Uji Post-hoc dan Kontras Ortogonal

Acara 5: Uji Post-hoc dan Kontras Ortogonal

Tujuan:  Melakukan perbandingan antarrerata  Melakukan kontras orthogonal dan kontras polinomial

 Mengenal transformasi data

Uji Lanjutan Pembandingan Antarrerata

Pembandingan antarrerata posthoc

Pembandingan antarrerata yang tidak direncanakan sebelumnya dikenal sebagai pembandingan antarrerata posthoc. Pembandingan ini tidak terstruktur, hanya berdasarkan pasangan-pasangan rerata. Untuk tujuan ini tersedia sejumlah metode, tetapi dasar semua metode adalah sama, yaitu dua perlakuan atau populasi berbeda reratanya jika selisih rerata contohnya melebihi suatu nilai tertentu, disebut nilai kritis. Berdasarkan cara mendapatkan nilai kritis ini muncul bermacam metode. Untuk latihan, gunakan data CRD dan RCBD.

Perangkat lunak R melalui library (agricolae) dapat mendukung sebagian besar pembandingan antarrerata di atas. Untuk contoh data CRD dan RCBD, nama peubah dihitung adalah hasil dan nama peubah pengelompok adalah perlakuan. Sebelum memanggil package yang sesuai, perlu dilakukan analisis varians terlebih dahulu. Selanjutnya dimasukkan beberapa parameter yang diambil dari analisis varians tersebut. Dalam acara praktikum berikut, hanya BNT-Fisher, BNJ-Tukey, dan Uji Duncan yang dipraktikkan. Uji pembandingan rerata yang lain dapat Anda coba sebagai tugas yang wajib Anda kumpulkan pada pertemuan berikutnya. Memilih metode pembandingan antarrerata yang tepat adalah memilih satu metode yang memberikan hasil yang dapat menjawab hipotesis awal. Idealnya, anda merencanakan metode sebelum penelitian dilakukan, bukan setelah mendapatkan data!

a . Beda Nyata Terkecil (BNT) atau Least Significant Difference (LSD) Pada dasarnya, metode ini serupa dengan uji-t untuk dua rerata dari cuplikan independen dengan asumsi varians homogen yang telah kita pelajari pada Acara 1. Uji ini

menggunakan distribusi t-Student. Kita menghitung

.H 0 ditolak jika t hit >t tabel .

Jadi, H 0 ditolak jika Y 1 −>� Y 2 ����� . � �� 1 −�� 2 ; nilai suku kanan disebut batas kritis BNT. H 0

ditolak apabila selisih kedua rerata melebihi batas kritis BNT. Perhatikanlah bahwa di bawah ditolak apabila selisih kedua rerata melebihi batas kritis BNT. Perhatikanlah bahwa di bawah

r 2 . Batas kritis BNT mengalikan varians selisih rerata dengan t tabel dua sisi, memakai derajat bebas sesatan pada analisis varians.

BNT-Fisher . Fisher menasehatkan agar metode ini digunakan hanya apabila hasil analisis varians menolak hipotesis nol dan pembandingan tidak dilakukan untuk seluruh pembandingan yang mungkin.

BNT-Bonferroni. Bonferroni menyarankan agar t tabel tidak diperoleh dengan α dibagi 2, tapi dibagi 2k, karena semula hanya ada satu perbandingan antara dua perlakuan, tetapi

perbandingannya akan sebanyak k = untuk t perlakuan. Dengan ketentuan ini, BNT

dimungkinkan untuk pembandingan keseluruhan set pasangan. BNT-Dunnett . Apabila pembandingan selalu ke salah satu perlakuan acuan, biasanya berupa kontrol atau pembanding, Dunnett mengajukan metode ini. Batas kritisnya mirip dengan BNT tetapi tidak menggunakan distribusi t-Student melainkan distribusi Dunnett (dapat dilihat pada Daftar Tabel Statistika).

