Perbandingan Kedudukan Dan Peranan Wanita Dalam Sistem Keluarga Ie Jepang Dan Sistem Keluarga Tradisional Batak Toba

(1)

DAMPAK PERTAMBAHAN PENDUDUK, AKSES PANGAN

DAN USAHA PENGENTASAN KEMISKINAN TERHADAP

JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

WIWIED HARTANTI

080304013

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

DAMPAK PERTAMBAHAN PENDUDUK, AKSES PANGAN

DAN USAHA PENGENTASAN KEMISKINAN TERHADAP

JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH:

WIWIED HARTANTI

080304013

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara,Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

( Dr.Ir.Satia Negara L.M.Ec ) ( Ir.Hasudungan Butar-butar,MSi NIP :196304021997031001 NIP : 196111151986031002

)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

WIWIED HARTANTI : “Dampak Pertambahan Penduduk, Akses Pangan dan Usaha Pengentasan Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara”, yang dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. dan Bapak Ir. Hasudungan Butar - Butar, Msi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara, untuk mengetahui akses pangan di Sumatera Utara, untuk mengetahui pengaruh pertambahan penduduk, akses pangan, dan usaha pengentasan kemiskinan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada tahun 2012 di Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis indeks komposit akses pangan dan analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah data sekunder. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil pengkategorian, akses pangan Sumatera Utara selama enam tahun yakni mulai tahun 2005 sampai 2010 berada pada kategori baik. Dan berdasarkan hasil regresi linier berganda, jumlah penduduk, indeks komposit akses pangan, dan RTS penerima program Raskin secara bersama berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin. Akan tetapi secara parsial variabel indeks komposit akses pangan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.

Kata Kunci : Jumlah penduduk, akses pangan, pengentasan kemiskinan, penduduk miskin


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Wiwied Hartanti lahir di Purwodadi 27 Januari 1990 dari Bapak Parno dan Ibu Misinem. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis mengikuti pendidikan sebagai berikut:

1. Sekolah dasar di SD Swasta Al Jam’iyatul Washliyah, masuk tahun 1997 dan lulus tahun 2002.

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Sunggal, masuk tahun 2002 dan lulus tahun 2005.

3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Sunggal, masuk tahun 2005 dan lulus tahun 2008.

4. Tahun 2008 masuk di Departemen Agribisnis jurusn Agribisnis FP USU melalui jalur PMP.

5. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada bulan Juli 2012 di Desa Serdang, Kecamatan Meranti, Kabupaten Asahan.

6. Melaksanakan penelitian pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2012 di Sumatera Utara.

Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti organisasi Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) USU, Badan Kenaziran Musola (BKM) Al-Mukhlisin FP USU, Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM-SEP) USU.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Dampak Pertambahan Penduduk, Akses Pangan dan Usaha Pengentasan Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Sumatera Utara”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan, motivasi, bimbingan, pengarahan, serta kritikan membangun yang disampaikan kepada penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan setulus hati, penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. Selaku ketua pembimbing skripsi, yang mana telah banyak membimbing, mengarahkan, dan memotivasi agar skripsi ini lebih cepat selesai.

2. Bapak Ir. Hasudungan Butar - Butar, Msi. Selaku anggota pembimbing skripsi, yang mana telah banyak membimbing, mengarahkan dan memotivasi sehingga skripsi ini cepat selesai.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS. selaku Ketua Program Studi Agribisnis FP USU dan Bpak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku sekretaris Program Studi Agribisnis FP USU.

4. Para dosen, staf pegawai Program Studi Agribisnis FP USU.

5. Seluruh Instansi yang terkait dengan penelitian ini yang membantu penulis dalam memperoleh data – data yang dibutuhkan.


(6)

Segala hormat dan terima kasih secara khusus penulis ucapkan kepada

ayahanda tercinta Parno, S.Pd. dan ibunda Misinem serta adik tercinta M. Alfarizi, atas kasih sayang, keikhlasan, doa serta dukungan moril kepada

penulis selama menjalani pendidikan sampai saat ini.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada M. Rullyanda Azmi yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis, serta kepada teman-teman seperjuangan Stambuk 2008 khususnya kepada Annisa Chairina, Nur Meity Utari, Suci Rahmadani, Lisa Lestari, Asni, Rofiqoh Ahmad, Silvira, Ameriyani Harahap, M. Fachri, Alfan Bachtar Harahap yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis dalam penyelesaiaan skirpsi ini.

Semoga segala kebaikan mereka dibalas Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masi jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis menerima kritik, saran, dan masukan semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Februari 2013

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifiksi Masalah ... 8

Tujuan Penelitian ... 8

Kegunaan Penelitian ... 9

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka ... 10

Landasan Teori ... 26

Kerangka Pemikiran ... 27

Hipotesis Penelitian ... 29

METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 30

Metode Pengumpulan Data ... 30

Metode Analisis Data ... 30

Definisi dan Batasan Operasional ... 36

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Jumlah Penduduk Sumatera Utara ... 38

Ketersediaan Pangan di Sumatera Utara ... 43

Ketersediaan Beras per Kapita per Hari Sumatera Utara ... 43

Program Beras Untuk Keluarga Miskin di Sumatera Utara ... 44

Produk domestik Regional Bruto per Kapita Sumatera Utara ... 46


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Penduduk Sumatera Utara ... 50

Akses Pangan Sumatera Utara ... 53

Akses Fisik ... 54

Akses Ekonomi ... 55

Akses Sosial ... 58

Dampak Pertambahan Penduduk, Akses Pangan, dan Usaha Pengentasan Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara ... 60

Implementasi Kebijakan ... 67

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 72

Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

1. Jumlah Penduduk dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010

4

2. Range Indikator Analisis Akses Pangan 32

3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Sumatera Utara Tahun 2010 Menurut Kabupaten/Kota

39

4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 2005-2010 Menurut Kabupaten/Kota

40

5. Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 2005 -2010 Menurut Kabupaten/Kota

42

6. Produksi Bersih dan Ketersediaan Beras per kapita per hari Sumatera Utara Tahun 2005-2010

43

7. Rumah Tangga Sasaran, Pagu dan Realisasi Program Raskin Sumatera Utara tahun 2005-2010

46

8. Produk Domestik Regional Bruto Sektoral Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2005-2010

47

9. Produk Domestik Regional Bruto Per kapita Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005 – 2010

48

10. Persentase Penduduk Sumatera Utara yang Tidak Tamat Sekolah dasar tahun 2005 - 2010

49

11. Jumlah Penduduk dan Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 2005-2010

52

12. Rasio Ketersediaan Beras Sumatera Utara Tahun 2005-2010

56

13. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Atas Harga Berlaku dan Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara Tahun 2005-2010

57

14. PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Kondisi Akses Pangan Sumatera Utara Tahun 2005-2010

58

15. Persentase Penduduk yang Tidak Tamat Sekolah dasar dan Kondisi Akses Pangan Tahun 2005 – 2010


(10)

16. Indeks Komposit Akses Pangan Sumatera Utara Tahun 2005 - 2010


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

1. Skema Kerangka Pemikiran 29


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2007 (Jiwa)

2. Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 – 2010 (Jiwa)

3.

4.

Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2006 – 2010 (Jiwa)

Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin Provinsi Sumatera Utara Tahun 1999 – 2011

5. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010 (%)

6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010 (%)

Persentase Angkatan Kerja Berumur 15 Tahun Ke atas Menurut Tertinggi Yang Ditamatkan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010 (%)

Produk Domestik Regional Bruto Per kapita Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010 (Rp)

Produk Domestik Regional Bruto Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010 ( Juta Rp)

Produksi Bersih Beras di Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010 Ketersediaan Beras Per kapita (F) Sumatera Utara Tahun 2005 – 2010

Rumah Tangga Sasaran, Pagu dan Realisasi Program Raskin Tahun 2005 – 2010


(13)

ABSTRAK

WIWIED HARTANTI : “Dampak Pertambahan Penduduk, Akses Pangan dan Usaha Pengentasan Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara”, yang dibimbing oleh Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. dan Bapak Ir. Hasudungan Butar - Butar, Msi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara, untuk mengetahui akses pangan di Sumatera Utara, untuk mengetahui pengaruh pertambahan penduduk, akses pangan, dan usaha pengentasan kemiskinan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada tahun 2012 di Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis indeks komposit akses pangan dan analisis regresi linier berganda. Data yang digunakan adalah data sekunder. Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh hasil pengkategorian, akses pangan Sumatera Utara selama enam tahun yakni mulai tahun 2005 sampai 2010 berada pada kategori baik. Dan berdasarkan hasil regresi linier berganda, jumlah penduduk, indeks komposit akses pangan, dan RTS penerima program Raskin secara bersama berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin. Akan tetapi secara parsial variabel indeks komposit akses pangan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.

Kata Kunci : Jumlah penduduk, akses pangan, pengentasan kemiskinan, penduduk miskin


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak dulu, masalah penduduk sudah menjadi perhatian. Jumlah penduduk

Sumatera Utara dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan meskipun laju pertumbuhannya tidak terus meningkat dari laju pertumbuhan tahun sebelumnya. Pertambahan jumlah penduduk identik dengan pertambahan jumlah penduduk miskin, dan kesulitan memperoleh pangan.

