berkontribusi dalam penyediakan energi listrik nasional sejalan dengan kebijakan
pemerintah yang
dituangkan dalam
Kebijakan Energi Nasional, dimana pada energi bauran mix energy diharapkan
peran energi panas bumi sekitar 5 atau setara dengan 9.500 MWe pada tahun
2025.
Gambar 1. Peta Indeks Lokasi Penyelidikan.
II. GEOLOGI Geologi Regional
Pulau Jawa merupakan salah satu daerah jalur subduksi atau jalur tumbukan
antara dua lempeng besar dunia, yaitu lempeng
Eurasia dan
Indo-Australia. Tumbukan kedua lempeng ini menyebabkan
terbentuknya jalur
gunungapi yang
memanjang dari bagian barat Indonesia sampai bagian timur. Salah satu gunungapi
yang terbentuk adalah Gunung Lawu, yaitu gunungapi strato yang termasuk gunungapi
tipe B.
Menurut Peta
Geologi Lembar
Ponorogo, Jawa Tengah skala 1 : 100.000 yang ditulis oleh Sampurno dan H. Samodra
tahun 1997, batuan yang ada di daerah ini terdiri dari batuan gunungapi, batuan
terobosan dan batuan sedimen yang berumur mulai dari Tersier sampai Kuarter.
Batuan tertua yang tersingkap di daerah penyelidikan adalah batuan Terobosan
Andesit yang tersebar dari sebelah barat daerah penyelidikan di daerah G.Bangun
dan Karanglo dan berumur Miosen Awal. Struktur geologi
yang ada di lokasi penyelidikan didominasi oleh sesar dan
kelurusan berarah barat-timur dan baratlaut- tenggara yang dipengaruhi oleh gaya
tektonik regional Pulau Jawa yang berarah hampir utara-selatan.
Geologi Daerah Penyelidikan
Berdasarkan klasifikasi morfografi, morfometri dan morfogenetiknya, secara
umum geomorfologi daerah penyelidikan dapat
dikelompokkan menjadi
empat satuan, yaitu: satuan kubah intrusi, Satuan
Vulkanik Gunung Jobolarangan, Satuan Vulkanik
Gunung Lawu,
dan Satuan
Geomorfologi Pedataran. Stratigrafi daerah Gunung Lawu
disusun berdasarkan
hubungan relatif
antara satuan batuan yang penamaannya didasarkan
kepada pusat
erupsi, mekanisme, dan genesa pembentukan
batuan. Batuan di daerah Gunung Lawu
dapat dikelompokkan ke dalam 21 satuan batuan, terdiri dari dua satuan batuan
sedimen, satu satuan batuan terobosan, 15 satuan batuan vulkanik, dan tiga satuan
endapan permukaan. Urutan satuan batuan atau stratigrafi dari tua ke muda adalah
satuan
Batulempung Tbl,
Intrusi Tawangmangu TTi, Batugamping Tgm,
Lava Gunung Jobolarangan-1 QJl-1, Lava Gunung Jobolarangan-2 QJl-2, Aliran
Piroklastik Gunung Jobolarangan QJap, Lava Gunung Jobolarangan-3 QJl-3, Lahar
Gunung Jobolarangan QJlh, Lava Gunung Lawu-1 QLl-1, Lava Ceto QCl, Lava
Gunung Lawu-2 QLl-2, Lava Gunung Lawu-3 QLl-3, Lava Gunung Lawu-4 QLl-
4, Lava Gunung Lawu-5 QLl-5, Lava Gunung Lawu-6 QLl-6, Aliran Piroklastik
Gunung Lawu QLap, Lava Gunung Purung QPl, Lava Gunung Anak QAl, Lava
Gunung Lawu-7 QLl-7, Lahar Gunung Lawu QLlh, dan Alluvium Qal Gambar2.
Analisis pada peta DEM digital elevation mode menunjukkan bahwa
struktur geologi di daerah penyelidikan didominasi oleh struktur sesar normal.
Struktur sesar tersebut pada umumnya berarah relatif barat-timur dan utara-selatan.
Sesar normal inilah yang diperkirakan memfasilitasi keluarnya sejumlah mata air
panas di daerah panas bumi G. Lawu.
Berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan, analisis peta DEM digital
elevation mode dan peta topografi, serta gejala-gejala struktur di permukaan seperti
pemunculan mata air panas, kelurusan lembah dan punggungan, kekar-kekar,
bidang sesar, dan zona hancuran batuan, maka di daerah penyelidikan teramati
beberapa struktur sesar, yaitu: 1
Rim kawah di daerah puncak Gunung Jobolarangan yang merupakan bidang
kolaps atau amblas yang diakibatkan oleh terjadinya kekosongan massa di
dalam perut bumi setelah terjadinya erupsi Gunung Jobolarangan.
2 Sesar normal berarah barat-timur dan
berarah utara-selatan yang mengontrol kemunculan manifetasi panas bumi di
daerah Gunung Lawu. Di beberapa tempat,
sesar normal
tersebut membentuk zona depresi, yaitu Depresi
Tawangmangu dan
Depresi Karangpandan.
3 Sesar mendatar berarah baratdaya-
timurlaut yang
memotong dan
mengakibatkan pergeseran
pada batuan dan struktur yang sudah
terbentuk sebelumnya.
Kehilangan Panas Heat loss
Hasil perhitungan kehilangan energi panas alamiah natural heat loss terhadap
manifestasi panas bumi berupa fumarol dan mata air panas yang terdapat di daerah
Gunung Lawu adalah sekitar 5812 kW atau 5,8 MW
th
Mega Watt Thermal.
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Panas Bumi G. Lawu, Provinsi Jateng dan Jatim. III. GEOKIMIA
Diagram segitiga
Cl-SO
4
-HCO
3
memperlihatkan bahwa air panas Tasin, Pablengan, Nglerak, Mlangi dan Jenawi-2
merupakan air bertipe klorida. Hal ini mengindikasikan bahwa kelima air tersebut
kemungkinan berhubungan dengan deep
water. Air panas Kawah Candradimuka bertipe sulfat, kemungkinan sebagai indikasi
masih terdapat pengaruh gas vulkanik. Sedangkan air panas Ngunut, Cumpleng,
Jenawi-1, dan Bayanan bertipe bikarbonat, diperkirakan sebagai akibat dari proses
percampuran
dengan air
permukaan Gambar 3.
Dalam diagram segitiga Na-K-Mg, mata air panas Tasin dan Pablengan
terletak pada partial equilibrium. Hal ini mengindikasikan bahwa air panasnya telah
mengalami pencampuran
dengan air
permukaan meteoric
water, setelah
sebelumnya mengalami proses interaksi dengan batuan dalam keadaan panas. Bila
diplot dalam garis Na-K, kedua air panas tersebut berada pada temperatur antara 160
– 180
o
C. Dengan komposisi unsur Na dan Cl yang relatif tinggi, maka pengaruh
sedimen perlu diperhitungkan. Sedangkan air panas Kawah Candradimuka, Jenawi-1,
Jenawi-2, Mlangi,
Cumpleng, Ngunut,
Nglerak, dan
Bayanan terletak
pada immature water. Hal ini mengindikasikan
bahwa air panas yang muncul di permukaan lebih dominan bercampur dengan air
permukaan meteoric
water, setelah
sebelumnya berinteraksi dengan batuan dalam keadaan panas. Oleh karena itu,
temperatur air panas yang muncul ke permukaan cenderung semakin rendah,
yaitu sekitar 32-40
o
C Gambar 4. Plotting
air panas
Nglerak, Pablengan, Jenawi-1, Jenawi-2, Cumpleng,
Tasin, Mlangi, Ngunut, dan Bayanan dalam diagram segitiga Cl-Li-B terletak pada
daerah sekitar
klorida. Hal
ini mengindikasikan bahwa air panasnya telah
mengalami interaksi dengan batuan sekitar, beberapa
diantaranya menunjukkan
berhubungan dengan lingkungan vulkanik. Air panasnya ditandai juga oleh daya hantar
listrik relatif tinggi 2100-20000 µScm, Na relatif tinggi 314-3726 mgl, Cl 338-6485
mgl, dan berasa agak asin. Sementara air panas Kawah Candradimuka yang berada di
daerah boron mengindikasikan bahwa air panasnya banyak dipengaruhi oleh batuan
sedimen Gambar 5.
Gambar 3. Diagram segitiga tipe air panas Cl-SO
4
-HCO
3
daerah panas bumi G. Lawu
Gambar 4. Diagram segitiga kandungan relatif Na-K-Mg daerah panas bumi G. Lawu
Gambar 5. Diagram segitiga kandungan relatif Cl-Li-B daerah panas bumi G. Lawu Pengaruh interaksi fluida panas
dengan batuan terlihat dalam diagram δD
terhadap δ
18
O. Air panas Tasin terletak pada posisi sebelah kanan dari garis
meteoric water line, menunjukkan bahwa airnya mengalami pengkayaan
18
O
18
O shift yang signifikan pada saat berlangsungnya
interaksi fluida panas tersebut dengan batuan. Kehadiran daya hantar listrik, kadar
Na, dan Cl yang cukup tinggi menunjukkan kemungkinan adanya pengaruh batuan
sedimen, didukung pula dengan trend plot air panas Tasin yang sesuai dengan standar
mean oceanic water SMOW. Selain itu, air panas Tasin bersama air panas lainnya
berada sedikit di atas dari air dingin Cemorotelo, sebagai akibat dari proses
pengkayaan D
2
H. Hal ini mengindikasikan bahwa semua air panasnya mengalami
proses penguapan
atau evaporasi.
Sementara air panas Kawah Candradimuka yang banyak dipengaruhi oleh batuan
sedimen pada diagram segitiga CL-Li-B, konsisten pada diagram
δD terhadap δ
18
O, yaitu berada jauh di sebelah kanan garis
meteorik lokal dan mendekati zona batuan sedimen. Sedangkan air panas Cumpleng
dan Nglerak masih di sekitar garis meteorik lokal, mengindikasikan bahwa kedua air
panas tersebut merupakan air permukaan Gambar 6.
Gambar 6. Plotting Isotop
18
O dan Deuterium daerah panas bumi G. Lawu
Analisis Gas
Pada lokasi manifestasi fumarol G. Lawu terdapat juga alterasi batuan, bau gas
H
2
S yang cukup menyengat, dan suara desis yang kuat. Gas yang terdeteksi antara
lain CO
2
, H
2
S, SO
2
, O
2
, Ar, dan N
2
. Hasil analisis gasnya memperlihatkan dominasi
kandungan gas CO
2
, H
2
S, dan SO
2
dibandingkan gas lainnya yang relatif sangat kecil. Hal ini mencerminkan kondisi
manifestasi yang dominan mengandung ion sulfat dengan derajat keasaman yang relatif
asam. Kehadiran gas H
2
S dan SO
2
mengindikasikan bahwa
daerah penyelidikan
berada pada
lingkungan vulkanik. Sementara kehadiran gas N
2
diperkirakan berasal dari proses degradasi material organik pada kerak bumi yang
mengalami interaksi dengan magma. Sebaran Temperatur Udara Tanah
Temperatur tanah sangat bervariasi mulai nilai terendah 14,4
o
C FB.1 sampai tertinggi 37,3
o
C TKC. Variasi temperatur memberikan nilai background 29,5
o
C, nilai treshold 34,3
o
C, dan nilai rata-rata 24,6
o
C. Anomali tinggi 30
o
C, terletak di sekitar lokasi air manifestasi fumarol dan air panas
Kawah Candradimuka.
Di lokasi
ini perbedaan temperatur udara tanah dengan
temperatur udara berkisar 10
o
C. Nilai temperatur lebih dari 30
o
C juga berada di sebelah barat daerah penyelidikan, namun
perbedaan temeratur udara tanah dengan temperatur udara di lokasi ini hanya berkisar
2
o
C dan bukan karena indikasi daerah panas bumi. Nilai temperatur 25-30
o
C berada merata pada tengah hingga sebelah
barat daerah penyelidikan. Sementara nilai temperatur yang kurang dari 25
o
C berada di sebelah tengah hingga timur daerah
penyelidikan. Sebaran pH Tanah
Nilai pH tanah menunjukkan nilai terendah 2,95 TKC sampai tertinggi 7,21
CP4. Variasi pH tanah memberikan nilai background 6,9, nilai treshold 7,5, dan nilai
rata-rata 6,3. Peta distribusi pH tanah memperlihatkan nilai rendah 6 terletak di
manifestasi fumarol dan air panas Kawah Candradimuka serta berada di beberapa
bagian utara
dan selatan
daerah penyelidikan.
Nilai pH
6-7 menyebar
mendominasi daerah penyelidikan. Sebaran Merkuri Hg Tanah
Konsentrasi Hg
tanah setelah
dikoreksi oleh
nilai konsentrasi
H
2
O
-
bervariasi 12-748 ppb. Variasi Hg tanah memberikan nilai background 180 ppb, nilai
treshold 283 ppb, dan nilai rata-rata 80 ppb. Anomali relatif tinggi 200ppb terletak di
sekitar fumarol dan air panas Kawah Candradimuka dengan nilai Hg 748 ppb,
sedangkan Hg 100-200 ppb berada di sebelah timur daerah penyelidikan dan
masih di seputar manifestasi fumarol dan air panas Kawah Candradimuka. Sementara
Hg 100 ppb menyebar merata di daerah penyelidikan Gambar 7.
Sebaran CO
2
Udara Tanah
Konsentrasi CO
2
udara tanah
bervariasi dari nilai terendah 0,15 CP1 sampai dengan konsentrasi tertinggi 12,07
TKB. Variasi
CO
2
udara tanah
memberikan nilai background 6 , nilai treshold 9, dan nilai rata-rata 3 . Peta
distribusi nilai
CO
2
Udara tanah
memperlihatkan anomali tinggi 6 berada di manifestasi fumarol dan air panas
Kawah Candradimuka
yang berkaitan
dengan panas bumi dan di sebelah selatan penyelidikan
yang kemungkinan
besar berkaitan dengan daerah perkebunan dan
pemukiman penduduk. Konsentrasi CO
2
antara 3-6 terdistribusi di sekitar manifestasi fumarol dan air panas Kawah
Candradimuka. Sedangkan nilai 3 tersebar
merata hampir
mendominasi daerah penyelidikan.
Gambar 7. Peta Distribusi Hg Tanah di daerah panas bumi G. Lawu
Pendugaan Temperatur
Bawah Permukaan
a Geotermometri Air Hasil perhitungan geotermometer
NaK tidak dapat merepresentasikan kondisi temperatur
bawah permukaan
yang sesungguhnya, karena air panas yang ada
sangat dipengaruhi oleh batuan sedimen. Hal ini terlihat dari nilai daya hantar listrik
yang tinggi dan rasanya yang asin. Demikian pula dengan geotermometer SiO
2
yang tidak dapat digunakan karena telah terjadi penurunan kandungan silika pada air
panasnya sebagai akibat dari penurunan temperatur. Sedangkan air panas Kawah
Candradimuka tidak dapat digunakan dalam perhitungan temperatur bawah permukaan,
karena pH airnya asam. b Geotermometri Gas
Hasil analisis gas dari fumarol G. Lawu menunjukkan terdeteksinya gas CO
2
, H
2
, dan Ar. Gas-gas ini dapat digunakan untk
perhitungan geotermometer
gas dengan menggunakan grid CO
2
Ar-H
2
Ar Giggenbach, 1987 dan Arnorsson, 1985.
Hasil interpolasi
menunjukkan bahwa
temperatur bawah permukaan sebesar 250
o
C. Analisis Fluida Sistem Panas Bumi
Fluida panas bumi di daerah G. Lawu dicirikan dengan keterdapatan
manifestasi panas bumi fumarol Kawah Candradimuka pada elevasi 2540m dpl
dengan temperatur tinggi 93,1
o
C, dan disertai alterasi batuan dan sublimasi
belerang. Konsentrasi
gas signifikan
didominasi oleh gas CO
2
, SO
2
, H
2
S, dan sedikit mengandung NH
3
, H
2
, O
2
+Ar, dan N
2
, sementaragas CH
4
tidak terdeteksi. Pada lokasi yang berdekatan dengan
batuan alterasi terdapat mata air panas bertemperatur 94
o
C, berasa asam, daya hantar listrik tinggi 6300 µScm, pH air
asam, konsentrasi Cl tinggi, SiO
2
tinggi, SO
4
tinggi 2607,26 mgl, termasuk tipe air sulfat, pada zona immature water dan pada
zona pojok Boron, merupakan indikasi bahwa daerah manifestasi panas bumi di G.
Lawu sebagai zona upflow. Adanya interaksi antara fluida panas dengan batuan
didukung oleh adanya pengkayaan
18
O
18
O shifted dari isotop, namun fluida panas
bumi dipengaruhi pula oleh batuan sedimen yang dicirikan oleh tingginya konsentrasi
Boron 88,25 mgl.
Pada elevasi lebih rendah 297- 1024 m dpl, terdapat air panas dengan
temperatur lebih rendah 32,4
o
C-40
o
C, pH netral,daya hantar listrik sangat tinggi, rasa
asin, konsentrasi SiO
2
masih signifikan 82- 177 mgl, tipe air bikarbonat, pada zona
partial equilibrium dan immature water yang mengindikasikan bahwa pemunculan air
panas di daerah ini kemungkinan mendapat pengaruh
dari air
permukaan atau
pengenceran air
meteorik. Kehadiran
manifestasi air panas ini diperkirakan merupakan daerah out flow.
Mempertimbangkan karakteristik manifestasi panas bumi di daerah G. Lawu
yang berupa fumarol dan mata air panas
bertemperatur tinggi 94 C, tipe air sulfat
dan didukung dengan pengkayaan
18
O, maka temperatur bawah permukaan yang
berhubungan dengan reservoir panas bumi diperkirakan sekitar 250
o
C. Konsentrasi Hg tanah yang relatif tinggi 200ppb
mendukung posisi zona upflow G. Lawu yang ada di seputar manifestasi fumarol dan
air panas Kawah Candradimuka.
IV. GEOFISIKA TERPADU Gaya Berat