Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
2.2 Kajian Teoretis
Bagian ini terdiri dari teori-teori yang digunakan dalam penelitian mengenai pemilihan bahasa oleh mahasiwa asing di Kota Bandung. Adapun teori-
teori tersebut adalah sebagai berikut.
2.2.1 Keanekabahasaan Multilingualisme
Keanekabahasaan atau multilingualisme mengacu pada kemampuan berbahasa penutur atau masyarakat tutur dalam menggunakan lebih dari dua
bahasa. Para penutur suatu bahasa berada dalam posisi yang lebih kuat pada saat bahasanya digunakan untuk komunikasi nasional atau internasional, atau untuk
pemerintahan, atau untuk perdagangan dan komersil, atau untuk pendidikan Spolsky dalam Rostika.
Fasold 1984: 8 mengatakan multilingualisme dapat dipandang paling tidak sebagai solusi sementara terhadap konflik nationist-nationalist dalam
kebijakan bahasa language policy. Misalnya, dalam pendidikan terdapat konflik antara pemakaian bahasa daerah sebagai bahasa pengantar karena alasan-alasan
efisiensi kebangsaan dengan pemakaian bahasa nasional karena alasan-alasan persatuan. Hal ini dapat diselesaikan dengan menggunakan bahasa daerah untuk
pendidikan awal, kemudian diganti dengan bahasa nasional untuk pendidikan yang lebih tinggi.
Fasold 1984: 8 juga menambahkan pada level individu, multilingualisme berfungsi sebagai sumber interaksi bagi para penutur multilingual. Misalnya,
suatu bahasa biasanya digunakan sebagai bahasa pada lingkungan rumah dan untuk berbicara dengan teman akrab, sedangkan bahasa lainnya digunakan untuk
melakukan bisnis dengan lembaga-lembaga pemerintahan. Hal ini bisa terjadi pada masyarakat lingual yang cenderung menggunakan bahasa-bahasa atau
ragam-ragam bahasa berbeda dalam kesehariannya.
Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
2.2.2 Ihwal Pemilihan Bahasa
Pemilihan bahasa dalam suatu peristiwa tutur bukanlah hal yang mudah Fasold, 1984:180, yakni memilih sebuah bahasa secara keseluruhan whole
language dalam sebuah peristiwa komunikasi. Seseorang yang merupakan dwibahasawan atau multibahasawan tentu akan berpikir untuk memilih bahasa
apa yang akan digunakan ketika berbicara kepada orang lain dalam peristiwa komunikasi.
Dalam tesisnya yang berjudul “Pemilihan Bahasa Dalam Masyarakat
Sunda: Studi Kasus Di Kelurahan Isola, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung”, Fasya 2009 menyebutkan bahwa terdapat tiga kategori pemilihan dalam
pemilihan bahasa. Tiga kategori pemilihan tersebut adalah. Pertama, dengan memilih satu variasi dari bahasa yang sama intra
language variation. Apabila seorang penutur bahasa Jawa berbicara kepada orang lain dengan menggunakan bahasa Jawa krama, misalnya, ia telah
melakukan pemilihan bahasa kategori pertama ini. Kedua, dengan melakukan alih kode code switching, artinya
menggunakan satu bahasa pada satu keperluan dan menggunakan bahasa yang lain pada keperluan lain dalam satuperistiwa komunikasi.
Ketiga, dengan melakukan campur kode code mixing, artinya menggunakan satu bahasa tertentu dengan bercampur serpihan-serpihan dari
bahasa lain. Dengan demikian, di dalam masyarakat multibahasa terdapat bermacam-
macam kode, yang antara lain berupa dialek, sosiolek, serta gaya yang digunakan dalam berkomunikasi. Dengan adanya kode-kode tersebut, penutur dalam
lingkungan tutur tersebut akan menggunakan kode sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan cara mengubah variasi penggunaan bahasanya.
2.2.2.1 Alih Kode
Fasol, Ralph 1984 mengemukakan bahwa masalah pertama yang dapat dipertimbangkan mengenai pemilihan bahasa adalah bahasa secara keseluruhan.
Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Kita dapat membayangkan seseorang yang berbicara dua bahasa atau lebih dan harus memilih bahasa yang mana yang akan digunakan. Bermacam-macam
pemilihan yang harus kita hadapi seperti ini disebut dengan alih kode atau code- switching Laosa 1975; Greenfield 1972; Herman 1968; Sankooff 1980, dalam
Fasold 1984. Beberapa faktor yang menyebabkan alih kode menurut Suwito 1996: 85-
87 antara lain ialah. 1
Penutur, seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya, mengubah situasi dari resmi menjadi
tidak resmi, atau sebaliknya. 2
Mitra tutur, mitra tutur yang latar belakan kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan apabila mitra tutur
berlatar belakang kebahasaan yang berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa.
3 Hadirnya penutur ketiga untuk menetralisasi situasi dan menghormati
kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaaan mereka berbeda.
4 Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam
menentukan alih kode. Misalnya, pokok pembicaraan yang bersifat formal para penuturnya akan menggunakan ragam baku dan pokok pembicaraan
informal disampaikan dengan ragam santai. 5
Untuk membangkitkan rasa humor biasanya dilakukan alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara.
6 Untuk sekadar bergengsi, walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan
faktor sosio-situasional tidak mengharapkan adanya alih kode. Sebagian penutur ada yang beralih kode sekadar untuk bergengsi.
2.2.2.2 Campur Kode
Berbeda dengan alih kode atau code-switching, campur kode atau code- mixing adalah kondisi di mana serpihan-serpihan suatu bahasa digunakan pada
saat penutur pada dasarnya sedang menggunakan bahasa yang lain. Serpihan-
Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
serpihan bahasa tersebut bisa berbentuk kata-kata, tetapi bisa juga dalam bentuk frasa atau unit-unit yang lebih besar Gumperz 1977; Parasher 1980; Hill and Hill
1980, dalam Fasold 1984.
2.2.3 Ihwal Peristiwa Tutur
Yang dimaksud dengan peristiwa tutur atau speech event adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang
melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu Chaer dan Agustina, 2004: 47. Jadi,
interaksi antara pedagang dan ibu di warung menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya bisa disebut peristiwa tutur. Peristiwa lain sebagai contoh, yakni
sidang di pengadilan, khotbah di masjid, diskusi di ruang rapat, dan sebagainya merupakan peristiwa tutur. Akan tetapi, percakapan yang pokok percakapannya
tidak menentu, tanpa tujuan, dilakukan oleh orang-orang yang tidak sengaja untuk bercakap-cakap, dan menggunakan ragam bahasa yang berganti-ganti secara
sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur.
2.2.3.1 Komponen Tutur
Sebuah peristiwa tutur menurut Dell Hymes dalam Chaer dan Agustina, 2004: 48-49 harus memenuhi delapan komponen. Komponen-komponen
tersebut, bila huruf-huruf awalnya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Adapun penjelasan dari masing-masing komponen tersebut adalah.
Setting and scene latar dan suasana tutur, setting atau latar mengacu pada
waktu dan tempat sebuah peristiwa tutur yang pada umumnya berupa lingkungan fisik. Untuk cerita tentang sebuah keluarga, ruangan keluarga bisa menjadi sebuah
latar. Scene atau suasana merupakan latar psikologis atau definisi budaya dari sebuah suasana. Waktu, tempat, dan situasi berbeda dapat menyebabkan
penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di tengah konser yang bising tentu akan berbeda dengan pembicaraan di dalam perpustakaan yang sunyi. Di
Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
dalam konser kita bisa berbicara keras-keras, tapi di perpustakaan harus berbicara dengan suara pelan.
Participants peserta tutur, partisipan mengacu pada penutur dan petutur
atau pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan. Partisipan bisa seorang pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima
pesan. Dua orang yang sedang berbincang dapat berganti peran sebagai pemberi atau penerima pesan, sedangkan seorang ustaz yang sedang memberi ceramah
tidak dapat bertukar peran, ustaz sebagai pemberi dan jamaan sebagai penerima.
Ends tujuan tutur, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Seorang
bibi bercerita tentang nenek mungkin bertujuan untuk menghibur petutur, memberikan pelajaran pelajaran kepada keponakannya, dan menghormati nenek.
