksi tanaman perkebunan dan kehutanan, serta memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daerah penghasil ternak yang merupakan sumber pertumbuhan baru perekonomian rakyat.

Dengan bentangan pantai yang cukup panjang, dalam perspektif ke depan, pengembangan sumberdaya kelautan dapat dilakukan dengan berbagai upaya intensifikasi dan diversifikasi pengelolaan kawasan pantai dan wilayah perairan laut.

4.1.3 Kondisi Hidrologi dan Iklim

Sepanjang tahun 2010 rata-rata kelembaban udara di Kabupaten Banyuwangi diperkirakan mendekati 79%. Kelembaban terendah terjadi pada bulan September dengan rata-rata kelembaban udara sebesar 76%. Sebaliknya kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan besaran 83%.

Adapun rata-rata curah hujan selama tahun 2010 angkanya mencapai 112,3 mm – 306,0 mm terjadi pada bulan Januari sampai dengan Juni. Sedang bulan Juli sampai dengan Desember angkanya hanya mencapai 33,7 mm – 207,7 mm.

Indikasinya dalam semester pertama pada tahun 2010, hari hujannya relatif lebih banyak yang diikuti dengan curah hujan yang lebih besar pula. Sedang pada semester kedua pada tahun 2010, dengan hari hujan yang lebih sedikit serta diikuti dengan curah hujan yang lebih rendah.

Selain kelembaban, hari hujan dan curah hujan yang biasanya digunakan untuk mengidentifikasi keadaan iklim, rata-rata suhu udara juga kerap kali digunakan sebagai ukuran atau tingkat kedinginan suatu daerah. Intepretasinya semakin mendekati angka nol maka daerah tersebut akan semakin dingin, demikian pula sebaliknya.

Selama tahun 2010 rata-rata suhu udara terendah terjadi pada bulan Januari yaitu sebesar 27,0 derajat celcius. Sedang tertinggi pada bulan Maret dan Nopember sebesar 28,8 derajat celcius. Sedang bulan-bulan lain angka rata-rata suhu udara yang terjadi sekitar 26 derajat celcius. Sebuah angka dalam ukuran atau tingkat kedinginan suatu wilayah yang sangat ideal. Artinya dalam rata-rata, bukan berarti setiap wilayah dengan suhu udara yang sama. (BPS Kab. Banyuwangi, 2011)

4.1.4 Kondisi Geologi

Jenis Tanah di Kabupaten Banyuwangi berdasarkan struktur geologi terdapat berbagai susunan/struktur geologi seperti terdapat pada masing-masing wilayah kecamatan berikut ini.

• Tanah Regosol terdapat pada wilayah Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Glagah, Songgon, Glenmore, Gambiran, Bangorejo, Cluring, Muncar,

Purwoharjo dan Tegaldlimo; • Tanah Lithosol hanya terdapat pada wilayah Kecamatan Kalibaru, Glenmore dan Pesanggaran; • Tanah Lathosol hanya terdapat pada wilayah Kecamatan Purwoharjo dan Tegaldlimo;

• Tanah Padsolik hampir terdapat pada seluruh wilayah Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi kecuali wilayah Kecamatan Cluring, Purwoharjo dan Muncar hanya sebagian kecil terdapat tanah podsolik; • Tanah Gambut hanya terdapat pada wilayah Kecamatan Pesanggaran dan Bangorejo.

4.2 Gambaran Lokasi Air Terjun

4.2.1 Air Terjun Antogan Gombengsari, Kalipuro

Keindahan air terjun Antogan terletak pada tempatnya yang alami. Air mengucur dari atas tebing diantara pepohonan yang rimbun, seolah para pengunjung berada di kanopi dengan air terjun di dekatnya. Air terjun Antogan terletak di Kelurahan Gombengsari, Desa Sumberwaru, Kecamatan Kalipuro, jika

0 dilihat secara geografis terletak pada koordinat 8 0 08.74’ S dan 114 19.39’ E. Air terjun Antogan ini merupakan aliran dari Kali Sumberwaru yang berasal dari

sumber air pegunungan Ijen. Air terjun Antogan Gombengsari ini memiliki aliran

dasar sebesar 0,075 m 3 /det.

