Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Melalui Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV MI Mathlaul Anwar

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA
MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS IV
MI MATHLAUL ANWAR
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:
Ai Herawati
NIM 1110018300014

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M

ABSTRAK


Ai Herawati (1110018300014). Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Judul Skripsi “Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Melalui
Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa
Kelas IV MI Mathlaul Anwar”.
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu konsepsi yang
membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, dan tenaga
kerja. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika
dengan menggunakan pendekatan CTL. Penelitian dilakukan untuk siswa kelas IV
MI Mathlaul Anwar dengan materi FPB dan KPK. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Hasil Penelitian menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas belajar matematika siswa pada materi FPB dan KPK.
Kata Kunci : penelitian tindakan kelas, aktivitas belajar matematika, CTL.

i

ABSTRACK


Ai Herawati (1110019300014). Thesis Department of Education Elementary
School Teacher (Primary Education), Faculty Tarbiyah ang TeachingUIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Chapter of Thesis “Improvement Studying
Activity Mathematic of 4th Grade MI Mathlaul Anwar For Concept FPB and
KPK By Contextual Teaching and Learning (CTL)”.
Contextual Teaching and Learning (CTL) is an educational process that aims to
help students see meaning in the academic material they are studying by
connecting academic subject with the context of their daily live, that is, with
context of their personal, social, and cultural circumstance. The purpose of this
research is to improve studying activity mathematic by using Contextual Teaching
and Learning (CTL). This research has realized at class 4 MI Mathlaul Anwar.
The method of this research is classroom action research. And the result of this
research showed that studying activity mathematic student has improved in
concept FPB and KPK.
Key words : classroom action research, studying activity mathematic, Contextual
Teaching and Learning.

ii


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat, taufiq dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Melalui Penerapan
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV MI
Mathlaul Anwar”.
Banyak hambatan yang penulis alami dalam penyusunan skripsi ini,
namun

dengan keyakinan dan kesungguhan, akhirnya

penulis

mampu

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa pula penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam
penyusunan skripsi ini baik moral maupun material. Adapun ucapan terima kasih
yang disampaikan penulis kepada,
1. Dra. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.
2. Dr. Fauzan, MA. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah.
3. Asep Ediana Latip, M. Pd. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah.
4. Dr. Tita Khalis Maryati, M. Kom. selaku dosen pembimbing yang selalu
sabar dan penuh pengertian membantu, membimbing, dan memberikan
pemahaman mengenai materi yang berhubungan dengan skripsi ini.
5. Abdul Ghofur, MA. selaku dosen penasehat akademik yang telah
membimbing dan memberikan arahan-arahan dari awal semester hingga
penyelesaian skripsi ini.
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
banyak membantu dan mengembangkan ilmu selama penulis mengikuti
proses perkuliahan.
7. Para staf perpustakaan, baik Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

iii


yang telah membantu penulis dalam mencari referensi untuk menyelesaikan
skripsi ini.
8. Kepala Sekolah MI Mathlaul Anwar, guru matematika kelas IV, siswa-siswi
kelas IV, dan seluruh staf yang telah membantu dan memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian demi terselesaikannya skripsi
ini.
9. Orang tua saya tercinta, Ayahanda Anin dan Ibunda Iyumenah, adik-adikku
A’an Ferawati Fazrin dan Firdha Anindya Rahma. Beserta keluarga besar H.
Misan dan H. Sadih yang selalu mendoakan dan menyemangati penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat kesayangan, Njee, Lina, Azizah, Ima, Fika, Roro, Tutu,
Nufus, Vina, Nce, Erien, Fitri, Ihda serta kawan seperjuangan bimbingan
Tuti dan Miar yang menjadi tempat berbagi ilmu kepada penulis selama
proses penyusunan skripsi ini. Dan seluruh rekan mahasiswa Jurusan
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2010.
Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga
bantuan, bimbingan, semangat, doa, dan dukungan yang diberikan pada penulis
dibalas oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi penyusunan maupun dari segi isi. Oleh karena itu, kritik

dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat pada penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Amin.

Jakarta, 4 Desember 2014

Ai Herawati

iv

DAFTAR ISI
ABSTRAK…………………………………………………………………..…… i
ABSTRACK………………………………………………………………..…… ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………..… iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….……. v
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..…. vii
DAFTAR GRAFIK…………………………………………………………… viii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… ix
BAB I


PENDAHULUAN……………………………………………………... 1
A. Latar Belakang…………………………………………………....... 1
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian…………………………….. 4
C. Pembatasan Fokus Penelitian…………………………………….… 5
D. Perumusan Masalah Penelitian…………………………………….. 5
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………………………………...… 5

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN……………………………………………………. 6
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti……………………….... 6
1. Aktivitas Belajar Matematika………………………………….. 6
2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)……..... 10
a. Definisi CTL…………………………………………….... 10
b. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis CTL…………..... 11
c. Komponen Utama CTL………………………………….... 12
d. Karakteristik CTL……………………………………...…. 13
e. Langkah-langkah Penerapan CTL………………………… 14
f. Hubungan Antara Aktivitas Pembelajaran Matematika
Siswa dengan CTL………………………………………. 17
g. Operasi Hitung FPB dan KPK……………….……..…… 18

