Keanekabahasaan Multilingualisme Fungsi Bahasa

Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2.2 Kajian Teoretis

Bagian ini terdiri dari teori-teori yang digunakan dalam penelitian mengenai pemilihan bahasa oleh mahasiwa asing di Kota Bandung. Adapun teori- teori tersebut adalah sebagai berikut.

2.2.1 Keanekabahasaan Multilingualisme

Keanekabahasaan atau multilingualisme mengacu pada kemampuan berbahasa penutur atau masyarakat tutur dalam menggunakan lebih dari dua bahasa. Para penutur suatu bahasa berada dalam posisi yang lebih kuat pada saat bahasanya digunakan untuk komunikasi nasional atau internasional, atau untuk pemerintahan, atau untuk perdagangan dan komersil, atau untuk pendidikan Spolsky dalam Rostika. Fasold 1984: 8 mengatakan multilingualisme dapat dipandang paling tidak sebagai solusi sementara terhadap konflik nationist-nationalist dalam kebijakan bahasa language policy. Misalnya, dalam pendidikan terdapat konflik antara pemakaian bahasa daerah sebagai bahasa pengantar karena alasan-alasan efisiensi kebangsaan dengan pemakaian bahasa nasional karena alasan-alasan persatuan. Hal ini dapat diselesaikan dengan menggunakan bahasa daerah untuk pendidikan awal, kemudian diganti dengan bahasa nasional untuk pendidikan yang lebih tinggi. Fasold 1984: 8 juga menambahkan pada level individu, multilingualisme berfungsi sebagai sumber interaksi bagi para penutur multilingual. Misalnya, suatu bahasa biasanya digunakan sebagai bahasa pada lingkungan rumah dan untuk berbicara dengan teman akrab, sedangkan bahasa lainnya digunakan untuk melakukan bisnis dengan lembaga-lembaga pemerintahan. Hal ini bisa terjadi pada masyarakat lingual yang cenderung menggunakan bahasa-bahasa atau ragam-ragam bahasa berbeda dalam kesehariannya. Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2.2.2 Ihwal Pemilihan Bahasa

Pemilihan bahasa dalam suatu peristiwa tutur bukanlah hal yang mudah Fasold, 1984:180, yakni memilih sebuah bahasa secara keseluruhan whole language dalam sebuah peristiwa komunikasi. Seseorang yang merupakan dwibahasawan atau multibahasawan tentu akan berpikir untuk memilih bahasa apa yang akan digunakan ketika berbicara kepada orang lain dalam peristiwa komunikasi. Dalam tesisnya yang berjudul “Pemilihan Bahasa Dalam Masyarakat Sunda: Studi Kasus Di Kelurahan Isola, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung”, Fasya 2009 menyebutkan bahwa terdapat tiga kategori pemilihan dalam pemilihan bahasa. Tiga kategori pemilihan tersebut adalah. Pertama, dengan memilih satu variasi dari bahasa yang sama intra language variation. Apabila seorang penutur bahasa Jawa berbicara kepada orang lain dengan menggunakan bahasa Jawa krama, misalnya, ia telah melakukan pemilihan bahasa kategori pertama ini. Kedua, dengan melakukan alih kode code switching, artinya menggunakan satu bahasa pada satu keperluan dan menggunakan bahasa yang lain pada keperluan lain dalam satuperistiwa komunikasi. Ketiga, dengan melakukan campur kode code mixing, artinya menggunakan satu bahasa tertentu dengan bercampur serpihan-serpihan dari bahasa lain. Dengan demikian, di dalam masyarakat multibahasa terdapat bermacam- macam kode, yang antara lain berupa dialek, sosiolek, serta gaya yang digunakan dalam berkomunikasi. Dengan adanya kode-kode tersebut, penutur dalam lingkungan tutur tersebut akan menggunakan kode sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan cara mengubah variasi penggunaan bahasanya.

2.2.2.1 Alih Kode

Fasol, Ralph 1984 mengemukakan bahwa masalah pertama yang dapat dipertimbangkan mengenai pemilihan bahasa adalah bahasa secara keseluruhan. Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Kita dapat membayangkan seseorang yang berbicara dua bahasa atau lebih dan harus memilih bahasa yang mana yang akan digunakan. Bermacam-macam pemilihan yang harus kita hadapi seperti ini disebut dengan alih kode atau code- switching Laosa 1975; Greenfield 1972; Herman 1968; Sankooff 1980, dalam Fasold 1984. Beberapa faktor yang menyebabkan alih kode menurut Suwito 1996: 85- 87 antara lain ialah. 1 Penutur, seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya, mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi, atau sebaliknya. 2 Mitra tutur, mitra tutur yang latar belakan kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan apabila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan yang berbeda cenderung alih kode berupa alih bahasa. 3 Hadirnya penutur ketiga untuk menetralisasi situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaaan mereka berbeda. 4 Pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan alih kode. Misalnya, pokok pembicaraan yang bersifat formal para penuturnya akan menggunakan ragam baku dan pokok pembicaraan informal disampaikan dengan ragam santai. 5 Untuk membangkitkan rasa humor biasanya dilakukan alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara. 6 Untuk sekadar bergengsi, walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak mengharapkan adanya alih kode. Sebagian penutur ada yang beralih kode sekadar untuk bergengsi.

2.2.2.2 Campur Kode

Berbeda dengan alih kode atau code-switching, campur kode atau code- mixing adalah kondisi di mana serpihan-serpihan suatu bahasa digunakan pada saat penutur pada dasarnya sedang menggunakan bahasa yang lain. Serpihan- Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu serpihan bahasa tersebut bisa berbentuk kata-kata, tetapi bisa juga dalam bentuk frasa atau unit-unit yang lebih besar Gumperz 1977; Parasher 1980; Hill and Hill 1980, dalam Fasold 1984.

2.2.3 Ihwal Peristiwa Tutur

Yang dimaksud dengan peristiwa tutur atau speech event adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu Chaer dan Agustina, 2004: 47. Jadi, interaksi antara pedagang dan ibu di warung menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya bisa disebut peristiwa tutur. Peristiwa lain sebagai contoh, yakni sidang di pengadilan, khotbah di masjid, diskusi di ruang rapat, dan sebagainya merupakan peristiwa tutur. Akan tetapi, percakapan yang pokok percakapannya tidak menentu, tanpa tujuan, dilakukan oleh orang-orang yang tidak sengaja untuk bercakap-cakap, dan menggunakan ragam bahasa yang berganti-ganti secara sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur.

2.2.3.1 Komponen Tutur

Sebuah peristiwa tutur menurut Dell Hymes dalam Chaer dan Agustina, 2004: 48-49 harus memenuhi delapan komponen. Komponen-komponen tersebut, bila huruf-huruf awalnya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Adapun penjelasan dari masing-masing komponen tersebut adalah. Setting and scene latar dan suasana tutur, setting atau latar mengacu pada waktu dan tempat sebuah peristiwa tutur yang pada umumnya berupa lingkungan fisik. Untuk cerita tentang sebuah keluarga, ruangan keluarga bisa menjadi sebuah latar. Scene atau suasana merupakan latar psikologis atau definisi budaya dari sebuah suasana. Waktu, tempat, dan situasi berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di tengah konser yang bising tentu akan berbeda dengan pembicaraan di dalam perpustakaan yang sunyi. Di Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu dalam konser kita bisa berbicara keras-keras, tapi di perpustakaan harus berbicara dengan suara pelan. Participants peserta tutur, partisipan mengacu pada penutur dan petutur atau pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan. Partisipan bisa seorang pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima pesan. Dua orang yang sedang berbincang dapat berganti peran sebagai pemberi atau penerima pesan, sedangkan seorang ustaz yang sedang memberi ceramah tidak dapat bertukar peran, ustaz sebagai pemberi dan jamaan sebagai penerima. Ends tujuan tutur, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Seorang bibi bercerita tentang nenek mungkin bertujuan untuk menghibur petutur, memberikan pelajaran pelajaran kepada keponakannya, dan menghormati nenek. Act sequence topikurutan tutur, mengacu pada pesan dan urutan peristiwa. Cerita seorang bibi mungkin saja dimulai dengan sebuah acara penghormatan untuk nenek. Alur dan pengembangan cerita memiliki urutan yang telah disusun oleh penutur. Dalam peristiwa tutur di pengadilan bertujuan untuk menyelesaikan suatu kasus, namun para partisipan dalam ruangan itu memiliki tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan terdakwa tidak bersalah. Keys nada tutur, mengacu pada nada atau tone, cara, dan semangat dimana suatu pesan disampaikan. Seperti dituturkan dengan senang hati, dengan singkat, dengan serius, dengan mengejek, dengan memuji, dan sebagainya. Instrumentalities sarana tutur, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Sarana tutur ini juga dapat mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, dialek, fragam, atau register. Norms norma-norma tutur, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya. Juga mengacu pada penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. Genre jenis tutur, mengacu pada jenis ujaran atau jenis bentuk penyampaian, seperti doa, narasi, puisi, pepatah, dan sebagainya. Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Komponen tutur yang diajukan oleh Hymes, dalam rumusan lain tidak berbeda dengan yang disebutkan oleh Fishman. Fishman dalam Chaer dan Agustina, 2004 menyebut pokok pembicaraan sosiolinguistik, yaitu „who to speak, what language, to whom, whenm and what end‟.