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2000-2010 diperoleh laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,22 % per tahun. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 1990-2000 yang sebesar 1,32 %, jauh dibawah dari pertumbuhan penduduk nasional yaitu 1,43 persen. Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, adalah termasuk

dua kabupaten/kota dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak. Pertumbuhan penduduk tersebut bisa berdampak luas pada sektor

pembangunan dan berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk pertumbuhan ekonomi (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2010).

Banyak ahli ekonomi yang telah mengemukakan pendapat mereka mengenai masalah kesejahteraan masyarakat dan menjadi perdebatan diantara mereka sendiri. Beberapa di antara mereka ada yang mendukung teori korelasi antara penduduk dan pembangunan, namun ada juga diantara mereka yang mengasumsikan ini adalah sebuah pembalikan fakta terhadap kegagalan ekonomi yang ada. Menurut Malthus dalam Silalahi (2011) penduduk (seperti juga


(15)

dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Isu kependudukan telah lama menjadi permasalahan global, Malthus berpendapat bahwa pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali merupakan ancaman besar bagi negara. Dalam karyanya “Essay on the principle of population” (esai tentang prinsip-prinsip populasi), Malthus mengatakan

bahwa jumlah penduduk meningkat tidak terkendali mengikuti barisan ukur (1, 2, 4, 8, dan seterusnya) sedangkan produksi pangan bertambah menurut

barisan hitung (1, 2, 3, 4, dan seterusnya) sehingga diprediksi manusia akan mengalami kekurangan pangan tidak mampu mencukupi ledakan penduduk.

Prediksi akan terjadinya krisis pangan tidak hanya di Indonesia tetapi di seantero dunia, harus dapat disikapi tidak hanya oleh pemerintah pusat saja, akan tetapi lebih kepada pemerintah tingkat provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Dalam hal ini justru sebenarnya pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) seharusnya dari sejak dini sudah mengambil langkah-langkah kebijakan untuk mengantisipasi krisis pangan tersebut. Berdasarkan berita

waspada 14 Agustus 2010, Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang masuk dalam kategori kerawanan pangan. Sebab masih banyak masyarakat Sumatera Utara yang mengkonsumsi beras cukup tinggi.

Ketidakseimbangan pertambahan penduduk dengan pertambahan produksi pangan ini sangat mempengaruhi keadaan lingkungan hidup, dimana lingkungan hidup diperas dan dikuras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pertumbuhan

penduduk yang cepat dan jumlah yang makin besar akan menggerus sumber yang tersedia. Jumlah penduduk yang terus meningkat menuntut ketersediaan sumber daya secara memadai dan berkelanjutan. Bila sumber daya tak mencukupi untuk


(16)

dikonsumsi, hal itu akan melahirkan kelangkaan yang mengarah pada perebutan sumber daya di antara penduduk yang dapat memicu konflik. Ancaman paling nyata adalah meningkatnya kemiskinan, terutama bila laju pertumbuhan penduduk tidak dibarengi kemampuan menyediakan kebutuhan dasar: pangan, sandang, papan. Logika pemikiran ini sangat dipengaruhi mazhab Malthusian yang berhipotesis bahwa pertumbuhan penduduk bergerak secara eksponensial (cepat), sementara sumber daya pendukung, terutama pasokan kebutuhan dasar,bergerak secara aritmetikal atau lambat (Komunitas timur Indonesia, 2011).

Prediksi Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyebutkan, pada tahun 2015 dunia akan semakin berkecukupan dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Diramalkan, pertumbuhan penduduk mencapai 1,3 persen, sementara pertumbuhan produksi pangan 3,5 persen. Namun, ironisnya prediksi FAO juga menyatakan pada tahun 2015 kelaparan akan menimpa sekitar 500 juta penduduk dunia karena produksi dikuasai oleh negara-negara maju, sementara negara-negara berkembang termasuk Indonesia, menjadi konsumennya. Permasalahan ketahanan pangan dan kemiskinan yang masih melilit adalah dua masalah krusial yang dihadapi bangsa ini dan jika dikaji lebih jauh, kedua masalah tersebut memiliki keterkaitan yang secara simultan harus diatasi (Lesmana, 2007).

Kemiskinan juga sering menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan dalam berbagai forum baik nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan itu sendiri telah muncul ratusan tahun yang lalu. Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan dalam berbagai keadaan hidup. Perkembangan kondisi kemiskinan di suatu negara secara ekonomis merupakan salah satu indikator untuk melihat perkembangan


(17)

tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, dengan semakin menurunnya tingkat kemiskinan yang ada maka dapat disimpulkan meningkatnya kesejahteraan masyarakat di suatu negara (Hudayana, 2009).

Permasalahan kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang terus dihadapi di sejumlah daerah di Indonesia, tidak terkecuali Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan berita resmi statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara jumlah dan persentase penduduk miskin di Sumatera Utara pada periode 1999-2011 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Untuk lebih jelas mengenai jumlah dan presentase penduduk miskin di Sumatera Utara tahun 1999-2011, dapat dilihat dalam Tabel 1 di bawah ini

Tabel 1

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara

Tahun 1999 – 2011

Tahun Jumlah Persentase (Ribu jiwa) % (1) (2) (3) Februari 1999 1972,7 16,78 Februari 2002 1883,9 15,84 Februari 2003 1889,4 15.89 Maret 2004 1800,1 14,93 Juli 2005 1840, 2 14,68 Mei 2006 1979, 7 15,66 Maret 2007 1768,4 13,90 Maret 2008 1613,8 12,55 Maret 2009 1499,7 11,51 Maret 2010 1490,9 11,31 Maret 2011 1481,3 11,33 September 2011 1421,4 10.38

Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Dari tabel di atas dapat kita lihat jumlah dan presentase penduduk miskin terus mengalami penurunan hingga tahun 2005, akan tetapi pada bulan Mei 2006 jumlah dan


(18)

persentase penduduk miskin kembali naik dan mencapai 1979,7 ribu jiwa (15,66%). Jumlah ini kembali turun pada bulan Maret 2007, dan terus menurun dari tahun ke tahun hingga pada September 2011 persentase penduduk miskin menjadi 10,38 %.

Menurut Anderson and Roumasset (1996) dalam Lesmana (2007), karena kemiskinan, sebagian besar pendapatan yang diperoleh oleh penduduk miskin di negara berkembang dialokasikan untuk makanan. Konsumen di negara-negara miskin selalu dalam resiko akan kelaparan dan kerapuhan terhadap guncanan-guncangan harga yang berujung terhadap kelangkaan pangan. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, sejumlah negara miskin mengambil langkah aksi publik (public action) untuk meningkatkan ketahanan pangannya. Umumnya tipikal pendekatan yang diambil bertujuan mengurangi jumlah populasi yang mengalami kelaparan dengan meningkatkan pendapatan kaum miskin dan secara simultan mengelola ekonomi pangan dalam rangka meminimalkan guncangan-guncangan yang akan memicu kelangkaan pangan.

Pada dasarnya, kemiskinan adalah masalah yang berdimensi ganda (multi dimensional). Hal ini berarti bahwa kemiskinan semestinya dikonseptualisasikan untuk mengindikasikan lebih dari sekedar taraf hidup yang rendah seperti yang sering diukur dengan tingkat pendapatan atau pengeluaran yang tidak memadai secara normatif. Konsep kemiskinan juga harus merujuk pada rendahnya kualitas dari komponen-komponen sumber daya pembangunan manusia (human developmentresources), seperti kekurangan gizi, status kesehatan yang buruk dan tingkat pendidikan yang kurang memadai. Selain itu. dimensi penting lainnya dari

kemiskinan juga sering dikaitkan dengan insiden kerawanan pangan (food insecurity). Walaupun mempunyai beberapa pengertian, istilah "ketahanan


(19)

pangan" atau food security di sini didefinisikan sebagai akses dari semua penduduk di suatu negara atau wilayah untuk memenuhi konsumsi kebutuhan

dasar makanan yang cukup, yang dibutuhkan untuk bisa hidup secara layak (aktif dan sehat).

Menurut Baliwati (2004), Akses pangan merupakan salah satu aspek dari empat aspek ketahanan pangan, selain Kecukupan (sufficiency), keterjaminan (security), dan waktu (time). Akses pangan ini oleh Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara (2010) didefinisikan sebagai kemampuan rumah tangga untuk secara periodik memenuhi sejumlah pangan yang cukup melalui kombinasi cadangan pangan mereka sendiri dan hasil dari rumah/pekarangan sendiri, pembelian, barter, pemberian, pinjaman dan bantuan pangan.

Rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok , daya beli pangan (ukuran kemampuan masyarakat rata-rata penduduk dalam membeli pangan), persentase penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (SD)

merupakan indikator yang dipakai dalam mengukur akses pangan (Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2010).

Kondisi kemiskinan di Sumatera Utara terus mengalami tren penurunan. Meskipun demikian, tantangan ke depan untuk mencapai target yang ditentukan juga masih cukup besar. Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan agenda nasional. Kebijakan itu meliputi penyediaan lapangan kerja untuk penduduk yang menghendakinya, memberikan kesempatan pendidikan, meningkatkan kesehatan serta usaha-usaha menambah kesejahteraan penduduk lainnya. Berbagai ikhtiar

penanggulangan kemiskinan di wilayah kabupaten/kota memiliki tekanan dan tingkatan masalah yang beragam.


