Analisis Pengaruh Realisasi Pendapatan Dan Belanja Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi Pada 8 Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara)

(1)

ANALISIS PENGARUH REALISASI PENDAPATAN DAN

BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI DAERAH (STUDI PADA

8 KABUPATEN DAN KOTA

DI SUMATERA UTARA)

TESIS

Oleh

ZIMROBEN OMPUSUNGGU

087017038/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

ANALISIS PENGARUH REALISASI PENDAPATAN DAN

BELANJA DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI DAERAH (STUDI PADA

8 KABUPATEN DAN KOTA

DI SUMATERA UTARA)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZIMROBEN OMPUSUNGGU

087017038/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH REALISASI PENDAPATAN

DAN BELANJA DAERAH TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH (STUDI

PADA 8 KABUPATEN DAN KOTA DI SUMATERA UTARA)

Nama Mahasiswa : Zimroben Ompusunggu

Nomor Pokok : 087017038

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Jonni Manurung, MS) Ketua

(Drs. Hasan Sakti, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS., MBA., Ak)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 30 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Jonni Manurung, MS

Anggota : 1. Drs. Hasan Sakti, M.Si

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak 3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

ANALISIS PENGARUH REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA

DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH (STUDI

PADA 8 KABUPATEN DAN KOTA DI SUMATERA UTARA)”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, September 2010 Yang membuat pernyataan

(Zimroben Ompusunggu)


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh realisasi pendapatan dan belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan menggunakan empat variabel bebas dalam penelitian, yaitu realisasi pendapatan asli daerah, realisasi pendapatan transfer, realisasi lain-lain pendapatan yang sah dan realisasi belanja daerah. Sedangkan variabel terikat adalah pertumbuhan ekonomi daerah.

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari delapan Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara, yaitu Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi dan Pakpak Bharat dengan jumlah observasi sebanyak 39 obyek. Untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan digunakan uji F, sedangkan untuk menguji pengaruh secara parsial digunakan uji t.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa variabel bebas realisasi pendapatan asli daerah, realisasi pendapatan transfer, realisasi lain-lain pendapatan yang sah dan realisasi belanja daerah berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat pertumbuhan ekonomi daerah, baik secara simultan maupun secara parsial yang dapat dijelaskan oleh angka koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9867. Hal ini berarti bahwa 98,67 persen variasi variabel terikat pertumbuhan ekonomi daerah (PED) pada model diterangkan oleh variabel bebas, sedangkan sisanya sebesar 1,33 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar model.

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Realisasi Pendapatan Asli Daerah, Realisasi Pendapatan Transfer, Realisasi Lain-lain Pendapatan yang Sah dan Realisasi Belanja Daerah.


(7)

ABSTRACT

This study aims to analyze and know the effect of the realization of revenue and expenditure areas to local economic growth by using the four independent variables in the research, namely the realization of the region original income, transfer income realization, the realization of other legitimate income and the realization of regional expenditures. The dependent variable is the regional economic growth.

The sample in this study consist of eight regencies and cities in Sumatera Utara, namely Sibolga City, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi and Pakpak Bharat with the number of observations of 39 objects. To test the effect of independent variables on the dependent variable simultaneously F test was used, whereas to test the effect of partially used t test.

The results of this study prove that the region original income, transfer income realization, the realization of other legitimate income and the realization of regional expenditures significantly influence to the regional economic growth, either simultaneously or which can be partially explained by the numerical coefficients of determination (R2) of 0.9867. This means that 98.67 percent of the variation of the dependent variable of regional economic growth (PED) on the model described by the independent variables, while the remaining balance of 1.33 percent is influenced by other variables outside the model.

Keywords: Regional Economic Growth, The Realization of Region Original Income, Transfer Income Realization, The Realization of Other Legitimate Income, and The Realization of Regional Expenditure.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan kemurahan-Nya memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga peneliti dapat menyusun tesis ini dengan judul “Analisis Pengaruh Realisasi Pendapatan dan

Belanja Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi pada 8 Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara)”.

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pascasarjana pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara. Direktur dan Wakil Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, SE, Ak selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang memfasilitasi penyusunan sekaligus sebagai pembanding dalam seminar serta penguji dalam ujian tesis ini.

3. Dr. Jonni Manurung, MS selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

4. Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak selaku Pembimbing II yang juga telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.


(9)

5. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak sebagai Dosen Pembanding yang turut memberikan banyak masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

6. Bapak Drs. Firman Syarief, M.Si, Ak sebagai Dosen Pembanding yang juga turut

memberikan banyak saran dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

7. Istri tercinta Dra. Rame Purba yang selalu setia memberikan segala motivasi dan dukungan moril dan materil, serta anak-anak tercinta Eklesi, Tioni, Nahum dan Rade Artorito, Ibunda beserta seluruh saudara kandung dan keluarga yang telah banyak memberikan dorongan dan doa restu sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas penelitian dan penyusunan tesis ini dalam rangka menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

8. Rekan-rekan penulis yang turut memberikan saran dan masukan serta berbagai dukungan lainnya sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu segala saran dan masukan untuk perbaikan sangat diharapkan, dan akhir kata bagaimanapun sederhananya hasil penelitian ini semoga bermanfaat adanya.

Medan, Agustus 2010 Peneliti,


(10)

RIWAYAT HIDUP

NAMA LENGKAP : ZIMROBEN OMPUSUNGGU

TEMPAT/TGL LAHIR : TAPANULI UTARA, 26 APRIL 1968

ALAMAT RUMAH : JL. LUKAS PASARIBU KOMPLEK HKI TANAH LAPANG DOLOKSANGGUL KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA

AGAMA : KRISTEN PROTESTAN

JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI

PENDIDIKAN :

1. SDN 173345 ARITONANG MUARA TAPANULI UTARA, LULUS TAHUN 1981 2. SMPN ARITONANG MUARA TAPANULI UTARA, LULUS TAHUN 1984 3. SMAN MUARA TAPANULI UTARA, LULUS TAHUN 1987

4. SARJANA EKONOMI, STIE OTTOW & GEISSLER JAYAPURA, LULUS TAHUN 1994

PENGALAMAN PEKERJAAN

: 1. DOSEN STIE OTTOW & GEISSLER FAKFAK-IRIAN JAYA, 1994-2000.

2. KEPALA SEKSI TRANTIB KANTOR CAMAT DOLOKSANGGUL KAB. TAPANULI UTARA 2001-2003. 3. KEPALA UPT PASAR DAERAH DOLOKSANGGUL

DINAS PENDAPATAN KAB. TAPANULI UTARA, 2003-2006.

4. KEPALA SUB BAGIAN PENGEMBANGAN USAHA BAGIAN PEREKONOMIAN SETDAKAB HUMBANG HASUNDUTAN, 2006-2007.

5. KEPALA SUB BIDANG BELANJA PADA BIDANG ANGGARAN BPKD KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, 2007-2009.

6. KEPALA SEKSI PERBENDAHARAAN DAN GAJI DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, 2009-SEKARANG.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………

ABSTRACT………..

KATA PENGANTAR……….

RIWAYAT HIDUP……….

DAFTAR ISI………

DAFTAR TABEL………

DAFTAR GAMBAR………..

DAFTAR LAMPIRAN………..

i ii iii v vi ix x xi BAB I BAB II PENDAHULUAN………

1.1. Latar Belakang………..

1.2. Rumusan Masalah……….

1.3. Tujuan Penelitian………..

1.4. Manfaat Penelitian……….

1.5. Originalitas Penelitian………

TINJAUAN PUSTAKA………

2.1. Tinjauan Teori………

2.1.1. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi…….………

2.1.1.1. Teori Pertumbuhan Klasik….………..

2.1.1.2. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik….…………

2.1.1.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Modern…..….

1 1 8 8 9 9 12 12 12 12 13 14


(12)

BAB III

BAB IV

BAB V

2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Daerah……….

2.1.3. Komponen Pendapatan dan Belanja Daerah..………..

2.1.4. Hubungan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah

dengan Pertumbuhan Ekonomi Daerah……….

2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu ……….

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS….……….

3.1. Kerangka Konsep….………

3.2. Hipotesis….……….

METODOLOGI PENELITIAN….………

4.1. Jenis Penelitian……….

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian…..………..

4.3. Populasi dan Sampel ………

4.4. Metode Pengumpulan Data….……….

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel…..…

4.6. Metode Analisis Data…..……….

4.6.1. Model Analisis Data…..………

4.6.2. Kriteria Pengujian Hipotesis…..………

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…….……….

5.1. Deskripsi Data…..………

5.1.1. Deskripsi Lokasi…..……….

5.1.2. Karakteristik Penelitian…..………..

5.2. Analisis Data……….

5.2.1. Uji Normalitas………

5.2.2. Uji Multikolinieritas…..………

5.2.3. Uji Autokorelasi…..……….

5.2.4. Pengujian Hipotesis dengan Uji F………

15 19 25 29 32 32 37 38 38 38 39 40 41 44 44 47 50 50 50 58 61 64 65 66 67


(13)

5.2.5. Pengujian Hipotesis dengan Uji t………..

5.2.6. Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2)………

68 69

BAB VI

5.3. Pembahasan Hasil Penelitian……….

5.3.1. Pengaruh Realisasi Pendapatan Asli Daerah terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Daerah………..

5.3.2. Pengaruh Realisasi Pendapatan Transfer terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Daerah ………

5.3.3. Pengaruh Lain-lain Pendapatan yang Sah terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Daerah……….

5.3.4. Pengaruh Realisasi Belanja Daerah terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Daerah….……….

KESIMPULAN DAN SARAN…..……….

6.1. Kesimpulan………...

6.2. Keterbatasan Penelitian……….

6.3. Saran……….

69 73

75 76 76 79 79 81 81


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1.

4.1. 5.1.

5.2.

5.3. 5.4.

5.5.

Laju Pertumbuhan Ekonomi 8 Kabupaten Kota di Sumatera Utara

Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2004 – 2008……….

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional..………

Struktur Ekonomi Kabupaten/Kota di Wilayah Pantai Barat

Sumatera Utara Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan PDRB Atas

Dasar Harga Berlaku Tahun 2008………

Peranan PDRB Kabupaten Kota di Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara terhadap Pembentukan Total PDRB Sumatera Utara Atas

Dasar Harga Berlaku Tahun 2008 (Dalam Jutaan Rupiah)………

Hasil Analisis Data Variabel Bebas……….

Nilai Residual Masing-masing Model Regresi Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Transfer, Lain-lain Pendapatan yang Sah dan Belanja Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada 8

Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara………

Matrix Correlation...

5 43

59

60 63

65 66


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1.

4.1. 5.1. 5.2.

Kerangka Konsep Analisis Pengaruh Realisasi Pendapatan dan

Belanja Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah………

Penentuan Adanya Gejala Autokorelasi Durbin-Watson….…………

Hasil Analisis Autokorelasi Durbin Watson……….

Diagram Pertumbuhan Ekonomi Daerah 8 Kabupaten dan Kota di Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara. Ket: PED = Pertumbuhan

Ekonomi Daerah………..

32 47 67


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

I. II.

Tabel Data Panel Variabel Bebas………

Output Analisis dengan Menggunakan Program Eviews……… 87 90


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh realisasi pendapatan dan belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dengan menggunakan empat variabel bebas dalam penelitian, yaitu realisasi pendapatan asli daerah, realisasi pendapatan transfer, realisasi lain-lain pendapatan yang sah dan realisasi belanja daerah. Sedangkan variabel terikat adalah pertumbuhan ekonomi daerah.

Sampel dalam penelitian ini terdiri dari delapan Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara, yaitu Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi dan Pakpak Bharat dengan jumlah observasi sebanyak 39 obyek. Untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan digunakan uji F, sedangkan untuk menguji pengaruh secara parsial digunakan uji t.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa variabel bebas realisasi pendapatan asli daerah, realisasi pendapatan transfer, realisasi lain-lain pendapatan yang sah dan realisasi belanja daerah berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat pertumbuhan ekonomi daerah, baik secara simultan maupun secara parsial yang dapat dijelaskan oleh angka koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9867. Hal ini berarti bahwa 98,67 persen variasi variabel terikat pertumbuhan ekonomi daerah (PED) pada model diterangkan oleh variabel bebas, sedangkan sisanya sebesar 1,33 persen dipengaruhi oleh variabel lain di luar model.

Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Realisasi Pendapatan Asli Daerah, Realisasi Pendapatan Transfer, Realisasi Lain-lain Pendapatan yang Sah dan Realisasi Belanja Daerah.


(18)

ABSTRACT

This study aims to analyze and know the effect of the realization of revenue and expenditure areas to local economic growth by using the four independent variables in the research, namely the realization of the region original income, transfer income realization, the realization of other legitimate income and the realization of regional expenditures. The dependent variable is the regional economic growth.

The sample in this study consist of eight regencies and cities in Sumatera Utara, namely Sibolga City, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi and Pakpak Bharat with the number of observations of 39 objects. To test the effect of independent variables on the dependent variable simultaneously F test was used, whereas to test the effect of partially used t test.

The results of this study prove that the region original income, transfer income realization, the realization of other legitimate income and the realization of regional expenditures significantly influence to the regional economic growth, either simultaneously or which can be partially explained by the numerical coefficients of determination (R2) of 0.9867. This means that 98.67 percent of the variation of the dependent variable of regional economic growth (PED) on the model described by the independent variables, while the remaining balance of 1.33 percent is influenced by other variables outside the model.

Keywords: Regional Economic Growth, The Realization of Region Original Income, Transfer Income Realization, The Realization of Other Legitimate Income, and The Realization of Regional Expenditure.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi adalah merupakan indikator yang sangat penting untuk mengetahui dan mengevaluasi hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara khususnya dalam bidang ekonomi. Adanya data pertumbuhan ekonomi akan menunjukkan sejauhmana kinerja pemerintah pada berbagai sektor ekonomi dalam menghasilkan nilai tambah atau pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Adanya pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan kinerja perekonomian, dan sebaliknya bila negatif berarti menunjukkan adanya penurunan kinerja perekonomian.

Dalam sistem perekonomian suatu negara, baik secara agregat maupun secara regional terdapat 3 (tiga) cakupan ekonomi makro yang menjadi konsep dasar yang perlu selalu mendapat perhatian serius, yaitu pertumbuhan ekonomi, masalah pengangguran dan inflasi, serta neraca pembayaran. Pertumbuhan ekonomi berasal dari akumulasi kapital dengan kondisi terdapatnya peningkatan yang proporsional antara pendapatan nasional, konsumsi, dan investasi.

Dalam perencanaan pembangunan suatu daerah, ada 2 (dua) pokok permasalahan yang perlu selalu diperhatikan, yaitu:

1. Bagaimana mengusahakan agar pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan


(20)

2. Bagaimana mengupayakan agar distribusi peningkatan pendapatan dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat.

Dalam konsep perencanaan pembangunan, tersedianya dana untuk pembangunan, alokasi dana yang merata dan tepat sasaran, pengelolaan sumber-sumber pendapatan secara optimal, serta efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran belanja merupakan beberapa hal pokok yang harus selalu diprioritaskan. Prinsip pemerataan alokasi dana dalam sistem pemerintahan otonomi di Indonesia dewasa ini telah dilaksanakan dengan adanya sistem transfer pendapatan antar pemerintah. Secara substansial terdapat 3 (tiga) lingkup pemerintahan dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia, yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintahan yang lebih luas cakupannya memberi arahan kepada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit. Adanya pemerintahan yang menghasilkan pendapatan pajak atau bukan pajak yang lebih besar mengakibatkan diselenggarakannya sistem bagi hasil, alokasi dana umum, hibah atau subsidi antar entitas pemerintah (KSAP, 2005: 10).

Amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah terciptanya kemandirian daerah dalam pengurusan daerahnya sendiri sebagai daerah otonom dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mewujudkan kemandirian daerah, maka setiap tahunnya Pemerintah Pusat mengalokasikan transfer dana ke daerah-daerah di seluruh Indonesia dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian. Transfer dana dari Pemerintah Pusat


(21)

tersebut diharapkan dapat memacu Pemerintah Daerah untuk mencapai kemandiriannya dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah adalah meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan

kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah,

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD.

Dengan kewenangan yang dimiliki oleh daerah diharapkan akselerasi pembangunan dapat tercapai, di mana skala prioritas pembangunan baik infrastruktur maupun suprastruktur dapat direncanakan, diprogramkan, dan dilaksanakan sendiri oleh daerah yang bersangkutan. Dengan demikian penggalian potensi daerah dapat dioptimalkan yang pada gilirannya roda perekonomian suatu daerah dapat berputar dan berkembang dengan baik.

Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi dan Pakpak Bharat adalah 8 (delapan) daerah kabupaten/kota di wilayah Pantai Barat Provinsi Sumatera Utara yang memiliki beberapa kesamaan antara lain:

1. Letak geografis yang berada pada arah Pantai Barat Provinsi Sumatera Utara dan memiliki topografi yang relatif sama, yaitu daerah pegunungan, lembah, dataran tinggi dan dataran rendah.


(22)

2. Potensi daerah yang relatif sama, di mana lapangan usaha yang dominan adalah sektor pertanian.

3. Sama-sama mempunyai peranan yang relatif rendah terhadap pembentukan total

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini terlihat dari data peranan PDRB Kabupaten/Kota atas dasar harga berlaku terhadap total PDRB Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008 misalnya, peranan kedelapan kabupaten/kota tersebut hanya mencapai 0,12 – 1,48 %. Angka 0,12% merupakan peranan PDRB Kabupaten Pakpak Bharat dan angka 1,48% adalah peranan PDRB Kabupaten Tapanuli Utara (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2009: 24).

Berdasarkan survei yang dilaksanakan oleh peneliti, rata-rata laju pertumbuhan ekonomi pada kedelapan kabupaten/kota tersebut dalam kurun waktu tahun 2004-2008 adalah sebagaimana ditunjukkan Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi 8 Kabupaten Kota di Sumatera Utara Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2004 - 2008

Laju Pertumbuhan Ekonomi pada Tahun (%)

No. Kota/Kabupaten

2004 2005 2006 2007*) 2008**)

1. Sibolga 4,76 4,01 5,22 5,53 5,85

2. Tapanuli Tengah 5,70 5,36 5,68 6,23 5,76 3. Tapanuli Utara 4,74 5,04 5,44 6,03 5,74 4. Toba Samosir -16,04 4,95 5,17 5,53 5,60 5. Humbang Hasundutan 5,71 5,65 5,77 6,06 5,84

6. Samosir - 3,03 4,02 4,59 5,00

7. Dairi 5,83 5,34 4,28 5,03 4,59

8. Pakpak Bharat 6,66 5,92 5,66 5,95 5,86

Rata-rata Pertumbuhan 2,48 4,91 5,15 5,61 5,53

Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara

5,74 5,48 6,20 6,90 6,39 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,13 5,60 5,50 6,50 6,10 Sumber: Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, Data Diolah


(23)

Berdasarkan data pada Tabel 1.1 dapat terlihat suatu fenomena bahwa dalam kurun waktu tahun 2004-2008 terjadi fluktuasi pertumbuhan ekonomi pada kedelapan daerah Kabupaten/Kota tersebut yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kecuali Kabupaten Pakpak Bharat, fluktuasi yang terjadi adalah cenderung menurun, di mana dalam 5 (lima) tahun terakhir sampai dengan tahun 2008 rata-rata penurunan mencapai 0,2% pertahun. Fenomena lain yang dapat dilihat adalah bahwa dalam kurun waktu tahun 2004-2008, walaupun trend pertumbuhan ekonomi daerah tersebut meningkat, namun rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah dimaksud setiap tahun selalu berada di bawah tingkat pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara maupun pertumbuhan ekonomi nasional, sehingga keadaan ini mengindikasikan terjadinya ketertinggalan daerah tersebut dari segi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan di sisi lain, fenomena yang terjadi pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta rangkaian regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah bahwa daerah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara dihadapkan kepada berbagai kendala dalam pencapaian target kinerjanya terutama target kinerja keuangan yang meliputi realisasi pendapatan maupun realisasi belanja. Beberapa kendala yang sering dihadapi antara lain rendahnya kualitas dan kuantitas sumber daya aparatur, rendahnya kualitas layanan publik yang menyebabkan keengganan masyarakat untuk taat membayar pajak dan retribusi daerah serta belum diketahuinya potensi Pendapatan Asli Daerah yang mendekati kondisi riil.


(24)

Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah di mana pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri sesuai aspirasi masyarakat. Kemandirian suatu daerah ditandai dengan adanya peningkatan yang cukup signifikan dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah dan teralokasinya pendapatan tersebut ke dalam realisasi belanja program dan kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu beberapa indikator kinerja keuangan adalah meliputi realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), realisasi Pendapatan Transfer, realisasi Lain-lain Pendapatan yang Sah, realisasi Belanja Operasional, realisasi Belanja Modal dan realiasi Belanja Tak Terduga. Alokasi belanja operasional dan belanja modal diperuntukkan bagi pembangunan sarana/prasarana dan infrastruktur, sedangkan alokasi belanja tak terduga dipergunakan untuk mengatasi keadaan darurat. Pada prinsipnya alokasi belanja tersebut adalah bermuara pada optimalnya fungsi-fungsi keuangan di berbagai sektor yang meliputi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri dan pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa lainnya.

Mankiw (2006), mengatakan bahwa dalam konsep dasar ekonomi makro, indikator yang digunakan dalam mengukur pertumbuhan ekonomi adalah Produk Domestik Bruto (PDB), yaitu nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu. Perhitungan pertumbuhan ekonomi tersebut dalam sistem perekonomian terbuka digambarkan oleh persamaan:


(25)

Y = C ( Y – T ) + I + G + X – M, di mana Y = Produk Domestik Bruto, C = konsumsi masyarakat, T = Pajak/Penerimaan Pemerintah, I = Investasi Sektor Swasta, G = Pengeluaran/Belanja Pemerintah, X = Ekspor dan M = Impor.

Dalam konsep regional, Y dianalogikan sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yaitu indikator ekonomi makro suatu daerah yang menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah. Dari persamaan tersebut maka secara teoritis Y = f (T) dan f (G), yang berarti bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang diukur dengan PDRB dipengaruhi secara negatif oleh T (pajak/penerimaan Pemerintah Daerah) dan dipengaruhi secara positif oleh G (Pengeluaran/Belanja Pemerintah Daerah).

Teori tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Saggaf (1999), yang menyimpulkan bahwa secara simultan dan parsial terdapat pengaruh positif yang signifikan pendapatan asli daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah Kota Pekan Baru dalam kurun waktu 1989-1993, yang kemudian berbeda dengan hasil penelitian Hamzah (2009), yang menyimpulkan bahwa pendapatan asli daerah dan dana perimbangan baik secara langsung maupun tidak langsung tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Dari segi variabel pengeluaran/belanja pemerintah daerah, teori tersebut sesuai dengan hasil penelitian Rahmansyah (2004), yang menyimpulkan bahwa dalam kurun waktu 1999-2003 pengeluaran pemerintah yang dialokasikan sebagai belanja daerah dalam APBD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah 11 provinsi di Indonesia.


(26)

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang pertumbuhan ekonomi daerah dengan meneliti sejauhmana pertumbuhan ekonomi daerah tersebut dipengaruhi oleh realisasi pendapatan dan belanja daerah yang merupakan salah satu bentuk instrumen kebijakan fiskal yang ditempuh oleh pemerintah daerah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan dalam latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

“Apakah realisasi pendapatan asli daerah, realisasi pendapatan transfer, realisasi lain -lain pendapatan yang sah dan realisasi belanja daerah mempunyai pengaruh yang signifikan, baik secara simultan maupun secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi daerah pada 8 (delapan) kabupaten/kota di Sumatera Utara?”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah realisasi pendapatan asli daerah, realisasi pendapatan transfer, realisasi lain-lain pendapatan yang sah dan realisasi belanja daerah mempunyai pengaruh yang signifikan, baik secara simultan maupun secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi daerah pada 8 (delapan) kabupaten/kota di Sumatera Utara.


(27)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini perlu dilaksanakan dan diharapkan hasilnya akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan referensi bagi peneliti dalam memahami realisasi indikator-indikator pendapatan dan belanja daerah dan mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah;

2. Sebagai bahan informasi, pertimbangan dan evaluasi bagi 8 (delapan)

kabupaten/kota di Sumatera Utara yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menyusun APBD sebagai instrumen kebijakan fiskal daerah serta memacu tingkat pencapaian realisasi kinerja keuangan daerah dalam rangka mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang optimal;

3. Sebagai bahan referensi dalam pengembangan penelitian di bidang pengelolaan keuangan daerah dan pertumbuhan ekonomi daerah oleh peneliti-peneliti selanjutnya.

1.5. Originalitas Penelitian

Judul penelitian ini merupakan replikasi dari 3 (tiga) judul penelitian sebelumnya, yaitu:

1. Penelitian Nurlina (2004), Analisis Pengaruh Anggaran Belanja Rutin dan Anggaran Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nanggroe Aceh Darussalam, Tesis Program Pascasarjana Magister Ekonomi Pembangunan


(28)

USU Medan. Karena sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara tidak dikenal lagi pengelompokan belanja rutin dan belanja pembangunan, maka penulis mengganti variabelnya menjadi variabel belanja daerah. Dalam penelitian ini penulis tidak menjadikan keseluruhan kabupaten/kota dalam satu provinsi menjadi sampel penelitian, tetapi hanya menetapkan 8 (delapan) kabupaten/kota yang memiliki potensi ekonomi yang relatif sama sebagai sampel penelitian;

2. Penelitian Saggaf (1999), Analisa Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi di Kota Madya Pekanbaru, Tesis Program Pascasarjana USU Medan. Penulis menambah 2 (dua) lagi variabel sejenis, yaitu pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan yang sah, dan satu variabel berbeda, yaitu variabel belanja daerah. Obyek penelitian ditambah dari hanya 1 (satu) kota menjadi 8 (delapan) kabupaten/kota;

3. Penelitian Rahmansyah (2004), Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah

Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-Provinsi di Indonesia, Tesis Magister Ekonomi Pembangunan USU Medan. Penulis merubah nama variabel bebasnya menjadi belanja daerah dan menambah 3 (tiga) variabel pendapatan sebagai variabel penelitian, namun obyek penelitian hanya pada beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Penelitian tentang pengaruh pendapatan dan belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi pada 8 (delapan) kabupaten/kota di wilayah arah Pantai Barat Sumatera Utara belum pernah dilakukan, oleh karena itu penulis merasa perlu dan


(29)

tertarik mengkajinya ke dalam penelitian dengan judul: “Analisis Pengaruh Realisasi

Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (Studi pada 8 Kabupaten Kota di Sumatera Utara)”.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, yang mencerminkan aspek dinamis dari suatu perekonomian yang mengambarkan bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Dalam ilmu ekonomi terdapat beberapa teori pertumbuhan dimana para ekonom mempunyai pandangan yang berbeda tentang proses pertumbuhan suatu perekonomian. Teori-teori pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok teori yaitu teori pertumbuhan klasik, teori pertumbuhan neo-klasik dan teori pertumbuhan ekonomi modern (Nurlina, 2004: 20).

2.1.1.1. Teori pertumbuhan klasik

Teori ini dinamakan teori pertumbuhan klasik oleh karena dikemukakan oleh para ahli yang dikenal sebagai penganut aliran klasik. Teori ini meliputi teori pertumbuhan dari Adam Smith, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus (Salam, 2008: 1).

Adam Smith adalah ahli ekonomi klasik yang pertama kali mengemukakan

pentingnya kebijaksanaan laisezfaire (kebijaksanaan pajak dan zakat)

atas sistem dan mekanisme untuk memaksimalkan perkembangan ekonomi suatu masyarakat (Yohana, 2010: 1).


(31)

Adam Smith mengemukakan bahwa faktor manusia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan spesialisasi dalam meningkatkan produktivitas. Smith dan Richardo percaya bahwa batas dari pertumbuhan ekonomi adalah ketersediaan tanah. Kaum klasik juga yakin bahwa pertumbuhan ekonomi dapat tercapai akibat adanya pembentukan akumulasi modal yang bersumber dari adanya surplus dalam ekonomi. Namun demikian David Ricardo pesimis bahwa tersedianya modal dalam jangka panjang akan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, dengan hanya mengandalkan modal, pada jangka panjang perekonomian akan menuju kepada keadaan yang stationer, yaitu keadaan di mana pertumbuhan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Menurut Ricardo, peranan teknologi akan dapat menghambat berjalannya the law of diminishing return karena teknologi adalah bersifat rigid (kaku) dan hanya dapat berubah dalam jangka panjang. Bagi kaum klasik, keadaan stasioner merupakan keadaan ekonomi yang sudah mapan di mana masyarakat sudah hidup sejahtera sehingga tidak diperlukan lagi pertumbuhan yang berarti.

2.1.1.2. Teori pertumbuhan neo-klasik

Teori ini diwakili oleh teori pertumbuhan Joseph Schumpeter, Alfred Marshal, Robert Solow dan Trevor Swan. Pendapat penganut aliran neo-klasik tentang perkembangan ekonomi dapat diikhtisarkan sebagai berikut:

1. Adanya akumulasi kapital yang merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi;


(32)

3. Perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif;

4. Adanya pemikiran yang optimis terhadap perkembangan;

5. Aspek internasional merupakan faktor bagi perkembangan (Suryana, 2000: 58). Menurut paham neo-klasik tingkat bunga dan tingkat pendapatan menentukan tingginya tingkat tabungan. Pada tingkat teknologi tertentu, tingkat bunga akan menentukan tingkat investasi. Apabila permintaan terhadap investasi berkurang maka tingkat bunga akan turun dan hasrat menabung turun. Dalam hal ini perkembangan teknologi merupakan salah satu faktor pendorong kenaikan pendapatan nasional. 2.1.1.3. Teori pertumbuhan ekonomi modern

Teori ini adalah meliputi teori pertumbuhan Rostow, Kuznet dan teori Harrod-Domar. Menurut Rostow pembangunan ekonomi adalah suatu transformasi dari suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern melalui tahapan sebagai berikut: 1. Masyarakat tradisional (the traditional society);

2. Prasyarat lepas landas (the precondition for take-off); 3. Lepas landas (the take-off);

4. Tahap kematangan (the drive to maturity);

5. Masyarakat berkonsumsi tinggi (the age of high mass consumption) (Suryana, 2000: 60).

Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kemampuan jangka panjang untuk menyediakan berbagai jenis barang ekonomi yang terus meningkat kepada masyarakat. Kemampuan ini tumbuh atas dasar kemajuan teknologi, institusional dan ideologi yang diperlukannya (Suryana, 2000: 64).


(33)

2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Data ekonomi merupakan sumber informasi sistematik untuk dapat mengukur sejauhmana perkembangan aktivitas ekonomi suatu negara. Suatu data yang akurat diharapkan dapat menggambarkan suatu kondisi statistik perekonomian. Statistik ini digunakan oleh para ahli ekonomi untuk mempelajari perekonomian dan oleh para pengambil keputusan untuk mengawasi pembangunan ekonomi dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang tepat.

Dalam konsep dasar ekonomi makro indikator yang digunakan dalam mengukur pertumbuhan ekonomi, adalah produk domestik bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu (Mankiw, 2006: 19).

Dalam konsep regional Produk Domestik Bruto dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan indikator ekonomi makro suatu daerah, yang menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah. Dengan menghitung PDRB secara teliti dan akurat baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai keberhasilan pembangunan di suatu daerah, yang memperlihatkan laju pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi di berbagai sektor lapangan usaha yang ada (Saggaf, 1999: 15).

Berdasarkan rumusan pengertian di atas, maka dalam konsep regional, pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh besarnya tingkat pertumbuhan produk domestik regional bruto suatu daerah yang diukur atas dasar


(34)

harga konstan. Bagi suatu daerah provinsi, kabupaten/kota gambaran PDRB yang mencerminkan adanya laju pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dalam data sektor-sektor ekonomi yang meliputi pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa lainnya. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari data konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal bruto, perubahan persediaan, ekspor dan impor. Sedangkan pertumbuhan ekonomi daearah dirumuskan sebagai berikut:

PDRBt– PDRBt-1

PED = x 100 (2.1) PDRBt-1

Di mana : PED = Pertumbuhan Ekonomi Daerah

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto Periode Tertentu

PDRBt-1 = Produk Domestik Regional Bruto Periode Sebelumnya

Keseimbangan pendapatan nasional dirumuskan oleh persamaan:

Y = C + I + G + X – M (2.2)

Pengeluaran atau pembelian pemerintah (G) dibiayai oleh penerimaan pemerintah, yaitu pajak (T) setelah dikurangi transfer (Tr). Penerimaan pajak oleh pemerintah akan mengurangi konsumsi (C), namun pemberian transfer (Tr) akan menambah konsumsi, sehingga konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan, pajak dan transfer, yaitu:


(35)

Dan substitusi persamaan (2.2) ke (2.3) juga akan menghasilkan keseimbangan pendapatan nasional, yaitu:

Y = C ( Y – T + Tr ) + I + G + X M (2.4)

Dampak belanja atau pembelian pemerintah (G) dan penerimaan pemerintah (T) serta pemberian transfer (Tr) terhadap pendapatan nasional ditunjukkan melalui proses multiplier belanja atau pembelian pemerintah dan penerimaan pemerintah, yaitu:

Y = C ( Y ) - C ( T ) + C(Tr) + I + G + X – M sehingga:

d C d C dC

d Y = . d Y - . d T + .d Tr + d G (2.5) d Y d Y d Y

Diasumsikan investasi, ekspor, dan impor adalah konstan, karena analisis ditujukan untuk penerimaan, pembayaran transfer dan pengeluaran pemerintah. Dalam konsep ekonomi makro dC/dY disebut Marginal Propensity to Consume (MPC), sehingga:

d Y = MPC. d Y - MPC. d T + MPC.d Tr + d G d Y - MPC. d Y = - MPC d T + MPC. d Tr + d G d Y ( 1 – MPC ) = - MPC d T + MPC.d Tr + d G

sehingga:

- MPC MPC 1

d Y = . d T + . d Tr + d G (2.6) 1 - MPC 1 - MPC 1 - MPC


(36)

Di mana 1 - MPC = MPS atau marginal propensity to save.