2.2.3.2 Ranah Tutur

Konsep ranah atau biasa disebut domain, pertama kali diperkenalkan oleh Fishman 1972 dalam usahanya untuk menjelaskan lingkunagn sosial dari situasi interaksi yang ditandai dengan penggunaan bahasa dalam masyarakat multilingual. Banyak peneliti menggunakan konsep ranah dalam penelitiannya mengenai pemilihan bahasa. Salah satunya yakni Greenfield yang memandang ranah dari tiga komponen, yaitu orang, tempat, dan topik. Konsep ranah dalam penelitian ini merujuk pada penelitian Parasher yang menggambarkan ranah dalam bentuk seperangkat situasi. Parasher 1980 dalam Sumasono dan Partana 2004: 206-207 mengemukakan situasi-situasi yang diajukan pada para informannya. Misalnya ranah kekariban digambarkan dengan situasi situasi berikut: 1 bercakap-cakap dengan teman dan kenalan; 2 bercakap-cakap dengan orang-orang di klab dan tempat-tempat pertemuan umum 3 memperkenalkan teman kepada orang lain; 4 membicarakan masalah pribadi dengan teman atau kolega, berdebat dengan teman atau kolega dalam diskusi hangat. Peneliti mengadaptasi gambaran ranah dalam bentuk seperangkat situasi milik Parasher 1980 menjadi seperti berikut: 1 ketika berbicara dengan orang Indonesia di dalam kelas, di luar kelas, dan di perjalanan; 2 ketika berbicara dengan warga negara asing lain beda negara di kelas, di luar kelas, di perjalanan, dan di tempat tinggal; Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3 ketika berbicara dengan teman satu negara di kampus, di perjalanan, dan di tempat tinggal; 4 ketika berbicara dengan dosen di kelas, di luar kelas, dan di perjalanan; 5 ketika berbicara dengan petugas imigrasi di kantor imigrasi; 6 ketika berbelanja atau membeli sesuatu di warung dan di mall; 7 ketika memesan makanan di rumah makan, dan 8 ketika berdoa.

2.2.4 Variasi Kode Bahasa

Menurut sudut pandang sosiolinguistik, penggunaan variasi kode bahasa dalam masyarakat multibahasa merupakan gejala yang sangat menarik untuk dikaji. Kode biasanya berbentuk varian bahasa yang secara nyata dipakai untuk berkomunikasi antaranggota suatu masyarakat bahasa Poedjosoedarmo, 1978:30. Fasya 2009 mengatakan bahwa kode mengacu pada suatu sistem tutur yang dalam penerapannya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan mitra tutur, dan situasi tutur yang ada. Penjelasan mengenai kode juga diberikan oleh Wardhaugh 1994: 99, ‘…that the particular dialect or language one chooses to use on any occasion is a code, a system used communication between two or more parties’. Kode sebagai sebuah sistem yang digunakan untuk berkomunikasi antara dua penutur atau lebih yang berupa sebuah dialek atau bahasa tertentu. Seorang multibahasawan memiliki kemampuan berbincang dengan bermacam-macam kode. Akibatnya, seorang multibahasawan akan menggunakan kode sesuai dengan faktor yang memengaruhinya dengan cara mengubah variasi penggunaan bahasanya. Seperti yang diakatakan Wardhaugh 1994, masyarakat bilingual atau multilingual dihadapkan pada masalah untuk memilih sebuah kode dapat berupa dialek atau bahasa. Rahardi 2010, 69-87 membagi wujud variasi kode ke dalam empat wujud, yaitu kode yang berwujud bahasa, kode yang berwujud tingkat tutur, kode Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu yang berwujud ragam, dan kode yang berwujud dialek. Berikut penjelasan mengenai kode yang berwujud bahasa. Kode yang berwujud bahasa merupakan variasi bahasa yang dibedakan oleh penggunaan kode bahasa tuturan. Dalam penelitian ini terdapat tiga kode dasar yang digunakan, yaitu kode bahasa Indonesia, bahasa Turki, dan bahasa Inggris. Contoh : 1 tadi aku harus ke imigrasi ada kabar mendadak 2 nasil? „bagaimana?‟ 3 yes, I can „ya, saya bisa‟ Kode pertama merupakan tuturan yang menggunakan kode bahasa Indonesia, tuturan yang kedua menggunakan kode bahasa Turki, dan yang terakhir menggunakan kode bahasa Inggris.

2.2.4.1 Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahasa Melayu yang sejak dulu sudah dipakai sebagai bahasa perantara lingua franca bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara Arifin dan Tasai, 2009. Bahasa Melayu sendiri termasuk ke dalam rumpun Austronesia. Mengingat terdapat banyak bahasa daerah di Indonesia, hal ini menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu antarsuku. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa pengantar pendidikan. Di Indonesia, bahasa Indonesia menempati kedudukan yang sangat penting. Seperti tercantum pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia bersifat aglutinatif ditandai dengan adanya penambahan imbuhan pada akar kata yang mengakibatkan perubahan makna. Contoh kalimat dalam bahasa Indonesia: Anisa merupakan seorang pelajar SMA. Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2.2.4.2 Bahasa Turki

Bahasa Turki merupakan bagian dari rumpun Altai. Bahasa Turki merupakan bahasa yang paling banyak digunakan di Asia Tengah dan pada umumnya diklasifikasikan sebagai bagian dari grup barat daya, atau juga dikenal sebagai grup Oguz. Bahasa yang memiliki keterkaitan dengan bahasa Turki diantaranya Azerbaijan Azeri, Kazakh, Kyrguz, Tatar, Turkmen, Uighur, Uzbek, dan masih banyak lainnya, yang digunakan dari Balkan di Asia Tengah hingga China sebelah barat laut dan selatan Siberia. Bahasa Turki sendiri sendiri seharusnya ditujukan sebagai bahasa yang di gunakan di Negara Turki saja. Bahasa Turki memiliki beberapa dialek. Dialek dalam bahasa Turki dikelompokan menjadi dua kelompok besar, yaitu dialek barat dan dialek timur. Bahasa Turki bersifat aglutinatif, yaitu memiliki fungsi gramatikal yang ditinjukan dengan menambahkan berbagai akhiran pada bagian akar kata. Akhiran yang terpisah pada kata benda mengindikasikan baik gender dan angka, namun tidak ada gramatika yang membedakan gender. Contoh kalimat: Ben Jakartaya gidece ğim „saya Jakarta ke pergi akan‟

2.2.4.3 Bahasa Inggris

Bahasa Inggris merupakan bahasa yang bersifat fleksi. Dalam bahasa Inggris perubahan kata ditentukan sesuai dengan perbedaan waktu, jenis kelamin, jumlah, dan sebagainya. Contoh kalimat dalam bahasa Inggris: She will go to Amsterdam tomorrow. Kirkpatrick 2007: 27 menyebutkan bahasa Inggris diklasifikasikan menjadi 3 bagian sesuai penggunaannya di masing-masing negara, yaitu English as a native language ENL, English as a second language ESL, dan English as foreign Language EFL. Pada klasifikasi ini, ENL adalah keadaan dimana kebanyakan penutur di negara yang termasuk ke dalam klasifikasi ini menggunakan bahasa Inggris Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu sebagai bahasa primer atau bahasa utama. Contoh negara yang berada dalam klasifikasi ENL yaitu, Australia, Kanada, Selandia Baru, Inggris, dan Amerika. Berbeda dengan ENL, negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi tetapi tidak menggunakannya sebagai bahasa negaranya termasuk pada klasifikasi ESL. Negara yang masuk ke dalam tipe ini merupakan negara bekas jajahan Inggris atau Amerika. Nigeria, India, Malaysia dan Filipina adalah contoh negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di negaranya. Terakhir, pada negara yang penggunaan bahasa Inggrisnya termasuk ke dalam klasifikasi EFL, bahasa Inggris tidak digunakan atau dipakai secara berlebihan dalam kegiatan sehari-hari. Dalam negara yang termasuk ke dalam tipe EFL, bahasa Inggris dipelajari di sekolah tetapi murid-muridnya tidak memiliki banyak kesempatan untuk menggunakan bahasa Inggris di luar kelas. Cina, Indonesia, Jepang dan masih banyak negara lain termasuk ke dalam klasifikasi ini.

2.2.5 Fungsi Bahasa

Halliday mengkaji sebuah teori yang mendalam mengenai fungsi-fungsi bahasa. Teori fungsi bahasa tersebut dengan jangkauan yang luas menggali berbagai fungsi yang lazim dijalankan pada bahasa. Berikut adalah uraian fungsi bahasa yang dikemukakan oleh Halliday Ariez dan Alwasilah, 1996: 17. 1 Fungsi instrumental, yaitu menggunakan bahasa untuk memperoleh sesuatu. 2 Fungsi regulatori, yaitu menggunakan bahasa untuk mengontrol perilaku orang lain. 3 Fungsi interaksional, yaitu menggunakan bahasa untuk menciptakan interaksi dengan orang lain. 4 Fungsi personal, yaitu menggunakan bahasa untuk mengungkapkan perasaan dan makna. 5 Fungsi heuristik, yaitu menggunakan bahasa untuk belajar dan menemukan makna. Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 6 Fungsi imajinatif, yaitu menggunakan bahasa untuk menciptakan dunia imajinatif. 7 Fungsi representasional, yaitu menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi. 23 Indira Fitri Apriani, 2014 PEMILIHAN BAHASA OLEH MAHASISWA ASING DI PERGURUAN TINGGI KOTA BANDUNG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Universitas Pendidikan Indonesia UPI, tepatnya di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. UPI dipilih karena lokasi ini paling memungkinkan untuk dijangkau oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Hal ini juga berhubungan dengan subjek yang akan diteliti, yaitu mahasiswa asing yang sedang melanjutkan jenjang pendidikan S-1 di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2010 dan 2011. Pengambilan data berlangsung pada periode bulan Juni dan Juli.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini tidak memandang bahasa dari segi unsur-unsurnya saja, tetapi juga melibatkan fungsi-fungsi di luar bahasa yang berlaku di masyarakat. Maka dari itu, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Dalam hal ini gambaran mengenai pemilihan bahasa oleh mahasiswa asing. Dengan metode ini, peneliti berharap dapat memaparkan situasi kebahasaan atau analisis temuan dengan jelas.

3.3 Definisi Operasional

Pada bagian ini akan diuraikan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut. 1. Pemilihan bahasa merupakan keadaan yang harus dihadapi saat mahasiswa asing yang multilingual dan bukan penutur asli bahasa Indonesia dalam memilih bahasa yang akan digunakannya dalam kegiatan sehari-hari. Pemilihan bahasa akan dilihat dari peristiwa tutur ditinjau dengan teori