Gambar 4.2 Air Terjun Antogan, Gombengsari, Ds. Sumberwaru, Kec. Kalipuro (Dokumentasi Survey, 2011)

Luas DAS Antogan adalah seluas 46,51 Km 2 , dengan panjang sungai 14,50 Km. Ketinggian air terjun Antogan Gombengsari, Kalipuro kurang lebih 19,5 meter. Jika dilihat dari profil topografinya, untuk perencanaan suatu pembangkit listrik tenaga mikro hidro dapat diambil head-nya dengan ketinggian 135 ft atau sama dengan 40,5 meter seperti yang terlihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Vertikal Profile Lokasi Air Terjun Antogan, Gombengsari, Kalipuro

(Hasil Analisa GPS MapSource, 2011)

4.2.2 Kali Bendo

Agrowisata Kali Bendo terletak kira-kira 25 Km dari Banyuwangi tepat pada jalur perjalanan ke atau dari Gunung Ijen. Agrowisata ini terletak di dataran tinggi, pemandangannya adalah perkebunan yang khas karet, kopi dan cengkeh diproduksi di sini. Udaranya enak dan sejuk. Para pengunjung bisa melihat bangunan tua bekas kantor kerja Belanda.

Berdasarkan letak secara geografis air terjun Kali Bendo terletak pada

0 koordinat 8 0 09.78’ S dan 114 16.39’ E.

Gambar 4.4 Air Terjun Kali Bendo, Kec. Glagah (Dokumentasi Survey, 2011)

Jika dilihat dari profil topografi lokasi air terjun Kali Bendo, untuk perencanaan suatu pembangkit listrik tenaga mikro hidro dapat diambil head-nya dengan ketinggian 161 ft atau sama dengan 48,3 meter seperti yang terlihat pada Gambar 4.5.

Debit aliran dasar di hulu atau upstream air terjun Kali Bendo ini kurang lebih sebesar 0,13 m 3 /detik.

Gambar 4.5 Vertikal Profile Air Terjun Kali Bendo (Hasil Analisa GPS MapSource, 2011)

DAS Bendo memiliki dua air terjun, di daerah hulu yaitu air terjun Kali Bendo, dan di daerah hilir yaitu air terjun Kampung Anyar yang terletak di Desa Kampung Anyar, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi.

Berdasarkan letak secara geografis air terjun Kampung Anyar terletak

0 pada koordinat 8 0 09.21’ S dan 114 19.68’ E. Jika dilihat dari profil topografi lokasi air terjun Kampung Anyar, untuk perencanaan suatu pembangkit listrik

tenaga mikro hidro dapat diambil head-nya dengan ketinggian 76 ft atau sama dengan 22,8 meter seperti yang terlihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.6 Air Terjun Kampung Anyar, Ds. Kampung Anyar, Kec. Glagah (Dokumentasi Survey, 2011)

Debit aliran dasar di hulu atau upstream air terjun Kampung Anyar ini

kurang lebih sebesar 0,389 m 3 /detik.

Debit air terjun Kampung Anyar di Kecamatan Glagah ini sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi suatu Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Tetapi terdapat beberapa kendala seperti dalam hal penempatan dan pembangunan power house atau rumah pembangkitnya yang sulit dan dikhawatirkan akan hanyut atau hancur apabila terjadi banjir. Selain itu, akses ke lokasi air terjun Kampung Anyar ini sangat sulit ditempuh dan berbentuk palung yang sangat dalam dengan sedikit penyinaran matahari sehingga gelap dan lembab. Dikarenakan kondisi dan kendala teknis tersebut, maka lokasi PLTMH di air terjun Kampung Anyar ini tidak diperhitungkan atau dengan kata lain ditiadakan.

Gambar 4.7 Vertikal Profile Air Terjun Kampung Anyar, Ds. Kampung Anyar, Kec. Glagah (Hasil Analisa GPS MapSource, 2011)

4.3 Kependudukan

Sampai dengan akhir tahun 2010 lalu penduduk Kabupaten Banyuwangi tercatat 1.610.909 jiwa menurut hasil registrasi oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Dari hasil Sensus Penduduk 2010 didapat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi sebesar 1.556.078 jiwa.

Sejak tahun 1990 hingga 2000 angka pertumbuhan penduduk Kabupaten Banyuwangi tercatat 0,22 persen. Pada tahun 2000 sampai dengan 2010 angka pertumbuhan penduduk tercatat dengan besaran yang meningkat yaitu menjadi 0,44 persen.

