Rencana bisnis produk Pegagan kering (Gotu kola) melalui pendekatan cooperative entrepreneur di Bogor

RENCANA BISNIS PRODUK DAUN PEGAGAN KERING (GOTU KOLA)
MELALUI PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR
DI BOGOR

ROSALIN NUR AJANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencan Bisnis Produk
Daun Pegagan Kering (Gotu kola) Melalui Pendekatan Co-operative
Entrepreneur di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014
Rosalin Nur Ajani
NIM H34100082

ABSTRAK
ROSALIN NUR AJANI Rencana Bisnis Produk Daun Pegagan Kering (Gotu
kola) Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor. Dibimbing oleh
LUKMAN M BAGA.
Sebagai salah satu tanaman biofarmaka pegagan (gotu kola) mempunyai
banyak potensi baik dari segi kesehatan maupun segi ekonomi. Tingginya
kebutuhan terhadap suplai bahan baku untuk industri fitofarmaka memberikan
prospek pasar yang sangat baik bagi pegagan untuk dikembangkan di dalam
negeri khususnya daerah Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain rencana
bisnis pengolahan pasca panen dari tanaman pegagan melalui pendekatan
wirakoperasi (cooperative entrepreneur). Melalui konsep wirakoperasi bisnis ini
dibangun agar petani budidaya pegagan memiliki motivasi yang tinggi untuk
mengembangkan tanaman ini. Penelitian ini menggunakan metode analisis data

kualitatif dan kuantitatif. Metode kuantitatif diterapkan dalam menganalisis dan
menghitung keuangan bisnis. Hasil dari proyeksi keuangan menunjukkan bahwa
nilai IRR sebesar 67% dan payback period 0.64 tahun. Nilai Net B/C 2.6 dan nilai
Gross B/C sebesar 1.1. Dari hasil proyeksi keuangan tersebut dapat dipastikan
bahwa bisnis ini tak hanya mampu memberikan keuntungan yang besar akan
tetapi juga mampu meningkatkan pendapatan petani.
Kata kunci: biofarmaka, bisnis, pegagan, wirakoperasi.
ABSTRACT
ROSALIN NUR AJANI Business Plan Development of Dried Centella asiatica
Leaves Product (Gotu kola) through Cooperative Entrepreneur Approaches in
Bogor. Supervised by LUKMAN M BAGA.
As one of bio-pharmaceutical plant, gotu kola (Centella asiatica) has many
potencies, not only from health aspect but also from economical aspect. The high
demand for raw material of pharmaceutical industries contributes a high market
prospect for gotu kola to expand locally particularly in Bogor. This research aims
at designing a business plan of gotu kola leaves processing through the selfmanaged cooperative entrepreneur approach. Cooperative entrepreneur build high
motivation of farmer to produce gotu kola by offering highest price. The highest
price is due to product as well as market development. This research used the
method of quantitative and qualitative data analysis. Quantitative analysis method
was used in developing financial planning of the business operation. Business

financial report projection of this gotu kola processing and packaging smallholder
industry were: Net B/C ratio 2.6 and gross B/C ratio 1.1, and 67% in IRR (Internal
Rate of Return). From the financial projection can be concluded that the business
was capable to provide a high benefit as well as the farmers’ income increase.
Keywords: bio-pharmaceutical, business, cooperative entrepreneur, gotu kola.

RENCANA BISNIS PRODUK DAUN PEGAGAN KERING (GOTU KOLA)
MELALUI PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR
DI BOGOR

ROSALIN NUR AJANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
menjadi syarat kelulusan pada Studi Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi
dan Manajemen. Penelitian ini diselesaikan berdasarkan pengamatan langsung di
beberapa daerah di Bogor dengan mengangkat judul Rencana Bisnis Produk Daun
Pegagan Kering (Gotu kola) Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di
Bogor.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M Baga, MAEc
selaku dosen pembimbing dalam studi penelitian ini. Apresiasi dan rasa
terimakasih penulis sampaikan kepada teman seperjuangan satu kelompok
bimbingan skripsi, staf Balitro, staf Pusat Studi Biofarmaka IPB, staf Taman
Sringganis, staf Biofarindo, staf Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka IPB, staf
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, serta para petani dan juga pihakpihak yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih pun
disampaikan untuk bapak, mama, kakak, dan seluruh keluarga, teman-teman
sebimbingan (Anissa Khairina, Prawitia Widhyarini, Ricko Marpaung, Kamil

Saragih, Dani Yoga Nugraha, dan Wuri Tri Handayani), teman-teman agribisnis
47, Sarastika Tiastiningsih, Aisatul Mustaqimah, Dian Maulasa, Rara Tama Putri,
Nira Lir Rasmi, Erfanda Irawan, serta sahabat-sahabat lainnya atas segala
motivasi, waktu, doa, dan kasih sayangnya. Penulis berharap karya ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan dengan lapang hati penulis menerima kritik
serta saran yang dapat membangun. Apabila terdapat kekurangan pada penulisan
karya ilmiah ini penulis mohon harap dapat memaklumi.

Bogor, Juli 2014
Rosalin Nur Ajani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi


DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

6

Tujuan Penelitian

7


Manfaat Penelitian

7

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian

8

TINJAUAN PUSTAKA
KERANGKA PEMIKIRAN

8
10

Kerangka Pemikiran Teoritis

10

Kerangka Pemikiran Operasional


24

METODE PENELITIAN

26

Metode Pengumpulan Data

26

Metode Analisis Data

26

GAMBARAN UMUM

29

RENCANA BISNIS


30

Rencana Pemasaran

30

Rencana Produk

32

Rencana Produksi dan Operasional

34

Rencana Organisasi dan Sumberdaya Manusia

46

Rencana Kerjasama Kooperatif


51

Analisis Kendala dan Risiko

55

Rencana Keuangan

57

Hasil Kajian Pendekatan Wirakoperasi

62

SIMPULAN DAN SARAN

63

Simpulan


63

Saran

64

DAFTAR PUSTAKA

64

LAMPIRAN

67

RIWAYAT HIDUP

78

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan produksi komoditas hortikultura utama tahun 20112012
2 Serapan tanaman obat untuk Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di
Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat tahun 2003
3 Serapan tanaman obat untuk Industri Obat Tradisional (IOT) di Jawa,
Bali, dan Nusa Tenggara Barat tahun 2003
4 Data ekspor komoditas pegagan kering dan negara tujuan ekspor tahun
2011-2012
6 Kebutuhan bahan baku per bulan tahun pertama
7 Kebutuhan bahan baku per bulan tahun kedua
8 Rincian tenaga teknis berdasarkan deskripsi kerja
9 Biaya investasi awal usaha
10 Rincian biaya penyusutan
11 Rincian biaya operasional
12 Modal awal usaha
13 BEP pegagan kering
14 Hasil melalui pendekatan wirakoperasi

1
2
3
4
38
38
41
58
59
60
60
62
63

DAFTAR GAMBAR
1 Skema pembentukan badan usaha
2 Kerangka pemikiran operasional penelitian
3 Pegagan segar
4 Pegagan kering
5 Label kemasan
6 Mesin vacuum cabinet dryer
7 Mesin external vacuum packaging
8 Plastik kemasan vakum
9 Mesin conveyor pendeteksi logam
10 Diagram alir penanganan pasca panen tanaman obat pegagan
11 Tata letak bangunan usaha
12 Struktur organisasi

18
25
33
33
33
35
36
37
37
40
41
47

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rincian biaya investasi komponen mesin dan peralatan produksi
2 Rincian biaya investasi komponen alat dan furnitur perkantoran
3 Rincian biaya investasi komponen bangunan dan infrastruktur
4 Asumsi komponen biaya investasi
5 Rincian biaya tetap komponen tenaga kerja tetap
6 Rincian biaya tetap komponen biaya utilitas

67
67
68
68
68
68

7 Rincian biaya tetap komponen administrasi perkantoran
8 Asumsi komponen biaya tetap
9 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama
10 Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun berikutnya
11 Asumsi komponen biaya variabel
12 Penjualan perusahaan
13 Harga pegagan segar yang diterima petani
14 Laporan arus kas proyeksi lima tahun (Rp000)
15 Laporan laba rugi proyeksi lima tahun (Rp000)
16 Laporan arus kas proyeksi per bulan di tahun pertama (Rp000)
17 Laporan laba rugi proyeksi per bulan di tahun pertama (Rp000)

69
69
69
70
70
70
71
71
73
74
76

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
termasuk flora maupun fauna. Kehidupan masyarakat Indonesia yang identik
dengan alam dan dekat dengan ekosistem hutan telah mengantarkan kepada ilmu
pengetahuan tradisional yang tinggi mengenai pemanfaatan sumberdaya hayati
baik hewan maupun tanaman. Beranekaragam jenis tanaman banyak ditemukan di
Indonesia, salah satunya ialah tanaman biofarmaka. Tanaman biofarmaka menjadi
sumber bahan baku industri obat-obatan dan kosmetika bagi kebutuhan konsumsi
untuk kesehatan masyarakat. Biofarmaka merupakan tanaman herbal yang sangat
berkhasiat, di Indonesia tanaman biofarmaka sangat kaya akan berbagai macam
jenis dan spesiesnya. Terdapat kurang lebih 30 000 spesies tanaman yang telah
dibukukan sebagai tanaman obat di Indonesia. Perkembangan tanaman obat
sebagai salah satu komoditas hortikultura pada tahun 2011 hingga 2012
mengalami peningkatan dengan angka sebesar 4.03 %. Total produksi tanaman
obat pada tahun 2011 sebesar 398 482 ton dan tahun 2012 produksi meningkat
menjadi 414 535 ton. Jumlah produksi tanaman obat jenis rimpang-rimpangan
pada tahun 2011 ialah sebesar 292 467 ton dan meningkat menjadi 308 948 ton
pada tahun 2012. Berbeda dengan jenis rimpang, tanaman obat jenis non rimpang
mengalami penurunan produksi menginjak tahun 2012 dengan angka 62 357 ton
yang semula produksinya mencapai 81 909 ton pada tahun 2011. Data tersebut
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan produksi komoditas hortikultura utama tahun 2011-2012
No

Komoditas

1 Buah
2 Sayuran
3 Tanaman Obat
Temulawak (ton)
Tanaman Obat Rimpang (ton)
Tanaman Obat Non Rimpang (ton)
Total Tanaman Obat
4 Tanaman Hias Bunga

Produksi
2011
2012*
18 313 507
18 877 615
10 871 224
10 939 752
24 106
292 467
81 909
398 482
191 019 658

43 230
308 948
62 357
414 535
206 988 651

%
3.08
0.63
79.33
5.64
(23.87)
4.03
8.36

Keterangan : *) Berdasarkan angka prognosa tahun 2012
Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura (2012)

Berdasarkan bentuk pemanfaatannya, komoditas biofarmaka dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan jamu, obat herbal terstandar, dan
fitofarmaka. Perbedaan dari ketiga golongan obat dengan bahan alami tersebut
terletak pada tingkat pembuktian khasiat dari produknya. Jamu merupakan obat
berbahan alami yang berbentuk sederhana seperti irisan rimpang, daun kering, dan
akar kering yang terdiri dari campuran lima hingga sepuluh jenis bahan. Khasiat
dan keamanan jamu terbukti aman secara empiris berdasarkan pengalaman turun
temurun serta telah memenuhi syarat mutu. Obat herbal terstandar merupakan
obat yang berbahan alami yang berbentuk ekstrak dengan bahan baku dan proses

2

pembuatan yang telah memenuhi standar. Obat jenis ini harus melawati uji
praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), batas kisaran dosis, famakodinamik
(manfaat), dan teratogenik (keamanan terhadap janin). Fitofarmaka merupakan
peningkatan kelas dari obat herbal terstandar dengan bahan baku dan proses
pembuatan yang telah memenuhi standar. Pernyataan mengenai khasiat dari obat
jenis ini harus dibuktikan berdasarkan uji klinis pada manusia (Ramdhani 2010).
Tanaman biofarmaka memiliki bagian-bagian tertentu yang biasanya
digunakan sebagai bahan baku obat, yaitu bagian akar, rimpang, umbi, bunga,
buah, biji, kayu, kulit, kayu, batang, daun, maupun seluruh bagian tanaman.
Pengelompokan tanaman obat ini didasarkan atas pemanfaatan bagian tanaman
tersebut, salah satu tanaman biofarmaka yang dimanfaatkan seluruh bagian
tanamannya ialah pegagan. Pegagan atau antanan (Centella asiatica) merupakan
salah satu tanaman yang telah lama digunakan sebagai bahan baku ramuan obat
tradisional. Pegagan dikenal sangat aman dan secara khusus sangat efektif untuk
mengobati penyakit kusta, pegagan dikenal mampu merevitalisasi tubuh dan otak,
terutama peredaran darah. Karenanya, selama berabad-abad pegagan digunakan
untuk mengobati kepikunan dan mencerdaskan otak. Penyakit lain yang bisa
diatasi dengan pegagan adalah darah tinggi, stroke, dan penyakit ginjal (Winarto
dan Surbakti 2005). Kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam dan
memanfaatkan obat tradisional serta adanya perubahan gaya hidup memberikan
peluang pasar yang semakin besar. Keadaan ini menimbulkan efek positif bagi
tanaman obat khususnya pegagan, kesempatan ini yang mendasari terciptanya
peluang bagi pelaku usaha dalam memasuki pasar produk biofarmaka. Purwandari
(2000) memaparkan bahwa serapan tumbuhan obat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu perkembangan industri, keadaan ekonomi dan kebijakan pemerintah,
serta perkembangan harga. Semakin maju dan berkembang industri obat
tradisional, baik oleh dorongan pasar maupun teknologi, maka akan semakin
tinggi pula pemakaian bahan baku. Data serapan tanaman obat untuk industri kecil
obat tradisional di beberapa daerah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Serapan tanaman obat untuk Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di
Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat tahun 2003
`

Nama dagang

1 Pulasari
``2 Temulawak
3 Temu hitam
4 Jahe
5 Pasak bumi
6 Kunyit
7 Kencur
8 Pegagan
9 Kumis kucing
10 Brotowali

Nama latin
Alyxia reinwardti
Curcuma xanthorrhiza
Roxb
Curcuma aeruginosa
Roxb
Zingiber officinale Roxb
Eurycoma longifolia
Jack
Curcuma domestica Val
Kaempferia galangan L
Centella asiatica Urb
Orthosiphon aristatus
(BI) Miq
Tinospora tuberculata

Sumber : Diolah dari Pribadi (2009)

Bagian yang
digunakan
Kulit
Rimpang

Rata-rata (kg/tahun)
Simplisia
Terna
15 712 109 984
6 193
43 351

Rimpang

2 748

19 236

Rimpang
Akar

2 527
2 154

17 689
15 078

Rimpang
Rimpang
Seluruh bagian
tanaman
Seluruh
tanaman
Daun

1 531
1 498
1 292

10 717
10 486
9 044

1 206

8 442

1 104

7 728

3

Industri kecil obat tradisional (IKOT) telah banyak memanfaatkan tanaman
obat dengan melakukan proses pengolahan. Seperti pegagan, pada tahun 2003
beberapa IKOT di daerah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat rata-rata
memprodksi 1 292 kg simplisia per tahun dan terna sebesar 9 044 kg per tahun.
Tanaman obat yang digunakan oleh IKOT kebanyakan memiliki lokasi tumbuh
yang spesifik, pengusahaannya dalam skala kecil, perlu pembudidayaan yang
lebih intensif. Berbeda dengan industri obat tradisional (IOT), industri ini
kebanyakan menghasilkan produk sebagian besar dalam bentuk jamu, tanaman
dibudidayakan dalam skala usaha yang luas, dan sistem budidayanya relatif telah
dikenal oleh petani (Kemala et al. 2003). Serapan tanaman obat untuk IOT di
Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat tahun 2003 menunjukkan bahwa komoditas
pegagan memiliki serapan produksi sebesar 43 kg simplisia per tahun dan 302 kg
terna per tahun. Angka ini memberikan arti bahwa daya serap tanaman obat untuk
IKOT lebih besar dibandingkan dengan serapan tanaman obat yang dimanfaatkan
untuk IOT. Berdasarkan data yang didapatkan, angka tersebut dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3 Serapan tanaman obat untuk Industri Obat Tradisional (IOT) di Jawa, Bali,
dan Nusa Tenggara Barat tahun 2003
`

Nama dagang

1 Lengkuas
2 Lempuyang
3 Temulawak
4 Jahe
5 Jati Belanda
6 Kunyit
7 Pulosari
8 Pegagan
9 Kumis kucing
10 Sambiloto

Nama latin

Languas galangal (L)
Struntz
Zingiiber aromaticum
Vahl
Curcuma xanthorrhiza
Roxb
Zingiber officinale
Guazuma ulmifolia
Lamk
Curcuma domestica Val
Alyxia reinwardtii
Centella asiatica Urb
Othosiphon aristatus
(BI) Miq
Andrographis
paniculata B Ness

Bagian yang
digunakan
Rimpang

Rata-rata
(kg/tahun)
Simplisia Terna
491 3 440

R`impang

499

2 498

Rimpang

252

1 766

Rimpang
Daun

145
97

1 018
682

94
66
43

661
459
302

38

269

29

203

Rimpang
Kulit
Seluruh bagian
tanaman
Seluruh bagian
tanaman
Daun

Sumber : Diolah dari Pribadi (2009)

Menurut Pribadi (2009) serapan tanaman obat berasal dari berbagai
macam penggunaan, yaitu untuk bahan baku industri obat tradisional, industri
kosmetika, bahan untuk bumbu rumah tangga, dan ekspor. Pemasaran komoditas
pegagan dengan tujuan ekspor telah dilakukan pada tahun 2010 dan 2011.
Beberapa negara yang dijadikan tujuan ekspor meliputi beberapa negara di daerah
Eropa, Timur Tengah, Australia, Asia, dan Amerika. Orientasi pasar ekspor
menjadi peluang yang baik untuk komoditas pegagan dilihat dari harga jual yang
cukup tinggi. Pegagan dengan nama pasar atau nama dagang Indiana pennywort

4

atau Gotu kola telah banyak di ekspor ke berbagai negara seperti Jepang, Saudi
Arabia, India, Cina dan negara Eropa lainnya. Komoditas ini mengalami
peningkatan produksi ekspor dilihat dari meningkatnya total berat bersih yang
dikirim ke beberapa negara pada tahun 2010 sebesar 1 747 ton dan pada tahun
2011 sebesar 2 607.3 ton. Berdasarkan data tersebut, negara tujuan ekspor yang
paling besar menerima kiriman produk pegagan kering ialah Jepang dan Taiwan
pada tahun 2010 sedangkan di tahun 2011 ialah Jepang dan Perancis. Pada tahun
2010, harga jual ekspor paling tinggi ialah penjualan ke Negara Perancis dengan
harga 39.23 USD per kg dengan total berat bersih 9 307 kg dan FOB value
sebesar 365 195 USD. Menginjak tahun 2011, penjualan dengan harga jual
ekspor paling tinggi ialah ke Negara Pakistan dengan harga 4.12 USD per kg
dengan total berat bersih 20 832 kg dan FOB value sebesar 85 998 USD.
Besarnya jumlah produksi pegagan yang diekspor ke pasar luar negeri dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Data ekspor komoditas pegagan kering dan negara tujuan ekspor tahun
2011-2012
Komoditas
Ekspor

Indian
pennywort/
Gotu kola

Negara
Tujuan
Jepang

Republik
Korea
Taiwan
Cina
Singapura
Filipina
Malaysia
India
Saudi
Arabia
Uni Ar
ab
Qatar
Libia
Jerman
Kamboja
Laos
Kuwait
Italia
Belanda
Ukraina
Total

2010
Berat
Bersih
(kg)
1 000 498

117 742
928 178
57 034
11 187
400
69 306
304 440
126 949
1 640
270
25 560
80 529
21
500
506
8 134
703
14 000
1 747 099

Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)

2011
Berat
Bersih
(kg)
1 307 317

Nilai
FOB
(USD)
571 918

276 891 Republik
Korea
208 003 Taiwan
47 023 Cina
36 649 Singapura
1 680 Hongkong
42 866 Malaysia
330 368 India
576 685 Saudi
Arabia
20 989 Uni Arab

190 792

299 683

181 430
74 083
19 458
16 229
146 725
246 378
102 018

291 141
33 922
52 187
66 678
63 310
370 695
52 983

1 000

8 000

5 625
10 224
211 304
286
3 500
11 274
4 618
1 748

192
72 060
115 368
19 107
27 270
85 998
16
1 005

1 131
39 621
337 101
40 480
22 271
20 832
66
5 530

Nilai
Negara
FOB
Tujuan
(USD)
417 840 Jepang

Qatar
Libia
Jerman
Brunei
Vietnam
Pakistan
Maldiv
Amerika
Serikat
700 Kanada
1 513 542

858
4 200
2 607 304 2 281 749

5

Indonesia merupakan negara sosialis dimana kebanyakan kegiatan
pengelolaan dan pengembangan berbasis kemasyarakatan menjadi pendekatan
yang sangat penting dan telah lama dirintis. Kegiatan di negara ini umumnya
berasal dari rakyat dan untuk rakyat, sehingga keberhasilan dari penerapan
pengembangan komoditas biofarmaka tergantung pada tingkat partisipasi
masyarakat. Disamping itu juga tergantung pada kemampuan para penggerak dan
fasilitator di daerah dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat tersebut.
Fasilitator dan penggerak merupakan seseorang yang bertugas memfasilitasi dan
mendampingi masyarakat selama proses pengembangan tersebut berlangsung.
Tujuan yang hendak dicapai oleh para penggerak tersebut ialah melaksanakan
kegiatan bersama–sama masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Daerah Jawa termasuk kedalam daerah yang memiliki industri obat
tradisional (IOT) dan tersebar hampir di seluruh wilayah Jawa. Maka dari itu,
tentu banyak pula tanaman obat yang dikembangkan di daerah Jawa, salah
satunya ialah Jawa Barat. Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang
memiliki iklim tropis, karakteristik geografis dan topografi iklim yang dimiliki
wilayah Bogor sangat cocok bagi pertumbuhan tanaman hortikultura salah satunya
ialah tanaman obat. Pegagan sebagai salah satu komoditas tanaman obat
(biofarmaka)merupakan tumbuhan kosmopolit atau memiliki daerah penyebaran
yang sangat luas, terutama di daerah tropis dan subtropis. Tak hanya itu, pegagan
juga mudah ditanam serta dapat tumbuh dimana saja dengan pertumbuhan yang
baik (Winarto dan Surbakti 2005). Hal inilah yang mendasari pegagan dapat
tumbuh dengan baik di daerah Bogor. Wilayah Bogor menjadi tempat yang sesuai
dengan syarat tumbuh bagi tanaman pegagan sehingga dengan kondisi alam dan
potensi yang dimiliki Bogor tersebut menjadikan wilayah ini berpeluang untuk
pengembangan budidaya komoditas pegagan. Peluang dan potensi tersebut terlihat
dari banyaknya industri herbal maupun obat-obatan tradisional lainnya di wilayah
Bogor.
Melihat potensi tanaman pegagan yang sangat besar memberikan motivasi
bagi para penggerak dalam mengupayakan kegiatan pengelolaan. Jika dilihat dari
sisi ekonomi tentu kegiatan pengelolaan tanaman pegagan akan memberikan
banyak keuntungan dan pendapatan bagi masyarakat sekitar maupun pelaku usaha
yang menjalankannya. Salah satu yang dapat menjadi penggeraknya ialah seorang
wirausaha koperasi (wirakoperasi), yaitu seseorang yang melakukan suatu proses
kegiatan untuk menggali potensi pegagan dan mengkaji keadaan suatu wilayah
dalam membangun kondisi ekonomi. Seorang wirakoperasi dirasa mampu
berperan sebagai fasilitator dalam kegiatan pengembangan komoditas biofarmaka
pegagan yang dilakukan bersama dengan masyarakat sekitar. Kegiatan ini sangat
kooperatif karena melibatkan seluruh masyarakat agar tercapainya tujuan bersama.
Wirausaha koperasi akan melakukan pendekatan pengembangan ini
dengan benar-benar melibatkan masyarakat dalam keseluruhan prosesnya bukan
hanya dalam pelakasanaannya saja, sehingga masyarakat merasa memiliki
program kegiatan yang diberikan dan merasa sebagai pemilik program tersebut.
Hal ini akan memunculkan rasa kepercayaan dan kebersamaan antar aspek yang
terlibat, sehingga dengan pendekatan ini munculah ide untuk mengembangkan
komoditas biofarmaka pegagan yang berbasis kemasyarakatan melalui peran
wirakoperasi sebagai penggerak. Pengembangan dan pengelolaan tanaman

6

pegagan ini dapat diterapkan melalui suatu kegiatan bisnis yang akan menciptakan
nilai ekonomi. Nilai ekonomi teresebut muncul melalui suatu kegiatan pengolahan
pasca panen dengan mengolah tanaman pegagan sehingga memiliki nilai tambah
(added value). Kegiatan pengolahan pasca panen tersebut nantinya akan dibentuk
kedalam suatu kegiatan bisnis yang melibatkan seluruh petani maupun masyarakat
sekitar sebagai anggota dalam kegiatan usaha tersebut.

Perumusan Masalah
Perkembangan agribisnis biofarmaka di Indonesia nampaknya masih kurang
baik dan hanya sebagian masyarakat yang mulai menjalankan pengembangan
budidaya tanaman obat. Produktivitas tanaman biofarmaka mengalami fluktuasi
setiap tahunnya. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (2013)
tanaman biofarmaka jenis rimpang umumnya mengalami peningkatan
pertumbuhan produksi dari tahun 2008 hingga tahun 2012 kecuali tanaman
lempuyang dan lengkuas, sedangkan untuk seluruh tanaman non rimpang
mengalami penurunan pertumbuhan produksi dari tahun 2008 hingga tahun 2012.
Kondisi ini jelas berbanding terbalik dengan permintaan pasar domestik maupun
pasar ekspor akan kebutuhan tanaman biofarmaka pegagan sebagai alternatif
penggunaan obat bagi kesehatan. Permintaan pasar yang sangat tinggi nampaknya
kurang didukung dengan produksi yang dihasilkan oleh tanaman biofarmaka
pegagan di Indonesia. Jika penawaran lebih rendah dibandingkan dengan
permintaan maka akan terjadi kesenjangan atau kekurangan produksi dan
menimbulkan kelebihan permintaan, sehingga akan muncul gap antara jumlah
produksi yang dihasilkan dari komoditas pegagan dengan permintaan pasar
terhadap kebutuhan pegagan sebagai bahan baku industri obat.
Kurang berkembangnya bisnis di bidang biofarmaka khususnya pegagan
dikarenakan skala usaha yang dilakukan oleh petani masih dalam jangkauan usaha
yang tersebar, tidak efektif, dan kecil. Kondisi produksi tanaman pegagan belum
sesuai dengan kebutuhan yang konsumen harapkan, mengingat kebutuhan akan
obat tradisional/herbal semakin tinggi. Namun, disamping itu persoalan lain
muncul yaitu harga di tingkat petani masih tergolong rendah sehingga tanaman
biofarmaka dianggap kurang menguntungkan. Hal ini menyebabkan para petani
kurang tertarik untuk melakukan budidaya tanaman pegagan. Adapun masyarakat
yang membudidayakan pegagan namun dengan kondisi kepemilikan lahan yang
sempit. Selama ini upaya penyediaan bahan baku untuk industri obat tradisional
sebagian besar berasal dari tanaman yang tumbuh di alam liar sehingga beberapa
jenis tanaman mulai langka atau dibudidayakan dalam skala kecil di lingkungan
sekitar rumah dengan kuantitas dan kualitas yang kurang memadai.
Hal tersebut menyebabkan munculnya rasa simpati terhadap kondisi
perkembangan tanaaman biofarmaka pegagan di Indonesia oleh beberapa
kalangan seperti tokoh masyarakat, peneliti, maupun pelaku usaha. Bagi pelaku
usaha, diperlukan kesadaran akan adanya potensi yang sangat besar. Namun
sayangnya kesadaran akan potensi yang ada pada tanaman pegagan di Indonesia
khususnya di Bogor nampaknya belum banyak dimiliki oleh para pelaku usaha.
Disisi lain, tanaman pegagan memiliki potensi yang tidak hanya berupa manfaat
bagi dunia kesehatan akan tetapi juga berupa nilai ekonomi yang tinggi. Melihat

7

kondisi tersebut, dibutuhkan seorang pelaku usaha yang inovatif dalam
mengembangkan usaha biofarmaka dan dibutuhkan sebuah bisnis yang mampu
menciptakan keuntungan tidak hanya pelaku bisnis itu sendiri, akan tetapi bagi
kesejahteraan petani. Jika ditinjau lebih dalam, petani membutuhkan sebuah
bentuk kerjasama dengan pendekatan berbasis masyarakat. Pendekatan tersebut
melibatkan seluruh kalangan masyarakat dalam menggali potensi tanaman
pegagan, sehingga petani atau masyarakat lainnya merasa memiliki sebagai
anggota dalam program tersebut.
Hasil kajian dan pendekatan yang paling mendekati melalui konsep
wirakoperasi dengan menumbuhkan kepercayaan dan kepemilikan usaha atas
tanggungjawab bersama. Salah satu peran adanya wirakoperasi ialah menciptakan
jaringan bisnis yang efektif dan efisien dengan prinsip bermitra dan bekerjasama.
Melalui konsep ini suatu sistem yang berkesinambungan akan terbentuk dan
melalui kegiatan pengolahan pasca panen tanaman pegagan akan memiliki nilai
tambah. Melihat kondisi diatas, dibutuhkan sebuah perencanaan dalam melakukan
pengembangan serta pengelolaan budidaya tanaman pegaganyang kemudian
berlanjut menuju kegiatan usaha bisnis. Hal ini berujung pada tujuan untuk
memajukan pasar tanaman biofarmaka serta guna memenuhi permintaan pasar
yang kini terbuka luas. Perencanaan tersebut disusun sebagai tahapan awal
memulai kegiatan bisnis, yang ditujukan sebagai upaya peningkatan potensi
komoditas pegagan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, terdapat beberapa perumusan masalah yang
harus dijawab dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana menggembangkan potensi tanaman pegagan sehingga dapat
menghasilkan keuntungan yang layak bagi petani?
2. Bagaimana desain rencana bisnis yang perlu dikembangkan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan potensi komoditas
pegagan sebagai biofarmaka?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menggali potensi biofarmaka yang dikembangkan bersama petani dengan
pendekatan Cooperative Entrepreneur.
2. Menyusun desain rencana bisnis yang dikembangkan bersama petani melalui
pendekatan wirakoperasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan
meningkatkan potensi komoditas pegagan sebagai biofarmaka.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan sebagai berikut:
1. Bagi petani, mendapatkan informasi sebagai bahan pertimbangan untuk dapat
mengembangkan skala usaha budidaya pegagan sebagai tanaman biofarmaka.
2. Bagi investor, mendapatkan informasi mengenai prospek tanaman biofarmaka
sebagai acuan dalam proses pengambilan keputusan investasi dan alokasi
modal yang akan diberikan.

8

Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
Batasan serta ruang lingkup penelitian ini ialah pembahasan mengenai
potensi bisnis dari komoditas pegagan sebagai tanaman biofarmaka. Penelitian ini
membahas mengenai perencanaan bisnis pengeringan dan pengemasan tanaman
pegagan melalui pendekatan wirakoperasi. Aspek perencanaan bisnis yang
dianalisis meliputi aspek finansial dan aspek non finansial. Rencana pemasaan,
rencana produk, rencana organisasi dan sumberdaya manusia, rencana produksi,
serta rencana kerjasama kooperatif merupakan rencana-rencana yang masuk
kedalam aspek non finansial. Sedangkan aspek finansial membahas mengenai
kriteria investasi, laporan arus kas, dan laporan laba rugi. Perencanaan bisnis yang
akan dilakukan berupa pengolahan pasca panen dengan produk yang dihasilkan
berupa intermediate product. Informasi mengenai harga dan jumlah produksi
disesuaikan dengan permintaan pasar tanaman pegagan di negara tujuan ekspor.
Hal lainnya seperti analisa perilaku konsumen di negara tujuan, maupun
spesifikasi mutu output produk yang dihasilkan oleh industri biofarmaka di negara
tujuan merupakan hal-hal yang diluar batasan dan ruang lingkup penelitian.
Sehingga hal tersebut tidak dibahas lebih lanjut pada penelitian ini.

TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian terdahulu sangat penting dan perlu dijabarkan sebagai
pendukung bagi penelitian yang akan dijalankan. Penelitian-penelitian
sebelumnya akan dicantumkan oleh penulis dalam tulisan ini sebagai bahan
pertimbangan serta perbandingan. Bahwa telah terdapat penelitian yang
mengangkat topik mengenai rencana bisnis maupun mengenai wirakoperasi serta
variabel lain yang dibahas pada penelitian ini. Penelitian oleh Wibowo (2011)
yang berjudul Rencana Bisnis Industri Manisan Stroberi mengkaji mengenai
perencanaan bisnis dalam menciptakan produk olahan berbahan baku stroberi
dimana pada rencana bisnis tersebut menggunakan alat analisis finansial untuk
memperhitungkan besar keuntungan yang akan didapatkan oleh bisnis tersebut.
Serta aspek-aspek non finansial seperti rencana produk manisan stroberi, renana
pemasaran, rencana teknis operasional, hingga rencana manajemen
diperhitungkan agar mampu menciptakan binis yang prospektif. Penilaian rencana
bisnis dari aspek lingkungan juga dilakukan agar usaha yang didirikan dapat
dilaksanakan dengan baik jika melihat dari kondisi lingkungan. Hal tersebut
meliputi manajemen pengolahan limbah yang dihasilkan selama kegiatan usaha
berjalan. Analisis pada aspek ini dilakukan agar kualitas lingkungan tidak
mengalami kerusakan akibat kegiatan usah yang didirikan.
Produk manisan ini dihasilkan dari proses pengolahan pasca panen buah
stroberi, dimana sumber bahan baku stroberi yang digunakan berasal dari
perkebunan buah stroberi di Desa Ciwidey, Bandung. Penelitian yang dilakukan
oleh Wibowo (2011) ini memberikan gambaran mengenai tahapan yang harus
dijalankan pada kegiatan bisnis di bidang agroindustri. Sehingga dari hal tersebut

9

munculah ide untuk menjalankan bisnis di bidang agroindustri biofarmaka dengan
mengolah tanaman obat segar menjadi produk olahan kering. Tanaman
biofarmaka dipilih mengingat potensi yang dimiliki tanaman tersebut sangat
banyak dan peluang pasar yang kini terbuka luas.
Penelitian Fajrian (2013) yang berjudul Peran Wirakoperasi Dalam
Pengembangan Agribisnis Tanaman Hias di CV. Bunga Indah Farm Kabupaten
Sukabumi berhasil membuktikan bahwa seorang wirakoperasi memiliki peran
yang sangat besar dalam peningkatan kesejahteraan petani dengan skala kecil di
Kabupaten Sukabumi. CV Bunga Indah Farm melakukan kegiatan usaha berupa
pembuatan tanaman hias yang inovatif dan kreatif dengan memanfaatkan bahan
baku tanaman pagar pekarangan rumah. Konsep wirakoperasi yang dilakukan oleh
pemilik usaha tersebut mampu menciptakan kepercayaan para petani untuk
melakukan kegiatan usaha bersama-sama dengan bermitra. Hal ini terbukti dari
pengakuan beberapa petani yang mengalami peningkatan pendapatan setelah
melakukan kegiatan kerjasama kooperatif.
Pendekatan wirakoperasi yang diterapkan pada CV Bunga Indah Farm ini
berupa penentuan ketetapan harga bahan baku yang dibeli dari petani dengan hasil
diskusi. Selain membina banyak petani, perusahaan ini juga mempekerjakan
masyarakat sekitar usaha dengan latar belakang janda, anak putus sekolah, dan ibu
rumah tangga. Contoh yang dapat dilihat pada bisnis tanaman hias di CV Bunga
Indah Farm tersebut yaitu bahwasanya keberadaan seorang wirakoperasi
memberikan perubahan yang sangat baik yaitu memunculkan lapangan pekerjaan
serta mata pencaharian baru yang melibatkan banyak orang di sekitar lokasi bisnis
tersebut. Hal ini lah yang memberikan motivasi untuk melakukan sebuah
penellitian mengenai rencana bisnis di bidang pertanian biofarmaka melalui
pendekatan wirakoperasi di Bogor
Baga (2003) mengkaji mengenai peran-peran wirakoperasi serta profil dari
seorang wirakoperasi yang dalam kegiatan sehari-harinya melakukan
pengembangan sektor agribisnis. Pada penelitiannya, penulis menganalisis
pendekatan yang sesuai dalam mengembangkan dan meningkatkan wirakoperasi
bagi berlangsungnya seluruh kegiatan pada sektor pertanian. Koperasi Peternak
Bandung Selatan (KPBS) merupakan koperasi yang terbentuk pada masa
terpuruknya situasi ekonomi dan sosial. Ketika itu jalur tataniaga susu di
Pengalengan banyak dikuasai oleh tengkulak, sehingga peternak kecil tidak
mampu menyeimbangkan kondisi pasar. Produksi susu mengalami perkembangan
yang sangat lambat, sehingga terjadi beberapa permasalahan dalam hal pemasaran
susu kepada Industri Pengolah Susu (IPS). Salah satunya ialah koperasi susu
memiliki posisi tawar yang lemah dalam menentukan jumlah dan harga penjualan
susu.
Danan Danuwidjaja sebagai ketua KPBS berusaha memajukan koperasi
tersebut dan mendorong agar koperasi susu mampu meningkatkan kerja sama dan
berkembang. Peternak yang tergabung dalam KPBS merasakan banyak manfaat,
yaitu berkembangnya usaha ternak dengan penerapan teknologi peternakan
modern. Tingginya posisi tawar petani terhadap industri pengolah susu (IPS)
karena seluruh hasil produksi susu diserap oleh IPS melalui kelembagaan
koperasi. Sebagai ketua koperasi, Danan Danuwidjaja telah menunjukkan diri
sebagai profil wirakoperasi dan melakukan peran wirakoperasi bagi
pengembangan koperasi susu di Bandung Selatan. Penelitian ini memberikan

10

gambaran bahwa untuk memajukan pengembangan sistem agribisnis dapat
dilakukan dengan menerapkan fungsi dan peran wirakoperasi. Sehingga, dari
kajian tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan pengembangan
sistem agrbisnis biofarmaka.
Kajian lainnya dilakukan oleh para peneliti Pusat Studi Biofarmaka IPB
Sundawati dkk (2011) tentang Pengembangan Model Kemitraan dan Pemasaran
Terpadu Biofarmaka dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di
Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini memaparkan bahwa dibutuhkan suatu
pengembangan model kelembagaan petani yang bertujuan untuk meningkatkan
pemasaran komoditas biofarmaka. Kondisi pemasaran komoditas biofarmaka
belum memiliki jalur tataniaga yang jelas karena banyak hambatan yang ditemui
dalam pelaksanaannya. Maka dari itu, diperlukan suatu ikatan kemitraan yang
efektif antara petani dengan industri agar meningkatkan efektifitas pemasaran
komoditas biofarmaka karena banyak dibutuhkan oleh pasar dalam dan luar
negeri.
Pengembangan model pemasaran dengan konsep kemitraan yang dibentuk
oleh Pusat Studi Biofarmaka IPB melibatkan beberapa stakeholder dan
shareholder. Pembentukan kemitraan tersebut diharapkan dapat memberikan
manfaat dan meningkatkan skala usaha para petani. Kegiatan pelatihan perlu
dilakukan dengan menerapkan sistem pelatihan budidya Good Agricultural
Practices (GAP) dan proses pengolahan sesuai Good Manufacturing Practices
(GMP). Melihat dari hasil kajian yang dilakukan oleh Pusat Studi Biofarmaka
IPB, model kemitraan ini memberikan banyak hal positif pada kemajuan
pemasaran produk-produk biofarmaka. Melalui kondisi inila maka pada penelitian
rencana bisnis pengembangan produk biofarmaka pegagan menerapkan model
kemitraan sebagai cara dalam memperbaiki jalur tataniaga. Kemitraan akan
dilakukan dengan para petani biofarmaka sebgaia pemasok dan dengan industriindustri fitofarmaka yang membutuhkan pegagan sebagai bahan baku.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Wirakoperasi
Menurut Hendar dan Kusnadi (1999) pada Fajrian (2013) kewirausahaan
koperasi (wirakoperasi atau cooperative entrepreneur) merupakan suatu sikap
mental positif dalam berusaha secara koperatif dengan mengambil sikap inovatif
serta keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas
koperasi dalam mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan
kesejahteraan bersama. Wirakoperasi berkaitan erat dengan jiwa kewirausahaan
yang dimiliki oleh seseorang, karena pada dasarnya wirakoperasi merupakan
sikap kepemimpinan yang menjunjung tinggi nilai-nilai perkoperasian dalam
menjalankan suatu kegiatan usaha.

11

Menurut Baga (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Profil dan Peran
Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis yang dimuat dalam Prosiding
Makalah Seminar Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis IPB, wirakoperasi
merupakan suatu konsep baru dalam pengembangan koperasi. Wirakoperasi
seharusnya lahir dari kalangan insan koperasi, yaitu orang yang memahami dan
menghayati benar hakekat dan prinsip-prinsip koperasi dan berupaya untuk
mengembangkannya secara konsisten. Seorang wirakoperasi adalah orang yang
memiliki keyakinan yang tinggi bahwa koperasi merupakan satu jalan pemecahan
dari berbagai masalah pelik yang dihadapi oleh masyarakat lemah seperti halnya
petani. Wirakoperasi juga yakin bahwa meningkatkan kesejahteraan anggota
melalui gerakan koperasi merupakan suatu hal yang achieveable.
Peran wirakoperasi sangat dibutuhkan dalam menjalankan suatu kegiatan
usaha karena jiwa kewirausahaan yang koperatif pada seorang pemimpin akan
menunjukkan sikap yang bertanggungjawab dalam meningkatkan kesejahteraan
para anggota dan para petani. Orientasi peningkatan kesejahteraan tersebut
dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan pendapatan petani atau anggota dan
perubahan skala usaha kecil menjadi skala usaha yang lebih besar bagi para petani,
sehingga dengan terwujudnya hal-hal tersebut seorang pemimpin telah berhasil
melakukan peran wirakoperasi dalam pembangunan agribisnis. Peran seorang
wirakoperasi adalah menemukan peluang berkoperasi dan mewujudkannya dalam
bentuk kesempatan usaha yang menguntungkan para anggotanya (Baga 2011).
Konsep wirakoperasi ini dapat diterapkan pada suatu rancangan bisnis yang akan
dijalankan dengan melakukan kerjasama bersama petani yang berperan sebagai
pemasok bahan baku atau input usaha yang nantinya rencana bisnis tersebut akan
didirikan oleh sorang wirakoperasi. Petani akan mendapatkan kepercayaan dengan
memberikan kepastian pasokan bahan baku yang berkelanjutan pada pelaku usaha.
Disisi lain, pelaku usaha akan melakukan pembelian bahan baku dengan
menetapkan harga yang menguntungkan petani sebagai pemasok utama.
Seorang wirakoperasi harus mampu melakukan hal yang inovatif dalam
kegiatan usahanya yang berguna untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk
yang dihasilkannya. Tugas seorang wirakoperasi yang utama adalah menciptakan
inovasi yang dapat memberikan perubahan yang positif dalam organisasi usaha.
Keberhasilan inovasi akan sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan
seorang wirakoperasi (Fajrian 2013). Adanya peran wirakoperasi akan
meningkatkan skala usahanya serta kesuksesan usaha yang dijalankan
wirakoperasi akan membawa kesuksesan pula pada usaha petani.
Rencana Bisnis
Bisnis ialah sejumlah total usaha yang meliputi pertanian, produksi,
konstruksi, distribusi, transportasi, komunikasi, usaha jasa, dan pemerintahan
yang bergerak dalam bidang membuat dan memasarkan barang dan jasa ke
konsumen. Apabila kebutuhan masyarakat meningkat maka lembaga bisnis pun
akan meningkat pula perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut
sambil memperoleh laba (Alma 2008). Kegiatan bisnis ditujukan untuk
menciptakan keuntungan atau laba dan bisnis yang baik akan tetap
memperhitungkan dampak bagi kesejahteraan sosial selama bisnis tersebut

12

berjalan. Perlu disusun sebuah perencanaan yang matang sebelum mulai
menjalankan suatu kegiatan bisnis.
Perencanaan bisnis merupakan pembahasan tertulis yang menguraikan halhal yang mendasari pertimbangan pendirian bisnis/usaha dan yang berkaitan
dengan pendirian bisnis tersebut. Sehingga inti dari suatu perencanaan bisnis
adalah penghubung antara ide dan kenyataan artinya bagaimana ide diwujudkan
menjadi kenyataan dengan mengetahui faktor-faktor yang menjadi pemicu
keberhasilan dan kegagalan suatu bisnis (Sirait 2010). Rencana bisnis merupakan
dokumen tertulis yang mendeskripsikan semua elemen internal dan eksternal yang
relevan dan strategi-strategi untuk memulai sebuah perusahaan baru. Secara
ringkas, berikut ini adalah 5 alasan business plan harus dibuat dengan baik
menurut Rangkuti (2005), yaitu:
1. Business Plan adalah blueprint usaha yang terkait mengenai pihak-pihak
yang bekerja sama dalam kegiatan organisasi dan operasional. Rencana
bisnis merupakan dokumen tertulis yang akan membantu agar tetap fokus
pada tujuan yang telah ditetapkan.
2. Business Plan merupakan alat untuk mencari dana, sehingga berhasil
dalam bisnis.
3. Business Plan adalah sarana komunikasi untuk menarik orang lain,
pemasok, konsumen, dan penyandang dana. Business plan akan membuat
berbagai pihak yang bermitra mengerti tujuan dan cara operasional bisnis
tersebut.
4. Rencana bisnis membantu mempermudah dalam menjalankan usaha
dengan mengetahui langkah-langkah praktis menghadapi persaingan dan
membuat promosi sehingga lebih efektif.
5. Membuat pengawasan lebih mudah dalam kegiatan operasional agar sesuai
dengan rencana.
Rencana Pemasaran
Kegiatan bisnis tidak dapat terlepas dari kegiatan pemasaran. Antara
kemajuan perusahaan dan pemasaran terdapat hubungan yang saling menunjang,
artinya semakin maju perusahaan maka semakin canggih strategi pemasaran yang
digunakan. Sebaliknya, semakin canggih strategi pemasaran yang digunakan akan
semakin menunjang kemajuan perusahaan (Alma 2008). Target pasar yang akan
dituju sangat menentukan apakah bisnis akan mendapatkan keuntungan atau
kerugian dari penjualan. Target pasar di dalam maupun di luar negeri sebaiknya
dipertimbangkan terlebih dahulu secara matang dengan mengkaji peluang pasar
yang ada. Tingginya permintaan disuatu wilayah dapat dijadikan target pasar
dalam menjual produk.
Perencanaan pemasaran sangat diperlukan untuk mengikuti perkembangan
dan menghadapi persaingan yang semakin ketat di masa yang akan datang.
Kegiatan pemasaran suatu barang cenderung memiliki hubungan antara
permintaan dan penawaran, permintaan dan penawaran barang-barang pertanian
bersifat tidak elastis. Faktor yang menyebabkan penawaran barang-barang
pertanian tidak elastis ialah barang pertanian sangat tergantung oleh keadaan alam
dan faktor cuaca. Hal tersebut menunjukkan bahwa, sangatlah penting menyusun
rencana pemasaran secara matang. Rencana pada kegiatan pasar meliputi kegiatan