(20)

Upaya penanggulangan kemiskinan tidak dapat dilakukan hanya dengan menggunakan pendekatan sektoral semata, akan tetapi harus menggunakan pendekatan yang lebih terpadu, sistemik, dan menyentuh pada akar permasalahan kemiskinan. Belajar dari pengalaman penanggulangan kemiskinan yang dilakukan selama ini, permasalahan utama dalam penanggulangan kemiskinan adalah belum optimalnya koordinasi antar sektor dan pemangku kepentingan lainnya dalam implementasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

Koordinasi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Koordinasi kebijakan adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh

pemerintah dan pemangku kepentingan untuk menyelaraskan setiap keputusan yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan, sehingga dalam pelaksanaan program, tidak mengalami benturan atau inkonsitensi antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya.

Diperlukan suatu disain kebijakan pangan yang koheren yang akan menggandeng strategi ketahanan pangan dengan strategi pertumbuhan yang pada gilirannya akan menjangkau kaum miskin. Pertambahan penduduk, akses pangan dan kemiskinan, ketiga indikator tersebut berkaitan erat dengan kemiskinan hal tersebut yang menjadi dasar ketertarikan penulis mengadakan penelitian dengan objek pertambahan penduduk, akses pangan dan kemiskinan serta kebijakan dalam menangani masalah kemiskinan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Dampak Pertambahan Penduduk,Akses Pangan dan Usaha


(21)

Pengentasan Kemiskinan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Sumatera Utara”

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka identifikasi masalah yang dirmuskan adalah sebagai berikut:

1.Bagaimanakah tingkat pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara ? 2.Bagaimanakah akses pangan di Sumatera Utara ?

3.Bagaimanakah pengaruh jumlah penduduk, akses pangan, pengentasan kemiskinan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1.Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan penduduk di Sumatera Utara

2.Untuk mengetahui akses pangan di Sumatera Utara

3.Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk, akses pangan, pengentasan kemiskinan terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan substansi penelitian ini


(22)

2.Bahan masukan bagi pemerintah terutama dalam rangka mengevaluasi kebijaksanan dan menyusun perencanaan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka Pertambahan penduduk

Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan menetap. Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh tiga komponen yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi (Chairany, 2010).

Pertambahan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia (Fadhli, 2010).

Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor yang penting dalam masalah sosial ekonomi umumnya dan masalah penduduk pada khususnya. Karena di samping berpengaruh terhadap jumlah dan komposisi penduduk juga akan berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi suatu daerah atau negara maupun dunia (Sasya, 2012).

Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (2012) tingkat pertumbuhan penduduk sangat berguna untuk memprediksi jumlah penduduk di suatu wilayah atau negara dimasa yang akan datang. Dengan diketahuinya jumlah penduduk


(24)

yang akan datang, diketahui pula kebutuhan dasar penduduk ini, tidak hanya di bidang sosial dan ekonomi tetapi juga di bidang politik misalnya mengenai jumlah pemilih untuk pemilu yang akan datang. Tetapi prediksi jumlah penduduk dengan cara seperti ini belum dapat menunjukkan karakteristik penduduk dimasa yang akan datang. Untuk itu diperlukan proyeksi penduduk menurut umur dan jenis kelamin yang membutuhkan data yang lebih rinci yakni mengenai tren fertilitas, mortalitas dan migrasi.

Faktor-Faktor Pertambahan Penduduk

Pertambahan penduduk pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor – faktor demografi sebagai berikut :

1. Kematian (Mortalitas) 2. Kelahiran (Natalitas) 3. Migrasi (Mobilitas)

Kelahiran dan kematian dinamakan faktor alami, sedangkan perpindahan penduduk dinamakan faktor non alami.

1.Kematian

Kematian adalah hilangnya tanda-tanda kehidupan manusia secara permanen. Kematian bersifat mengurangi jumlah penduduk dan untuk menghitung besarnya angka kematian caranya hampir sama dengan perhitungan angka kelahiran. Banyaknya kematian sangat dipengaruhi oleh faktor pendukung kematian (pro mortalitas) dan faktor penghambat kematian (anti mortalitas). a.) Faktor pendukung kematian (pro mortalitas)

Faktor ini mengakibatkan jumlah kematian semakin besar. Yang termasuk faktor ini adalah:


(25)

- Sarana kesehatan yang kurang memadai.

- Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. - Terjadinya berbagai bencana alam.

- Terjadinya peperangan.

- Terjadinya kecelakaan lalu lintas dan industri. - Tindakan bunuh diri dan pembunuhan.

b.) Faktor penghambat kematian (anti mortalitas)

Faktor ini dapat mengakibatkan tingkat kematian rendah. Yang termasuk faktor ini adalah:

- Lingkungan hidup sehat.

- Fasilitas kesehatan tersedia dengan lengkap.

- Ajaran agama melarang bunuh diri dan membunuh orang lain. - Tingkat kesehatan masyarakat tinggi.

- Semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk. 2.Kelahiran (Natalitas)

Kelahiran bersifat menambah jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang menghambat kelahiran (anti natalitas) dan yang mendukung kelahiran (pro natalitas). Faktor-faktor penunjang kelahiran (pro natalitas) antara lain: Kawin pada usia muda, karena ada anggapan bila terlambat kawin keluarga akan malu, anak dianggap sebagai sumber tenaga keluarga untuk membantu orang tua, anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki, anak menjadi kebanggaan bagi orang tua, anggapan bahwa penerus keturunan adalah anak laki-laki, sehingga bila belum ada anak laki-laki, orang akan ingin mempunyai anak lagi.


(26)

Faktor pro natalitas mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk menjadi besar. Faktor-faktor penghambat kelahiran (anti natalitas), antara lain: adanya program keluarga berencana yang mengupayakan pembatasan jumlah anak, adanya ketentuan batas usia menikah, untuk wanita minimal berusia 16 tahun dan bagi laki-laki minimal berusia 19 tahun, anggapan anak menjadi beban keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, adanya pembatasan tunjangan anak untuk pegawai negeri yaitu tunjangan anak diberikan hanya sampai anak kedua, penundaaan kawin sampai selesai pendidikan akan memperoleh pekerjaan. 3. Migrasi

Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat lain. Dalam mobilitas penduduk terdapat migrasi internasional yang merupakan perpindahan penduduk yang melewati batas suatu negara ke negara lain dan juga migrasi internal yang merupakan perpindahan penduduk yang berkutat pada sekitar wilayah satu negara saja.

Faktor-faktor terjadinya migrasi, yaitu : 1. Persediaan sumber daya alam

2. Lingkungan social budaya 3. Potensi ekonomi

4. Alat masa depan (Sasya,2012)

Akses Pangan

Akses pangan tingkat rumahtangga adalah kemampuan suatu rumahtangga untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai cara, seperti produksi pangan rumahtangga, persediaan pangan rumahtangga, jual-beli, tukar-menukar/barter, pinjam-meminjam, dan pemberian atau bantuan


(27)

pangan. Keluarga dapat mengakses pangan melalui beberapa cara seperti produksi rumahtangga (hasil panen, hasil beternak atau hasil budidaya perikanan); berburu, mencari ikan atau mengumpulkan pangan yang hidup liar; mendapatkan bantuan/pemberian pangan melalui jaringan sosial; bantuan dari pemerintah, distribusi-distribusi NGO atau food for work projects (pangan hasil/imbalan

pekerjaan); serta barter/tukar-menukar atau membeli dari pasar (World Food Programme 2005).

Menurut Baliwati (2004), akses pangan merupakan salah satu aspek dari empat aspek ketahanan pangan,selain Kecukupan (sufficiency), keterjaminan (security), dan waktu (time). Berdasarkan World Food Programme (2005), Akses pangan rumah tangga dibagi menjadi tiga dimensi,yaitu dimensi akses fisik, akses ekonomi, dan akses sosial.

• Akses fisik dapat diamati berdasarkan jarak pasar terdekat dalam suatu wilayah dan ketersediaan pangan di warung sekitar pemukiman penduduk wilayah tersebut. Pasar merupakan salah satu sarana dan prasarana yang tersedia di suatu wilayah untuk menunjang kebutuhan akan pangan setiap individu dalam wilayah tersebut. Salah satu tujuan pasar adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memungkinkan akses masyarakat terhadap pangan untuk pemenuhan kebutuhan pangannya meningkat.

• Akses ekonomi dapat dilihat dari tingkat kemiskinan berdasarkan data pengeluaran total (pengaluaran pangan dan non pangan) keluarga per kapita perbulan dengan menggunakan acuan dari data garis kemiskinan Badan Pusat Statistik ( BPS ).


(28)

• Akses sosial dapat diamati dari tingkat pendidikan, perhatian,dorongan/dukungan maupun bantuan sosial baik berupa pinjaman ataupun pemberian pangan/uang dari sanak keluarga, tetangga, maupun teman.

Salah satu parameter atau indikator untuk mengukur/melihat daya beli masyarakat adalah pendapatan penduduk. Karena data pendapatan tidak tersedia maka sebagai alternatif, maka digunakan data Product Domestic Regional Bruto (PDRB) per tahun atas dasar harga berlaku. Dalam penentuan batasan ranges untuk PDRB diasumsikan pendapatan minimum penduduk adalah 1 $ per hari. Penetapan nilai minimum tersebut didasarkan pada standar pendapatan minimum yang ditetapkan FAO sebesar 2 $ per hari, namun karena nilai tersebut relatif tinggi jika diterapkan untuk tingkat pendapatan rata-rata penduduk Indonesia maka diturunkan menjadi 1 $ per hari. Karena mengacu pada standar FAO maka nilai rupiah PDRB dikonversi ke dalam bentuk dollar ($), dalam hal ini diasumsikan nilai 1 dollar saat ini adalah Rp 9500,-. Semakin tinggi tingkat pendapatan penduduknya, maka semakin baik kondisi akses pangannya. Jika tingkat pendapatan penduduk lebih kecil dari 1095 $ per tahun, maka akses pangannya termasuk dalam kategori rendah (Badan Ketahanan Pangan, 2011).

