Latar Belakang Prof. Dr. Tan Kamello, SH., M.S. 4. Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam melakukan pelaksanaan, pembinaan, pengaturan dan pengawasan di pasar modal. Mengingat pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan dunia usaha dan sebagai wahana investasi bagi para pemodal, serta memiliki peranan strategis untuk menunjang pembangunan nasional, kegiatan pasar modal perlu mendapat pengawasan agar pasar modal dapat berjalan secara teratur, wajar, efesien, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Untuk itu Bapepam diberi kewenangan luar biasa dan kewajiban untuk membina mengatur dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal. 1 Pada awalnya Bapepam merupakan badan yang multifungsi, sebagai regulator, pengelola bursa efek, pengawas pihak-pihak yang terlibat dan pelaksana kegiatan di bidang pasar modal, melakukan pemeriksaan, penyidikan, dan menjatuhkan sanksi. Garis Besar Haluan Negara GBHN 1999-2004 telah mengamanatkan kepada penyelenggara negara untuk mengembangkan pasar modal yang sehat, transparan, dan efesien. Perkembangan selanjutnya pemerintah memutuskan untuk menetapkan Bapepam sebagai regulator dan penegak hukum pasar modal demi peningkatan kualitas penerapan dan penegakan peraturan 1 CST. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-pokok Hukum Pasar Modal, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997, hlm. 57 Universitas Sumatera Utara perundang-undangan di bidang pasar modal yang sesuai dengan standart internasional. Sedangkan pengelolaan bursa diserahkan kepada Bursa Efek Jakarta dan penjamin emisi efek dilakukan oleh perusahaan swasta. 2 Lahirnya Undang-undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal UUPM yang mengubah Bapepam dari Badan Pelaksana Pasar Modal menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Melalui UUPM telah di atur berbagai hal khususnya menyangkut kedudukan, tugas dan wewenang lembaga pengawas yang di sebut Badan Pengawas Pasar Modal Bapepam peran dari lembaga penunjang pasar modal, peranan bursa serta ketentuan perdata maupun pidana. Kristalisasi dari pengaturan di maksud adalah terciptanya pasar modal yang efektif, efisien serta wajar. Dengan kondisi pasar modal demikian, akan timbul kepercayaan dari para pelaku pasar termasuk dunia usaha dan para pemodal untuk semaksimalnya memanfaatkan pasar modal tidak saja sebagai alternatif investasinya, tetapi pula sebagai pilihan pendanaan usahanya. 3 Secara Umum UUPM mengatur kewenangan dan tugas dari Bapepam sebagai: 1. lembaga Pembina; 2. lembaga Pengatur; 3. lembaga Pengawas. 2 M. Irsan Nasarudin, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, 2010, hlm. 2 3 Jusuf Anwar a, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Jakarta: PT. Alumni, 2005, hlm. xii Universitas Sumatera Utara Ketiga kewenangan itu dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan mewujudkan terciptanya pasar modal yang teratur, wajar dan efesien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. 4 UUPM memberikan kedudukan dan peranan demikian besar kepada Bapepam, tetapi di lain pihak kedudukannya sebagai lembaga birokrasi justru kontradiktif. Karena hanya menjadi salah satu bagian dalam jajaran Departemen Keuangan. Hal ini ditegaskan pada Pasal 3 ayat 2 UUPM bahwa Bapepam berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri. Besarnya kewenangan yang dimiliki Bapepam mengimplikasikan kebutuhan akan independensi institusional. Apalagi Bapepam memiliki fungsi pengawasan terhadap wilayah hukum yang melibatkan banyaknya kepentingan dan dana masyarakat. Independensi sangat diperlukan Bapepam untuk mampu menghindari kepentingan dan intervensi di dalam penegakan hukum yang sejatinya ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada pelaku pasar modal dan investor pasar modal Indonesia. 5 Dengan lahirnya UU OJK yang berlaku tanggal 22 November 2011, pengawasan lembaga jasa keuangan di Indonesia berubah yang pada awalnya dilakukan oleh beberapa lembaga, pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia, pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan lainnya oleh Bapepam menjadi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga tunggal, yaitu OJK. 4 Tavinayanti dan Yulia Qamariyanti, Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 12 5 M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.cit, hlm. 46 Universitas Sumatera Utara Pembentukan kegiatan sektor jasa keuangan dalam satu lembaga single supervisory agency tersebut setidaknya di pengaruhi oleh 2 faktor. Faktor pertama lebih mengarah kepada kondisi eksternal yang tidak dapat dihindari seperti semakin terintegrasinya industri keuangan dunia. 6 Beberapa Negara telah memiliki lembaga sejenis, yaitu The Australian Prudential Regulation Authority APRA Australia, Office of the Superintendent of Finansial Institution OSFI Kanada, dan Finansial Supervisory Commission FSC Korea Selatan. Faktor yang kedua, Pasal 34 Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia mengamanatkan tentang pembentukan lembaga pengawas jasa keuangan terhadap semua otoritas di bidang jasa keuangan akan disatukan dalam OJK ini. 7 Secara historis, ide pembentukan otoritas jasa keuangan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan Undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada Bank Sentral. RUU ini di samping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari Bank Sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan gubernur Bundesbank Bank Sentral Jerman yang pada waktu penyusunan 6 Jusuf Anwar b, Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, Bandung: P.T Alumni, 2008, hlm. 183 7 Ibid Universitas Sumatera Utara RUU Kemudian menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 1999 bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola Bank Sentral Jerman yang tidak mengawasi bank. 8 Alasan lainnya pembentukan OJK adalah makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globlisasi jasa keuangan. 9 Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan praktik-praktik buruk moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya pembentukan lembaga pengawas di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Pasal 5 UU OJK menyatakan, bahwa “OJK berfungsi menyelanggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan”. 10 Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diperlukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan jasa keuangan lainnya. Penataan di maksud dilakukan agar tercapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga 8 Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Bandung: Books TerraceLibrary, 2005, hlm. 144 9 Tim Penyusun RUU Lembaga Pengawas Jasa Keuangan Departemen Keuangan RI, Nasakah Akademik Lembaga Pengawas Jasa Keuangan LPJK, Jakarta, Desember 2000, dalam M, Irsan Nasarudin, dkk, Op. cit, hlm. 49 10 Bismar Nasution a, “Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan: Kajian Terhadap Indepedensi Dan Pengintegrasian Pengawasan Lembaga Keuangan”, Disampaikan pada sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, dilaksanakan BAPEPAM-LK, Hotel Tiara, Medan, 8 Juni 2012 Universitas Sumatera Utara dapat lebih menjamin tercapainya terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara integrasi. 11 Pasal 1 angka 1 UU OJK menyatakan bahwa: Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya di sebut OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana di maksud dalam Undang-undang ini. Secara kelembagaan mengenai independensi OJK berada di luar pemerintah yang dimaknai bahwa otoritas jasa keuangan tidak menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan pemerintah karena hakikat OJK merupakan otoritas di sektor jasa keuangan dibidang fiskal. OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber 11 Republik Indonesia a, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5253, penjelasan umum Universitas Sumatera Utara daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. 12 Dalam konteks UU OJK di maksudkan untuk mewujudkan “Otoritas Jasa Keuangan” OJK yang memiliki fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan akuntabel. Pasal 6 UU No.21 Tahun 2011 Tentang otoritas Jasa keuangan, Otoritas jasa keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a. Kegiatan jasa keuanngan di sektor perbankan b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga keuangan lainnya. OJK diharapkan akan mampu menciptakan koordinasi yang lebih baik dan konsistensi kebijakan diantara lembaga yang memilki latar belakang aturan yang berbeda. Dengan demikian, OJK mampu menghasilkan kebijakan yang menyeluruh pasca berbagai industri keuangan yang berada di pengawasan OJK. 13 Kehadiran OJK yang merupakan lembaga independen yang melakukan pengawasan jasa keuangan termasuk pengawasan di pasar modal yang diharapkan mampu menghindari berbagai benturan kepentingan dan intervensi didalam 12 Ibid. 13 Jusuf Anwar b,Op.cit, hlm. 116 Universitas Sumatera Utara memberikan kepastian hukum yang ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada pelaku pasar modal dan investor pasar modal Indonesia. 14 Dengan berlakunya UU OJK yang bertugas mengatur dan mengawasi lembaga keuangan termasuk pengawasan pasar modal, berdasarkan UUPM merupakan kewenangan dari Bapepam. Sehingga dengan berlaku UU OJK tersebut kewenangan apa saja yang menjadi kewenangan Bapepam sesuai dengan UUPM dan bagaimana kewenangan OJK dalam pasar modal. Apakah akan ada tumpang tindih kewenangan antara Bapepam dan OJK dalam pengawasan transaksi dipasar modal, serta bagaimana harmonisasi peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang OJK. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian dalam tesis yang berjudul Analisis Yuridis Kedudukan Bapepam Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengawasan Terhadap Lembaga Dana Pensiun Setelah Berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

7 172 125

PERANAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN (BAPEPAM-LK) DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN DI PASAR MODAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN.

0 0 2

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 12

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 2

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 25

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 38

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 25

Analisis Yuridis Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Setelah Berlakunya Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 12

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN (“UNDANG-UNDANG OJK”)

0 0 68