D. Busana Muslimah Dan AKhlak Pergaulan
Seseorang yang berbusana muslimah identik dengan kesalehan dan ketakwaan. Banyak yang berbusana muslimah tetapi masih buruk akhlaknya
seperti yang melawan orang tuanya, peseta didik yang tidak patuh dengan gurunya, dan sikapnya yang suka meremehkan orang lain, masih suka
menggunjingkan orang lain dan sebagainya. Busana muslimah itu terkait dengan aurat, sedangkan akhlak buruk itu
merupakan sebuah masalah yang harus diselesaikan, dalam arti bukan dengan „tidak berbusana muslimah’. Akhlak buruk dapat diberikan solusi takziyah
nafs, pembersihan atau penyucian diri.
73
Dengan berbusana muslimah sedikit demi sedikit seseorang akan memahami makna budi pekerti yang baik dengan
demikian akan terbentuk akhlak yang baik. Berbusana muslimah bisa mempengaruhi akhlak bagi pemakainya
secara perlahan-lahan dengan cara memahami arti berbusana muslimah itu sendiri bukan karena pengaruh dari lingkungan,
trend fashion
semata. Figur orang berbusana muslimah karena pengaruh dari lingkungan,
trend fashion
dikalangan masyarakat atau peserta didik disekolah seperti :
Pertama
berbusana muslim model kerah V dan mengenakan jilbab yang ditata rapi sedemikian rupa sehingga dapat dimasukan ke dalam baju
atsaannya. Hal seperti itu agak kurang pas, karena meskipun menutupi rambutnya namun jilbab yang ia masukan ke dalam baju muslimnya itu, jilbab
73
Kelompok Kajian
Muslim, Berjilbab
Tetapi Akhlak
Buruk ,
dalam http:ressay.wordpress.com20090213berjilbab-tetapi-akhlak-buruk, 15 november 2015
itu terlalu pendek dan belahan bajunya terlalu rendah, sehingga bagian dada seseorang tadi tidak tertutup semuanya, tetapi ada yang terbuka dan dapat
terlihat oleh semua orang. Figur yang
kedua
adalah seorang wanita dengan memakai busana muslim yang pas di badan sehingga memperlihatkan lekuk tubuhnya, dan ia
juga mengenakan jilbab pendek yang tidak menutupi dadanya. Apakah itu busana muslimah yang benar secara Al-
Qur’an? Kemudian figur yang
ketiga
seorang perempuan yang memakai jilbab pendek yang tidak menutupi dadanya. Tetapi walaupun ia memakai jilbab yang
menutupi rambutnya, namun busananya itu transparan yang dimaksukan ke dalam celana jeans. Kemeja putih transparan artinya kita dapat melihat kulit
dari seorang wanita tersebut.
74
Terus dimana menutup auratnya…? Apakah busana muslimah itu dianggap sebagai
trend and fashion
belaka atau memang belum menyadari kalau berbusana muslimah itu adalah satu perintah dari Allah
Tabarakata wa Ta’aala yang difirmankan dalam Al- Qur’an di surah Al-Ahzab 33 ayat 59:
E
Artinya : Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. yang demikian itu supaya
74
Mulhandy Ibn. Haj., Kusmayadi, dan Amir Taufik, Enam Puluh Satu Tanya Jawab Tentang Jilbab
, Bandung: Espe Press, 1992, h. 50
mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
75
Kata jilbab di dalam ayat tersebut diterangkan bahwa suatu pakaian yang longgar yang menutupi seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan.
Firman Allah Swt dalam Al- Qur’an surat An-Nur 24 ayat 31 yang
memerintahkan kepada mukmin perempuan untuk hendaklah menundukan pandangan mereka, menjaga kehormatan mereka, dan hendaklah mereka
menutupi dada dengan kerudungnya sehingga auratnya tidak terlihat aurat didalamnya termasuk menutupi leher dan dada.
Kembali lagi kepada permasalahan utma, apakah banyak diantara kita terutama kaum wanita, yang belum mengetahui kalau berbusana muslimah
adalah perintah dari Allah yang difirmankan dalam Al- Qur’an. Dan berhijab
artinya tidak hanya sebatas memakai busana namun juga berbusana muslimah yang jauh dari mengundang syahwat. Artinya seseorang yang memakai busana
bukan hanya sebagai penutup sebagian tubuh tetapi juga busana muslimah yang dikenakannya harus sesuai dengan syariat Islam.
Tidak dikatakan berbusana muslimah namanya bila sesorang perempuan busananya yang dikenakan tidak sampai seluruh tubuh dan belum
mengenakan busana longgar macam
gamis
. Bukan menutup aurat namanya, walaupun ia berbusana namun masih busana ketat yang memperlihatkan
lekukan tubuhnya dan tembus pandang sehingga kulit tubuhnya masih dapat terlihat oleh orang lain, terutama oleh lelaki.