Kemiskinan

Menurut Suparlan (1984) kemiskinan merupakan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara


(29)

langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang terolong sebagai orang miskin.

Menurut Sumodiningrat (1999) klasifikasi kemiskinan ada lima kelas, yaitu :

1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak, juga ditentukan oleh tingkat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan yang disebut miskin atau sering disebut dengan istilah garis kemiskinan. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, papan dan pendidikan.

Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang tidak mengacu atau tidak didasarkan pada garis kemiskinan. Kemiskinan absolut adalah derajat dari kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.

2. Kemiskinan Relatif

Sekelompok orang dalam masyarakat dikatakan mengalami kemiskinan relatif apabila pendapatannya lebih rendah dibandingkan kelompok lain tanpa memperhatikan apakah mereka masuk dalam kategori miskin absolut atau tidak.

Penekanan dalam kemiskinan relatif adalah adanya ketimpangan pendapatan dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin atau dikenal dengan istilah ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan relatif untuk


(30)

menunjukkan ketimpangan pendapatan berguna untuk mengukur ketimpangan pada suatu wilayah. Kemiskinan relatif juga dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan antar wilayah yang dilakukan pada suatu wilayah tertentu. Pengukuran relatif diukur berdasarkan tingkat pendapatan, ketimpangan sumberdaya alam serta sumberdaya manusia berupa kualitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan.

3. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya. Alfian (1980) mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural meliputi kekurangan fasilitas pemukiman sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komunikasi dengan dunia sekitarnya. Kemiskinan struktural juga dapat diukur dari kurangnya perlindungan dari hukum dan pemerintah sebagai birokrasi atau peraturan resmi yang mencegah seseorang memanfaatkan kesempatan yang ada.

4. Kemiskinan Kronis

a.Kemiskinan kronis disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif. b.Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian (daerah-daerah yang kritis akan


(31)

c.Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar.

5. Kemiskinan Sementara

Kemiskinan sementara terjadi akibat adanya: 1) perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, 2) perubahan yang bersifat musiman, dan 3) bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

Ciri-Ciri Kemiskinan

Menurut Hartomo dan Aziz (1997) mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu :

1.Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup, modal maupun keterampilan. Faktor produksi yang dimiliki sendiri sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.

2.Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan maupun modal usaha, sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh kredit perbankan seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada “lintah darat” yang biasanya meminta syarat yang berat dan memungut biaya yang tinggi.

3.Tingkat pendidikan mereka yang rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar. Waktu mereka habis tersisa untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar. Anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolah, karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau menjaga


(32)

adik-adik di rumah, sehingga secara turun-temurun mereka terjerat dalam keterbelakangan garis kemiskinan.

4.Kebanyakan mereka tinggal di perdesaan. Banyak diantara mereka tidak memiliki tanah, walaupun ada kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar petani, karena pertanian bekerja dengan musiman maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka kemudian bekerja sebagai “pekerja bebas”, berusaha apa saja. Dalam keadaan penawaran tenaga kerja yang besar maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka dibawah garis kemiskinan, di dorong dengan kesulitan hidup di desa maka banyak diantara mereka mencoba berusaha di kota.

5.Kebanyakan diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan atau pendidikan, sedangkan kota dibanyak negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa. Apabila di negara-negara maju pertumbuhan industri menyertai urbanisasi dan pertumbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota, maka urbanisasi di negara berkembang tidak disertai proses penyerapan tenaga dalam perkembangan industri. Bahkan, sebaliknya perkembangan teknologi di kota justru menarik pekerjaan lebih banyak tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota dalam kantong-kantong kemelaratan.

Menurut Sumedi dan Supadi (2004) masyarakat miskin mempunyai beberapa ciri sebagai berikut:1) tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka, 2) tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada, 3) rendahnya kualitas sumber daya manusia termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan yang berdampak pada rendahnya


(33)

penghasilan, 4) Terperangkap dalam rendahnya budaya kualitas sumber daya

manusia seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan fatalisme, 5) Rendahnya kepemilikan aset fisik termasuk aset lingkungan hidup seperti air

bersih dan penerangan.

Faktor Penyebab Kemiskinan

Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz (1997) yaitu :

1). Pendidikan yang Terlampau Rendah

Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.

2). Malas Bekerja

Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja. 3). Keterbatasan Sumber Alam

Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.

4). Terbatasnya Lapangan Kerja

Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.


(34)

5). Keterbatasan Modal

Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.

6). Beban Keluarga

Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi.

Menurut Kartasasmita dalam Rahmawati (2006), kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, yaitu :

1. Rendahnya Taraf Pendidikan

Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki.Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang.

2. Rendahnya Derajat Kesehatan

Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.

3. Terbatasnya Lapangan Kerja

Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.


(35)

4. Kondisi Keterisolasian

Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.

Nasikun dalam Suryawati (2005) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :

1) Pelestarian Proses Kemiskinan

Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.

2) Pola Produksi Kolonial

Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.

3) Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

4) Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.

Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.


(36)

5) Peminggiran Kaum Perempuan

Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua,sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.

6) Faktor Budaya dan Etnik

Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.

Menurut Lincolin Arsyad (2004), indikator kemiskinan ada bermacam-macam yaitu konsumsi beras per kapita per tahun, tingkat pendapatan dan tingkat kesejahteraan yang terdiri dari 9 komponen yaitu kesehatan, konsumsi makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, jaminan sosial, sandang, rekreasi dan kebebasan.

Usaha Pengentasan Kemiskinan

Untuk mengatasi masalah kemiskinan, pemerintah memiliki peran yang besar. Namun dalam kenyataannya, program yang dijalankan oleh pemerintah belum mampu menyentuh pokok yang menimbulkan masalah kemiskinan ini. Beberapa program yang tengah digalakkan oleh pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan salah satunya adalah Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin).

Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin)

Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan yang harus ditanggulangi bersama oleh pemerintah dan masyarakat. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu melibatkan berbagai sektor baik di tingkat pusat maupun daerah. Program Raskin


(37)

(Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin) adalah sebuah program dari pemerintah. Program ini dilaksanakan di bawah tanggung jawab Departemen Dalam Negeri dan Perum Bulog sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri Dalam Negeri dengan Direktur Utama Perum Bulog Nomor : 25 Tahun 2003 dan Nomor : PKK-12/07/2003, yang melibatkan instansi terkait, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Sasaran dari Program Raskin ini adalah meningkatkan akses pangan kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka menguatkan ketahanan pangan rumah tangga dan mencegah penurunan konsumsi energi dan protein. Dalam memenuhi kebutuhan pangan tersebut, Program Raskin perlu dilaksanakan agar masyarakat miskin benar-benar bisa merasakan manfaatnya, yakni dapat membeli beras berkualitas baik dengan harga terjangkau ( Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2008 ).

Tujuan Program RASKIN adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Peraturan perundangan yang menjadi landasan pelaksanaan program RASKIN adalah:

1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996, tentang Pangan.

2. Undang-Undang No. 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.

4. Undang-Undang No. 41 Tahun 2008, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.


(38)

6. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2003, tentang Pendirian Perusahaan Umum BULOG.

7. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

8. Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 - 2009.

9. Peraturan Presiden RI No. 54 Tahun 2005, tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan.

10. Peraturan Presiden RI No. 38 Tahun 2008, tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009.

11. Inpres Nomor 1 tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan Nasional.

12. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang “Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah”.

13. Kepmenko Kesra No. 35 Tahun 2008 tentang Tim Koordinasi RASKIN Pusat.

(Pedoman Umum Raskin 2009)

Hingga pelaksanaan tahun 2007, Rumah Tangga Rasasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) Raskin hanya mencakup 47% - 83% dari RTS terdata, dan baru sejak 2008 mencakup seluruh RTS terdata. Melalui program Raskin, setiap RTS-PM dapat membeli sejumlah beras di titik distribusi dengan harga yang lebih murah dari harga di pasaran (bersubsidi). Selama pelaksanaan program, jumlah beras yang dialokasikan untuk setiap RTS-PM mengalami beberapa kali perubahan, namun tetap pada kisaran 10 – 20 kg per distribusi. Harga beras


(39)

bersubsidi yang harus dibayar RTS-PM pada awal pelaksanaan program adalah Rp.1.000 per Kg di titik distribusi. Sejak 2008 harganya dinaikkan menjadi Rp.1.600 per Kg. Frekuensi distribusi juga mengalami perubahan antara 10 - 13 kali per tahun atau rata- rata satu kali per bulan (Hastuti dkk, 2012).

