Pemakai Busana Muslimah dan Akhlak Peserta Didik SMP 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat

(1)

i

Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Dalam Ilmu Pendidikan Islam

Oleh Hernita Wati NPM. 1422010121

PROGRAM STUDI ILMU TARBIYAH KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA (PPs)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IAIN RADEN INTAN LAMPUNG 2016


(2)

ii

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Hernita Wati

NPM : 1422010121

Program Studi : Ilmu Tarbiyah

Konsentrasi : Pendiidkan Agama Islam (PAI)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul, “PEMAKAI BUSANA MUSLIMAH DAN AKHLAK PESERTA DIDIK

SMP N 1 GUNUNG TERANG TULANG BAWANG BARAT”, adalah

benar-benar karya asli saya, kecuali yang disebutkan sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Gunung Terang, 02 Januari 2016 Yang menyatakan,


(3)

iii

besar terhadap remaja. Dalam hal ini penulis mengkaji dan meneliti tentang bagaimana relevansi peserta didik dalam memakai busana muslimah terhadap akhlak peserta didik SMP N 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat. Penulis meneliti masalah ini melihat betapa pentingnya masalah agama bagi generasi muda. Karena berbusana muslimah suatu kewajiban bagi perempuan Islam. Itu ketentun Al-Qur’an, berbusana muslimah yaitu menutup aurat, wajib bagi sesorang perempuan yang sudah baligh untuk menjaga dan menutup auratnya. Peserta didik berbusana muslimah, dimana yang seharusnya peserta didik yang berbusana muslimah ini seharusnya menunjukan insane yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt, dan juga membentuk manusia berakhlak al-karimah yang sesuai dengan syari’at agama Islam. Bentuk bimbingan kepada peserta didik disekolah dengan cara berinteraksi dengan para peserta didik dengan secara langsung dan continu hal ini merupakan yang sangat penting. Interaksi sendiri merupakan sebagai motivasi guru terhadap peserta didik untuk lebih giat dalam belajar lebih-lebih dalam belajar agama Islam.

Dalam penelitian ini untuk mengumpulkan data, dilakukan dengan menggunakan metode interview, observasi dan dokumentasi. Data yang didapat kemudian diolah dan dianalisis dengan cara kualitatif. Dengan melalui penelitian lapangan selanjutnya dianalisis secara dedukatif atau analitik yaitu menelaah dan menganalisis data yang bersifat teoritis secara umum diolah untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat khusus.

Setelah dilakukan analisa terhadap data yang ada, maka didapat hasil: relevansi busana muslimah dengan akhlak peserta didik SMP N 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat, teryata masih banyak penyimpangan dari apa yang telah ditentukan dengan syari’at agama Islam. Selama ini busana muslimah yang masih dikenakan itu dianggap sebagai trend and fashion belaka dan pengaruh budaya lingkungan. Masih banyak perempuan yang belum menyadari kalau berbusana muslimah dan akhlak mahmudah itu adalah satu perintah dari Allah Swt. Yang difirmankan dalam Al-Qur’an di surah Al Ahzab (33) ayat 59 dan surah An-Nur ayat (24) ayat 31. “busana muslimah yaitu busana panjang yang menyelimuti seluruh tubuh wanita”

Kesimpulan yang dapat ditarik dari pnelitian ini adalah, diwajibkannya berbusana muslimah bagi perempuan muslim, yang didasarkan pada beberapa factor, anatara lain harus menutup seluruh tubuh (aurat) tidak transparan, longgar, tidak meneyrupai pakaian laki-laki, tidak bersifat mencolok (glamor), sebagai perempuan yang bertakwa (sholeha). Peserta didik SMP N 1 Gunung Terang yang berbusana muslimah dalam kesimpulan penelitian ini masih tergolong dalam kategori berbusana muslimah karena trend and fashion serta pengaruh lingkungan. Memang ada yang sudah memenuhi aturan agama dan memahami makna berbusana muslimah yang sesuai dengan syari’at Islam akan tetapi sedikit sekali dari keseluruhan peserta didik yang sudah berbusana muslimah.


(4)

iv

Judul Tesis : PEMAKAI BUSANA MUSLIMAH DAN AKHLAK PESERTA DIDIK SMP N 1 GUNUNG TERANG TULANG BAWANG BARAT

Nama Mahasiwa : HERNITA WATI No. Pokok Mahasiswa : 1422010121

Program Studi : ILMU TARBIYAH

Konsentrasi : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Telah disetujui dalam Ujian Terbuka pada Program Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung.

Bandar Lampung, 12 Maret 2016 MENYETUJUI

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Hasan Mukmin, M.Ag Dr. Nasir, S.Pd, M.Pd NIP. 196104211994031002 NIP. 196904052009011003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Tarbiyah Konsentrasi Pendidikan Agama Islam

Dr. H. Achmad Asrori, MA NIP.1955071019855031003


(5)

v

Tesis yang berjudul : “PEMAKAI BUSANA MUSLIMAH DAN AKHLAK PESERTA DIDIK SMP N 1 GUNUNG TERANG TULANG

BAWANG BARAT”, ditulis Oleh: Hernita Wati, NPM, 1422010121 telah

diujikan dalam Ujian Terbuka pada Program Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung.

Tim Penguji

Ketua : Dr. H. Achmad Asrori, M.Pd ( ……… )

Sekretaris : Dr. Nasir, S.Pd, M.Pd ( ……… )

Penguji I : Dr. M. Akmansyah, MA ( ……… )

Penguji II : Dr. M. Hasan Mukmin, M.Ag ( ……… )

Direktur Program Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung

Prof. Dr. Idham Kholid, M.Ag NIP. 196010201988031005

Tanggal Lulus Ujian Terbuka : 25 Maret 2016 Program Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung


(6)

vi

    



   

“… Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh

mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dekenal, karena

itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha pengempun lagi Maha

Penyayang”. (Q.S. Al-Ahzab : 59 ).1

1

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Karya Putra, 1995), h 678.


(7)

vii

Huruf Arab Huruf Latin t z

g f q k l n n w h „a ya Huruf Arab Huruf Latin

Tidak Dilambangkan b

t s j

kh d z r z s sy

s d


(8)

viii

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf tanda, yaitu :

Harkat dan Huruf Huruf dan Tanda

Fathah a

Kasrah I

Dhamah u2

2

Tim Penyusun, Pedoman Penelitian Tesis, (Bandar Lampung: Program Pasca Sarjana IAIN Raden Intan, 2010), h. 42-43.


(9)

ix

Dengan membaca Basmallah penulis menyusun tesis yang berjudul, “PEMAKAI BUSANA MUSLIMAH DAN AKHLAK PESERTA DIDIK SMP N 1 GUNUNG TERANG TULANG BAWANG BARAT”. Penelitian ini disusun oleh penulis sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Magister dalam Jurusan Tarbiyah konsentrasi Program Study Pendidikan Agama Islam Program Pasca Sarjana (PPS) IAIN Raden Intan Lampung.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat taufiq dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyususnan tesis ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw yang telah membimbing umatnya ke peradaban yang berpendidikan dan jalan yang lurus. Teriring ucapan do’a penulis sampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Idham Kholik, M.Ag, selaku Direktur Program Pasca Sarjana IAIN Raden Intan Lampung, beserta seluruh dosen yang membimbing dan mendidik penulis.

2. Bapak Dr H. Achmad Asrori, MA selaku Ketua Program Study Ilmu Tarbiyah dan staf karyawan Prodi PAI Pasca Sarjana IAIN Raden Intan Lampung.


(10)

x

Mudah-mudahan bantuan dan kebaikan yang di berikan mendapatkan pahala dan keridhoan Allah Swt. Serta tercatat sebagai amal yang sholehah hanya do’a yang bisa penulis panjatkan kepada Allah Swt. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi penulis. Apabila terdapat kekurangan dan kesalahan semata kerana kekuranagn yang penulis miliki sran dan kritik yang membangun penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Gunung Terang, 02 Januari 2016

Penyusun,

HERNITA WATI NPM : 1422010121


(11)

xi

ABSTRAK ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN ...v

MOTO ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... iiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ... 10

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Pembatasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ... 11

1. Tujuan Penelitian ... 11

2. Kegunaan Penelitian ... 12

F. Kerangka Fikir ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Busana Muslimah ... 16

1. Konsep Busana Muslimah ... 19

a. Jilbab dan Kriterianya Sebagai Busana Muslimah ... 21

b. Sejarah Tentang Jilbab Sebagai Busana Muslimah ... 24

c. Konsep Islam Tentang Jilbab ... 28

2. Busana Muslimah dan Permasalahannya ... 35


(12)

xii

3. Ketentuan dan Hukum Tentang Jilbab Bagi Muslimah ... 49

a. Ketentuan Al-Qur’an dan Hadits Tentang Jilbab ... 49

b. Ketentuan Ulama Tentang Jilbab Pada Seorang Muslimah .... 56

c. Islam Sebagai Sarana Motivasi Untuk Memakai Busana Muslimah ... 60

B. Akhlak Peserta Didik ... 62

1. Dasar-dasar Pembinaan Akhlak ... 66

2. Model Pembinaan Islam ... 71

3. Materi Pembinaan Islam ... 77

4. Bentuk-bentuk Pembinaan Akhlak di Sekolah ... 79

C. Akhlak Berbusana Dalam Islam ... 81

D. Busana Muslimah dan Akhlak Pergaulan ... 84

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 89

B. Sumber Data ... 90

C. Definisi Operasional dan Indikator Variabel ... 92

D. Tekhnik Pengumpulan Data ... 92

E. Tekhnik Analisis Data ... 95

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISI DATA A. Gambaran Umum SMP N 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat ... 98

1. Profil Gambaran SMP N 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat ... 98

2. Keadaan Siswa, Guru dan Karyawan ... 99

B. Penyajian Data ... 103

1. Pemakai Busana Muslimah Pada Peserta Didik ... 103


(13)

xiii

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA


(14)

xiv

Nomor Halaman

Tabel hasil observasi SMP N 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat 1. Jumlah Seluruh Siswa ... 103

2. Data guru ………104

3. Data guru sesuai dengan keahlian ……….. 104


(15)

xv

1. Pedoman interview ... 128 2. Surat persetujuan Direktur Program Pascasarjana IAIN

tentang persetujuan bimbingan tesis ... 129 3. Surat izin survey Program Pascasarjana

IAIN Raden Intan Lampung .……….. 131 4. Surat keterangan survey SMP N 1 Gunung Terang

Tulang Bawang Barat ……….. 132


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam memerintahkan wanita-wanita muslim untuk berbusana muslimah yang membedakan orang-orang muslim dengan non-muslim. Meskipun sebenarnya berbusana muslim sudah ada sebelum Islam datang, Islam memberikan ketetapan begitu jelas dalam Al-Qur’an sebagai panduan bagi seluruh kaum muslimah dalam berbusana. Namun, dalam kenyataannya sekarang ini banyak sekali jenis pakaian muslimah, dalam hal ini tidak sesuai dengan apa yang digambarkan dalam Al-Qur’an.