Guna memenuhi kebutuhan hidup, tuntutan untuk mendapatkan pekerjaan adalah merupakan kebutuhan paling mendasar bagi setiap orang. Pada tahun 2010 banyaknya pencari kerja yang belum disalurkan menurut lapangan pekerjaan dan tingkat pendidikan tercatat sebanyak 24.554 orang. Angka tersebut merupakan akumulasi jumlah pencari kerja dari tahun ke tahun yang terdaftar di Dinas

Tenaga Kerja Kabupaten Banyuwangi. Banyaknya pencari kerja pada tahun 2010 mencapai jumlah 8.021 orang dengan lowongan yang tersedia sebanyak 763 serta tenaga kerja yang bisa ditempatkan sebanyak 718 orang. Berarti sudah 32,25 persen yang bisa disalurkan oleh Dinas Tenaga Kerja.

4.4 Perindustrian

Sektor industri merupakan sektor ekonomi yang dipandang cukup menjanjikan di berbagai daerah. Termasuk di Kabupaten Banyuwangi yang terus berupaya meningkatkan kemajuan ekonominya melalui sektor industri.

Berdasarkan letak geografisnya, Kabupaten Banyuwangi mempunyai peluang besar untuk maju dan berkembang ekonominya melalui sektor industri. Dukungan yang paling berkontribusi adalah dengan dimilikinya pelabuhan laut yang berskala impor dan ekspor, belum lagi ditambah posisi Kabupaten Banyuwangi yang berseberangan dengan Pulau Bali akan menambah minat para investor untuk datang dan menanamkan modalnya di kabupaten ini.

Menurut data yang dihimpun oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2010 lalu, jenis industri kerajinan informal jauh lebih banyak dibandingkan dengan industri formal, sehingga industri ini menyerap tenaga kerja yang banyak dari industri formal.

Khusus industri yang bergerak pada penjerniahan air, dalam hal ini dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Banyuwangi, selama tiga tahun terakhir yang dikonsumsi menunjukkan adanya peningkatan. Pada tahun 2009 angka kenaikannya mencapai 8,80 persen dibanding tahun 2008. Sedangkan kenaikan pada tahun 2010 mencapai 9,37 persen dibandingkan tahun 2009.

Khusus industri listrik yang dikelola PT. PLN (Persero), seluruh pelanggan dari tahun ke tahun jumlahnya terus bertambah. Namun sebagai akibat dari kurang tertibnya para pelanggan, telah mengakibatkan kerugian teknis bagi PT. PLN. Contohnya nilai KWh yang terjual masih belum optimal bila dibandingkan dengan KWh yang dibangkitkan. Besarnya KWh yang dijual sebesar 91,23 persen terhadap KWh yang dibangkitkan.

4.5 Pariwisata

Perkembangan pembangunan pariwisata Kabupaten Banyuwangi bila ditinjau berdasarkan jumlah objek wisata serta akomodasi penunjangnya, dapat dikategorikan daerah tujuan wisata yang sedang berkembang. Adanya potensi alam yang strategis bisa membuat Kabupaten Banyuwangi sebagai tempat singah bagi para wisatawan yang akan berkunjung ke dan atau dari Pulau Bali. Idealnya sekarang ini sudah banyak pembenahan yang dilakukan terhadap objek-objek wisata, bermunculan fasilitas akomodasi serta adanya event tertentu yang sudah teragenda secara rutin yang berskala internasional.

Letak geografis Kabupaten Banyuwangi yang berseberangan dengan Pulau Bali, bukan menjadi satu-satunya alasan yang paling mendasar bagi berkembangnya kunjungan wisatawan asing di bumi Blambangan ini, melainkan karena budaya khas Banyuwangi yang beraneka ragam serta pesona alamnya yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung ke Banyuwangi.

4.6 Pertanian

Sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang paling dominan bila diperhatikan berdasarkan struktur ekonomi Kabupaten Banyuwangi. Khusus dalam sektor pertanian ini, ada dua sub sektor didalamnya yang sangat potensial, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor perikanan laut.

Peranan sub sektor tanaman bahan makanan dapat menyumbang produksi padi Jawa Timur, dikarenakan Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu daerah lumbung padi. Sedang peranan sub sektor perikanan laut cukup terbukti bahwa di Kecamatan Muncar merupakan penghasil berbagai jenis biota laut berskala nasional.

Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang mempunyai luas wilayah terbesar, sehingga dengan adanya ketersediaan luas daerah tersebut, kesempatan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian akan berpeluang besar. Namun perlu dipahami pula bahwa tidak semua tanah mempunyai tingkat kesuburan yang sama.

Berdasarkan pemanfaatan luas lahan yang digunakan oleh para petani, mulai kawasan Selatan ke arah Utara yang melebar ke arah Barat merupakan Berdasarkan pemanfaatan luas lahan yang digunakan oleh para petani, mulai kawasan Selatan ke arah Utara yang melebar ke arah Barat merupakan

Pada tahun 2010 produksi padi telah mengalami kenaikan sebesar 10,54 persen dibanding tahun 2009. Kalau diperhatikan trend dari produksi padi pada tiga tahun terakhir indikasinya menunjukkan pola yang meningkat.

Selain tanaman bahan makanan yang berpotensi tinggi di Kabupaten Banyuwangi, tanaman perkebunan juga mempunyai potensi yang tidak kalah pentingnya bila dibanding dengan tanaman bahan makanan. Misalnya tanaman kelapa dan kopi, dua jenis tanaman perkebunan ini kontribusinya terhadap kehidupan penduduk Kabupaten Banyuwangi dapat dikatakan cukup besar.

Potensi lain adalah produksi hasil hutan, diduga sebagai akibat dari luas dan potensi produksi kehutanan yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi, institusi yang menangani jumlahnya melalui tiga Perum, yaitu Perum Perhutani Utara, Selatan, dan Barat.

Pada tahun 2010 produksi dan nilai produksi ikan laut mengalami penurunan yaitu sebesar 40,03 persen untuk total produksinya. Hasil produksi tersebut relatif cukup kecil bila dihitung terhadap ketersediaan ikan dan biota laut yang ada.

4.7 Rencana Tata Ruang Wilayah Lokasi Studi

Pengembangan Agropolitan melalui rencana terpadu pengembangan agropolitan, penentuan komoditas unggulan agropolitan, yang difokuskan pada Kecamatan Bangorejo, yang terintegrasi dengan sistem pengembangan Agropolitan di Kecamatan Licin, Glagah, Kalipuro, Songgon dan Kalibaru.

Rencana pengembangan wisata difokuskan pada 3 (tiga) obyek wisata yang menjadi wisata unggulan yaitu Kawah Ijen, Pantai Plengkung dan Pantai Sukomade. Pengembangan Agrowisata Ijen diintegrasikan dengan pengembangan komoditas unggulan Agropolitan di Kecamatan Licin, Glagah, Kalipuro, Songgon dan Kalibaru guna mendukung program pengembangan Agrowisata Ijen Provinsi Jawa Timur meliputi wilayah Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso dan Situbondo.

Gambar 4.8 Lokasi Agropolitan Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi (Wikipedia, 2011)

Desa-desa di daerah studi yang diperkirakan masuk dalam batas wilayah kota didasarkan pada kondisi lahan terbangun, tingkat perkembangan maupun jumlah penduduk dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Deliniasi Batas Wilayah Daerah Studi Berdasarkan RTRW Kab. Banyuwangi 2009 – 2031. No

Wilayah Pedesaan 1 Glagah

Kecamatan

Wilayah Perkotaan

Glagah, Olehsari, Rejosari, Paspan, Tamansuruh, Kenjo, Kemiren

Kampunganyar 2 Kalipuro

Kalipuro, Klatak, Ketapang

Bulusari, Pesucen, Telemung, Kelir, Ketapang, Gombengsari, Bulusan

Sumber : RTRW Kabupaten Banyuwangi, 2011

Untuk tetap menjamin hubungan desa-kota yang dinamis, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan penataan struktur kawasan pedesaan Untuk tetap menjamin hubungan desa-kota yang dinamis, maka salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan penataan struktur kawasan pedesaan

Selain Desa Pusat Pertumbuhan, untuk tetap menjaga keterkaitan antara kota dan desa (urban-rural linkages) yang bersifat interdependensi / timbal balik dan saling membutuhkan, dimana kawasan pertanian di pedesaan mengembangkan usaha budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm), sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha budidaya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian antara lain : modal, teknologi, informasi, peralatan pertanian dan lain sebagainya. Keterkaitan tersebut merupakan salah satu ciri dari ”AGROPOLITAN”.