75
Departemen Agama RI, Loc. Cit.
Untuk para wanita yang sudah memutuskan dan meniatkan diri untuk mengenakan busana muslimah yang memang sudah menjadi kewajibannya
sejak
akil-baligh
. Jangan ikut-ikutan atau menjadikannya sebagai mode, trend sesaat, dan lain sebagainya, tetapi luruskan niat. Ingat, sebaik-baik niat adalah
yang ditunjukan hanya kepada Allah Swt bukan untuk yang lain. Janganlah bicara tentang hakikat dahulu sebelum menjalani syariat secara benar, apa yang
menjadi kewajiban dilaksanakan, dan apa-apa yang tidak seharusnya dikerjakan untuk segera ditinggalkan. Yakinlah kalau Allah Swt akan
memudahkan segala urusan hamba-hambanya yang senantiasa berusaha untuk memenuhi hidupnya dengan patuh dan taat menjalankan segala perintah-Nya
dan tidak melanggar apa-apa yang dilarang-Nya. Data-data historis sepanjang sejarah Islam mengungkapkan bahwa
pandangan ulama tentang busana muslimah sangat terkait dengan pandangan soal batas aurat perempuan dan akhlaknya dalam pergaulan sehari-hari. Dalam
konteks ini pandangan ulama tidak tunggal, melainkan sangat beragam. Setidaknya, pandangan ulama dapat dikelompokan ke dalam tiga pola.
Pertama, pandangan yang melihat seluruh tubuh perempuan adalah aurat, bahkan suaranya pun aurat. Karena itu perempuan dewasa wajib
menutup seluruh tubuhnya tanpa terkecuali, seperti dipraktekan oleh komunitas Islam Taliban. Perempuan dipaksa menutupi seluruh tubuhnya, termasuk muka
dan kedua tangannya sehingga hanya dapat melihat melalui lubang kecil yang dibuat di bagian muka.
Kedua
, pandangan yang membatasi aurat hanya selain muka dan tangan. Pandangan ini mewajibkan perempuan dewasa berjilbab dan
menutupi seluruh tubuhnya kecuali bagian muka dan tangan.
Ketiga,
pandangan yang menyebutkan batas aurat perempuan selain muka dan telapak tangan.
76
Tidaklah dianggap berbusana muslimah bila seseorang perempuan muslimah tidak bisa menjaga akhlak dan perilakunya, walau secara fisik ia
memakai busana muslimah, sebab Islam memandang busana muslimah sebagai suatu kesatuan yang tak bisa dipisahkan antara dimensi fisik dan dimensi
ruhaniyah. Islam menganjurkan dengan sangat agar kaum perempuan muslimah konsekuen dan komitmen terhadap busana muslimah ruhani yang
akan mencegahnya dari penyimpangan dan kemerosotan akhlak dan perilaku, karena sifat komitmen pada busana muslimah ini dengan sendirinya akan
mendatangkan “imunitas diri” terhadap segala hal yang mengancamnya dari penyelewengan atau dekadensi moral dan lain-lain. Berkaitan dengan batas-
batas dan cara pemakaian busana muslimah, penulis berpendapat bahwa seyogyanya dalam batas-batas mengenakan pakaian yang longgar agar
terhindar dari tampaknya lekuk-lekuk tubuhnya.
76
Mulhandy Ibn. Haj., Kusmayadi, dan Amir Taufik, Op. Cit, h. 57
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam melakukan penelitian kita dapat menggunakan berbagai macam metode. Metode mana yang akan digunakan tergantung dari tujuan penelitian
dan masalah yang akan di garap. Berdasarkan atas sifat masalahnya, maka ada beracam-macam bentuk penelitian. Mengingat penelitian ini penulis megkaji
tentang, begaimana fenomena jilbab aplikasi terhadap akhlak siswa dalam pergaulannya sehari-hari dalam lingkunagan sekolah dan masyarakat sekitar,
maka penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian deskritif kualitataif berusaha mnejalaskan bagimana busana
muslimah dan akhlak peserta didik SMP N 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat dalam pergaulan kesehariannya. Penelitian deskriptif kualitatif
menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, variabel dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya.
Bentuk yang diamati bisa berupa sifat dan pandangan yang menggejala saat sekarang.
1
Meneliti busana muslimah dan akhlak pesrta didik di SMP N 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat, bagaimana cara pergaulannya terhadap teman
1
M. Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, bandung: CV. Pustaka Setia, 2001, h. 89