Landasan Teori Garis kemiskinan

Menurut Sajogyo (1977) cara mengukur kemiskinan dengan pendekatan kemiskinan absolut adalah dengan memperhitungkan standar kebutuhan pokok berdasarkan atas kebutuhan beras dan gizi (kalori dan protein) dengan mengungkapkan masalah garis kemiskinan dan tingkat pendapatan petani. Ada tiga golongan orang miskin yaitu golongan lapisan miskin yang mempunyai pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak lebih dari 360 kg tetapi kurang dari 480 kg, golongan miskin sekali yang memiliki pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak 240-360 kg, dan lapisan paling miskin yang memiliki pendapatan per kapita per tahun beras sebanyak kurang dari 240 kg. Sajogyo mengunakan nilai tukar beras kg/kapita/tahun agar dapat dibandingkan dengan nilai tukar antar daerah dan antar zaman.

Bank Dunia dalam BPS, menetapkan bahwa seseorang dikatakan miskin apabila pendapatannya dibawah US $ 2 per hari. Badan Pusat Statistik (BPS) juga memberikan pemikiran untuk mengukur garis kemiskinan dengan cara menentukan berapa besar kalori minimum yang harus dipenuhi oleh setiap orang dalam sehari. Badan ini mengusulkan bahwa setiap orang harus memenuhi 2100 kilo kalori setiap harinya. Jadi, 2100 kilo kalori ini merupakan batas garis kemiskinan yang ditentukan oleh BPS dengan memperhitungkan kebutuhan non


(40)

pangan seperti kebutuhan perumahan, bahan bakar, penerangan listrik, pendapatan air bersih serta jasa-jasa. Kemudian kriteria-kriteria ini diubah dalam angka Rupiah. Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS sendiri akan selalu

mengalami penyesuaian, karena harga kebutuhan itu berubah (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2004).

Kemiskinan menurut Inpres nomor 12 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Program Raskin, dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengeluaran keluarga yang terdiri atas 4 anggota keluarga.

1. Golongan sangat miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai dengan 1.900 kalori per hari, yang senilai dengan Rp.120.000,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp.480.000,- per rumah tangga per bulan.

2. Golongan miskin adalah mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai 2.100 kalori per hari, yang senilai dengan Rp.150.000,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp.600.000,- per rumah tangga per bulan.

3. Golongan hampir miskin yaitu mereka yang mengkonsumsi makanan senilai sampai dengan 2.300 kalori per hari, yang senilai sampai dengan Rp.175.000,- per minggu atau bila disetarakan dengan pengeluaran per bulannya adalah Rp.700.000,- per rumah tangga per bulan (Asa’ad, 2007).

Kerangka Pemikiran

Pertambahan penduduk Sumatera Utara yang dilihat dari pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan berpengaruh pada


(41)

kemiskinan, seperti yang dikatakan Jhingan (2002) pertumbuhan penduduk pesat memperberat tekanan pada lahan , pengangguran dan memicu kemiskinan.

Malthus dalam Silalahi (2011) berpendapat bahwa manusia hidup membutuhkan makanan, sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap penduduk maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan, hal inilah merupakan sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia.

Akses pangan yang terdiri dari akses fisik, ekonomi, dan sosial memiliki beberapa indikator yang digunakan dalam pemetaan akses pangan, indikator-indikator tersebut merupakan beberapa indikator-indikator dari sembilan indiktor kemiskinan menurut Lincolin Arsyad (2004). Indikator tersebut adalah rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan bersih pangan pokok untuk akses fisik, pendapatan per kapita perekonomian rakyat untuk akses ekonomi, jumlah penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (SD) untuk akses sosial.

Sehingga keduanya pertambahan penduduk dan akses pangan berpengaruh terhadap kemiskinan. Program Raskin sebagai salah satu program dalam usaha pengentasan kemiskinan diharapkan akan berpengaruh dalam mengurangi jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.


(42)

Secara sistematis kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

v

Keterangan :

: Mempengaruhi

Gambar 1:Skema Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah,tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka hipotesis dalam penelitian ini disusun sebagai berikut :

1. Akses pangan di Sumatera Utara berada pada kategori baik.

2. Jumlah penduduk, Akses Pangan, dan Program Beras untuk keluarga Miskin

(RASKIN) berpengaruh nyata terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.

Pertambahan Penduduk

Akses Pangan

Usaha Pengentasan Kemiskinan Kemiskinan Akses Fisik

Akses sosial Akses Ekonomi


(43)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di propinsi Sumatera Utara. Daerah penelitian ini ditentukan secara sengaja purposive sampling yaitu sesuai dengan tujuan penelitian berdasarkan pertimbangan jumlah penduduk Sumatera Utara yang terus meningkat selama enam tahun terakhir.

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang di peroleh dari instansi yang terkait dengan penelitian, antara lain : Kantor BPS Sumatera Utara, Kantor Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, Perum BULOG Divre Sumatera Utara.

Metode Analisis Data

Untuk hipotesis 1 dalam melakukan pengolahan data indikator akses pangan , langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Untuk melihat tingkatan dari setiap indikator (secara individu) maka dibuat ranges. Nilai ranges berkisar antara 0 – 100%. Kecuali untuk ketersediaan pangan nilainya <0.5 - >1.5. (Ranges dan tingkatan kondisi akses pangan secara individu dapat dilihat pada Tabel 2.)

2. Berdasarkan ranges yang telah ditetapkan dilakukan pengkategorian mulai dari sangat rendah sampai dengan sangat tinggi (kategori menggunakan istilah kondisi akses pangan).

3. Untuk mengetahui kondisi akses pangan maka semua indikator individu dikompositkan/digabung. Nilai indeks berkisar antara 0 – 1 dimana semakin


(44)

mendekati 0 berarti akses pangan semakin tinggi/baik, sebaliknya jika semakin mendekati 1 maka akses pangan semakin rendah/buruk.

Indeks Komposit Akses Pangan dihitung dengan cara sebagai berikut:

IKomposit = 1/3 (Ik + ITTSD + IPDRB)

Dimana :

IK = Indeks ketersediaan pangan

ITTSD = Indeks penduduk yang tidak tamat sekolah dasar I PDRB = Indeks pendapatan per kapita

4. Cara mengindeks indikator PDRB dan penduduk tidak tamat sekolah dasar ke dalam bentuk indeks untuk menstandarisasi ke dalam skala 0 sampai 1 adalah sebagai berikut :

Indeks Xij = (P-Q)/R * S + T

dimana :

Xij = Nilai ke – j dari faktor/indikator ke – i P = nilai faktor/indikator yang bersangkutan

Q = nilai minimum faktor indikator yang bersangkutan

R = selisih nilai rentangan faktor indikator yang bersangkutan S = selisih nilai rentangan indeks komposit ketahanan pangan T = nilai minimal rentangan indeks komposit yang bersangkutan

Untuk indeks ketersediaan pangan cara mengindeksnya adalah sebagai berikut:

Dimana:

IK : Rasio ketersediaan pangan


(45)

Cnorm : Konsumsi normatif (300gr)

5.Kondisi akses pangan dibagi dalam 6 tingkatan mulai dari sangat rendah – rendah – cukup rendah – cukup tinggi – tinggi – sangat tinggi berdasarkan nilai indeks komposit

Tabel 2. Range Indikator Analisis Akses Pangan

Katagori Indikator Range Kondisi Akses

pangan Akses

Fisik

Rasio Konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih beras

1. > = 1.5 2. 1.25 - < 1.5 3. 1 - < 1.25 4. 0.75 - < 1 5. 0.5 - < 0.75 6. < 0.5

Sangat Rendah Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Akses Sosial Persentase penduduk yang tidak tamat pendidikan dasar (SD)

1. > = 50 % 2. 40 % - < 50 % 3. 30 % - < 40 % 4. 20 % - < 30 % 5. 10 % - < 20 % 6. < 10 %

Sangat Rendah Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Akses Ekonomi Product Domestic Regional Bruto (PDRB) per kapita

1.< 365 $

2.365 $ - < 730 $ 3.730 $ - < 1095 $ 4.1095 $ - < 1460 $ 5.1460 $ - < 2190 $ 6.> = 2190 $

Sangat Rendah Rendah Cukup Rendah Cukup Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Sumber: Badan Ketahanan Pangan SumateraUtara 2011

Adapun range indeks akses pangan komposit adalah sebagai berikut : >= 0,80 akses pangan sangat rendah = prioritas 1 0,64 - < 0,8 akses pangan rendah = prioritas 2 0,48 - < 0,64 akses pangan cukup rendah = prioritas 3 0,32 - < 0,48 akses pangan cukup tinggi = prioritas 4 0,16 - < 0,32 akses pangan tinggi = prioritas 5 <0,16 akses pangan sangat tinggi = prioritas 6 (Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2011).


(46)

Untuk hipotesis 2 analisis data dilakukan dengan mengukur tingkat regresi antara variabel independen dan dependen, menggunakan analisis regresi linier berganda. Data yang diperoleh akan diproses dengan program SPSS 2000 versi 17 Persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut

= bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

Dimana :

= Jumlah penduduk miskin (Jiwa) bo = Konstanta

X1 =Jumlah penduduk (Jiwa) X2 = Indeks komposit akses pangan X3 = RTS Program RASKIN

b1,b2,b3 = Koeifisien regresi berganda X1,X2,X3 e = variabel pengganggu (eror)

Uji-F

Kriteria uji :

F-hitung ≤ F-tabel : H0 diterima, artinya variabel bebas secara bersama – sama tidak berpengaruh nyata terhadap varibel terikat pada tingkat kepercayaan tertentu.

