13 Perbedaan ini tidak pelak memunculkan perbedaan dengan Sunni dalam persoalan
keaqidahan maupun kefiqihan.
19
Dengan memakai epistimologinya sendiri, Syiah juga memiliki jalur periwayatan sendiri sehingga kitab rijalnya juga berbeda dengan Sunni. Perbedaan
metodologi periwayatan ini berimplikasi pada penerimaan dan penggunaannya. Persoalan periwayatan di kalangan Syiah ini penting dikaji untuk
mengetahui metodologi yang dipakai dalam menentukan keotentikan sebuah hadits. Penilitian ini akan mengelaborasi metodologi tersebut, untuk kemudian
memberikan kritik yang proporsional dan konklusi yang memadai.
B. Definisi Operasional
Untuk menghindari perbedaan persepsi terhadap fokus permasalahan dalam penelitian ini perlu ditegaskan beberapa definisi kunci sebagai berikut:
1. Hadits
Dari segi bahasa memiliki arti yang baru. Ia merupakan kata jama‟ yang dibuat dengan tidak mengikut kaedah qias. Dari segi istilah mempunyai
pengertian setiap perkara yang disandarkan kepada Rasulullah SAW baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, pengakuan atau sifat.
20
2. Sanad atau Periwayatan
Dari segi bahasa, sanad mempunyai arti yang dipegang. Dinamakan begitu karena hadis itu disandarkan kepada al-Sanad dan berpegang kepadanya. Sedang
dari segi istilah, sanad memiliki pengertian urutan jalur perawi-perawi sehingga
19
Luthfullah al-Shafi, Awa‟il al
-Maqalat fi al-Madzahib al-Mukhtarat
:. al- Mathba‟ah al-„Ilmiyyah Qum.
cet.1, 1398 H, hal. 142.
20
Mahmud Thahhan,
Taisir Musthalah al-Hadits
, hal. 14
14 sampai kepada matan.
21
Maksudnya adalah jalan yang bersambung sampai kepada
matan, rawi-rawi
yang meriwayatkan
matan hadits
dan menyampaikannya. Sanad dimulai dari rawi yang awal sebelum pencatat hadits
dan berakhir pada orang sebelum Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam yakni sahabat. Misalnya al-Bukhari meriwayatkan satu hadits, maka al-Bukhari
dikatakan mukharrij atau mudawwin yang mengeluarkan hadits atau yang mencatat hadits. Rawi yang sebelum al-Bukhari dikatakan awal sanad,
sedangkan sahabat yang meriwayatkan hadits itu dikatakan akhir sanad. 3.
Rawi atau Al Musnid Orang yang meriwayatkan hadits dengan menyebut sanadnya. Apakah ia
memahaminya atau semata-mata meriwayatkan.
22
4. Syiah
Secara etimologi, kata Syiah dalam bahasa Arab berarti pengikut atau pendukung. Sementara dalam kajian sekte-sekte Islam, secara terminologis berarti
orang-orang yang mendukung Sayyidina Ali secara khusus. Terminologi Syiah dalam Islam berupa
firqah
atau golongan yang tidak terlepas dari dimensi kesejarahan Islam. Ia merupakan istilah untuk para pecinta
dan pengikut sahabat dan kerabat Rasul SAW yaitu Ali r.a. yang kemudian ber- evolusi karena gejolak-gejolak politik.
Dalam perjalanannya, Syiah kemudian terpecah menjadi beberapa kelompok besar yang selanjutnya dari kelompok ini muncul lagi kelompok-
kelompok yang tidak sedikit jumlahnya.
21
Ibid. hal. 15
22
Ibid. hal. 15
15 Munculnya berbagai kelompok ini karena diantara mereka terjadi
perbedaan pendapat dalam menentukan siapa yang berhak menjadi Imam setelah meninggalnya Ali bin Abi Thalib.
Misalnya muncul
Syiah Kaisaniyah
yang diambil dari nama mantan pelayan Ali, Mukhtar bin Abi „Ubaid yang juga dipanggil Kaisan. Mereka
meyakini kepemimpinan Muhammad bin Hanafiyah setelah wafatnya Ali. Selain itu ada
Syiah Zaidiyah
yang disebut juga Syi‟ah
Tafdhil
yang keyakinan konsepsi Imamahnya tidak mutlak akan tetapi hanya atas dasar
pengutamaan Ali saja. Ada juga Syiah
Isma‟iliyah yang meyakini Isma‟il putra Ja‟far sebagai Imam yang mutlak sekaligus Imam yang terakhir.
Sedang yang paling besar yaitu Syiah
Imamiyah
atau lebih dikenal
Itsna
„
Asyariyah
, yang berkeyakinan bahwa Ali secara nash dinyatakan mutlak sebagai Imam bukan hanya disebut sifatnya akan tetapi orangnya.
23
Dalam hal ini Ibnu Hazm berpendapat, siapa saja yang berkeyakinan bahwa orang yang paling utama adalah Sayyidan Ali, dan hanya beliau dan
keturunannya saja yang lebih berhak menjadi pemimpin umat Islam Imamah, orang tersebut dapat dikategorikan Syiah.
24
Kaum Syiah
Istna
„
Asyariyah
berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah Imam dan khalifah yang ditetapkan melalui nash wahyu dan wasiat dari
Rasulullah, baik secara terang-terangan maupun implisit. Mereka juga
23
Muhammad bin Abdul Karim al-Syahrastani,
al-Milal wa an-Nihal
, Tahqiq oleh Muhammad Sayid Kilani, Dar al-Makrifah, Beirut, Libanon, cet.3, 1404 H, hal.146
24
Abu Muhammad Ali Ibnu Muhammad ibnu Said Ibnu Hazm al-Andalusi,
al-Fashl fi al-Mihal wa an-Nihal
, Dar al-Jail, Beirut, Libanon tth. juz II hal.107.
16 berkeyakinan bahwa Imamah kepemimpinan tidak boleh keluar dari keturunan
Ali. Apabila Imamah ternyata bukan dari keturunan Ali, berarti ada kezaliman dari pihak lain, atau Imam yang berhak sedang menerapkan konsep taqiyah.
25
Bahkan orang Syiah
Itsna
„
Asyariyah
dengan tegas tidak mengakui kepemimpinan khalifah sebelum Imam Ali. Hal ini dinyatakan oleh al-Mufid,
seorang tokoh Syi‟ah
Itsna
„
Asyariyah
abad ke 5 H w. 413 H1022 M bahwa pengikut Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib atas dasar mencintai dan
meyakini kepemimpinannya Imamah sesudah Rasul SAW tanpa terputus oleh orang lain seperti Abu Bakar dan lainnya. Tidak mengakui keimamahan Imamah
orang sebelumnya Ali sebagai pewaris kedudukan khalifah dan hanya meyakini Ali sebagai pemimpin, bukan mengikuti salah satu dari orang-orang sebelumnya
Abu Bakar, Umar dan Utsman.”
26
Dalam pembahasan ini hanya dibatasi pada Syiah
Imamiyah
atau
Itsna
„
Asyariyah
sebagai mayoritas dari kelompok Syiah.
C. Rumusan Masalah