b. Beda Nyata Jujur (BNJ) atau Honestly Significant Difference (HSD) Metode ini disebut juga metode Tukey. Di sini, batas kritisnya disebut sebagai batas kritis BNJ. Nilai tabel diperoleh dari tabel Tukey atau “Titik Persentil Atas dari Kisaran Ter- Student-kan” yang nilainya ditentukan oleh taraf nyata (alpha), derajat bebas Sesatan, dan banyaknya grup perlakuan. Selain itu, pengali tidak menggunakan varians selisih rerata melainkan varians rerata (artinya tidak dikalikan 2 dan KT Ses dibagi langsung dengan rerata harmonik banyaknya data tiap grup perlakuan). Jika tidak terdapat tabel Tukey, kita dapat menghitung nilai tabelnya menggunakan perangkat lunak R, dengan perintah qtukey((1- alpha), banyakperlakuan, lower.tail=T, df=dbSes. Argumen banyakperlakuan adalah banyaknya perlakuan yang dibandingkan dan dbSes adalah derajat bebas Sesatan.

c. Metode Scheffé Perbandingan dua perlakuan merupakan bentuk khusus perbandingan yang secara umum c. Metode Scheffé Perbandingan dua perlakuan merupakan bentuk khusus perbandingan yang secara umum

d. Uji Duncan atau Duncan’s New Multiple Range Test (DMRT)

Berlainan dengan metode sebelumnya, ada banyak (multiple) batas kritis pada uji Duncan, karena batas kritis yang dipakai untuk suatu pembandingan tergantung jarak dua rerata grup perlakuan yang dibandingkan. Dua rerata grup perlakuan yang berdekatan langsung setelah diurutkan dari terkecil menurut besarnya dikatakan ber”jarak” dua. Jika bersela satu disebut berjarak tiga; dengan dua penyela disebut berjarak empat, dan seterusnya. Batas kritis untuk dua perlakuan berjarak p (p = 2, 3, ... , t) adalah LSR p = SSR dbSes,p *√(RK Ses /r). Nilai SSR didapat dari tabel Duncan (silakan lihat Tabel Statistika), yang besarnya tergantung α,

db Ses , dan p. DMRT sebenarnya sudah lama dianjurkan untuk tidak digunakan karena selang kepercayaan yang beraneka ragam.

e. Uji SNK (Student-Newman-Keuls)

Metode ini merupakan gabungan antara metode Tukey dan Uji Duncan dalam artifak nilai tabel yang digunakan diambil dari tabel Tukey tetapi batas kritisnya lebih dari satu tergantung jarak rerata perlakuan yang diperbandingkan seperti halnya DMRT. Batas kritisnya adalah SNK α =q α, ν,p .s x .

Cara Penyajian Uji Posthoc

Penyajian hasil posthoc dapat dilakukan dengan menggunakan tabel seperti di bawah ini.

Perlakuan

Rerata hasil

A 20 a B 18 a

D 14 b C 12 b E 11 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji HSD- Tukey (α = 5%).

Cara lain penyajian uji posthoc adalah denga menggunakan grafik. Grafik berisi titik rerata dan Cara lain penyajian uji posthoc adalah denga menggunakan grafik. Grafik berisi titik rerata dan

Gambar 1. Peubah hasil di bawah pengaruh perlakuan berdasarkan uji lanjut HSD-Tukey ( α = 5%). Keterangan: angka merupakan rerata dan error bars menunjukkan selang kepercayaan.

Penyajian grafik di atas lebih informatif karena kita dapat melihat lebar selang kepercayaan. Semakin lebar selang kepercayaan, maka semakin besar error/residual dalam suatu percobaan. Dua perlakuan akan berbeda nyata jika titik rerata tidak berada pada errorbar perlakuan lain. Contohnya, titik rerata perlakuan B terdapat di dalam errorbar perlakuan A sehingga kedua perlakuan tersebut tidak beda nyata. Perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan C, D, dan E karena titik rerata perlakuan B tidak berada pada errorbar perlakuan C, D, dan E.

Ringkasan tabel uji posthoc disajikan pada tabel berikut.

Keterangan LSD

Posthoc test

Batas kritis

Ulangan (r)

Hanya digunakan ketika LSD = t α

2 Sama

r n perlakuan tidak lebih dari 3 dan hasil ANOVA

Tidak sama

LSD signifikan = t

Hanya digunakan ketika

DLSD = t α

Tidak sama

DLSD perlakuan dengan = t

Digunakan untuk

w = q α , p, df MSE

membandingkan setiap

pasangan perlakuan

w = q α (pairwise). Untuk n , p , df MSE +

MSE 1 1 

Tidak sama

2  r 1 r 2 

perlakuan yang besar. Direkomendasikan untuk digunakan.