F-hitung > F-tabel : H1 diterima artinya variabel bebas secara bersama – sama berpengaruh nyata terhadap varibel terikat pada tingkat kepercayaan tertentu.


(47)

Uji-t

Selain dilakukan uji variabel bebas secara bersama-sama, dilakukan pula uji parsial (uji-t). Uji-t bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang terdapat dalam model secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Mekanisme uji statistik t adalah sebagai berikut :

Hipotesis: H0 = Perubahan suatu variabel bebas secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel terikat.

Hipotesis: H1 = Perubahan suatu variabel bebas secara individu berpengaruh nyata terhadap perubahan variabel terikat.

Kriteria uji adalah sebagai berikut : Jika t-hitung ≤ t-tabel maka H0 diterima Jika t-hitung > t-tabel maka H1 diterima

Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Berganda

Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) yakni tidak terdapat heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi ( Sudrajat, 1988).


(48)

Uji Heteroskedasitisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas

Dasar analisisnya adalah sebagai berikut:

a. Jika grafik scatterplotada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika grafik scatterplotada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

(Sumodiningrat, 2001).

Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Dalam model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas. Uji Multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF) dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS. Apabila nilai tolerance value lebih tinggi daripada 0,10 atau VIF lebih kecil daripada 10 maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas (Santoso, 2003).


(49)

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi dalam regresi dimana variabel dependen tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri. Maksud korelasi dengan diri sendiri adalah bahwa nilai dari variabel dependen tidak berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai variabel sebelumnya atau nilai periode sesudahnya (Santosa&Ashari, 2005).

Dasar pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut: - Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif

- Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi - Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif

Definisi dan Batasan Operasional sebagai berikut :

Untuk menghindari kesalahan mengenai istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini,maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

Definisi Operasional

1. Pertambahan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu.

2. Akses pangan tingkat rumah tangga adalah kemampuan suatu rumahtangga untuk memperoleh pangan yang cukup secara terus-menerus melalui berbagai cara, seperti produksi pangan rumahtangga, persediaan pangan rumahtangga, jual-beli, tukar-menukar/barter, pinjam-meminjam, dan pemberian atau bantuan pangan.

3. Akses pangan yang diteliti terdiri dari akses fisik yang menggunakan rasio ketersediaan pangan pokok sebagai indikator, akses ekonomi yang menggunakan pendapatan per kapita, akses sosial yang menggunakan jumlah penduduk yang tidak tamat sekolah dasar.


(50)

4. Usaha pengentasan kemiskinan yang diteliti adalah Program Beras untuk keluarga miskin (RASKIN).

5. Kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti pangan, perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

6. Indeks komposit akses pangan dalah gabungan indeks indikator individu yang digunakan untuk mengetahui aksess pangan.

7. Konsumsi normatif adalah jumlah pangan serelia yang harus dikonsumsi seseorang per hari untuk memperoleh kilo kalori energy dari serelia.

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Provinsi Sumatera Utara 2. Waktu Penelitian bulan Agustus tahun 2012


(51)

GAMBARAN UMUM PROVINSI SUMATERA UTARA

Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Sumatera Utara pada tahun 2010 sebanyak 12.982.402 jiwa. Jumlah ini menurun sebesar 226.182 jiwa dari tahun 2009 yang jumlah penduduk pada tahun ini adalah sebesar 13.248.386 jiwa. Di tahun 2009 ini juga menjadi tahun dengan jumlah penduduk tertinggi dalam kurun waktu 2005 – 2010. Dari hasil Sensus Penduduk 2010 terlihat bahwa penyebaran penduduk Sumatera Utara menurut kabupaten/kota rata-rata dibawah lima persen, dan hanya lima kabupaten/kota yang persebarannya diatas lima persen.

Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Langkat adalah tiga kabupaten/kota dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yang masing-masing berjumlah 2.097.610 jiwa , 1.790.431 jiwa, dan 966.133 jiwa Sedangkan Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk paling sedikit yang berjumlah 40.505 jiwa.

Dengan luas wilayah Provinsi Sumatera Utara sekitar 71.680,68 kilo meter persegi yang didiami oleh 12.982.402 Jiwa maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Utara adalah sebanyak 181 orang per kilo meter persegi. Kabupaten/kota yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Medan yakni sebanyak 7.913 jiwa per kilo meter persegi sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Pakpak Bharat yakni sebanyak 33 orang per kilo meter persegi. Hal ini dapat di lihat pada tabel dibawah ini :


(52)

Tabel 3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Sumatera Utara Tahun 2010 Menerut Kabupaten/Kota

No Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (Jiwa) (Jiwa/KM2)

Kabupaten

1 Nias 131.377 134

2 Mandailing Natal 404.945 61

3 Tapanuli Selatan 263.815 16

4 Tapanuli Tengah 311.232 144

5 Tapanuli Utara 279.257 74

6 Toba Samosir 173.129 74

7 Labuhan Batu 415.110 162

8 Asahan 668.272 182

9 Simalungun 817.720 187

10 Dairi 270.053 140

11 Karo 350.960 165

12 Deli Serdang 1.790.431 720

13 Langkat 967.535 154

14 Nias Selatan 289.708 178

15 Humbang Hasundutan 171.650 75

16 Pakpak Bharat 40.505 33

17 Samosir 119.653 49

18 Serdang Bedagai 594.383 311

19 Batu bara 375.885 415

20 Padang Lawas Utara 223.531 57

21 Padang Lawas 225.259 58

22 Labuhan Batu Selatan 277.673 89

23 Labuhan Batu Utara 330.701 93

24 Nias Utara 127.244 85

25 Nias Barat 81.807 150

Kota

26 Sibolga 84.481 7.844

27 Tanjung Balai 154.445 2.510

28 Pemantang Siantar 234.698 2.935

29 Tebing Tinggi 145.248 3.779

30 Medan 2.097.610 7.913

31 Binjai 246.154 2.728

32 Padang Sidempuan 191.531 1.671

33 Gunung Sitoli 126.202 269

Sumatera Utara 12.982.204 181


(53)

Selama enam tahun terakhir, yakni tahun 2005 – 2010, Medan, sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara adalah kota dengan jumlah penduduk tertinggi. Disusul Kabupaten Deli Serdang dan Langkat. Jumlah Penduduk miskin Sumatera Utara selama enam tahun terakhir cukup berfluktuasi, hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 2005-2010 Menurut Kabupaten/Kota

Tahun Penduduk Miskin Persentase

(Jiwa) (%)

2005 1.840.200 14,68

2006 1.979.600 15,66

2007 1.768.300 13,90

2008 1.611.520 12,47

2009 1.474.260 11,27

2010 1.477.100 11,38

Sumber :Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2005-2010

Jumlah penduduk miskin dari tahun 2005 - 2010 mengalami fluktuasi dari tahun ketahun meskipun terlihat ada kecenderungan menurun. Persentase penduduk miskin tahun 2005 sebesar 14,68 persen. Sedangkan pada tahun 2006 terjadi kenaikan persentase penduduk miskin sebesar 0,98 persen dari tahun 2005, dimana persentase penduduk miskin pada tahun 2006 menjadi sebesar 15,66 persen. Kenaikan persentase penduduk miskin tahun 2006 ini dikarenakan karena adanya dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada tahun 2005. Kenaikan harga bahan bakar minyak tersebut ternyata berpengaruh terhadap golongan masyarakat menengah kebawah sehingga golongan masyarakat yang tadinya tidak masuk dalam kategori masyarakat miskin (masih berada diatas garis kemiskinan) menjadi masuk kedalam kategori kelompok miskin (berada dibawah garis kemiskinan).Jumlah penduduk miskin terbesar terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 1.979,7 ribu jiwa Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara pada tahun


(54)

2010 sebanyak 1.477.100 jiwa (11,38 %), angka ini bertambah sebanyak 2.840 jiwa bila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin tahun 2009 yang berjumlah 1.474.260 jiwa (11,13%), tahun ini juga menjadi tahun dengan jumlah penduduk miskin terkecil selama periode 2005-2010.

Pada tabel 5 dapat kita lihat perkembangan persentase penduduk miskin Sumatera Utara pada periode tahun 2005 – 2010 menurut kabupaten/kota. Daerah di Sumatera Utara yang tingkat kemiskinannya paling rendah adalah Kabupaten Deli Serdang. Pada tahun 2005 persentase penduduk miskin di daerah ini sebesar 6,3 persen kemudian mengalami penurunan sebesar 0,01 persen pada tahun 2006 sehingga menjadi 6,29 persen dan pada tahun 2007 juga kembali mengalami penurunan sebesar 0,63 persen dari tahun 2005 dimana pada tahun 2007 penduduk miskin didaerah ini hanya 5,67 persen. Penurunan persentase terus terjadi hingga tahun 2009. Pada tahun 2010 persentase penduduk miskin di Deli Serdang kembali naik menjadi 5,34 persen, akan tetapi persentase ini masih dibawah persentase penduduk miskin Deli Serdang pada tahun 2007 dan daerah lain pada tahun 2010. Penurunan persentase penduduk miskin di Kabupaten Deli Serdang diduga karena banyak pendapatan rata-rata per kapita penduduk sudah berada diatas garis kemiskinan yang telah ditetapkan.

Sedangkan daerah di Sumatera Utara yang tingkat kemiskinannya paling Tinggi adalah Kabupaten Nias Selatan . Pada tahun 2005 persentase penduduk miskin di daerah ini sebesar 38,84 persen kemudian mengalami penurunan sebesar 1,18 persen pada tahun 2006 sehingga menjadi 37,66 persen persentase penduduk miskin terus mengalami penurunan hingga tahun 2010 dan masuk urutan empat besar daerah dengan persentase penduduk miskin terbesar.


(55)

Tabel 5. Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara tahun 2005 – 2010 Menurut Kabupaten/Kota

Kabupaten/kota Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Kabupaten

Nias 30,8 36,19 31,75 25,19 22,57 19,98

Mandailing natal 21,5 20,40 18,74 14,46 13,02 12,6 Tapanuli selatan 20,41 24,17 20,33 13,77 12,67 11,96 Tapanuli tengah 30,16 31,26 27,47 19,35 17,83 16,74

Tapanuli utara 21,8 21,73 20,06 14,15 13,10 12,5

Toba samosir 18,99 17,85 15,28 11,62 10,07 10,15

Labuhan batu 12,98 14,20 12,33 10,76 9,85 10,67

Asahan 13,29 13,38 13,17 12,89 12,09 11,42

Simalungun 17,09 19,39 14,84 14,75 12,67 10,73

Dairi 19,54 22,16 15,82 11,07 10,03 9,97

Karo 17,68 20,96 14,47 12,86 11,42 11,02

Deli serdang 6,3 6,29 5,67 5,16 5,17 5,34

Langkat 20,98 19,65 18,23 14,81 12,75 10,85

Nias selatan 38,84 37,66 33,84 24,36 22,19 20,73

Humbang hasundutan 20,42 22,14 18,84 12,99 11,31 10,61

Pakpak bharat 25,18 23,67 22,42 15,02 13,99 13,81

Samosir 23,13 30,59 22,76 18,76 17,55 16,51

Serdang bedagai 10,53 12,34 11,84 10,61 9,51 10,59

Batu bara x x 17,89 13,64 12,87 12,29

Padang lawas utara x x x x 11,83 11,19

Padang lawas x x x x 11,90 11,13

Labuhan batu selatan x x x x x 15,58

Labuhan batu utara x x x x x 12,32

Nias utara x x x x x 31,94

Nias barat x x x x x 30,89

Kota

Sibolga 11 10,09 9,73 17,67 15,82 13,91

Tanjung balai 13,92 12,51 11,52 18,35 17,10 16,32

Pemantang siantar 10,96 12,07 9,46 13,36 12,25 11,72

Tebing tinggi 10,85 10,42 9,67 16,5 14,58 13,06

Medan 7,06 7,77 7,17 10,43 9,58 10,05

Binjai 6,93 6,38 5,72 8,12 7,04 7,33

Padang sidempuan 11,35 12,22 10,92 11,61 9,77 10,53

Gunung sitoli x x x x x 33,87

Sumatera utara 14,68 15,66 13,90 12,47 11,27 11,38 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara , 2005-2010


(56)

Ketersediaan Pangan di Sumatera Utara

Pemantauan ketersediaan bahan pangan yang rutin dilakukan adalah terhadap bahan pangan strategis meliputi beras, jagung, kedelai, gula putih, daging, kacang tanah, ubi kayu, minyak goreng, dan telur. Untuk Beras,perkembangan ketersediaan selama tahun 2005 – 2010 dapat dilihat pada uraian berikut:

Ketersediaan Beras Per Kapita Per Hari

Persoalan persaingan antara pertumbuhan penduduk dan produksi pangan telah menjadi perhatian sejak dulu. Pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan pangan. Ketersediaan bahan pangan pokok di Sumatera Utara dari tahun 2005- 2010 secara umum cukup tersedia. Untuk beras sebagian besar ketersediaan yang ada di peroleh dari produksi lokal, sedangkan impor atau dari provinsi lain hanya untuk memperkuat ketersediaan yang ada.

Gambaran produksi bersih beras dan ketersediaan beras per kapita per hari pada tahun 2005-2010 di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel di bawah ini .

Tabel 6. Produksi Bersih Beras dan Ketersediaan Beras Per kapita Per hari (F) Sumatera Utara Tahun 2005 - 2010

Tahun Pnetto Beras F

(gram) (gram)

2005 1.952.447.327.582,02 433,95

2006 1.703.388.871.109,12 369,11

2007 1.844.522.770.461,89 393,75

2008 1.892.075.612.556,12 397,46

2009 1.998.042.281.378,79 413,19

2010 2.028.853.677.689,70 428,16

Sumber: Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2010

Dari tabel 6 dapat dilihat produksi bersih beras (P netto) Sumatera Utara tahun 2005 adalah sebesar 1.952.447,3 ton, dengan ketersediaan beras per kapita


(57)

per hari adalah sebesar 433,95 gram perhari. Pada tahun 2006 produksi bersih beras (P netto) Sumatera Utara turun menjadi 1.703.388,8 ton hal ini mengakibatkan ketersediaan beras per kapita per hari juga turun menjadi 369,11 gram per hari. Pada tahun 2007 produksi bersih beras (P netto) Sumatera Utara mulai kembali mengalami kenaikan, akan tetapi jumlah produksi bersih tersebut belum melebihi produksi tahun 2005. Baru pada tahun 2009 produksi bersih beras Sumatera Utara dapat melebihi produksi tahun 2005, dan pada tahun 2010 produksi bersih beras Sumatera Utara menjadi 2.028.853,6 ton. Hal tersebut juga

diikuti dengan bertambahnya ketersediaan beras per kapita menjadi 393,75 (tahun 2007) ; 397,46 (tahun 2008) ; 413,19 dan 428,16 untuk tahun 2009 dan

2010. Akan tetapi kenaikan produksi yang dimulai pada tahun 2007 belum dapat menaikan ketersediaan beras per kapita per hari, begitu juga pada tahun 2010, meskipun produksi bersih beras sudah melebihi produksi tahun 2005, ketersediaan beras per kapita per hari tidak dapat melebihi ketersediaan beras per kapita per hari pada tahun 2005. Hal ini disebabkan karena jumlah penduduk tahun 2010 yang jauh lebih besar dari jika dibandingkan tahun 2005.

Program Beras untuk keluarga miskin (Raskin)

Program raskin merupakan program bantuan pangan yang sudah dilaksanakan pemerintah sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter tahun 1997-1998. Program ini berlanjut hingga saat ini dengan tujuan utama mengurangi beban rumah tangga sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalm bentuk beras. Program yang sebelum tahun 2002 bernama Operasi Pasar Khusus (OPK) ini awalnya merupakan program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (sosial


(58)

safety net), namun kemudian fungsinya diperluas menjadi bagian dari program perlindungan sosial, khususnya program penanggulangan kemiskinan klaster pertama.

Sebagai program bantuan beras, raskin merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program ketahanan pangan, utamanya bagi rumah tangga sasaran. Rumah tangga sasaran (RTS) raskin adalah Rumah Tangga Sasaran(RTM) pada kurun waktu 1998-2005 didefinisikan sebagai rumah tangga pra sejahtera dan rumah tangga sejahtera 1 alasan ekonomi berdasarkan hasil pendataan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sejak tahun 2006, RTS raskin didefinisikan sebagai rumah tangga sangat miskin, miskin dan hampir miskin berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 dan hasil verifikasinya kemudian dipebaharui melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial 2008. Pelaksanaan program raskin di Sumatera Utara pada tahun 2005-2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 7. Rumah Tangga Sasaran, Pagu dan Realisasi Program Raskin Sumatera Utara tahun 2005-2010

No Tahun Rumah Tangga Sasaran Pagu Realisasi

(KK) (Ton) (Ton)

1 2005 469.571 65.739.940 65.740.390

2 2006 978.925 65.740.000 65.734.670

3 2007 944.972 66.546.000 66.546.000

4 2008 944.972 165.362.225 155.380.381

5 2009 937.722 168.789.960 166.931.048

6 2010 835.785 155.097.155 146.889.285

Sumber :Perum BULOG subdivre Sumatera Utara

Dari tabel 7 dapat dilihat pada tahun 2005 Sumatera Utara menyalurkan Raskin sebanyak 65.740 ton untuk 469.571 Rumah Tangga Sasaran (RTS) dan terealiisasi sebanyak 65.740.390 ton . Pada tahun 2006 terjadi kenaikan jumlah


(59)

penerima Raskin, dan melonjak jauh jika dibandingkan dengan tahun 2005. Jumlah Rumah Rumah Tangga Sasaran (RTS) tahun 2006 adalah sebesar 978.925 RTS, akan tetapi meskipun jumlah RTS bertambah, jumlah raskin yang disalurkan tidak berbeda dengan tahun 2005 yaitu sebesar 65.740.000 ton dan yang terealisasi adalah sebesar 65.734.670 ton. Tidak berubahnya jumlah Raskin yang disalurkan dikarenakan adanya kebijakan mengurangi bagian per KK dari 20 kg tahun 2005 menjadi hanya 10 kg dan penyaluran Raskin tersebut juga dikurangi dari tujuh kali (tujuh bulan) menjadi hanya untuk enam bulan alokasi. Ditahun 2007 jumlah pagu raskin Sumatera Utara naik, jumlah raskin yang disalurkan sebesar 66.546 Ton ke 944.972 RTS. Untuk tahun 2008 dengan pagu 165.362.225 ton, direalisasikan 155.380.381 ton (93,96 persen) ke 944.972 Rumah Tangga Sasaran. Alokasi Raskin terbesar di Sumut diterima oleh Langkat menyusul Deli Serdang dan Kota Medan. Di tahun 2009 pagu ini bertambah menjadi 168.789.960 ton dengan sasaran RTS 937.722. Pada tahun 2010 jumlah penerima raskin tinggal 838.363 rumah tangga sasaran (RTS) dari 944.972 RTS pada tahun lalu. Dengan berkurangnya jumlah RTS, maka alokasi beras raskin tahun ini juga menurun menjadi hanya 1505.097,1 ton dari sebelumnya 168.789.960 ton. Meski jumlah penerima raskin berkurang, besaran yang diterima masing-masing RTS masih tetap 15 kilogram per bulan selama 12 bulan dengan harga beli Rp1.600 per kg sama seperti harga pada tahu 2009.

Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Sumatera Utara

Meskipun persentase kemiskinan Sumatera Utara terus menurun dari tahun 2007, hal ini tidak berarti Sumatera Utara sudah sejahtera . Untuk melihat kesejahteraan suatu daerah dapat dilihat dari produk domestik regional bruto dan


(60)

produk domestik regional bruto per kapita. Jumlah produk domestik regional bruto Sumatera Utara yang dihasilkan seluruh unit usaha pada tahun 2005-2010 dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Produk Domestik Regional Bruto Sektoral Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku tahun 2005-2010

Tahun PDRB (Juta Rp)

2005 139.618,31

2006 160.376,80

2007 181.819,74

2008 213.931,70

2009* 236.353,62

2010** 275.700,21

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2005-2010 Keterangan : *) Angka Semaentara

**) Angka Sangat Sementara

Pada tabel 8 dapat kita lihat perkembangan produk domestik regional bruto Sumatera Utara yang terus meningkat dari tahun ketahun. Secara sektoral seluruh unit kegiatan ekonomi tersebut adalah : pertanian, pertambangan dan penggalian, industri, listrik, gas dan air minum, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan,per-sewaan, jasa perusahaan, jasa-jasa. Pendapatan per kapita juga digunakan sebagai indikator kemiskinan oleh bank dunia. Berikut ini adalah perkembangan pendapatan per kapita Sumatera Utara dari taun 2005-2010.

Tabel 9. Produk Domestik Regional Bruto Per kapita Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005 - 2010

No Tahun PDRB/Kapita (Rp)

1 2005 11.326.516

2 2006 12.684.532

3 2007 14.166.626

4 2008 16.813.290

5 2009 18.381.010

6 2010 21.236.780


(61)

Produk Domestik Regional Bruto Per kapita Sumatera Utara atas dasar Harga berlaku tahun 2005 adalah sebesar Rp.11.326.516 per tahun. Nilai ini terus meningkat dari tahun ketahun. Data badan pusat statisitik menunjukkan produk domestik regional bruto per kapita Sumatera Utara atas dasar harga berlaku untuk tahun 2006 adalah sebesar Rp.12.684.532 per tahun, tahun 2007 sebesar Rp. 14,166,626 per tahun dan Rp.16.813.290 per tahun untuk tahun 2008. Untuk kurun waktu 2005 – 2010, Tahun 2010 adalah tahun dengan jumlah Produk Domestik Regional Bruto Per kapita tertinggi, yakni sebesar Rp.21.236.780 per tahun. Jumlah ini meningkat sebesar Rp. 2.855.770 dari tahun 2009 yang Produk Domestik Regional Bruto Per kapita hanya sebesar Rp.18.381.010 per tahun. Persentase Penduduk yang Tidak Tamat Sekolah Dasar

Indikator pendidikan dapat digunakan sebagai ukuran untuk menggambarkan standar hidup penduduk dalam suatu daerah. Pendidikan diharapkan akan dapat menambah produktivitas penduduk. Salah satu indikator pendidikan yang dapat dijadikan ukuran kesejahteraan masyarakat yang merata adalah dengan melihat tinggi rendahnya persentase penduduk yang tidak tamat sekolah dasar, ketidak mampuan menamatkan pendidikan dasar adalah cerminan kemampuan ekomomi masyarakat yang masih rendah. Rendahnya taraf pendidikan. juga mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki dan menjadi faktor penyebab kemiskinan, kemiskinan dan pendidikan memiliki hubungan timbal – balik yang saling terkait satu sama lain. Perkembangan persentase penduduk yang tidak tamat sekolah dasar (SD) dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


(62)

Tabel 10.Persentase Penduduk Sumatera Utara yang Tidak Tamat Sekolah dasar tahun 2005 - 2010

No. Tahun Persentase Penduduk

Yang Tidak Tamat SD (%)

1 2005 10.44

2 2006 11.86

3 2007 9.04

4 2008 10.81

5 2009 14.52

6 2010 13.50

Sumber:BPS Sumatera Utara 2005-2010

Berdasarkan data persentase penduduk Sumatera Utara tahun 2005 yang tidak tamat sekolah dasar adalah sebesar 10,44 %, persentase ini terus mengalami naik turun. Persentase tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 14,52 % Persentase ini naik 3,71 % dari tahun 2008 dan menurun pada tahun 2010 menjadi 13,5 %. Persentase terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 9,04 %, jumlah ini menurun dari tahun 2006 yang persentasenya sebesar 11,86 %. Dan pada tahun 2008 persentasenya kembali meningkat menjadi 10,81 %.


(1)

Lampiran 13.Output SPSS

NPAR TESTS

/K-S(NORMAL)=Y X1 X2 X3 /MISSING ANALYSIS.

NPar Tests

[DataSet0]

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pend.Miskin Jlh.Penduduk Indeks Komposit RTS Raskin

N 6 6 6 6

Normal Parametersa,,b Mean 1.6918E6 1.2846E7 .3917 851991.1667

Std. Deviation 2.05216E5 3.25529E5 .05707 1.93526E5

Most Extreme Differences Absolute .186 .162 .207 .338

Positive .186 .111 .207 .256

Negative -.145 -.162 -.126 -.338

Kolmogorov-Smirnov Z .455 .397 .508 .827

Asymp. Sig. (2-tailed) .986 .998 .959 .500

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

REGRESSION

/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N /MISSING LISTWISE

/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)

/NOORIGIN /DEPENDENT Y

/METHOD=ENTER X1 X2 X3

/SCATTERPLOT=(*ZPRED ,*SRESID) /RESIDUALS DURBIN NORM(ZRESID).

Regression

[DataSet0]

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

Pend.Miskin 1.6918E6 2.05216E5 6

Jlh.Penduduk 1.2846E7 3.25529E5 6


(2)

Correlations

Pend.Miskin Jlh.Penduduk Indeks Komposit RTS Raskin

Pearson Correlation Pend.Miskin 1.000 -.805 .687 -.180

Jlh.Penduduk -.805 1.000 -.356 .706

Indeks Komposit .687 -.356 1.000 .056

RTS Raskin -.180 .706 .056 1.000

Sig. (1-tailed) Pend.Miskin . .027 .066 .366

Jlh.Penduduk .027 . .244 .059

Indeks Komposit .066 .244 . .458

RTS Raskin .366 .059 .458 .

N Pend.Miskin 6 6 6 6

Jlh.Penduduk 6 6 6 6

Indeks Komposit 6 6 6 6

RTS Raskin 6 6 6 6

Variables Entered/Removed

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 RTS Raskin,

Indeks Komposit, Jlh.Penduduka

. Enter

a. All requested variables entered.

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .993a .986 .966 38087.99790 1.954


(3)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.077E11 3 6.922E10 47.717 .021a

Residual 2.901E9 2 1.451E9

Total 2.106E11 5

a. Predictors: (Constant), RTS Raskin, Indeks Komposit, Jlh.Penduduk b. Dependent Variable: Pend.Miskin

Collinearity Diagnosticsa

Model

Dimensi

on Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions

(Constant) Jlh.Penduduk Indeks Komposit RTS Raskin

1 1 3.957 1.000 .00 .00 .00 .00

2 .031 11.293 .00 .00 .08 .37

3 .012 18.468 .00 .00 .56 .05

4 9.250E-5 206.836 1.00 1.00 .36 .58

a. Dependent Variable: Pend.Miskin

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1.021E7 1138727.693 8.970 .012

Jlh.Penduduk -.734 .089 -1.164 -8.234 .014 .345 2.899

Indeks Komposit 853186.804 360531.922 .237 2.366 .142 .685 1.459

RTS Raskin .666 .140 .628 4.750 .042 .394 2.539


(4)

Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 1.4696E6 2.0005E6 1.6918E6 2.03797E5 6

Std. Predicted Value -1.091 1.515 .000 1.000 6

Standard Error of Predicted Value

18682.885 37809.688 30416.988 7093.988 6

Adjusted Predicted Value 1.4033E6 2.1174E6 1.6371E6 2.58911E5 6

Residual -34510.64844 32828.53516 .00000 24088.96497 6

Std. Residual -.906 .862 .000 .632 6

Stud. Residual -1.409 1.384 .076 1.226 6

Deleted Residual -1.37765E5 4.36895E5 54722.09659 2.02038E5 6

Stud. Deleted Residual -11.673 4.771 -1.939 6.110 6

Mahal. Distance .370 4.094 2.500 1.392 6

Cook's Distance .010 32.415 6.063 12.950 6

Centered Leverage Value .074 .819 .500 .278 6


(5)

(6)