pangan seperti kebutuhan perumahan, bahan bakar, penerangan listrik, pendapatan air bersih serta jasa-jasa. Kemudian kriteria-kriteria ini diubah dalam angka
Rupiah. Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS sendiri akan selalu mengalami penyesuaian, karena harga kebutuhan itu
berubah Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2004.
Kemiskinan menurut Inpres nomor 12 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Program Raskin, dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Hal ini dapat dilihat
dari tingkat pengeluaran keluarga yang terdiri atas 4 anggota keluarga.
1. Golongan sangat miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai
sampai dengan 1.900 kalori per hari, yang senilai dengan Rp.120.000,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah
Rp.480.000,- per rumah tangga per bulan.
2. Golongan miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai
2.100 kalori per hari, yang senilai dengan Rp.150.000,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp.600.000,- per rumah
tangga per bulan.
3. Golongan hampir miskin yaitu mereka yang mengkonsumsi makanan senilai
sampai dengan 2.300 kalori per hari, yang senilai sampai dengan Rp.175.000,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah
Rp.700.000,- per rumah tangga per bulan Asa’ad, 2007.
Kerangka Pemikiran
Pertambahan penduduk Sumatera Utara yang dilihat dari pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan berpengaruh pada
Universitas Sumatera utara
kemiskinan, seperti yang dikatakan Jhingan 2002 pertumbuhan penduduk pesat memperberat tekanan pada lahan , pengangguran dan memicu kemiskinan.
Malthus dalam Silalahi 2011 berpendapat bahwa manusia hidup membutuhkan makanan, sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat
dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap penduduk maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan,
hal inilah merupakan sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Akses pangan yang terdiri dari akses fisik, ekonomi, dan sosial memiliki
beberapa indikator yang digunakan dalam pemetaan akses pangan, indikator- indikator tersebut merupakan beberapa indikator dari sembilan indiktor
kemiskinan menurut Lincolin Arsyad 2004. Indikator tersebut adalah rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok untuk akses fisik,
pendapatan per kapita perekonomian rakyat untuk akses ekonomi, jumlah penduduk yang tidak tamat sekolah dasar SD untuk akses sosial.
Sehingga keduanya pertambahan penduduk dan akses pangan berpengaruh terhadap kemiskinan. Program Raskin sebagai salah satu program dalam usaha
pengentasan kemiskinan diharapkan akan berpengaruh dalam mengurangi jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.
Universitas Sumatera utara
Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
v
Keterangan : : Mempengaruhi
Gambar 1:Skema Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah,tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini disusun sebagai berikut :
1. Akses pangan di Sumatera Utara berada pada kategori baik. 2. Jumlah penduduk, Akses Pangan, dan Program Beras untuk keluarga Miskin
RASKIN berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.
Pertambahan Penduduk
Akses Pangan
Usaha Pengentasan Kemiskinan
Kemiskinan Akses Fisik
Akses sosial Akses
Ekonomi
Universitas Sumatera utara
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di propinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini ditentukan secara sengaja purposive sampling yaitu sesuai dengan tujuan
penelitian berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk Sumatera Utara yang terus meningkat selama enam tahun terakhir.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang di peroleh dari instansi yang terkait dengan penelitian, antara lain : Kantor BPS
Sumatera Utara, Kantor Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, Perum BULOG Divre Sumatera Utara.
Metode Analisis Data Untuk hipotesis 1 dalam melakukan pengolahan data indikator akses
pangan , langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Untuk melihat tingkatan dari setiap indikator secara individu maka dibuat
ranges. Nilai ranges berkisar antara 0 – 100. Kecuali untuk ketersediaan pangan nilainya 0.5 - 1.5. Ranges dan tingkatan kondisi akses pangan
secara individu dapat dilihat pada Tabel 2.
2. Berdasarkan ranges yang telah ditetapkan dilakukan pengkategorian mulai dari sangat rendah sampai dengan sangat tinggi kategori menggunakan istilah
kondisi akses pangan.
3. Untuk mengetahui kondisi akses pangan maka semua indikator individu dikompositkandigabung. Nilai indeks berkisar antara 0 – 1 dimana semakin
Universitas Sumatera utara
mendekati 0 berarti akses pangan semakin tinggibaik, sebaliknya jika semakin mendekati 1 maka akses pangan semakin rendahburuk.