Scheffe

2 Sama

Digunakan untuk

SCD = df Trt F α , df Trt , df MSE MSE

membandingkan group perlakuan yang tidak

SCD = df Trt F α , df Trt , df MSE MSE +

1 1  Tidak sama

 orthogonal. Lebih kritis

r 1 r 2 

dari HSD Bonferoni

1 Sama

Bonferoni digunkan t α ( 2 C ), n − k MSE untuk jumlah perlakuan

yang sangat besar

1 1 Tidak sama

t α ( 2 C ), n − k MSE ( + ) karena semakin banyak r 1 r 2 perlakuan, batas kritis

akan semakin besar dan sulit menolak H 0 (semakin konservatif) DMRT

R p = q α p − 1 , p , df MSE

MSE

Hanya untuk Tidak disarankan untuk

r digunakan karena

ulangan

penghitungan selang SNK

sama

MSE

Hanya untuk kepercayaan W p =q α,(p, MSE df) ulangan

inappropriate karena

sama

batas kritis beraneka macam

Kontras dan Keortogonalan Bentuk pembandingan sepasang-sepasang dapat dipandang sebagai berikut.

H 0 : (1)* μ 1 + (–1)* μ 2 =0

Perhatikan koefisien di muka rerata. Jumlahnya adalah nol (1 dijumlah dengan -1 menghasilkan nol). Bentuk pembandingan berkelompok dapat ditulis ulang sebagai berikut.

H 0 : 2* μ 1 + (–1)* μ 2 + (–1)* μ 3 = 0.

Penjumlahan koefisien-koefisien tersebut menghasilkan nol pula. Koefisien-koefisien yang menjumlah dan menghasilkan nol disebut sebagai koefisien kontras. Pembandingan yang menggunakan koefisien kontras disebut kontras. Dua kontras disebut saling ortogonal bila penjumlahan terhadap hasil kali (sum of products) koefisien-koefisien yang bersesuaian adalah

nol. Jadi, mengambil contoh seri hipotesis nol kita di atas, kontras μ 1 = μ 2 vs. kontras μ 2 = μ 3 tidaklah saling ortogonal sebagaimana terlihat di tabel berikut.

Hipotesis nol c 1 c 2 c 3 jumlah

Sebaliknya, kontras μ 1 –( μ 2 + μ 3 )/2 = 0 vs. kontras μ 2 = μ 3 saling ortogonal: Hipotesis nol

c 1 c 2 c 3 jumlah

Perhatikan baik-baik, bagaimana kontras yang saling ortogonal dapat timbul. Secara umum, pembandingan tiap rerata sepasang-sepasang tidak menghasilkan kontras-kontras yang saling ortogonal, sedangkan pembandingan rerata grup secara berkelompok dapat menghasilkan kontras-kontras yang saling ortogonal.

Sebagai ilustrasi, suatu penelitian dengan ulangan sama mengenai pemberantasan lumut pada perdu teh, menguji perlakuan sebagai berikut: kerik lumut, disemprot glifosat, disemprot fentin-asetat, disemprot bentiokarp, dan tidak diapa-apakan sebagai kontrol. Rerata populasi

lima perlakuan dilambangkan dengan µ 1 ,µ 2 ,µ 3 ,µ 4 , dan µ 5 . Perhatikan bahwa perlakuannya adalah perlakuan kualitatif!

= µ 5 menguji manfaat pemberantasan lumut.

= µ 1 menguji seberapa efektif pemberantasan kimia dibanding dengan cara

3 manual.

+ = µ 3 dibuat untuk membandingkan herbisida non-asam versus asam.

2 H 0 : μ 2 = μ 4 , yaitu apakah dua herbisida non-asam yang diujikan berbeda. Perhatikan bahwa lima perlakuan yang diuji disini dapat digolong-golongkan, seperti golongan perlakuan dengan dan tanpa pengendalian lumut, golongan perlakuan dimana pengendalian lumut dilakukan secara manual dan secara kimiawi. Jadi, perlakuannya berstruktur.

Percobaan dengan perlakuan berstruktur hampir selalu menghasilkan penelitian yang baik nalarnya, karena itu pikirkan baik-baik grup-grup perlakuan yang diberikan pada saat merancang penelitian. Buatlah tabel seperti di atas pada MSExcel anda dan berikan koefisien kontras untuk masing-masing hipotesis. Tunjukkan bahwa setiap pasang kontras tersebut saling ortogonal.

