Konsep Diri Penderita TB Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan.

(1)

Peran Keluarga dalam Merawat Penderita TB paru dan Konsep Diri Penderita TB Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Medan

Marhamah Rizqina

Skripsi

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara


(2)

Judul : Peran Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru dan Konsep Diri Penderita TB Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Medan

Nama : Marhamah Rizqina

Jurusan : Program Pendidikan Sarjana Keperawatan Tahun : 2009/2010

Pembimbing Penguji

……… ………... Penguji 1

Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS NIP. 19710305 200112 2 001 NIP. 19710305 200112 2 001

………Penguji 2 Iwan Rusdi, S.Kp, MNS NIP. 19730909 200003 1 001

………Penguji 3 Mula Tarigan, S.Kp.

NIP. 19741002 200112 1 001

Fakultas Keperawatan telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan.

……… Erniyati, S.Kp, MNS

NIP. 19671208 199903 2

001 Pembantu Dekan I

FKep USU


(3)

Konsep Diri Penderita TB Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan

Nama : Marhamah Rizqina

Nim : 051101026

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008/2009

Abstrak

Sakit dapat menyebabkan perubahan baik secara fisik, mental dan sosial. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh pada individu yang mengalami sakit namun juga berpengaruh terhadap keluarga, dan sebaliknya keluarga juga mempunyai pengaruh terhadap kondisi sakit tersebut. Seseorang yang sakit biasanya akan mengalami perubahan terhadap konsep diri, selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri salah satunya yaitu significant other atau orang-orang terdekat. Tuberkulosis (TB) paru adalah salah satu penyakit yang seringkali menimbulkan dampak terhadap fisik, mental dan sosial oleh sebab itu peran keluarga terhadap penderita TB paru sangat dibutuhkan khususnya dalam memberikan perawatan, tidak hanya perawatan secara fisik namun juga perawatan secara psikososial.

Desain penelitian ini adalah desain deskriptif dengan tujuan untuk menggambarkan peran keluarga dalam merawat pasien TB paru dan Konsep diri Pasien TB paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan yang dilakukan pada tanggal 22 Juni-3 Juli 2009. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari kuisioner data demografi, kuisioner peran keluarga dan kuisioner konsep diri. Jumlah sampel sebanyak 60 responden yang dipilih dengan menggunakan teknik convenience sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 47 responden (78,3%) memiliki peran keluarga yang baik dalam merawat penderita TB paru. Pengobatan TB paru membutuhkan waktu yang cukup lama serta harus rutin dan teratur oleh sebab itu peran keluarga sangat dibutuhkan, sedangkan dari responden sendiri membutuhkan kesabaran dan harus yakin dalam menjalani pengobatan, dari hasil penelitian terlihat bahwa hampir keseluruhan responden yaitu 59 orang (98,3%) responden yakin dengan pengobatan yang dijalaninya


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Mahakuasa atas limpahan Rahmat dan KaruniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran Keluarga Dalam merawat Penderita TB paru dan Konsep diri Penderita TB Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan”.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dr. Dedi Ardinata, M.Kes dan Ibu Erniyati S.Kp, MNS selaku pembantu dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memeberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak menyediakan waktu, bimbingan, masukan dan saran yang sangat berharga dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns selaku Penasehat Akademik, Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku dosen penguji II dan Bapak Mula Tarigan, S.Kp, selaku dosen penguji III skripsi, yang senantiasa meluangkan waktu, masukan dan saran yang berharga bagi penulis dalam penulisan skripsi ini dan seluruh staf


(5)

pengajar beserta staf administrasi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak pimpinan Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan dr. Adlan. N. Lufti. S, Sp.P dan seluruh staf BP4 Medan yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Medan. 5. Ucapan terima kasihku yang paling dalam kepada Ayahanda Drs. Khairul

Amdani, M.Si, dan Ibunda Rasyidah R. Lubis tercinta yang telah memberikan pengorbanan, kasih sayang, semangat, do’a dan motivasi kepada penulis selama ini, Adinda Ridwan Abdurrasyid dan Bou Nurhayati Pulungan yang telah memberikan semangat dan dukungan yang tiada henti kepada penulis. 6. Teman-temanku stambuk 2005, Dina Rasmita, Su’ada Maiyuda, Mardhiah,

Oriza Sativa, MahaSari, Rosidah, Darmawansih, Putri Safitri, Fitriani, Fitri Mailani, Ayu Wisdanora, dan juga yang lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan semangat dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik membangun dari berbagai pihak dalam penyempurnaan hasil penelitian ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberikan informasi di dunia kesehatan terutama keperawatan.

Medan, Juli 2009 Penulis,

Marhamah Rizqina


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR SKEMA ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Tujuan Penelitian ... 4

3. Pertanyaan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Keluarga ... 6

1.1 Defenisi Keluarga ... 6

1.2 Struktur Keluarga ... 6

1.3 Tipe Keluarga ... 7

1.4 Fungsi Keluarga ... 7

1.5 Peran Keluarga ... 8

1.6 Peran Keluarga dalam Kesehatan ... 9

1.7 Peran Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru ... 11

2. Konsep Diri ... 12

2.1 Defenisi Konsep Diri ... 12


(7)

2.3 Komponen Konsep Diri ... 15

2.4 Jenis-jenis Konsep Diri ... 20

2.5 Dampak Sakit Terhadap Konsep Diri ... 21

3. Tuberkulosis Paru (TB Paru) ... 22

3.1 Definisi dan Etiologi TB Paru ... 22

3.2 Cara Penularan dan Faktor Resiko ... 23

3.3 Gejala-gejala Penderita TB Paru ... 24

3.4 Pengobatan Penderita TB Paru ... 24

3.5 Efek Samping pengobatan TB Paru ... 25

3.6 Dampak TB Paru ... 26

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Penelitian ... 28

2. Definisi Operasional ... 29

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian ... 31

2. Populasi & Sampel Penelitian ... 31

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

4. Pertimbangan Etik Penelitian ... 32

5. Instrumen Penelitian ... 32

6. Uji Validitas & Reliabilitas Instrumen ... 33

7. Pengumpulan Data... 34

8. Analisa Data ... 35

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian ... 37


(8)

Karakteristik Demografi Responden ... 37

Peran Keluarga Dalam Merawat Penderita TB Paru dan Konsep Diri Penderita TB Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Medan ... 39

2. Pembahasan ... 49

Peran Keluarga Dalam Merawat Penderita TB Paru ... 49

Konsep Diri Penderita TB Paru ... 52

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan ... 59

2. Rekomendasi ... 60

Rekomendasi Bagi Praktek Keperawatan ... 60

Rekomendasi Bagi Penelitian Selanjutnya ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

2. Kuesioner Data Demografi Responden, Peran Keluarga dan Konsep Diri

3. Surat Izin Pengambilan Data Penelitian 4. Surat Selesai Pengambilan Data Penelitian 5. Uji Reliabilitas


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel

Hal 1. Distribusi frekuensi dan persentasi karakteristik demografi

responden... ...37

2. Distribusi frekuensi dan persentase kategori peran keluarga dalam merawat penderita TB

paru... .39

3. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan

keluarga...40

4. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan peran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi

keluarga...41

5. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan peran keluarga

dalam merawat anggota keluarga yang sakit...41

6. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan peran keluarga dalam memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga...43


(10)

7. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan peran keluarga

dalam dalam menggunakan pelayanan kesehatan...44

8. Distribusi frekuensi dan persentase kategori konsep diri penderita TB paru...45

9. Distribusi frekuensi dan presentasi konsep diri responden berdasarkan citra tubuh...45

10.Distribusi frekuensi dan persentase konsep diri responden berdasarkan harga diri....46

11.Distribusi frekuensi dan presentasi konsep diri responden berdasarkan peran...47

12.Distribusi frekuensi dan presentasi konsep diri responden berdasarkan identitas

diri... ...48


(11)

DAFTAR SKEMA


(12)

Konsep Diri Penderita TB Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan

Nama : Marhamah Rizqina

Nim : 051101026

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008/2009

Abstrak

Sakit dapat menyebabkan perubahan baik secara fisik, mental dan sosial. Kondisi ini tidak hanya berpengaruh pada individu yang mengalami sakit namun juga berpengaruh terhadap keluarga, dan sebaliknya keluarga juga mempunyai pengaruh terhadap kondisi sakit tersebut. Seseorang yang sakit biasanya akan mengalami perubahan terhadap konsep diri, selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri salah satunya yaitu significant other atau orang-orang terdekat. Tuberkulosis (TB) paru adalah salah satu penyakit yang seringkali menimbulkan dampak terhadap fisik, mental dan sosial oleh sebab itu peran keluarga terhadap penderita TB paru sangat dibutuhkan khususnya dalam memberikan perawatan, tidak hanya perawatan secara fisik namun juga perawatan secara psikososial.

Desain penelitian ini adalah desain deskriptif dengan tujuan untuk menggambarkan peran keluarga dalam merawat pasien TB paru dan Konsep diri Pasien TB paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan yang dilakukan pada tanggal 22 Juni-3 Juli 2009. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari kuisioner data demografi, kuisioner peran keluarga dan kuisioner konsep diri. Jumlah sampel sebanyak 60 responden yang dipilih dengan menggunakan teknik convenience sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 47 responden (78,3%) memiliki peran keluarga yang baik dalam merawat penderita TB paru. Pengobatan TB paru membutuhkan waktu yang cukup lama serta harus rutin dan teratur oleh sebab itu peran keluarga sangat dibutuhkan, sedangkan dari responden sendiri membutuhkan kesabaran dan harus yakin dalam menjalani pengobatan, dari hasil penelitian terlihat bahwa hampir keseluruhan responden yaitu 59 orang (98,3%) responden yakin dengan pengobatan yang dijalaninya


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sakit merupakan suatu kondisi yang tidak dapat dipisahkan dari peristiwa kehidupan seseorang, sakit dapat menyebabkan perubahan fisik, mental dan sosial (Perry & Potter, 2005). Kondisi ini tidak hanya berpengaruh pada individu yang mengalami sakit namun juga berpengaruh terhadap keluarga, dan sebaliknya keluarga juga mempunyai pengaruh terhadap kondisi sakit tersebut, dengan kata lain kondisi ini saling mempengaruhi atau saling bergantung satu sama lain (Gillis dkk, 1989 dalam Friedman, 1998). Menurut Doherty & Champbell (1998) dalam Newton (2006) bahwa keluarga mempunyai pengaruh utama dalam kesehatan fisik dan mental setiap anggota keluarganya.

Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri, dan ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri salah satunya yaitu significant other atau orang-orang terdekat (Stuart & Sundeen, 1998). Seseorang yang sakit biasanya akan mengalami perubahan terhadap konsep diri. Konsep diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri. Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi


(14)

memenuhi harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik (Potter & Perry, 2005).

Tuberkulosis (TB) paru adalah salah satu penyakit yang seringkali menimbulkan dampak terhadap fisik, mental dan sosial (Rajeswari, dkk, 2005). Oleh karena itu peran keluarga terhadap penderita TB paru sangat dibutuhkan khususnya dalam memberikan perawatan, tidak hanya perawatan secara fisik namun juga perawatan secara psikososial (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, 2007).

TB paru merupakan penyakit menular yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberculosis dan penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak pasien yang mengandung basil tuberkulosis paru (Hiswani, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramachandran, dkk (2008) pengaruh TB terhadap mental dan sosial terlihat dari 276 sample dimana 54 % pasien merasa rendah diri dan 47 % memiliki pengalaman terhadap perubahan sikap orang-orang di lingkungannya terhadap diri mereka. Sedangkan penelitian lain disebutkan 50 % dari keseluruhan pasien yang menjadi sampel merasa takut setelah mereka didiagnosis menderita TB paru dan 9% dari mereka berpikir untuk bunuh diri, data ini diperoleh sebelum mereka mendapatkan terapi pengobatan, bahkan setelah mendapatkan pengobatan hanya 54% yang merasa senang setelah selesai dengan pengobatannya (Rajeswari, dkk, 2005). TB paru juga merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia. Menurut data WHO pada tahun 2003 hampir sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis, dan 8 juta orang menderita TB paru aktif


(15)

dengan kematian sekitar 2 juta orang tiap tahunnya. Di Indonesia sendiri menurut laporan WHO (2006) setiap tahunnya ditemukan 539.000 jumlah pasien baru pengidap TB dengan kematian 101.000 jiwa, dan Indonesia merupakan negara ketiga setelah India dan Cina dengan jumlah pengidap TB paru terbanyak di dunia (Aditama, dkk, 2008). TB paru juga merupakan penyebab kematian nomor 2 di Indonesia setelah penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah lainnya (Yulianto, 2007). Dari data dinas kesehatan Sumatera Utara tahun 2006 jumlah terduga penderita TB paru di Sumatera Utara mencapai 201.691 orang, dengan temuan terduga sebanyak 156.408 orang, sedangkan tahun 2007 dari jumlah terduga sebanyak 204.171, dan temuan terduga sebanyak 117.136 orang tahun 2005 diperkirakan jumlah penderita TB paru sebanyak 2.573 kasus, sedangkan yang ditemukan adalah 1.902 kasus atau setiap 100.000 penduduk yang terkena adalah 130 orang (Hiswani, 2006). Berdasarkan data dari Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan selama bulan Januari hingga bulan Mei tahun 2009 dilaporkan bahwa jumlah pasien yang berkunjung ke Balai Pengobatan tersebut sekitar 298 orang.

Berdasarkan uraian di atas bahwa keluarga ikut memegang peranan penting dalam merawat anggota keluarga yang sakit khususnya dalam hal ini penyakit TB paru dan terkait juga dengan konsep diri penderita TB paru, karena salah satu dampak sakit yaitu terjadinya perubahan konsep diri seseorang. Oleh sebab itu, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang peran keluarga dalam merawat pasien TB paru dan konsep diri pasien TB Paru di BP4 Medan.


(16)

2. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

2.1. Mengidentifikasi peran keluarga dalam merawat penderita TB paru di BP4 Medan.

2.2. Mengidentifikasi konsep diri penderita TB Paru di BP4 Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah :

3.1. Bagaimana gambaran peran keluarga dalam merawat penderita TB paru di BP4 Medan.

3.2. Bagaimana gambaran konsep diri penderita TB Paru di BP4 Medan.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Pelayanan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi kepada perawat komunitas maupun perawat keluarga tentang peran keluarga dalam merawat penderita TB paru dan konsep diri penderita TB Paru di BP4 Medan. sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal pada pasien TB paru dan keluarga.

4.2 Penelitian Keperawatan

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi untuk penelitian yang akan datang dalam ruang lingkup yang sama.


(17)

4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan kepada pendidikan keperawatan khususnya keperawatan keluarga.


(18)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Keluarga 1.1. Definisi Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah suatu atap dalam kedaan saling ketergantungan (DEPKES RI, 1988 dalam Effendi 1998). Undang-undang No. 10 tahun 1992 dari Suprajitno (2004) menyatakan bahwa keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Sedangkan Friedman (1998) mengatakan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Oleh sebab itu keluarga mempunyai pengaruh utama dalam kesehatan fisik dan mental setiap anggota keluarga (Doherty, 1998 dalam Newton, 2006).

1.2. Struktur Keluarga

Menurut Effendi (1998) struktur keluarga terdiri dari :

a) Patrilineal : Keluarga yang sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dan hubungan itu disusun melalui garis ayah.

b) Matrilineal : Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara beberapa generasi yang disusun melalui garis ibu.

c) Matrilokal : Sepasang suami istri yang tinggal dengan keluarga istri. d) Patrilokal : Sepasang suami istri yang tinggal dengan keluarga suami.


(19)

e) Kawinan : Hubungan suami istri sebagai dasar dari pembinaan keluarga. dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

1.3. Tipe Keluarga

Menurut Suprajitno (2004) pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan menjadi dua, yaitu:

a) Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya. b) Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota

keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi) (Suprajitno, 2004).

1.4. Fungsi Keluarga

Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (1998) dalam Suprajitno (2004) adalah sebagai berikut :

a) Fungsi afektif (the affective function) berhubungan dengan fungsi-fungsi internal keluarga, yaitu berupa pelindungan dan psikososial bagi para anggota keluarganya, keluarga harus dapat melakukan tugas-tugas yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan yang sehat bagi para anggota keluarganya, dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosio emosinal keluarganya.

b) Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.


(20)

c) Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

d) Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

e) Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the health care function), yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktifitas tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi peran keluarga dibidang kesehatan.

1.5. Peran Keluarga

Peran menurut Nye (1976) dalam Friedman (1998) merupakan suatu perilaku yang bersifat homogen yang diharapkan secara normatif oleh seseorang yang memegang suatu posisi dalam struktur sosial dan dalam situasi sosial tertentu. Jadi peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga yang menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu (Setiadi, 2008).

Peran dalam keluarga memberikan tujuan homeostasis atau untuk mengatur keseimbangan dalam keluarga (Friedman, 1998). Turner, 1970 dalam Friedman (1998) menyatakan jika keluarga tidak melaksanakan perannya maka keluarga akan menjadi ketergantungan terhadap keberadaan peran-peran diluar keluarga (misalkan petugas kesehatan).


(21)

1.6. Peran Keluarga dibidang Kesehatan

Sesuai dengan fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai peran dalam bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan meliputi:

1.6.1. Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak berarti dan karena kesehatanlah seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan sehat dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung akan menjadi perhatian dari orang tua atau pengambil keputusan dalam keluarga (Suprajitno, 2004). Menurut Notoadmojo (2003) mengenal diartikan sebagai pengingat sesuatu yang sudah dipelajari atau diketahui sebelumnya. Sesuatu tersebut adalah sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Dalam mengenal masalah kesehatan keluarga haruslah mampu mengetahui tentang sakit yang dialami pasien.

1.6.2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga

Peran ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan keluarga diharapkan tepat agar kesehatan masalah dapat dikurangi atau bahkan teratasi keluarga. Jika keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada


(22)

orang dilingkungan tinggal keluarga agar memperoleh bantuan (Suprajitno, 2004). 1.6.3. Memberikan perawatan terhadap keluarga yang sakit

Beberapa keluarga akan membebaskan orang yang sakit dari peran atau tangung jawabnya secara penuh, Pemberian perawatan secara fisik merupakan beban paling berat yang dirasakan keluarga (Friedman, 1998). Keluarga memiliki keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan keluarga, di rumah keluarga memiliki kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama, untuk mengetahuinya dapat dikaji apakah keluarga aktif dalam ikut merawat pasien, bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang diperlukan pasien, sikap keluarga terhadap pasien, keaktifan keluarga mencari informasi tentang perawatan terhadap pasien (Suprajitno, 2004).

1.6.4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga

Dalam memelihara kesehatan hal-hal yang perlu dilakukan keluarga diantaranya keluarga harus bisa memodifikasi lingkungan yang menjamin kesehatan keluarga. Oleh sebab itu keluarga harus mengetahui tentang pentingnya sanitasi lingkungan dan manfaatnya, memiliki kebersamaan dalam meningkatkan dan memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan (Friedman, 1998). 1.6.5. Menggunakan pelayanan kesehatan

Menurut Effendi (1998) pada keluarga tertentu bila ada anggota keluarga yang sakit jarang dibawa ke puskesmas tapi ke mantri atau dukun. Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam memanfaatkan sarana kesehatan perlu dikaji tentang pengetahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau keluarga, keuntungan dari adanya fasilitas kesehatan, kepercayaan


(23)

keluarga terhadap fasilitas kesehatan yang ada, fasilitas kesehatan yang dapat terjangkau oleh keluarga.

1.7. Peran keluarga dalam merawat penderita TB paru

Agar keluarga dapat menjadi sumber kesehatan yang efektif dan utama keluarga harus lebih terlibat dalam tim perawatan kesehatan dan keseluruhan proses terapetik. Pada penderita TB, peran keluarga sangat dibutuhkan khususnya dalam memberikan perawatan, tidak hanya perawatan secara fisik namun juga perawatan secara psikososial (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, 2007). Hal ini dikarenakan keluarga merupakan orang terdekat dari klien dan juga sesuai dengan salah satu fungsi keluarga yaitu memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit (Friedman, 1998).

Penderita TB sangat membutuhkan dukungan, kasih sayang, dan perhatian khususnya dari keluarga, hal ini dapat ditunjukkan dari keikutsertaan keluarga dalam membantu perawatan pada penderita TB, baik memberikan perawatan secara fisik maupun secara psikis karena banyaknya stigma buruk berkembang di masyarakat terhadap penderita TB, sehingga dengan adanya dukungan, kasih sayang serta perawatan yang baik tersebut akan membantu mempercepat kesembuhan pasien TB (Lhl.no).

Hal-hal yang dapat lakukan keluarga dalam merawat penderita TB paru diantaranya mengawasi klien dalam meminum obat secara teratur hingga klien menelan obatnya, pasien harus meminum obatnya pada pagi hari karena obat tersebut paling baik bekerja ketika pagi hari, keluarga juga harus dapat memotivasi pasien agar sabar dalam pengobatannya, menempatkan obat di tempat yang bersih dan kering, tidak terpapar langsung dengan sinar matahari dan aman


(24)

dari jangkauan anak-anak, selain itu keluarga dapat membawa atau mengajak pasien ke fasilitas kesehatan setiap dua minggu sekali untuk melihat perkembangan penyakitnya atau jika pasien mengalami keluhan-keluhan yang harus segera di tangani. Keluarga juga harus lebih terbuka dan memahami serta menghargai perasaan klien, mendengarkan keluhan-keluhan yang disampaikan klien, menanyakan apa yang saat ini klien rasakan, ini merupakan salah satu bentuk dukungan dari keluarga secara psikis. Untuk kebutuhan nutrisinya keluarga harus memberikan makan yang cukup gizi pada pasien untuk menguatkan dan meningkatkan daya dahan tubuh agar bisa menangkal kuman TB yang merusak paru-paru, kebersihan lingkungan rumah juga harus diperhatikan misalnya dengan pengaturan ventilasi yang cukup, ajarkan keluarga untuk tidak meludah sembarangan, menutup mulut ketika batuk atau bersin, keluarga juga dapat menjemur tempat tidur bekas pasien secara teratur, membuka jendela lebar-lebar agar udara segar dan sinar matahari dapat masuk, karena kuman TB paru akan mati bila terkena sinar matahari (BPN, 2007).

2. Konsep Diri

2.1. Definisi Konsep Diri

Konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Sedangkan menurut Potter & Perry (2005) konsep diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. Konsep diri tidak hanya bergantung pada


(25)

gambaran tubuh dan peran yang tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Beck, William dan Rawlin (1986) yang menyatakan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Oleh sebab itu Konsep diri merupakan hal yang penting bagi kehidupan individu, karena konsep diri menentukan bagaimana individu bertindak dalam berbagai situasi (Calhoun & Acoxcella, 1995).

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Stuart & Sundeen (1991) dalam Salbiah (2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, significant other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan persepsi diri sendiri.

2.2.1. Teori perkembangan

Konsep diri belum ada sejak lahir tapi berkembang secara bertahap dan juga dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain dan objek disekitarnya. Konsep diri dipelajari dari pengalaman yang unik melalui proses eksplorasi diri sendiri, hubungan dengan orang dekat dan berarti bagi dirinya. Konsep diri berkembang dengan baik apabila budaya dan pengalaman dalam keluarga memberikan pengalaman yang positif, individu memperoleh kemampuan yang berarti serta dapat menemukan aktualisasi diri sehingga individu menyadari potensi yang ada pada dirinya. Pengalaman awal dalam kehidupan keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri karena keluarga dapat memberikan perasaan diri adekuat atau tidak adekuat, perasaan


(26)

diterima atau ditolak, kesempatan untuk identifikasi serta penghargaan tentang tujuan, perilaku dan nilai (Stuart & Sundeen, 1991 dalam Salbiah, 2003).

2.2.2. Significant other (orang yang terpenting atau yang terdekat) Konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, dengan mengamati cerminan perilaku diri sendiri terhadap respon yang diberikan oleh orang lain maka individu dapat mempelajari dirinya sendiri (Stuart & Sundeen, 1991 dalam Salbiah, 2003).

Keluarga memberikan pengaruh yang paling kuat karena kontak sosial yang paling awal dialami manusia adalah dengan keluarga. Orang tua memberikan informasi yang menetap tentang diri individu, mereka juga menetapkan pengharapan bagi anaknya, orang tua juga mengajarkan anak bagaimana menilai diri sendiri. Teman sebaya menduduki tempat kedua setelah keluarga terutama dalam mempengaruhi konsep diri seseorang. Masalah penerimaan atau penolakan dalam kelompok teman sebaya berpengaruh terhadap diri seseorang. Masyarakat juga berpengaruh terhadap konsep diri seseorang, masyarakat punya harapan tertentu terhadap seseorang dan harapan ini masuk ke dalam diri individu, dimana individu akan berusaha melaksanakan harapan tersebut (Calhoun & Acocella, 1995).

2.2.3. Persepsi diri sendiri

Persepsi diri yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep diri merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari perilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif dilihat dari


(27)

kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu (Stuart & Sundeen, 1991 dalam Salbiah, 2003).

2.3 Komponen Konsep Diri 2.3.1. Citra Tubuh

Citra tubuh merupakan sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar terhadap tubuhnya yang mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru. Citra tubuh dapat juga dipengaruhi oleh persepsi dari pandangan orang lain. Citra tubuh hanya bergantung sebagian pada realitas tubuh, dan umumnya seseorang tidak mengadaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang terjadi dalam fisik tubuhnya (Stuart & Sundeen, 1998).

Banyak faktor dapat yang mempengaruhi citra tubuh seseorang, seperti operasi (misalnya mastektomi, amputasi, ileostomi), Kegagalan fungsi tubuh (seperti hemiplegi, buta, tuli), seseorang yang tergantung pada mesin, perubahan tubuh seiring dengan bertambahnya usia, umpan balik interpersonal yang negatif, Umpan balik ini berupa tanggapan yang tidak baik misalnya celaan atau makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri, dan lain-lain (Perry & Potter, 2005).

Beberapa gangguan pada citra tubuh dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti syok psikologis yang merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan, menarik diri dimana klien ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau


(28)

menghindar secara emosional sehingga klien menjadi pasif, tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya. Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka akan muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan citra tubuh yang baru. Tanda dan gejala dari gangguan citra tubuh tersebut adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan citra tubuh, tanda dan gejalanya berupa menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah, tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh, mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri, perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang, mengungkapkan keputusasaan, mengungkapkan ketakutan ditolak, depersonalisasi, dan menolak penjelasan tentang perubahan tubuh (Stuart & Sundeen, 1991 dalam Salbiah, 2003).

2.3.2. Harga Diri

Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan standard, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu (Stuart & Sundeen, 1998). Secara umum seseorang yang hampir memenuhi ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sementara seseorang yang konsep dirinya mempunyai variasi luas dari ideal dirinya mempunyai harga diri yang rendah (Perry & Potter, 2005). Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,


(29)

kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga (Stuart & Sundeen, 1998). Harga diri tinggi terkait dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain, sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia. Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama), dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri, meliputi penolakan orang tua, ideal diri tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, gangguan fisik dan mental, sistem keluarga yang tidak berfungsi, pengalaman traumatik yang berulang, misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual dan ketergantungan pada orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).

Seseorang yang mengalami harga diri rendah ditandai dengan perilaku seperti perasaan cemas, mengkritik diri sendiri atau orang lain, penurunan produktivitas, destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung atau marah yang berlebihan, perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, keluhan fisik, pandangan hidup yang bertentangan, penolakan terhadap kemampuan personal, dan menarik diri (Stuart & Sundeen, 1998).


(30)

2.3.3. Peran

Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial (Stuart & Sundeen, 1998). Peran ini mencakup harapan atau standard perilaku yang telah diterima oleh keluarga, komunitas, dan kultur. Perilaku tersebut didasarkan pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi (Perry & Potter, 2005). Agar dapat berfungsi secara efektif dalam peran, seseorang harus mengetahui perilaku dan nilai yang diharapkan, harus mempunyai keinginan untuk memastikan perilaku dan nilai ini, dan harus mampu memenuhi tuntutan peran. Sebagian besar individu mempunyai lebih dari satu peran. Peran yang umum termasuk peran sebagai orang tua, istri atau suami, sebagai anak, pencari nafkah atau pengambil keputusan. Setiap peran mencakup pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini mengarah pada penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini menyebabkan seseorang tidak diterima (Perry & Potter, 2005).

Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran. Transisi peran tersebut dapat di kategorikan menjadi beberapa bagian, seperti a) transisi perkembangan, setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap perkembangan harus di lalui individu dengan menjelaskan tugas perkembangan yang berbeda–beda, hal ini dapat merupakan stresor bagi konsep diri, b) transisi situasi, transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkan


(31)

perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan, c) transisi sehat sakit, stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri, perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri peran dan harga diri.

Penyebab atau faktor-faktor ganguan peran tersebut dapat di akibatkan oleh konflik peran interpersonal, individu dan lingkungan tidak mempunyai harapan peran yang selaras, contoh peran yang tidak adekuat, kehilangan hubungan yang penting, perubahan peran seksual, keragu-raguan peran, perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan proses menua, kurangnya pengertian tentang peran, ketergantungan obat, kurangnya keterampilan sosial, perbedaan budaya, harga diri rendah, dan konflik antar peran yang sekaligus diperankan. Gangguan-gangguan peran yang terjadi dapat ditandai dengan tanda dan gejala, seperti mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkan peran, mengingkari atau menghindari peran, kegagalan transisi peran, ketegangan peran, kemunduran pola tanggung jawab yang biasa dalam peran, proses berkabung yang tidak berfungsi, dan kejenuhan pekerjaan (Stuart & Sundeen, 1998).

2.3.4. Identitas

Identitas merupakan pengorganisasian prinsip dari sistem kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kontniuitas, keunikan, dan konsistensi dari kepribadian (Stuart & Sundeen, 1998). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duannya. Identitas juga mencakup rasa internal tentang


(32)

individualitas, keutuhan dan konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi (Potter & Perry, 2005). Menurut Erikson (1963) dalam Perry & Potter (2005) seseorang belajar tentang nilai, perilaku dan peran sesuai dengan kultur, untuk dapat membentuk identitas seseorang harus mampu membawa semua perilaku yang dipelajari ke dalam keutuhan yang koheren, konsisten dan unik. Perasaan dan prilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat ditandai dengan memandang dirinya secara unik, merasakan dirinya berbeda dengan orang lain, merasakan otonomi, menghargai diri, percaya diri, mampu diri, menerima diri, dapat mengontrol diri, mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri.

2.4 Jenis Konsep Diri

Menurut Calhoun & Acocella (1995), dalam perkembangannya konsep diri terbagi menjadi dua jenis :

2.4.1. Konsep diri positif

Konsep diri yang positif lebih berupa penerimaan diri, kerendahan hati dan kedermawanan dan bukan kepada kebanggan yang besar, keangkuhan serta keegoisan. Konsep diri positif bersifat stabil dan bervariasi. Seseorang yang mempunyai konsep diri positif mengenal dirinya dengan sangat baik, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya atau dengan kata lain dapat menerima segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya sendiri, evaluasi tehadap dirinya sendiri menjadi positif dan menerima keberadaan orang lain serta mampu merancang tujuan-tujuan sesuai realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai (Calhoun & Acocella, 1995).


(33)

2.4.2 Konsep diri negatif

Calhoun & Acocella (1995) membagi konsep diri negatif menjadi dua tipe, yaitu :

a) Pandangan seseorang tentang dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu dengan konsep diri negatif tipe ini benar-benar tidak mengetahui siapa dirinya, apa kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dia hargai dalam hidupnya.

b) Pada tipe kedua hampir merupakan lawan dari tipe yang pertama. Individu dengan tipe yang kedua ini memiliki konsep diri yang terlalu stabil dan terlalu teratur, dengan kata lain kaku. Hal ini mungkin dikarenakan didikan yang terlalu keras sehingga individu tersebut menciptakan citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

2.5 Dampak Sakit Terhadap Konsep Diri

Perubahan konsep diri akibat menderita suatu penyakit mungkin bersifat kompleks. Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain. Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarik diri (Perry & Potter, 2005).


(34)

Konsep diri dapat terlihat dari bagaimana pasien tersebut memandang citra tubuhnya yang merupakan konsep subjektif terhadap penampilan fisiknya. Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri. Perubahan fisik dalam tubuh menyebabkan perubahan citra tubuh, dimana identitas dan harga diri juga dapat dipengaruhi. Tidak hanya itu dampaknya juga berpengaruh pada perannya dalam keluarga, Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil keputusan, seorang profesional, dan sebagai orang tua. Saat seseorang menderita penyakit peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan. Klien yang mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik, akibatnya anggota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien (Perry & Potter, 2005).

3. Tuberkulosis Paru (TB Paru) 3.1. Definisi TB Paru

Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang paru dan dapat juga ditularkan kebagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agen infeksius utamanya adalah Mycobacterium Tuberkulosis yang merupakan bakteri berbentuk batang, aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet (Brunner & Suddarth, 2002).


(35)

3.2. Cara Penularan dan Resiko Penularan

Tuberkulosis dapat ditularkan melalui udara dari penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita TB Paru tersebut menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi jika droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

Daya penularan dari seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka pasien tersebut dianggap tidak menular, kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (BPN, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko penularan penyakit TB paru adalah (1) Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif, (2) individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV), (3) pengguna obat-obat IV dan alkoholik, (4) individu yang memiliki gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (5) umur dan jenis kelamin, (6) keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain – lain yang akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB Paru, (7) individu yang tinggal di institusi (misal: fasilitas perawatan


(36)

jangka panjang, institusi psikiatrik, penjara), (8) mereka yang tinggal di perumahan yang padat, kumuh dan sanitasi yang buruk (Brunner & Suddarth, 2002).

3.3. Gejala-gejala Penderita TB Paru

Gejala-gejala yang terdapat pada seseorang yang menderita TB paru diantaranya batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu yang pada awalnya mungkin non produktif tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen dengan haemoptisis (batuk darah), demam, suhu badan sedikit meningkat siang hari/sore hari, menggigil dapat terjadi jika suhu badan naik cepat, berkeringat pada malam hari tanpa melakukan aktivitas, anoreksia, berat badan menurun, kelelahan (fatigue), nyeri dada, wheezing karena penyempitan lumen endobronkus oleh karena sekret, bronkostenosis, peradangan, jaringan granulasi, ulserasi dan dyspnea yang merupakan late syndrom dari proses lanjut oleh karena restriksi dan obstruksi saluran nafas (Crofton, 1998).

3.4. Pengobatan TB Paru

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) (Brunner & Suddarth, 2005).

Pengobatan TB paru terbagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah : INH, Rifampisin, Pirazinamid, Sterptomisin, Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin, Amikasin, Kuinolon, obat lain yang masih dalam penelitian


(37)

yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavunalat. Kemasannnya dapat terdiri dari dosis tunggal yaitu obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination-FDC) kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3-4 obat dalam satu tablet (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

3.5. Efek Samping Obat TB Paru

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat diteruskan.

Efek-efek samping OAT tersebut diantaranya untuk Isoniazid efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot, efek samping berat yang ditimbulkan dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% pasien. Pada golongan rifampisin efek samping ringan dapat berupa sindrom flu (demam, menggigil, nyeri tulang), sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah dan kadang-kadang diare, gatal-gatal kemerahan, rifampisin dapat juga menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur, warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya, hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir. Sedangkan pirazinamid efek samping utama yang ditimbulkan adalah hepatitis imbas obat, nyeri sendi, demam, mual, kemerahan, dan reaksi kulit yang lain.