Dari persamaan (2.6) ditunjukkan bahwa peningkatan penerimaan atau pendapatan pemerintah (T) akan menurunkan pendapatan nasional, akan tetapi sebaliknya peningkatan transfer dan peningkatan belanja atau pembelian pemerintah akan meningkatkan pendapatan nasional.

Nilai dari - MPC/MPS disebut multiplier penerimaan atau pendapatan pemerintah dan 1/MPS disebut multiplier belanja atau pembelian pemerintah.

Analog dengan keseimbangan pendapatan nasional, keseimbangan pendapatan regional daerah atau PDRB dipengaruhi oleh pendapatan pemerintah daerah dan belanja pemerintah daerah. Pendapatan daerah dibedakan menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer (PT), Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah (LPYS). Sedangkan belanja daerah (BD) adalah alokasi belanja yang bersumber dari pendapatan daerah yang diyakini langsung mempengaruhi PDRB.

Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa kinerja keuangan daerah digambarkan oleh realisasi pendapatan daerah dan realisasi belanja daerah. Dari rumusan pendapatan nasional diketahui bahwa peningkatan pendapatan daerah akan menurunkan PDRB, sehingga peningkatan realisasi PAD akan menurunkan PDRB. Sedangkan peningkatan realisasi anggaran belanja daerah akan meningkatkan PDRB. Dengan kata lain, jika realisasi pendapatan daerah lebih besar dari realisasi belanja maka PDRB turun. Sebaliknya jika realisasi pendapatan lebih rendah dari realisasi belanja daerah maka PDRB akan naik. Pengaruh tingkat capaian belanja daerah terhadap PDRB adalah positif, di mana realisasi belanja daerah yang makin tinggi


(37)

teralokasi terhadap 9 (sembilan) sektor ekonomi akan dapat memacu pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi tersebut.

2.1.3. Komponen Pendapatan dan Belanja Daerah

Secara garis besar pengelolaan keuangan daerah meliputi 2 (dua) bidang pokok, yaitu pengelolaan pendapatan daerah dan pengelolaan belanja daerah. Sumber-sumber pendapatan daerah meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Sedangkan belanja daerah menurut sasaran alokasinya terdiri dari belanja operasi, belanja modal dan belanja tak terduga. Komponen-komponen Pendapatan Daerah adalah terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah.

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah (BUD) yang berasal dari potensi asli daerah yang bersangkutan sesuai kewenangan daerah tersebut. Penerimaan tersebut akan menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan menjadi hak pemerintah daerah serta tidak perlu dibayar kembali. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Selanjutnya menurut Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang tersebut di atas, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah adalah meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi potongan


(38)

ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.

2. Dana Perimbangan

Dana perimbangan adalah penerimaan daerah dalam bentuk pendapatan transfer yaitu pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah yang bersumber dari transfer pemerintah atasan yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan ini meliputi Dana Bagi Hasil (DBH) pajak, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

3. Lain-lain Pendapatan yang Sah

Lain-lain Pendapatan yang Sah adalah pendapatan yang bersumber dari Pendapatan hibah, Pendapatan dana darurat dan Pendapatan lainnya.

Namun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan pada Lampiran IVc diuraikan bahwa keseluruhan jenis pendapatan daerah tersebut di atas dikonversi dalam penyajian laporan keuangan dikelompokkan menjadi:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asl daerah yang sah;

2. Pendapatan transfer yang terdiri dari pendapatan transfer dari pemerintah pusat (dana perimbangan) yang terdiri dari DBH-SDA, DAU dan DAK, transfer pemerintah pusat lainnya (dana otonomi khusus dana penyesuaian); transfer


(39)

pemerintah provinsi yang terdiri dari pendapatan bagi hasil pajak dan pendapatan bagi hasil lainnya;

3. Lain-lain pendapatan yang sah yang terdiri dari pendapatan hibah, pendapatan dana darurat dan pendapatan lainnya.

Sedangkan komponen belanja daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung.

1. Belanja Tidak Langsung

Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terikat langsung dengan program dan kegiatan yang dipergunakan untuk mendanai belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil kepada provinsi, kabupaten/ kota dan pemerintah desa dan belanja tak terduga.

2. Belanja Langsung

Belanja langsung adalah belanja yang terikat langsung dengan program dan kegiatan yang digunakan untuk membiayai belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal.

Dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan keseluruhan jenis belanja daerah tersebut di atas dikonversi dalam penyajian laporan keuangan dikelompokkan menjadi belanja operasi, belanja modal, belanja tak terduga dan belanja transfer.

1. Belanja operasi yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah dan belanja bantuan.


(40)

2. Belanja modal yang terdiri dari belanja tanah, belanja peralatan dan mesin, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan irigasi dan jaringan, belanja aset tetap lainnya dan belanja aset lainnya.

3. Belanja tak terduga adalah belanja yang dianggarkan untuk mendanai kegiatan yang sifatnya darurat dan belum dapat diperkirakan sebelumnya.

4. Belanja transfer/bagi hasil ke desa; yang meliputi bagi hasil pajak, bagi hasil retribusi, bagi hasil pendapatan lainnya.

Reformasi dalam pengelolaan anggaran daerah adalah merupakan kebutuhan mendesak yang perlu dilakukan mengingat anggaran daerah sebagai rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam periode tertentu (satu tahun), selama ini belum mampu memberikan hasil secara optimal. Hal ini disebabkan karena selama ini anggaran daerah lebih merupakan instrumen pembinaan pemerintah atasan kepada pemerintah di bawahnya. Namun demikian di era reformasi, memang telah terlihat adanya perubahan yang mendasar dalam peran dan fungsi anggaran daerah seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dengan reformasi ini diharapkan anggaran daerah mampu memainkan perannya sebagai instrumen kebijakan dan instrumen manajemen bagi pemerintah daerah.

Menurut Jones (1996), sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Oleh karena itu, anggaran daerah harus mampu secara optimal


(41)

difungsikan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.

Berdasarkan Organisasi Komunitas Perpustakaan Online Indonesia (diakses tanggal 18 Agustus 2010) dijelaskan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah

output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta

menurunkan output industri secara umum. Oleh karena itu ada 3 (tiga) bentuk kebijakan anggaran/politik anggaran yang dapat dilakukan sesuai kondisi perekonomian daerah, yaitu:

1. Anggaran defisit (defisit budget) atau disebut juga kebijakan fiskal ekspansif yaitu suatu bentuk kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar


(42)

dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

2. Anggaran surplus (surplus budget) atau disebut juga kebijakan fiskal kontraktif yaitu suatu bentuk kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Sebaiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

3. Anggaran berimbang (balanced budget), yaitu suatu bentuk kebijakan

anggaran di mana pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kebijakan fiskal adalah kebijakan yang tidak terlepas dari kebijakan anggaran dengan titik berat pada kebijakan penerimaan dan pengeluaran. Dari sisi kebijakan penerimaan misalnya, selain upaya meningkatkan PAD, pemerintah daerah juga diharapkan mampu mengelola seluruh pendapatan dan pengeluaran atau belanja daerahnya. Hal ini dapat dinyatakan sebagai suatu prestasi dan merupakan salah satu ukuran kinerja pemerintah daerah tersebut. Ukuran kinerja dari sisi ini dilihat dengan membandingkan antara rencana atau target pendapatan maupun pengeluaran atau belanja daerah untuk berbagai kegiatan dan program dengan realisasinya.


(43)

2.1.4. Hubungan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah dengan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Identitas keseimbangan pendapatan nasional adalah konsumsi (C) ditambah Investasi (I), Pembelian atau Pengeluaran Pemerintah (G), dan Ekspor (X) dikurangi Impor (M) yang dirumuskan dengan persamaan Y = C + I + G + X-M merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Banyak pertimbangan yang mendasari pengambilan keputusan dalam mengatur pengeluarannya. Pemerintah tidak cukup hanya meraih

tujuan akhir dari setiap kebijakan pengeluarannya, tetapi juga harus

memperhitungkan sasaran yang akan menuikmati kebijakan tersebut (Rahmansyah, 2004: 15).

Pendapat di atas berarti bahwa memperbesar pengeluaran dengan tujuan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas kesempatan kerja adalah kurang memadai, melainkan perlu diperhitungkan siapa yang akan terpekerjakan atau meningkat pendapatannya. Di samping itu pemerintah perlu menghindari agar peningkatan perannya dalam perekonomian tidak justru melemahkan pihak swasta.

Menurut Wijaya (2000), pengeluaran pemerintah mempunyai efek pengganda (multiplier effect) dan merangsang kenaikan pendapatan nasional dan akan menaikkan pendapatan serta produksi secara berganda sepanjang perekonomian belum mencapai tingkat kesempatan kerja penuh (full employment) karena ia menaikkan permintaan agregatif didasarkan pada anggapan bahwa pengeluaran


(44)

pemerintah tidaklah pada proyek-proyek yang dapat menghalangi atau menggantikan investasi sektor swasta.

Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara eksekutif dengan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja atau pembiayaan yang diperlukan bila diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Anggaran berfungsi sebagai pernyataan kebijakan publik, sebagai target fiskal yang menggambarkan keseimbangan antara belanja, pendapatan dan pembiayaan yang diinginkan, menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi hukum, serta menjadi landasan penilaian kinerja pemerintah (KSAP, 2005: 13).

Oleh karena itu, APBN suatu negara atau APBD suatu daerah dapat kita yakini mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap perekonomian, khususnya sektor riil. Signifikansi tersebut tercermin dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto. Kebijakan fiskal suatu negara merupakan instrumen untuk melaksanakan fungsi stabilitasi, distribusi dan alokasi yang diarahkan pada stimulus pertumbuhan ekonomi dan mendorong penciptaan lapangan kerja. Di Indonesia misalnya, dampak APBN terhadap sektor riil merupakan salah satu indikator yang mengidentifikasikan dampak dari kebijakan fiskal terhadap perekonomian tahun 2008. Dalam kondisi perekonomian yang lesu, kebijakan diarahkan pada stimulus fiskal antara lain melalui pengeluaran pemerintah yang bersifat autonomous yang mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, pada saat overheating


(45)

ekonomi, intervensi kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah bersifat kontraktif untuk menyeimbangkan permintaan agregat (aggregate demand) dengan penyediaan sumber-sumber daya perekonomian (BPKP-RI, 2009: 38).

Meningkatnya pendapatan negara melalui penerimaan dari sumber-sumber pendapatan merupakan suatu hasil kinerja pemerintah mengelola pos-pos penerimaan negara. Demikian juga halnya dengan meningkatnya penyerapan belanja dan akuntabilitas keuangan. Penyerapan anggaran merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan berhasilnya program atau kebijakan yang dilakukan pemerintah. Rasio realisasi terhadap pagu anggaran mencerminkan terserapnya anggaran dalam melakukan berbagai program yang telah ditetapkan. Sebaliknya, lambatnya penyerapan anggaran mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi karena eksekusi anggaran memiliki dampak yang sangat besar terhadap perekonomian.

Di Indonesia, dalam tahun 2008, penyerapan anggaran yang cepat, efisien dan efektif telah menjadi salah satu agenda reformasi manajeman keuangan pemerintah. Sejalan dengan agenda tersebut, pemerintah melakukan berbagai upaya optimal dalam rangka mengurangi berbagai hambatan dalam penyerapan anggaran dan meminimisasi kecenderungan penarikan anggaran di akhir tahun (execution skewed

towards the end of fiscal year) oleh kementerian negara/lembaga. Salah satu langkah

konkrit yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mendelegasikan kekuasaan (relax control) dalam rangka eksekusi anggaran dengan memberikan berbagai fleksibilitas terhadap kementerian teknis. Namun demikian, juga


(46)

mensyaratkan adanya akuntabilitas terhadap penggunaan anggaran tersebut (BPKP-RI, 2009: 14).

Salah satu indikator kinerja keuangan pemerintah dalam bidang anggaran belanja dapat dilihat dari terealisasinya prioritas alokasi anggaran belanja yang selaras dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Untuk mencapai percepatan pertumbuhan ekonomi misalnya, pada tahun 2008 pemerintah Indonesia telah menetapkan 6 (enam) prioritas alokasi anggaran, antara lain:

1. Belanja investasi terutama di bidang infrastruktur dasar untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional;

2. Bantuan sosial, terutama untuk menyediakan pelayanan dasar kepada

masyarakat, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan, dengan memperhatikan rasio anggaran pendidikan sesuai amanat UUD 1945, serta meningkatkan upaya pemerataan;

3. Perbaikan penghasilan dan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan;

4. Peningkatan kualitas pelayanan dan efisiensi penyelenggaraan kegiatan

operasional pemerintahan;

5. Penyediaan subsidi untuk membantu menstabilkan harga barang dan jasa pada tingkat yang terjangkau masyarakat;


(47)

Penjelasan dan gambaran sebagaimana diuraikan di atas membuktikan bahwa realisasi pendapatan dan belanja pemerintah daerah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan konsep pertumbuhan ekonomi daerah.

2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu

Beberapa peneliti di Indonesia telah melakukan studi tentang masalah pengelolaan keuangan daerah dengan menggunakan pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan transfer, belanja daerah dan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel penelitian.

1. Penelitian Saggaf (1999) menyimpulkan bahwa secara simultan dan parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah Kota Pekan baru dalam kurun waktu tahun 1989 - 1993. Demikian juga halnya dengan jumlah alokasi APBD secara keseluruhan juga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah tersebut dalam kurun waktu yang sama.

2. Penelitian Helmi (2009) menyimpulkan bahwa pendapatan dari sektor pajak dan

pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau, di mana PAD dari sektor pertambangan, pertanian dan pariwisata berpengaruh positif terhadap pembentukan PDRB.

3. Fitrianti dan Pratolo (2009), dalam studi tentang pengaruh pendapatan asli daerah dan belanja pembangunan terhadap rasio kemandirian dan pertumbuhan ekonomi menyimpulkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1999 - 2007 di beberapa


(48)

kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pendapatan asli daerah terhadap pertumbuhan ekonomi, akan tetapi terdapat pengaruh yang signifikan antara pendapatan asli daerah terhadap rasio kemandirian, serta pengaruh signifikan antara belanja pembangunan terhadap rasio kemandirian.

4. Penelitian Hamzah (2009) menyatakan bahwa dalam kurun waktu 2001 - 2006, PAD dan Dana Perimbangan baik secara langsung maupun tidak langsung tidak berpengaruh secara secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

5. Penelitian Rahmansyah (2004) menyimpulkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1999 - 2003 pengeluaran pemerintah yang dialokasikan sebagai belanja daerah dalam APBD berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada 11 provinsi di Indonesia, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah dengan tingkat signifikansi yang berbeda-beda.

6. Penelitian Nurlina (2004) menyimpulkan bahwa dalam kurun waktu 1999 - 2003

anggaran belanja rutin daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kepercayaan 99 persen.

Dengan adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, di Indonesia telah terjadi pergeseran tanggung jawab pengelolaan keuangan daerah dari vertical


(49)

accountability (bertanggung jawab kepada Presiden melalui Mendagri) ke horizontal

accountability (bertanggung jawab kepada DPRD). Dalam kondisi tersebut pula telah

terjadi hasil-hasil yang bervariasi yang menciptakan opini yang kontroversial, yaitu antara optimis dan pesimis dalam peningkatan realisasi kinerja keuangan daerah.


(50)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep untuk melihat pengaruh realisasi pendapatan dan belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah adalah ditunjukkan oleh Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Analisis Pengaruh Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Justifikasi dengan dasar teoritis untuk melihat kebenaran adanya pengaruh masing-masing konsep realisasi pendapatan dan belanja daerah terhadap

Realisasi PAD (RPAD)

Realisasi Pendapatan Transfer

(RPT)

Raealisasi Lain-lain Pendapatan

yang Sah (RLPYS)

Realisasi Belanja Daerah

(RBD)

Pertumbuhan Ekonomi Daerah


(51)

pertumbuhan ekonomi daerah untuk dijadikan sebagai variabel penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang

dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan. PAD bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi sebagai perwujudan desentralisasi. Meningkatnya realisasi PAD tentu akan meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah daerah yang menjadi salah satu indikator pertumbuhan ekonomi daerah. Oleh karena itu dapat diyakini bahwa realisasi PAD akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pengaruh Realisasi Pendapatan Asli Daerah (RPAD) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (PED) dapat juga diyakini berdasarkan analog keseimbangan pendapatan nasional dengan model Y = C (Y – T) + I + G + X – M sebagaimana diuraikan pada persamaan 2.4 poin 2.1.2 bab II, di mana penerimaan pemerintah yang bersumber dari pajak (T) akan mempengaruhi

pendapatan nasional (Y); dan dengan rumusan dY = MPC.dY – MPC.dG + dG

(persamaan 2.6), di mana PAD yang bersumber dari pajak dan retribusi daerah dianalogikan sebagai pajak yang disimbolkan dengan (T) secara parsial berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang dianalogikan sebagai pendapatan nasional yang disimbolkan dengan Y.

2. Pendapatan transfer adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan


(52)

dalam pelaksanaan desentralisasi. Pendapatan transfer ini dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian. Yang pertama adalah pendapatan transfer dalam bentuk dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana penyesuaian. Dana ini dialokasikan ke daerah tanpa memperhitungkan besarnya kontibusi daerah terhadap penerimaan negara. Yang kedua adalah pendapatan transfer dalam bentuk dana bagi hasil dalam bentuk bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber daya alam yang dialokasikan kepada daerah secara proporsional berdasarkan kontribusi daerah yang bersangkutan terhadap penerimaan Negara. Dengan analogi yang sama dengan realisasi pendapatan asli daerah (RPAD), realisasi pendapatan transfer (RPT) juga diyakini berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah (PED); di mana pendapatan transfer adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah dari pemerintah pusat dalam bentuk dana perimbangan dan dana penyesuaian serta pendapatan bagi hasil pajak dan pendapatan bagi hasil lainnya dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota. Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dari suatu daerah kabupaten/kota secara parsial akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah yang

bersangkutan yang juga digambarkan oleh persamaan 2.4 dan 2.6, yaitu:

Y = C (Y – T + Tr) + I + G + X-M dan dY= MPC.dY - MPC.dT + MPC.dTr +

dG, maka jika -MPC.dT + MPC.dTr menunjukkan angka positif berarti realisasi pendapatan transfer akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.


(53)

3. Pengaruh Realisasi Lain-lain Pendapatan Yang Sah (RLPYS) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (PED) juga diyakini berdasarkan alanog

keseimbangan pendapatan nasional Y = C (Y – T + Tr) + I + G + X-M dan dY = MPC. dY - MPC.dT + MPC.dTr + dG, di mana konsep Realisasi Lain-lain

Pendapatan Yang Sah (RLPYS) yang terdiri dari pendapatan hibah, dana darurat, bagi hasil pajak dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus serta bantuan keuangan dari pemerintah provinsi atau pemerintah lainnya dapat dianalogikan sebagai transfer dana untuk pemerintah daerah yang bukan bersumber langsung dari potensi daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu lain-lain pendapatan yang sah yang dapat disimbolkan sebagai Tr

dalam persamaan tersebut di atas, maka secara parsial (RLPYS) akan

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah (PED).

4. Pengaruh realisasi belanja daerah (RBD) terhadap pertumbuhan ekonomi daerah

(PED) juga diyakini berdasarkan analogi keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G + X – M. Berbeda halnya dengan pendapatan, belanja daerah yang dianalogikan sebagai pengeluaran/belanja pemerintah (government expenditure) yang disimbolkan dengan G berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Belanja daerah yang terdiri dari belanja operasi, belanja modal, belanja tak terduga dan belanja transfer adalah sejumlah belanja yang bersumber dari pendapatan/penerimaan pemerintah daerah yang teralokasi terhadap sektor-sektor ekonomi daerah, sehingga dapat diyakini bahwa semakin besar bagian dari


(54)

penerimaan pemerintah yang dibelanjakan ke sektor-sektor ekonomi tersebut maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi.

Dari uraian di atas dapat dibenarkan bahwa pendapatan pemerintah dalam bentuk pajak yang langsung menjadi beban masyarakat suatu daerah yang bersangkutan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, yang artinya jika pendapatan pemerintah dari sektor pajak yang menjadi beban masyarakat daerah semakin tinggi, maka pertumbuhan ekonomi daerah akan menurun. Akan tetapi belanja atau pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin besar bagian dari penerimaan pemerintah yang dibelanjakan ke sektor-sektor ekonomi, maka pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi. Sebaliknya semakin kecil bagian dari penerimaan pemerintah yang dibelanjakan ke sektor-sektor ekonomi tersebut maka pertumbuhan ekonomi akan semakin rendah. Masing-masing konsep pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, lain-lain pendapatan yang sah dan belanja daerah yang dijadikan sebagai variabel dalam penelitian ini diukur berdasarkan realisasi pencapaian atau realisasi kinerjanya. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi diukur berdasarkan tingkat pendapatan regional yang dikenal sebagai tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan harga konstan tahun 2000. Pengaruh masing-masing variabel bebas, yaitu variabel-variabel pendapatan dan belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi akan dianalisis, baik secara parsial maupun secara simultan.


(55)

3.2. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan teori, tinjauan peneliti terdahulu serta mengacu pada kerangka konsep pada Gambar 3.1, maka hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Realisasi pendapatan asli daerah, realisasi pendapatan transfer, realisasi lain-lain pendapatan yang sah dan realisasi belanja daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah baik secara parsial maupun secara simultan”.


(56)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Dari sudut pandang aplikasi, penelitian ini merupakan suatu penelitian terapan, yaitu suatu penelitian yang diharapkan hasilnya dapat langsung diterapkan untuk memecahkan masalah yang telah dirumuskan. Sedangkan dari segi informasi yang dihadapi penelitian ini adalah merupakan penelitian kuantitatif.

Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang informasi atau datanya dianalisis menggunakan teknik statistik. Jika informasi yang dikumpulkan dari suatu penelitian tidak dapat diuji dengan statistik, maka penelitian tersebut disebut penelitian kualitatif (Kountur, 2002: 105).

Sesuai dengan analisis yang akan dilakukan, penelitian ini termasuk tipe penelitian korelasional (hubungan sebab akibat) karena bertujuan melihat apakah ada hubungan dan pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Pemerintah Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi dan Pakpak Bharat dengan mengambil dan mempelajari data sekunder yang didapat dari Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan setempat, Badan Pusat Statistik


(57)

Provinsi Sumatera Utara dan instansi terkait lainnya. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Juli sampai Agustus 2010.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang merupakan perhatian peneliti, sedangkan sampel adalah bagian dari populasi. Proses pemilihan sampel dalam penelitian dikenal dengan istilah sampling. Ada 2 (dua) prosedur yang dapat dilakukan dalam proses pemilihan sampel, yaitu random

sampling dan non random sampling.

Menurut Kountur (2002), random sampling adalah proses pemilihan sampel dengan seluruh anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih, sedangkan non random sampling adalah proses pemilihan sampel di mana tidak semua anggota dari populasi memiliki kesempatan untuk dipilih. Metode non random

sampling terdiri dari systematic sampling dan convenience sampling. Systematic

sampling adalah cara memilih sampel di mana setiap anggota ke-n dari populasi

diambil sebagai sampel, sedangkan convenience sampling adalah cara memilih anggota dari populasi yang akan dijadikan sampel secara suka-suka dengan dipermudah. Hal ini dapat dibenarkan tetapi dianjurkan agar penelitian yang menggunakan metode ini direplikasi agar dapat memberikan hasil yang dapat diandalkan.


(58)

Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 28 kabupaten/kota yang ada di Sumatera Utara sampai akhir tahun 2008. Berdasarkan kemungkinan secara metodologi di atas, maka penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode Convenience Sampling serta Judgement Sampling, yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan. Dengan pertimbangan letak geografis, potensi daerah dan kondisi perekonomian sebagaimana diuraikan pada Bab I, dan sesuai dengan jenis/ tipe penelitian ini yaitu penelitian korelasional, maka sebaiknya jumlah sampel yang memadai adalah minimal 30 (n ≥ 30). Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui

bahwa data yang tersedia adalah data tahun 2004 - 2008 (5 tahun terakhir). Oleh karena itu penulis mempertimbangkan bahwa agar jumlah sampel yang diinginkan dapat diperoleh, maka dipilih dan ditentukan beberapa daerah kabupaten/kota yang dianggap lebih mudah untuk dijangkau dalam rangka pengumpulan data. Selanjutnya penulis memutuskan memilih 8 (delapan) daerah kabupaten/kota menjadi sampel penelitian yaitu Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi dan Pakpak Bharat. Dengan cara ini jumlah sampel yang diinginkan akan dapat dipenuhi yaitu sebesar 39 objek, dan untuk memberikan hasil penelitian yang cukup dapat diandalkan maka survei ini dilakukan dengan direplikasi dari 3 (tiga) hasil penelitian sebelumnya.


(59)

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi gambaran umum objek penelitian serta data rencana dan realisasi pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan transfer, lain-lain pendapatan yang sah dan belanja daerah, yang diperoleh dengan cara:

1. Mengakses data dan informasi yang dibutuhkan melalui situs resmi masing-masing obyek penelitian;

2. Mengunjungi beberapa daerah-daerah obyek penelitian pada lembaga

pemerintahan daerah yang diyakini memiliki data yang akurat tentang variabel-variabel yang akan diteliti. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi yang tidak cukup tersedia pada situs resmi obyek penelitian;

3. Menghimpun berbagai data pengelolaan keuangan, data pertumbuhan ekonomi dan data statistik lainnya sebagai data sekunder dari setiap laporan tahunan objek penelitian dengan teknik dokumentasi dan studi pustaka.

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel

Penelitian ini menggunakan 4 (empat) variabel independen yaitu realisasi pendapatan asli daerah (RPAD), realisasi pendapatan transfer (RPT), realisasi lain-lain pendapatan yang sah (RLPYS) dan realisasi belanja daerah (RBD), dan 1 (satu) variabel dependen yaitu pertumbuhan ekonomi daerah (PED).

Realisasi pendapatan asli daerah merupakan angka realisasi penerimaan daerah yaitu hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih yang


(1)

6.2. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini masih memiliki keterbatasan dengan tingkat generalisasi yang relatif rendah sehingga kesimpulan yang diambil mungkin hanya berlaku terbatas pada obyek penelitian saja. Hal tersebut disebabkan:

1. Jumlah sampel yang diambil relatif sedikit, hanya terdiri dari 8 (delapan) kabupaten dan kota di Sumatera Utara, pada hal kemungkinan besar masih banyak daerah lain di Indonesia yang kondisi daerahnya hampir sama dengan kedelapan daerah tersebut tidak sempat dijadikan sebagai sampel penelitian. 2. Hanya terdapat 4 (empat) variabel yang dianalisis pengaruhnya terhadap

pertumbuhan ekonomi daerah, sedangkan variabel lainnya yang diyakini juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah seperti jumlah uang beredar dan jumlah investasi tidak dapat disertakan sebagai variabel penelitian.

6.3. Saran

Berdasarkan hasil analisis serta dengan mengingat masih terbatasnya lingkup penelitian ini, maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Agar peneliti selanjutnya dapat melaksanakan penelitian dengan topik yang sama, yaitu tentang pertumbuhan ekonomi daerah dengan menambah jumlah sampel dan jumlah variabel sehingga tingkat generalisasi dari kesimpulan hasil penelitian menjadi lebih tinggi.

2. Disarankan kepada Pemerintah Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi dan


(2)

Pakpak Bharat agar dalam pelaksanaan kebijakan fiskal di daerah masing-masing dapat mempertimbangkan pelaksanaan strategi sebagai berikut:

a. Sehubungan dengan rendahnya pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir baik di tingkat nasional maupun di tingkat Provinsi Sumatera Utara, agar memacu pertumbuhan ekonominya dengan lebih mengutamakan upaya penciptaan iklim investasi yang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi daerahnya dengan bertahan dengan tingkat tarif pajak dan retribusi daerah yang ada saat ini, tidak perlu merevisi peraturan daerah yang ada untuk menaikkan pendapatan asli daerah, karena dampaknya akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

b. Melaksanakan kerjasama yang sinergis dengan pemerintah atasan dengan cara mematuhi ketentuan yang berlaku serta meningkatkan prestasi dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran yang bersumber dari dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana penyesuaian dan dana yang bersumber dari lain-lain pendapatan yang sah, sehingga hasil evaluasi pemerintah atasan akan memungkinkan masing-masing daerah tersebut dapat memperoleh peningkatan pendapatan transfer maupun lain-lain pendapatan yang sah dari tahun ke tahun.

c. Agar berani menempuh kebijakan anggaran ekspansif, yaitu suatu bentuk kebijakan untuk membuat pengeluaran anggaran belanja lebih besar dari anggaran pendapatan guna memberi stimulus pada perekonomian daerah. Kebutuhan anggaran belanja tersebut dapat ditempuh dengan kebijakan


(3)

pinjaman daerah sebagai salah satu sumber penerimaan pembiayaan, dan menekan pengeluaran pembiayaan untuk mencapai surplus anggaran yang dialokasikan untuk belanja daerah. Kebijakan ini dapat ditempuh melalui pelaksanaan program dan kegiatan yang strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya alam, sehingga alokasi dana menjadi tepat sasaran dalam memacu pertumbuhan ekonomi daerah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Armin Rahmansyah, Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Propinsi-Propinsi di Indonesia. Magister Ekonomi Pembangunan USU Medan, 2004.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, PDRB Provinsi Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota 2004-2008, Medan, 2009.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BKPK-RI), Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2008 (Unaudited), Jakarta, 2009.

Hamzah Ardi, Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Publik terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis Jalur (Studi pada 38 Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Timur Periode 2001 2006), Makalah dalam Konferensi Penelitian Keuangan Sektor Publik II, Bidakara, 2009.

Helmi Achmad, Analisis Pengaruh Belanja dan Penerimaan Daerah terhadap Peningkatan Perekonomian Daerah Provinsi Riau, Makalah dalam Konferensi Penelitian Keuangan Sektor Publik II, Bidakara, 2009.

Ismi Rizky Fitrianti dan Suryo Pratolo, Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan terhadap Rasio Kemandirian dan Pertumbuhan Ekonomi, Studi pada Kota, Kabupaten dan Propinsi di DIY, Makalah dalam Konferensi Penelitian Keuangan Sektor Publik II, Bidakara, 2009.

Jones, Rowan and Pandlebury, Maurice, Public Sector Accounting, Fourth Edition, Pitman Publishing, London, 1996.

Kajatmiko, Perhitungan dan Penetapan Dana Alokasi Umum (DAU) Tahun 2002, makalah dalam Rapat Kerja Teknis Keuangan Daerah, Jakarta, 26-27 September 2001.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan, Lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, Jakarta, 2005.

Kontour Ronny, Statistik Praktis Pengolahan Data untuk Penyusunan Skripsi dan Tesis, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002.


(5)

Mangkunegara Anwar Prabu, Perencanaan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia, PT. Relika Aditama, Bandung, 2006.

Mankiw Gregory, Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Ketiga, Salemba Empat, Jakarta, 2006.

Manurung J, A.H. Manurung dan F.D. Saragih, Ekonometrika, Teori dan Aplikasi, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2005.

Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi Offset, Yogyakarta, 2004.

Nazir M., Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1999.

Nurlina, Analisis Pengaruh Anggaran Belanja Rutin dan Anggaran Belanja Pembangunan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nanggroe Aceh Darussalam, Tesis Program Pascasarjana Magister Ekonomi Pembangunan USU Medan, 2004.

Organisasi Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia, http://organisasi.org. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja

Instansi Pemerintah.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pratomo Ario Wahyu dan Hidayat Paidi, Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika, USU Press, Medan, 2007.

Rivai V dan Basri, A.F.M, Performance Appraisal, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Saggaf Said, Analisa Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi di Kotamadya Dati II Pekanbaru, Tesis Program Pascasarjana USU Medan, 1999.

Salam Kadir Abdul, Jurnal Teori-teori Pembangunan Ekonomi, http:/www.abdulkadirsalam.com, 25 Juli 2008; Generated 9 September 2010.


(6)

Santoso Singgih, Statistik Parametrik, Cetakan Ketiga, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.

Situs Resmi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, www.sumutprov.go.id.

Situs Resmi Pemerintah Kota Sibolga, http://id.wikipedia.org/wiki/kota_sibolga. Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah,

http://id.wikipedia.org./wiki/kabupaten_tapanuli_tengah.

Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, www.taputkab.go.id/. Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, www.tobasamosirkab.go.id/. Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan,

www.humbanghasundutankab.go.id/.

Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Samosir, www.samosirkab.go.id/. Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Dairi, www.dairikab.go.id/.

Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat, www.pakpakbharatkab.go.id/. Supriana Tavi, Pengantar Ekonometrika Aplikasi dalam Bidang Ekonomi Pertanian,

Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian USU, Medan, 2009. Suryana, Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan, Salemba Empat,

Jakarta, 2000.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Yohana, Artikel Ekonomi, http://ana-ekonomi.blogspot.com, 17 Juli 2010.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

7 86 98

Pengaruh Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah Dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara

8 88 80

Pengaruh Belanja Modal dan Fiscal Stress Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak sebagai Variabel Moderating pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

2 62 98

Pengaruh Tax Effort, Pertumbuhan Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pada Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara

7 76 100

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

5 66 78

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara

1 41 93

Analisis Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Pemeliharaan Dalam Realisasi Anggaran Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Propinsi Sumatera Utara

1 33 98

Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Pada Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara)

1 39 97

Analisis Pengaruh Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Otonomi Daerah pada Kabupaten/Kota di Propinsi Bali.

3 4 120

Pengaruh DAU, PAD, Pertumbuhan Ekonomi dan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja Daerah Kabupaten Kota Sumatera Utara

0 0 17