R mampu membantu dalam menemukan koefisien yang kontras dan ortogonal. Ikuti perintah berikut dan pahami keluaran yang muncul! Keterangan: x adalah banyaknya grup

perlakuan dengan perintah contr.helmert(x) . Untuk menguji apakah kontras dan saling ortogonal, silakan ikuti perintah berikut.

> apply(namauji,2,sum) > crossprod (namauji) > contr.helmert (x, contrasts=F)

No. kontras

Hipotesis nol

c 1 c 2 c 3 c 4 c 5 jumlah

Catatan: c 1 adalah koefisien untuk μ 1 dst.

Jika terdapat lima perlakuan, maka dapat dibentuk maksimum 4 (atau t–1) kontras- kontras yang saling ortogonal. Pembentukan kontras ortogonal seperti di atas disebut helmert, yaitu dengan membagi menjadi dua kelompok secara bertahap. Cara lain adalah faktorial, yang akan dibahas kelak. Kontras ortogonal dapat disisipkan ke dalam analisis varians, karena jumlah kuadratnya akan menjumlah menjadi jumlah kuadrat grup perlakuan. Berikut adalah

Polinom Ortogonal

Untuk perlakuan kuantitatif, jika ulangan dan selang antargrup perlakuannya sama, analisis kecenderungan yang saling ortogonal dapat dengan mudah dilakukan. “Kecenderungan” di sini maksudnya adalah kecenderungan fungsi polinom, apakah hubungannya regresi garis lurus, kuadratik, kubik, atau lebih tinggi lagi. Seperti halnya dengan kontras ortogonal, dimungkinkan ada t–1 kontras dengan derajad bebas satu. Konstantanya kebanyakan telah tersedia pada buku acuan, dan harus dihitung sendiri jika selang antargrup perlakuannya tidak sama, atau ulangannya tidak sama, atau keduanya. Polinom ortogonal sebenarnya merupakan regresi dengan model polinomial. Hanya saja pada polinom ortogonal pengerjaan dilakukan dua kali, yaitu, membuat ANOVA terlebih dahulu, kemudian memasukkan nilai polinom ortogonal. Pada praktikum ini akan ditunjukkan bahawa polinom ortogonal sama dengan regresi polinomial.

Menggunakan data berikut, dapat dilakukan analisis kecenderungan:

Blok

Dosis N (ku/ha)

Total

Koefisien untuk n grup perlakuan dan selang grup antarperlakuannya sama, maka dapat dicari dengan baris perintah contr.poly (n) . Koefisien untuk n grup perlakuan dengan

masing-masing grup perlakuan (y 1 ,y 2 , ..., y n ) teridentifikasi memiliki selang yang berbeda, maka dapat dicari dengan baris perintah contr.poly (n,c(y 1 ,y 2 ,...,y n ))

Arti koefisien yang muncul adalah L untuk Linear, Q untuk Kuadratik, dan C untuk Kubik, ^4 untuk Kuartik, dan seterusnya. Setelah mendapatkan koefisien, lakukanlah analisis varians seperti pada kontras ortogonal! Tentukan mana kontras yang signifikan!

Penyajian grafik dapat dikerjakan dengan MsExcel sehingga muncul seperti pada grafik di bawah ini. Perhatikan kedua grafik! Berdasarkan hasil uji lanjut dengan diketahui bahwa terdapat kecenderungan linier dan kuadratik (terdapat tanda signifikansi, cek!). Kesimpulan mengenai hubungan kecenderungan apa yang tepat antara kedua peubah dapat ditentukan berdasarkan hipotesis yang ditegakkan sebelumnya atau dengan melihat

Transformasi data Apabila asumsi kehomogenan varians atau keaditifan ternyata tidak terpenuhi (melalui hasil uji-ujinya), hasil analisis varians rendah keabsahannya. Dalam acara sebelumnya dinyatakan bahwa dapat dilakukan analisis varians untuk situasi varians-varians tidak homogen atau melakukan analisis non-parametrik. Pilihan lainnya adalah transformasi data.

Transformasi data adalah mengubah skala data kita melalui formula tertentu agar layak untuk dianalisis varians dan hasilnya valid. Tentu saja, ketika melaporkan hasil analisis, data aslilah yang disajikan, tetapi diberi catatan bahwa datanya diolah dalam bentuk transformasi tertentu. Transformasi data dilakukan apabila:

1) datanya mengikuti distribusi eksponensial, 2) model multiplikatif berlaku (seperti hasil uji Tukey untuk ketakaditifan di atas) 3) tidak homogennya varians ternyata terkait dengan reratanya.