Act sequence topikurutan tutur, mengacu pada pesan dan urutan
peristiwa. Cerita seorang bibi mungkin saja dimulai dengan sebuah acara penghormatan untuk nenek. Alur dan pengembangan cerita memiliki urutan yang
telah disusun oleh penutur. Dalam peristiwa tutur di pengadilan bertujuan untuk menyelesaikan suatu kasus, namun para partisipan dalam ruangan itu memiliki
tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan terdakwa tidak bersalah.
Keys nada tutur, mengacu pada nada atau tone, cara, dan semangat
dimana suatu pesan disampaikan. Seperti dituturkan dengan senang hati, dengan singkat, dengan serius, dengan mengejek, dengan memuji, dan sebagainya.
Instrumentalities sarana tutur, mengacu pada jalur bahasa yang
digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Sarana tutur ini juga dapat mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek,
fragam, atau register.
Norms norma-norma tutur, mengacu pada norma atau aturan dalam
berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya. Juga mengacu pada penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.
Genre jenis tutur, mengacu pada jenis ujaran atau jenis bentuk
penyampaian, seperti doa, narasi, puisi, pepatah, dan sebagainya.
Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Komponen tutur yang diajukan oleh Hymes, dalam rumusan lain tidak berbeda dengan yang disebutkan oleh Fishman. Fishman dalam Chaer dan
Agustina, 2004 menyebut pokok pembicaraan sosiolinguistik, yaitu „who to
speak, what language, to whom, whenm and what end‟.
2.2.3.2 Ranah Tutur
Konsep ranah atau biasa disebut domain, pertama kali diperkenalkan oleh Fishman 1972 dalam usahanya untuk menjelaskan lingkunagn sosial dari situasi
interaksi yang ditandai dengan penggunaan bahasa dalam masyarakat multilingual. Banyak peneliti menggunakan konsep ranah dalam penelitiannya
mengenai pemilihan bahasa. Salah satunya yakni Greenfield yang memandang ranah dari tiga komponen, yaitu orang, tempat, dan topik.
Konsep ranah dalam penelitian ini merujuk pada penelitian Parasher yang menggambarkan ranah dalam bentuk seperangkat situasi. Parasher 1980 dalam
Sumasono dan Partana 2004: 206-207 mengemukakan situasi-situasi yang diajukan pada para informannya. Misalnya ranah kekariban digambarkan dengan
situasi situasi berikut: 1 bercakap-cakap dengan teman dan kenalan;
2 bercakap-cakap dengan orang-orang di klab dan tempat-tempat pertemuan umum
3 memperkenalkan teman kepada orang lain; 4 membicarakan masalah pribadi dengan teman atau kolega, berdebat dengan
teman atau kolega dalam diskusi hangat. Peneliti mengadaptasi gambaran ranah dalam bentuk seperangkat situasi
milik Parasher 1980 menjadi seperti berikut: 1
ketika berbicara dengan orang Indonesia di dalam kelas, di luar kelas, dan di perjalanan;
2 ketika berbicara dengan warga negara asing lain beda negara di kelas, di luar
kelas, di perjalanan, dan di tempat tinggal;
Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
3 ketika berbicara dengan teman satu negara di kampus, di perjalanan, dan di
tempat tinggal; 4
ketika berbicara dengan dosen di kelas, di luar kelas, dan di perjalanan; 5
ketika berbicara dengan petugas imigrasi di kantor imigrasi; 6
ketika berbelanja atau membeli sesuatu di warung dan di mall; 7
ketika memesan makanan di rumah makan, dan 8
ketika berdoa.
2.2.4 Variasi Kode Bahasa
Menurut sudut pandang sosiolinguistik, penggunaan variasi kode bahasa dalam masyarakat multibahasa merupakan gejala yang sangat menarik untuk
dikaji. Kode biasanya berbentuk varian bahasa yang secara nyata dipakai untuk berkomunikasi antaranggota suatu masyarakat bahasa Poedjosoedarmo,
1978:30. Fasya 2009 mengatakan bahwa kode mengacu pada suatu sistem tutur
yang dalam penerapannya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan mitra tutur, dan situasi tutur yang ada. Penjelasan
mengenai kode juga diberikan oleh Wardhaugh 1994: 99, ‘…that the particular
dialect or language one chooses to use on any occasion is a code, a system used communication between two or more parties’. Kode sebagai sebuah sistem yang
digunakan untuk berkomunikasi antara dua penutur atau lebih yang berupa sebuah dialek atau bahasa tertentu.