B. Hasil Penelitian yang Relevan…………………………….……. 21
C. Kerangka Berpikir………………………………………………. 22
v

D. Hipotesis Tindakan………………………………………..…….. 23
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN…………………………….……. 24
A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………...…… 24
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian…………… 24
C. Subjek Penelitian……………………………………………...… 26
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian…………………...… 27
E. Tahapan Intervensi Tindakan…………………………….……... 27
F. Hasil Inervensi Tindakan yang Diharapkan…………………….. 28
G. Data dan Sumber Data………………………………………….. 28
H. Instrumen Pengumpulan Data……………………..…….……… 28
I. Teknik Pengumpulan Data…………………………….………... 29
J. Teknik Pmeriksaan Keterpercayaan…………………….………. 30
K. Analisis Data dan Interpretasi Data……………………….…….. 33
L. Pengembangan Perencanaan Tindakan…………………………. 34


BAB IV

DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN……..… 36
A. Deskripsi Data………………………………………………...… 36
B. Analisis Data……………………………………………………. 76
C. Pembahasan…………………………………………………...… 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 82
A. Kesimpulan...................................................................................... 82
B. Saran................................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 84
LAMPIRAN………………………….………………………………………… 85

vi

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1

Jadwal Kegiatan Penelitian


24

Tabel 3.2

Tahapan Intervensi Tindakan

27

Tabel 3.3

Indikator Aktivitas Belajar Siswa

29

Tabel 4.1

Observasi Guru Untuk Setiap Pertemuan

51


Tabel 4.2

Rekapitulasi Persentase Rata-rata Aktivitas Siswa Siklus I

52

Tabel 4.3

Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Siklus I

57

Tabel 4.4

Rekapitulasi Persentase Rata-rata Aktivitas Siswa Siklus II

71

Tabel 4.5

Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Siklus II

75

Tabel 4.6

Perbandingan Persentase Rata-rata Aktivitas Siswa

76

Tabel 4.7

Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa

77

vii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1

Model PTK Kurt Lewin………………………………….…. 26

Gambar 4.1

Suasana Diskusi Kelompok Dengan Keadaan Siswa Yang
Belum Tertib………………………………………………... 39

Gambar 4.2

Contoh Jawaban Siswa Untuk Lembar Permasalahan 2….… 43

Gambar 4.3

Contoh Keberanian Siswa Untuk Maju Ke Depan Kelas…... 46

Gambar 4.4

Contoh Jawaban Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Faktor 49

Gambar 4.5

Contoh Jawaban Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Faktor
Persekutuan Dua Bilangan………………………….……... 50

Gambar 4.6

Pemodelan/Pencontohan Siswa Menentukan Kelipatan
Suatu Bilangan di Depan Kelas…………………….…....… 61

Gambar 4.7

Perbandingan Jawaban Siswa dalam Mengerjakan Soal
Kontekstual yang Berhubungan Dengan KPK ……...….… 62

Gambar 4.8

Contoh Suasana Siswa Sudah Tertib Dalam Berdiskusi
Kelompok…………………………………………..…..….. 65

Gambar 4.9

Perwakilan Siswa Membacakan Hasil Diskusi di Depan
Kelas……………………………………………………..… 67

Gambar 4.10

Grafik Persentase Aktivitas Siswa…………………………78

Gambar 4.11

Grafik Hasil Belajar Siswa…………………………………80

viii

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I............... 85

Lampiran 2

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II……….. 97

Lampiran 3

Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus I…………………...….. 113

Lampiran 4

Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus II………………...……. 118

Lampiran 5

Lembar Pedoman Wawancara Guru (Pra Penelitian)….….. 124

Lampiran 6

Lembar Pedoman Wawancara Siswa (Pra Penelitian)…..… 125

Lampiran 7

Lembar Observasi Guru (Pra Penelitian)…….……………. 126

Lampiran 8

Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa (Pra Penelitian) 128

Lampiran 9

Instrumen Tes Hasil Belajar Siswa…….………………….. 130

Lampiran 10

Hasil Uji Validitas………………………………………… 136

Lampiran 11

Nilai Tes Hasil Belajar Siswa Siklus I…………………….. 141

Lampiran 12

Hasil Observasi Guru dan Aktivitas Siswa Siklus I………. 143

Lampiran 13

Nilai Tes Hasil Belajar Siswa Siklus II…………………… 159

Lampiran 14

Hasil Observasi Guru dan Aktivitas Siswa Siklus II…...…. 161

Lampiran 15

Hasil Wawancara Guru (Pra Penelitian)…………………... 177

Lampiran 16

Hasil Wawancara Siswa (Pra Penelitian)…...…………….. 179

Lampiran 17

Profile Madrasah………..…………………………………. 181

ix

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang termasuk ke dalam
mata pelajaran inti dalam isi kurikulum pendidikan sekolah dasar. Karena
matematika di sekolah dasar merupakan basic atau dasar dari pengembangan isi
dari materi pelajaran matematika ditingkat selanjutnya. Oleh karena itu,
pembelajaran matematika di sekolah dasar harus benar-benar diperhatikan. Dari
mulai penggunaan metode, media, pengelolaan kelas, evaluasi, dan sebagainya
yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Dan sebagai
guru yang profesional, menjadi sebuah tanggung jawab bagi guru agar dapat
mengajarkan matematika itu sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya agar dapat
mencapai tujuan pendidikan nasional.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).
Dengan mengajukan masalah kontekstual tersebut, peserta didik secara bertahap
dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Selain itu,untuk meningkatkan
keefektifan pembelajaran, matematika di sekolah diharapkan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media
lainnya.
Faktanya, berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti pada
penelitian pendahuluan, proses pembelajaran matematika di kelas IV masih belum
sesuai dengan standar proses pendidikan yang didesain untuk membelajarkan
siswa atau menjadikan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran. Proses
pembelajaran matematika yang diharapkan dapat mengaktifkan siswa belum
sepenuhnya terwujud. Proses pembelajaran yang terjadi hanyalah proses
pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai objek belajar, mereka terbiasa

1

2

dengan menerima langsung materi pelajaran tanpa harus menemukan atau
mengkonstruksinya sendiri. Hal seperti itulah yang peneliti temukan pada MI
Mathlaul Anwar khususnya pada siswa kelas IV yang menjadi subjek penelitian.
Masalah yang peneliti temukan dalam proses pembelajaran tersebut tidak
terlepas kaitannya dengan guru, siswa, dan materi dari mata pelajaran matematika
itu sendiri. Penggunaan metode pembelajaran yang konvensional oleh guru
sehingga

lebih

banyak

menjadikan

siswa

objek

dalam

pembelajaran,

menyebabkan komunikasi satu arah yang terjadi. Siswa juga tidak dituntut untuk
menemukan atau mengkonstruksi sendiri pengetahuannya tetapi langsung
menerima ilmu/pengetahuan yang sudah jadi dari gurunya. Hal itu menyebabkan
siswa menjadi malas, kurang kreatif, dan kritis dalam menanggapi sesuatu. Selain
itu, kurangnya penggunaan media pun menyebabkan siswa menjadi kurang
antusias dan semangat dalam memulai pembelajaran.
Selanjutnya, karena siswa lebih sering dijadikan objek pembelajaran dan
diberi pengetahuan yang langsung jadi dari gurunya, tanpa diberikan kesempatan
untuk menemukan atau mengkonstruksi sendiri terlebih dahulu sehingga
menyebabkan partisipasi siswa dalam pembelajaran pun menjadi sangat kurang.
Karena partisipasi yang kurang tersebut, siswa lama-kelamaan menjadi bosan dan
mulai tidak fokus di dalam pembelajaran. Ketika siswa sudah mulai tidak fokus
bahkan sudah mulai tidak peduli di dalam proses pembelajaran, maka akan
menyebabkan ketidaksukaan siswa terhadap mata pelajaran matematika dan
menyebabkan asumsi-asumsi negatif siswa tentang pelajaran tersebut. Asumsiasumsi tersebut diantaranya mereka menganggap bahwa matematika itu pelajaran
yang sulit dan rumit sebab di dalamnya terdapat banyak angka-angka dan rumusrumus yang harus dihafal.
Dari masalah-masalah yang telah disebutkan tadi, jelaslah bahwa masih
banyak terdapat kesalahan dalam pengajaran matematika yang disampaikan oleh
guru. Sehingga aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika pun menjadi
menurun. Padahal, hakikatnya setiap guru itu harus memiliki paling sedikit empat
kompetensi guru. Empat kompetensi guru tersebut meliputi kompetensi

3

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.1 Dengan kompetensi
tersebut, guru dituntut untuk dapat menguasai materi dan tepat dalam pemilihan
metode pembelajaran dalam menyampaikannya. Sebab dengan begitu, materi
yang disampaikan pun akan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang di harapkan.
Apabila dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak berpartisipasi
aktif,

bahkan

siswa

yang

menemukan

dan

mengkonstruksi

sendiri

pengetahuannya maka hasilnya pun akan lebih memuaskan. Sebab apa yang
ditemukan sendiri oleh siswa akan lebih membekas di dalam benak dan
ingatannya. Jadi, tanpa harus guru menuntut untuk menghapal, dengan sendirinya
siswa akan hafal atau mengingat apa yang telah ia pelajari atau temukan dengan
sendirinya.
Salah satu strategi yang dapat mengatasi masalah tentang aktivitas belajar
siswa adalah CTL. Karena menurut Wina Sanjaya dalam bukunya “Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan”, CTL merupakan strategi
yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Belajar dalam
konteks CTL bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar
adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses berpengalaman itu
diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya
berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga
psikomotor. Belajar melalui CTL diharapkan siswa dapat menemukan sendiri
materi yang dipelajarinya.2
Selain itu di dalam buku karangan Trianto, dikatakan bahwa pendekatan
CTL pada dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.
Proses belajar mengajar tersebut lebih diwarnai student centered daripada teacher
centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan
1

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2008 Tentang Guru, h. 5.
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2008), cet. Ke-5, h. 255.
2

4

berbasis pada aktivitas siswa.3 Itulah yang menjadi pertimbangan mengapa
peneliti mengambil solusi untuk menerapkan pendekatan CTL dalam upaya
meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Sebab
salah satu hakikat CTL yaitu siswa menemukan atau mengkonstruksi
pengetahuan dengan sendirinya.
Berdasarkan gambaran dari permasalahan di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa dalam pembelajaran matematika perlu adanya sebuah inovasi
dalam penggunaan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas
pembelajaran tersebut khususnya pada siswa kelas IV MI Mathlaul Anwar. Oleh
sebab itu, penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul
“Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Melalui Penerapan Pendekatan
Contextual Teaching and Learning (CTL) Pada Siswa Kelas IV MI Mathlaul
Anwar”.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan
beberapa masalah, sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika yang selama ini masih cenderung berpusat pada
guru.
2. Siswa lebih banyak dijadikan objek dalam pembelajaran.
3. Siswa langsung menerima materi tanpa proses menemukan langsung (inkuiri
dan konstruktivisme dalam pendekatan CTL).
4. Kurang variatifnya metode pembelajaran yang digunakan oleh guru.
5. Guru kurang memanfaatkan penggunaan media dalam proses pembelajaran.
6. Siswa kurang berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
3

Trianto, Mendesain Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,
(Jakarta: Kencana, 2010), cet. Ke-3, h. 111.

5

C. Pembatasan Fokus Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar penelitian ini lebih terarah
dan diharapkan masalah yang dikaji lebih mendalam, perlu adanya pembatasan
masalah yang akan diteliti. Untuk itu penelitian ini difokuskan pada masalah
peningkatan aktivitas belajar matematika dengan menggunakan pendekatan CTL.

D. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan batasan masalah di atas maka penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan pendekatan CTL dalam meningkatkan aktivitas belajar
matematika pada siswa kelas IV MI Mathlaul Anwar?

E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka secara garis besar tujuan
penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk meningkatan aktivitas belajar matematika melalui penerapan
pendekatan CTL pada siswa kelas IV MI Mathlaul Anwar.
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi diri sendiri, yaitu sebagai acuan untuk menerapkan proses pembelajaran
yang lebih tersusun dan terencana sehingga dapat menghasilkan proses
pembelajaran yang lebih baik lagi.
b. Bagi kepala sekolah, sebagai tolak ukur dalam perkembangan proses
pembelajaran yang telah dilakukan oleh tenaga pengajar di sekolahnya.
c. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang pendidikan dan
dapat digunakan sebagai salah satu referensi pengguna pendekatan CTL
dalam upaya meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.

BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI
TINDAKAN
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti
Pada bab ini membahas tentang acuan teori area dan fokus yang diteliti,
yaitu

mengenai pengertian aktivitas belajar secara umum, matematika, dan

beberapa penjelasan yang berkaitan dengan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL). Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) tersebut
selanjutnya akan ditulis sebagai CTL.

1. Aktivitas Belajar Matematika
Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental.
Dalam kegiatan belajar ke dua aktivitas itu harus selalu terkait. Pada
prinsipnya belajar adalah berbuat, maka tidak ada belajar kalau tidak ada
aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat
penting di dalam interaksi belajar-mengajar.4 Aktivitas dalam proses
pembelajaran tersebut yaitu dengan mentransformasikan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan. Aktivitas dalam belajar yang dimaksud adalah aktivitas
belajar siswa setelah diberi pembelajaran dengan pendekatan CTL.
Keaktivan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan
mengembangkan bakat yang dimilikinya, berfikir kritis, dan dapat
memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada dalam kehidupan seharihari. Mc Keachie mengemukakan 7 aspek terjadinya keaktivan siswa:
1) Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran.
2) Tekanan pada aspek afektif dalam belajar.
3) Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk
interaksi antar siswa.
4) Kekompakan kelas sebagai kelompok belajar.
4

Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011), cet. Ke-19, h. 95-96.

6

7

5) Kebebasan belajar yang diberikan kepada siswa, dan kesempatan untuk
berbuat serta mengambil keputusan penting dalam proses pembelajaran.
6) Pemberian waktu untuk menanggulangi masalah pribadi siswa, baik
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan pembelajaran.5
Berdasarkan pola aktivitas dan partisipasi siswa dalam kegiatan
pembelajaran, maka aktivitas dan partisipasi itu merupakan penekanan
pembelajaran kompetensi, diamana proses yang dilakukan menekankan
tercapainya suatu tujuan (indikator) yang dikehendaki. Siswa tidak hanya
dibebankan mengetahui soal-soal teori-teori akan tetapi mampu menerapkan
atau mempraktikannya secara berimbang.
Belajar aktif adalah suatu usaha manusia untuk membangun
pengetahuan dalam dirinya. Belajar aktif merupakan perkembangan dari teori
Dewey Learning by Doing. Menurut Dewey, guru berperan untuk
menyediakan sarana bagi siswa untuk dapat belajar. Dengan peran serta siswa
dan guru dalam pembelajaran aktif akan tercipta suatu pengalaman yang
bermakna sehingga dapat membentuk “siswa sebagai manusia seutuhnya”.6
Paul B. Diedrich menyimpulkan kegiatan peserta didik yang meliputi
aktivitas jasmani dan aktivitas jiwa, antara lain sebagai berikut:
1) Visual activitiest, membaca, memperhatikan: gambar, demonstrasi,
percobaan, pekerjaan orang lain dan sebagainya.
2) Oral activities, menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi, interupsi, dan
sebagainya.
3) Listening activities, mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik,
pidato, dan sebagainya.

5
6

Martinis Yamin, Kiat Membelajarkan Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), h. 77.
Martinis Yamin, Ibid. h. 82.

8

4) Writing activities, menulis: cerita, karangan, laporan, tes angket,
menyalin, dan sebagainya.
5) Drawing activities, menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola,
dan sebagainya.
6) Motor activities, melakukan percobaan, membuat konstruksi, model,
mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan sebagainya.
7) Mental

activities,

menganggap,

mengingat,

memecahkn

masalah,

menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan sebagainya.
8) Emotional activities, menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani,
tenang, gugup, dan sebagainya.7
Matematika berasal dari perkataan latin mathematica, yang berasal
dari perkataam Yunani mathematike, yang berarti “relating to learning”.
Yang berasala dari akar kata “mathema” yang berarti pengetahuan atau ilmu.
Mathemaike berhubungan erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu
mathein yang mengandung arti belajar.
Banyak pendapat yang muncul tentang pengertian matematika. Namun
hal itu tidak dapat didefinisikan dengan cara tepat dan menyeluruh. Hal ini
karena belum ada kesepakatan mengenai definisi matematika dari para ahli.
Menurut Johnson dan Rising dalam Russefendi bahwa matematika adalah
pola berfikir, pola mengorganisasikan, pembuktian logis, jelas dan akurat
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol
mengenai ide dari pada mengenai bunyi.8 Sedangkan hakikat matematika
menurut Soedjadi, yaitu memiliki objek tujuan abstrak bertumpu pada
kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.9
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan
bahwa matematika adalah cara berfikir dengan bahasa simbolis yang bernalar

7

Sardiman, Op.cit. h. 101.
Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika (Bandung: UPI PRESS,
2006) h. 4.
9
Heruman, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) hlm.
1.
8

9

deduktif dan induktif yang terdri dari pengetahuan tentang bilangan-bilangan,
bentuk, susunan besaran, konsep-konsep yang berhubungan dan terbagi ke
dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Proses belajar matematika dapat berlangsung dengan efektif jika orang
tua bersama dengan guru mengetahui tugas apa yang akan dilaksanakan
mengenai proses belajar matematika. Sifat-sifat proses belajar matematika
adalah:10
1) Belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak dengan
lingkungan.
2) Belajar berarti berbuat
3) Belajar berarti mengalami
4) Belajar matematika memerlukan motivasi
5) Belajar matematika memerlukan kesiapan anak didik
6) Belajar matematika harus menggunakan daya pikir
7) Belajar matematika melalui latihan
Matematika timbul karena fikiran-fikiran manusia, yang berhubungan
dengan idea, proses, dan penalaran. Matematika terdiri dari 4 wawasan yang
luas ialah: aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis. Di mana dalam
aritmetika mencakup antara lain teori bilangan dan statistika. Selain itu,
matematika adalah ratunya ilmu, maksudnya antara lain bahwa matematika itu
tidak bergantung kepada bidang studi lain; bahasa, dan agar dapat difahami
orang dengan tepat kita harus menggunakan simbol dan istilah yang cermat
yang disepakati secara bersama; ilmu deduktif yang tidak menerima
generalisasi yang didasarkan kepada observasi (induktif) tetapi generalisasi
yang didasarkan kepada pembuktian secara deduktif.11

10

Erna suwangsih, ibid. h. 18-20.
H. E. T. Ruseffendi, Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, (Bandung:
Tarsito, 2006), Edisi Revisi, h. 260-261.
11

10

2. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pada bagian ini secara keseluruhan menjelaskan tentang hakekat
pendekatan CTL, latar belakang filosofis dan psikologis CTL, komponenkomponen utama pada CTL, karakteristik CTL, langkah-langkah penerapan
CTL, dan hubungan aktivitas belajar siswa dengan CTL dan pembelajaran
matematika.

a. Definisi CTL
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan
suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran
dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga, warga Negara, dan tenaga kerja.12
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh

untuk

dapat

menemukan

materi

yang

dipelajari

dan

menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.13
Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan
menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka
pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan
konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan
pribadi, sosial, dan budaya mereka.14

12

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta:
Perpustakaan Nasional, 2007), h. 101.
13
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2008), cet. ke-5, h. 255.
14
Elaine B. Johnson, CTL Menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan
Bermakna, (Bandung: Kaifa, 2010), cet.ke-1, h. 67.

11

b. Latar Belakang Filosofis dan Psikologis CTL
Filosofi pembelajaran kontekstual adalah konstruktivistik, yaitu
belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal.
Peserta didik mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
Menurut pandangan konstruktivistik, perolehan pengalaman seseorang itu
dari proses asimilasi dan akomodasi sehingga pengalaman yang lebih
khusus ialah pengetahuan yang tertanam dalam benak sesuai dengan
skemata yang dimiliki seseorang.15
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, CTL banyak dipengaruhi
oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan
selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Piaget berpendapat tentang
bagaimana sebenarnya pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognitif
anak,

sangat

berpengaruh

terhadap

beberapa

diantaranya model pembelajaran kontekstual.

model

pembelajaran

16

Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna
manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa. Pengetahuan yang
diperoleh dari hasil pemberitahuan orang lain, tidak akan menjadi
pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan yang demikian akan mudah
dilupakan dan tidak fungsional.17
Dari sudut pandang psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis
kognitif. Menurut aliran ini, proses belajar terjadi karena pemahaman
individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti
keterkaitan Srimulus dan Respons. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar
mengakibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat,
motivasi, dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak, pada

15

Martinis Yamin, Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik, (Jakarta: Referensi, 2012), h.

76.
16

Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,
(Jakarta: Kencana, 2011), cet. Ke-5, h. 111.
17
Wina Sanjaya, ibid, h. 113.

12

dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri
seseorang.18

c. Komponen Utama CTL
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan
pembelajaran kontekstual di kelas, yaitu sebagai berikut:
1) Konstruktivisme. Konstruktivisme adalah proses membangun atau
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan
pengalaman. Dalam konstruktivisme pembelajaran harus dikemas
menjadi proses “mengonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Siswa
menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Dalam pandangan konstruktivisme
“strategi memperoleh” lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak
siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.19
2) Menemukan (Inquiry). Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada
pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis bukan
hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan
sendiri.
3) Bertanya (Questioning). Bertanya merupakan strategi utama
pembelajaran berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran
sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai
kemampuan berpikir siswa.
4) Masyarakat belajar (learning community). Dalam kelas CTL, penerapan
asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan
pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompokkelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari
kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat dari bakat dan
minatnya.
5) Pemodelan (modelling), adalah proses pembelajaran dengan
memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap
siswa. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat
juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.
6) Refleksi (reflection), adalah proses pengendapan pengalaman yang telah
dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadiankejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Dalam
proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap akhir proses
18
19

Wina Sanjaya, ibid, h. 113-114.
Trianto, op.cit, h. 108.

13

pembelajaran guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
“merenung” atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.
Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri,
sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.
7) Penilaian nyata (authentic assessment), adalah kegiatan menilai siswa
yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses
maupun hasil dengan berbagai instrument penilaian. Jadi siswa dinilai
kemampuannya dengan berbagai cara, tidak melulu dari hasil ulangan
tulis.20
Sedangkan

pada

buku

Strategi

Pembelajaran

karangan

Dra. Masitoh, M. Pd. dan Laksmi Dewi, M. Pd. Komponen CTL meliputi:
making meaningful connections, doing significant work, self-regulated
learning, collaborating, critical and creative thingking, nurturing the
individual, reaching high standards, using authentic assessment.21
Menurut Elaine B. Johnson, sistem CTL mencakup delapan
komponen: membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan
pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, bekerja
sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan
berkembang, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian
autentik.22
d. Karakteristik CTL
Terdapat lima karakteristik penting yang harus diperhatikan dalam
poses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL, yaitu:
1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge),
artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang
sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh
siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu
sama lain.
20

Wina Sanjaya, Op.cit, h. 264-269.
Masithoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam
Depag RI, 2009), h. 281.
22
Elaine B. Johnson, op. cit, cet.ke-1, h. 65-66.
21

14

2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara
deduktif, yaitu mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian
memperhatikan detailnya.
3) Pemahaman

pengetahuan

(understanding

knowledge),

artinya

pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihapal tetapi untuk dipahami
dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang lain
tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan
tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan.
4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak
perubahan perilaku siswa.
5) Melakukan

refleksi

(reflecting

knowledge)

terhadap

strategi

pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.23

e. Langkah-langkah Penerapan CTL
Sebelum

melaksanakan

pembelajaran

dengan

menggunakan

pendekatan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat disain
(skenario) pembelajarannya, sebagai pedoman umum sekaligus sebagai alat
kontrol dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap
komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai
berikut:24
1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar
lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus
akan dimilikinya.

23
24

Wina Sanjaya, Op.cit, h. 256.
Masitoh dan Laksmi Dewi, ibid, h. 285.

15

2. Melakukan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang
diajarkan.
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan
pertanyaan-pertanyaan.
4. Menciptakan masyarakat belajar seperti melalui kegiatan kelompok
berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.
5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui
ilustrasi, model bahkan media yang sebenarnya.
6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang dilakukan.
7. Melakukan penilaian secara objektif yaitu menilai kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.
Selain langkah-langkah penerapan CTL, ada pula tujuh strategi yang
harus digunakan secara proposional dan rasional dalam pendekatan CTL,
yaitu:
1. Pengajaran berbasis problem atau masalah, dengan memunculkan
problem yang dihadapi bersama siswa ditantang untuk berfikir kritis
untuk memecahkannya, problem seperti ini membawa makna personal
dan sosial bagi siswa.
2. Menggunakan

konteks

yang

beragam,

guru

membermaknakan

pusparagam konteks sehingga makna yang diperoleh siswa menjadi
semakin berkualitas.
3. Mempertimbangkan kebhinekaan siswa, guru mengayomi individu dan
meyakini

bahwa

perbedaan

individual

dan

sosial

seyogyanya

dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling
menghormati dan membangun toleransi demi terwujudnya keterampilan
interpersonal.
4. Memberdayakan siswa untuk belajar sendiri, setiap manusia menjadi
pembelajar aktif sepanjang hayat, melalui pendidikan untuk belajar

16

mandiri di kemudian hari. Untuk itu siswa mesti dilatih berfikir kritis
dan kreatif dalam mencari dan menganalisis informasi dengan sedikit
bantuan atau malah secara mandiri.
5. Belajar melalui kolaborasi, siswa dibiasakan belajar dari dan dalam
kelompok untuk berbagi pengetahuan dan menentukan fokus belajar.
6. Menggunakan

penilaian

autentik,

pembelajaran

dengan

CTL

penilaiannya adalah penilaian individual, yakni mengakui kekhasan
sekaligus keluasan dalam pembelajaran, materi ajar, dan prestasi yang
dicapai siswa.
7. Mengejar standar tinggi, standar unggul sering dipersepsi sebagai
jaminan untuk mendapatkan pekerjaan, atau minimal membuat siswa
merasa pede untuk menentukan pilihan masa depan. Agar menjadi
manusia yang kompetitif, maka dari itu menentukan kompetensi lulusan
dari tahun ke tahun terus ditingkatkan.25
Sebenarnya, secara umum tidak ada perbedaan mendasar antara
format program pembelajaran konvensional seperti yang biasa dilakukan
oleh guru-guru selama ini. Adapun yang membedakannya terletak pada
penekanannya, di mana pada model konvensional lebih menekankan pada
deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sementara
program

pembelajaran

CTL

lebih

menekankan

pada

skenario

pembelajarannya, yaitu kegiatan tahap-demi tahap yang dilakukan oleh guru
dan siswa dalam upaya tujuan pembelajaran yang diharapkan.26
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hakekat pembelajaran
kontekstual (1) pembelajaran didasarkan pada masalah; (2) pembelajaran
terjadi dalam konteks yang beragam, seperti rumah, sekolah, masyarakat,
dan tempat kerja; (3) membantu perkembangan pembelajaran mandiri; (4)
25

Gelar Dwi Rahayu dan Munasprianto Ramli, Pendekatan Baru Dalam Pembelajaran Sains
dan Matematika Dasar, (Jakarta: Project Implementation Committee (PIC) UIN Jakarta, 2007), h. 90.
26
Rusman, Model-model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2013), cet. Ke-3, h. 200.

17

menggambarkan

keanekaragaman

peserta

didik;

(5)

menggunakan

kelompok-kelompok belajar yang saling ketergantungan; (6) menggunakan
penilaian yang sesungguhnya; (7) memerlukan pemikiran yang lebih tinggi
(kritis dan kreatif).27
f. Hubungan Antara Aktivitas Pembelajaran Matematika Siswa
dengan CTL
Pelajaran matematika merupakan ilmu terstruktur, jadi penyampaian
materi

matematika

harus

berdasarkan

pada

usia

pendidikannya.

Pembelajaran matematika di sekolah dasar yang sudah diperkenalkan
konsep dasar matematika pada kelas 4. Usia siswa sekolah dasar kelas 4
sekitar 10-12 tahun. Pada usia ini menurut Piaget masih pada tahap operasi
kongkrit. Artinya bahwa pembelajaran matematika harus disampaikan siswa
dengan menggunakan konteks yang sesuai dengan keadaan lingkungan
siswa sendiri.28
Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa
dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran
akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan
mengaitkan keduanya para siswa melihat makna di dalam tugas sekolah.
Semakin mampu para siswa mengaitkan pelajaran-pelajaran akademis
mereka dengan konteks kehidupannya maka akan semakin banyak makna
yang mereka dapatkan dari pelajaran tersebut.
Menurut

Elain

B.

Johnson

bahwa

pembelajaran

dengan

menggunakan pendekan CTL dianggap suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan dalam pembelajaran matematika, artinya bagian-bagian dalam
pembelajaran matematika jika digabungkan akan menghasilkan pemahaman
matematika yang lebih optimal.29

27

Martinis Yamin, op. cit., h. 88.
Gelar Dwi Rahayu dan Munasprianto Ramli, op. cit., h. 88.
29
Ibid., h. 88-89.

28

18

Pemanfaatan pembelajaran kontekstual akan menciptakan ruang
kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya
pengamat yang pasif, dan bertanggung jawab terhadap belajarnya.
Penerapan pembelajaran kontekstual akan sangat membantu guru untuk
menghubungkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa untuk membentuk hubungan antara pengetahuan dan
aplikasinya dengan kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga
negara, dan pekerja.30
Berbeda dengan pembelajaran konvensional yang banyak diterapkan
di sekolah sekarang ini, CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar,
artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara
menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan, dalam
pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang
berperan sebagai penerima informasi secara pasif.31

g. Operasi Hitung FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dan KPK
(Kelipatan Persekutuan Terkecil)
Jika bilangan bulat positif r merupakan faktor bilangan bulat positif
p dan q, maka r disebut faktor persekutuan p dan q. selanjutnya diantara
faktor persekutuan dua bilangan tersebut terdapat bilangan yang terbesar,
disebut faktor persekutuan terbesar (FPB).
Contoh:
Tentukan FPB dari 14, 28, dan 42!
Jawaban:
Faktor dari 14 adalah 1, 2, 7, 14
Faktor dari 28 adalah 1, 2, 4, 7, 14, 28
Faktor dari 42 adalah 1, 2, 3, 6, 7, 14, 21, 42
Jadi, FPB dari 14, 28, dan 42 adalah 14.
30
31

Trianto, opcit, h. 105.
Wina Sanjaya, opcit, h. 261.

19

Bilangan 14 adalah bilangan terbesar yang habis membagi 14, 28, dan 42.
Berdasarkan contoh tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
“FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dari dua bilangan atau lebih adalah
bilangan terbesar yang merupakan faktor persekutuan bilangan-bilangan
tersebut”.
Teknik lain untuk menentukan FPB dari dua bilangan atau lebih
adalah dengan faktorisasi prima. Fakrotisasi prima yang dimaksud di sini
adalah perkalian antar bilangan prima. Petunjuk untuk menentukan FPB dari
dua bilangan atau lebih dapat dilakukan dengan cara berikut:
1) Faktorkan bilangan-bilangan yang akan dicari FPB-nya dalam faktor
prima.
2) Pilih faktor yang sama.
3) Jika faktor yang sama mempunyai pangkat berbeda-beda, pilih faktor
dengan pangkat terkecil.
Contoh:
Tentukan FPB dari 36 dan 81!
Jawaban:
36 = 22 × 32
81 = 34
Faktor yang sama 3, dengan pangkat terkecil 2. Jadi, FPB dari 36 dan 81
adalah 32 = 9.
Contoh:
Tentukan FPB dari 45, 75, dan 120!
Jawaban:
45 = 32 × 5
81 = 3 × 52
120 = 23 × 3 × 5
Faktor yang sama 3 dan 5, dengan pangkat terkecilnya 1. Jadi, FPB dari
45, 75, dan 120 adalah 3 × 5 = 15