Dengan demikian dikenal bermacam transformasi: a. Transformasi logaritma untuk data eksponensial. Data yang distribusinya eksponensial, seperti data jumlah telur serangga yang menge- lompok, bentuk logaritmanya akan mengikuti distribusi normal. b. Transformasi agar data mengikuti model saling jumlah Data yang mengikuti model saling kali, bentuk logaritmanya akan mengikuti model saling jumlah. Data yang tidak mengikuti model saling jumlah berdasar uji saling jumlah Tukey ditransformasi dengan mempergunakan koefisien regresinya (datanya dikalikan dengan koef. regresinya). c. Transformasi agar data mempunyai varian yang stabil (tidak tergantung reratanya).

Melakukan transformasi data (variance-stabilizing) Transformasi data dilakukan karena asumsi ANOVA yang tidak terpenuhi karena tidak dipenuhinya asumsi homoskedastisitas varians. Untuk tetap menggunakan ANOVA, maka data harus ditrasnformasi agar variansnya menjadi “stabil” sehingga asumsi homoskedastisitas terpenuhi. Transformasi data sebenarnya tidak selalu menyelesaikan masalah karena belum tentu dapat menstabilkan varians. Cara yang dianjurkan sebenarnya menggunakan metode lain seperti generalised linear model ataupun linear mixed model. Namun, kedua metode tersebut tidak akan dibahas di sini. Data yang memerlukan transformasi adalah data berupa cacah/hitungan, proporsi, atau dengan kata lain data yang rerata dan variansnya tidak saling independen. Pada ada yang mengikuti distribusi normal rerata dan variansnya saling

independen 2 N~(0,σ ) .

Data hitungan (cacah atau count) yang bernilai kecil (dekat dengan nol) biasanya memiliki distribusi Poisson, bukan normal, sehingga variansnya sering kali berasosiasi dengan reratanya. Transformasi √� atau √� + �, C konstanta, dapat membantu menjadikan data berdistribusi mendekati normal. C dimunculkan bila ada data yang bernilai 0.

Data turunan yang menggunakan fungsi perkalian (misalnya luas permukaan yang diduga dari diameter) berpotensi berdistribusi eksponensial, sehingga akar variansnya berasosiasi dengan rerata. Transformasi logaritma, log(Y) atau log(Y + C) dengan C suatu konstanta, dapat membantu menstabilkan sebaran data. Basis logaritma biasanya 10 namun dapat dipilih sesuai dengan keperluan.

Data berdistribusi binom dapat muncul pada data yang batas atas dan bawahnya diketahui, seperti data fraksi (antara 0 dan 1), termasuk dalam bentuk persentase, dan data skor. Nilai- nilai yang mendekati batas tepi mudah terpengaruh oleh distribusi ini. Apabila terdapat data

“perbatasan” seperti ini, transformasi sin -1 √� + � atau arcsin√� + � dapat membantu membuat distribusi mendekati normal. Sebenarnya, masih banyak transformasi data yang lain

seperti Box-Cox transformation, negative binomial trasnformation, dsb. Namun, ketiga trasnformasi di atas adalah yang paling sering digunakan.

Untuk berlatih, lakukan transformasi terhadap dua set data sebelumnya. Anda dapat memasukkan fungsi di MSExcel, lalu membuat berkas data baru. Fungsi di MsExcel yang digunakan yaitu =LOG( ), =SQRT( ), dan =ASIN( ). Setelah data ditransformasi, lakukan analisis terhadap data baru sesuai dengan rancangan yang telah dibuat.

Varlog <- log10(namavar)#transformasi log10 Varroot <- sqrt(namavar) #transformasi akar Varasin <-(sqrt(namavar/100))) #transformasi arcsin

Berikut ringkasan transformasi data. Nama transformasi

Hubungan rerata dan

Cara transformasi

varians

Log 2 � 2 ≅ �� log ( �) Arcsin

� 2 ≅ ��(1 − �)

arcsin √y

Distribusi Binomial

Square root

� 2 ≅ ��

√�

Distribusi Poisson

Skema Uji Posthoc dan Kontras Ortogonal