Seorang multibahasawan memiliki kemampuan berbincang dengan bermacam-macam kode. Akibatnya, seorang multibahasawan akan menggunakan
kode sesuai dengan faktor yang memengaruhinya dengan cara mengubah variasi penggunaan bahasanya. Seperti yang diakatakan Wardhaugh 1994, masyarakat
bilingual atau multilingual dihadapkan pada masalah untuk memilih sebuah kode dapat berupa dialek atau bahasa.
Rahardi 2010, 69-87 membagi wujud variasi kode ke dalam empat wujud, yaitu kode yang berwujud bahasa, kode yang berwujud tingkat tutur, kode
Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
yang berwujud ragam, dan kode yang berwujud dialek. Berikut penjelasan mengenai kode yang berwujud bahasa.
Kode yang berwujud bahasa merupakan variasi bahasa yang dibedakan oleh penggunaan kode bahasa tuturan. Dalam penelitian ini terdapat tiga kode
dasar yang digunakan, yaitu kode bahasa Indonesia, bahasa Turki, dan bahasa Inggris.
Contoh : 1 tadi aku harus ke imigrasi ada kabar mendadak 2 nasil?
„bagaimana?‟ 3 yes, I can
„ya, saya bisa‟ Kode pertama merupakan tuturan yang menggunakan kode bahasa
Indonesia, tuturan yang kedua menggunakan kode bahasa Turki, dan yang terakhir menggunakan kode bahasa Inggris.
2.2.4.1 Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak dulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara lingua franca bukan saja di
Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara Arifin dan Tasai, 2009. Bahasa Melayu sendiri termasuk ke dalam rumpun Austronesia.
Mengingat terdapat banyak bahasa daerah di Indonesia, hal ini menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu antarsuku. Bahasa Indonesia juga dipakai
sebagai bahasa pengantar pendidikan. Di Indonesia, bahasa Indonesia menempati kedudukan yang sangat
penting. Seperti tercantum pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia bersifat aglutinatif ditandai dengan adanya penambahan imbuhan pada akar kata yang mengakibatkan perubahan makna. Contoh kalimat
dalam bahasa Indonesia: Anisa merupakan seorang pelajar SMA.
Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
2.2.4.2 Bahasa Turki
Bahasa Turki merupakan bagian dari rumpun Altai. Bahasa Turki
merupakan bahasa yang paling banyak digunakan di Asia Tengah dan pada umumnya diklasifikasikan sebagai bagian dari grup barat daya, atau juga dikenal
sebagai grup Oguz. Bahasa yang memiliki keterkaitan dengan bahasa Turki diantaranya Azerbaijan Azeri, Kazakh, Kyrguz, Tatar, Turkmen, Uighur, Uzbek,
dan masih banyak lainnya, yang digunakan dari Balkan di Asia Tengah hingga China sebelah barat laut dan selatan Siberia.
Bahasa Turki sendiri sendiri seharusnya ditujukan sebagai bahasa yang di gunakan di Negara Turki saja. Bahasa Turki memiliki beberapa dialek. Dialek
dalam bahasa Turki dikelompokan menjadi dua kelompok besar, yaitu dialek barat dan dialek timur. Bahasa Turki bersifat aglutinatif, yaitu memiliki fungsi
gramatikal yang ditinjukan dengan menambahkan berbagai akhiran pada bagian akar kata. Akhiran yang terpisah pada kata benda mengindikasikan baik gender
dan angka, namun tidak ada gramatika yang membedakan gender. Contoh kalimat: Ben Jakartaya gidece
ğim „saya Jakarta ke pergi akan‟
2.2.4.3 Bahasa Inggris
Bahasa Inggris merupakan bahasa yang bersifat fleksi. Dalam bahasa Inggris perubahan kata ditentukan sesuai dengan perbedaan waktu, jenis kelamin,
jumlah, dan sebagainya. Contoh kalimat dalam bahasa Inggris: She will go to Amsterdam tomorrow.
Kirkpatrick 2007: 27 menyebutkan bahasa Inggris diklasifikasikan menjadi 3 bagian sesuai penggunaannya di masing-masing negara, yaitu English
as a native language ENL, English as a second language ESL, dan English as foreign Language EFL.
Pada klasifikasi ini, ENL adalah keadaan dimana kebanyakan penutur di negara yang termasuk ke dalam klasifikasi ini menggunakan bahasa Inggris
Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
sebagai bahasa primer atau bahasa utama. Contoh negara yang berada dalam klasifikasi ENL yaitu, Australia, Kanada, Selandia Baru, Inggris, dan Amerika.
Berbeda dengan ENL, negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi tetapi tidak menggunakannya sebagai bahasa negaranya termasuk
pada klasifikasi ESL. Negara yang masuk ke dalam tipe ini merupakan negara bekas jajahan Inggris atau Amerika. Nigeria, India, Malaysia dan Filipina adalah
contoh negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di negaranya.
Terakhir, pada negara yang penggunaan bahasa Inggrisnya termasuk ke dalam klasifikasi EFL, bahasa Inggris tidak digunakan atau dipakai secara
berlebihan dalam kegiatan sehari-hari. Dalam negara yang termasuk ke dalam tipe EFL, bahasa Inggris dipelajari di sekolah tetapi murid-muridnya tidak memiliki
banyak kesempatan untuk menggunakan bahasa Inggris di luar kelas. Cina, Indonesia, Jepang dan masih banyak negara lain termasuk ke dalam klasifikasi ini.
2.2.5 Fungsi Bahasa
Halliday mengkaji sebuah teori yang mendalam mengenai fungsi-fungsi bahasa. Teori fungsi bahasa tersebut dengan jangkauan yang luas menggali
berbagai fungsi yang lazim dijalankan pada bahasa. Berikut adalah uraian fungsi bahasa yang dikemukakan oleh Halliday Ariez dan Alwasilah, 1996: 17.
1 Fungsi instrumental, yaitu menggunakan bahasa untuk memperoleh sesuatu.
2 Fungsi regulatori, yaitu menggunakan bahasa untuk mengontrol perilaku
orang lain. 3
Fungsi interaksional, yaitu menggunakan bahasa untuk menciptakan interaksi dengan orang lain.
4 Fungsi personal, yaitu menggunakan bahasa untuk mengungkapkan perasaan
dan makna. 5
Fungsi heuristik, yaitu menggunakan bahasa untuk belajar dan menemukan makna.
Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
6 Fungsi imajinatif, yaitu menggunakan bahasa untuk menciptakan dunia
imajinatif. 7
Fungsi representasional, yaitu menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi.
23
Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Universitas Pendidikan Indonesia UPI, tepatnya di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. UPI dipilih karena lokasi ini
paling memungkinkan untuk dijangkau oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Hal ini juga berhubungan dengan subjek yang akan diteliti, yaitu mahasiswa asing
yang sedang melanjutkan jenjang pendidikan S-1 di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2010 dan 2011. Pengambilan data berlangsung pada periode
bulan Juni dan Juli.
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini tidak memandang bahasa dari segi unsur-unsurnya saja, tetapi juga melibatkan fungsi-fungsi di luar bahasa yang berlaku di masyarakat.
Maka dari itu, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau
gambaran sesuatu. Dalam hal ini gambaran mengenai pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing. Dengan metode ini, peneliti berharap dapat memaparkan situasi
kebahasaan atau analisis temuan dengan jelas.
3.3 Definisi Operasional
Pada bagian ini akan diuraikan definisi operasional yang digunakan dalam
penelitian ini. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut.
1. Pemilihan bahasa merupakan keadaan yang harus dihadapi saat mahasiswa
asing yang multilingual dan bukan penutur asli bahasa Indonesia dalam memilih bahasa yang akan digunakannya dalam kegiatan sehari-hari.
Pemilihan bahasa akan dilihat dari peristiwa tutur ditinjau dengan teori