(38)

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa kurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau, dan streptomisin dapat menimbulkan efek samping berupa kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan erat dengan keseimbangan dan pendengaran, gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

3.6. Dampak TB Paru

Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda ketika dihadapkan dengan suatu penyakit, reaksi perilaku dan emosi tersebut tergantung pada penyakit, sikap orang tersebut dalam menghadapi suatu penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain. Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupan hanya sedikit menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi orang tersebut dan keluarga, sedangkan penyakit berat, apalagi yang mengancam kehidupan dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarik diri (Perry & Potter, 2005).

TB paru merupakan contoh klasik penyakit yang tidak hanya menimbulkan dampak terhadap perubahan fisik, tetapi mental dan juga sosial (Rajeswari, dkk, 2005). Bagi penderita TB paru dampak secara fisik yang ditimbulkan diantarnya kelemahan fisik secara umum, batuk yang terus menerus, sesak napas, nyeri dada, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat pada malam hari dan kadang-kadang panas yang tinggi. Bagi keluarga pasien adanya risiko terjadinya penularan terhadap anggota keluarga yang lain karena kurangnya pengetahuan dari keluarga terhadap penyakit TB Paru serta kurangnya


(39)

pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan dan upaya pencegahan penyakit. Produktivitas juga menurun terutama bila mengenai kepala keluarga yang berperan sebagai pemenuhan kebutuhan keluarga, maka akan menghambat biaya hidup sehari-hari terutama untuk biaya pengobatan (Efendi, 2008).

Tidak sedikit pasien yang ketika di diagnosis TB Paru timbul ketakutan dalam dirinya, ketakutan itu dapat berupa ketakutan akan pengobatan, kematian, efek samping obat, menularkan penyakit ke orang lain, kehilangan pekerjaan, ditolak dan didiskriminasikan, dan lain-lain (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, 2007). Hal senada juga diungkapkan oleh Kabat dalam surat kabar Pontianak Post (2005) bahwa penderita TB sering merasa rendah diri karena stigma buruk yang berkembang bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Banyak orang yang menghindari interaksi dengan penderita TB karena takut tertular. Padahal, penularan TB tidak terjadi semudah itu, butuh kontak yang lama dan sering. Selain itu klien mudah tersinggung, marah, putus asa dikarenakan batuk yang terus menerus sehingga keadaan sehari-hari menjadi kurang menyenangkan dan karena adanya perasaan rendah diri, klien selalu mengisolasi diri karena malu dengan keadaan penyakitnya (Erfandi, 2008).


(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep ini bertujuan untuk menggambarkan peran keuarga dalam merawat pederita TB paru dan konsep diri penderita TB paru. Menurut Doherty & Champbell (1998) dalam Newton (2006) bahwa keluarga mempunyai pengaruh utama dalam kesehatan fisik dan mental setiap anggota keluarganya. Hal ini juga terkait dengan peran keluarga dalam kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan, memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga, memberikan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, dan menggunakan pelayanan kesehatan (Friedman, 1998). Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri, selain itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri salah satunya yaitu significant other atau orang-orang terdekat (Stuart & Sundeen, 1991). Pada penderita TB, peran keluarga sangat dibutuhkan khususnya dalam memberikan perawatan, tidak hanya perawatan secara fisik namun juga perawatan secara psikososial (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, 2007).


(41)

Skema 1 : Kerangka konseptual peran keluarga dalam merawat penderita TB paru dan konsep diri penderita TB paru

2. Definisi Operasional

2.1 Peran Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru

Peran keluarga adalah seperangkat perilaku interpersonal, sifat, dan kegiatan yang dilakukan keluarga dalam memberikan perawatan pada anggota keluarga yang menderita TB paru. Tindakan-tindakan yang terkait peran keluarga dalam merawat pasien TB paru adalah mengenal masalah kesehatan yang sedang dihadapi anggota keluarga yang menderita TB paru, memutuskan tindakan yang tepat bagi penderita TB paru, memberikan perawatan terhadap penderita TB paru, memodifikasi lingkungan keluarga untuk mencegah terjadinya penularan bagi

Peran keluarga :

- Mengenal masalah

kesehatan keluarga

- Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga

- Memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit

- Memodifikasi lingkungan untuk menjamin kesehatan keluarga

- Menggunakan fasilitas kesehatan

Pasien TB paru

Konsep diri: - Citra tubuh - Harga diri - Identitas - Peran

Positif

Negatif

Baik

Cukup


(42)

anggota keluarga yang lain, dan membawa anggota keluarga yang menderita TB paru ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pengobatan.

2.2 Konsep Diri

Konsep diri adalah penilaian penderita TB paru terhadap citra tubuh, harga diri, identitas, serta perannya yang terkait dengan kondisi penyakitnya.

2.3 Pasien TB Paru

Seseorang yang telah didiagnosa secara medik menderita TB paru dan sedang menjalani pengobatan TB paru lebih dari 1 bulan.


(43)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif. Melalui metode ini peneliti ingin melihat gambaran peran keluarga dalam merawat penderita TB paru dan konsep diri penderita TB paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan.

2. Populasi dan Sampel 2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TB paru yang berobat ke BP4 Medan. Jumlah populasi pasien TB Paru yaitu sekitar 60 orang. Jumlah ini diambil dari jumlah rata-rata seluruh pasien TB paru yang berobat ke BP4 Medan dari bulan Januari-Mei 2009 yaitu 298 orang.

2.2 Sampel

Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari jumlah populasi yaitu sebanyak 60 orang (Arikunto, 1997). Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah dengan teknik convenience sampling yaitu subjek yang dijadikan sampel karena kebetulan dijumpai ditempat dan waktu secara bersamaan pada saat pengumpulan data (Nursalam, 2003). Namun peneliti mempunyai kriteria tertentu dalam menetapkan subjek penelitian, adapun kriteria pasien yang menjadi responden adalah penderita TB paru yang sedang menjalani pengobatan lebih dari 1 bulan, berusia minimal 21 tahun, dan bersedia menjadi responden.


(44)

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di BP4 Medan, dan dilakukan pada tanggal 22 Juni-3 Juli 2009. Adapun alasan memilih BP4 Medan sebagai tempat penelitian karena jumlah pasien TB paru yang berobat ke BP4 Medan cukup banyak sehingga peneliti lebih mudah untuk menemukan sampel penelitian.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah meminta izin dari pihak pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian, kemudian meminta izin kepada Kepala BP4 Medan. Selanjutnya peneliti mendekati para responden dan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian. Setelah responden bersedia kuisioner dibagikan kepada responden. Untuk menjaga kerahasiaannya kuesioner dibuat dengan tanpa nama (anonymity) tetapi dengan menggunakan kode dan hanya peneliti yang mempunyai akses terhadap informasi yang didapat dari responden (confidentiality). Peneliti juga menjelaskan bahwa partisipasi responden yang diteliti tersebut sifatnya sukarela dan mempunyai hak untuk mengundurkan diri.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner. Kuesioner terdiri dari tiga bagian, Kuesioner bagian pertama terdiri dari data demografi pasien TB paru yang terdiri dari usia, status, jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan lama menderita TB paru. Bagian kedua berupa kuesioner yang berisi 18 pertanyaan tentang peran keluarga dalam merawat penderita TB paru, dan bagian ketiga yaitu


(45)

kuesioner yang berisi 20 pertanyaan untuk menggambarkan konsep diri penderita TB paru.

Skala pengukuran data yang digunakan dalam instrumen adalah skala ordinal. Pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan tertutup (dichotomy) dengan pilihan “ya” atau “tidak”. Untuk kuesioner peran keluarga dalam merawat pasien TB paru pertanyaan dengan jawaban “ya” diberi skore (1), dan untuk jawaban “tidak” diberi skore (0). Pada kuesioner konsep diri pasien TB paru untuk pertanyaan 1-5 dan 11-15 jika dijawab “ya” diberi skore (1) dan untuk jawaban “tidak” diberi skore (0), sedangkan pertanyaan 6-10 dan 16-20 jika dijawab “ya” diberi skore (0) dan untuk jawaban “tidak” diberi skore (1).

6. Uji Reliabilitas dan Validitas Instrumen

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen dilakukan uji reliabilitas instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama. Instrumen yang reliable akan dapat menghasilkan data yang dapat dipercaya atau benar sesuai kenyataannya sehingga walaupun data diambil berulang-ulang, hasilnya akan tetap sama. Dalam penelitian ini digunakan reliability konsistensi internal karena pemberian kuisioner hanya satu kali dengan satu bentuk instrument pada subjek studi (Dempsey & Dempsey, 2002). Uji reliabilitas untuk instrumen peran keluarga dan konsep diri menggunakan KR-21 karena memiliki instrumen dengan jumlah pertanyaan genap dan dikatakan reliable bila hasilnya bernilai > 0.632 (Arikunto, 1997). Uji reliabilitas dilakukan pada 10 orang responden. Hasil uji reliabilitas untuk kuesioner peran keluarga dalam merawat pasien TB paru terhadap 10 orang adalah 0.73, dan untuk hasil uji reabilitas kuisioner konsep diri terhadap 10 orang adalah 0.7. Hasil ini lebih besar


(46)

dari r table 0.632, sehingga kuisioner ini telah reliable sesuai dengan pendapat Arikunto (1997). Uji Validitas digunakan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoadmodjo, 2002). Uji validitas dilakukan oleh salah satu dosen keperawatan keluarga Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS.

7. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan kemudian permohonan izin penelitian yang diperoleh diajukan pada pimpinan BP4 Medan. Setelah mendapat izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data. Pada saat melakukan penelitian, peneliti mengobservasi dengan menggunakan kuesioner atau angket pada pasien TB paru yang datang berobat ke BP4 Medan, dan dilengkapi dengan data sekunder yang diperoleh dari BP4 Medan.

Setelah itu peneliti membagikan kuesioner kepada responden, sebelum dilakukan pembagian kuesioner peneliti menjelaskan pada responden tentang tujuan, manfaat dan cara pengisian kuesioner, kemudian responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan (informed consent) ataupun memberikan persetujuan secara lisan. Selanjutnya peneliti mengambil data dari responden yang bersedia mengisi kuesioner dan responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak dimengerti. Setelah selesai, peneliti kemudian memeriksa kelengkapan data. Jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisa.


(47)

8. Analisa data

Setelah semua data terkumpul, kemudian dilakukan analisa data melalui beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa, tahap ketiga processing yaitu memasukkan data dari kuesioner kedalam program komputer.

Data demografi ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Untuk data umur dan lama menderita TB Paru disajikan dalam nilai mean dan standar deviasi. Untuk melihat gambaran peran keluarga dan konsep diri pasien TB paru, hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dan persentase.

Penilaian peran keluarga dalam merawat penderita TB paru dan konsep diri penderita TB paru dengan menggunakan kuesioner. Untuk kuesioner peran keluarga setiap jawaban ”ya” diberi (Skor 1) dan ”tidak” diberi (Skor 0). Pada kuesioner konsep diri penderita TB paru untuk pertanyaan 1-5 dan 11-15 jika dijawab “ya” diberi skore (1) dan untuk jawaban “tidak” diberi skore (0), sedangkan pertanyaan 6-10 dan 16-20 jika dijawab “ya” diberi skore (0) dan untuk jawaban “tidak” diberi skore (1), Peran keluarga dan konsep diri dikategorikan berdasarkan rumus statistik Sudjana (2005), yaitu:

Panjang Kelas (P) = Rentang kelas

Banyak kelas


(48)

Peran keluarga dalam merawat penderita TB paru dimasukkan dalam 3 kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Nilai tertinggi adalah 18 dan terendah 0 sehingga diperoleh panjang kelas = 6. Berdasarkan rumus statistik diatas maka kategori peran keluarga dalam merawat penderita TB paru adalah baik (13-18), cukup (7-12), dan kurang (0-6). Untuk konsep diri penderita TB paru terdiri dari dua kategori yaitu positif dan negatif. Nilai tertinggi untuk penilaian konsep diri pasien TB paru adalah 20 dan terendah 0 sehingga diperoleh panjang kelas = 10. Berdasarkan rumus statistik diatas maka kategori konsep diri positif adalah (10-20) dan negatif (0-10).


(49)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai peran keluarga dalam merawat penderita TB paru dan konsep diri penderita TB paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan yang telah dilakukan pada tanggal 22 Juni-3 Juli 2009 dengan jumlah responden 60 orang. Penyajian hasil penelitian meliputi deskripsi karakteristik demografi responden, deskripsi peran keluarga dalam merawat penderita TB paru dan konsep diri penderita TB paru.

1.1 Karakteristik Demografi Responden

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi responden (N=60)

Karakteristik demografi Frekuensi Persentase (%)

Usia

21-32 Tahun 20 33,3

33-44 Tahun 18 30,0

45-56 Tahun 13 21,7

57-68 Tahun 8 13,3

68 tahun keatas 1 1,7

Status perkawinan

Menikah 43 71,7

Tidak Menikah 16 26,7

Duda 1 1,7

Jenis Kelamin

Laki-laki 44 73,3

Perempuan 16 26,7

Agama

Islam 32 53,3


(50)

Karakteristik demografi Frekuensi Persentase (%)

Suku

Melayu 5 8,3

Batak 31 51,7

Jawa 20 33,3

Minang 2 3,3

Aceh 1 1,7

Maluku 1 1,7

Pendidikan terakhir

SD 5 8,3

SMP 10 16,7

SMU 35 58,3

Sarjana 9 15,0

Akademi 1 1,7

Pekerjaan

Pegwai Negeri Sipil 3 5,0

BUMN 1 1,7

Wiraswasta 33 55,0

Karyawan 8 13,3

Ibu Rumah tangga 8 13,3

Mahasiswa 6 10,0

Tidak bekerja 1 1,7

Penghasilan keluarga

< Rp. 1.000.000 40 66,7

Rp. 1.000.000-3.000.0000 17 28,3

> Rp. 3000.000 3 5,0

Lama Menderita TB Paru

> 1 bulan - 2 bulan 16 26,7

2 bulan - 4 bulan 21 35,0

> 4 bulan – 6 bulan 14 23,0

> 6 bulan 9 15,0

Dari Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada usia 21-32 tahun sebanyak 20 orang (33,3%), usia 33-44 tahun sebanyak 18 orang (30,0%), usia 45-56 tahun sebanyak 13 orang (21,7%), dan usia 57-68 sebanyak 8


(51)

orang (13,3%). Berdasarkan status perkawinan responden; menikah sebanyak 43 orang (71,7%), tidak menikah sebanyak 16 orang (26,7%) dan hanya 1 orang (1,7%) yang tidak menikah. Berdasarkan jenis kelamin mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 44 orang (73,3%). Berdasarkan agama responden yang beragama Islam sebanyak 32 orang (53,3%), dan beragama Kristen sebanyak 28 orang (46,7%). Berdasarkan variasi suku bangsa responden terbanyak yaitu suku Batak sebanyak 31 orang (51,7%). Berdasarkan pendidikan responden mayoritas bependidikan SMU sebanyak 35 orang (58,3%). Berdasarkan pekerjaan mayoritas responden bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 33 orang (55,0%). Mayoritas responden mempunyai penghasilan keluarga perbulan di bawah Rp.1.000.000 sebanyak 40 orang (66,7%). Lama menderita TB paru terbanyak adalah 2-4 bulan sebanyak 21 orang (35,0%).

1.2 Peran Keluarga Dalam Merawat Penderita TB paru dan Konsep diri Penderita TB Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Medan

1.2.1. Peran keluarga dalam merawat penderita TB paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Medan

Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase kategori peran keluarga dalam merawat penderita TB paru

Peran Keluarga Frekuensi Persentase

Baik 47 78,3


(52)

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 47 responden (78,3%) memiliki peran keluarga yang baik dalam merawat penderita TB paru, dan 13 responden (21,7%) memiliki peran keluarga yang cukup.

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan keluarga (N=60)

Pernyataan Frekuensi (Persentase) Ya Tidak 1. Keluarga Bapak/Ibu mengetahui bahwa 40 (66,7%) 20 (33,3 %) penyebab TB Paru adalah Mycobacterium

Tuberculosis

2. Keluarga Bapak/Ibu mengetahui bahwa 51 (85%) 9 (15 %) batuk lebih dari 3 minggu disertai demam,

berkeringat di malam hari tanpa beraktivitas, hilang selera makan dan berat badan menurun adalah gejala TB paru

3. Keluarga Bapak/Ibu mengetahui bahwa 56 (93,3%) 4 (6,7%) Bapak/Ibu harus menjalankan terapi

pengobatan yang cukup lama dan harus rutin serta teratur

Hasil penelitian yang ditunjukan pada tabel 3 menggambarkan bahwa sebanyak 40 responden (66,7%) menyatakan keluarga mengetahui penyebab TB paru adalah karena Mycobacterium Tuberculosis, 51 responden (85%) menyatakan bahwa keluarga mengetahui tanda dan gejala TB paru, dan 56


(53)

respoden (93,3%) menyatakan keluarga mengetahui bahwa pengobatan TB paru membutuhkan waktu yang cukup lama, rutin, serta teratur.

Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan peran keluarga dalam memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga (N=60) Pernyataan Frekuensi (Persentase)

Ya Tidak 1. Keluarga Bapak/Ibu langsung memutuskan 52 (86,7%) 8 (13,3 %)

membawa ke Puskesmas/Rumah sakit bila ada anggota keluarga yang sakit mengalami penurunan kesehatan

2. Keluarga berusaha mencari informasi mengenai 46 (76,7%) 14 (23,3 %) penyakit atau masalah kesehatan yang sedang

di hadapi oleh Bapak/Ibu

Pada tabel 4 dari hasil penelitian diperoleh 52 responden (86,7%) menyatakan bahwa keluarga memutuskan membawa anggota keluarga yang sakit jika mengalami penurunan kesehatan ke puskesmas/pelayanan kesehatan, dan 46 responden (76,7 %) menyatakan keluarga berusaha mencari informasi mengenai penyakit atau masalah kesehatan yang sedang dihadapi keluarga.

Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan peran keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit (N=60)

Pernyataan Frekuensi (Persentase) Ya Tidak 1. Keluarga menjaga jarak ketika berkomunikasi 28 (46,7%) 32 (53,3%) dengan Bapak/Ibu untuk menghindari penularan


(54)

2. Keluarga menganjurkan agar Bapak/Ibu 41 (68,3%) 19 (31, 7%) menutup mulut ketika bersin atau batuk

dan tidak membuang dahak sembarangan

2. Keluarga Bapak/Ibu ikut langsung dalam 56 (93,3%) 4 (6,7%) merawat jika anggota keluarga yang sakit

mengalami penurunan kesehatan

3. Keluarga Bapak/Ibu ikut serta dalam proses 38 (63,3 %) 22 (36,7%) pengobatan dengan menjadi pengawas menelan

obat (PMO)

4. Keluarga Bapak/Ibu memberikan makan yang 57 (95,0%) 3 (5,0 %) cukup gizi untuk menguatkan dan meningkatkan

daya tahan tubuh dan mempercepat proses penyembuhan

5. Keluarga menolong ketika Bapak/Ibu 60 (100%) membutuhkan sesuatu diluar kemampuan

Bapak/Ibu

6. Keluarga sering menanyakan apa yang sedang 49 (81,7 %) 11 (18,3%) Bapak/Ibu rasakan dan mendengarkan

keluhan-keluhan yang Bapak/Ibu sampaikan

7. Keluarga memberikan motivasi agar Bapak/Ibu 56 (93,3%) 4 (6,7 %) sabar dalam menjalankan pengobatan

8. Keluarga memberikan dukungan moral dan 55 (91,7%) 5 (8,3 %) spiritual kepada Bapak/Ibu agar tidak putus asa


(55)

Tabel 5 yang menggambarkan peran keluarga dalam merawat penderita TB paru menunjukkan bahwa sebanyak 32 responden (53,3 %) menyatakan keluarga tidak menjaga jarak ketika berbicara untuk menghindari penularan, namun 41 responden (68,3%) menyatakan keluarga menganjurkan untuk menutup mulut ketika batuk atau bersin dan tidak membuang dahak sembarangan, 56 responden (93,3%) menyatakan keluarga ikut merawat anggota keluarga yang sakit jika mengalami penurunan kesehatan, 38 responden (63,3%) menyatakan keluarga ikut serta dalam proses pengobatan dengan menjadi pengawas menelan obat (PMO), 57 responden (95%) menyatakan keluarga memberikan makanan yang cukup gizi, seluruh responden (100%) menyatakan keluarga menolong ketika responden membutuhkan sesuatu diluar kemampuannya, 49 responden (81,7%) responden menyatakan keluarga sering menanyakan apa yang diarsakan responden serta mendengarkan keluhan-keluhan responden, 56 responden (93,3%) responden menyatakan keluarga memberikan motivasi agar sabar dalam menjalankan pengobatan, dan 55 orang (91,7%) responden menyatakan keluarga memberikan dukungan moral dan spiritual agar responden tidak putus asa tehadap penyakitnya.

Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan peran keluarga dalam memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga (N=60)

Pernyataan Frekuensi (Persentase) Ya Tidak 1. Keluarga selalu menjaga kebersihan lingkungan 59 (98,3%) 1 (1,7%) rumah dan mengatur ventilasi rumah dengan baik


(56)

Pernyataan Frekuensi (Persentase) Ya Tidak agar cahaya matahari serta udara yang segar dapat

masuk ke dalam rumah

2. Keluarga menjemur tempat tidur dan membersihkan 45 (75%) 15 (25%) ruangan kamar Bapak/Ibu secara teratur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir keseluruhan responden sebanyak 59 responden (98,3%) menyatakan keluarga selalu menjaga kebersihan lingkungan rumah dan mengatur ventilasi rumah dengan baik, dan 45 responden (75%) menyatakan keluarga menjemur tempat tidur dan membersihkan ruangan kamar responden secara teratur.

Tabel 7. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan peran keluarga dalam dalam menggunakan pelayanan kesehatan (N=60)

Pernyataan Frekuensi (Persentase) Ya Tidak 1. Keluarga membawa Bapak/Ibu ke puskesmas 57 (95%) 3 (5%) /rumah sakit jika Bapak/Ibu mengalami

keluhan-keluhan yang harus segera ditangani

2. Keluarga rutin mengambil obat dan 39 (65%) 21 (35%) mengontrol perkembangan penyakit Bapak/Ibu

ke pelayanan kesehatan

Tabel 7 menunjukkan 57 responden (95%) menyatakan keluarga membawa ke rumah sakit/puskesmas jika pasien mengalami keluhan-keluhan


(57)

yang harus segera ditangani, dan 39% responden menyatakan keluarga rutin mengambil obat dan mengontrol perkembangan penyakit Bapak/Ibu ke pelayanan kesehatan.

1.2.2 Konsep diri pasien TB paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru (BP4) Medan

Tabel 8. Distribusi frekuensi dan persentase kategori konsep diri pasien TB paru Peran Keluarga Frekuensi Persentase

Positif 59 98,3

Negatif 1 1,7

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir keseluruhan responden yaitu 59 responden (98,3%) memiliki konsep diri yang positif dan hanya 1 responden yang memilki konsep diri negatif.

Tabel 9. Distribusi frekuensi dan presentasi konsep diri responden berdasarkan citra tubuh (N=60)

Pernyataan Frekuensi (Persentasi) Ya Tidak 1. Apakah Bapak/Ibu menerima ketika pertama kali 57 (95%) 3 (5%) didiagnosa TB paru

2. Apakah Bapak/Ibu merasa tidak ada yang berubah 15 ( 25%) 45 (75%) pada diri Bapak/Ibu setelah menderita penyakit

3. Apakah Bapak/Ibu merasa tidak perlu malu dengan 46 (76,7%) 14 (23,3%) penyakit yang Bapak/Ibu derita

4. Apakah Bapak/Ibu merasa malu ketika batuk 27 (45%) 33 (55%) dihadapan orang lain


(58)

Tabel 9 diatas menunjukkan hasil penelitian mengenai konsep diri berdasarkan citra tubuh diperoleh mayoritas responden sebanyak 57 orang (95%) menerima ketika pertama kali didiagnosa TB paru, 45 responden (75%) merasa terdapat perubahan pada dirinya setelah menderita penyakit, 46 responden (76,7%) merasa tidak perlu malu dengan penyakitnya, dan 33 responden (55%) tidak merasa malu ketika batuk dihadapan orang lain.

Tabel 10. Distribusi frekuensi dan persentase konsep diri responden berdasarkan harga diri (N=60)

Pernyataan Frekuensi (Persentase) Ya Tidak 1. Apakah Bapak/Ibu tetap menjalin komunikasi 57 (95%) 3 (5%) dengan orang lain seperti biasa

2. Apakah Bapak/Ibu yakin dengan pengobatan 59 (98,3%) 1 (1,7%) yang sedang Bapak/Ibu jalani

3. Apakah Bapak/Ibu merasa cemas dengan 42 (70 %) 18 (30%) penyakit yang Bapak/Ibu derita

4. Apakah Bapak/Ibu sering mengkritik diri 14 (23,3%) 46 (76,7%) Sendiri

5. Apakah Bapak/Ibu mengalami gangguan 4 (6,7%) 56 (93,3%) dalam berhubungan dengan orang lain setelah

menderita penyakit

6. Apakah Bapak/Ibu merasa bersalah karena 7 (11,7%) 53 (88,3%) penyakit yang Bapak/Ibu derita


(59)

Tabel 10 diatas menunjukkan mayoritas responden sebanyak 57 orang (95%) menyatakan tetap menjalin komunikasi dengan orang lain seperti biasa, hampir keseluruhan responden yakin dengan pengobatan yang sedang dijalani yaitu sebanyak 59 responden (98,3%), merasa cemas dengan penyakit yang dideritanya 42 responden (70 %), 14 responden (23,3%) yang sering mengkritik diri sendiri, 56 responden (93,3%) tidak mengalami gangguan dalam berhubungan dengan orang lain, dan 7 responden (11,7%) yang menyatakan merasa bersalah karena penyakitnya.

Tabel 11. Distribusi frekuensi dan presentasi konsep diri responden berdasarkan peran (N=60)

Pernyataan Frekuensi (Persentasi) Ya Tidak 1. Apakah Bapak/Ibu ikut terlibat dalam pengambilan 52 (86,7%) 8 (13,3%) keputusan di keluarga

2. Apakah Bapak/Ibu berpikir telah mampu menjadi 54 (90%) 6 (10 %) (seorang suami/istri, ayah/ibu/anak) dengan cara yang

Bapak/Ibu inginkan

4. Apakah Bapak/Ibu merasa sulit saat mengambil 3 (5%) 57 (95%) suatu keputusan

5. Apakah Bapak/Ibu merasa membebani keluarga 35 (58,3%) 25 (41,7%) dengan penyakit Bapak/Ibu

Hasil penelitian menunjukkan 52 responden (86,7%) menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, 54 responden (90%)


(60)

menyatakan telah mampu menjadi seorang (istri/suami,ayah/ibu,anak) yang baik, keseluruhan responden tidak merasa dijauhi oleh keluarga, hanya 3 orang (5%) yang merasa sulit mengambil keputusan dan sebanyak 35 orang (58,3%) merasa membebani keluarga dengan penyakitnya.

Tabel 12. Distribusi frekuensi dan presentasi konsep diri responden berdasarkan identitas diri (N=60)

Pernyataan Frekuensi (Persentasi) Ya Tidak 1. Apakah Bapak/Ibu tetap mensyukuri apapun kondisi 59 (98,3%) 1 (1,7%) yang Bapak/Ibu hadapi

2. Apakah Bapak/Ibu berpikir bahwa setiap orang 57 (95%) 3 (5%) memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing

3. Apakah pada saat Bapak/Ibu melakukan suatu 59 (98,3%) 1 (1,7%) pekerjaan, Bapak/Ibu melakukannya dengan percaya diri

4. Apakah Bapak/Ibu marah dan tersinggung jika ada 3 (5%) 57 (95%) orang yang menanyakan tentang penyakit Bapak/Ibu

5. Apakah Bapak/Ibu merasa tidak mampu melakukan 12 (20%) 48 (80%) pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang lain

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 59 responden (98,3%) tetap mensyukuri apapun kondisi yang dihadapinya, 57 responden (95%) berpendapat bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, 59 responden (98,3%) menyatakan percaya diri ketika melakukan suatu pekerjaan, hanya 3 responden (5%) yang merasa marah


(61)

dan tersinggung jika ada orang yang menanyakan tentang penyakitnya, dan sebagian besar responden yaitu 48 orang (80%) yang merasa mampu melakukan pekerjaan yang biasa orang lain lakukan.

2. Pembahasan

2.1 Peran Keluarga dalam Merawat Penderita TB Paru

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak berarti dan orang tua perlu mengenal keadaan sehat dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarganya (Suprajitno, 2004). Menurut Notoadmojo (2003) mengenal diartikan sebagai pengingat sesuatu yang sudah dipelajari atau diketahui sebelumnya. Dalam mengenal masalah kesehatan keluarga haruslah mampu mengetahui tentang sakit yang dialami pasien.

Dari hasil penelitian berdasarkan peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan diperoleh sebanyak 40 responden (66,7%) yang menyatakan bahwa keluarganya mengetahui bahwa penyebab TB paru adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis, untuk tanda dan gejala TB paru sebanyak 51 responden (85%) menyatakan keluarga mengetahui tanda dan gejala tersebut, dan sebanyak 56 responden (93,3%) menyatakan bahwa keluarga mengetahui tentang pengobatan TB paru yang cukup lama dan rutin serta teratur.

Hal ini dapat dikaitkan juga dari hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan sebagian besar keluarga responden berusaha mencari informasi mengenai penyakit yang sedang diderita keluarganya yaitu sebesar 76,7%. Yankelovitch dkk (1979) dalam Friedman (1998) berpendapat kebanyakan


(62)

keluarga mendapatkan informasi tentang kesehatan dengan mencari informasi dari petugas-petugas kesehatan maupun media massa, dan banyak sekali informasi tentang kesehatan yang dibahas bersama-sama dengan sahabat maupun kerabat.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sebagaian besar responden yaitu 52 orang (86,7%) menyatakan bahwa keluarga langsung memutuskan untuk membawa ke puskesmas/rumah sakit bila ada keluarga yang sakit mengalami penurunan kesehatan dan 46 responden (76,7%) menyatakan keluarga berusaha untuk mencari informasi mengenai masalah kesehatan yang sedang dihadapi pasien.

Hal ini sesuai dengan pendapat Esty (2006) yang menyatakan bahwa dalam memelihara kesehatan anggota keluarga, sebagai individu, keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan untuk menjaga kesehatan anggota keluarganya. Tindakan yang dilakukan keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan dapat teratasi.

Hasil penelitian tentang peran keluarga yang ketiga ini menunjukkan bahwa sebanyak 56 responden (93,3%) menyatakan keluarga ikut merawat jika ada anggota keluarga yang sakit, keluarga menganjurkan pasien untuk menutup mulut ketika batuk dan bersin atau tidak membuang dahak sembarangan yaitu sebanyak 41 responden (68,3%), 38 responden (63,3%) menyatakan keluarga ikut serta dalam proses pengobatan dengan menjadi PMO (pengawas menelan obat), 56 responden (93,3%) juga menyatakan keluarga selalu memberikan motivasi agar sabar dalam menjalankan pengobatan dan 55 responden (91,7%) menyatakan keluarga memberikan dukungan moral dan spiritual. Hasil ini sesuai dengan yang dikatakan Esty (2006) bahwa keluarga dapat menjadi sumber kesehatan yang


(1)

Bagian 3. Kuesioner Konsep diri Penderita TB paru

- Dibawah ini adalah hal-hal yang Bapak/Ibu rasakan, pikirkan dan lakukan sehari-hari

- Bacalah baik-baik setiap item pernyataan

- Jawablah pernyataan dibawah ini dengan menggunakan tanda cheklist () pada kolom jawaban Ya atau Tidak

No Pertanyaan Ya Tidak

1

2

3

4

5

6

7

8 9

Apakah Bapak/Ibu menerima ketika pertama kali didiagnosa TB paru

Apakah Bapak/Ibu merasa tidak ada yang berubah pada diri Bapak/Ibu setelah menderita penyakit

Apakah Bapak/Ibu merasa tidak perlu malu dengan penyakit yang Bapak/Ibu derita

Apakah Bapak/Ibu tetap menjalin komunikasi dengan orang lain seperti biasa

Apakah Bapak/Ibu yakin dengan pengobatan yang sedang Bapak/Ibu jalani

Apakah Bapak/Ibu merasa malu ketika batuk dihadapan orang lain

Apakah Bapak/Ibu merasa cemas dengan penyakit yang Bapak/Ibu derita

Apakah Bapak/Ibu sering mengkr itik diri sendiri


(2)

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

berhubungan dengan orang lain setelah menderita penyakit

Apakah Bapak/Ibu merasa bersalah karena penyakit yang Bapak/Ibu derita

Apakah Bapak/Ibu tetap mensyukuri apapun kondisi yang Bapak/Ibu hadapi

Apakah Bapak/Ibu berpikir bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing Apakah Bapak/Ibu ikut terlibat dalam pengambilan keputusan di keluarga

Apakah Bapak/Ibu berpikir telah mampu menjadi (seorang suami/istri, ayah/ibu/anak) yang baik dengan cara yang Bapak/Ibu inginkan

Apakah pada saat Bapak/Ibu melakukan suatu pekerjaan, Bapak/Ibu melakukannya dengan percaya diri

Apakah Bapak/Ibu merasa dijauhi keluarga atau orang lain

Apakah Bapak/Ibu marah dan tersinggung jika ada orang yang menanyakan tentang penyakit Bapak/Ibu

Apakah Bapak/Ibu merasa sulit saat mengambil suatu keputusan

Apakah Bapak/Ibu merasa membebani keluarga dengan penyakit Bapak/Ibu


(3)

20 Apakah Bapak/Ibu merasa tidak mampu melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang lain


(4)

Lampiran 5 No

Data Pernyataan Peran Keluarga dalam Merawat Pasien TB Paru di BP4 Medan

Sk or (X ) Kua drat Skor (X2 1 ) 2 3 4 5 6 7 8 9 1

0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8

1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 225 2 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 10 100 3 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16 256 4 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 15 225 5 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 289 6 1 1 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 8 64 7 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 12 144 8 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 289 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18 324 10 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 14 196

14 2

2112 Dik : k=20

N=10

k M ( k-M ) KR21

k - 1 k V

= ( ) ( 1 - )

t

( ∑ X) ∑ X

2 2

N ∑ X 142 – ( )

Vt

N N 10

= ; M = = = 14,2

20164

10 2112 – ( )

Vt 10 = 95,6 Vt 10 =

Vt = 9,56

18 14,2 ( 18- 14,2) KR21

18 - 1 18 . 9,56 = ( ) ( 1 - )


(5)

KR21 = ( 1,059 ) ( 0.686 )

KR21 = 0.726

No

Data Pernyataan Konsep Diri Penderita TB Paru di BP4 Medan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 1 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 5 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 6 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 7 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 8 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 10 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Diketahui : k = 20

N = 10

k M ( k-M ) KR21

k - 1 k V

= ( ) ( 1 - )

t

( ∑ X) ∑ X

2 2

N ∑ X 152 – ( )

Vt

N N 10

= ; M = = = 15,2 23104

10 2418 – ( )

Vt

10

=

107,6

Vt

10 =


(6)

Vt = 10,76

20 15,2 ( 20- 15,2) KR21

20 - 1 20 . 10,76 = ( ) ( 1 - )

KR21 = ( 1,053 ) ( 1 - 0.339)

KR21 = ( 1,053 ) ( 0.661 )