Berbusana muslimah selain menjadi sarana untuk menjaga pandangan dari nafsu syahwat, juga memberikan pengaruh dalam persepsi sosial dan tingkah laku seseorang untuk tetap berusaha berada dalam aturan Islam.

Untuk itu melalui pendidikan formal ataupun non formal mulai ditanamkan nilai-nilai akhlak yang mulia dari usia dini hingga remaja untuk membentuk akhlak peserta didik menjadi lebih baik. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta diidk melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.1

Dengan demikian pendidikan selalu bertujuan mengangkat derajat manusia yang berperadaban. Menurut Djoko Widagho, pendidikan merupakan

1

Depdikbud, UU RI No. 2 Tahun 1989, Tentang Sistem Pendiidkan Nasional, (Jakarta: CV. Eko Jaya, 1989), Cet Ke-1, h. 53


(17)

perbuatan fundamental dalam keberadaan manusia sebagai sesuatu yang dapat mengubah, menentukan dari mengkontruksi kehidupan, oleh karena itu pendidikan memiliki keluasan orientasi yang menyeluruh dalam kehidupan semua manusia tanpa terkecuali.2

Pendidikan dan pelatihan bertujuan mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Kualitas disini diharapkan dapat mencangkup IPTEK dan IMTAQ sehingga peserta didik menjadi generasi yang siap menghadapi tantangan zaman.

Dari pendidikan yang telah diberikan kepada peserta didik setiap pendidikan agama memiliki peran dalam melakukan transformasi religiusitas pada peserta didik. Pendidikan agama akan mengena jika di dalam terkandung pesan-pesan religius yang membangkitkan potensialitas peserta didik sebagai seutuh-utuhnya manusia. Karena tujuan utama pendidikan agama, menurut Imam Tolkhah sejatinya bukanlah sekedar mengalihkan pengetahuan dan keterampilan (sebagai isi pendidikan), melainkan lebih merupakan suatu ikhtiar untuk menumbuhkembangkan fitrah insani (ranah efektif) sehingga peserta didik bisa menjadi penganut atau pemeluk agama yang taat dan baik (paripurna).3 Jangankan pendidikan agama, pendidikan apapun (matematika, kimia, fisika, ekonomi, sejarah, dan sebagainya) dapat membangkitkan fitrah insani yang mampu memberikan kesadaran sebagai hamba Allah. Ali Issa Othman menggambarkan tentang potensi pengetahuan manusia menurut Al-Ghazali seperti berikut ini. “Walaupun manusia terbawa oleh fitrahnya untuk

2 Djoko Widhagi, Pendidikan Seumur Hidup, Jurnal Ilmu Pendidikan dan Islam Media.

IAIN Semarang: Edisi 2?IV?April, 1995, h. 43

3


(18)

mengenal Allah, ia tidak dapat tertarik ke dekat Allah melalui fitrah atau melalui prinsip-prinsip akali, kecuali melalui ilmu-ilmu yang diperolehnya. Dengan perkataan lain, perolehan ilmu pengetahuan sangat penting di dalam mencari pegetahuan tentang Allah. Pengetahuan tentang alam semesta

merupakan tangga menuju pengetahuan (ma’rifah) tentang pencipta-Nya. Alam

semesta merupakan „tulisan Allah’ di mana terdapat tulisan-tulisan dan perwujudan kebenaran-kebenaran ilahi.”4

Karena itu, pendidikan agama harus bisa membangkitkan religiusitas. Karena hakikat pendidikan Islam adalah kesadaran atas identitasnya sebagai seorang muslim dan mampu mewarnai diri dan di luar dirinya agar sejalan dengan Islam. Pesan Islam adalah akhlak. Dari akhlak inilah pondasi peradaban terbangun dan malu untuk berbuat semuanya yang tidak relevan dengan pendidikan agama.

Manusai dilahirkan kemuka bumi salah satunya membawa potensi malu terhadap lingkunagnnya diaman ia tinggal. Oleh karena itu, untuk menutupi malunya manusia berusaha semaksimal mungkin untuk menutup rapat-rapat, karena jika tidak bisa menutupinya maka aib yang ada pada dirinya akan diketahui orang lain. Secara lahiriah, manusia berusaha melindungi tubuhnya dari berbagai macam gangguan, maka dari itu busana merupakan sesuatu yang mandasar baginya untuk menjaga gangguan tersebut. Bagaimanapun usaha untuk tubuh itu akan selalu ada walaupun dalam bentuk yang sangat minim atau terbatas sesuai dengan kemampuan hidupnya, raga dan akal manusia.

4 Abdullah Idi dan Toto Suharto, Rebitalisasi Pendiidkan Isam, (Yogyakarta: Tiara


(19)

Dengan busana, manusia ingin membedakan antara dirinya, kelompoknya dengan orang lain. Busana memberikan identitas diri sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku pemakai dan juga dapat mencerminkan emosi pemakainya yang ada saat bersama dapat mempengaruhi emosi orang lain.5 Dari pendapat di atas penulis dapat melihat pada prinsipnya Islam tidak melarang umatnya untuk berpakaian sesuai dengan metode atau trend masa kini, asal selama itu tidak bertentangan dengan prinsip Islam. Islam membenci cara berbusana seperti busana-busana orang jahiliyah yang menampakan lekuk-lekuk tubuh yang mengundang kejahatan dan kemaksiatan. Konsep Islam adalah mengambil kemaslahatan dan menolak kemudloratan.6 Pada dasarnya, Islam tidak menentukan model dan coraknya. Tetapi Islam sebagai agama yang sesuai untuk setiap masa dan tempat, memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada wanita muslimah untuk merancang metode yang sesuai selera masing-masing. Tak ada metode khusus yang diperintahkan, untuk dapat mengenalkan apa yang disukai asalkan tetap pada batas-batas Islam, mode buka masalah asal mengikuti sesuai dengan syari’at agama Islam. Perempuan harus mempunyai kesadaran terhadap busana yang tidak Islami, dan berani menjadi orang yang tidak mengikuti perkembangan mode yang berlaku pada saat ini.7 Busana muslim dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang kita pakai

5 Quraish shihab, Wawancara Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996) Cet. 4, h. 161 6

Ahmad Hasan Karzun, Adab Berpakaian Pemuda Islam, (Jakarta: Darul Falah, 1999), Cet. 1, h. 13

7 Huda Kahattab, Buku Pegangan Wanita Islam, (Bnadung: Al-Bayan, 1999), Cet. Ke-2,


(20)

mulai dari kepala hingga ujung kaki.8 Hal ini mencangkup atanra lain Pertama, semua benda yang melekat pada badan, seperti baju, celana, sarung, dan kain panjang. Kedua, semua benda yang melengkapi pakaian dan berguna bagi si pemakai seperti selendang, topi, sarung tangan, dan kaos kaki. Ketiga, semua benda yang berfungsi sebagai hiasan untuk keindahan pakaian seperti, gelang, cincin, dan sebagainya.9

Dalam pengertian berbusana atau berpakaian, Al-Qur’an tidak hanya menggunakan satu istilah saja tetapi menggunakan istilah yang bermacam-macam sesuai dengan konteks kalimatnya. Menurut Qurais Shihab, tidak ada 3 istilah yang dipakai yaitu:

1. Al-Libas (bentuk jamak dari kata Al-Lubsu), yang berarti segala sesuatu yang menutup tubuh. Kata ini digunakan Al-Qur’an untuk menunjukan pakaian lahir dan batin.

2. Ats-Tsiyab (bentuk jamak dari kata Ats-Tsaubu) yang berarti kembalinya sesuatu pada keadaan semula yaitu tertutup.

3. As-Sarabil yang berarti pakaian berbagai jenis bahan pakaiannya.10 Dari pengertian di atas, penulis dapat menarik pengertian bahwa busana muslim sebagai busana yang dipakai oleh wanita muslimah yang memenuhi, kriteria-kriteria (prinsip-prinsip) yang ditetapkan ajaran Islam dan disesuaikan dengan kebutuhan tempat, budaya, dan adat istiadat.

88

W. J. S. Poerwadarunuda, Kawasan Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), h. 172

9 Nina Surtiretna,et, Anggun Berjilbab, (Bandung: Al-Bayan, 1995), Cet. Ke-2, h. 28 10


(21)

Busana muslimah merupakan pakaian yang dikenakan wanita muslimah selama tidak keluar dari ajaran Islam (syariat). Setiap wanita muslimah diharuskan untuk mengenakan busana muslimah agar terhindar dari berbagai macam gangguan yang datang kepadanya. Pokok pangkal dari permasalahan yang ada dalam pergaulan dengan masyarakat bukan saja wanita yang memakai busana muslimah, melainkan apakah laki-laki bebas mencari kelezatan dan kepuasan memandang wanita. Laki-laki hanya dibolehkan memandang wanita dalam batas-batas keluarga dan pernikahan saja. Hal ini dimaksudkan demi terciptanya keluarga yang sehat, harmonis dan saling mempercayai sebagai sendi terwujudnya masyarakat yang sehat, damai dan berwibawa dan menjunjung tinggi harkat wanita.11

Allah telah mengatur pakaian wanita muslimah dalam pergaulan rumah tangga mereka.12 Islam meletakan landasan yang kokoh terhadap model busana muslimah yang dapat mengantarkan kepada kemuliaan dan kesuciaan wanita. Islam sangat memperhatikan masalah wanita karena Islam memandang laki-laki dan perembpuan mempunyai hak yang sama selama tidak menyalahi kodratnya. Dengan kata lain Islam membebaskan kepada pemeluknya untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas sosialnya. Bahkan Islam mewajibkan dengan selalu menjaga martabat wanita. Dengan menimbang masalah-masalah di atas, apabila wanita muslimah memakai busana secara bebas tanpa memperhatikan etika yang akan menimbulkan konsekuensi secara bebas tanpa memperhatikan

11

Husein Shahab, Jilbab Menurut Al-Qur’an dan As-sunnah, (Bandung: Mizan, 2000), Cet, Ke-10, h. 18

12 Mulhandy Ubn haj., et, al., Enam Puluh Satu Tanya Jawab Tentang Jilbab (Kerudung),


(22)

etika yang akan menimbulkan konsekuensi yang sangat buruk, maka Islam agama yang sangat memperhatikan masalah-masalah wanita melalui Al-Qur’an dan Al-Sunnah mewajibkan pemeluknya untuk memakai busana yang sesuai dengan sayariat sebagaiman ayang tersirat dalam surat An-Nur (24) ayat 31 yang berbunyi :

Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (QS. An-Nur, Ayat: 31).13

Dalam perkembangannya, busana muslim mengikuti mode dari zaman ke zaman, busana muslim bisa selalu Survive ditengah-tengah masyarakat yang selalu gandrung terhadap mode yang sedang age-trend jamannya. Dengan demikian, busana muslim tidak akan hilang “eksistensinya” selama ia bisa menyesuaikan dengan zaman. Berkembangnya zaman akan mengakibatkan


(23)

pada berkembangnya mode termasuk busana muslim. Namun demikian tentunya busana muslim yang „berusaha’ sesuai dengan aturan Islam yang

notabene berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Menurut Istadiyanto, fungsi busana muslim pertama membentuk pola sikap atau akhlak yang luhur dalam diri remaja sebagai pencegah terhadap dorongan melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran syariat. Kedua

mencegah orang lain untuk berbuat sewenang-wenang terhadap pemakai.14 Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menyebutkan beberapa fungsi busana yaitu:

1. Sebagai penutup aurat

2. Sebagai perhiasan, yaitu untuk penambah rasa estetika dalam berbusana

3. Sebagai perlindungan diri dari gangguan luar, seperti panas terik matahari, udara dingin dan sebagainya.15

Menurut M Quraish Shihab, selain tiga hal di atas, busana juga mempunyai fungsi sebagai petunjuk identitas dan pembeda antara seseorang dan orang lain,16 sebagian ulama bahkan menyatakan fungsi busana yang lainnya adalah fungsi takwa dalam arti busana dapat menghindarkan seseorang terjerumus dalam bencana dan kesulitan, baik bencana duniawi maupun ukhrawi.17 Dari beberapa fungsi busana yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi busana adalah sebagai petunjuk identitas, sebagai

14

Istadiyanto, Hikmah Jilbab dan Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1998), h. 23

15

Nina Surtiretna, at, al, Op. Cit, h. 15

16 M. Quraish Shihab, Lentara Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan

1998), cet, Ke-13, h. 279

17


(24)

penutup aurat, sebagai pelindung diri dan sebagai pakaian takwa. Oleh karena itu Allah SWT memerintahkan kepada kaum wanita untuk memakai busana sesuai dengan ajaran Islam, yakni menutup aurat (berbusana muslimah).

Berbusana muslimah pada seseorang diharapkan pada hasil akhirnya adalah religius dalam tindakan. Busana muslimah diharapkan mempunyai relevansi terhadap akhlak, hal inilah esensi hadirnya agama. Ini pula esensi diutusnya Rasulullah SAW. Allah berfirman dalam Qs. Al-Qalam ayat 4:

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”18

Dalam riwayat Ahmad dan Baihaqy, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak.” Pengertian akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, daripadanya timbul perbuatan yang mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran.

Oleh karena itulah maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berhubungan dengan busana muslimah dan akhlak peserta didik yang berlokasi di SMP Negeri 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat yang latar belakang pendidikannya umum akan tetapi peserta didiknya banyak yang menggunakan busana muslimah. Sedangkan peserta didik yang berbusana muslimah pada SMP Negeri 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat, teridentifikasi atau tergolong akhlak pergaulannya yang belum baik. Terlihat pada pergaulannya sehari-hari dengan teman-temannya, guru dan seluruh staf yang ada dilingkungan sekolah. Sesuai dengan uraian latar belakang masalah tersebut di atas maka pada penelitian tesis ini penulis mengangkat judul

18


(25)

“PEMAKAI BUSANA MUSLIMAH DAN AKHLAK PESERTA DIDIK SMP NEGERI 1 GUNUNG TERANG TULANG BAWANG BARAT”.

B. Identifikasi Masalah

Masalah yang muncul dari busana muslimah dan akhlak pada peserta didik yang berbusana muslimah dan yang belum berbusana muslimah pada peserta didik SMP Negeri 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Pemakai Busana muslimah dan akhlak peserta didik SMP Negeri 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat, yang mencangkup tentang pengaruh intern dan ekstern dari peserta didik yang nampak pada sifat dan akhlak keseharian dalam pergaulan disekolah dan masyarakat sosial pada umumnya.

2. Yang mendasari berpakaian muslimah pada peserta didik SMP Negeri 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat, terkandung motivasi berbusana muslimah sekedar trend mode fashion.

3. Peserta didik yang berbusana muslimah pada SMP Negeri 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat, teridentifikasi akhlak pergaulannya yang belum baik.


(26)

C. Pembatasan Masalah

Batasan masalah adalah usaha untuk menetapkan bahasan dari masalah penelitian yang akan diteliti.19 Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan menyulitkan, maka dalam melaksanakan penelitian ini penulis perlu membatasi masalah. Pembatasan masalah pada penulisan tesis ini penulis membatasi kajian tesis ini pada permasalahan:

1. Busana muslimah menurut ketentuan-ketentuan Syari’at Islam, dan 2. Busana muslimah dan akhlak bagi peserta didik pada SMP Negeri 1

Gunung Terang Tulang Bawang Barat.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan kondisi obyektif dilapangan maka dirumuskan masalahnya adalah:

1. Bagaimana pemahaman peserta didik SMP Negeri 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat tentang pemahaman busana muslimah dengan akhlak ?

2. Sejauhmana busana muslimah dan akhlak peserta didik SMP Negeri 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat ?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

19 Husaini Usman dan Purnomo Setiady, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi


(27)

Suatu penelitian yang ilmiah harus memiliki tujuan yang jelas agar mendapat hasil yang optimal. Tujuan menurut Sutrisno Hadi adalah “untuk

menemukan, mengembangkan dan mengkaji kebenaran suatu pengetahuan”.20

Berangkat dari pemikiran di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui bagaimana pemakai busana muslimah dan akhlak peserta didik SMP Negeri 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat dalam pergaulan.

b. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman tentang busana muslimah yang dapat membina akhlak peserta didik SMP Negeri 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat akan lebih baik lagi.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sumbangan pemikiran tentang alternatif permasalahan busana muslimah dan akhlak bagi peserta didik pada SMP Negeri 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat dalam pergaulan kesehariannya.

b. Sebagai masukan pengetahuan pemahaman bagi peserta didik yang berbusana muslimah dalam membedakan antara kewajiban dan trend fashion dalam berbusana.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi koleksi bacaan yang bermanfaat bagi perpustakaan.

20 Sutrisno Hadi, Penelitian Research I, (Yogyakarta: Psikologi UGM, 1995), Cet. 17, h.


(28)

F. Kerangka Pikir

Pengertian kerangka pikir sebagaimana dikemukakan oleh Haris

Mujiman adalah “satu konsep tidak bebas memberikan hubungan kausal

hipotesis antara variabel bebas dan variabel tidak bebas dalam rangka

memberikan jawaban sementara terhadap masalah yang sedang diteliti”.21

Jadi kerangka pikir merupakan alur berfikir yang sistematis, sehingga permasalahan yang berkaitan menjadi jelas dan mudah dipahami.

Adapun inti kerangka pikir dalam penelitian ini adalah pemakai busana muslimah dan akhlak peserta didik dalam pergaulan sehari-hari, apa karena kesolehan dan kesopanan ataukah hanya tren fashion saja. Hal ini pengaruh intern apa ekstern dalam berbusana muslimah dapat kita lihat dari pencerminan akhlak keseharian mereka.

Bagaimana pengertian busana muslimah dan kriteria berpakaian menurut syariat Islam bagi peserta didik yang mengenakan busana muslimah dalam lingkungan sekolah dan masyarakat yang merupakan tempat untuk menerapkan ajaran Islam yang ia dapatkan dan pengetahuan keagamaan agar dapat member atau menjadi panutan bagi masyarakat setempat.

Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi peserta didik yang lain untuk melakukan hal yang sama. Dan perlu diperjelas bahwa sesungguhnya sah atau tidaknya suatu amal atau perbuatan atau segala sesuatu itu haruslah tergantung niat. Artinya perlu dicatat bahwa jika berbuat sesuatu janganlah karena mau dianggap sebagai suatu untuk mendapatkan pujian (riya). Bagi

21 Haris Mujiman, Pokok-pokok Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1981), Cet ke-6, h.


(29)

pemakai busana muslimah harus paham dari kewajiban dan fungsi busana muslimah, dan bisa merealisasikan makna sebagai muslimah dengan akhlak mahmudah dalam kehidupan sekolah dan masyarakat.

Yang dimaksudkan sekolah dan masyarakat tempat pergaualan adalah obyek penelitian yaitu peserta didik SMP Negeri 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat. Pemakai Busana muslimah dan akahlak yang dicerminkan dalam bentuk kegiatan sosial dalam aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik tersebut di lingkunagn sekolah dan masyarakat diluar sekolah.

Adapun aktivitas yang penulis maksud adalah:

1. Interaksi/komunikasi dengan masyarakat sekolah dan lingkunagnnya. Sebagai seoarang yang berbusana muslimah tentunya harus memberikan contoh yang positif baik untuk diri sendiri maupun orang lain.22 Lingkungan sekolah dan masyarakat merupakan tempat untuk menerapkan ajaran Islam yang ia dapatkan.23 Artinya perlu dicatat bahwa jika berbuat sesuatu janganlah karena mau untuk mendapatkan pujian (riya). Akan tetapi setiap perbuatan harus diniati karena Allah SWT.

2. Berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan disekolah.

Kegiatan keagamaan yang ada dilingkungan sekolah merupakan sarana bagi peserta didik untuk terjun dalam mengaplikasikan ajaran Islam yang ia dapatkan, seperti halnya aktif di kegiatan intra sekolah “Rohis”,

22

Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. VII, h. 20

23 Rahmat Syafe’I, Al-Hadits; Aqidah, AKhlak, Sosial dan Hukum, (Bandung: Pustaka


(30)

sebagai penggerak kegiatan keagamaan yang lain disekolah dan dimasyarakat sekitarnya.

Untuk lebih jelas kerangka pikir tersebut tentang pemakai busana muslimah dan akhlak peserta didik dapat dilihat dalam paradigma sebagai berikut:

Gambar I. Paradigma Penelitian “Busana muslimah dan relevansinya dengan akhlak”.

Tren mode fashion

Syari’at agama Tradisi dari lingkunagan

Akhlak peserta didik Peserta didik

yang berbusana muslimah


(31)

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Busana Muslimah

Islam yang datang sebagai agama terakhir melihat bahwa ada orang-orang yang menyimpan penyakit dihati mereka, memandang jelek dan rendah kepada wanita. Mereka mempertururutkan hawa nafsu mereka, melalui mata dan angan-angan di dalam hati. Karena hal itu bertentantangan dengan hal agama, maka Al-Qur;an menetapkan batas baginya dan mengharamkan apa saja yang bertentangan dengan agama, etika dan kemanusiaan.

Busana muslimah adalah busana yang sesuai dengan ajaran Islam, dan pengguna gaun tersebut mencerminkan seorang muslimah yang taat atas ajaran agamanya dalam tata cara berbusana. Busana muslimah bukan sekedar symbol melainkan dengan mengenakannya berarti seorang perempuan telah memproklamirkan kepada makhluk Allah Swt akan keyakinan, pandangannya terhadap dunia, dan jalan hidup yang ia tempuh. Dimana semua itu didasarkan pada keyakinan mendalam terhadap Tuhan yang Mha Esa dan Kuasa.1

Busana muslim adalah berbagai jenis busana yang dipakai oleh wanita muslimah sesuai dengan ketentuan syariat Islam, dimaksud untuk menutupi bagian-bagian tubuh yang tidak pantas untuk diperlihatkan kepada publik.

1


(32)

Yang pada intinya busana muslimah harus dikaitkan dengan sikap taqwa yang menyangkut nilai psikologis terhadap pemakainya. Untuk menumbuhkan konsep diri busana muslimah semua itu kembali kepada masing-masing individu, namun dengan memperlihatkan bentuk mode (biasa dilakukan dengan tiru-tiru atau iseng-iseng saja, mode ini didalam masyarakat biasanya sangat cepat perkembangannya. Pada dasarnya orang mengikuti mode unttuk mempertinggi gengsinya menurut pandangan. Contohnya pada pakaian dan celana) pakaian, warna, keindahan, merupakan salah satu factor pendukung yang tidak dapat dipungkiri.

Begitu pula dengan berbusana muslimah atau perilaku dalam berbusana muslimah harus menyesuaikan apa yang ia kenakan. Didalam Islam pun mengajarkan etika tentang menutup aurat, atau busana yaitu yang terdapat dalam surat Al-A’raf :26

                            

Artinya : ̌Hai anak Adam, Sesungguhnya kami Telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan Pakaian indah untuk perhiasan. dan Pakaian takwa[531] Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat̍(Q.S. Al-Araf : 26)

2

Dimana dapat disimpulkan bahwa orang yang menutup aurat akan mendapatkan sisi yang mulia dihadapan Tuhannya diakhir kelak dan disebutkan pula dalam Q.S Al-Jatsiyaah ayat 21-22, diberikan balasan yang

2


(33)

setimpal, balasan yang diperoleh bukan berdasarkan pada jenis kelamin, melainkan berdasarkan amal yang dikerjakan oleh tiap-tiap individu sebelum mati, walaupun Allah yang mengatur pengadilan dan dapat diampuni perbuatan salah atau meningkatkan pahala bagi perbuatan baik.3

Busana muslimah kini bukan lagi secondry apparel, kemampuannya dalam beradaptasi telah mengubah staus dan membuat busana sejajar dengan busana kontemporer.

Islam kemudian memerintahkan wanita-wanita muslim untuk meamakai busana muslimah yang membedakan orang-orang muslim dengan non-muslim. Islam memberikan ketetapan yang begitu jelas dalam Al-Qur’an sebagai panduan bagi seluruh kaum muslimah dalam berbusana. Namun, dalam kenyataan sekarang ini banyak sekali jenis pakaian muslim yang tidak sesuai dengan apa yang digambarkan dalam Al-Qur’an. Berbusana muslimah selain menjadi sarana untuk menjaga pandangan dari nafsu syahwat, juga memberikan pengaruh dalam persepsi sosial dan tingkah laku seseorang untuk tetap berusaha berada dalam aturan Islam.

Hijab bagi wanita dalam Islam yang dimaksud adalah agar wanita menutup badannya ketika berbaur dengan laki-laki, tidak mempertontonkan kecantikan, dan tidak pula mengenakan perhiasan keculi pada pihak-pihak tertentu. Al Munjid mengatakan bahwa busana muslimah adalah gamis atau baju panjang. Kitab Al Mufradat, sebuah kitab yang secara khusus menjelaskan lafal-lafal Al-Qur’an secara rinci, karya Al Ragiht menyebutkan

3

Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan: Membaca Kembali Kitab Suci Dengan Semangat Keadilan, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006, cet. I,h. 90-91


(34)

Al Jalabib (jamak dari kata jilbab) dengan pengertian baju dan kerudung. Disebutkan dalam kitab Lisan Al Arab: “Jilbab adalah kerudung wanita yang menutupi kepala dan wajahnya apabila ia keluar untuk suatu keperluan. Dan dalam tafsir ayat jilbab dikatakan yang artinya, katakanlah kepada mereka, hendaklah mereka menutupi bagian dada dengan jilabab, yaitu baju penjang

yang menyelimuti seluruh tubuh wanita”.4

Pengertian ini mengandung maksud bahwa jika mengenakan jilbab dan berbusana muslimah, maka haruslah mengenakan kerudung (penutup kepala) sekaligus pakaian yang lebar yang menutupi seluruh tubuh. Dari sisi ini, beberapa bentuk hipermoralitas perempuan muslimah yang berbusana muslimah sebagaimana telah dipaparkan di atas, disebut busana muslimah menurut konsep Islam.

1. Konsep Busana Muslimah

Islam mengharamkan perempuan memakai pakaian yang membentuk dan tipis sehingga nampak kulitnya. Termasuk diantaranya adalah pakaian yang dapat mempertajam bagian-bagian tubuh khususnya tempat-tempat yang membawa fitnah, seperti: payudara, paha, dan sebagainya.

Dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah Saw

bersabda: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang siksanya belum pernah

saya lihat sebelumnya, (1) kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang digunakan memukul orang (ialah penguasa yang zhalim) (2) wanita yang berpakain tapi telanjang, yang selalu maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Rambutnya sebasar punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium wanginya, padahal bau surga itu tercium sejauh perjalanan yang amat panjang. (HR. Muslim, Babul Libas)

4


(35)

Mereka dikatakan berpakaian, karena memang mereka itu melilitnya pakaian pada tubuhnya, tetapi pada hakikatnya pakaiannya itu tidak berfungsi menutup aurat, karena itu mereka dikatakan telanjang, karena pakaiannya terlalu sehingga, dapat memperlihatkan kulit tubuh, seperti kebanyakan pakaian perempuan sekarang ini.

Wanita yang berpakaian panjang menutupi seluruh tubuh, namun tipis menerawang hingga tubuh dalamnya kelihatan. Para wanita seperti inilah yang diancam oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dengan neraka. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu

‘alaihi wassalam bersabda,

“Dua jenis ahli neraka aku belum pernah melihat mereka

(sebelumnya)….” lalu beliau menyebutkan, “Dan wanita yang berpakaian namun telanjang, menyimpangkan (orang yang melihatnya), berlenggak-lenggok ( jalannya), dan kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surge, bahkan tidak akan mencium aromanya, padahal aramo surge dapat dicium dari jarak sekiandan sekian…” (HR.

Muslim no. 2128)5

Bukhtun adalah slah satu macam daripada unta yang mempunyai kelasa (punuk) besar, rambut orang-orang perempuan seperti punuk unta tersebut karena rambutnya ditarik keatas.

Dibalik keghaiban ini, Rasulullah seolah-olah melihat apa yang terjadi di zaman sekarang ini yang kini diwujudkan dalam bentuk penataan rambut,

5


(36)

dengan berbagai macam mode dalam salon-salon khusus, yang biasa disebut salon kecantikan, dimana banyak sekali laki-laki yang bekerja pada pekerjaan tersebut dengan upah yang sangat tinggi.

Tidak cukup sampai disitu saja, banyak pula perempuan yang merasa kurang puas dengan rambut asli pemberian Allah Swt. Untuk itu mereka membeli rambut palsu yang disambung dengan rambutnya yang asli, supaya tampak lebih menyenangkan dan lebih cantik, sehingga dengan demikian dia akan menjadi perempuan yang menarik dan memikat hati.

Satu hal yang sangat mengherankan, justru persoalan ini sering dikaitkan penjajahan politik dan kejatuhan moral, dan ini dapat dibuktikan oleh suatu kenyataan yang terjadi, dimana para penjajah politik itu dalam usahanya untuk menguasai rakyat sering menggunakan sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan untuk dapat mengalihkan pandangan manusia, dengan diberinya kesenangan yang kiranya dengan kesenngan itu manusia, manusia tidak mau lagi memperhatikan persoalnnya yang lebih umum.

a. Jilbab dan Kriteria Sebagai Busana Muslimah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jilbab berarti sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.6 Dalam beberapa ayat Al-Qur’an tentang jilbab atau dalam bahasa Al-Qur’an disebut hijab selalu dihubungkan dengan larangan menampakan perhiasan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Qs. An-nur ayat 31 yang artinya:

6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta:


(37)

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.7

Yang dimaksud dengan kerudung dalam kalimat “dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya” ialah kain yang menutupi kepala, leher, dan dada. Sedangkan kata al-jayb menunjukan makna dada terbuka yang tidak ditutupi dengan pakaian, atau bahkan yang lebih luas dari itu, yakni dada, perhiasan, pakaian, dan make up.8

Sedangkan kata perhiasan dimaknai dengan keinginan dan kesenagna wanita untuk dapat mempercantik dan melengkapi dirinya dengan cara apapaun, yang nantinya ia tampakan kepada kaum lelaki.9 Hal ini merupakan fitrah yang tidak mungkin dilarang, karena manusia sangat senang terhadap fitrah dan kesenangannya. Islam datang tidak untuk melarang perhiasan ini, melainkan menertibkan dan menetapkan bentuk-bentuk yang wajar yang tidak mengundang nafsu birahi dan bentuk-bentuk yang dapat menghadirkannya dari kejahatan dan kekejian.

7

Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Karya Toha Putra, 1995), h. 584

8 Abdur Rasul Abdul Hasan al-Ghaffar, Wanita Islam dan Gaya Hidup Modern,

(Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), Cet. III, h. 48

9


(38)

Ayat ini merincikan kebaikan yang diinginkan Allah untuk kita, dan menjaga masyarakat dari kehinaan dan kebobrokan. Ayat tersebut menginginkan keselamatan bagi hidup manusia dari keburukan nafsu seksual yang tidak sah, agar dapat menjaga diri dari noda dan dosa.

Adapun beberapa kriteria jilbab dan pakaian muslimah adalah :

1. Menutup aurat. Sebagai tujuan utama jilbab yaitu menutup aurat. Ada pengecualin terhadap wajah dan telapak tangan. Jilbab seharusnya menjadi penghalang yang menutupi pandangan dari kulit.

2. Bukan berfungsi sebagai perhaisan. Tujuan kedua dari perintah menggunakan jilbab adalah untuk menutupi perhiasan wanita. Dengan demikian tidaklah masuk akal jilbab itu sendiri menjadi perhiasan.

3. Kainnya harus tebal.10 Sebab, yang menutup itu tidak akan terwujud kecuali engan kain yang tebal. Jika kainnya tipis, maka hanya akan semakin memancing fitnah dan godan, yang berarti menampakan perhiasan. Karena itu ulama mengatakan:

“Diwajibkan menutup aurat dengan pakaian yang tidak mensifati warna kulit, berupa pakaian yang cukup tebal atau yang terbuat dari kulit. Menutupi aurat dengan pakaian yang masih dapat menampakan warna kulit-umpamanya denagn pakaian yang tipis, adalah tidak dibolehkan

karena hal itu tidak memenuhi kriteria „menutupi’ “.11

10 Muhammad Nashirudin al-Abani, Jilbab Wanita Muslimah, (Solo: Pustaka Attibyan,

1999), h. 121

11 Abu al-Ghifari, Kudung Gaul Berjilbab tapi Telanjang, (Bandung: Mujahid, 2002), h.


(39)

Dalam berpakaian sehari-hari tidak diberi wewangaian. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah Saw. Yang artinya “Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum lelaki aagar mereka

mendapatkan baunya, maka ia adalah pesina …”12

Dari kelima kriteria dan syarat jilbab menurut aturan Islam, maka kita dapat mengambil gambaran yang jelas tentang bagaimana jilbab sebenarnya.

b. Sejarah Tentang Jilbab Sebagai Busana Muslimah

Jilbab berasal dari akar kata jalaba, yang berarti menghimpun dan membawa. Jilbab pada masa Nabi Muhammad Saw ialah pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan dari kepala hingga kai perempuan muslimah yang dewasa.13 Jilbab dalam arti penutup kepala hanya dikenal di Indonesia. Di beberapa Negara Islam, pakaian sejenis jilbab dikenal dengan beberapa istilah, seperti chador di Iran, pardeh di India dan Pakistan, milayat di Libya,

abaya di Irak, cahrshaf di Turki, hijab di bebebrapa Negara Arab-afrika seperti di Mesir, Sudan dan Yaman. Hanya saja pergeseran makna hijab dari semula berarti tabir, berubah makna menjadi pakaian penutup aurat perempuan semenjak abad ke-4 H. berbeda dengan konsep hijab dalam tradisi Yahudi dan Nasrani, dalam Islam, Aksentuasi hijablebih dekat pada etika dan estetika dari pada ke persoalan substansi ajaran. Pelembagaan hijab dalam Islam didasarkan pada dua ayat dalam Al-Qur’an yaitu Qs. Al-Azhab/ 33:59 dan Qs. An-Nur/ 24:31.

12 Ibid, h. 139 13


(40)

Tradisi berjilab mulai menyebar keberbagai belahan dunia sekitar akhir 1970-an dan menjelang awal 1980-an. Tepatnya pasca revolusi Islam meletus di Iran, dimana pemimpin besar revolusi Iran Ayatullah Khomeini berhasil menggulingkan rezim Syah Reza Fahlevi. Sebuah revolusi yang banyak orang disebut sebagai revolusi peradaban atas hegemoni peradaban Barat. Banyak simbol yang digunakan sebagai medium resistensi dalam revolusi Islam Iran tersebut. Diantaranya adalah Jilbab. Jilbab dalam revolusi Islam Iran menjadi simbol resistensi yang sangat signifikan. Jilbab sebagai simbolisasi identitas kebudayaan Barat yang berpijak pada landasan sekulerisme. Gaung dari revolusi Iran ini bergema dibelahan negeri-negeri muslim didunia. Dari sinilah Jilbab menjadi popular dan memiliki sejarah sosial yang sangat variatif di seluruh dunia.14

Secara historis, Jilbab telah dikenal sejak lama misalnya di Yunani dan Persia sebelum Islam datang. Motivasi yang melandasi tumbuhnya tradisi berjilbab beragam. Bagi masyarakat Persia, Jilbab digunkan untuk membedakan perempuan bangsawan dan perempuan biasa dan perempuan yang sudah menikah (masih bersuami atau janda).15 Jadi jilbab bagi masyarakat Persia dulu digunakan untuk menunjukan eksklusifitas kelas. Sementara bagi masyarakat Yunani, Jilbab berkaitan erat dengan teologi atau mitologi. Bisa jadi dalam kultur masyarakat tertentu memiliki fungsi yang berbeda. Demikian jika kita ingin memotret tradisi berjilbab dalam perspektif sejarah beberapa abad ke belakang.

14 Abu al-Ghifari, Op.Cit, h. 150 15


(41)

Dalam ranah sosio-religius, tradisi berjilbab merupakan fenomena yang kaya makna dan penuh nuansa. Bagi umat Kristiani ia sempat menjadi simbool fundamental-ideologis, begitu juga halnya dengan umat Islam. Namun lebih dari itu, Jilbab juga berfungsi sebagai bahasa yang menyampaikan pesan-pesan sosial dan budaya. Tradisi berjilbab pada awal kemunculannya sebenarnya merupakan penegasan dan pembentukan identitas keberagaman seseorang atau seorang muslimah.

Sehingga ia, meminjam istilah Geertz (Geertz: 1968) telah menjadi semacam keyakinan dan pegangan hidup. Ia dianggap merupakan bagian dari great tradition yang ada dalam Islam. Dalam perkembangannya, pemaknaan jilbab tersebut ternyata mengalami pergeseran makna yang signifikan. Jilbab tidak hanya berfungsi sebagai simbol identitas religious tetapi telah memasuki ranah-ranah budaya, sosial, politik, ekonomi, dan bahkan fashion. Dengan kata lain jilbab telah menjadi sebuah fenomena yang kompleks. Ia tidak hanya menjadi identitas keberagamaan atau identitas seseorang muslimah saja, tetapi juga menjadi identias kultural. Dalam konteks ini jilbab menjadi medan interpretasi yang penuh makna. Gejala semacam ini dengan mudah dapat dijumpai dalam kehidupan sosial. Sebagai contoh, seorang wanita yang pada mulanya sangat alergi terhadap pemakain Jilbab, namun dengan sedikit sentuhan yang agak trend, penambahan variasi warna, gaya dan tekstur, dapat membuat ketertarikan untuk mengenakannya. Dari sana kemudian pesan yang muuncul bukanlah kesadaran penegasan identitas keberagamaan atau kesadaran seorang muslimah, tetapi lebih pada perkembangan mode fashion


(42)

mampu bernegosiasi dengan ruang dan waktu muslimah. Karena itu, sejalan dengan kecendrungan kehidupan modern, perjalana jilbab dari identitas yang bersifat keagamaan sebagai muslimah menjadi ke berbagai identitas, ini merupakan pergeseran yang menyimpan banyak persoalan di dalamnya.

Di sinilah kemudian dalam pengamatan penulis, muncul pertarungan berbagai identitas budaya, pada satu sisi ada upaya untuk menjadikan tradisi Jilbab sebagai penegasan identitas yang homogeny, dan di sisi lain ada yang melihat jilbab sebagai praktik sosial yang didalamnya ada proses produksi serta reproduksi makna, yang akhirnya menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi dan struktur social yang membentuknya. Pada wilayah inilah sebenarnya terjadi pergeseran makna dalam berjilbab, sebagi identitas religius, tradisi, ideologis, dan juga sebagai simbol resistensi kultural. Pergeseran makna berjilbab kebentuk identitas yang plural tampaknya bukan sesuatu yang berdiri begitu saja. Ada kekuatan besar yang juga sangat menentukan, yakni globalisasi. Globalisasi dengan berbagai kekuatan yang ada di dalamnya, ternyata mampu menjadikan jilbab yang semula hanya identitas muslimah menjadi multi-identitas.

Negosiasi lewat media masa dan juga teknologi industri, telah membuat jilbab tampil dalam pusaran ruang publik yang lebih longgar. Jilbab sekarang tidak hanya dimonopoli oleh dunia ritual keagamaan dan menjadi semacam penegasan keimanan, tetapi telah masuk dalam dunia fashion, industri, budaya, dan bahkan gaya hidup.


(43)

Telah terjadi perebutan medan makna yang kuat dalam hal ini.sehingga orang mengenakan Jilbab saat ini bukan semata-mata karena ia memang ingin berjilbab dan berbusana muslimah, tetapi karena lebih sekedar mengikuti mode dan tren yang berkembang. Apalagi dengan berbagai modifikai yang dikesankan sebagai produk high fashion yang didesai dan dibuat secara khusus oleh seorang desainer. Tradisi busana muslimah yang berkembang dengan berbagai variannya saat ini, ternyata telah menjadi praktik diskursif tersendiri yang mampu mempengaruhi khalayak secara halus dan diterima sebagai kebenaran yang tampak seperti wacana yang statis dan homogen. Padahal dalam praktiknya pemaknaan terhadap begitu kompleks dan plural.

c. Konsep Islam Tentang Jilbab

Dikisahkan dalam Al-Qur’an bahwa turunya ayat tentang Jilbab berawal dari peristiwa yang menyangkut diri Zainab yaitu ketika selesai pernikah antara Rasulullah dan Zainab. Sekelompok tamu-tamu telah pulang hingga beliaupun bangkit hendak masuk ke bilik keluarnya Zainab tiba-tiba ada seseorang yang ingin bertemu Rasulullah dan hendak masuk memberi tahu akan tetapi Nabi membuat hijab antara orang-orang itu dengan beliau dan saat itulah turun firman Allah surah Al-Ahzab ayat 53 sebagai berikut:



















Artinya :” … apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih Suci bagi hatimu dan hati mereka.16

16


(44)

Selanjutnya dapat dilihat bagaimana analisa jilbab dalam perspektif Islam bahwa betapa dimuliakannya kaum wanita, Islam senantiasa membentuk dan menjaga nilai-nilai etik pergaulan. Islam tidak membenarkan kaum wanita harus dipingit dalam rumah seperti tahanan, akan tetapi dengan Jilbab justru untuk melindungi mereka dari bahaya dan kekacauan serta untuk memberantas tingkah laku dalam artian tingkah laku yang tidak pantas.

