Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Daerah di Kabupaten Semarang (Tahun 1999 2003)

(1)

i

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI

PENDAPATAN DAERAH DI KABUPATEN SEMARANG

(TAHUN 1999-2003)

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang

Oleh

Dani Yus Wijayanto NIM 3353401029 Ekonomi Pembangunan

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN EKONOMI


(2)

ii skripsi pada:

Hari :

Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. ST.Sunarto, M.S P.Eko Prasetyo, SE, M.Si

NIP. 130 515 743 NIP. 132 300 418

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ekonomi

Drs. Kusmuriyanto, M.Si NIP. 131 404 309


(3)

iii Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari :

Tanggal :

Penguji Skripsi

Dra. Etty Susilowati, M.Si NIP. 131 813 666

Anggota I Anggota II

Drs. ST.Sunarto, M.S P.Eko Prasetyo, SE, M.Si

NIP. 130 515 743 NIP. 132 300 418

Mengetahui: Dekan,

Drs. Sunardi, MM NIP. 130 367 998


(4)

iv

karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, September 2005

Dani Yus Wijayanto NIM 3353401029


(5)

v

Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, kasih tidak berbuat jahat

terhadap sesama manusia karena cinta kasih itu kesempurnaan hukum”

(Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma, 13:8-10)

Persembahan

1. Untuk kedua orang tuaku tercinta.

2. Untuk mas Randi dan mbak Ida tersayang. 3. Untuk Ria terkasih yang selalu memotivasi. 4. Untuk teman-teman seperjuangan IESP’ 2001.

(Mujib, Pipit, Alex, Ariadi, Danang dll) 5. Untuk para dosenku.


(6)

vi

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan perlindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAERAH DI KABUPATEN SEMARANG (TAHUN 1999-2003)” dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bantuan, bimbingan dan dorongan yang diberikan selama proses penyusunan sampai selesainya skripsi ini, kepada yang terhormat :

1. Bapak Drs. AT. Soegito, MM, selaku Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Bapak Drs. Sunardi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Semarang.

3. Bapak Drs. Kusmuriyanto, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

4. Bapak Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si, selaku Kaprodi Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Negeri Semarang.

5. Bapak Drs. ST. Sunarto, MS, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu dan membimbing dengan sabar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(7)

vii menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

7. Bapak Gunawan dan Bapak Pratman, selaku pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Semarang yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data.

8. Seluruh Staf Badan Pusat Statistik Kota Semarang yang telah mengarahkan selama mengumpulkan data.

9. Semua pihak yang telah memberikan motivasi, bantuan dan masukan, sehingga selesainya skripsi ini.

Tiada yang dapat penulis persembahkan kepada semua pihak yang telah membantu, hanya doa dan ucapan terima kasih yang dapat penulis berikan, semoga segala kebaikan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Semarang, September 2005


(8)

viii

Daerah di Kabupaten Semarang (Tahun 1999-2003). Sarjana Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 81 h.

Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Distribusi Pendapatan

Pada hakekatnya pembangunan daerah tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi saja namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi pembangunan itu. Selama ini pertumbuhan ekonomi dan hasil pembangunan tidak di nikmati secara adil dan merata oleh seluruh masyarakat maka timbul persoalan distribusi pendapatan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor di Kabupaten Semarang ?, (2) Faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung perkembangan pada sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang ? (3) Bagaimana sebaran distribusi pendapatan daerah di Kabupaten Semarang dengan dan tanpa sektor industri?. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor di Kabupaten Semarang dari tahun 1999-2003, (2) Untuk mengetahui faktor-faktor menghambat dan mendukung perkembangan pada sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang, (3) Untuk mengetahui sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang dengan mengikutkan sektor industri dan tanpa sektor industri.

Jenis data penelitian ini adalah mengunakan data sekunder dan data primer. Ada dua variabel yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu: (1) Pertumbuhan ekonomi, dan (2) distribusi pendapatan daerah di Kabupaten Semarang Tahun 1999-2003. Teknik di dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi. Data utama yang digunakan adalah data sekunder berdasarkan urutan waktu (time series data). Data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik deskriptif dan teknik perhitungan LQ, shift share dan Indeks Williamson.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang tahun 1999-2003 didominasi empat sektor, dua diantaranya adalah sektor paling potensial yaitu sektor industri dan jasa-jasa. Berdasarkan metode LQ sektor industri, sektor listrik, sektor lembaga keuangan dan sektor jasa-jasa merupakan sektor yang berpotensi untuk dikembangkan. Sedangkan berdasarkan metode analisis shift share sektor jasa-jasa, sektor konstruksi, sektor listrik dan sektor pertanian merupakan sektor yang pertumbuhannya lebih cepat dari sektor yang sama di propinsi Jawa Tengah, karena kontribusinya bertanda positif. Sedangkan pertumbuhan PDRB Kabupaten Semarang bertanda negatif, ini berarti pertumbuhan PDRBnya lebih lambat dari pertumbuhan PDRB Propinsi Jawa Tengah. Salah satu faktor yang menghambat perkembangan pada sektor pertanian adalah berubahnya fungsi lahan


(9)

ix

belum memadai. Sedangkan salah satu faktor yang mendukung perkembangan pada sektor industri adalah adanya pertumbuhan dan persebaran sentra di pedesaan. Sebaran distribusi pendapatan tiap kecamatan di Kabupaten Semarang berada pada ketimpangan taraf rendah karena nilainya rata-rata dalam kurun waktu tahun 1999-2003 masih berada dibawah angka 0.35, hal ini disebabkan karena adanya pemerataan dalam distribusi pendapatan daerah.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada empat sektor unggulan di Kabupaten Semarang yaitu (1) sektor industri, (2) sektor listrik, gas dan air, (3) sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (4) sektor jasa-jasa. Keempat sektor ini strategis untuk dikembangkan dalam meningkatkan perolehan PDRB. Sektor industri dan sektor jasa-jasa merupakan sektor yang paling potensial dan strategis untuk memacu serta menunjang perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang. Sektor pertanian yang dahulu merupakan sektor potensial yang bagus harus lebih dikembangkan lagi dalam masyarakat, diantaranya dengan melalui berbagai program seperti program kesejahteraan petani. Dengan perhitungan Indeks Williamson dengan dan tanpa mengikutkan sektor industri dapat diketahui bahwa sektor industri merupakan faktor penyebab terjadinya ketimpangan.

Dengan melihat keadaan yang terjadi sebaiknya Kabupaten Semarang lebih mengintensifkan perkembangan sektor industri dan sektor jasa-jasa karena merupakan sektor yang paling potensial. Namun, tidak tertutup kemungkinan mengembangkan sektor lainnya yang kurang potensial. Sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang harus tetap mempertahankan Indeks Williamson di bawah 0.50 sehingga ketimpangan pendapatan akan semakin kecil dan distribusi pendapatan daerah akan semakin merata dinikmati setiap penduduknya.


(10)

x

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN………. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………... v

KATA PENGANTAR ... vi

SARI…….… ……… vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan penelitian... 6

E. Sistematika Skripsi... 7

BAB II. LANDASAN TEORI... 8

A. Pertumbuhan Ekonomi... 8

1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 8


(11)

xi

2. PDRB Menurut Pendekatan Pendapatan ... 11

3. PDRB Menurut Pendekatan Pengeluaran... 11

C. Perubahan Struktur Ekonomi ... 13

1. Pola-Pola Pembangunan……….. 14

2. Teori Kuznet Tentang Perubahan Struktur Ekonomi…………... 15

D. Teori Ketimpangan Pendapatan Wilayah………... 16

E. Distribusi Pendapatan………... 17

1. Pengertian Distribusi Pendapatan……….... 17

2. Pembangunan Dengan Pemerataan……….. 17

a. Argumen Tradisional………... 18

b. Argumen Tandingan……… 18

F. Metode Indeks Location Quotion……… 20

G. Metode Analisis Shift Share……… 21

H Metode Indeks Williamson……… 21

I. Kerangka Berfikir……… 23

BAB III. METODE PENELITIAN ... 24

A. Lokasi Penelitian ... 24

B. Sumber Data... 24

C. Teknik Sampling ... 25


(12)

xii

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 31

A. Hasil Penelitian……… 31

1. Keadaan geografi Kabupaten Semarang……….... 31

2. Kependudukan……….. 32

3. Pemerintahan……… 34

4. Sosial……… 34

5. Pertanian………. 35

6. Perdagangan………. 38

7. Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang………. 39

8. Faktor-faktor yang menghambat dan mendukung perkembangan sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang... 45

9. Sebaran distribusi pendapatan daerah Kabupaten Semarang… 46

B. Pembahasan……….. 49

BAB V. PENUTUP………. 79

A. Kesimpulan………. 79

B. Saran………... 80

DAFTAR PUSTAKA... 82


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel No:

Halaman

1. Populasi Ternak Kecil Pada Tahun 2003……… 36

2. Perkembangan Struktur Ekonomi PDRB Kabupaten Semarang Atas dasar harga berlaku (di atas 10 persen) ……….. 39

3. Perkembangan Struktur Ekonomi PDRB Kabupaten Semarang Atas dasar harga berlaku (di bawah 10 persen) ……….. 40

4. Hasil Perhitungan LQ Tahun 1999-2003………..……… 41

5. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 1999-2003…...………. 42

6. Hasil Perhitungan (P+D)J Tahun 1999-2003………..……….. 44

7. Hasil Perhitungan Rata-rata Indeks Williamson dengan dan tanpa mengikutkan Sektor Industri Tahun 1999-2003……… 47


(14)

xiv Lampiran No:

1. Perkembangan PDRB Menurut Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Di Kabupaten Semarang (Ribuan Rupiah).

2. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 1999. 3. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 2000. 4. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 2001. 5. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 2002. 6. Hasil Perhitungan LQ Kabupaten Semarang Tahun 2003.

7. Hasil Perhitungan Rata-Rata LQ Kabupaten Semarang Tahun 1999-2003. 8. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 1999-2000.

9. Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 2000-2001. 10.Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 2001-2002. 11.Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 2002-2003.

12.Hasil Perhitungan Rata-Rata Differential Shift (Dj) Tahun 1999-2003 13.Hasil Perhitungan (P+D)J Tahun 1999-2003.

14.Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 1999 Atas Dasar Harga Berlaku.

15.Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2000 Atas Dasar Harga Berlaku.

16. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2001 Atas Dasar Harga Berlaku.

17. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2002 Atas Dasar Harga Berlaku.

18. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2003 Atas Dasar Harga Berlaku.


(15)

xv Industri Tahun 2000.

22. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2001.

23. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2002.

24. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 2003.

25. Hasil Perhitungan Pendapatan Regional Per Kapita Tanpa Memasukkan Sektor Industri Kabupaten Semarang Tahun 1999-2003.

26. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 1999 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri.

27. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2000 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri.

28. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2001 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri.

29. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2002 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri.

30. Indeks Williamson Kabupaten Semarang Tiap Kecamatan Tahun 2003 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri.

31. Hasil Perhitungan Rata-Rata Indeks Williamson Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 1999-2003.

32. PDRB Propinsi Jawa Tengah Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 1999-2003


(16)

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelaksanaan pembangunan nasional pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan tata kehidupan ekonomi, sosial, politik yang lebih baik dimasa mendatang. Oleh karena itu dalam melakukan penyusunan program pembangunan harus bertitik tolak pada permasalahan pembangunan baik yang mendukung lajunya pembangunan maupun yang menghambat pembangunan sehingga dapat disusun suatu strategi pembangunan nasional atau pembangunan daerah.

Dalam GBHN 1998 bahwa pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat untuk meningkatkan pendayagunaan potensi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan tingkat kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun, oleh karena itu untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus menghitung laju pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi pada prinsipnya harus dinikmati penduduk, maka pertumbuhan ekonomi yang


(18)

tinggi belum tentu dapat dinikmati penduduk jika pertumbuhan penduduk jauh lebih tinggi (Suseno, 1990:35).

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun (Sadono, 1985:19). Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan dari berbagai tahun yang dihitung berdasarkan harga berlaku atau harga konstan. Sehingga perubahan dalam nilai pendapatan hanya disebabkan oleh suatu perubahan dalam tingkat kegiatan ekonomi. Suatu perekonomian dikatakan mengalami suatu perubahan akan perkembangannya apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih tinggi daripada yang dicapai pada masa sebelumnya.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Indikator tersebut tidak hanya menunjukan bagaimana hasil-hasil pembangunan tersebut didistribusikan dan siapa saja yang sesungguhnya menikmati pertumbuhan ekonomi tetapi seberapa jauh pembangunan telah berhasil menyejahterakan masyarakatnya. Untuk daerah seperti Kabupaten Semarang yang pada tahun 2003 jumlah penduduknya 844.889 jiwa serta diketahui pertumbuhan PDRB yang semakin jauhnya tahun krisis ekonomi 1997, sehingga saat ini pertumbuhan ekonomi terlihat agak lebih stabil. Hal ini terlihat dari pertumbuhan PDRB sampai dengan tahun 2003 di mana tiga tahun terakhir menunjukkan angka yang relatif stabil pada kisaran angka 3,00 persen dan 4,00 persen, di antaranya tahun 2001 sebesar 3,34 persen, tahun 2002 sebesar 3,90 persen dan tahun 2003 sebesar


(19)

3,79 persen (BPS,2003:11). Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan perekonomian Kabupaten Semarang semakin disempurnakan, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan pertumbuhannya harus lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk sehingga peningkatan pendapatan per kapita penduduk, pendapatan daerah dapat tercapai. Tetapi keberhasilan pembangunan suatu daerah tidak hanya dapat diukur melalui kemampuannya dalam meningkatkan pendapatan daerah, pendapatan per kapita, PDRB maupun indikator sejenis lainnya.

Masalah distribusi pendapatan mengandung dua segi, segi pertama yaitu bagaimana menaikkan taraf hidup mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan, sedangkan segi kedua adalah pemeratan pendapatan secara menyeluruh, dalam arti perbedaan pendapatan antar penduduk/antar rumahtangga. Dengan kata lain segi yang pertama merupakan masalah tingkat kemiskinan absolut sedang segi yang kedua lebih berhubungan dengan distribusi pendapatan. Keberhasilan mengatasi segi yang pertama dilihat dari penurunan persentase penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan, keberhasilan ini dapat memperbaiki distribusi pendapatan secara menyeluruh jika laju pertambahan pendapatan golongan miskin lebih besar dari laju pertambahan pendapatan golongan kaya.

Distribusi pendapatan tidak cukup diatasi jika hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi dengan harapan bahwa pendapatan nasional tersebut akan menetes kebawah, perlu usaha semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah


(20)

distribusi pendapatan ini. Dengan lebih memusatkan perhatian pada kwalitas dari proses pembangunan masalah distribusi pendapatan ini semakin terasa karena adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat selama orde baru yang tidak diikuti dengan pemerataan distribusi pendapatan (Sugiarto, 2002:2).

Sedangkan didalam pembangunan ekonomi suatu daerah selalu muncul polemik dalam menentukan strategi dasar pembangunannya, yaitu memilih garis pertumbuhan ekonomi ataukah pemerataan pendapatan. Beberapa pakar ekonomi berpendapat bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang cepat sudah tidak dapat lagi dipakai untuk mengurangi kemiskinan. Sementara kemiskinan merupakan realita dalam kehidupan ekonomi di negara yang sedang berkembang. Sebaliknya di negara yang maju semangat untuk meningkatkan pendapatan merupakan tujuan paling penting dari segala kegiatan ekonomi. Tingginya pertumbuhan ekonomi suatu daerah memang tidak menjamin pemerataan pendapatan, namun pertumbuhan ekonomi yang cepat tetap dianggap merupakan strategi unggul dalam pembangunan ekonomi (Prayitno, 1986:68).

Perlunya langkah-langkah peninjauan kembali terhadap segenap prioritas pembangunan di Kabupaten Semarang semakin terasakan, Meskipun laju pertumbuhan ekonomi tidak secara otomatis memberikan jawaban atas berbagai masalah kesejahteraan, namun hal tersebut tetap merupakan unsur penting dalam setiap program pembangunan daerah. Pada hakekatnya pembangunan daerah dianjurkan tidak hanya memusatkan perhatian pada pertumbuhan ekonomi saja namun juga mempertimbangkan bagaimana distribusi pembangunan itu. Selama


(21)

ini pertumbuhan ekonomi dan hasil pembangunan tidak dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh masyarakat maka timbul persoalan distribusi pendapatan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan.Karena pentingnya masalah pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan dalam pembangunan ekonomi maka penulis mengambil judul skripsi: “PERTUMBUHAN EKONOMI DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAERAH DI KABUPATEN SEMARANG (TAHUN 1999-2003).”

B. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan diteliti hanya dibatasi mengenai pertumbuhan ekonomi dan pemerataan distribusi pendapatan daerah dengan beberapa indikator antara lain PDRB, jumlah penduduk, laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita pada tahun 1999-2003 di Kabupaten Semarang. Semua daerah dalam aktivitasnya perkembangan ekonomi pasti akan mengalami naik turun, ada daerah yang menunjukan perkembangan ekonomi yang tinggi dan ada pula daerah yang mengalami perkembangan ekonomi lambat. Oleh karena itu perlu di telaah pembangunan suatu daerah apakah mengalami perkembangan yang cukup tinggi atau sebaliknya.


(22)

1. Bagaimana perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor di Kabupaten Semarang ?

2. Faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung perkembangan pada sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang ?

3. Bagaimana sebaran distribusi pendapatan daerah di Kabupaten Semarang dengan dan tanpa sektor industri?

C. Tujuan Penelitian

Adapun dalam penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui perkembangan struktur PDRB pada masing-masing sektor

di Kabupaten Semarang dari tahun 1999-2003.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung

perkembangan pada sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang.

3. Untuk mengetahui sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang

dengan mengikutkan sektor industri dan tanpa sektor industri.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Kegunaan praktis, yaitu diharapkan penelitian ini bagi Kabupaten Semarang dapat sebagai gambaran atau informasi tentang pemerataan distribusi


(23)

pendapatan sehingga pemerintah daerah dapat lebih mengembangkan potensi daerahnya.

2. Kegunaan teoritis, yaitu dengan mengetahui perkembangan struktur PDRB

pada masing-masing sektor di Kabupaten Semarang diharapkan pembangunan ekonomi di tahun mendatang dapat ditingkatkan.

3. Bagi penulis adalah untuk melengkapi salah satu syarat dalam mencapai gelar sarjana.

E. Sistematika Skripsi

BAB I : PENDAHULUAN terdiri dari; latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, sistematika skripsi.

BAB II : LANDASAN TEORI terdiri dari; berisi teori yang mendasari dan mendukung penelitian ini yaitu meliputi pertumbuhan ekonomi, PDRB, perubahan struktur ekonomi, teori ketimpangan wilayah, distribusi pendapatan, metode Indeks LQ, analisis shift share, Indeks Williamson dan kerangka berfikir.

BAB III : METODE PENELITIAN terdiri dari; jenis data penelitian, definisi operasional variabel, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN terdiri dari; hasil penelitian, dan pembahasan.


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pertumbuhan Ekonomi

1. Pengertian pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun (Sadono,1985:19), sehingga untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan nasional dari berbagai tahun yang dihitung berdasarkan harga konstan dan harga berlaku. Perubahan dalam nilai pendapatan nasional hanya disebabkan oleh suatu perubahan dalam suatu tingkat kegiatan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang (Boediono,1999:1). Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita. Di sini ada dua sisi penting yaitu output total dan jumlah penduduk. Output per kapita adalah output total dibagi jumlah penduduk. Aspek ketiga dari definisi pertumbuhan ekonomi adalah perspektif waktu jangka panjang. Kenaikan output per kapita selama satu atau dua tahun, yang kemudian diikuti dengan penurunan output per kapita bukan pertumbuhan ekonomi. Suatu perekonomian dikatakan tumbuh apabila dalam jangka waktu 5 tahun mengalami kenaikan output per kapita.


(25)

Menurut Kuznets dalam (Todaro,2000:144) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari suatu negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau di mungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologis terhadap berbagai keadaan yang ada.

Dari berbagai definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu proses perekonomian dikatakan mengalami suatu perubahan atau pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih tinggi daripada yang dicapai pada waktu sebelumnya. Dengan kata lain, perkembangan baru tercipta apabila jumlah fisik barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan bertambah besar pada tahun berikutnya. Sedangkan, untuk mengetahui apakah suatu perekonomian mengalami pertumbuhan perlu ditentukan perubahan yang sebenarnya terjadi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun tersebut.

2. Laju pertumbuhan ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang (Suseno,1990:35). Laju pertumbuhan ekonomi menunjukan tingkat pertumbuhan agregat pendapatan untuk masing-masing tahun dibandingkan tahun sebelumnya (BPS,1999:9). Dari berbagai definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa laju


(26)

pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan pendapatan secara agregat masing-masing tahun dibandingkan tahun sebelumnya.

B. Produk Domestik Regional Bruto

Di dalam menghitung Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang ditimbulkan dari suatu region, ada 3 pendekatan yang digunakan (BPS, 2003:2), yaitu:

1. PDRB menurut pendekatan produksi

PDRB menurut pendekatan produksi merupakan jumlah nilai produksi neto barang dan jasa yang dihasilkan olah berbagai unit produksi dalam suatu region selama jangka waktu tertentu yaitu satu tahun. Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokan menjadi 9 lapangan usaha yaitu:

1. Pertanian

2. Pertambangan dan Penggalian

3. Industri Pengolahan

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Kontruksi

6. Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi

7. Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi


(27)

9. Jasa-jasa (Pemerintahan, Sosial, kemasyarakatan, Hiburan dan Perorangan)

2. PDRB menurut pendekatan pendapatan

PDRB menurut pendekatan pendapatan merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu region dalam jangka waktu tertentu yaitu satu tahun.

Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tak langsung neto sedangkan jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh karena itu PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).

3. PDRB menurut pendekatan pengeluaran

PDRB menurut pendekatan pengeluaran adalah semua permintaan akhir seperti; pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto dalam jangka waktu tertentu (biasanya setahun) sedangkan ekspor neto merupakan ekspor dikurangi dengan impor.


(28)

Dari ketiga pendekatan tersebut di atas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan produksi. Sedangkan secara konsep jumlah pengeluaran harus sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan harus sama pula dengan jumlah komponen nilai tambah bruto termasuk di dalamnya balas jasa faktor produksi. Selanjutnya PDRB seperti yang telah diuraikan di atas disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar karena di dalamnya mencakup komponen pajak tidak langsung neto.

Untuk memudahkan pemakai data, maka hasil perhitungan PDRB disajikan menurut sektor ekonomi / lapangan usaha yang dibedakan menjadi 2 macam yaitu; PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku merupakan semua angka mengenai PDRB dinilai atas dasar harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan, baik dalam menilai produksi, biaya antara maupun dalam menilai komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran PDRB sedangkan PDRB atas dasar harga konstan merupakan semua angka mengenai PDRB dinilai atas dasar harga tetap, yaitu harga pada tahun dasar dalam hal ini adalah harga tahun 1993. Karena memakai harga tetap / konstan, maka perkembangan angka pendapatan regional dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan riil/ nyata dan bukan dipengaruhi oleh perubahan harga baik harga naik maupun harga turun (BPS, 2003:7).

Sedangkan secara substansial perbedaan PDRB atas dasar harga berlaku dengan PDRB atas dasar harga konstan terletak pada penilaian PDRB atas


(29)

dasar harga. Jika berdasarkan harga berlaku PDRB dihitung atas dasar harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan tetapi jika berdasarkan harga konstan PDRB dihitung atas dasar harga tetap, yaitu harga pada tahun dasar yang dalam hal ini adalah harga tahun 1993.

C. Perubahan Struktur Ekonomi

Perubahan di dalam struktur ekonomi biasanya ditunjukan dengan adanya perkembangan kontribusi antara sektor pertanian dan sektor industri terhadap pembentukan PDRB. Dalam GBHN tahun 1993 ditegaskan bahwa pembangunan jangka panjang harus mampu membawa perubahan fundamental dalam struktur ekonomi sehingga produksi nasional yang berasal dari berbagai sektor tetapi diluar sektor pertanian akan semakin besar dan sektor industri yang diharapkan menjadi tulangpunggung perekonomian nasional.

Struktur ekonomi adalah komponen dari peranan sektor-sektor perekonomian suatu daerah yang dapat dilihat dari kontribusi masing-masing dalam PDRB. Sedangkan, corak perubahan struktur PDRB dapat ditunjukan dengan melihat perubahan sumbangan masing-masing sektor terhadap produksi daerah.


(30)

Teori tentang perubahan struktur ekonomi yaitu:

1. Pola-pola Pembangunan (Sadono,1985:87)

Analisis yang dikemukakan oleh Hollis B. Chenery ini memusatkan perhatiannya kepada proses yang mengubah secara bertahap struktur ekonomi, industri dan kelembagaan pada suatu perekonomian yang terbelakang sehingga memungkinkan industri yang baru menggantikan pertanian sebagai penggerak pembangunan. Perubahan struktur ini melibatkan seluruh fungsi ekonomi termasuk transformasi produksi dan perubahan dalam komposisi permintaan konsumen perdagangan internasional dan sumberdaya serta faktor faktor sosial ekonomi seperti urbanisasi, pertumbuhan dan distribusi penduduk.

Teori ini mempunyai salah satu ciri umum dari proses pembangunan yaitu transformasi struktur produksi barang industri pada saat pendapatan per kapita meningkat. Dalam transformasi struktur ini terdapat beberapa tahap yaitu:

a. Pembangunan struktur tahap awal digambarkan bahwa peranan share

output industri dalam GDP meningkat dan peranan output pertanian menurun. Pada tahap ini pembangunan dicirikan oleh adanya ketergantungan terhadap produksi pertanian sebagai sumber pendapatan dan pertumbuhan.

b. Pembangunan struktural dalam tahap atau fase kemudian yaitu tahap


(31)

pembangunan dicirikan oleh adanya ketergantungan terhadap produk barang-barang industri.

2. Teori Kuznets tentang perubahan struktur ekonomi (Todaro,2000:145) Tingkat perkembangan struktural dan sektoral yang tinggi yang melanda segenap aspek kehidupan perekonomian merupakan penyatuan sendiri dengan proses pertumbuhan ekonomi. Beberapa komponen yang utama dari proses perubahan struktural tersebut antara lain mencakup pergeseran pemusatan aktivitas pertanian secara berangsur-angsur dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian (pergeseran tersebut juga telah berlangsung yakni dari sektor industri ke sektor jasa) perubahan besar dalam skala atau rata-rata unit produksi (yakni dari pola produksi yang ditangani oleh perusahaan-perusahaan keluarga atau perusahaan perorangan berskala kecil kearah pola produksi massal yang ditangani oleh perusahaan-perusahaan nasional dan multinasional yang bersifat impersonal).

Selain itu juga terjadi pergeseran lokasi dan status pekerjaan mayoritas angkatan kerja dari daerah pedesaan, semula mereka lebih banyak menggeluti sektor pertanian di desa asalnya tetapi kemudian bergerak ke sektor manufaktur serta jasa-jasa di daerah perkotaan.


(32)

D. Teori Ketimpangan Pendapatan Wilayah

Menurut Syafrudin dalam (Sutawijaya, 2004:39) Williamson membuat suatu langkah dengan menganalisis hubungan antara distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi pada tingkat regional di suatu negara. Williamson menggunakan data tabel silang dari 24 negara dan menemukan bahwa negara dengan kesenjangan pendapatan wilayah terbesar selalu diikuti sekelompok negara dengan tingkat pendapatan per kapita menengah, di mana kesenjangan wilayah yang relatif kecil ditemukan baik di negara yang pertumbuhan ekonominya tinggi maupun negara berkembang.

Sedangkan menurut Rostow pada tahun 1960 mengembangkan teori penahapan pembangunan ekonomi. Teori ini menempatkan bermacam-macam isu yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi. Rostow mengusulkan lima tahapan peningkatan ekonomi yaitu; masyarakat tradisional, masa persiapan, proses tinggal landas, proses pendewasaan dan periode masyarakat konsumtif. Masyarakat tradisional berada dalam masa equilibrium statis dimana pertanian merupakan aktivitas dominan. Masa persiapan terjadi secara perlahan khususnya dalam perilaku dan organisasi sedangkan peningkatan ekonomi muncul sejalan dengan berubahnya kekakuan tradisional menuju mobilitas sosial, geografi dan pekerjaan. Fungsi produksi baru disesuaikan dengan kegiatan pertanian dan industri tetapi perubahannya tetap lambat.


(33)

E. Distribusi Pendapatan

1. Pengertian distribusi pendapatan

Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy,1997:54).

Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran pokok yaitu; distribusi ukuran, adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro,2000:180).

Dari dua definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi pendapatan mencerminkan ketimpangan atau meratanya hasil pembangunan suatu daerah atau negara baik yang diterima masing-masing orang ataupun dari kepemilikan faktor-faktor produksi dikalangan penduduknya.

2. Pembangunan dengan pemerataan

Perubahan ekonomi di samping mengejar laju pertumbuhan ekonomi juga harus memperhatikan aspek pemerataan. Ada dua argumen yang berhubungan dengan masalah pembangunan ekonomi dengan pemerataan (Todaro, 2000:212).


(34)

a. Argumen tradisional

Argumen tradisional menfokuskan lebih di dalam pengelolaan faktor-faktor produksi, tabungan dan pertumbuhan ekonomi. Distribusi pendapatan yang sangat tidak merata merupakan sesuatu yang terpaksa dikorbankan demi memacu laju pertumbuhan ekonomi secara cepat Akibat dari pengaruh teori dan kebijakan perekonomian pasar bebas, penerimaan pemikiran seperti itu oleh kalangan ekonom pada umumnya dari negara-negara maju maupun negara-negara berkembang, baik secara implisit maupun eksplisit menunjukan bahwa mereka tidak begitu memperhatikan pentingnya masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan.

Mereka tidak saja menganggap ketidakadilan pendapatan sebagai syarat yang pantas dikorbankan dalam menggapai proses pertumbuhan ekonomi secara maksimum dan bila dalam jangka panjang hal itu dianggap syarat yang diperlukan untuk meningkatkan taraf hidup penduduk melalui mekanisme persaingan penetesan kebawah (trickle down effect) secara alamiah.

b. Argumen tandingan

Karena terdapat banyak ekonom pembangunan yang merasa bahwa pemerataan pendapatan yang lebih adil di negara-negara berkembang tidak bisa di nomorduakan, karena hal itu merupakan suatu kondisi penting atau syarat yang harus diadakan guna


(35)

menunjang pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000:213). Dalam argumen tandingan tersebut terdapat lima alasan yaitu;

Pertama, ketimpangan yang begitu besar dan kemiskinan yang begitu luas telah menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga masyarakat miskin tidak memiliki akses terhadap perolehan kredit. Berbagai faktor ini secara bersama-sama menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan GNP per kapita dibandingkan jika terdapat pemerataan pendapatan yang lebih besar.

Kedua, berdasarkan observasi sekilas yang ditunjang oleh data-data empiris yang ada kita mengetahui bahwa tidak seperti yang terjadi dalam sejarah pertumbuhan ekonomi negara-negara maju, orang-orang kaya di negara-negara dunia ketiga tidak dapat diharapkan kemampuan atau kesediaannya untuk menabung dan menanamkan modalnya dalam perekonomian domestik.

Ketiga, rendahnya pendapatan dan taraf hidup kaum miskin yang berwujud berupa kondisi kesehatannya yang buruk, kurang makan dan gizi dan pendidikannya yang rendah justru akan menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan pada akhirnya mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Keempat, upaya-upaya untuk menaikkan tingkat pendapatan penduduk miskin akan merangsang meningkatkannya permintaan


(36)

terhadap barang-barang produksi dalam negeri seperti bahan makanan dan pakaian.

Kelima, dengan tercapainya distribusi pendapatan yang lebih adil melalui upaya-upaya pengurangan kemiskinan masyarakat, maka akan segera tercipta banyak insentif atau rangsangan-rangsangan materiil dan psikologis yang pada gilirannya akan menjadi penghambat kemajuan ekonomi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa promosi pertumbuhan ekonomi secara cepat dan upaya-upaya pengentasan kemiskinan serta penanggulangan ketimpangan pendapatan bukanlah tujuan-tujuan yang saling bertentangan sehingga yang satu tidak perlu diutamakan dengan mengorbankan yang lain.

F. Metode Indeks Location Quotion (LQ)

Faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya-sumberdaya lokal termasuk menghasilkan tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja.

Indeks LQ digunakan untuk membandingkan antar pangsa suatu sektor pada suatu daerah dengan sektor daerah himpunan. Sedangkan hasil pengujian Indeks LQ akan menunjukan jika koefisien LQ > 1, berarti daerah tersebut mempunyai potensi relatif dalam sektor tertentu. Jika LQ < 1, berarti daerah


(37)

tersebut kurang mempunyai potensi relatif dalam sektor tertentu (Suyatno, 2000:146).

G. Metode Analisis Shift Share

Untuk menunjukan sektor-sektor yang berkembang di suatu wilayah dibandingkan dengan perkembangan ekonomi nasional atau regional digunakan teknik analisis shift share. Teknik ini menggambarkan kinerja sektor-sektor di suatu wilayah dibandingkan dengan kinerja perekonomian nasional atau regional. Dengan demikian, dapat ditunjukan dengan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah bila daerah tersebut memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional atau regional.

Teknik ini membandingkan laju pertumbuhan sektor-sektor di suatu wilayah dengan laju perekonomian nasional atau regional serta sektor-sektornya dan mengamati penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan-perbandingan tersebut dan bila penyimpangan itu positif hal itu disebut keunggulan kompetitif dari suatu sektor dalam wilayah tersebut (Sitohang, 1993:95).

H. Metode Indeks Williamson

Distribusi pendapatan merupakan suatu masalah ekonomi yang penting di Indonesia, seperti halnya di negara-negara yang sedang berkembang


(38)

lainnya. Suatu cara yang digunakan untuk mengukur ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan tersebut telah diperkenalkan oleh Williamson yang biasa disebut Indeks Williamson. Nilai indeks ini dapat diperoleh dari perhitungan pendapatan regional per kapita dan jumlah penduduk masing-masing daerah.

Sedangkan hasil pengujian Indeks Williamson akan menunjukan nilai antara 0 sampai 1. Dengan semakin besar nilai Indeks Williamson, maka semakin besar ketidakmerataan antar daerah dan sebaliknya semakin kecil nilai Indeks Williamson, maka tingkat ketidakmerataan antar daerah juga akan semakin kecil (Kuncoro, 2003:127).


(39)

I. KERANGKA BERFIKIR

Dasar kerangka berfikir dalam penelitian ini akan terbentuk dalam skema dibawah ini;

Pertumbuhan ekonomi

Indeks LQ per sektor Analisis shift share

Tipologi daerah berdasarkan potensi

Sektor yang tumbuh secara cepat

Distribusi Pendapatan

Mengukur ketimpangan distribusi pendapatan

Tidak ada ketimpangan Ada ketimpangan

Indeks Williamson


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto,1998:103). Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah PDRB menurut sektoral Kabupaten Semarang dan Propinsi Jawa Tengah yang dihitung berdasarkan harga berlaku. Metode penelitian ini didasarkan pada analisis deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai perkembangan ekonomi Kabupaten Semarang.

B. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain atau data yang sudah diolah atau dipublikasikan oleh berbagai instansi pemerintah dan data primer, yaitu data yang diambil secara langsung pada tempat yang diteliti. Sedangkan data yang utama digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berdasarkan urutan waktu (time series data) untuk kurun waktu tahun 1999-2003. Data yang digunakan meliputi, PDRB atas dasar harga berlaku untuk Kabupaten Semarang, data PDRB atas dasar harga berlaku yang diperinci menurut kecamatan, jumlah penduduk Kabupaten Semarang diperinci menurut


(41)

kecamatan, PDRB menurut lapangan usaha di Kabupaten Semarang, PDRB menurut lapangan usaha kecamatan di Kabupaten Semarang dan PDRB menurut lapangan usaha di Propinsi Jawa Tengah.

C. Teknik Sampling

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto

1998:117). Sedangkan teknik pengambilan sampelnya adalah purporsive

sample, yaitu cara pengambilan sampel didasarkan atas dasar adanya tujuan tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah PDRB atas dasar harga berlaku dari tahun 1999-2003. Sedangkan secara analisis dijelaskan tentang hasil penelitian yang diperoleh dari perhitungan Indeks Williamson, LQ dan Shift Share.

D. Variabel Penelitian a. PDRB

PDRB yang digunakan melalui pendekatan produksi, yaitu PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan olah sembilan sektor produksi selama satu tahun, dalam menghitung PDRB yang dijumlahkan hanyalah nilai produksi tambahan sehingga dapat dihindarkan adanya perhitungan ganda (BPS, 1999:6).


(42)

b. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk yang digunakan dalam menghitung PDRB per kapita adalah jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Jumlah penduduk terbagi menjadi penduduk usia produktif dan non produktif dalam hal ini bukan hanya sebagai salah satu faktor produksi saja tetapi juga merupakan pencipta dan pengembang teknologi serta yang mengorganisasikan penggunaan berbagai faktor produksi.

c. Laju pertumbuhan ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi menunjukan tingkat pertumbuhan agregat pendapatan untuk masing-masing tahun dibandingkan tahun sebelumnya (BPS,1999:9). Laju pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dengan cara mengurangi PDRB tahun tertentu dengan PDRB tahun sebelumnya dan hasil dari pengurangan tersebut dibagi dengan PDRB tahun sebelumnya.

d. Pendapatan per kapita

Pendapatan per kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu wilayah. Pendapatan perkapita merupakan hasil bagi antara pendapatan regional (PDRB) suatu wilayah pada tahun tertentu dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun (BPS, 2003:4).


(43)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik di dalam pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi yaitu data yang diperoleh dari buku, laporan dan penerbitan lainnya dan metode interviu / wawancara yaitu teknik komunikasi secara langsung dari sumber yang akan diteliti mengenai faktor penghambat dan pendukung pada sektor pertanian dan industri di Kabupaten Semarang.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Teknik analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Analisis Location Quotion (LQ)

Analisis ini berfungsi untuk mengetahui sektor atau potensi yang dimiliki dan dapat dikembangkan di suatu daerah (Suyatno, 2000:146). LQ = Xin/Yn

Xi/Y

Keterangan :

LQ = Indeks Location Quotion

Xin = Nilai tambah sektor i di Kabupaten Semarang Yn = PDRB di Kabupaten Semarang

Xi = Nilai tambah sektor i di Propinsi Jawa Tengah Y = PDRB di Propinsi Jawa Tengah


(44)

Jika koefisien LQ > 1, Kabupaten tersebut mempunyai potensi relatif dalam sektor i. Jika LQ < 1, berarti daerah tersebut kurang mempunyai potensi relatif dalam sektor i.

b) Analisis Shift Share

Analisis shift share berfungsi untuk mengetahui sektor-sektor mana yang tumbuh secara cepat di suatu daerah (Sitohang, 1993:95). Gj = Ejt-Ejo

= (Nj + Pj + Dj) Nj = Ejo(Et/Eo)-Ejo

(P+D)J = Ejt - (Et/Eo)Ejo = Gj-Nj Pj = {(Eit/Eio)-(Et/Eo)}Eijo Dj = (Eijt-(Eit/Eio)Eijo) = (P+D)j-(Pj)

Keterangan :

Gj = Pertumbuhan PDRB total Kabupaten Semarang Nj = Komponen national Share di Kabupaten Semarang Pj = Komponen proportional shift Kabupaten Semarang Dj = Komponen differential shift Kabupaten Semarang (P+D)J = Pertumbuhan PDRB Kabupaten Semarang Ei = PDRB total Kabupaten Semarang


(45)

Ejt = PDRB total Kabupaten Semarang di akhir tahun Ejo = PDRB total Kabupaten Semarang di awal tahun Eot = Periode awal atau akhir

i = Subsektor pada PDRB

Jika nilai Dj > 0, maka sektor i di Kabupaten j tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Demikian sebaliknya jika Dj < 0, maka pertumbuhan sektor i di Kabupaten j adalah lambat. Jika nilai (P+D)j > 0, maka pertumbuhan PDRB Kabupaten j lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah dan sebaliknya jika (P+D)j < 0, maka pertumbuhan PDRB di Kabupaten j adalah lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Kedua teknik analisis di atas digunakan untuk menghitung perkembangan struktur PDRB di Kabupaten Semarang.

c) Indeks Williamson

Untuk mengetahui apakah terdapat pemerataan pendapatan di Kabupaten Semarang atau tidak, digunakan alat analisis Indeks Williamson (Kuncoro, 2003:127).

VW = ∑{Yi ─ Y }² . Fi/n

Y

Keterangan :


(46)

Yi = Pendapatan perkapita masing-masing kecamatan i Y = Pendapatan perkapita Kabupaten Semarang

Fi = Jumlah penduduk masing-masing kecamatan i n = Jumlah penduduk Kabupaten Semarang

Hasil pengujian Indeks Williamson akan menunjukan nilai antara 0 sampai 1. Dengan semakin besar nilai Indeks Williamson, maka semakin besar ketidakmerataan antar daerah dan sebaliknya semakin kecil nilai Indeks Williamson, maka tingkat ketidakmerataan antar daerah juga akan semakin kecil.

HT. Oshima (dalam Sutawijaya, 2004:46) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah ketimpangan dalam masyarakat ada pada ketimpangan taraf rendah, sedang, atau tinggi. Untuk itu ditentukan kriteria sebagai berikut; ketimpangan taraf rendah bila indeks Williamson < 0,35 , ketimpangan taraf sedang bila indeks Williamson antara 0,35 – 0,50 dan ketimpangan taraf tinggi bila indeks Williamson > 0,50. Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui sebaran distribusi pendapatan di Kabupaten Semarang.


(47)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Keadaan geografi Kabupaten Semarang

Kabupaten Semarang sebagai salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Tengah secara geografi berada pada 110º 14’ 54,75” sampai dengan 110º 39’ 3’’ Bujur Timur dan 7º 3’57”-7º30’ Lintang Selatan. Kabupaten Semarang secara administratif berbatasan dengan Kota Semarang dan Kabupaten Demak di sebelah Utara, Kabupaten Grobogan disebelah Timur, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang di sebelah Selatan, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Temanggung di sebelah Barat. Sedangkan Kota Salatiga berada ditengah wilayah Kabupaten Semarang. Rata-rata ketinggian tempat di Kabupaten Semarang 607 m di atas permukaan laut, daerah terendah di desa Candirejo Kecamatan Ungaran dan daerah tertinggi di desa Batur Kecamatan Getasan.

Kabupaten Semarang memiliki luas wilayah sebesar 95.020,674 Ha atau sekitar 2,92 persen luas Propinsi Jawa Tengah, sedangkan luas yang ada terdiri dari 24.478 Ha (25,76 persen) lahan sawah dan 70.542,6740 Ha (74,24 persen) bukan lahan sawah. Secara administratif Kabupaten Semarang terbagi menjadi 17 Kecamatan dan terdiri dari 235 desa / kelurahan. Sedangkan


(48)

ditinjau dari segi kegunaannya bukan lahan sawah digunakan sebagai pekarangan dan bangunan sebesar 18.695,02 Ha (26,502 persen), 29.660 Ha untuk tegalan dan kebun (42,045 persen), 19 Ha untuk tambak / kolam (0,027 persen) perkebunan rakyat / swasta sebesar 9.633 Ha (13,656 persen), 6.342 Ha untuk hutan negara / rakyat (8,990 persen), 2.623 Ha untuk rawa (3,718 persen) dan lain-lain tanah kering sebesar 3.570,654 Ha (5,062 persen). Menurut penggunaan lahan sawah, luas lahan sawah berpengairan irigasi teknis sebesar 5.524 Ha, irigasi setengah teknis 4.016 Ha, irigasi sederhana sebesar 7.917 Ha serta tadah hujan sebesar 6.003 Ha.

Curah hujan tertinggi selama tahun 2003 terdapat di Kecamatan Tengaran sebanyak 3.451 mm, sedangkan untuk hari hujan terbanyak terdapat di Kecamatan Bawen sebanyak 180 hari.

2. Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Semarang tahun 2003 adalah sebesar 844.889 orang dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,45 persen. Dari hasil angka registrasi tersebut diperoleh rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Semarang masih di bawah 100% yaitu sebesar 98,23%. Hal ini menggambarkan bahwa jumlah penduduk wanita lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Sejalan dengan kenaikan penduduk maka kepadatan penduduk dalam kurun waktu lima tahun (1999-2003) cenderung mengalami kenaikan, pada tahun 2003 tercatat sebesar 889 jiwa setiap


(49)

kilometer persegi, jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahun tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk. Kepadatan penduduk di kecamatan yang wilayahnya sebagian besar perkotaan mempunyai kepadatan penduduk yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan yang wilayahnya masih merupakan daerah pedesaan. Wilayah terpadat tercatat di Tengaran, Ambarawa dan Ungaran yang masing-masing dengan kepadatan 1.204, 1.486 dan 1.561 jiwa / km.

Tenaga kerja merupakan salah satu modal dalam perkembangan roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Berdasarkan data dari Dispenduk Capil Naker Kabupaten Semarang banyaknya pencari kerja yang terdaftar selama tahun 2003 berjumlah 13.700 orang. Pemohon perpanjangan dan pemberian ijin bekerja bagi warga negara asing selam tahun 2003 mengalami kenaikan yang berarti yaitu sebanyak 114 orang terdiri dari laki-laki sebesar 103 orang dan perempuan sebesar 11 orang.

Mata pencaharian pokok penduduk di Kabupaten Semarang pada umumnya masih bekerja di bidang pertanian, hal ini sesuai dengan potensi wilayah Kabupaten Semarang yang sebagian besar masih merupakan lahan pertanian.


(50)

3. Pemerintahan

Secara administratif wilayah Kabupaten Semarang pada tahun 2003 terbagi dalam 17 kecamatan, wilayah tersebut terdiri dari 207 desa, 28 kelurahan, 1.513 Rukun Warga (RW) dan 6.203 Rukun Tetangga (RT). Sedangkan jumlah prasarana desa sampai tahun 2003 mancapai 526 buah yang terdiri dari prasarana perhubungan 311 buah, pendidikan dan kesehatan sebanyak 48 buah, perekonomian sebanyak 26 buah, sosial sebanyak 141 buah.

Untuk jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan pemerintahan Kabupaten Semarang keadaan Desember 2003 sebanyak 10.062 orang. Jumlah pegawai menurut pendidikan yang ditamatkan adalah tamat / tidak tamat SD sebanyak 553 orang (5,50 persen), SLTP sebanyak 490 orang (4,87 persen), SMU sebanyak 3.045 orang (30,26 persen), Diploma / Sarmud sebanyak 3.499 orang (34,77 persen), Sarjana Strata-1 sebanyak 2.409 orang (23.94 persen) dan Sarjana Strata-2 sebanyak 66 orang (0,66 persen).

Berdasarkan data dari Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang pada tahun 2003 telah membuat akta PPAT sebanyak 3.577 buah, sebagian besar merupakan hak milik 86,89 persen dan hak bangunan 13,11 persen.

4. Sosial

Penduduk di Kabupaten Semarang yang bersekolah secara umum mengalami fluktuasi selama periode 1999-2003. Sarana pendidikan seperti


(51)

sekolah dan tenaga pendidik merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan pendidikan.

Kesehatan merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai sangat diperlukan dalam upaya peningkatan status kesehatan dan gizi masyarakat. Fasilitas kesehatan yang dimaksud meliputi Rumah Sakit Umum, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Pengobatan, BKIA dan Rumah Bersalin. Jumlah sarana kesehatan di Kabupaten Semarang sebagian besar tidak mengalami perubahan bila dibanding dengan tahun sebelumnya, sarana kesehatan yang mengalami perubahan adalah Balai Pengobatan mengalami penurunan sebesar 20 persen. Sedangkan jumlah tenaga medis yang ada juga mengalami penurunan untuk jumlah dokter, dokter gigi, perawat umum, bidan, sedang jumlah perawat tidak mengalami perubahan.

5. Pertanian

Pertanian tanaman pangan memilik luas panen dan produksi tanaman padi di Kabupaten Semarang tahun 2003 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Menurunnya luas panen padi berpengaruh terhadap produksi padi, sedangkan untuk penurunannya luas panen padi turun sebesar 8,40 persen dan produksi padi turun 14,94 persen dari tahun sebelumnya. Secara umum luas panen dan produksi tanaman palawija di Kabupaten Semarang pada tahun 2003 juga mengalami pernurunan dibanding keadaan


(52)

sebelumnya. Untuk luas panen jagung turun sebesar 1,69 persen sedang produksi juga turun sebesar 5,24 persen dari tahun sebelumnya. Luas panen produksi ketela pohon turun 11,60 persen dan 34,04 persen, luas panen dan produksi kedelai juga mengalami penurunan sedangkan di sisi lain ketela rambat dan kacang tanah mengalami peningkatan baik produksi maupun luas panen. Produksi beberapa tanaman sayuran (lombok, kubis, ketimun, bawang putih, tomat, buncis, sawi, terong, labu siam, bayam, kacng panjang, seledri, kentang) mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, untuk produksi bawang merah, bawang daun, wortel, petai, melinjo dan kangkung mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Beberapa produksi buah-buahan (rambutan, durian, jambu air, jambu biji, sawo, pepaya, pisang, manggis, sirsat, salak, sukun, kelengkeng) juga mengalami penurunan dibanding tahun 2002 sedangkan produksi alpukat, mangga, duku, jeruk, melinjo, nanas dan sukun mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2002.

Tabel 1. Populasi Ternak Kecil Pada Tahun 2003

Tahun Babi Kambing Domba Kelinci

2002 43.794 117.641 123.436 26.715

2003 47.255 128.839 138.891 26.757

Dari tabel 1, populasi ternak kecil tahun 2003 baik babi, kambing, domba, kelinci mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.


(53)

Untuk populasi ternak besar pada tahun 2003 baik kuda, sapi potong, sapi perah maupun kerbau mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2002. Produksi daging sapi, ayam buras, kambing, domba dan ayam ras mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya dan untuk produksi susu sapi, telur ayam dan telur itik juga mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya.

Populasi perikanan pada tahun 2003 produksinya tercatat 1.615,037 ton yang terdiri dari 573,20 ton perikanan darat (kolam, karamba, mina padi) dan 1.041,837 ton perairan umum (rawa, sungai, genangan lainnya), dibanding tahun sebelumnya produksi perikanan tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 7,297 persen.

Luas tanaman perkebunan rakyat sebagian besar mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya, kecuali unutk rosela, tembakau, jahe, aren, kapuk, kelapa dalam, jambu, mete, tebu, panili dan cengkeh. Sedangkan produksi perkebunan rakyat sebagian besar tanaman mengalami peningkatan kecuali kopi, kapuk, panili, guala kristal, jahe, rosela dan tembakau mengalami penurunan produksi dibangding tahun 2002.

Sedangkan dalam kehutanan menurut fungsinya dibagi menjadi hutan produksi, hutan lindung, hutan wisata dan hutan suaka. Luas hutan produksi pada tahun 2003 sebesar 6.916,1 Ha atau 29,74 persen dari jumlah hutan keseluruhan, luas hutan rakyat pada thun 2003 sebesar 12.865 Ha atau 55,31 persen dari jumlah hutan keseluruhan sedangkan hutan lindung luasnya


(54)

sebesar 3.276,90 Ha atau 14,09 persen dan hutan wisata sebesar 182,17 Ha atau 0,78 persen dari jumlah hutan seluruhnya.

6. Perdagangan

Pasar berfungsi sebagai salah satu sarana yang berperan dalam penyaluran barang. Sebagai tempat penyaluran barang pada tahun 2003 di Kabupaten Semarang terdapat 3 pusat perbelanjaan, pasar umum sebanyak 42 buah, pasar hewan 4 buah, dan lain-lain 1 buah. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya terdapat 3 pusat perbelanjaan yang belum ada pada tahun 2002, jumlah pasar umum mengalami penurunan sedang pasar hewan tetap.

Sedangkan untuk koperasi yang sering disebut soko guru perekonomian Indonesia, semakin menunjukkan perannya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jumlah koperasi di Kabupaten Semarang pada tahun 2002 sebanyak 137 unit dengan jumlah anggota 93.842 orang, jumlah koperasi ini terbagi dalam 14 KUD dan 123 non KUD. Aktivitas koperasi khususnya KUD bila dibanding tahun 2001 pada umumnya mengalami peningkatan natara lain dalam pembinaan pengusaha kecil dan pengadaan pangan, sedang untuk penyaluran pupuk mengalami penurunan sebesar 2.6 persen.


(55)

7. Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang

Perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang dilihat kontribusi tiap sektornya, sektor industri masih tetap menempati urutan pertama. Seperti tahun-tahun sebelumnya bahwa walaupun krisis masih terasa namun struktur perekonomian Kabupaten Semarang masih didominasi oleh sektor industri. Di samping itu urutan kontribusi masing-masing sektor atas dasar harga berlaku tidak terjadi pergeseran dari tahun lalu. Struktur PDRB Kabupaten Semarang tahun 1999-2003 atas dasar harga berlaku masih sama yaitu didominasi oleh empat sektor yaitu sektor industri, pertanian, perdagangan dan jasa-jasa dengan kontribusi masing-masing di atas 10 persen. Agar lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 2

Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang Atas dasar harga berlaku (di atas 10 persen)

No Sektor Ekonomi Kontribusi (persen)

1999 2000 2001 2002 2003

1 Industri 41,46 40,89 41,49 40,7 41,48

2 Pertanian 21,09 21,83 20,26 20,59 19,08

3

Perdagangan, Rumah Makan dan

Jasa Akomodasi 18,05 17,84 18,01 17,89 17,95

4 Jasa-jasa 10,54 10,84 11,34 11,36 11,58

Jumlah 91,14 91,4 91,1 90,54 90,09


(56)

Tabel. 3

Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang Atas dasar harga berlaku (di bawah 10 persen)

No Sektor Ekonomi Kontribusi (persen)

1999 2000 2001 2002 2003

1 Lembaga keuangan 3,38 3,71 3,73 3,89 3,82

2 Angkutan dan Komunikasi 2,33 2,43 2,52 2,66 2,91

3 Konstruksi 1,57 1,33 1,42 1,53 1,55

4 Listrik 0,91 0,95 1,06 1,21 1,46

5 Penggalian 0,22 0,18 0,17 0,17 0,17

Jumlah 8,41 8,6 8,9 9,46 9,91

Sumber: Data BPS, 1999-2003 yang sudah diolah

Dari tabel 2 dan tabel 3, jika melihat perkembangan PDRB Kabupaten Semarang mulai tahun 1999-2003, sektor industri, pertanian, perdagangan, Jasa-jasa sampai dengan 2003 masih paling tinggi perkembangannya dibandingkan 5 sektor lainnya. Tapi pada sektor industri mengalami naik turun, sedangkan pada sektor pertanian mengalami penurunan dari tahun ketahun. Untuk sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi mengalami kecenderungan menurun sedangkan pada sektor jasa-jasa perkembangannya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun walaupun peningkatannya relatif kecil. Pada sektor ekonomi yang sumbangan persentase untuk PDRB dibawah 10 persen juga terjadi peningkatan walaupun peningkatannya relatif stabil dan kecil. Sedangkan kenaikan dan penurunan PDRB Kabupaten Semarang disebabkan oleh besarnya kontribusi sektor unggulan didaerah tersebut.


(57)

Tabel. 4

Hasil Perhitungan Rata-rata LQ Tahun 1999-2003

Sumber; Data BPS, 1999-2003 yang sudah diolah

Keterangan: (T); Tinggi, (SR); Sangat Rendah, (R); Rendah

Dari tabel 4, sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kabupaten Semarang dengan hasil perhitungan koefisien LQ > 1 adalah sektor industri, sektor listrik dan air, sektor jasa-jasa dan sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Keempat sektor tersebut berpotensi untuk dikembangkan karena sektor tersebut merupakan sektor unggulan bagi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang. Sedangkan sektor pertanian, sektor penggalian, sektor konstruksi, sektor perdagangan, rumah makan dan

LQ

No Sektor 1999 2000 2001 2002 2003

Potensi Sektor 1 Pertanian 0,84 (R) 0,85 (R) 0,83 (R) 0,88 (R) 0,89 (R) Kurang 2 Penggalian 0,22 (SR) 0,19 (SR) 0,18 (SR) 0,18 (SR) 0,17 (SR) Kurang 3 Industri 1,42 (T) 1,43 (T) 1,42 (T) 1,37 (T) 1,37 (T) Berpotensi 4 Listrik, Gas dan Air

1,41 (T) 1,29 (T) 1,39 (T) 1,2 (T) 1,25 (T) Berpotensi 5 Konstruksi 0,4 (SR) 0,33 (SR) 0,36 (SR) 0,4 (SR) 0,39 (SR) Kurang 6

Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akom

0,79 (R) 0,76 (R) 0,75 (R) 0,75 (R) 0,43 (SR) Kurang 7 Angkutan dan Komunikasi

0,57 (R) 0,55 (R) 0,55 (R) 0,53 (R) 0,51 (R) Kurang 8

Lembaga Keuangan, Persewaan dan Jasa perush

1,05 (T) 1,01 (T) 1,02 (T) 1,05 (T) 1,03 (T) Berpotensi 9 Jasa-jasa 1,11 (T) 1,25 (T) 1,34 (T) 1,34 (T) 1,36 (T) Berpotensi


(58)

jasa akomodasi, sektor angkutan dan komunikasi memiliki koefisien LQ < 1, yang berarti sektor tersebut kurang berpotensi untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena sektor tersebut bukan merupakan sektor unggulan bagi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang.

Tabel. 5

Hasil Perhitungan Differential Shift (Dj) Tahun 1999-2003

Sumber; Data BPS, 1999-2003 yang sudah diolah Keterangan: (P); Pertumbuhan, (L); Lambat, (C); Cepat

Hasil perhitungan analisis shift share di Kabupaten Semarang seperti pada tabel 5 di atas. Tahun 1999-2000 Kabupaten Semarang memiliki nilai komponen DJ < 0 adalah pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor industri, sektor listrik gas dan air, sektor konstruksi, sektor perdagangan dan jasa akomodasi, sektor angkutan dan komunikasi, sektor lembaga keuangan

Dj

No Sektor 1999-2000 (P) 2000-2001 (P) 2001-2002 (P) 2002-2003 (P)

1 Pertanian -14.841.807 L -30.186.201 L 31.814.406 C 3.868.775,3 C 2 Penggalian -927.408,1 L -544.755,94 L -35.224,02 L -377.140,6 L 3 Industri -37.008.255 L -31.291.988 L -77.231.067 L -20.628.812 L 4 Listrik, Gas dan Air -3.594.786 L 1.789.007,79 C -7.694.470 L 1.755.324,4 C 5 Konstruksi -9.951.767 L 3.233.370,78 C 4.337.195,4 C -2.347.471 L

6

Perdagangan, Rumah makan dan

Jasa Akom -32.763.231 L -20.235.012 L -13.449.473 L -3.12E+08 L 7

Angkutan dan

Komunikasi -4.455.220 L -2.080.204,6 L -5.775.291 L -4.431.366 L

8

Lembaga Keuangan,

Persewaan dan Jasa

perush -85.391.137 L -558.719,63 L 2.392.639,9 C -5.166.999 L 9 Jasa-jasa 24.016.529 C 18.534.907,1 C -9.150.129 L 3.000.429,9 C


(59)

dan jasa perusahaan di Kabupaten Semarang tergolong lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada masing-masing sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk nilai DJ > 0 adalah pada sektor jasa-jasa, ini berarti bahwa sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Jawa Tengah.

Sedangkan tahun 2000-2001 Kabupaten Semarang memiliki nilai komponen DJ < 0 adalah pada sektor pertanian, sektor penggalian, sektor industri, sektor perdagangan dan jasa akomodasi, sektor angkutan dan komunikasi, sektor lembaga keuangan dan jasa perusahaan di Kabupaten Semarang tergolong lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada masing-masing sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk nilai DJ > 0 adalah pada sektor listrik gas dan air, sektor konstruksi, sektor jasa-jasa, ini berarti bahwa ketiga sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Jawa Tengah. Tahun 2001-2002 Kabupaten Semarang memiliki nilai komponen DJ < 0 adalah pada sektor penggalian, sektor industri, sektor listrik gas dan air, sektor angkutan dan komunikasi, sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi di Kabupaten Semarang tergolong lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada masing-masing sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk nilai DJ > 0 adalah pada sektor pertanian, sektor konstruksi, sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan, ini berarti bahwa ketiga sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di JawaTengah.


(60)

Pada tahun 2002-2003 Kabupaten Semarang memiliki nilai komponen DJ < 0 adalah pada sektor penggalian, sektor industri, sektor konstruksi, sektor angkutan dan komunikasi, sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi, sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di Kabupaten Semarang tergolong lambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada masing-masing sektor yang sama di Propinsi Jawa Tengah. Sedangkan untuk nilai DJ > 0 adalah pada sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air, sektor jasa-jasa, ini berarti bahwa ketiga sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Jawa Tengah. Kabupaten Semarang memiliki nilai (P+D)J < 0 selama tahun 1999-2003 selalu bertanda negatif, ini berarti bahwa pertumbuhan PDRB di Kabupaten Semarang adalah lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel. 6 berikut ini:

Tabel 6.

Hasil Perhitungan (P+D)J Tahun 1999-2003

No Tahun Ejt Et Eo Ejo (P+D)J Pertumbuhan

1 1999-2000 2.770.364.036 117.782.925 101.509.194 2.479.185.866 -106.279.474 Lambat 2 2000-2001 3.146.855.431 136.131.480 117.782.925 2.770.364.036 -55.083.697 Lambat 3 2001-2002 3.555.861.862 156.418.300 136.131.480 3.146.855.431 -59.949.688 Lambat 4 2002-2003 3.916.833.266 173.852.789 156.418.300 3.555.861.862 -35.367.344 Lambat

Sumber: Data BPS, 1999-2003 sudah diolah Keterangan:(Ejt):PDRB total Kab j akhir th (Et):PDRB Kab j akhir tahun (Eo):PDRB Kab j awal tahun (Ejo):PDRB total Kab j awal th (P+D)J: Pertumbuhan PDRB KabSemarang


(61)

8. Faktor-faktor yang menghambat dan mendukung perkembangan sektor pertanian dan sektor industri di Kabupaten Semarang

a. Sektor pertanian

Berdasarkan hasil Koordinasi Pembangunan Usulan Program / Kegiatan Kabupaten Semarang tahun 2005 ada beberapa faktor yang menghambat perkembangan pada sektor pertanian yaitu; masih rendahnya produktivitas di mana belum tercapainya standar mutu produk pertanian serta belum memiliki daya saing pemasaran yang kuat, keterbatasan informasi dan mekanisme pasar, rendahnya kualitas SDM pelaku pertanian dalam penguasaan teknologi dan manajemen, terbatasnya kepemilikan luas lahan dan skala usaha, lemahnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha, lemahnya permodalan petani, berubahnya fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang tidak terkendali.

Sedangkan faktor mendukung dalam perkembangan pada sektor pertanian adalah tersedianya sumber daya alam yang subur sangat cocok untuk usaha pertanian, tersedianya sumberdaya manusia dan kelembagaan pertanian untuk mengembangkan sektor pertanian, tersedianya komoditas unggulan yang bisa dikembangkan, telah berkembangnya sentra produksi pertanian, tersedianya pemasaran produk pertanian di pasar Jetis Ambarawa.


(62)

b. Sektor industri

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasubbag perencanaan Dinas Perindustrian Kabupaten Semarang, ada beberapa faktor yang menghambat perkembangan pada sektor industri yaitu; stabilitas ekonomi yang belum memadai, pasar bebas, ketidakstabilan harga bahan baku, kurangnya pola pembinaan, inovasi hasil produksi.

Sedangkan faktor yang mendukung perkembangan pada sektor industri antara lain; tersedianya kebijakan pemerintah dalam pengembangan industri, adanya pertumbuhan dan persebaran sentra di pedesaan, dukungan infrastruktur yang memadai, terbukanya pola kemitraan usaha, tersedianya komoditas unggulan yang dapat dikembangkan, berkembangnya aneka industri.

9. Sebaran distribusi pendapatan daerah Kabupaten Semarang

Hasil perhitungan rata-rata Indeks Williamson dengan dan tanpa mengikutkan sektor industri di Kabupaten Semarang tahun 1999-2003 adalah pada tabel. 7 sebagai berikut:


(63)

Tabel. 7

Hasil Perhitungan Rata-rata Indeks Williamson dengan mengikutkan Sektor Industri dan tanpa sektor industri Tahun 1999-2003

Sumber; Data BPS, Sudah diolah

Dari angka-angka Indeks Williamson pada tabel 7 diatas, maka dapat diketahui bahwa hasil pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Semarang dari tahun 1999-2003 menghasilkan sebaran distribusi pendapatan masyarakat yang relatif merata diantara kecamatan yang ada di kabupaten Semarang. Hal ini terbukti dengan hasil

VW No Kecamatan Rata-rata Dengan Sektor Industri Rata-rata Tanpa Sektor Industri HT. Oshima Taraf Ketimpangan

1 Getasan 0,064 0,035 Rendah

2 Tengaran 0,1 0,012 Rendah

3 Susukan 0,074 0,024 Rendah

4 Kaliwungu 0,012 0,003 Rendah

5 Suruh 0,092 0,01 Rendah

6 Pabelan 0,012 0,015 Rendah

7 Tuntang 0,072 0,016 Rendah

8 Banyubiru 0,085 0,016 Rendah

9 Jambu 0,091 0,032 Rendah

10 Sumowono 0,037 0,055 Rendah

11 Ambarawa 0,068 0,045 Rendah

12 Bawen 0,027 0,043 Rendah

13 Bringin 0.095 0.042 Rendah

14 Bancak 0.014 0.008 Rendah

15 Pringapus 0.089 0.045 Rendah

16 Bergas 0.308 0.015 Rendah


(64)

perhitungan Indeks Williamson di Kabupaten Semarang yang kurang dari 0,50. Sedangkan hasil perhitungan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dengan memasukkan sektor industri menurut masing-masing kecamatan di Kabupaten Semarang dapat dilihat pada lampiran 14 sampai dengan lampiran 18. Kecamatan Bergas dan Ungaran merupakan dua dari 17 kecamatan di Kabupaten Semarang yang memiliki rata-rata Indeks Williamson dengan mengikutkan sektor industri sebesar 0,308 dan 0,261. Sedangkan 15 kecamatan lainnya memiliki rata-rata Indeks Williamson kurang dari 0,1

Dengan mengeluarkan sektor industri dari perhitungan PDRB Kabupaten Semarang, maka besarnya Indeks Williamson di Kabupaten Semarang lebih kecil daripada kita memasukkan sektor industri kedalam perhitungan tersebut dan perhitungan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan tanpa memasukkan sektor industri dapat dilihat pada lampiran 26 sampai dengan lampiran 30. Dari hasil perhitungan tanpa mengikutkan sektor industri terlihat bahwa ketimpangan yang terjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan perhitungan Indeks Williamson dengan memasukkan sektor industri kedalam PDRB. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendapatan per kapita pada sektor-sektor diluar industri juga menunjukkan adanya perbedaan pada tingkat daerah tetapi perbedaan itu lebih kecil bila dibandingkan dengan memasukkan sektor industri.


(65)

B. Pembahasan

1. Perkembangan Struktur PDRB Kabupaten Semarang a. Sektor Industri

Sektor industri di Kabupaten Semarang mempunyai peran yang sangat besar terhadap perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang, hal ini terlihat pada perkembangan kontribusi sektor industri terhadap PDRB Kabupaten Semarang yang perkembangannya dapat dilihat pada angka kontribusi sektor industri sebesar 41,46 persen pada tahun 1999 kemudian mengalami penurunan sebesar 40,89 persen pada tahun 2000, dan pada tahun 2001 kontribusi sektor industri terhadap PDRB angka tertinggi yaitu sebesar 41,49 persen, namun pada tahun 2003 kontribusi sektor industri terhadap PDRB mengalami penurunan menjadi 41,48 persen, sehingga sektor industri menempati urutan pertama dalam kontribusi perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang pada tahun 1999-2003.

Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor industri menunjukkan nilai LQ di atas angka satu (LQ > 1) yaitu sebesar (1,42), (1,43), (1,42), (1,37), (1,37). Hal tersebut berarti bahwa sektor industri termasuk sektor berpotensi tinggi / sektor basis. Sedangkan nilai LQ lebih dari satu ini berarti sektor industri sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Semarang.


(66)

Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada sektor industri menunjukkan nilai komponen Dj sebesar -37.008.255, -31.291.988, -77.231.067, -20.628.812 hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Dari perhitungan analisis di atas sektor industri merupakan sektor yang berpotensi (tinggi) untuk dikembangkan karena merupakan sektor unggulan / basis.

b. Sektor pertanian

Perkembangan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB pada tahun 1999 sebesar 21,09 persen pada tahun 2000 bahkan sempat mencapai angka tertinggi yaitu sebesar 21,83 persen, namun pada tahun 2001-2003 kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB mengalami penurunan menjadi 20,26 persen, 20,59 persen, 19,08 persen. Walaupun sektor pertanian mengalami penurunan tiap tahun tetapi dalam perkembangan struktur PDRB masih menempati urutan kedua dalam kontribusinya terhadap PDRB kabupaten Semarang tahun 1999-2003.

Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor pertanian menunjukkan nilai LQ di bawah angka satu (LQ < 1) yaitu sebesar (0,84), (0,85), (0,83), (0,88), (0,89). Hal tersebut berarti bahwa sektor pertanian termasuk sektor kurang berpotensi (rendah) / sektor non basis. Sedangkan


(67)

nilai LQ kurang dari satu ini berarti sektor pertanian belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Semarang.

Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2001, pada sektor pertanian menunjukkan nilai komponen Dj sebesar -14.841.807, -30.186.201, hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian selama tahun 1999-2001 merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat di bandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Sedangkan pada tahun 2001-2003 pada sektor pertanian menunjukkan nilai komponen Dj sebesar 31.814.406, 3.868.775,3, hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian selama tahun 2001-2003 merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih cepat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing meningkat. Dari perhitungan analisis di atas, sektor pertanian adalah sektor yang tidak berpotensi (rendah) untuk dikembangkan karena bukan sektor unggulan / sektor basis.

c. Sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi

Perkembangan kontribusi sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi pada tahun 1999-2003 sebesar (18,05), (17,84), (18,01), (17,89), (17,95) persen. Pada tahun 1999 sebesar 18,05 persen merupakan angka tertinggi selama periode 1999-2003, hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang memberikan kontribusi yang besar bagi perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang. Sektor ini


(68)

menempati urutan ketiga dalam perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang.

Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor perdagangan, rumah makan dan jasa akomodasi menunjukkan nilai LQ di bawah angka satu (LQ < 1) yaitu sebesar (0,79), (0,76), (0,75), (0,75), (0,43). Hal tersebut berarti bahwa sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi termasuk sektor kurang berpotensi (rendah) / sektor non basis. Sedangkan nilai LQ kurang dari satu ini berarti sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Semarang.

Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi menunjukkan nilai komponen Dj selalu bertanda negatif, hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi selama tahun 1999-2003 merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Dari perhitungan analisis di atas, sektor perdagangan rumah makan dan jasa akomodasi adalah sektor yang tidak berpotensi (rendah) untuk dikembangkan karena bukan sektor unggulan / sektor basis.

d. Sektor jasa-jasa

Di dalam perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang selama tahun 1999-2003, sektor jasa-jasa selalu menempati urutan


(69)

keempat dengan kontribusi tertinggi pada tahun 2003 yaitu sebesar 11,58 persen. Sedangkan dari hasil perhitungan LQ selama tahun 1999-2003 sektor jasa-jasa menunjukkan nilai di atas satu yaitu berturut-turut sebesar (1,11), (1,25), (1,34), (1,34), (1,36) yang berarti sektor ini termasuk ke dalam sektor unggulan / basis. Artinya sektor ini tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan daerahnya saja namun memenuhi kebutuhan dari luar daerah lainnya / berpotensi untuk melakukan ekspor.

Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada sektor jasa-jasa menunjukkan nilai komponen Dj sebesar 24.016.529, 18.534.907,1, -9.150.129, 3.000.429,9 hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih cepat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing yang meningkat. Tetapi tahun 2002 pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan propinsi Jawa Tengah. Dari perhitungan analisis di atas sektor jasa merupakan sektor yang berpotensi (tinggi) untuk dikembangkan karena merupakan sektor unggulan / basis sehingga sektor ini memiliki kinerja yang dapat diandalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. e. Sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan.

Besarnya kontribusi sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan pada tahun 1999-2003 berkisar antara 3,71 sampai dengan 3,89 persen. Perkembangan kontribusi tertinggi adalah pada tahun 2002 sementara kontribusi terendah pada tahun 2000. Pada tahun 1999-2003,


(70)

sektor ini merupakan sektor yang menempati urutan pertama (dalam perkembangan struktur PDRB di bawah 10 persen) dan sektor yang menempati urutan kelima dari kesembilan sektor dalam kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Semarang.

Berdasarkan analisis LQ tahun 1999-2003, sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan menunjukkan nilai LQ di atas angka satu (LQ > 1) yaitu sebesar (1,05), (1,01), (1,02), (1,05), (1,03). Hal tersebut berarti bahwa sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan termasuk sektor berpotensi tinggi / sektor basis. Sedangkan nilai LQ lebih dari satu ini berarti sektor ini sudah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Semarang.

Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan menunjukkan

nilai komponen Dj sebesar -85.391.137, -558.719,63, 2.392.639,9, -5.166.999 hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang

pertumbuhan PDRB lebih lambat dibandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Tetapi pada tahun 2001-2002 nilai komponen Dj menunjukan angka positif yang berarti sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan pada tahun tersebut pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan propinsi yang dikarenakan daya saing yang semakin meningkat. Dari perhitungan analisis di atas sektor lembaga keuangan persewaan dan jasa perusahaan merupakan


(71)

sektor yang berpotensi (tinggi) untuk dikembangkan karena merupakan sektor unggulan / basis.

f. Sektor angkutan dan komunikasi

Besarnya kontribusi sektor angkutan dan komunikasi pada tahun 2003 sebesar 2,91 persen yang merupakan angka tertinggi selama tahun 1999-2003. Sektor ini merupakan sektor yang memberikan kontribusi di bawah 10 persen bagi perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang. Sektor ini merupakan sektor yang hanya menempati kedua (dalam perkembangan struktur PDRB di bawah 10 persen) dan sektor yang menempati urutan keenam dari kesembilan sektor dalam kontribusi perkembangan struktur PDRB Kabupaten Semarang.

Analisis LQ selama 5 tahun terakhir (1999-2003), sektor ini menunjukkan nilai LQ di bawah angka satu yaitu sebesar (0,57), (0,55), (0,55), (0,53), (0,51). Hal tersebut berarti sektor ini termasuk sektor yang belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat daerahnya sehingga berpotensi impor dari daerah lain.

Perhitungan analisis shift share selama tahun 1999-2003, pada sektor angkutan dan komunikasi menunjukkan nilai komponen Dj sebesar -4.455.220, -2.080.204,6, -5.775.291, -4.431.366 hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang pertumbuhan PDRB lebih lambat di bandingkan propinsi Jawa Tengah yang dikarenakan daya saing menurun. Dari perhitungan analisis di atas sektor angkutan dan


(1)

Lampiran 29

Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2002 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri

No Kecamatan Yi Y Fi n ∑(Yi-Y)² Fi/n ∑(Yi-Y)².Fi/n √∑(Yi-Y)².

Fi/n VW

1 Getasan 2.486.027 2.149.719 42.749 788.149 1,13103E+11 0,0542 6.134.681.610 78.324,21 0,036 2 Tengaran 2.083.605 2.149.719 52.563 788.149 4.371.060.996 0,0667 291.513.507 53.992,16 0,025 3 Susukan 2.272.692 2.149.719 74.578 788.149 15.122.358.729 0,0946 1.430.941.699 37.827,79 0,018

4 Kaliwungu * * * * * * * * *

5 Suruh 2.115.843 2.149.719 62.678 788.149 1.147.583.376 0,0795 91.262.224,3 95.53,126 0,004 6 Pabelan 2.760.131 2.149.719 34.431 788.149 3,72603E+11 0,0437 1,6277E+10 40.345,37 0,019 7 Tuntang 2.286.550 2.149.719 49.291 788.149 18.722.722.561 0,0625 1.170.922.906 34.218,75 0,016 8 Banyubiru 2.296.839 2.149.719 38.222 788.149 21.644.294.400 0,0485 1.049.659.672 32.398,45 0,015 9 Jambu 1.866.529 2.149.719 40.326 788.149 80.196.576.100 0,0512 4.103.294.082 64.056,96 0,03 10 Sumowono 2.673.303 2.149.719 29.557 788.149 2,7414E+11 0,0375 1,0281E+10 32.063,61 0,015 11 Ambarawa 2.483.270 2.149.719 81.131 788.149 1,11256E+11 0,1029 1,1453E+10 107.016,7 0,05 12 Bawen 1.644.327 2.149.719 46.847 788.149 2,55421E+11 0,0594 1,5182E+10 123.215,4 0,057 13 Bringin 1.756.540 2.149.719 60.281 788.149 1,5459E+11 0,0765 1,1824E+10 108.736,8 0,051

14 Bancak ** ** ** ** ** ** ** ** **

15 Pringapus 1.482.051 2.149.719 36.238 788.149 4,45781E+11 0,046 2,0496E+10 14.3165,5 0,067 16 Bergas 1.986.891 2.149.719 43.994 788.149 26.512.957.584 0,0558 1.479.937.240 38.469,95 0,018 17 Ungaran 2.202.459 2.149.719 95.281 788.149 2.781.507.600 0,1209 336.262.338 18.337,46 0,009


(2)

Lampiran 30

Indeks Williamson Tiap Kecamatan Tahun 2003 Atas Dasar Harga Berlaku Tanpa Memasukkan Sektor Industri

No Kecamatan Yi Y Fi n ∑(Yi-Y)² Fi/n ∑(Yi-Y)².Fi/n √∑(Yi-Y)².

Fi/n VW

1 Getasan 2.635.026 2.299.196 42.749 844.889 1,12782E+11 0,0506 5.706.440.365 75.540,98467 0,033 2 Tengaran 2.264.588 2.299.196 52.563 844.889 1.197.713.664 0,0622 74.513.247,68 8.632,105634 0,004 3 Susukan 2.418.920 2.299.196 74.578 844.889 14.333.836.176 0,0883 1.265.241.747 35.570,23719 0,015 4 Kaliwungu 2.318.548 2.299.196 27.891 844.889 374.499.904 0,033 12.362.779,99 35.160,07451 0,015 5 Suruh 2.235.955 2.299.196 62.678 844.889 3.999.424.081 0,0742 296.696.847,2 17.224,89034 0,007 6 Pabelan 2.931.071 2.299.196 34.431 844.889 3,99266E+11 0,0408 16.270.928.115 127.557,5482 0,055 7 Tuntang 2.451.084 2.299.196 49.291 844.889 23.069.964.544 0,0583 1.345.906.530 36.686,59878 0,016 8 Banyubiru 2.415.826 2.299.196 38.222 844.889 13.602.556.900 0,0452 615.367.142,7 24.806,59474 0,011 9 Jambu 1.973.115 2.299.196 40.326 844.889 1,06329E+11 0,0477 5.075.005.045 71.239,06965 0,031 10 Sumowono 2.801.963 2.299.196 29.557 844.889 2,52775E+11 0,035 8.842.890.032 29.032,56847 0,013 11 Ambarawa 2.707.421 2.299.196 81.131 844.889 1,66648E+11 0,096 16.002.445.934 126.500,7744 0,055 12 Bawen 1.759.186 2.299.196 46.847 844.889 2,91611E+11 0,0554 16.169.095.766 127.157,7593 0,055 13 Bringin 1.995.228 2.299.196 60.281 844.889 92.396.545.024 0,0713 6.592.293.343 81.192,939 0,035 14 Bancak 1.694.410 2.299.196 21.323 844.889 3,65766E+11 0,0252 9.231.071.388 96.078,46475 0,042 15 Pringapus 1.552.432 2.299.196 36.238 844.889 5,57656E+11 0,0429 23.918.355.217 154.655,6019 0,067 16 Bergas 2.091.625 2.299.196 43.994 844.889 43.085.720.041 0,0521 2.243.505.558 47.365,658 0,021 17 Ungaran 2.406.271 2.299.196 95.281 844.889 11.465.055.625 0,1128 1.292.953.234 35.957,65891 0,016


(3)

Lampiran 31

Hasil Perhitungan Rata-Rata Indeks Williamson Tanpa Memasukkan Sektor Industri Tahun 1999-2003

VW VW

No Kecamatan 1999 2000 2001 2002 2003 Jumlah waktu Rata-rata 1 Getasan 0,03 0,036 0,038 0,036 0,033 0,173 5 0,0346 2 Tengaran 0,01 0,011 0,008 0,025 0,004 0,058 5 0,0116 3 Susukan 0,01 0,057 0,019 0,018 0,015 0,119 5 0,0238

4 Kaliwungu * * * * 0,015 0,015 5 0,003

5 Suruh 0,03 0,001 0,006 0,004 0,007 0,048 5 0,0096 6 Pabelan 0 0 0 0,019 0,055 0,074 5 0,0148 7 Tuntang 0,02 0,012 0,016 0,016 0,016 0,08 5 0,016 8 Banyubiru 0,02 0,018 0,015 0,015 0,011 0,079 5 0,0158 9 Jambu 0,04 0,028 0,029 0,03 0,031 0,158 5 0,0316 10 Sumowono 0,03 0,054 0,047 0,015 0,13 0,276 5 0,0552 11 Ambarawa 0,03 0,042 0,049 0,05 0,055 0,226 5 0,0452 12 Bawen 0,03 0,055 0,018 0,057 0,055 0,215 5 0,043 13 Bringin 0,02 0,053 0,052 0,051 0,035 0,211 5 0,0422 14 Bancak ** ** ** ** 0,042 0,042 5 0,0084 15 Pringapus 0,05 0,02 0,021 0,067 0,067 0,225 5 0,045 16 Bergas 0 0,018 0,019 0,018 0,021 0,076 5 0,0152 17 Ungaran 0,05 3E-04 0,007 0,009 0,016 0,082 5 0,0165


(4)

(5)

(6)