13

keputusan pada pasar secara menyeluruh. Keputusan ini berkisar pada analisis
yang lengkap atas target dan sasaran serta kebutuhan konsumen maupun
pelanggan dan lingkungan pasar yang bersaing dengan ketat. Sebelum melakukan
bisnis, hendaknya dilakukan kegiatan perencanaan yang mencakup pembahasan
terhadap analisis pasar dan bauran pemasaran (marketing mix development).
A. Analisis Pasar
Analisis terhadap aspek pasar ini terlebih dahulu harus dilakukan agar
dapat mengetahui kondisi pasar potensial yang akan dimasuki oleh produk
perusahaan. Analisis aspek pasar yang dilakukan hendaknya dapat menentukan
jenis pasar yang akan dipilih apakah berupa pasar persaingan sempurna, pasar
monopoli, maupun pasar monopolistik agar dapat menentukan strategi pemasaran
yang tepat. Agribisnis modern melengkapi diri dengan beberapa alat bantu yang
canggih dalam pengambilan keputusan pasar termasuk riset pemasaran dan
segmentasi pasar. Riset atau analisis pasar merupakan proses pengumpulan
informasi untuk membantu proses pengambilan keputusan serta bermanfaat untuk
mengetahui kebutuhan dan daya beli pelanggan (Umar 2003). Dalam analisis
pasar ini dikaji lebih dalam mengenai strategi pemasaran yang meliputi
Segmenting, Targeting, dan Positioning.
1. Segmenting
Segmentasi pasar merupakan proses memilah-milah atau kegiatan
membagi-bagi pasar yang bersifat heterogen dari satu produk ke dalam
satuan-satuan pasar (segmen pasar) yang bersifat homogen (Firdaus 2007).
Analisis segmentasi pasar memberikan hasil yang menunjukkan bahwa
perilaku konsumen atau pasar yang beragam dan masing-masing dapat
dikelompokan ke dalam karakteristik yang relatif homogen menjadi beberapa
segmen-segmen pasar. Menurut Kotler dan Susanto (2000) dalam Winandi
(2012) pengelompokan segmen pasar dibagi berdasarkan beberapa kelompok,
yaitu:
a. Segmentasi berdasarkan kelompok geografi (wilayah, ukuran kota,
perkotaan, daerah pinggiran, dan pedesaan).
b. Segmentasi berdasarkan kelompok demografi (usia, jenis kelamin,
siklus hidup keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, dan
suku)
c. Segmentasi berdasarkan kelompok psikografi (kelas sosial, gaya hidup,
dan kepribadian).
d. Segmentasi berdasarkan kelompok perilaku (peristiwa, manfaat, status
pemakai, dan sikap terhadap produk).
2. Targeting
Targeting atau target pemasaran ialah kelompok dari pelanggan
masyarakat atau organisasi yang akan langsung dituju dalam program
pemasaran produk. Targeting ditujukan agar dapat menciptakan efisiensi dan
efektivitas pemasaran produk dari sekian banyak segmen pasar, sehingga
perusahaan harus memilih segmen yang akan dituju oleh perusahaan dalam
memasarkan produknya.
3. Positioning
Positioning merupakan tahap menganalisis posisi pasar dari suatu
produk tertentu dan membandingkannya dengan merek produk lain melalui

14

tanggapan konsumen atau pelanggan. Analisis posisi produk dapat dilakukan
dengan analisis preferensi konsumen. Penentuan utama posisi pasar
(positioning) dari suatu produk ialah bahwa konsumen memilih suatu merek
produk yang memiliki karakteristik yang lebih dibutuhkan, diinginkan, dan
dirasakan konsumen dibandingkan dengan merek lain. Maka dari itu, posisi
pasar suatu produk biasanya menggunakan perbandingan antar merek produk
yang lainnya.
B. Marketing Mix Development
Munculnya perubahan pasar dan pergeseran selera konsumen saat ini,
menjadi tantangan dalam kegiatan marketing maka strategi pemasaran harus
mampu menjawab tantangan ini sebagai sebuah usaha dalam mencapai target
pemasaran produk yang maksimal. Buchari Alma (2008), menjelaskan bahwa
ruang lingkup pemasaran ialah membangun kepuasan pelanggan melalui
penekanan terhadap mutu produk dan pelayanan, menganalisa konsumen, dan
perilaku pembeli serta memunculkan loyalitas pelanggan. Sistem informasi pasar
dengan menggunakan hasil riset pemasaran merupakan salah satu tindakan dalam
rencana pemasaran.
Kegiatan pemasaran pada bisnis diharapkan beroperasi secara sehat dan jika
produk yang dihasilkan mampu memasuki pasar yang potensial dan memiliki
tempat di pasaran diharapkan dapat menghasilkan jumlah hasil penjualan yang
menguntungkan. Salah satu cara mempertahankan konsumen dalam strategi
pemasaran ialah melalui marketing mix dan marketing selection. Marketing mix
atau bauran pemasaran merupakan suatu kombinasi yang memberikan hasil
maksimal dari unsur-unsur product, price, place, promotion, people, process, dan
physical evidence. Unsur-unsur marketing mix yang diterapkan pada rencana
bisnis dengan hasil produk barang ialah product, price, place, dan promotion.
1. Produk (Product)
Hasil yang didapatkan dari suatu kegiatan operasional bisnis dan produk
dapat berupa barang maupun jasa. Perlu dikaji lebih lanjut mengenai produk
yang akan dipasarkan dan mengenai selera konsumen terhadap produk
tersebut. Produk yang dihasilkan harus memiliki product features atau
tampilan produk dan atribut-atribut produk yang sesuai kebutuhan serta
keinginan konsumen.
2. Harga (Price)
Kebijaksanaan harga yang dilakukan oleh suatu perusahaan pada strategi
pemasarannya akan menentukan keberhasilan pemasaran produk tersebut,
sejauh mana harga yang ditetapkan perusahan dapat diterima oleh seluruh
kalangan masyarakat, sebagian masyarakat, atau bahkan tidak dapat diterima
sama sekali.
3. Tempat (Place)
Perencanaan tempat dalam strategi pemasaran membahas tentang pola
distribusi barang yang akan disalurkan dan dijual serta ketersediaan fasilitas
yang dapat memberikan nilai tambah bagi konsumen dari sisi tempat. Hal
tersebut sangat penting dalam melakukan strategi pemasaran.
4. Promosi (Promotion)
Promosi merupakan teknik penjualan produk dengan memakai berbagai
media maupun taktik promosi lainnya. Ruang lingkup promosi mencakup

15

kegiatan-kegiatan periklanan, personal selling, public relations, sales
promotion, events, dan direct marketing.
Rencana Produk
Tanaman ini dapat digunakan dalam berbagai bentuk, yaitu bentuk segar,
simplisia, ekstrak kental dan kering, serbuk, kapsul, hingga teh. Beberapa bentuk
olahan dari daun pegagan inilah yang kini banyak dibutuhkan dan dihasilkan oleh
industri. Bentuk fresh product atau daun pegagan segar yang dihasilkan oleh
petani nyatanya belum mampu meningkatkan pengembangan komoditas pegagan
untuk masuk kedalam industri yang lebih luas. Kebanyakan petani hanya mampu
mengolah tanaman pegagan ini dalam bentuk pegagan segar tetapi belum mampu
melakukan proses pengolahan yang akan menghasilkan produk setengah jadi
(intermediate product) maupun produk jadi. Hal ini dikarenaka