Suatu hal yang paling fatal adalah dengan tiadanya Jilbab dalam artian batasan pergaulan dan berkembangnya hubungan bebas justru telah menyebabkan beruntungnya kekuatan masyarakat.

Jilbab dalam pandangan Islam bukanlah berarti mencabut kepercayaan terhadap mereka akan tetapi suatu upaya dan usaha pemeliharaan kehormatan mereka agar tidak terjatuh dalam jurang kerendahan dan kehinaan. Kedudukan kaum wanita dalam Islam itu betul-betul terhormat yang patut bagi insane yang berakal untuk mengangkat topi serta mengagumi keindahan dan keistimewaan aturan Islam ini.17

Cukup banyak ayat Al-Qur’an yang memerintahkan wanita agar senantiasa menjaga kesopanan dalam bertutur cara berpakaian dan tingkah laku, adapun menurut sebagian pukaha aurat perempuan diluar sholat ketika berhadapan dengan laki-laki asing (yakni yang bukan mahramnya) sama seperti dalam sholat, yakni seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tanagnnya, tetapi sebagian yang lainnya seperti Abu Hanifah, Ats-Tsauri dan

AL-Muzani (dari kalangan mazahab Syafi’i) selain wajah dan kedua

17

Muh. Alwi Almaliki, Abdul Islami Finizhamil diterjemahkan oleh Adnan Kohar dengan judul Etika dalam Berumah Tangga, (Surabaya: 140 H), Cet. I, h. 167


(45)

tangannya yang boleh terbuka, juga kedua kakinya sampai pergelangan. Hal ini demi tidak mneyulitkannya dalam bergerak dan menunaikan tugasnya sehari-hari.

Menurut Ibnu Rusyd dalam bukunya Bidayat Al-Mujtahid I/83, mayoritas ulama menyatakan bahwa aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua tangannya (sampai pergelangan). Tapi Abu Hanifah berpendapat bahwa kaki perempuan sampai pergelangannya termasuk aurat. Sebaliknya Ahamd Bin Hambal berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat.semua ini perbedaan dalam memahami firman Allah Swt:

Artinya: “… dan janganlah mereka (kaum wanita yang beriman) menampakan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dripadanya…” (QS, An-Nur : 31).18

Berikut diterangkan dalam ayat: Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:

                   

Artinya : Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. (Al-Azhab ayat 59)19

Dalam surat Al-Azhab ayat 59 di atas, menurut ulama tafsir, asbabun nuzul (sebab-sebab turun) ayat tersebut adalah karena terjadinya Hadits ifki

18

Departemen Agama RI, Loc. Cit.h. 19


(46)

(berita bohong) atau fitnah kubro (fitnah yang sangat keji) terhadap Aisyah RA yang berstatus istri Nabi. Aisyah disinyalir memiliki kedekatan khusus dengan salah seorang sahabat Nabi bahkan difitnah berselingkuh. Oleh karena itu turunlah ayat ini yang memerinyahkan Nabi menganjurkan istri dan anaknya mengenakan Jilbab dengan maksud mengangkat kembali derajat istri Nabi. Menurutku, pandangan ini memiliki kemiripan dengan tradisi berjilabab masyarakat Persia dimana Jilabab berperan untuk mengangkat derajat wanita.

Kajian hukum/syariat/fikih ayat di atas:

a. Jika menggunkan dalil penetapan hokum Islam: Al-Ibratu Bikhusus as-sabab, laa bi umum al-lafdzi (penetapan hukum harus berdasarkan sebab yang spesikfik bukan berdasarkan teks yang general) maka kesimpulan hukum yang dapat diambil adalah bahwa jilbab hanya diwajibkan bagi istri dan anak Nabi saja, tidak untuk perempuan

muslim lainnya meskipun dalam teks dinyatakan secara eksplisit: “Istri

-istrimu, anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin”. Karena generalnya teks tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum dan hanya kepada penyebab lahirnya hukum saja hukum itu berlaku.

b. Jika menggunakan dalil mentapkan hukum Islam: Al-Ibratu Bi-umum al-Lafdzi, laa bikhusus as-sabab (penetapan hukum harus berdasarkan general teksnya bukan berdasarkan sebab yang spesifik) maka kesimpulan hukum yang dapat diambil adalah bahwa Jilbab diwajibkan kepada istri dan anak Nabi begitupun seluruh perempuan beriman.


(47)

Meskipun ayat ini sebenarnya turun karena disebabkan peristiwa yang menimpa Aisyah (istri Nabi tersebut) tetapi ayat ini berlaku umum.20 Dari sini mungkin kita dapat menemukan titik terang, mengapa ada ulama yang berpandangan bahwa Jilbab wajib untuk semua perempuan muslim dan sebagian lagi berpandangan tidak wajib.sebenarnya itu dimulai dari perbedaan cara/metode penafsiran yang digunakan. Dan kedua model penafsiran tersebut adalah metode yang sama-sama dianggap sah dalam tradisi Islam. Bagi yang berpegang dengan metode pertama, biasanya berangkat dari para penafsir yang lebih mengedepankan konteks dari ayat dan berusaha menggali pesan moral yang terkandung dari ayat. Dalam tradisi Islam ini berkembang di kalangan pemikir luar Hijaz (di luar mekkah, madinah dan sekitar) termasuk Indonesia yang memang tidak terlalu banyak diwarisi pengalaman Nabi, sahabat dan generasi awal Islam sehingga mengharuskan mereka mengedepankan rasionalitas. Adapun yang berpegang dengan metode kedua, biasanya berangkat dari para penafsir yang mengdepankan teks ayat. Dalam tradisi Islam ini berkembang di kalangan pemikir yang berada disekitar Hijaz. Mereka cenderung tekstual/literal karena memang benyak diwarisi pengalaman Nabi, sahabat dan generasi awal yang bisa dijadikan referensi mereka untuk bertanya jika menemukan kesulitan dalam memaknai ayat sehingga tidak perlu repot-repot berfikir keras.

Jika ada pertanyaan, pandangan mana yang benar ? Maka dalam hukum Islam. Dalam hukum Islam kebenaran dalam sebuah pandangan atau

20


(48)

pendapat bersifat relatif, karena semuannya merupakan ijtihad (bersifat pemikiran manusia). Selama bersandar pada metodologi hukum Islam yang sah maka hukum itupun dianggap sah, manusia memiliki kebebasan penuh untuk memilih hukum mana yang menurutnya lebih benar, lebih tepat dan lebih diyakini untuk dijalankan. Perbedaan adalah hal yang dianggap wajar tepat dan dianggap hanya sebagai bentuk keragaman saja. Sesorang baru dianggap salah jika sudah memutlakan pandangan yang dianutnya dan menganggap pandangan oang lain salah.

Kedua, kadang Jilbab dikaitkan dengan aurat, sebagaimana konsep aurat dalam tradisi Islam? Dilihat dari ayat: Katakanlah kepada wanita yang

beriman: “Hendaklah menahan pandangannya, dan kemaluannya, da

janganlah mereka menampakan perhiaannya, kecuali yang biasa Nampak daripadanya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya, dan janganlah menampakan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau saudara-saudara lelaki mereka, atau putra saudara-saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan yang tidak memiliki keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita, dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”


(49)

Ulama tafsir berpendapat bahwa sebab turun ayat ini masyarakat arab punya tradisi menutup kepala tetapi dada terbuka. Sebagaimana di awal dikutip dari pandangan tafsir ash-shobuni dalam shofwatuttafasir. Makanya kemudian dalam ayat ini ada perintah “menutup kain ke dadanya”. Maksudnya, kenapa kepala ditutup, tapi dada yang lebih privasi tidak ditutup. Maka bagusnya tutuplah sekalian dadanya.

Ada ungkapan yang bagus dalam ayat ini, hendaklah menahan pandangan dan kemaluannya. Ini juga mengisyartkan apa sebenarnya aurat ini. Pertama berkaitan dengan pandangan dan kedua berkaitan dengan kemaluan. Tafsirnya, apa yang membuat pandangan orang lain tidak nyaman begitupun apa yang membuat kita merasa malu menurut standar etika yang berlaku bagi masyarakat tertentu atau dimana kita berada maka itulah yang menjadi pijakan kita menentukan aurat. Adapun prakteknya seperti apa sangat bergantung pada kultur masyrakat yang berlaku itu tadi. Maka, bagi kultur masyarakat arab, menutup aurat bagi perempuan adalah dengan menutup kepala, dada, tangan bahkan ada yang sampai bercadar sesungguhnya itu adalah salah satu bentuk praktek menutup aurat bagi masyarakat tertentu yang kemudian dilegitimasi oleh Islam sebagai contoh saja karena kebetulan Al-Qur’an dan Islam pertama kali berinteraksi dengan kultur masyarakat arab.

Jika menggunakan pendekatan tekstul/literal maka praktek menutup aurat yang benar adalah sebagaimana yang dicontohkan oleh masyarakat arab yang hal tersebut dilegitimasi Islam melalui teks Al-qur’an surat AN-Nur ayat 31 itu. Praktek ini benar dan tidak bisa disalahkan.


(50)

Demikian seputar perdebatan syariat dalam masalah hukum Jilbab dan aurat. Persoalan hukum aurat dan Jilbab adalah persoalan adalah persoalan

syari’at, maka pendekatan yang paling tepat untuk menentukan hukumnya

seperti apa hanya bisa dilakukan dengan menggunakan epistemologi syariat. Tidak tepat jika kita ingin mendiskusikan hukum Jilbab dan aurat tapi dengan metode yang biasa digunakan membedah ilmu hakikat normative-argumentatif. Pendekatan intuitif-spekulatif baru tepat digunakan saat kita akan membedah tujuan, makna, hakikat dan hikmah dibalik pensyariatan Jilbab dan aurat.

2. Busana Muslimah Dan Permasalahannya

a. Pengertian Busana Muslimah

Dalam kejadiannya, manusia dilahirkan kemuka bumi salah satunya membawa potensi malu terhadap lingkungannya dimana ia tinggal. Oleh karena itu, untuk menutupi malunya manusia berusaha semaksimal mungkin untuk menutupi rapat-rapat, karena jika tidak bisa menutupinya maka aib yang ada pada dirinya akan diketahui orang lain. Secara lahiriah, amnesia melindungi tubuhnya dari berbagai macam gangguan, maka dari itu busana merupakan sesuatu yang mendasar baginya untuk menjaga gangguan tersebut. Bagaimana pun usaha untuk selalu menutup tubuh itu akan selalu ada walupun dalam bentuk yang sangat minim atau terbatas sesuai kemampuan hidupnya, raga akal manusia.


(51)

Dengan busana, manusia ingin membedakan antara dirinya, kelompoknya dengan orang lain. Busana memberikan identitas diri sehingga dapat mempengaruhi tingkah laku sipemakai dan juga dapat mencerimnkan emosi pemakaiannya yang pada saat bersamaan dapat mempengaruhi emosi orang lain.21 Pada prinsipnya Islam tidak melarang umatnya untuk berpakaian sesuai dengan mode atau trend masa kini, asal semua itu tidak bertentangan dengan perinsip Islam. Islam membenci cara berbusana seperti busana-busana orang jahiliyah yang menampakan lekuk-lekuk tubuh yang mengundang kejahatan dan kemaksiatan. Konsep Islam adalah mengambil kemaslahatan dan menolak kemudloratan.22 Pada dasarnya, Islam tidak menentukan model dan coraknya, tetapi Islam sebagai agama yang sesuia untuk setiap masa dan tempat, memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada wanita muslimah untuk merancang mode yang sesuai dengan selera masing-masing. Tak ada mode khusus yang diperintahkan kita dapat mengenakan apa yang kita sukai asalkan tetap pada batas-batas Islam mode bukanlah masalah kita tidak mengikuti secara membabi buta. Kita harus mempunyai kesadaran terhadap busana yang tidak Islami, dan berani menjadi orang yang tidak mengikuti perkembangan mode yang berlaku pada saat itu.23 Busana dapat diartikan

21

M. Quraish Shihab, Wawancara Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996) Cet. 4, h. 161 22

Ahmad Hasan Karzun, Adab Berpakaian Pemuda Islam, (Jakarta: Darul Falah, 1999), Cet I, h. 13

23

Huda Khattab, Buku Pegangan wanita Islam, (Bandung: Al-Bayan, 1990), Cet. Ke-2, h. 40


(52)

sebagai segala sesuatu yang kita pakai mulai dari kepala hingga sampai ujung kaki.24

Hal ini mencangkup antara lain petama, semua benda yang melekat pada badan, seperti baju, celana, sarung, dan kain penjang. Kedua, semua benda yang melengkapi pakaian dan berguna bagi si pemakai seperti selendang, topi, sarung tangan, dan kaos kaki. Ketiga, semua benda yang brfungsi sebagai hiasan untuk keindahan pakaian seperti, gelang, cincin dan sebagainya.25 Dalam pengertian berbusana atau berpakaian Al-Qur’an tidak hanya meggunakan satu istilah saja tetapi menggunkan istilah yang bermacam-macam sesuia dengan konteks kalimatnya. Menurut Qurais Shihab paling, tidakada 3 istilah yang dipakai yaitu:

1) Al- Libas (bentuk jamak dari kata Al-Lubsu), yang berarti segala sesuatu yang menutup tubuh. Kata ini digunakan Al-Qur’an untuk menunjukan pakaian lahir dan batin.

2) Ats-Tsiyab (bentuk jamak dari Ats-Tsaubu), yang berarti kembalinya sesuatu pada keadaan semula yaitu tertutup.

3) As-Sarabil yang berarti pakaian apapun jenis bahannya.26

Dari pengertian diatas, dapat ditarik pegertian busana muslim sebagai busana yang dipakai oleh wanita muslimah yang memenuhi, kriteri-kriteria (prinsip-prinsip) yang ditetapkan ajaran Islam dan disesuaikan dengan kebutuhan tempat, budaya, dan adat istiadat.

24

W. J. S. Poerwadarunuda, Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), h. 172

25

„Nina Surtiretna,et al, Anggun Berjilbab, (Bandung: al-Bayan, 1995), cet. Ke-2, h. 28 26


(53)

b. Keharusan Berbusana Muslimah

Sebagaimana diatas, busana muslimah atau berjilbab merupakan pakaian yang dikenakan wanita muslimah selama tidak keluar dari ajaran Islam (syariat). Setiap wanita muslimah diharuskan untuk mengenakan busana muslimah agar terhindar dari berbagai macam gangguan yang datang kepadanya. Pokok pangkal dari busana muslimah bukan apakah sebaliknya wanita memakai busana muslimah dalam pergaulannya dengan masyarakat, melainkan apakah laki-laki bebas mencari kelezatan dan kepuasan memandang wanita. Laki-laki hanya dibolehkan memandang wanita dalam batas-batas keluarga dan pernikahan saja. Hal ini dimaksudkan demi terciptanya keluarga yang bahagia, damai dan berwibawa dan menjunjung tinggi harkat wanita.27

Dengan menimbang masalah diatas, apabila wanita muslimah memakai busana secara bebas tanpa memperhatikan etika yang akan menimbulkan konsekuensi yang sangat buruk, maka Islam agama yang sanagt memperhatikan masalah-masalah wanita melalui Al-Qur’an dan Asunnah mewajibkan pemeluknya untuk memakai busana yang sesuai dengan syariat sebagaimana yang tersirat dalam surat An-nur (24) ayat 31 yang berbunyi :

27

Husein Shahab, Jilbab Menurut Al-Qur’an dan As-Sunah, (Bandung: Mizan,2000), cet Ke-10, h. 18


(54)

Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Pakaian wanita muslimah menanamkan tradisi yang universal dan fundamental untuk mencegah kemerosotan moral dengan menutup pergaulan bebas.28 Hal ini sebagaimana yang dikatakan Fuad M. Facruddin yang mengatakan bahwa busana yang dikenakan seorang muslimah bukan hanya menutup badan saja, melainkan harus do’a atas menghilangkan rasa birahi yang menimbulkan syahwat.29 Dalam Al-Qur’an, Islam telah mengatur prinsip-prinsip pakaian wanita muslimah dalam surat An-nur (24) ayat 58 yang berbunyi:                                                                        

28 Ibid

29 Fuad Mohd. Fachruddin, Aurat dan Jilbab dalam Pandangan Mata Islam, (Jakarta:


(55)

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan Pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (An-Nur 24: 58).30

Allah Swt telah mengatur pakaian wanita muslimah dalam pergaulan rumah tangga mereka. Bahkan pada ayat-ayat yang lain. Allah telah menjelaskan pakaian wanita muslimah di musim padana dan diwaktu perang.31 Islam meletakan landasan yang kokoh terhadap model busana muslimah yang dapat mengantarkan kepada kemuliaan dan kesucian wanita. Islam sangat memperhatikan masalah wanita karena Islam memandang laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama selama tidak menyalahi kodratnya. Dengan kata lain Islam membebaskan kepada pemeluknya untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas sosialnya. Bahkan Islam mewajibkan dengan selalu menjaga martabat wanita. Dengan menimbang masalah-masalah diatas, apabila wanita muslimah memakai busana secara bebas tanpa memperhatikan etika yang akan menimbulkan konsekuensi yang sangat buruk, maka Islam agama yang sangat memperhatikan masalah-masalah wanita melalui

Al-Qur’an dan As-sunah mewajibkan pemeluknya untuk memakai busana yang

sesuai dengan syari’at sebagaimana yang tersirat dalam surat AN-Nur (24)

ayat 31 yang berbunyi: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.32

Dalam perkembangannya, busana muslim mau tidak mau harus mengikuti mode dari zaman ke zaman, busana muslim bisa selalu Survivei

30

Departemen Agama RI, Op. Cit, h. 278 31

Mulhandy Ubn Haj.,et,al., Enam Puluh Satu Tanya Jawab Tentang Jilbab (Kerudung), (Yogyakarta: Salahudin Press, 1992), cet, ke-3, h. 1-2

32


(56)

ditengah-tengah masyarakat selalu gandrung terhadap mode yang sedang age-trend jamannya. Dengan demikian, busana muslim tidak akan hilang “eksistensinya” selama ia bisa menyesuaikan dengan zaman. Berkembangnya zaman akan mengakibatkan pada berkembangnya mode termasuk busana muslim. Namun demikian tentunya busana muslim yang berusaha menyesuaikan dengan zamannya tetap harus berada pada prinsip-prinsip yang berlaku sesuai dengan aturan Islam yang notabene berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Adapun prinsip-prinsip yang ditentukan dalam tuntunan Islam antara lain:

a. Prinsip model dalam pemotongan kain yang akan dijahit yang dimaksud dengan pemotongan kain (pola) busana tersebut adalah menjahit (pembuatan busana). Jaitan busana seorang wanita, harus sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Islam dibidang penjahit busana tersebut, kemudian mengenai pakaiannya pada badan semua harus memperhatikan criteria. Criteria dibawah ini:

1) Busana harus menyelubungi seluruh badan. Hal di atas dimaksudkan agar pakaian yang dipakai dapat menutupi seluruh badan kecualai telapak tangan dan wajah.33 Hal ini Karena Islam lebih menitik beratkan busana sebagai penutup, bukan sebagai hiasan. Allah Swt berfirman:

Artinya: … dan janganlah mereka menampakan perhiasannya kecuali

yang (biasa) tampak daripadanya”. (Qs An-Nur : 31)

33


(1)

yang berbusana muslimah masih banyak yang tergolong akhlaknya kurang baik

dan masih banyak yang belum menerapkan syai’at agama Islam. Karena kebanyakan peserta didik yang berbusana muslimah ternyata dirumah tidak mengenakan busana muslimah seperti disekolah.10

Berkembangnya modernisasi yang telah mengglobal berangkat dari latar belakang perkembangan IPTEK. Sehingga dengan pesat juga teknologi tersebut bisa diakses peserta didik, dilihat dan ditiru seperti televisi, apa yang menjadi trend dalam tayangan tersebut dilakukan oleh para generasi muda. Seperti perkembangan busana muslimah yang trend saat ini.