20

Berdasarkan contoh-contoh tersebut dapat disimpulkan:
“FPB (Faktor Persekutuan Terbesar) dari dua bilangan atau lebih
diperoleh dari hasil kali faktor-faktor prima yang sama dengan pangkat
terendah”.
KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari dua bilangan atau lebih
adalah bilangan terkecil yang habis dibagi oleh bilangan-bilangan tersebut.
Contoh:
Tentukan KPK dari 6 dan 8
Jawaban:
Kelipatan 6 adalah 6, 12, 18, 24, …
Kelipatan 8 adalah 8, 16, 24, …
Jadi KPK dari 6 dan 8 adalah 24. Bilangan 24 adalah bilangan terkecil
yang habis dibagi oleh bilangan 6 dan 8.
Berdasarkan contoh di atas kita dapat mencari KPK dari dua
bilangan atau lebih dengan cara sebagai berikut:
1) Tentukan kelipatan dari masing-masing bilangan yang akan kita cari
KPK-nya.
2) Tentukan kelipatan persekutuan dari bilangan-bilangan itu.
3) Tentukan bilangan terkecil dari kelipatan persekutuan tadi. Bilangan
ini merupakan KPK dari bilangan-bilangan tersebut.
Teknik lain untuk menentukan KPK dari dua bilangan atau lebih
adalah dengan faktorisasi prima. Faktorisasi prima yang dimaksud di sini
adalah perkalian antar bilangan prima. Untuk menentukan KPK dari dua
bilangan atau lebih dapat dilakukan dengan cara berikut:
1) Faktorkan bilangan-bilangan yang akan dicari KPK-nya dalam faktor
prima.
2) Ambil semua faktor yang ada.

21

3) Jika ada faktor yang sama dan faktor tersebut mempunyai pangkat
yang berbeda-beda ambil faktor yang mempunyai pangkat terbesar.
Agar lebih jelas, perhatikan contoh berikut.
Contoh:
Tentukan KPK dari 42 dan 18!
Jawaban:
42 = 2 × 3 × 7
18 = 2 × 32
KPK dari 42 dan 18 adalah 2 × 32 × 7 = 126
Berdasarkan contoh tersebut, dapat disimpulkan:
“KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil) dari dua bilangan atau lebih
adalah hasil kali semua faktor-faktor prima pada kedua bilangan, jika ada
faktor yang sama pilih faktor dengan pangkat tertinggi”.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Rizal Rahman mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di
dalam skripsinya pada tahun 2013 dengan judul Penerapan Contextual Teaching
and Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika di MI AlBahr memiliki hasil bahwa CTL terbukti dapat meningkatkan hasil belajar
matematika di MI Al-Bahr. Sebab dalam penelitian tersebut siswa dibiasakan
untuk memahami materi dari masalah kontekstual dan siswa menemukan
pemahamannya sendiri melalui sebuah kegiatan yang diberikan. Sehingga
kegiatan belajar menjadi lebih bermakna.
Selanjutnya pada skripsi Noviandi Hamid yang juga merupakan
mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di tahun 2011 dengan judul Upaya
Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Melalui Pendekatan Konstruktivisme
memiliki hasil bahwa pendekatan konstruktivisme dengan mengolaborasikan
strategi tutor sebaya dan metode diskusi pada pembelajaran dapat meningkatkan

22

aktivitas belajar matematika siswa. Peningkatan aktivitas belajar siswa meningkat
secara bertahap.
Dari beberapa penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dilihat
bahwa penelitian yang dilakukan oleh Rizal Rahman adalah pendekatan CTL
yang dipakai untuk meningkatkan hasil belajar matematika, sedangkan penelitian
yang peneliti lakukan adalah pendekatan CTL untuk meningkatkan aktivitas
belajar siswa pada pembelajaran matematika. Begitupun dengan penelitian yang
dilakukan oleh Noviandi Hamid, penelitian yang ia lakukan yaitu mengenai
aktivitas belajar siswa melalui pendekatan konstruktivisme, pendekatan yang
dapat dikatakan ada kaitannya dalam komponen utama CTL. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pendekatan CTL dapat meningkatkan aktivitas belajar
siswa.

C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran Matematika di sekolah pada umumnya memiliki masalah
diantaranya, dalam proses pembelajaran guru menggunakan metode konvensional
yang lebih banyak berpusat pada guru. Sehingga pada proses pembelajaran siswa
lebih banyak diam dan dituntut untuk menghapal materi yang telah disampaikan
oleh guru. Padahal, jika merujuk kepada proses pembelajaran yang sesungguhnya,
guru bukan menjadi sumber satu-satunya belajar, tetapi lebih dominan sebagai
fasilitator. Hal tersebut dikarenakan jika siswa yang lebih banyak berperan dalam
proses pembelajaran, maka materi pembelaja

Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Sumber Energi Gerak melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ( Penelitian Tindakan Kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok)

0 14 135

Peningkatan hasil belajar siswa pada konsep sumber energi gerak melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL): penelitian tindakan kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok

2 3 135

Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk

0 7 208

Peningkatan Hasil Belajar PKn dalam Materi Peranan Globalisasi Melalui Pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) di kelas IV MI. Masyirotul Islamiyah Tambora Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 4 180

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SISWA KELAS IV SDN GEBUGAN 03 KABUPATEN SEMARANG

0 6 209

Penerapan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learnig/CTL untuk meningkatkan hasil belajar PKN pada siswa kelas IV MI Miftahussa’adah Kota Tangerang

0 10 158

“Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika di Kelas IV MIN Parung

0 7 169

Upaya meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep perkembangbiakan tumbuhan melalui pendekatan kontekstual: penelitian tindakan kelas di MI Hidayatul Athfal Gunungsindur

0 19 141

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PADA Peningkatan Aktivitas Belajar Matematika Melalui Pendekatan Contextual Teaching And Learning pada Pokok Bahasan Persegi dan Persegi Panjang (PTK Pada Siswa

0 1 18

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA MATA

0 0 16