Volume 1, Nomor 2 2014 Jurnal Pharmascience
I. PENDAHULUAN
Kasus asma meningkat secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di
negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima besar penyebab
kematian di dunia, yaitu mencapai 17,4 Gershwin,
2005. Data
dari Organisasi
Kesehatan Dunia WHO menyebutkan pada tahun 2005 terdapat 2.550.000 penderita
meninggal dunia karena asma, dan saat ini jumlah penderita asma mencapai 300.000.000 di
seluruh dunia WHO, 2005. Pada tahun 2002
Centers for Disease Control and Prevention
Amerika Serikat melaporkan setiap tahunnya paling tidak sekitar 2.000.000 penderita asma
dirawat di unit gawat darurat dan 500.000 diantaranya harus dirawat inap Fuhlbrigge,
2002. Di Indonesia yang merupakan negara
berkembang, asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian, dengan
jumlah penderita sebanyak 12.500.000 pada tahun 2002 Prajnaparamita, 2004. Survei
Kesehatan Rumah Tangga SKRT di berbagai propinsi di Indonesia tahun 2005 mencatat
225.000 orang meninggal karena asma Anonim, 2009. Penelitian yang dilakukan Matondang
dan kawan-kawan pada tahun 2004 menyatakan, di Indonesia prevalensi rata-rata di pedesaan
sekitar 4,3, sementara di perkotaan 6,5. Di Yogyakarta,
menurut penelitian
tersebut, angkanya sekitar 16,4 Sundaru, 2006.
Asma merupakan gangguan inflamasi kronis jalan nafas yang melibatkan berbagai tipe sel
dan merupakan obstruksi saluran nafas yang bersifat reversible, baik secara spontan atau
dengan adanya tindakan pengobatan Wells
et al
, 2008.
Pengobatan yang diperoleh pasien asma tidak selamanya dapat memulihkan kondisi
asma yang dialami. Hal tersebut dapat memberikan dampak buruk berupa penurunan
kualitas hidup pasien asma. Selain tindakan pengobatan,
faktor lain
yang dapat
menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien asma adalah tingkat pemahaman pasien tentang
asma dan pengobatan Sullivan, 2006. Masalah tersebut masih ditambah lagi dengan biaya
pengobatan yang dapat dikatakan tidak murah, dan menyebabkan tidak semua pasien asma
dapat menjangkau biaya pengobatan tersebut. Penurunan
kualitas hidup
pasien asma
berpengaruh pada
banyak hal,
seperti keterbatasan pasien dalam beraktivitas sehari-
hari, frekuensi kekambuhan pasien asma, dan bahaya kematian yang mungkin terjadi Junnifer,
2005. Kualitas
hidup pasien
asma berupa
perbaikan kualitas hidup dapat dinilai dengan menggunakan
Asthma Quality
of Life
Questionnaire
AQLQ. Kuesioner
ini menggambarkan segala aktivitas pasien yang
dapat mempengaruhi frekuensi kekambuhan asma
dan seberapa
sering asma
dapat mengganggu aktivitas pasien Junnifer EF,
2004. AQLQ merupakan kuesioner yang telah
Volume 1, Nomor 2 2014 Jurnal Pharmascience
di uji dan divalidasi dibakukan penggunaannya di Indonesia. Kuesioner ini ada dalam bentuk
bahasa Indonesia sehingga tidak perlu lagi dilakukan
uji validasi
dan reliabilitas.
Dibandingkan dengan kuesioner kualitas hidup yang lain, kuesioner ini juga spesifik dalam
penggunaanya. AQLQ untuk anak, dewasa dan geriatrik dibedakan pada setiap skor penilaian
dan spesifikasi pertanyaan sesuai dengan aktivitas yang dilakukan. Profesor Chhabar dari
India, telah melakukan validasi dari kuesioner AQLQ ini dan dari hasil yang didapat kuesioner
ini memiliki tingkat validitas yang tinggi dan layak digunakan Chabrra, 2005.
Analisis kualitas
hidup pasien
asma dilakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-
Paru BP4 unit Minggiran Yogyakarta yang merupakan balai kesehatan dengan catatan
medis pasien asma paling banyak kedua dibandingkan dengan penyakit lain. Setiap
bulannya pasien asma di BP4 unit Minggiran Yogyakarta mencapai 89 orang Anonim, 2009.
Selain itu di BP4 unit Minggiran Yogyakarta belum pernah dilakukan penelitian mengenai
kualitas hidup pasien asma. Hal inilah yang menjadi alasan penelitian kualitas hidup pasien
asma penting dan menarik untuk dilakukan di BP4 unit Minggiran Yogyakarta.
II. METODE