Berbusana muslimah yang dikembangkan disekolah-sekolah umum identik pada perkembangan busana muslimah modern yang amsih mengedepankan mode trend zaman modern. Tidak memenuhi kaidah-kaidah syariat agama Islam. Peserta didik SMP N 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat memang sudah mayoritas menggunakan jilbab akan tetapi busana

tersebut masih terbilang belum memenuhi syari’at Islam. Apa yang terlihat

ditelevisi itulah yang di contoh sebagai mode terend fashion yang Up to date

(terkini).11 Dari apa yang pengaruh lingkungan tersebut bisa mempengaruhi cara peserta didik tersebut berbusana dan bisa mempengaruhi akhlak bagi pemakainya secara perlahan-lahan dengan cara memahami arti berbusana muslimah itu sendiri bukan karena pengaruh darilingkunagan, trend fashion

semata. Figure masyarakat atau peserta didik sekolah.

10

Siti Maemunah Dkk , Masyarakat, Staf dan Keamanan SMP 1 Gunung Terang, wawancra, Gunung Terang, 08 Januari 2016

11

Selvi, Peserta Didik, SMP N 1 Gunung Terang, (yang berbusana muslimah) wawancra, Gunung Terang, 11 Januari 2016


(2)

Perkembangan industri yang semakin maju apalagi didukung oleh ketatnya persaiangan produk-produk sekunder dan tersier. Survey dilapangan membuktikan bahwa masyarakat lenbih banyak mengedepankan kebutuhan sekundernya dari pada kebutuhan prime. Sehingga dari lingkungan tersebut berpengaruh pada pelajar-pelajar. Perindustrian pakaian, make-up, aksesoris kini menjadi semakin cerdasm sebagimana telah diungkapkan oleh salah satu wali murid.12 Kebutuhan primer bahkan mereka menjadi fokus terhadap mode atau kebutuhan sekumder tersier. Mode dan fashion juga dijadikan sebagai sarana persainagn antar peserta didik dalam pergaulan yang apabila dalam

kesehariannya tidak berpondasi syari’at agama yang kuat bisa menjadi sesuatu

yang kurang baik bagi individu peserta didik. Sebenarnya mode and fashion yang dikenakan sekarang bukanlah produk budaya lagi, hal ini terbukti bahwa dengan adanya perubahan life skill bangsa kita yang dulunya masih merupakan bangsa primitiv dan selalu memegang nilai-nilai kebudayaan, menjadi bangsa yang telah behasil produk dosmetik dan impor Negara lain, contoh kecilnya saja dalam masalah kostum, akibat kemajuan industri yang didalangi oleh orang-orang barat, kebudayaan bangsa kita sedikit demi sedikit mulai terkikis, dari pakain yang bersifat tradisional menjadi pakaian yang serba terbuka, dan bentuk busana muslimah, akan tetapi masih memperlihatkan leku-lekuk tubuh yang memakainya. Ini semua terjadi karena pandaianya sesorang produsen mendesain pakaian yang dapat menarik selera konsumen untuk terus mengonsumsi dan menikmati dalam kehidupan sehari-hari, hal ini merupakan

12

Sinta, Dkk, Peserta Didik SMP N1 Gunung Terang, wawancra, Gunung Terang, 11 Januari 2016


(3)

pembuktian bahwa mode and fashion lebih dominan pada produk konsumtif dan industri, mode an fashion dijadikan sebagai tolak ukur kemajuan bagi bangsa.

Sering kali juga menemukan fashion peran wanita dari pria yang dijadikan objek utama dan korban mode produk perkembangan suatu peradaban zaman. Adanya perkembangan teknologi seperti televisi yang dilihat masyarakat tiap hari yang di dalamnya banyak iklan televise membuktikan bahwa wanita sering dijadikan objek dalam mempromosikan suatu produk. Kemajuan industry yang hasil produknya lebih menonjolkan usnsur keindahan dan kecantikan sudah dapat mengubah pardigma bangsa kita, dampak industry mayoritas lebih mengacu pada hal-hal yang bersifat negative, salah satu contohnya kehormatan sudah mulai diperdagangkan dan pencemaran terhadap lingkunagn. Sudah sangat jelas sekali bahwa lebih banyak kemudloratannya dari pada kemaslahatannya, selain menghancurkan kebudayaan bangsa kita yang telah lama kita bangun, industri juga merusak moralitas bangsa pada umumnya, walupun pada hakikatnya perkembangan trend dan mode juga merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan bangsa kita secara mudah dan praktis.

Apakah busana muslimah itu dianggap sebagai trend and fashion

belaka atau memang belum menyadari kalau bebusana muslimah itu adalah satu perintah dari Allah Swt. Yang difirmankan dalam Al-Qur’an di dalam surah Al-Azhab (33) ayat 59:


(4)

“Busan muslimah pada hakikatnya adalah mengendalikan diri dari

semua perilaku yang merugikan.” Busana muslimah dengan demikian tidaklah terkait dengan busana tertentu, melainkan lebih berkaitan dengan unsure takwa di dalam hati. Perempuan beriman tentu secara sadar akan memilih busana dan tidak norak sehingga mengalihkan perhatian publik.13

Islam menganjurkan dengan sangat agar kaum perempuan muslimah konsekuen dan komitmen terhadap busana ruhani yang akan mencegahnya dari penyimpangan dan kemerosotan akhlak dan perilaku, karena sifat busana

muslimah ini denagn sendirinya akan mendatangkan “imunitas diri” terhadap

segala hal yang mengancamnya dari penyelewengan atau dekadensi moral dan lain-lain. Berkaitan dengan batas-batas dan cara pemakaian busana, penulis berpendapat bahwa seyogyanya memakai busana muslimah dalam batas-batas sebagai berikut:

1. Bisa menutup aurat secara keseluruhan, sehingga tidak boleh lagi bagi perempuan muslimah yang memakai busana muslimah tetapi masih terlihat lekuk tubuh seperi yang popular saat ini.

2. Juga bisa menutup keseluruhan tubuh sehingga menghindarkan diri dari tatapan atau picingan mata laki-laki yang akan membawa gairah seksual ketika melihat tempat-tempat tubuh tertentu. Ilmu sosiologi akan mendukung hal ini.

13

Siti Fatimah, peserta didik SMP N 1 Gunung Terang, wawncara, Gunung terang, 11 Januari 2016


(5)

3. Juga mengenakan pakaian yang longgar agar terhindar dari tampaknya lekuk-lekuk tubuhnya.14

C. Analisis Data

Pendidikan agama wajib diberikan di sekolah mulai tingkatan dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan agama disekolah, di satu sisi terbukti efektif melahirkan manusai-manusia yang taat beribadah, tetapi disisi lain masih terdapat kelemahan dalam membentuk manusia bermoral dan amanah. Salah satu kelemahan pembelajaran pendidikan agama adalah kurang efektifnya metode pembelajaran sehingga kurang berhasil dalam membentuk sikap, perilaku, dan pembiasaan beragama. Indikatornya anatara lain (1) rendahnya minat dan kemauan untuk belajar agama, (2) rendahnya kesadaran mengamalkan ibadah, (3) rendahnya kemampuan baca tulis Al-Qur’an (4) berperilaku bertentangan dengan ajaran agama yang dianut seperti melakukan tindakan kriminal, anarkis, premanisme, perkelahian antar pelajar, konsumsi minuman keras, narkoba, dan lain-lain. Bahkan terjadinya krisis multidimensional yang dialami bangsa Indonesia sesungguhnya berpangkal pada krisis akhlak moral. Krisis ini sementara pihak dianggap sebagai kegagalan pendidikan agama. Indonesia merupakan salah satu Negara yang menaruh perhatian besar terhadap masalah pendidikan moral. Dan pendidikan

14

Lisa, peserta didik SMP N 1 Gunung Terang, wawncara, Gunung terang, 12 Januari 2016


(6)

agama merupakan salah satu mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk moral/akhlak yang mulai.15

Terdapat beberapa faktor yang berkaitan dalam mempelajari agama dan hal ini terkait dengan pembelajaran sebagai pelaku langsung dalam proses pembelajaran ini. Pertama dalah motivasi. Motivasi peerta didik dalam belajar agama sangat menentukan sesorang dalam proses belajarnya. Motivasi ini yang membedakan seorang akan berhasil atau gagal dalam belajar. Terdapat berbagai macam motivasi untuk belajar agama Islam secara kaffah dan mendalam. Seseorang belajar karena ada perasaan ingin tahu. Apapun motivasi pembelajaran yang mendukung pembelajar, motivasi sangat berperan dalam mempernudah ataupun mempercepat proses belajar dalam berbagai pengetahuan.

15

Hernita Wati, S.Pd, Guru Bimbingan Konseling SMP N 1 Gunung Terang, wawncara, Gunung terang, 14 Januari 2016


Dokumen yang terkait

LPSE Kabupaten Tulang Bawang Barat UND 1

0 0 1

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan - Pemakai Busana Muslimah dan Akhlak Peserta Didik SMP 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat - Raden Intan Repository

0 0 13

Pemakai Busana Muslimah dan Akhlak Peserta Didik SMP 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat - Raden Intan Repository

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pemakai Busana Muslimah dan Akhlak Peserta Didik SMP 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat - Raden Intan Repository

0 0 15

BAB II LANDASAN TEORI A. Busana Muslimah - Pemakai Busana Muslimah dan Akhlak Peserta Didik SMP 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat - Raden Intan Repository

0 0 73

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian - Pemakai Busana Muslimah dan Akhlak Peserta Didik SMP 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat - Raden Intan Repository

0 0 9

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Umum SMP N 1 Gunung Terang, Tulang Bawang Barat 1. Profil gambaran SMP N 1 Gunung Terang, Tulang Bawang Barat - Pemakai Busana Muslimah dan Akhlak Peserta Didik SMP 1 Gunung Terang Tulang Bawang Barat -

0 0 17

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA AKHLAK PESERTA DIDIK KELAS VIII DI SMPN 3 TULANG BAWANG TENGAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT - Raden Intan Repository

0 3 131

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Upaya guru pendidikan agama islam dalam membina akhlak siswa SD Negeri 02 Margosari Kecamatan Gunung Terang Kabupaten Tulang Bawang Barat - Raden Intan Repository

0 0 17

BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian - Upaya guru pendidikan agama islam dalam membina akhlak siswa SD Negeri 02 Margosari Kecamatan Gunung Terang Kabupaten Tulang Bawang Barat - Raden Intan Repository

0 0 9