Dengan mengacu pada sistem perkotaan di Jawa Timur, maka kota-kota di Kabupaten Banyuwangi termasuk dalam kategori PKW dan PKL. Kota dimaksud adalah Kota Banyuwangi, Kota Genteng dan Muncar dengan jumlah penduduk berkisar antara 50.000 jiwa – 150.000 jiwa. Sedangkan bila memperhatikan jumlah penduduk yang akan berkembang serta melihat hierarki tersebut di atas, maka kota-kota di Kabupaten Banyuwangi diklasifikasikan sebagai berikut :

ƒ Kota Menengah

: Kota Banyuwangi

ƒ Kota Kecil A : Kota Muncar, Rogojampi, Gambiran dan Genteng ƒ Kota Kecil B

: Kota Bangorejo, Tegaldlimo, Cluring, Gambiran,

Glenmore, dan Singojuruh

ƒ Kota Desa Besar : Kota Pesanggaran, Purwoharjo, Kalibaru, Srono, Kabat, Songgon, Glagah, Giri, Kalipuro, Wongsorejo, Tegalsari dan Siliragung

ƒ Kota Desa Kecil A : Kota Sempu ƒ Kota Desa Kecil B : Kota Licin

Kelengkapan fasilitas suatu kota secara tidak langsung akan mencerminkan tingkat kekotaan suatu wilayah. Berdasarkan kondisi tersebut, sistem pusat kegiatan perkotaan kota-kota di Kabupaten Banyuwangi sebagai berikut ;

• Kota Banyuwangi sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) • Kota Genteng, Muncar dan Rogojampi, Gambiran sebagai Pusat Kegiatan

Lingkungan (PKL) • Kota Wongsorejo, Kalipuro, dan Bangorejo sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan Promosi (PKLp ) • Kota Kalibaru, Singojuruh, Srono, Pesanggaran, Purwoharjo, Tegaldlimo, Cluring, Glenmore, Kabat, Sempu, Songgon, Glagah, Giri, Tegalsari,

Licin, dan Siliragung sebagai Pusat Pelayanan Kawasan (PPK )

Sedangkan untuk wilayah belakangnya meliputi Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Licin dan Glagah, dan berfungsi sebagai : ƒ Kawasan pertanian,

ƒ Kawasan industri, ƒ Kawasan perkebunan,

ƒ Kawasan pelabuhan, ƒ Kawasan perikanan,

ƒ Kawasan lindung, ƒ Kawasan peternakan,

ƒ Kawasan wisata.

4.8 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Sumber Daya Air

Prasarana sumber daya air adalah prasarana pengembangan sumberdaya air untuk memenuhi berbagai kepentingan. Pengembangan prasarana sumberdaya air untuk air bersih diarahkan untk mengoptimalkan pemanfaatan sumber air permukaan dan sumber air tanah. Dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan air bersih juga akan semakin meningkat selain sebagai kebutuhan dasar untuk penduduk, air bersih juga dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak sebagai air baku industri.

Kebutuhan air baku di wilayah perencanaan didasarkan pada besarnya jumlah penduduk yang akan dilayani dikalikan dengan tingkat kebutuhan air per Kebutuhan air baku di wilayah perencanaan didasarkan pada besarnya jumlah penduduk yang akan dilayani dikalikan dengan tingkat kebutuhan air per

Kondisi saat ini adalah pemenuhan kebutuhan air baku untuk masyarakat Kabupaten Banyuwangi belum terpenuhi. Masyarakat memenuhi kebutuhan akan air bersih melalui sumur gali dan mata air. Namun kegiatan ini tentu dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan seperti berkurangnya ketersediaan air tanah maupun kualitas air sumur maupun mata air yang berkurang akibat pencemaran. Untuk itu dibutuhkan arahan pengelolaan sumberdaya air untuk menjamin ketersediaan air bersih bagi masyarakat. Arahan pengelolaan sumber daya air di Kabupaten Banyuwangi antara lain:

1) Pemeliharaan dan penghijauan DAS

2) Pengendalian pembangunan fisik dan non fisik pada DAS

3) Pembangunan, peningkatan, rehabilitasi, operasional dan pemeliharaan Daerah Irigasi

4) Pengembangan jaringan irigasi primer, sekunder dan tersier.

5) Pengoptimalan pemanfaatan sumber air baku permukaan dan air tanah

a. pembangunan, peningkatan, rehabilitasi, operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan air baku;

b. pengembangan sarana dan prasarana jaringan air baku kawasan perkotaan dan perdesaan, diutamakan pada daerah rawan air bersih dan irigasi;

c. pengembangan sarana dan prasarana jaringan air baku kawasan industri kecil, menengah dan besar;

d. pengembangan sarana dan prasarana jaringan air baku kawasan budidaya perikanan darat;

e. pengendalian dan pemanfaatan secara proporsional sumber-sumber mata air dan air tanah; dan

f. pelestarian lingkungan daerah tangkapan air (catchment area), DAS dan disekitar sumber-sumber air.

6) Pembangunan sistem pengendalian banjir, yaitu dengan :

a. pembangunan dan pemeliharaan waduk, embung, bendung, chekdam, groundsill, kolam retensi, bangunan bendung distribusi, dan bangunan pembagi;

b. pembangunan tanggul dan talud permanen disepanjang sungai;

c. perkuatan tangkis;

d. pembangunan dan rehabilitasi plengsengan sungai;

e. normalisasi sungai;

f. reboisasi kawasan resapan air;

g. pengendalian kawasan resapan air; dan

h. pengendalian kawasan lindung sempadan sungai.

Untuk penyediaan kebutuhan air bersih hingga akhir tahun perencanaan , pasokan air bersih yang berasal dari PDAM masih menjadi prioritas dengan menambah jaringan baru yang mampu menjangkau masyarakat di pedesaan dan mengoptimalisasi jaringan distribusi air bersih yang telah ada saat ini. Selain itu optimalisasi embung maupun bendungan yang berada di Kabupaten Banyuwangi juga hal yang harus diperhatikan, mengingat tidak semua kebutuhan air bersih belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh PDAM

4.9 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Energi

Untuk saat ini di Kabupaten Banyuwangi jaringan listrik sudah menjangkau di seluruh desa, namun meski seluruh desa telah dilalui jaringan listrik masih ada masyarakat yang belum dapat menikmatinya secara langsung. Untuk itu perlu adanya optimalisasi dan pengembangan jaringan untuk memastikan seluruh kebutuhan akan energy listrik penduduk dapat terpenuhi.

Untuk mengoptimalkan pelayanan energi listrik pada masa depan, direncanakan adanya peningkatan pelayanan utamanya pada daerah - daerah yang menjadi pusat pertumbuhan wilayah dan wilayah yang menjadi target pengembangan.

Adapun pengembangan pelayanan energi listrik yang dilakukan antara lain :

1. Pengembangan transmisi listrik termasuk penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerah-daerah yang masyarakatnya belum terlayani.

a. Pengembangan jaringan transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) berupa pengembangan jaringan transmisi SUTET 500 Kv Jawa – Bali Crossing meliputi : - Kecamatan Wongsorejo; dan - Kecamatan Kalipuro.

b. Pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) terdiri atas : (1) Pengembangan jaringan transmisi SUTT 150 Kv kabel bawah laut

di Selat Bali berada di Kelurahan Bulusan Kecamatan Kalipuro; (2) Pengembangan jaringan transmisi SUTT 150 Kv meliputi Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Glagah, Kabat, Singojuruh, Genteng, Glenmore dan Kecamatan Kalibaru.

c. Pengembangan jaringan transmisi tenaga listrik Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) dan Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) pengembangannya mengikuti pola jaringan jalan nasional, jalan provinsi dan jalan Kabupaten.

2. Pengembangan gardu induk distribusi/ pembangkit listrik di Kecamatan Giri dan Kecamatan Genteng, sedangkan Gardu induk baru ditempatkan di Kecamatan Wongsorejo dan arah pengembangan kawasan perkotaan yang berada di kabupaten.

3. Pengembangan energi alternative antara lain: sumber energy tenaga hidro, tenaga surya, dan energi biomassa.

Dalam peningkatan pelayanan jaringan listrik perlu diperhatikan adanya ketentuan pembangunan jaringan listrik, dimana dalam pengembangan jaringan listrik, khususnya untuk pengembangan jaringan SUTT dan SUTET diperlukan areal konservasi pada sekitar jaringan yaitu sekitar 20 meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat.