EVALUASI KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DA

Penyusun :

1. Zulis Erwanto, ST., MT.

2. Yuni Ulfiyati, ST.

3. Mirza Ghulam R., ST.

EVALUASI KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDO UNTUK PERENCANAAN PLTMH DI KABUPATEN

BANYUWANGI

LAPORAN PENELITIAN

EVALUASI KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI

BENDO UNTUK PERENCANAAN PLTMH DI KABUPATEN BANYUWANGI

Oleh :

1. Zulis Erwanto, ST., MT.

2. Yuni Ulfiyati, ST.

3. Mirza Ghulam R., ST. POLITEKNIK BANYUWANGI

EVALUASI KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDO UNTUK PERENCANAAN PLTMH DI KABUPATEN BANYUWANGI ABSTRAK

Penelitian dengan judul ”Evaluasi Ketersediaan Sumber Daya Air Daerah Aliran Sungai Bendo Untuk Perencanaan PLTMH Di Kabupaten Banyuwangi“, dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi ketersediaan sumber daya air khususnya air permukaan di daerah aliran sungai Bendo sebagai sarana pendukung pengembangan potensi sumber daya air di wilayah Kabupaten Banyuwangi yaitu berupa Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro (PLTMH).

Metode yang digunakan dalam mengevaluasi ketersediaan air adalah dengan Neraca Air Permukaan (Surface Water Balance) serta menggunakan bantuan program WEAP (Water Evaluation And Planning System) yang bersifat skematis, sehingga mempermudah dalam mengidentifikasi potensi sumber daya air yang ada.

Hasil analisa perubahan cadangan air permukaan Sungai Bendo, didapatkan debit andalan rata-rata tahunan sebesar 0,17 m 3 /dt, dan debit surplus

rata-rata tahunan di Sungai Bendo sebesar 0,12 m 3 /dt. Jadi ketersediaan sumber air di Sungai Bendo secara kuantitas dan kontinyuitas layak karena mengalir

sepanjang tahun. Sedangkan analisa finansial perencanaan pembangunan PLTMH Bendo menunjukkan benefit yang baik pada penjualan listrik selama 360 hari dengan discount rate 10% dan layak dilaksanakan dengan nilai BCR = 3,04 ; NPV = Rp. 2.186.343.154,74 ; IRR = 15% ; PP = 12 tahun dan B-C = Rp. 517.205.373,75. Untuk PLTMH Antogan di Kecamatan Kalipuro, tidak layak dilaksanakan karena kuantitas air tidak mencukupi pada waktu musim kemarau, serta secara finansial tidak memenuhi syarat.

Potensi air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, dan dikembangkan dalam wujud Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Mikro Hidro (PLTMH), serta menjadi sumber devisa daerah khususnya di Kabupaten Banyuwangi.

Kata kunci : Ketersediaan Air, Neraca Air Permukaan, Daerah Aliran Sungai, PLTMH

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT, karena hanya dengan izin-Nya maka laporan penelitian dengan judul “Evaluasi Ketersediaan Sumber Daya Air Daerah Aliran Sungai Bendo Untuk Perencanaan PLTMH Di Kabupaten Banyuwangi” ini dapat terselesaikan. Semoga studi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Penyusun sangat menyadari bahwa studi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan kedepannya.

Sekian singkat kata dari penyusun, semoga studi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banyuwangi, 31 Desember 2011

Tim Penyusun

Gambar 5.4 Pengukuran Debit Di Upstream Air Terjun Antogan ........ 100 Gambar 5.5 Pengukuran Lebar Penampang Basah Sungai Di Upstream Kali Bendo.........................................................

100 Gambar 5.6 Pengukuran Tinggi Muka Air Kali Bendo .........................

101 Gambar

5.7 Pengukuran Kecepatan Aliran Kali Bendo Dengan Stopwatch........................................................................... 101 Gambar 5.8 Penentuan Titik Lokasi Air Terjun Dan Pengukuran Ketinggian Air Terjun Dengan Alat GPS ..........................

102 Gambar 5.9 Pengukuran Debit di Upstream Air Terjun Kampung Anyar Menggunakan Bendung Irigasi Teknis ...................

102 Gambar 5.10 Grafik Extreme Probability Data Curah Hujan Rancangan Metode Log Person III di DAS Bendo...............................

118 Gambar 5.11 Grafik Extreme Probability Data Curah Hujan Rancangan Metode Log Person III di DAS Antogan ...........................

119 Gambar 5.12 Grafik Parameter Hidrograf Banjir ....................................

127 Gambar

5.13 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Bendo Metode Nakayasu Berbagai Tingkat Alfa..........................

129 Gambar

5.14 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Bendo Metode Nakayasu Berbagai Kala Ulang ............................

131 Gambar

5.15 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Antogan Metode Nakayasu Berbagai Tingkat Alfa..........................

133 Gambar

5.16 Grafik Hidrograf Banjir Rancangan Sungai Antogan Metode Nakayasu Berbagai Kala Ulang ............................

135 Gambar 5.17 Grafik Temperatur Rata-Rata Tahunan Stasiun Klimatologi Banyuwangi ...................................................

138 Gambar 5.18 Grafik Evapotranspirasi Potensial Rata-Rata Tahunan Stasiun Klimatologi Banyuwangi ......................................

140 Gambar 5.19 Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah Antara Metode Least Square, Geometrik, dan Aritmatik ..

145 Gambar 5.20 Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro Antara Metode Least Square, Geometrik, dan Aritmatik ..

150 Gambar 5.21 Grafik Perubahan Cadangan Air Permukaan DAS Bendo.

168 Gambar 5.22 Grafik Perubahan Debit Surplus Sungai Bendo, Kec. Glagah ................................................................................ 169 Gambar

5.23 Grafik Perubahan Cadangan Air Permukaan DAS Antogan .............................................................................. 170 Gambar 5.24 Grafik Perubahan Debit Surplus Sungai Antogan, Kec. Kalipuro ............................................................................. 171 Gambar 5.25 Grafik Korelasi Debit Observasi Dan Debit Model Sungai Bendo ................................................................................. 175 Gambar 5.26 Grafik Korelasi Debit Observasi Dan Debit Model Sungai Antogan .............................................................................. 177 Gambar 5.27 Grafik Nilai Parameter Proses Kalibrasi Dan Verifikasi Model ................................................................................. 178 Gambar 5.28 Daerah Aliran Sungai Bendo dan Antogan........................

179 Gambar

5.29 Skematik Jaringan Sungai Dan Sebaran Node-Node Water Demand and Water Supply...................................... 180

Gambar 5.30 Hasil Running WEAP ........................................................ 181 Gambar 5.31 Skematik Jaringan Sungai Bendo dan Sungai Antogan Setelah di Running .............................................................

181 Gambar 5.32 Komponen Biaya Investasi ................................................

195 Gambar 5.33 Sarana Oleh Pemerintah.....................................................

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kebutuhan Air Bersih Berdasarkan Kategori Kota dan Jumlah Penduduknya .........................................................

15 Tabel 2.2

16 Tabel 2.3

Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga .............................

17 Tabel 2.4

Asumsi Kebutuhan Air Untuk Non Domestik ...................

Besarnya Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Jumlah Penduduk............................................................................ 18

Tabel 2.5 Besarnya Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Kepadatan Penduduk............................................................................ 18

19 Tabel 2.7

Tabel 2.6

Klasifikasi Industri Berdasar Jumlah Tenaga ....................

19 Tabel 2.8

Kebutuhan Air Untuk Proses Industri ................................

Tipe-Tipe Saluran Pembawa Untuk PLTMH ....................

39 Tabel 2.9 Pokok-Pokok Untuk Membuat Sebuah Kalkulasi Percobaan Dari Biaya Konstruksi ......................................

45 Tabel 2.10 Metode Untuk Membuat Sebuah Kalkulasi Percobaan

46 Tabel 2.11

Dari Biaya Konstruksi Pada Tahap Perencanaan Kasar ....

58 Tabel 3.1

Jenis Biaya Konstruksi PLTMH ........................................

77 Tabel 4.1

Jadwal Pelaksanaan Penelitian...........................................

Deliniasi Batas Wilayah Daerah Studi Berdasarkan RTRW Kab. Banyuwangi 2009-2031 ................................

91 Tabel 5.1

Data Pengukuran Debit Aliran Dasar Sungai Pengamatan (Base Flow) ........................................................................

99 Tabel 5.2

Data Curah Hujan Maksimum DAS Bendo, Kecamatan Glagah ................................................................................ 103

Tabel 5.3 Data Curah Hujan Maksimum DAS Antogan, Kecamatan Kalipuro ............................................................................. 104

Tabel 5.4 Rekapitulasi Konsistensi Data Curah Hujan DAS Bendo Glagah ................................................................................ 105 Tabel 5.5 Rekapitulasi Konsistensi Data Curah Hujan DAS Antogan Kalipuro...............................................................

105 Tabel 5.6

Curah Hujan Rerata Daerah Tahunan DAS Bendo Kec. Glagah ................................................................................ 106

Tabel 5.7 Curah Hujan Rerata Daerah Tahunan DAS Antogan Kec. Kalipuro ............................................................................. 107 Tabel 5.8 Uji Abnormalitas Data Curah Hujan Untuk Harga Maksimum DAS Bendo .....................................................

109 Tabel 5.9 Uji Abnormalitas Data Curah Hujan Untuk Harga Minimum DAS Bendo .......................................................

110 Tabel 5.10 Uji Abnormalitas Data Curah Hujan Untuk Harga Maksimum DAS Antogan..................................................

111 Tabel 5.11 Uji Abnormalitas Data Curah Hujan Untuk Harga

Minimum DAS Antogan ....................................................

xii

Tabel

5.12 Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah Hujan Rancangan Metode Log Person III DAS Bendo ................

114 Tabel 5.13

Perhitungan Curah Hujan Rancangan Log Person III Dengan Kala Ulang DAS Bendo........................................

114 Tabel

5.14 Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah Hujan Rancangan Metode Log Person III DAS Antogan.............

115 Tabel 5.15

Perhitungan Curah Hujan Rancangan Log Person III Dengan Kala Ulang DAS Antogan ....................................

116 Tabel 5.16

Uji Probabilitas Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah Hujan Rancangan DAS Bendo...........................................

117 Tabel 5.17

Uji Probabilitas Curah Hujan Rerata Daerah Untuk Curah Hujan Rancangan DAS Antogan .......................................

119 Tabel 5.18 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto DAS Bendo ................................................................................. 123

Tabel 5.19 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto Jam-Jaman DAS Bendo ........................................................................

123 Tabel 5.20 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto DAS Antogan .............................................................................. 124

Tabel 5.21 Perhitungan Distribusi Frekuensi Hujan Netto Jam-Jaman DAS Antogan .....................................................................

124 Tabel 5.22

Kumulatif Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu S. Bendo .............................................................................

128 Tabel 5.23

Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu Sungai Bendo Berbagai Kala Ulang ..........................................................

130 Tabel 5.24

Kumulatif Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu S. Antogan..........................................................................

132 Tabel

5.25 Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu Sungai Antogan Berbagai Kala Ulang ...........................................

134 Tabel 5.26

Perkiraan Daya Dari Debit Minimum Untuk Perencanaan PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan .......................

136 Tabel

5.27 Perkiraan Daya Dari Debit Maksimum Untuk Perencanaan PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan ..

137 Tabel 5.28

Perkiraan Daya Dari Debit Rata-Rata Untuk Perencanaan PLTMH di DAS Bendo dan DAS Antogan .......................

137 Tabel 5.29 Evapotranspirasi Potensial Rata-Rata Tahunan Stasiun Klimatologi Banyuwangi ...................................................

139 Tabel 5.30

Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah Tahun 2000-2010 .. 141 Tabel

5.31 Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi .....................................................

144 Tabel 5.32

Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro Tahun 2000-2010 146 Tabel

5.33 Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi .....................................................

149 Tabel 5.34 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Glagah Dengan Tingkat Pelayanan 100% ......................................

152 Tabel 5.35 Perhitungan Kebutuhan Air Domestik Kec. Glagah Dengan Tingkat Pelayanan 75% ........................................

153

xiii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang paling penting dan merupakan unsur sadar bagi semua peri-kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung. Air termasuk sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) oleh alam dan karena itu, air dianggap sebagai sumber daya alam yang tidak dapat habis. Air dianggap pula sebagai milik umum (common property) dan terkesan gratis. Sehingga penggunaanya sering dilakukan secara tidak hemat dan kurang hati-hati. Anggapan itu keliru, karena air terbatas jumlahnya dan memiliki siklus tata air yang relatif tetap.

Sekarang ini ketersediaan sumber daya air dirasakan semakin terbatas sehingga penggunaannya ditinjau dari segi “warung jamu” (waktu, ruang, jumlah, dan mutu) harus efisien dan memperhatikan keseimbangan antara pasokan (supply system) dengan tuntutan penggunaan (demand system).

Beberapa sektor kehidupan yang terkait dengan ketersediaan air misalnya : irigasi (sawah dan tambak), domestik (kebutuhan air untuk domestik), industri (kebutuhan air untuk industri), municiple (kebutuhan air untuk perkotaan). Sektor- sektor ini akan berkembang sehingga kebutuhan air akan meningkat, di lain sisi debit air semakin menurun pada musim kemarau. Dengan demikian perlu memperhitungkan ketersediaan air untuk menunjang pertumbuhan sektor-sektor yang membutuhkan air.

Pemenuhan kebutuhan air baku tersebut harus sesuai dengan potensi air yang ada. Potensi air yang ada diharapkan dapat menjadi indikator dalam pemenuhan kebutuhan air untuk komunitas wilayah, sehingga air dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan pengembangan sumber daya air perlu dilaksanakan dengan cermat dan tepat, dalam arti tidak dieksploitasi secara berlebihan. Selain itu, diperlukan konservasi daerah aliran sungai secara terpadu agar sumber daya air dapat terpelihara.

Di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi sumber daya air yang masih terjaga. Bentuk topografi daerah aliran sungai Bendo yang berbukit sehingga banyak sekali dijumpai air terjun – air terjun. Potensi air terjun inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber teknologi tepat guna seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Selain untuk perencanaan PLTMH juga dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata air terjun, sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. Jika dioptimalkan dengan merencanakan suatu kawasan agropolitan di daerah aliran sungai Bendo tersebut, maka penduduk sekitar melalui swadayanya dapat meningkatkan potensi daerahnya sendiri. Hal ini tentu dapat meningkatkan sumber devisa khususnya di Kabupaten Banyuwangi dalam hal pengembangan potensi wilayah menjadi daerah otonomi yang lebih mandiri.

Dalam merencanakan PLTMH tersebut, maka perlu evaluasi dan analisa keseimbangan air permukaan (surface water balance) di Daerah Aliran Sungai Bendo untuk mengetahui ketersediaan debit air dengan menggunakan bantuan program WEAP (Water Evaluation And Planning System). Sebagai database, WEAP menyediakan suatu sistem informasi untuk pengaturan permintaan air (water demand), dan informasi ketersediaan air (water supply). Sebagai alat peramalan, WEAP mensimulasi permintaan air, persediaan air, aliran, tampungan air, polusi, pengolahan air, dan debit. Sebagai alat pengambilan kebijakan, WEAP mengevaluasi keseluruhan pengembangan dan pengelolaan air, dan memperhitungkan berbagai penggunaan sistem penyediaan air.

Melalui evaluasi ketersediaan sumber daya air dari program WEAP tersebut, diharapkan Daerah Aliran Sungai Bendo mempunyai sumber daya air yang cukup berlimpah guna menunjang pengembangan PLTMH.

Diharapkan juga dengan adanya PLTMH maka taraf hidup masyarakat setempat dapat ditingkatkan. Peningkatan taraf hidup dapat dilakukan jika PLTMH beroperasi dengan baik. Kondisi alam atau hutan sekitar sangat berpengaruh bagi kelangsungan beroperasinya PLTMH. Masyarakat sekitar diminta kesadarannya tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan sebagai sumber air, dan komitmennya untuk memelihara dan menjaga sarana prasarana PLTMH.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah analisis dan evaluasi ketersediaan sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi ?

2. Bagaimanakah kelayakan secara finansial Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi ?

1.3 Batasan Dan Ruang Lingkup Penelitian

Untuk memfokuskan pembahasan, maka diberikan batasan dan ruang lingkup sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

2. Evaluasi dan analisis hanya difokuskan pada ketersediaan air permukaan (surface water supply).

3. Evaluasi ketersediaan sumber air menggunakan bantuan program WEAP (Water Evaluation And Planning System) dan Ms. Excel.

4. Wujud rekomendasi dari penelitian ini berupa pengelolaan sumber daya air terpadu dan kelayakan secara finansial pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Untuk menganalisis dan mengevaluasi ketersediaan sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

2. Untuk mengetahui kelayakan secara finansial Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Memberikan informasi kepada khalayak umum tentang ketersediaan air dan potensi-potensi sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

2. Memberikan informasi tentang kelayakan secara finansial pengembangan PLTMH di DAS Bendo Kabupaten Banyuwangi.

3. Memberikan sumbangan ilmu bagi para pembaca.

1.5 Kontribusi Penelitian

Kontribusi penelitian ini adalah untuk pengembangan keilmuan dibidang teknik sipil khususnya dalam rekayasa dan manajemen sumber daya air serta dapat menjadi pertimbangan dan sumber informasi di BAPPEDA, Dinas Pengairan, BMKG Banyuwangi, PDAM, Dinas Kehutanan, dan Dinas ESDM Kabupaten Banyuwangi.

1.6 Hasil Yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui ketersediaan sumber daya air di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

2. Bisa mengembangkan dan merencanakan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

3. Rekomendasi hasil penelitian berupa kelayakan secara finansial Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan pengelolaan sumber daya air terpadu di Daerah Aliran Sungai Bendo Kabupaten Banyuwangi.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan Daerah Tangkapan Air (DTA) atau catchment area yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam (Asdak, 2004 : 4).

Dalam pendefinisian DAS pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat diperlukan terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya didistribusikan melalui beberapa cara seperti diperlihatkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (www.dardel.info)

2.2 Analisis Hidrologi

2.2.1 Pengisian Data Kosong

Data curah hujan yang hilang disebabkan oleh beberapa hal, seperti alat ukur rusak, pengamat berhalangan, dan data pencatatan hilang. Untuk data dari stasiun (selain stasiun yang datanya hilang) terdapat pencatatan hujan jangka panjang, maka dapat dicari dengan metode Normal Ratio dengan rumus sebagai berikut (Soewarno, 2000) :

r a = ⎢ r 1 + r 2 + r 3 + ....

dengan : r a = Data hujan yang akan dicari R a = Jumlah hujan tahunan normal pada stasiun yang datanya hilang R 1 …R n = Jumlah hujan tahunan pada stasiun 1 s/d n r 1 …r n = Hujan pada saat yang sama dengan hujan yang akan dicari dari

stasiun 1 s/d n n

= Jumlah stasiun hujan disekitar stasiun yang akan dicari

2.2.2 Pengecekan Kualitas Data Hujan

Data hujan yang diperlukan harus dicek sebelum digunakan untuk analisis hidrologi lebih lanjut. Agar tidak mengandung kesalahan dan harus tidak mengandung data kosong (missing record), maka perlu dilakukan pengecekan kualitas data dengan melakukan uji konsistensi yang berarti menguji kebenaran data.

Salah satu cara untuk menguji konsistensi adalah dengan menggunakan analisis kurva massa ganda (double mass curve analysis) untuk data hujan musiman atau tahunan dari suatu DAS. Dengan metode ini dapat dilakukan koreksi untuk data hujan yang tidak konsisten. Langkah yang dilakukan adalah membandingkan harga akumulasi curah hujan tahunan pada stasiun yang diuji dengan akumulasi curah hujan tahunan rerata dari suatu jaringan dasar stasiun Salah satu cara untuk menguji konsistensi adalah dengan menggunakan analisis kurva massa ganda (double mass curve analysis) untuk data hujan musiman atau tahunan dari suatu DAS. Dengan metode ini dapat dilakukan koreksi untuk data hujan yang tidak konsisten. Langkah yang dilakukan adalah membandingkan harga akumulasi curah hujan tahunan pada stasiun yang diuji dengan akumulasi curah hujan tahunan rerata dari suatu jaringan dasar stasiun

Gambar 2.2 Grafik Lengkung Massa Ganda (Nemec, 1973 : 179)

2.2.3 Curah Hujan Areal

Hujan yang terjadi dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau terjadi hanya bersifat setempat. Jika terjadi hujan setempat saja maka kita hanya mendapat curah hujan di daerah itu. Sedangkan di suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal (Soemarto, 1995).

Di dalam analisa curah hujan rerata wilayah di DAS Bendo Kabupaten Banyuwangi menggunakan metode rata-rata aritmatik.

R 1 + R 2 + R 3 + .... + R n ) (2.2) R 1 + R 2 + R 3 + .... + R n ) (2.2)

= Curah hujan daerah (mm) R 1 ,R 2 , …, R n = Curah hujan ditiap titik pengamatan n

= Jumlah titik atau pos pengamatan

2.2.4 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah proses kembalinya air ke udara yang disebabkan oleh penguapan yang berasal dari permukaan tanah (sungai, danau) dan tumbuh- tumbuhan. Proses serupa, namun hanya berasal dari tubuh air (water body) atau permukaan tanah tanpa tumbuhan disebut dengan evaporasi, sedangkan yang berasal dari tumbuhan disebut transpirasi.

Perhitungan evapotranspirasi dilakukan berdasarkan data tersebut diatas dengan menggunakan metode Penman modifikasi yang telah disesuaikan dengan keadaan daerah Indonesia :

Eto = c x Eto* (2.3)

Eto* = W (0,75.Rs – Rn 1 ) + (1 – W) . f(u) . (ea – ed)

Rumus penyederhanaan Penman ini mempunyai ciri khusus sebagai berikut : W

= faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan elevasi daerah. Rs

= radiasi gelombang pendek (mm/hari) = (0,25 + 0,54 . n/N) . Ra

Ra = radiasi gelombang pendek yang memenuhi batas luar atmosfir (angka angot) Rn 1 = radiasi bersih gelombang panjang (mm/hari) = f(t) . f(ed) . f(n/N)

f(T) 4 = fungsi suhu = σ . Ta f(ed)

= fungsi tekanan uap = 0,34 – 0,044 . (ed) 1/2 f(n/N)

= fungsi kecerahan = 0,1 + 0,9 . n/N f(u)

= fungsi kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/det) = 0,27 (1 + 0,864 . u)

(ea – ed) = perbedaan tekanan uap jenuh dengan uap sebenarnya

ed = ea . RH RH

= kelembaban udara relative (%)

c = angka koreksi Penman yang besarnya melihat kondisi siang dan malam.

2.2.5 Limpasan Permukaan

Limpasan permukaan (surface run off, RO) adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai permukaan air tanah, yakni curah hujan dikurangi sebagian dari besarnya infiltrasi, air yang tertahan dan genangan. Termasuk didalamnya adalah air yang mencapai danau. Di wilayah studi air permukaan dijumpai pada sungai – sungai utama, sementara anak – anak sungai umumnya bersifat musiman atau kering pada musim kemarau dan berair pada musim penghujan. Banyaknya air yang mengalir sebagai limpasan permukaan dihitung dengan menggunakan pendekatan Sharma, 1990 (lembaga riset pertanian, India) sebagai berikut :

1 , 1 44 , 551 P RO =

(2.5) Tm S

dengan : RO

= limpasan permukaan (cm) P

= curah hujan tahunan (cm) S 2 = luas daerah sungai/DAS (Km )

Tm

= suhu udara tahunan rata-rata ( 0 C)

2.2.6 Neraca Air

Yang dimaksud dengan neraca air (water balance) adalah keseimbangan air yang terjadi di alam atau di suatu daerah yang membentuk suatu daur hidrologi. Komponen hidrologi yang diperlukan dalam perhitungan neraca air meliputi curah hujan (P), evapotranspirasi nyata (ETa), limpasan permukaan (RO), dan jumlah air yang meresap kedalam tanah/perkolasi (U). Perhitungan neraca air di wilayah Yang dimaksud dengan neraca air (water balance) adalah keseimbangan air yang terjadi di alam atau di suatu daerah yang membentuk suatu daur hidrologi. Komponen hidrologi yang diperlukan dalam perhitungan neraca air meliputi curah hujan (P), evapotranspirasi nyata (ETa), limpasan permukaan (RO), dan jumlah air yang meresap kedalam tanah/perkolasi (U). Perhitungan neraca air di wilayah

P = RO + ETa + U + ∆Sm + ∆Sg (2.6)

dengan : P

= curah hujan tahunan rerata di wilayah studi (mm) RO

= limpasan permukaan (mm) ETa

= evapotranspirasi nyata (mm) U= perkolasi (mm)

∆Sm = perubahan cadangan kelengasan tanah (mm) ∆Sg

= perubahan cadangan air tanah (mm) ∆Sm dan ∆Sg : terdapat pada kedudukan konstan pada kondisi tahunan.

Faktor – faktor yang berpengaruh antara lain : - Iklim (Evaporasi, Evapotranspirasi, dll) - Topografi (kemiringan, panjang sungai, dll) - Tata guna lahan ( prosentase hutan, sawah dll) Model neraca DAS secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Untuk selang waktu tertentu : Umpamanya 1 tahun :

Tebal Hujan

=H

Eta

Evapotranspirasi actual

= Eta

Q Tebal aliran (keluaran)

=Q

Sehingga dapat dimodelkan sebagai berikut :

H = Q + Eta ± ∆S

maupun yang di dalam tanah di seluruh DPS

Penggunaan air yang semakin meningkat maka berakibat berkurangnya ketersediaan air. Untuk mengetahui ketersediaan air dan kebutuhan air maka dilakukan analisis neraca air agar bisa mengetahui potensi air masa kini dan akan datang dengan rumus :

Q t =Q ir +Q i +Q d +Q pr (2.8)

dengan : Q 3

t = Debit yang tersedia (m /dt) Q

= Kebutuhan untuk pertanian (m ir 3 /dt) Q 3

i = Kebutuhan industri (m /dt)

Q d = Kebutuhan untuk domestik (m 3 /dt)

pr

= Kebutuhan perkotaan (m /dt)

2.3 Proyeksi Jumlah Penduduk dan Fasilitas

2.3.1 Proyeksi Jumlah Penduduk

Data kependudukan merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses penyusunan suatu rencana, mengingat bahwa setiap perencanaan dilakukan serta ditujukan untuk kepentingan penduduk itu sendiri. Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi peningkatan kebutuhan fasilitas termasuk peningkatan pelayanan air bersih.

Semua sistem penyediaan air bersih harus direncanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di waktu sekarang hingga beberapa tahun ke depan sesuai dengan jumlah tahun proyeksi. Maka diperlukan proses perhitungan proyeksi penduduk sebagai awal dari kegiatan perencanaan, dimana tingkat perkembangan penduduk suatu daerah dipengaruhi oleh tingkat kelahiran (nartalitas), kematian (mortalitas) serta perpindahan penduduk (migrasi).

Untuk memperoleh nilai proyeksi yang relatif akurat, maka perlu dicari terlebih dahulu nilai koefisien korelasi (r) dari rumus-rumus proyeksi yang akan digunakan.

Rumus koefisien korelasi :

( n .( Σ xy )) − ( Σ x . Σ y ) r =

2 2 2 2 1 / 2 ...................................................... (2.9) ((( n . Σ y ) − ( Σ y ) )(( n . Σ x ) − ( Σ x ) ))

dengan : r

= Koefisien korelasi n

= Banyaknya sampel data x

= Nomor urut sampel data y= Data populasi

Nilai koefisien korelasi yang dipakai adalah yang mendekati nilai 1, yang menggambarkan bahwa rumus yang dipakai adalah yang lebih mewakili nilai pendekatan pertumbuhan penduduk secara optimum terhadap pola pertumbuhan yang terjadi sebenarnya untuk masa yang akan datang.

Ada beberapa macam persamaan yang dapat digunakan untuk melakukan perhitungan proyeksi penduduk, antara lain :

a. Metode Perbandingan Digunakan untuk wilayah perencanaan dengan data penduduk tidak lengkap, dimana proyeksinya menggunakan daerah lain yang dianggap memiliki kondisi sosial ekonomi serta kebijakan pembangunan yang relatif sama.

b. Metode Ekstrapolasi Meliputi :

- Metode Ekstrapolasi Grafis, dan - Metode Ekstrapolasi Matematis, yang terdiri dari :

1. Metode Aritmatik Metode ini umumnya dipakai apabila pertumbuhan penduduknya relatif konstan setiap tahunnya. Sehingga jika diplotkan pada grafik akan membentuk suatu garis pertumbuhan linier. Metode ini baik

Pn = Po + r .n .............................................................................. (2.10)

Dengan : Pn

= Jumlah penduduk pada tahun ke-n Po = Jumlah penduduk mula-mula r

= Jumlah pertambahan penduduk tiap tahun n

= Banyaknya tahun proyeksi

2. Metode Geometrik Metode ini umumnya digunakan bila tingkat pertumbuhan penduduk naik secara berganda atau tingkat pertumbuhan populasinya berubah secara ekuivalen dengan jumlah penduduk tahun sebelumnya. Persamaan yang digunakan adalah :

Pn = Po (1 + r ) n ......................................................................... (2.11)

Dengan : Pn

= Jumlah penduduk pada tahun ke-n Po = Jumlah penduduk mula-mula r

= Prosentase pertambahan penduduk tiap tahun n

= Banyaknya tahun proyeksi / kurun waktu

3. Metode Least Square (Kuadrat Minimum) Digunakan apabila garis regresi data perkembangan penduduk masa lalu menggambarkan kecenderungan garis linier, meskipun pertumbuhan penduduk tidak selalu bertambah. Persamaan yang digunakan adalah :

Y = a + bx.................................................................................... (2.12)

Dengan : y

= Jumlah penduduk

= Jumlah tambahan dari tahun dasar

= Konstanta n= Jumlah data

− Σ b x Σ xy . Σ y

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian proyeksi penduduk, antara lain : ƒ Jumlah populasi penduduk dalam suatu area. ƒ Kecepatan pertambahan penduduk, dimana kecepatan pertambahan

penduduk tinggi akan mengurangi ketelitian proyeksi. ƒ Kurun waktu proyeksi.

2.3.2 Proyeksi Fasilitas

Dalam menentukan kebutuhan air bersih yang berpengaruh terhadap perencanaan instalasi juga harus memperhitungkan keberadaan fasilitas umum yang ada sekarang serta perkembangannya pada daerah perencanaan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan fasilitas adalah : ƒ Pertambahan penduduk

ƒ Jenis fasilitas ƒ Perluasan fasilitas yang ada ƒ Perkembangan sosial ekonomi.

Yang termasuk fasilitas umum dalam kaitannya dengan perencanaan unit pengolahan air bersih adalah :

ƒ Tempat ibadah ƒ Perkantoran ƒ Pendidikan

ƒ Sarana Kesehatan ƒ Komersial ƒ Industri ƒ Fasilitas umum yang lain

2.4 Kebutuhan Air Bersih

2.4.1 Kebutuhan Air Domestik

Pemenuhan kebutuhan air untuk domestik memiliki bagian terbesar dalam kebutuhan dasar perencanaan unit pengolahan. Faktor kebiasaan, pola dan tingkat kehidupan yang didukung oleh adanya perkembangan sosial ekonomi memberikan pengaruh terhadap peningkatan kebutuhan dasar air.

Dikenal dua kategori fasilitas penyediaan air minum, yaitu :

a. Fasilitas Perpipaan, terdiri dari : ƒ Sambungan Rumah (SR) ƒ Sambungan Halaman

ƒ Sambungan Umum

b. Fasilitas Non perpipaan, terdiri dari : Sumur umum, kendaraan tangki air (water tank), mata air.

Yang perlu diketahui juga adalah jumlah kebutuhan rata-rata air bersih per orang per hari, dimana dibedakan atas kategori kota. Berikut ini standar yang dikeluarkan oleh Dirjen Cipta Karya Departemen PU :

Tabel 2.1 Kebutuhan Air Bersih Berdasarkan Kategori Kota Dan Jumlah Penduduknya.

Kehilangan Air Kategori kota

Penyediaan air (liter/org/hari)

Jumlah Penduduk

30 20 Besar 500.000-1.000.000 170 30 20

Sedang 100.000-500.000 150 30 20 Kecil 20.000-100.000 130 30

20 IKK < 20.000 100 30 20

Sumber : Juknis Perencanaan Sistem Penyediaan Air Minum Perkotaan, (vol.I1), 1998.

Adapun standar yang digunakan dalam klasifikasi kebutuhan air rumah tangga beserta besarnya jumlah kebutuhan air rumah tangga berdasarkan Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah (2003), dapat dilihat pada Tabel

Tabel 2.2. Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga

No. Jumlah Penduduk

Jenis Kota

Kebutuhan Air Mutu Air (l//Hari)

120 – 150 Kelas Satu

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

2.4.2 Kebutuhan Air Non Domestik

Kebutuhan air non domestik merupakan tahap selanjutnya dalam perhitungan kebutuhan air bersih. Besaran pemakaiannya ditentukan oleh jumlah konsumen non domestik yang terdiri dari fasilitas-fasilitas sebagaimana dijelaskan pada halaman sebelumnya.

Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa ada beberapa faktor yang dapat menentukan perkembangan jumlah fasilitas tersebut, yaitu pertambahan penduduk, jenis dan perluasan fasilitas serta perkembangan sosial ekonomi.

Perhitungan proyeksi fasilitas dapat dilakukan dengan pendekatan perbandingan jumlah penduduk, yaitu :

Penduduk tahun ke − n Fasilitas tahun ke − n

......................................... (2.15) Penduduk tahun awal

Fasilitas tahun awal

Tabel 2.3 Asumsi Kebutuhan Air Untuk Non Domestik

Pemakaian Air Rata-Rata / Hari

No. Kategori Keterangan

(liter)

1. Kantor

Tiap karyawan 2. Rumah Sakit

100-200

Tiap tempat tidur/pasien 3. Gedung Bioskop

250-1000

10 Tiap pengunjung 4. Sekolah Dasar, SLTP

Tiap siswa 5. SLTA, dan lebih tinggi

40-50

80 Tiap siswa 6. Laboratorium

Tiap karyawan 7. Toserba

100-200

3 Tiap pengunjung 8. Industri/ pabrik

80 (pria)

Tiap org/shift kerja

100 (wanita)

9. Stasiun dan Terminal 3 Tiap penumpang 10. Restoran/ Rumah makan

30 Tiap pengunjung 11. Hotel / penginapan

Tiap tamu 12. Perkumpulan Sosial

250-300

30 Tiap orang 13. Tempat Ibadah

10 Tiap jema’ah Sumber : Juknis Perencanaan Sistem Penyediaan Air Minum Perkotaan, (vol.1I), 1998.

2.4.3 Kebutuhan Air Untuk Perkotaan (Municiple)

Kebutuhan air perkotaan adalah kebutuhan air untuk fasilitas kota, seperti fasilitas komersial, fasilitas wisata, fasilitas rumah ibadah, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, dan fasilitas pendukung kota seperti taman, penggelontoran kota. (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).

Besarnya kebutuhan air perkotaan merupakan persentase dari jumlah kebutuhan air rumah tangga (domestic). Penentuan besarnya persentase tergantung dari jumlah penduduk atau kepadatan penduduk. Besarnya kebutuhan air perkotaan berkisar antara 25 sampai dengan 40 persen dari kebutuhan air rumah tangga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.4 menunjukkan bahwa kebutuhan air perkotaan ditinjau menurut jumlah penduduk dan dapat juga ditinjau pula kebutuhan air perkotaan ditinjau menurut kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.4. Besarnya Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Jumlah Penduduk

No. Kriteria Kebutuhan Air Perkotaan (Jumlah Penduduk)

(Persentase dari Kebutuhan Air Rumah Tangga)

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

Tabel 2.5. Besarnya Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Kepadatan Penduduk

No. Kriteria Kebutuhan Air Perkotaan (Kepadatan Penduduk) (Persentase dari Kebutuhan Air Rumah Tangga)

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

2.4.4 Kebutuhan Air Untuk Industri

Kebutuhan air industri adalah kebutuhan air untuk proses industri termasuk bahan baku, kebutuhan air pekerja, industri dan pendukung kegiatan industri. Namun, besar kebutuhan air industri ditentukan oleh kebutuhan air untuk proses dan bahan baku industri serta kebutuhan air untuk pekerja industri (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003).

Klasifikasi industri diperlukan untuk menentukan besarnya kebutuhan air industri. Adapun klasifikasi industri dapat dilihat pada Tabel 2.6. Kebutuhan air pekerja industri merupakan kebutuhan air domestik yang telah disesuikan dengan kebutuhan pekerja pabrik. Adapun jumlah kebutuhan air tersebut adalah 60 l/pekerja/hari. Kebutuhan air untuk industri dapat diklasifikasikan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.6. Klasifikasi Industri Berdasar Jumlah Tenaga

Jumlah Tenaga Kerja

Klasifikasi

(Orang)

1–4 Industri kerajinan rumah tangga

Industri kecil

Industri sedang

Industri besar

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

Tabel 2.7. Kebutuhan Air untuk Proses Industri

No. Jenis Industri

Jenis Proses Industri

Kebutuhan Air Mutu (l//Hari)

Air

1 Industri Rumah

Belum ada rekomendasi.

Tangga

Dapat disesuaikan dengan kebutuhan air rumah tangga.

2 Industri Kecil

3 Industri Sedang

Minuman Ringan

Industri Es

4 Industri Besar

Minuman Ringan

Industri

Pembekuan ikan dan Biota

Perairan lainnya

5 Industri Tekstil

Proses Pengelolaan tekstil

400 – 700 l/kapita/hari

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003

2.5 Kapasitas Produksi

Penentuan besaran kebutuhan air menurut Al-layla, dkk (1980) mengacu pada kebutuhan air harian maksimum (Q max.day ) serta kebutuhan air jam maksimum (Q hour.max ) dengan referensi kebutuhan air rata-rata.

a. Kebutuhan air rata-rata harian (Q av.day ) Adalah jumlah air yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan domestik, non domestik dan kehilangan air.

Q max.day = fxQ av.day.................................................................................................. (2.16)

Dengan :

f = Faktor harian maksimum ( 1 < f max.hour < 1,5) Q av.day

= Kebutuhan air harian maksimum (ltr/dtk)

c. Kebutuhan air jam maksimum (Q max.hour ) Adalah jumlah air terbesar yang diperlukan pada jam-jam tertentu. Faktor fluktuasi kebutuhan jam maksimum (F max.hour ) diperlukan dalam perhitungannya.

Q max.hour = fxQ max.hour............................................................................................. (2.17)

Dengan :

f = Faktor fluktuasi jam maksimum (1,5 - 2,5) Q max.day = Kebutuhan air harian maksimum Q max.hour = Kebutuhan air jam maksimum (ltr/jam)

Banyak faktor yang mempengaruhi fluktuasi pemakaian air jam per jam, dan untuk mendapatkan data fluktuasi ini diperlukan survey (penelitian) terhadap aktivitas atau kebutuhan air konsumen. Selain penentuan kapasitas produksi pada unit pengolahan, maka perlu diperhitungkan lagi faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap perencanaan unit pengolahan.

d. Kehilangan Air Yaitu selisih antara jumlah air yang diproduksi di unit pengolahan dengan jumlah air yang di konsumsi (jaringan distribusi). Berdasarkan kenyataan

1) Kehilangan air rencana Kehilangan yang disebabkan oleh pengaruh operasional dan pemeliharaan unit pengolahan.

2) Kehilangan air percuma Meliputi segala aspek penggunaan fasilitas penyediaan air bersih dan pengelolaannya. Kehilangan ini dapat dibagi dua, yaitu :

ƒ Leakage; merupakan kehilangan air percuma pada komponen fasilitas yang disebabkan oleh kurangnya pengendalian pengelola.

ƒ Wastage; adalah kehilangan air yang terjadi pada tingkatan konsumen.

3) Kehilangan air insidentil Jika kehilangan air yang terjadi akibat hal-hal yang berada diluar kemampuan manusia dan bersifat spontan seperti bencana dan sebagainya. Namun secara umum dalam melakukan perencanaan unit pengolahan air bersih, nilai kehilangan yang terjadi baik khilangan air percuma dan insidentil sudah masuk dalam perhitungan. Besarnya nilai kehilangan air tersebut berkisar antara 15 – 25 % dari total kebutuhan air bersih baik domestik maupun non domestik.

e. Kebutuhan air untuk pemadam kebakaran

Q fire = 5% x Q av.day .......................................................................... (2.18)

Untuk penentuan besar pemakaian untuk pemadam kebakaran di Indonesia belum ada standarisasinya, sehingga cenderung bersifat subyektif tergantung dari kondisi dan kebijakan setempat. Menurut Al-layla, dkk (1980) dapat diambil antara 10 -25 % dari kebutuhan harian maksimum.

Q total =Q max.hour +Q fire ................................................................... (2.19)

Kebutuhan air total adalah merupakan jumlah kebutuhan air domestik ditambah dengan kebutuhan non domestik dan ditambah dengan jumlah kebocoran serta kebutuhan untuk pemadam kebakaran.

Analisa kapasitas produksi kebutuhan air total diproyeksikan dengan tingkat pelayanan 100%, 75%, dan 60% terhadap proyeksi jumlah penduduk (domestik dan non domestik).

2.6 Ketersediaan Debit

Mock memperkenalkan cara perhitungan aliran sungai dari data curah hujan, evaporasi dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran untuk menaksir tersedianya air sungai bila data debit tidak ada. Untuk menganalisis ketersediaan air di Daerah Aliran Sungai Bendo dilakukan dengan cara mensistensis data dengan cara “Rainfall – Runoff Model” Mock (Mock, 1973).

Perhitungan debit andalan digunakan model Mock, model ini didasarkan pada data curah hujan, data klimatologi dan kondisi DAS yang bersangkutan. Adapun data-data yang diperlukan dalam perhitungan model neraca air Mock, antara lain :

1. Hujan bulanan rata-rata, (mm)

2. Hari hujan bulanan rata-rata, (hari)

3. Evapotranspirasi potensial bulanan (mm/bulan) Debit andalan metode Mock, dirumuskan sebagai berikut :

Q = (Dro + Bf )F (2.20) Dro = Ws −1

(2.21) Ws = R − Et

(2.22) Return Flow = Inflow x (1 – Consumtion Water) (2.23)

Q= Debit andalan (m 3 /dt)

3 Dro = 2 Direct run off (m /dt/km )

Bf = Base flow (m 3 /dt/km 2 )

F= 2 Catchment area (km ) Ws = Water surflus (mm)

I = Infiltrasi (mm) Vn = Storage volume (mm) R

= Curah hujan (mm) Et

= Evapotranspirasi Penman modifikasi (mm) Run off

= (I – Vn) + 0,60 (P – EL) (mm/bln)

Q= run off. A (m 2 /dt)

2.7 Verifikasi Dan Kalibrasi Model

Proses verifikasi model WEAP (Water Evaluation And Planning System) menggunakan data debit pengukuran di lapangan terhadap debit andalan hasil perhitungan.

Sedangkan dalam proses kalibrasi sendiri menggunakan kriteria evaluasi model antara lain dapat dilihat dari nilai parameter-parameter berikut :

a. Root Mean Squared Error (RMSE) :

i − y ∑ i ()

RMSE = i = 1 (2.24)

b. Normalised Root Mean Squared Error (NRMSE) :

Standart Deviation of Observed Data

c. Coefficient of Efficiency (COE) :

COE = 1 − ⎢ (

RMSE 2

∑ i () = 1 ⎠ ⎥

dengan : y i = Data target

y = i Data prediksi n= Jumlah node

Pada dasarnya sebuah model yang baik adalah model yang mampu ”menirukan” perilaku DAS sedekat mungkin. Ukuran kedekatan ini berbeda untuk setiap tujuan pembuatan model, yang dapat diukur dalam besaran volume, variabilitas waktu, bentuk hidrograf atau besaran yang lain. Model dapat disusun dengan memanfaatkan rumus-rumus (teori-teori) yang ada atau dengan mengembangkan sendiri rumus yang digunakan dalam satu atau lebih komponen proses. Dalam setiap pengembangan model, akan dijumpai parameter-parameter yang tidak diketahui secara pasti sifatnya atau ada besaran tertentu yang tidak dapat ditemukan datanya. Oleh sebab itu untuk dapat menyakinkan bahwa model yang disusun dapat memberikan hasil yang baik, maka harus dilakukan proses kalibrasi.

Kalibrasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik cara manual ( trial and error), otomatik (automatic calibration) atau gabungan antara keduanya. Kalibrasi manual dilakukan dengan mencoba besaran parameter dalam model agar dicapai hasil yang baik. Apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan dikalibrasi, diperlukan ketelitian dalam penentuan parameter yang peka dan besar pengaruhnya terhadap hasil akhir model. Kalibrasi otomatis sebenarnya sama, hanya perubahan parameternya dilakukan secara otomatis oleh komputer (sesudah diberikan besaran awalnya) dan kepekaan parameter dilakukan dengan mencari kombinasi dari semua kemungkinan yang memberikan hasil terbaik. Kalibrasi gabungan dilakukan dengan menggabungkan kedua cara sebelumnya, misalnya

Parameter yang digunakan dalam proses kalibrasi adalah berupa data debit observasi yang diperoleh dari pengukuran secara langsung di lapangan atau bisa menggunakan data AWLR ( Automatic Water Level Recorder) jika tersedia. Yang akan dicek dengan nilai debit model yang dihasilkan oleh perhitungan WEAP. Semakin kecil nilai sebarannya, maka semakin baik kualitas permodelan yang telah dilakukan.

Penggunaan parameter hasil kalibrasi, merupakan parameter yang layak dan dapat digunakan sebagai masukan model pada kejadian hujan yang lain, sehingga akan menghasilkan aliran permukaan ( run off).

Untuk mengetahui nilai dari kalibrasi koefisien determinan menggunakan persamaan Kriteria NASH (KN) yang dirumuskan sebagai berikut :

pi − ⎢ Q mi ∑

= ⎢ − n ⎥ x 100 % (2.27) ⎢

KN 1 i = 1

2 ( Q pi − Q p ⎥ )

dengan : KN

= Koefisien Deterministik Nash Q

pi = Debit Observasi ke i (m /dt) Q 3

mi = Debit Model ke i (m /dt)

Q p = Debit Observasi rata-rata (m 3 /dt)

Keterangan : o 2 Jika modelnya sempurna nilai (Q

pi –Q mi ) mendekati nol, maka nilai KN

mendekati 1 (100%). Sedangkan jika KN < 0, model menghasilkan simulasi yang jelek dan jauh berbeda dari nilai rata-rata Q p . o Jika KN > 1 (100%) positif berarti model simulasi under estimate. Sedangkan jika KN < 0 negatif berarti model simulasi over estimate.

Apabila dalam tahap ini model menunjukkan hasil yang baik, maka model dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.

2.8 Pembangkit Listrik Tenaga Mini / Mikro Hidro (PLTMH)

2.8.1 Pengertian PLTMH

PLTMH merupakan singkatan dari Pembangkit Listrik Tenaga Mini / Mikro Hidro, yaitu instalasi peralatan yang kompleks yang dapat menghasilkan tenaga listrik dengan menggunakan sumber tenaga air. Yang membedakan antara istilah Mikro Hidro dengan Mini Hidro adalah output daya / kapasitas pembangkit yang dihasilkan. Mikro Hidro menghasilkan daya lebih rendah dari 100 kW (antara 5 kW sampai 100 kW), sedangkan untuk Mini Hidro daya keluarannya berkisar antara 10 kW sampai 1 MW. (JICA, 2003)

Mikrohidro adalah istilah yang digunakan untuk instalasi pembangkit listrik yang mengunakan energi air. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber daya ( resources) penghasil listrik adalah memiliki kapasitas aliran dan ketinggian tertentu dari instalasi. Semakin besar kapasitas aliran maupun ketinggiannya dari istalasi maka semakin besar energi yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik. (Wibowo, 2005)

Biasanya Mikrohidro dibangun berdasarkan kenyataan bahwa adanya air yang mengalir di suatu daerah dengan kapasitas dan ketinggian yang memadai. Istilah kapasitas mengacu kepada jumlah volume aliran air persatuan waktu ( flow capacity) sedangan beda ketinggian daerah aliran sampai ke instalasi dikenal dengan istilah Head.

Mikrohidro juga dikenal sebagai white resources dengan terjemahan bebas bisa dikatakan "energi putih". Dikatakan demikian karena instalasi pembangkit listrik seperti ini mengunakan sumber daya yang telah disediakan oleh alam dan ramah lingkungan. Suatu kenyataan bahwa alam memiliki air terjun atau jenis lainnya yang menjadi tempat air mengalir. Dengan teknologi sekarang maka energi aliran air beserta energi perbedaan ketinggiannya dengan daerah tertentu (tempat instalasi akan dibangun) dapat diubah menjadi energi listrik.

Seperti dikatakan di atas, Mikrohidro hanyalah sebuah istilah. Mikro artinya kecil sedangkan Hidro artinya air. Dalam, prakteknya istilah ini tidak

Secara teknis, Mikrohidro memiliki tiga komponen utama yaitu air (sumber energi), turbin dan generator. Air yang mengalir dengan kapasitas tertentu disalurkan dari ketinggian tertentu menuju rumah instalasi (rumah turbin). Di rumah instalasi air tersebut akan menumbuk turbin dimana turbin sendiri, dipastikan akan menerima energi air tersebut dan mengubahnya menjadi energi mekanik berupa berputamya poros turbin. Poros yang berputar tersebut kemudian ditransmisikan ke generator dengan mengunakan kopling. Dari generator akan dihasilkan energi listrik yang akan masuk ke sistem kontrol arus listrik sebelum dialirkan ke rumah-rumah atau keperluan lainnya (beban). Begitulah secara ringkas proses Mikrohidro merubah energi aliran dan ketinggian air menjadi energi listrik.

Besarnya tenaga air yang tersedia dari suatu sumber air bergantung pada besarnya head dan debit air. Dalam hubungan dengan reservoir air maka head adalah beda ketinggian antara muka air pada reservoir dengan muka air keluar dari kincir air/turbin air. Total energi yang tersedia dari suatu reservoir air adalah merupakan energi potensial air yaitu : (Wibowo, 2005)

E = mgh (2.28)

dengan : m

= massa air

h = head (m)

g = percepatan gravitasi ⎛ m ⎞ ⎜ 2 ⎟ ⎝ s ⎠

⎛ Daya merupakan energi tiap satuan waktu E ⎞

⎜ ⎟ , sehingga persamaan (2.28) ⎝ t ⎠

dapat dinyatakan sebagai :

E= m

gh (2.29) t t

Dengan mensubsitusikan P terhadap ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ dan mensubsitusikan ρ Q terhadap

⎛ m ⎞ ⎜ ⎟ maka :

P = ρ Qgh (2.30)

dengan P

= daya (watt)

Q = kapasitas aliran

kg

= densitas air ⎛ ρ ⎞ ⎜ 3 ⎟

Selain memanfaatkan air jatuh hydropower dapat diperoleh dari aliran air datar. Dalam hal ini energi yang tersedia merupakan energi kinetik.

E = mv

dengan v adalah kecepatan aliran air ⎛ ⎞ ⎜ ⎟