Indeks Komposit Akses Pangan dihitung dengan cara sebagai berikut:
I
Komposit
= 13 I
k
+ I
TTSD
+ I
PDRB
Dimana : I
K
= Indeks ketersediaan pangan I
TTSD
= Indeks penduduk yang tidak tamat sekolah dasar I
PDRB
= Indeks pendapatan per kapita 4. Cara mengindeks indikator PDRB dan penduduk tidak tamat sekolah dasar ke
dalam bentuk indeks untuk menstandarisasi ke dalam skala 0 sampai 1 adalah sebagai berikut :
Indeks Xij = P-QR S + T
dimana : Xij = Nilai ke – j dari faktorindikator ke – i
P = nilai faktorindikator yang bersangkutan Q = nilai minimum faktor indikator yang bersangkutan
R = selisih nilai rentangan faktor indikator yang bersangkutan S = selisih nilai rentangan indeks komposit ketahanan pangan
T = nilai minimal rentangan indeks komposit yang bersangkutan Untuk indeks ketersediaan pangan cara mengindeksnya adalah sebagai
berikut:
Dimana: IK
: Rasio ketersediaan pangan F
: Ketersediaan Pangan biji-bijian perhari gr
Universitas Sumatera utara
Cnorm : Konsumsi normatif 300gr 5.Kondisi akses pangan dibagi dalam 6 tingkatan mulai dari sangat rendah –
rendah – cukup rendah – cukup tinggi – tinggi – sangat tinggi berdasarkan nilai
indeks komposit Tabel 2. Range Indikator Analisis Akses Pangan
Katagori Indikator
Range Kondisi Akses
pangan Akses
Fisik
Rasio Konsumsi normatif per kapita
terhadap ketersediaan bersih beras
1. = 1.5 2. 1.25 - 1.5
3. 1 - 1.25 4. 0.75 - 1
5. 0.5 - 0.75 6. 0.5
Sangat Rendah Rendah
Cukup Rendah Cukup Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi Akses
Sosial Persentase penduduk
yang tidak tamat pendidikan dasar
SD 1. = 50
2. 40 - 50 3. 30 - 40
4. 20 - 30 5. 10 - 20
6. 10 Sangat Rendah
Rendah Cukup Rendah
Cukup Tinggi Tinggi
Sangat Tinggi Akses
Ekonomi
Product Domestic Regional Bruto
PDRB per kapita 1. 365
2. 365 - 730 3. 730 - 1095
4. 1095 - 1460 5. 1460 - 2190
6. = 2190 Sangat Rendah
Rendah Cukup Rendah
Cukup Tinggi Tinggi
Sangat Tinggi
Sumber: Badan Ketahanan Pangan Sumatera
Utara 2011
Adapun range indeks akses pangan komposit adalah sebagai berikut : = 0,80
akses pangan sangat rendah = prioritas 1 0,64 - 0,8 akses pangan rendah
= prioritas 2 0,48 - 0,64 akses pangan cukup rendah = prioritas 3
0,32 - 0,48 akses pangan cukup tinggi = prioritas 4
0,16 - 0,32 akses pangan tinggi = prioritas 5
0,16 akses pangan sangat tinggi
= prioritas 6 Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2011.
Universitas Sumatera utara
Untuk hipotesis 2 analisis data dilakukan dengan mengukur tingkat regresi antara variabel independen dan dependen, menggunakan analisis regresi linier
berganda. Data yang diperoleh akan diproses dengan program SPSS 2000 versi 17 Persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut
= bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e
Dimana : = Jumlah penduduk miskin Jiwa
bo = Konstanta X1 =Jumlah penduduk Jiwa
X2 = Indeks komposit akses pangan X3 = RTS Program RASKIN
b1,b2,b3 = Koeifisien regresi berganda X
1
,X
2
,X
3
e = variabel pengganggu eror
Uji-F
Kriteria uji : F-hitung
≤ F -tabel : H diterima, artinya variabel bebas secara bersama – sama
tidak berpengaruh nyata terhadap varibel terikat pada tingkat kepercayaan tertentu.
F-hitung F-tabel : H
1
diterima artinya variabel bebas secara bersama – sama berpengaruh nyata terhadap varibel terikat pada tingkat
kepercayaan tertentu.
Universitas Sumatera utara
Uji-t
Selain dilakukan uji variabel bebas secara bersama-sama, dilakukan pula uji parsial uji-t. Uji-t bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang
terdapat dalam model secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Mekanisme uji statistik t adalah sebagai berikut :
Hipotesis: H = Perubahan suatu variabel bebas secara individu tidak berpengaruh
nyata terhadap perubahan variabel terikat. Hipotesis: H
1
= Perubahan suatu variabel bebas secara individu berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel terikat.
Kriteria uji adalah sebagai berikut : Jika t-hitung
≤ t-tabel maka H diterima
Jika t-hitung t-tabel maka H
1
diterima
Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda
Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala
heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi
persyaratan BLUE Best Linear Unbiased Estimator yakni tidak terdapat heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi
Sudrajat, 1988.
Universitas Sumatera utara
Uji Heteroskedasitisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas
Dasar analisisnya adalah sebagai berikut: a. Jika grafik scatterplot
ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. b. Jika grafik scatterplot
ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas
.
Sumodiningrat, 2001.
Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas independen. Dalam model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Uji Multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation
factor VIF dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS. Apabila nilai
tolerance value lebih tinggi daripada 0,10 atau VIF lebih kecil daripada 10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas Santoso, 2003.
Universitas Sumatera utara
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi dimana variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri. Maksud korelasi
dengan diri sendiri adalah bahwa nilai dari variabel dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai variabel sebelumnya atau nilai periode
sesudahnya SantosaAshari, 2005. Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut:
- Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif - Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi
- Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif
Definisi dan Batasan Operasional sebagai berikut :
Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam
penelitian ini,maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut : Definisi Operasional
1. Pertambahan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu.