Perencanaan Bisnis Ekspor Jahe Bubuk Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor

PERENCANAAN BISNIS EKSPOR JAHE BUBUK
MELALUI PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR
DI BOGOR

RICKO KURNIAWAN MARPAUNG

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Bisnis Ekspor
Jahe BubukMelaluiPendekatanCooperative EntrepreneurDi Bogoradalah benar
karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014

Ricko Kurniawan Marpaung
NIM H34100139 

ii

ABSTRAK
RICKO KURNIAWAN MARPAUNG. Perencanaan Bisnis Ekspor Jahe Bubuk
Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur Di Bogor. Dibimbing oleh
LUKMAN M. BAGA.
Jahe merupakan komoditas biofarmaka yang memiliki prospek menjanjikan
untuk dikembangkan. Banyak industri fitofarmaka yang membutuhkan jahe
dalam bentuk segar untuk kebutuhan produk kesehatan mereka, kondisi ini telah
mendorong permintaan komoditas jahe pada pasar local dan luar negeri.

Permintaan jahe ini belum tercukupi secara kontinu. Kondisi yang demikian
diakibatkan oleh keterbatasan informasi pasar dan skala produksi petani.
Pendekatan cooperative entrepreneur dapat menjadi senjadi salah satu alternatif
dalam meningkatkan posisi tawar petani sehingga dapat harga jual produk yang
diterima petani dapat meningkat. Penelitian ini mengunakan metode analisis
kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan pada analisis non finansial,
sementara itu metode kuantitatif digunakan pada analisis finansial pengoperasian
bisnis. Bentuk usaha yang dipilih adalah koperasi. Target pasar adalah Jepang dan
Bangladesh sebagai tujuan utama ekpor jahe Indonesia
Kata kunci: biofarmaka, jahe, perencanaan bisnis, wirakoperasi

ABSTRACT
RICKO KURNIAWAN MARPAUNG. Ginger Powder Export Business Plan
Based On Cooperative Entrepreneur Approach In Bogor. Supervised by
LUKMAN M. BAGA.
Ginger as a biopharmaceutical commodity has a good prospect. Its
increasing demand due to the development of phytopahrmaceutical industries was
not followed by the supply side. It is attributed to the lack of market information
that farmers have and their small scale of production. Cooperative entrepreneur
based business development can be adopted as a solution through which farmers’

bargaining power is strengthened and in turn the accepted price of their product
increases. This research uses quantitative and non-quantitative (qualitative)
analysis method to data collected. Non-quantitative method is used in preparing
non-financial planning, meanwhile quantitative analysis method is used in
developing financial planning in the business operation. The type is more
appropriate of business plan chosen is cooperative. The targeted markets are
Japan and Bangladesh as the main export destination of Indonesia ginger.
.
Keywords: bhiopharmaceutical, businessplan, cooperative enterepreneur, ginger

PERENCANAAN BISNIS EKSPOR JAHE BUBUK
MELALUI PENDEKATAN COOPERATIVE ENTREPRENEUR
DI BOGOR

RICKO KURNIAWAN MARPAUNG

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

iv

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah
perencanaan bisnis, dengan judul Perencanaan Bisnis Ekspor Jahe BubukMelalui
Pendekatan Cooperative EntrepreneurDi Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M Baga, MAEc
selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis samaikan kepada staf
Balitro, staf Pusat Studi Biofarmaka, dan staf Kementerian Perdagangan Republik
Indonesias serta para petani yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga serta
teman-teman atas segala dukungan, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Juli 2014

Ricko Kurniawan Marpaung

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

5

Tujuan Penelitian

7

Manfaat Penelitian

7

Ruang Lingkup Penelitian


8

TINJAUAN PUSTAKA
KERANGKA PEMIKIRAN

8
10

Kerangka Pemikiran Teoritis

10

Kerangka Pemikiran Operasional

17

METODE PENELITIAN

19


Waktu dan Tempat Penelitian

19

Jenis dan Sumber Data

19

Metode Pengumpulan Data

19

Metode Analisis Data

19

GAMBARAN UMUM

23


RENCANA BISNIS

24

Rencana Pemasaran

24

Rencana Produk

27

Rencana Operasional

28

Rencana Organisasi dan Sumber Daya Manusia

37


Rencana Kerjasama Kooperatif

41

Rencana Keuangan

44

SIMPULAN DAN SARAN

48

Simpulan

48

Saran

49


ii
DAFTAR PUSTAKA

49

LAMPIRAN

51

RIWAYAT HIDUP

62

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2011-2012
Daerah sentra produksi jahe
Luas panen, produksi dan produktivitas jahe di Indonesia tahun 2011
Volume dan nilai ekspor jahe segar Indonesia tahun 2008-2011
Rekapitulasi rencana strategi pemasaran perusahaan vs pesaing
Kebutuhan bahan baku per bulan
Standar mutu simplisia jahe
Upah dan gaji karyawan
Perbedaan hasil pendekatan wirakoperasi dan tanpa wirakoperasi
Biaya investasi
Biaya penyusutan per tahun
Harga pokok produksi pada tahun pertama
Break even pointper bulan tahun pertama

2
2
3
4
26
28
36
40
43
44
45
46
47

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Kerangka pemikiran operasional penelitian
Bubuk jahe
Desain label kemasan
Mesin perajang jahe
Mesin vacuum cabinet dryer
Mesin diskmill
Mesin vacuum packaging
Plastik kemasan vakum
Alat conveyor pendeteksi logam
Tata letak bangunan usaha
Diagram alir pengolahan jahe bubuk
Struktur organisasi koperasi
Matriks hubungan antara stakeholders

18
27
27
29
30
31
32
32
33
33
35
37
42

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Rincian investasi komponen alat produksi
Rincian investasi komponen alat dan furniture kantor
Asumsi komponen biaya investasi
Rincian biaya tetap
Asumsi komponen biaya tetap
Rincian biaya variabel
Asumsi komponen biaya variabel
Proyeksi arus kas selama lima tahun
Proyeksi laba rugi selama lima tahun
Rincian laporan laba rugi per bulan tahun pertama
Kegiatan produksi dalam satu bulan
Penjualan Koperasi

52
52
52
53
53
54
54
55
56
56
59
59

iv
13. Penerimaan petani per kg jahe segar
14. Alur tata cara ekspor

59
60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam sangat besar
terutama dalam hal keanekaragaman hayati. Tanaman yang tumbuh di Indonesia
sekitar 30 000 jenisdari total 40 000 jenis tanaman yang ada di dunia. Dari jumlah
tersebut, 960 jenis tanaman memiliki khasiat obat dan baru sekitar 4% yang
dibudidayakan di Indonesia(Rini 2009). Data tersebut menunjukkan bahwa
Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi pusat biofarmaka dunia.
Komoditas biofarmaka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Perbedaan dari ketiga golongan
obat dengan bahan alami tersebut terletak pada tingkat pembuktian khasiat
produknya.Jamu (empirical based herbal medicine) adalah obat bahan alam
yang disediakan secara tradisional, misalnya dalambentuk serbuk seduhan, pil,
dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu
tersebut dan digunakan secara tradisional (Lestari 2007).Satu jenis jamu disusun
dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya antara 5 hingga 10 macam, bahkan
bisa lebih. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, tetapi
cukup dengan bukti empiris. Obat herbal terstandar (standarized based herbal
medicine) merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau
penyarian bahan alam, baik tanaman obat, binatang, maupun mineral (Lestari
2007).Obat herbal ini ditunjang oleh pembuktian ilmiah berupa penelitian
praklinis. Fitofarmaka (clinical based herbal medicine) merupakan obat
tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses pembuatannya
diperlukan peralatan berteknologi modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak
sedikit (Lestari 2007). Fitofarmaka ini ditunjang oleh pembuktian ilmiah berupa
penelitian praklinis dan uji klinis pada manusia.
Kenyataannya, tanaman obat atau tanaman biofarmaka di Indonesia belum
mampu berkembang secara luas. Tanaman obat cenderung kalah bersaing
dibanding tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Petani umumnya hanya
menjadikan tanaman biofarmaka sebagai tanaman sela atau tumpang sari dan
belum menjadikannya sebagai tanaman utama untuk budidaya.
Produksi agregat komoditas-komoditas biofarmaka dalam beberapa tahun
terakhir cenderung meningkat meskipun dengan perubahan yang tidak terlalu
signifikan. Komoditas jahe dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan
produksi. Perkembangan produksi tanaman obat dalam beberapa tahun terakhir
dapat dilihat pada Tabel 1.

2
Tabel 1 Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2011-2012
Produksi (Kg)
No Komoditi
2011
2012*
2013**
1
Jahe
94 743 139
109 448 310
116 465 044
2
Lengkuas
57 701 484
48 959 625
48 415 993
3
Kencur
34 016 850
39 687 597
41 280 050
4
Kunyit
84 803 466
89 580 450
82 806 378
5
Temulawak
24 105 870
43 229 709
40 672 812
6
Temuireng
7 920 573
8 123 842
9 030 385
7
Temukunci
3 951 932
4 456 541
4 762 243
8
Kapulaga
47 231 297
32 062 491
45 457 038
9
MahkotaDewa
12 072 154
10 733 653
10 290 438
10 Sambiloto
3 286 262
2 339 727
3 090 793
Total
369 833 027
388 621 945
402 271 174
Keterangan: * AngkaTetap
** AngkaPrognosa
Sumber : Kementerian Pertanian Republik Indonesia 20131

Salah satu tanaman biofarmaka Indonesia yang memiliki tingkat produksi
paling tinggi adalah jahe. Jahe dapat ditemukan hampir di seluruh wilayah
Indonesia mulai dari Indonesia bagian barat sampai Indonesia bagian timur .
Berdasarkan data produksi jahe tahun 2011, sebanyak 21.78% jahe di Indonesia
berasal dari Provinsi Jawa Tengah kemudian Jawa Barat sebesar 20.82%, Jawa
Timur 15.37%, Kalimantan Selatan 5.55%, Sumatera Utara 5.32%, Lampung
4.92%, Bengkulu 3.34% dan sisanya sebesar 22.90% merupakan kontribusi dari
provinsi lainnya2.
Salah satu sentra produksi jahe di wilayah Jawa Barat adalah Kabupaten
Sukabumi. Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu sentra produksi jahe di Jawa
Barat mempunyai peluang yang cukup besar dalam pengembangan jahe. Hal ini
dapat dilihat dari potensi daerah, penyediaan sarana pertanian, dan banyaknya
petani yang secara rutin menanam jahe. Daerah sentra produksi jahe di Indonesia
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Daerah sentra produksi jahe
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Provinsi
Sumatera Utara
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I Yogyakarta
JawaTimur
NTT
Kalimantan Selatan
Sulawesi Tenggara

Kabupaten
Simalungun
OKU Selatan
Kepahiang, RejangLebong
Tanggamus
Sukabumi
Semarang, Boyolali, Wonogiri, Magelang dan Purworejo
KulonProgo, Karanganyar
Pacitan, Mojokerto, danPonorogo
ManggaraiTimur
Tanah Laut
Konawe Selatan

Sumber : Kementerian Pertanian Republik Indonesia 20131
1

2

[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2013. Basis Data Statistik Pertanian [Internet]. [diacu
2013 September 19]. Tersedia pada: http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/index.asp.

Pusdatin. 2013. Informasi Komoditas Holtikultura. Pusat data dan system informasi pertanian.
Jakarta

3
Luasan panen komoditas jahe pada tahun 2011 yang mencapai 54.9 ribu ha
(BPS 2011) terdistribusi di seluruh wilayah Indonesia. Produksi jahe terbesar di
Pulau Jawa berada di Provinsi Jawa Tengah, namun Provinsi Jawa Barat memiliki
produktivitas yang paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya yaitu mencapai
2.21 kg/m2. Kondisi ini menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki potensi besar
pengembangan komoditas jahe salah satunya sentra pengembangan jahe di Jawa
Barat adalah Sukabumi, namun demikian salah satu daerah yang berpotensi untuk
mengembangkan komoditas jahe adalah Bogor.
Bogor adalah salah satu kabupaten yang terletak di daerah Jawa Barat.
Bogor terletak pada ketinggian 190 meter sampai 350 meter dari permukaan laut
(mdpl). Bogor diapit oleh beberapa gunung besar antara lain Gunung Salak,
Gunung Pangrango, dan Gunung Gede.Kota Bogor memiliki udara rata - rata
setiap bulannya adalah 26º C dan suhu udara terendah 21,8º C, dan memiliki
kelembaban udara kurang lebih 70%.Bogor memiki curah hujan cukup besar
setiap tahunnya yaitu berkisar antara 3 500 hingga 4 000 mm per tahun (terutama
pada bulan Desember sampai Januari). Kondisi geografi ini merupakan sangat
cocok dengan syarat tumbuh jahe. Jahe merupakan tanaman yang membutuhkan
curah hujan tinggi untuk tumbuh yaitu 2 500 hingga4000 mm per tahun. Jahe juga
dapat tumbuh optimum pada suhu 20º sampai 25ºC. Oleh sebab itu Bogor dapat
menjadi pusat pengembangan komodias jahe. Data luas panen, produksi, dan
produktivitas jahe disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Luas panen, produksi dan produktivitas jahe di Indonesia tahun 2011
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung
Kep. Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua
Indonesia

Sumber : Badan Pusat Statistik 2012

Luas Panen
(m2)
302 234
2017834
636805
487297
34994
276761
451456
173353
1362647
1746741
12866
8862 350
1 052988
15 133 913
1 079740
11 331 178
400 385
77 110
1 328 715
1 473 515
159 956
4 204 715
340 274
268 320
69 915
293 556
951 966
20 374
157 713
50 636
122 147
26 757
54 909 211

Produksi
(kg)
609 654
5037 719
2 171861
773514
84786
901303
869600
475672
3159919
4665670
24225
19725058
1108693
20 639 107
2 021 218
14 564 262
896 974
256 829
2 967 882
2 712 087
336 524
5 258 933
1 186 537
851 200
173 750
793 872
1 531 043
63 416
255 558
138 913
390 626
96 734
94 743 139

Produktivitas
(kg/m2)
1.58
2.41
3.31
1.31
2.26
2.84
1.72
2.23
2.07
2.36
1.42
2.21
0.97
1.28
1.86
1.25
2.24
2.73
1.82
1.77
1.61
1.06
3.11
3.12
1.51
2.49
1.5
1.89
1.49
2.51
2.72
2.23
1.62

4
Sebagai salah satu komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat terutama sebagai bahan rempah-rempah dan obat-obatan tradisional
maka jahe mempunyai prospek pemasaran yang sangat baik untuk dikembangkan.
Dewasa ini, jahe telah menjadi salah satu komoditas ekspor yang permintaannya
cukup besar dengan harga jual yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan biaya
produksi. Kendala yang ditemui oleh para eksportir adalah pasokan jahe dari
sentra-sentra produksi tidak mencukupi bila dibandingkan dengan pesanan yang
diterima. Adapun negara-negara tujuan ekspor adalah Bangladesh, Jepang,
Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, dll.
Jepang, Bangladesh, dan Singapura merupakan pasar luar negeri untuk
komoditas jahe yang sangat besar bahkan belakangan ini Hongkong menjadi salah
satu negara pengimpor jahe untuk dijadikan produk permen jahe. Negara ini
memiliki pasar namun tidak memiliki sumber bahan baku, sedangkan Indonesia
memiliki bahan baku yang dibutuhkan yaitu jahe itu sendiri. Jumlah permintaan
jahe untuk Negara Jepang sendiri mencapai kurang lebih 35 ton/bulan dan
semakin meningkat setiap tahunnya. Data ini menunjukkan potensi jahe yang
besar dan harus dikelola dengan baik. Pengembangan komoditas jahe diperlukan
untuk dapat memenuhi permintaan domestik dan pasar luar negeri. Besaran
volume dan nilai ekspor jahe disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Volume dan nilai ekspor jahe segar Indonesia tahun 2008-2011
No

Negara
Tujuan

Volume (Ton)

2008
2009
Jepang
361
297
Singapura
906
599
Malaysia
2 185
531
Vietnam
0
0
Thailand
0
0
Taiwan
0
0
AS
65
158
Australia
0
0
Belanda
112
0
Bangladesh
6 975
5 296
Lainnya
553
445
Total
11 137
7 326
Sumber: Badan Pusat Statistik20123
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

2010
383
493
777
27
0
35
100
14
1
2 218
164
4 212

Nilai (US$ 000)
2011
427
417
120
56
52
42
30
28
2
0
1
1 176

2008
285
374
493
0
0
0
152
0
76
2 660
258
4 222

2009
209
250
225
0
0
0
133
0
0
2 247
323
3 390

2010
494
208
523
17
0
18
296
52
2
1 668
189
3 467

2011
574
203
77
16
28
13
117
173
6
0
3
1 210

Terdapat beberapa negara yang menjadi importir komoditas jahe antara lain
Amerika, Jepang, Spanyol, Inggris, dan Jerman 4 . Untuk memenuhi kebutuhan
jahe tersebut, China dan India masih menjadi produsen utama memasok jahe ke
negara-negara importir tersebut. Berdasarkan data impor produk jahe segar tahun
2009 menunjukkan bahwa Inggris mengimpor 21.69 ton jahe dengan nilai sebesar
24.21 juta USD, Kanada mengimpor 10.15 ton jahe dengan nilai sebesar 9.95 juta

3

[BPS] Badan Pusat Statistik. Ekspor Jahe Nasional [terhubung berkala]. [diacu 2013 September
19]. Tersedia pada : http://bps.go.id
4
Comtrade. 2011. Indonesian ginger export to world (terhubung berkala) http:// comtrade.un.org
[diakses pada 4 April 2014)

5
USD, dan Singapura mengimpor 8.52 ton jahe dengan nilai sebesar 7.97 juta USD
(BPS 2010).
Tingginya permintaan jahe domestik dan pasar luar negeri baik dalam
bentuk bahan baku (raw material) maupun produk jahe olahan menjadikannya
sebagai salah satu komoditas primadona. Pengembangan komoditas jahe dapat
dilakukan pada tingkat usahatani, pengolahan pasca panen, dan pemasaran yang
terintegrasi melalui sistem agribisnis. Sistem agribisnis akan meningkatkan nilai
tambah komoditas jahe pada berbagai tingkatan subsistem sehingga sangat cocok
diterapkan untuk menembangkan komoditas jahe.
Bisnis biofarmaka jahe dapat dikembangkan dengan pendekatan cooperative
entrepreneur. Cooperative entrepreneur atau yang lebih dikenal dengan
wirakoperasi adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha secara
kooperatifatau bersama dengan mengambil prakarsa inovatif yang secara berani
mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsipatau identitas koperasi dalam
mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan
bersama (Hendar&Kusnadi1990). Wirakoperasi dapat diartikan sebagai seorang
penggerak dalam bidang bisnis yang menerapkan prinsip-prinsip koperasi dalam
menjalankan usahanya.Dengan hadirnya seorang wirakoperasi diharapkan dapat
meningkatkan posisi tawar petani, meningkatkan kualitas dan kuantitas produk,
memotivasi, dan memperbaiki etos kerja petani.
Perumusan Masalah
Jahe merupakan salah satu tanaman rempah yang saat ini memiliki prospek
ekonomi yang cukup baik, karena banyak digunakan sebagai bahan baku obatobatan, makanan, dan minuman. Namun pada kenyataannya, bisnis jahe belum
sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Berdasarkan informasi yang didapat
ketika melakukan wawancara ke berbagai petani di Kabupaten Bogor ada
beberapa kendala yang dihadapi petani maupun pedagang pengumpul antara lain,
pasokan bahan baku tidak kontinyu yang disebabkan oleh proses budidaya yang
cukup lama (9-12 bulan) dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar, harga di
tingkat petani yang rendah dibandingkan dengan harga di tingkat konsumen akhir,
keterbatasan petani mengenai indormasi pasar, dan masalah keterbatasan lahan
kepemilikan petani. Akibatnya, bisnis jahe yang prospektif untuk
dikembangkanmenjadi kurang diminati oleh para pelaku usaha. Pembudidayaan
jahe masih terbatas pada perseorangan dengan penguasaan lahan kecil.
Pemintaan pasar domestik jahe semakin meningkat dipengaruhi oleh
perusahaan-perusahaan industri obat seperti PT Sidomuncul, Soho Group, PT Air
Mancur, PT Indo Farma, Dayang Sumbi, CV Temu Kencono, Indotraco, PT
Nyonya Meneer, dll. Selain itu, berkembangnya isu dunia tentang back to nature
telah meningkatkan kesadaran masyarakat pentingnya kesehatan dan kembali
menggunakan obat-obat herbal atau tradisional yang tidak mengandung bahan
kimia berbahaya.Sementara itu di sisi penawaran, para petani tidak memiliki
informasi pasar dan akses untuk masuk ke industri obat tersebut. Para petani
cenderung menjual hasil produksi jahe mereka kepada tengkulak atau pedagang
pengumpul dengan harga yang relatif rendah bila dibandingkan dengan harga
industri dan pasar luar negeri. Data yang diperoleh dari hasil observasi lapang
menunjukkan bahwa harga yang diterima petani untuk jahe segar berkisar Rp4

6
000 sampai Rp5 000 per kilogram. Sedangkan harga jahe segar di tingkat
internasional berkisar 1,5 USD sampai 2 USD (Comtrade 2013).
Masalah tersebut dapat diatasi melalui pengembangan bisnis dengan
basiscooperative entreupreneur. Wirakoperasi berperandalam meningkatkan
bargaining power petani sehingga harga jual produk yang diterima petani dapat
meningkat. Para petani yang tergabung dalam sebuah sistem koperasi yang
dijalankan oleh seorang wirakoperasi akan mendapat informasi pasar yang
lengkap untuk setiap produk yang mereka hasilkan sehingga penerimaan yang
diterima petani akan meningkat akibat harga jual yang lebih baik. Wirakoperasi
menjalankan bisnis dengan berpegang pada prinsip-prinsip dasar koperasi secara
konsisten.
Peran seorang wirakoperasi berbeda dengan wirausaha pada umumnya.
Wirakoperasi tidak berusaha sendiri melainkan bersama dengan puluhan dan
bahkan ribuan anggotanya. Wirakoperasi adalah seorang pemimpin yang
mengembangkan sumberdaya manusia dan juga sumberdaya yang dimiliki
anggotanya. Seorang wirakoperasi sangat dibutuhkan untuk mengembangkan
sistem agribisnis komoditas jahe.
Wirakoperasi sangat dibutuhkan untuk menjembatani antara petani-petani
yang memiliki produksi jahe yang kecil menjadi kelompok dan dikelola untuk
mendapatkan harga jual yang lebih kompetitif. .Wirakoperasi juga menjadi alat
pembuka pasarsehingga komoditas ini dapat menembus pasar ekspor melalui tata
cara dan alur bisnis yang benar dan menguntungkan.Hal ini akan memicu
percepatan pertumbuhan ekonomi pedesaan yang berdampak pada peningkatan
kesejahteraan petani.
Wirakoperasi dan petani dapat bekerja sama untuk menciptakan simbiosis
mutualisme dimana akan menutupi kelemahan satu sama lain. Wirakoperasi
memiliki kemampuan manajerial, informasi pasar, dan informasi permodalan,
sedangkan petani memiliki lahan dan kemampuan teknis budidaya jahe yang tidak
dimiliki wirakoperasi. Kerjasama ini akan membantu menutupi kelemahan satu
sama lain.
Kerjasama antara wirakoperasi dan petani dapat dibentuk melalui sebuah
perencanaan bisnis pengolahan rimpang jahe menjadi jahe bubuk yang dapat
meningkatkan nilai tambah komoditas jahe. Wirakoperasi akan menjadi motor
dalam mendirikan suatu badan usaha berbentuk koperasi, petani-petani mitra akan
berperan sebagai anggota dalam menyuplai bahan baku ke koperasi. Wirakoperasi
akan menjadi penggantara untuk mempersiapkan modal usaha pendirian koperasi,
membuat perencanaan investasi, mencari tujuan pasar, dan aspek-aspek teknis lain
dalam pendirian koperasi. Petani yang bertindak sebagai anggota akan menjual
jahe melalui koperasi setelah melakukan pengolahan paska panen untuk
meningkatkan nilai tambah.
Hasil dari peningkatan harga akan membuat petani memiliki daya tawar,
motivasi, etos kerja, kualitas, dan kuantitas akan tanamannya yang semakin
meningkat. Secara otomatis akan menimbulkan efek domino yang positif yaitu
terciptanya rantai suplai (supply chain) antara pemasok, industri, dan pasar.
Kondisi ini ridak akan terjadi jika para petani masih melakukan penjualan
individu dan skala yang kecil. Hal ini berdampak pula pada tingkat kesejahteraan
petani jahe itu sendiri.

7
Namun demikian, wirakoperasi hingga kini berlum berjalan dengan baik.
Konsep ini masih muncul secara alamiah yaitu inisiatif personal bukan by design,
inilah yang menjadi permasalahan tidak berkembangnya wirakoperasi di
Indonesia.Lulusan perguruan tinggi yang memiliki kemampuan intelektual yang
baik dan diharapkan dapat menjadi motor pembangunan daerah (salah satunya
sebagai wirakoperasi) belum melihat wirakoperasi sebagai sebuah pekerjaan yang
menanjikan. Lulusan perguruan tinggi pada umumnya memfokuskan diri untuk
bekerja di perusahaan swasta maupun sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS).
Kendala ini yang menjadikan koperasi tidak berkembang karena tidak diisi oleh
sumberdaya manusia yang kompeten.
Melihat kondisi tersebut, terdapat beberapa pertanyaan yang perlu dijawab
dalam penelitian kali ini, yaitu:
1. Bagaimana cara yang harus dilakukan untuk mengembangkan potensi
biofarmaka yang belum tergali secara optimal?
2. Bagaimana peran wirakoperasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani
dan mengembangkan komoditas biofarmaka?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis potensi biofarmaka yang dikembangkan bersama petani
dengan pendekatan cooperative entrepreneur.
2. Merumuskan rencana bisnis yang harus dilakukan dengan tujuan
mengingkatkan kesejahteraan petani dan mengembangkan komoditas
biofarmaka.
Manfaat Penelitian
1. Bagi petani
Dengan adanya penelitian ini diharapkan petani dapat terbantu dari segi
peningkatan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan dari komoditas
jahe.
2. Bagi penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi sekaligus pengalaman
untuk dapat mengembangkan kreatifitas dalam bisnis di bidang tanaman
biofarmaka.
3. Bagi akademis
Penelitian ini diharapkan menjadi acuan atau rujukan suatu metode
yang dapat dibandingkan dengan penelitian berikutnya.
4. Bagi investor
mendapatkan informasi mengenai potensi dan prospek tanaman
biofarmaka jahe sebagai acuan untuk keputusan berinvestasi.

8
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan membahas mengenai perencanaan bisnis pada rimpang
jahe yang berbasis cooperative entrepreneur atau wirakoperasi. Perencanaan
bisnis yang akan dilakukan berupa pengolahan pasca panen yaitu pengeringan,
penggilingan, dan pengemasan. Bentuk usaha yang dipilih pada perencanaan
bisnis ini adalah koperasi. Aspek perencanaan bisnis yang dianalisis terdiri dari
aspek finansial dan aspek non finansial. Aspek finansial menganalisis tentang
kriteria investasi dan proyeksi laba rugi. Aspek non finansial terdiri dari rencana
produk, rencana pemasaran, rencana operasional, rencana organisasi, rencana
sumberdaya manusia, analisis risiko.
Keterbatasan data permintaan dan penawaran di berbagai negara membatasi
penelitian pada aspek pemasaran. Informasi pasar yang didapat hanya berupa data
volume dan nilai ekpor jahe segar ke berbagai negara. Data tersebut menunjukkan
bahwa jahe memiliki peluang untuk diekspor ke berbagai negara di dunia. Data
perusahaan pengolahan jahe bubuk nasional juga membatasi analisis persaingan.

TINJAUAN PUSTAKA
Berbagai penelitian terdahulu yang berkaitan dengan koperasi maupun jiwa
wirakoperasi telah banyak dilakukan, salah satu kajian yang telah dilakukan oleh
Baga (2003) ialah mengenai Peran Wirakoperasi dalam Pengembangan Sistem
Agribisnis Koperasi Susu. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa wirakoperasi
(cooperative entrepreneur) berperan menemukan peluang dan mewujudkannya
dalam bentuk kesempatan usaha yang menguntungkan bagi para anggotanya.
Awalnya koperasi susu ini memiliki posisi tawar yang lemah serta produksi
berjalan lambat sehingga banyak timbulnya permasalahan dalam pemasaran susu
kepada industri pengolah susu. Danan Danuwidjaja sebagai ketua KPBS berusaha
memajukan koperasinya dan mendorong agar koperasi susu dapat meningkatkan
kerjasama. Danan Danuwidjaja inilah yang berperan sebagai wirakoperasi yang
memiliki tujuan mengembangkan koperasi susu di pedesaan. Penelitian tersebut
dikaji dan menunjukan bahwa dengan adanya wirakoperasi terdapat manfaat yang
dirasakan oleh para peternak yang tergabung dalam KPBS salah satunya ialah
berkembangnya usaha ternak yang relatif baik dengan penerapan teknologi
peternakan modern.
Penelitian yang dilakukan oleh Fajrian (2013) membahas mengenai Peran
Wirakoperasi dalam Pengembangan Agribisnis Tanaman Hias di CV Bunga Indah
Farm Kabupaten Sukabumi memilih. CV Bunga Indah Farm yang dibentuk oleh
Wahyudin melakukan kegiatan usaha berupa inovasi produk tanaman hias dengan
bahan baku tanaman pagar pekarangan rumah. Konsep wirakoperasi yang
diterapkan oleh Wahyudin berupa penetapan harga beli bahan baku di tingkat
petani yang didapatkan berdasarkan hasil diskusi dengan para petani mitra.
Perusahaan ini juga memberikan pelatihan budidaya kepada para petani agar para
petani dapat menghasilkan jumlah produksi yang optimal dan berkualitas.
Penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya wirakoperasi pengendalian
usaha pada bisnis ini dilakukan berlandaskan kepentingan dan kesejahteraan para
petani yang bermitra. Pemilik CV Bunga Indah Farm memiliki peran yang sangat

9
besar terhadap peningkatan kesejahteraan petani skala kecil di Kabupaten
Sukabumi. Hal ini terbukti dengan adanya pengakuan beberapa petani kecil disana
yang menyatakan bahwa mereka mendapatkan pendapatan yang meningkat. Dapat
dilihat bahwa selain berorientasi pada keuntungan, perusahaan ini juga
berorientasi pada kesejahteraan para petani yang bermitra serta kesejahteraan
masyarakat lingkungan sekitar usaha. Manfaat lainnya bagi para petani ialah
berupa terjaminnya pasar, keuntungan yang diperoleh lebih tinggi serta
kemudahan dalam mendapatkan bantuan permodalan.
Kajian lainnya dilakukan oleh peneliti Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB
Sundawati dkk (2011) yang membahas mengenai Pengembangan Model
Kemitraan dan Pemasaran Terpadu Biofarmaka dalam Rangka Pemberdayaan
Masyarakat Sekitar Hutan di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.
Penelitian ini mengemukakan bahwa perlu diadakan pengembangan model
kelembagaan petani yang bertujuan untuk meningkatkan pemasaran biofarmaka
khususnya komoditas rimpang. Hal ini dikarenakan pemasaran komoditas
tanaman obat (biofarmaka) belum memiliki ikatan kemitraan yang efektif antara
petani dengan indsutri karena terdapat banyak kendala serta hambatan yang
dijumpai dalam pelaksanaannya di lapang. Sehingga diperlukan ikatan kemitraan
yang efektif yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pemasaran karena
komoditas biofarmaka jenis rimpang banyak dibutuhkan oleh pasar dalam negeri
dan luar negeri.
Penelitian tersebut menunjukan berbagai permasalahan yang dihadapi
Kabupaten Sukabumi dalam sektor budidaya diantaranya ialah budidaya yang
belum sepenuhnya mengacu pada Standard Operating Procedure (SOP) menjadi
permasalahan yang dihadapi oleh Kabupaten Sukabumi dalam sektor budidaya.
Hal tersebut dikarenakan pelaksanaan budidaya belum menggunakan bibit
ataubenih unggul sehingga menghasilkan angka produksi yang rendah dan harga
jual yang berfluktuatif. Sebagian besar petani yang membudidayakan biofarmaka
rimpang merupakan petani skala kecil, kondisi tersebut mengakibatkan rendahnya
kemampuan petani untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun luar
negeri karena komoditas yang dihasilkan oleh petani belum bisa memenuhi
standar mutu industri. Pengembangan model pemasaran biofarmaka rimpang yang
telah dibentuk oleh Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB sebagai lembaga
pengembangan dan pendampingan melibatkan relasi antara sektor industri, sektor
kelembagaan pemerintah, dan sektor kelembagaan petani. Manfaat dari adanya
pembentukan kemitraan tersebut diharapkan dapat meningkatkan skala usaha,
meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia serta meningkatkan efisiensi
pemasaran. Kegiatan kemitraan ini menghasilkan beberapa kegiatan pelatihan dan
pendampingan seperti bimbingan Good Agricultural Practices (GAP) budidaya
biofarmaka, pelatihan manajemen produksi dan proses pengolahan rimpang
menjadi simplisia dengan Good Manufacturing Practices (GMP), pelatihan
entrepreneurship dan manajemen pemasaran bagi para petani.
Kajian tentang jahe yang dilakukan oleh peneliti Balai Penelitian Tanaman
Obat dan Aromaterapi Rini (2010) yang mengkaji mengenai Usahatani dan
Pemasaran jahe mengatakan bahwa dari sisi usahatani, produktivitas jahe
dikagorikan tergolong baik. Produktivitas jahe nasional hampir setara dengan
produktivitas jahe yang dihasilkan oleh lembaga penelitian seperti Balittro yaitu
20 ton/ha.

10
Kendala pemasaran yang paling dirasakan oleh petani jahe adalah fluktuasi
harga jual produk yang sangat tinggi, dimana petani berada pada posisi price
taker, dan harga jual ditentukan oleh pedagang pengumpul. Dalam rangka
meningkatkan posisi tawar petani, perlu dibentuk 157 Status Teknologi Hasil
Penelitian Jahe perhimpunan atau koperasi, yang dapat melakukan kerjasama
kemitraan hubungan dagang dengan pengusaha Industri Tanaman Obat.
Dari sisi pihak industri tanaman obat, upaya untuk melakukan pembinaan
dan kemitraan hubungan dagang dengan petani jahe dihadapkan kepada kendala
volume transaksi yang relatif kecil serta kendala mutu produk yang tidak
memenuhi persyaratan, seperti tingkat kadar air, kemurnian bahan (benda asing)
dan kebersihan. Volume transaksi yang kecil tersebut antara lain disebabkan
sempitnya luas areal penanaman yang terbatas pada lahan pekarangan dan kebun,
serta terbatasnya tenaga untuk melakukan pembinaan dan kemitraan langsung
dengan individu petani.
Penjualan hasil produksi dilakukan kepada pedagang pengumpul tingkat
desa dan sampai ke pihak pengguna yaitu industri obat tradisional melalui rantai
tataniaga yang cukup panjang, sehingga persentase kehilangan hasil selama proses
pemasaran sangat tinggi. Selain itu, skim kredit yang sudah dikeluarkan oleh
Bank Indonesia belum sepenuhnya terinformasikan kepada petani. Dengan
demikian bentuk-bentuk kemitraan dengan pengusaha Industri Obat Tradisional
perlu dikembangkan atau lebih diintensifkan dengan tetap mengacu kepada
prinsip-prinsip kemitraan yang saling menguntungkan, keterbukaan, dan
kesetaraan.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Wirakoperasi (Cooperative Entrepreneur)
Cooperative entrepreneur atau dapat disebut wirakoperasi merupakan
bentuk khusus konsep wirausaha. Pada dasarnya cooperative entrepreneuradalah
pengembangan organisasi petani dan bersama petani mengembangkan potensi
yang ada. Setiap wirakoperasi merupakan seorang wirausaha. Wirakoperasi tidak
memerlukan lahan, modal, maupun tenaga kerja karena usaha akan bergerak
dengan sendirinya. Seorang wirakoperasi merupakan seorang penggerak, dan
katalis perubahan yang berpihak pada petani. Konsep ini masih muncul secara
alamiah yaitu inisiatif personal bukan by design, inilah yang menjadi
permasalahan tidak berkembangnya wirakoperasi di Indonesia.
Suatu koperasi akan sangat berguna atau memiliki kekuatan besar jika
didalam koperasi tersebut memiliki entrepreneur yang menjalankan prinsip
koperasi. Seorang wirakoperasi adalah orang yang memiliki keyakinan yang
tinggi bahwa koperasi merupakan satu jalan pemecahan dari berbagai masalah
yang dihadapi oleh masyarakat lemah seperti halnya petani. Seorang wirakoperasi
dituntut untuk memecahkan permasalahan kekuatan tawar produk yang dihasilkan
oleh petani untuk dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Seorang cooperative

11
entrepreneur yakin bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui
gerakan koperasi yang hasilnya nyata dapat diwujudkan (Baga 2003).
Tugas utama seorang wirakoperasi adalah menciptakan inovasi yang dapat
memberikan perubahan yang positif dalam organisasi usaha. Keberhasilan inovasi
sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan dari wirakoperasi tersebut.
Tugas wirakoperasi akan berjalan dengan baik apabila seorang wirakoperasi
memiliki tingkat kemampuan dan motivasi yang tinggi serta kebebasan dalam
bertindak (sepanjang tidak merugikan orang lain) dari wirausaha (Fajrian 2013).
Seorang wirakoperasi dikatakan berhasil apabila mampu untuk mengembangkan
usahanya juga meningkatkan kesejahteraan petani atau anggotanya. Orientasi
peningkatan kesejahteraan tersebut dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan
pendapatan petani atau anggota dan perubahan skala usaha kecil menjadi skala
usaha yang lebih besar bagi petani.
Konsep wirakoperasi ini dapat diterapkan pada suatu rancangan bisnis
dengan melakukan kerjasama dengan petani untuk memasok bahan baku yang
akan digunakan. Efek lain yang muncul akibat konsep wirakoperasi adalah
terjaminnya supply chain management. Penerapan konsep ini juga akan
menciptakan suatu multiplier effect bagi usaha yang dijalankanjuga meningkatkan
efisiensi rantai pasokan karena terintegrasinya rantai pasok mulai dari subsistem
hulu ke hilir.
Rencana Produk
Perencanaan produk adalah proses penciptaan suatu produk hingga produk
tersebut diperkenalkan di pasar. Proses perencanaan produk diawali dengan
pengenalan terhadap kebutuhan pasar. Produk yang dijual dapat berupa fresh
product, intermediate product, atau final product.
Fresh product adalah produk segar yang belum dilakukan pemrosesan
terlebih dahulu. Fresh product umumnya tidak menghasilkan margin yang tinggi
bagi pelakunya karena tidak memiliki nilai tambah. Intermediate product adalah
produk yang telah diproses namun memerlukan proses selanjutnya untuk
kemudian dijual kepada industri atau manufaktur yang membutuhkan produk
setengah jadi. Intermediate productatau produk setengah jadiumumnya dipasarkan
pada industri manufaktur produk akhir. Final product adalah produk yang
langsung dapat dikonsumsi atau digunakan langsung oleh konsumen akhir.
Produk yang akan dihasilkan pada rencana bisnis ini adalah intermediate
product yaitu berupa bubuk jahe. Bubuk jahe dihasilkan dengan mesin
penggilingan. Adanya proses pengolahan pasca panen akan meningkatkan nilai
jual komoditas jahe dibandingkan dengan menjual dalam bentuk fresh product.
Selain proses pengolahan, produk bubuk jahe akan dikemas dengan menggunakan
sistem pengemasan vakum untuk meningkatkan umur simpan produk olahan jahe.
Pemilihan teknologi berupa pemanfaatan mesin pengeringan dan
penggilingan akan meningkatkan efisiensi produksi karena tidak akan terpengaruh
dengan perubahan cuaca. Penggunaan mesin pengolahan akan meningkatkan
kapasitas produksi dan mempercepat waktu pengolahan. Teknologi pengemasan
vakum meningkatkan usia simpan produk jahe bubuk dan mengurangi volume
simpannya.

12
Rencana Pemasaran
Pasar
Pasar merupakan tempat pertemuan penjual dan pembeli atau saling
bertemunya kekuatan permintaan dan penawaran untuk membentuk suatu harga
(Umar 2001). Definisi lain mengatakan bahwa pasar merupakan sekelompok
orang yang diorganisasi untuk melakukan tawar-menawar sehingga terbentuk
harga. Semakin berkembangnya informasi dan teknologi, pengertian pasar
menjadi lebih luas. Pasar tidak hanya dapat diartikan dalam bentuk fisik berupa
pertemuan penjual dan pembeli secara langsung, tetapi pengertian pasar secara
luas merupakan terjadinya kesepakatan harga antar dua pihak atau lebih.
Dalam membuat perencanaan bisnis, aspek pertama yang harus dikaji adalah
aspek pasar. Analisis pasar membahas tentang pasar potensi yang akan dimasuki
oleh produk yang akan dibuat oleh perusahaanatau bisnis akan mencoba
menciptakan pasar potensialnya sendiri sehingga dapat menjadi market leader.
Analisis Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan serta
aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran dari waktu ke waktu
pada masing-masing tingkatan serta lokasinya. Strategi pemasaran modern secara
umum terdiri dari tiga tahap, yaitu segmentasi pasar (segmenting), penetapan
pasar sasaran (targeting), dan penetapan posisi pasar (positioning) (Kotler 2001).
Setelah mengetahui segmen pasar, target pasar, dan posisi pasar maka dapat
disusun strategi bauran pemasaran (marketingmix) yang terdiri dari strategi
produk, harga, penyaluran atau distribusi dan promosi (Assauri 1999).
Segmentation yaitu membagi pasar kedalam kelompok pembeli yang
berbeda-beda berdasarkan kebutuhan, karakteristik atau perilaku yang mungkin
membutuhkan bauran produk dan bauran pemasaran. Dalam prosesnya, aspek
utama yang menjadi variabel adalah sebagai berikut: aspek geografis (lokasi pasar
tujuan), aspek demografis (status ekonomi, usia, jenis kelamin, pendidikan, dan
kewarganegaraan pasar tujuan), aspek psikografis (gaya hidup dari konsumen
sebagai pasar tujuan), dan aspek perilaku (status kesetiaan terhadap merek, tingkat
penggunaan, maupun sikap terhadap produk). Targeting yaitu proses
mengevaluasi daya tarik masing-masing segmen pasar dan pemilihan satu atau
lebih segmen yang akan dimasuki. Positioning yaitu pengaturan agar suatu produk
menempati tempat yang jelas, terbedakan, dan diinginkan dalam benak konsumen
sasaran dibandingkan dengan produk pesaing(Assauri 1999).
Analisis lain yang digunakan dalam analisis pemasaran adalah bauran
pemasaran (marketing mix). Bauran pemasaran terdiri dari 4P yaitu produk
(product), promosi (promotion), lokasi (place), harga (price). Produk menyangkut
keragaman, kualitas, desain, fitur yang dimiliki, merk, kemasan, dan servis yang
dimiliki suatu produk. Promosi terkait dengan iklan, penjualan langsung, promosi
penjualan, dan humas dari produk. Lokasi atau distribusi terkait dengan saluran,
cakupan, kombinasi, tempat, persediaan,transportasi, dan logistik dari suatu
produk. Harga menyangkut daftar harga, diskon, pencadangan, periode,
pembayaran, atau persyaratan kredit dari sebuah produk.

13
Rencana Operasional
Rencana Jumlah Produksi
Hal-hal yang perlu dianalisis dalam kegiatan produksi adalah rencana
jumlah produksi. Jumlah produksi akan berhubungan dengan beberapa hal dalam
kegatan produksi, yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat permintaan terhadap produk
2. Kapasitas mesin
3. Pasokan bahan baku
4. Modal kerja
5. Peraturan pemerintah dan ketentuan teknis lainnya
Teknologi
Teknologi yang digunakan dalam proses produksi adalah teknologi
pengeringan buatan serta teknologi pengemasan vakum. Alat yang digunakan
dalam teknologi pengeringan buatan ini adalah vacuum cabinet dryer serta
diskmill sebagai alat penggiling kering dengan output jahe bubuk. Sedangkan alat
yang digunakan dalam teknologi pengemasan vakum adalah vacuum packaging
untuk mengemas produk rimpang jahe dalam bentuk bubuk jahe. Teknologi
pengeringan buatan dengan bantuan alat tersebut dipilih karena dapat
meningkatkan efisiensi proses produksi jika dibandingkan dengan menggunakan
teknologi pengeringan alami.
Tenaga Kerja (Tenaga Teknis)
Salah satu modal utama dalam menjalankan sebuah bisnis adalah tenaga
kerja. Kebutuhan tenaga kerja harus direncanakan secara baik dari sisi jumlah,
deskripsi kerja, dan penetapan upah atau gaji. Perencanaan tenaga kerja harus
diidentifikasi berdasarkan kuantitas dan kualitas. Kuantitas tenaga kerja yang
dibutuhkan ditentukan oleh ukuran perusahaan serta kemampuan untuk
mengakses tenaga kerja, sementara kualitas tenaga kerja menunjukkan keahlian
yang sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang didukung dengan tingkat pendidikan
dan keahlian seseorang.
Perencanaan Bahan Baku
Bahan baku merupakan salah satu unsur yang paling aktif didalam kegiatan
usaha yang secara terus-menerus diperoleh, diubah, dan kemudian dijual
kembali.Perencaaan bahan baku meliputi:
a. Jenis bahan baku
b. Kuantitas bahan baku
c. Kualitas bahan baku
d. Persediaan bahan baku
e. Kemungkinan penggunaan jenis bahan baku lain
Faktor-faktor yang mempengaruhi pasokan bahan baku meliputi :
a. Persediaan bahan baku
b. Kualitas bahan baku
c. Harga bahan baku
d. Transportasi bahan baku
e. Jalur pengadaan bahan baku

14
f. Faktor-faktor non ekonomis
Perencanaan Lokasi dan Tata Letak
Perencanaan lokasi, dan tata letak usaha harus dipersiapkan secara matang
dalam sebuah perencanaan bisnis. Modal yang ditanamkan untuk membangun
pabrik atau fasilitas penunjang usaha sangatlah besar, untuk itu pemilihan lokasi
dan tata letak harus dipersiapkan dengan baik agar tidak menimbulkan kerugian di
masa yang akan datang.Tata letak sebuah bangunan usaha diperlukan untuk
meningkatkan efisiensi pekerjaan.
Perencanaan lokasi usaha dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Petama,
lokasi usaha yang dekat dengan bahan baku. Kedua, lokasi usaha dekat dengan
lokasi pemasaran atau konsumen. Perancangan tata letak bangunan usaha yang
terdiri dari ruang produksi, ruang penyimpanan, ruang administrasi, dan ruangan
lain yang dibutuhkan dalam kegiatan usaha harus dipertimbangkan dengan baik
agar dapat meningkatkan efisiensi kegiatan usaha yang akan dilakukan.
Rencana Organisasidan Sumber Daya Manusia
Perencanaan organisasi adalah proses menentukan bagaimanan organisasi
bisa mencapai tujuannya. Perencanaan adalah proses menentukan dengan tepat
apa yang akan dilakukan organisasi untuk mencapai tujuannya. Dalam istilah
resmi perencanaan didefinisikan sebagai perkembangan sistematis dari pogram
tindakan yang ditunjukan pada pencapaian tujuan bisnis yang telah disepakati
dengan proses analisa, evaluasi, seleksi diantara peluang-peluang yang diprediksi
terlebih dahulu. Perencanaan organisasi mempunyai dua maksud: perlindungan
dan kesepakatan (protective dan affirmative).
Pada hakikatnya, tiap sumber daya organisasional mewakili suatu investasi
darimana sistem manajemen harus dapat pengembaliannya. Pengorganisasian
yang sesuai dari sumber daya-sumber daya tersebut akan meningkatkan efektivitas
dan efisiensi dari penggunaanya.
Terdapat 16 garis pedoman umum yang bisa digunakakn ketika
mengorganisasi sumber daya-sumber daya (Fayol 1949), yaitu :
1. Menyiapkan dan melaksanakan rencana operasional secara bijaksana.
2. Mengorganisasi faset kemanusiaan dan bahan sehingga konsisten dengan
tujuan, sumber daya, dan kebutuhan dari per soalan tersebut.
3. Menetapkan wewenang tunggal, kompeten, enerjik, dan menuntun.
4. Mengkoordinasi semua aktivitas-aktivitas dan usaha-usaha.
5. Merumuskan keputusan yang jelas, berbeda, dan tepat.
6. Menyusun seleksi yang efisien sehingga tiap-tiap departemen dipimpin oleh
seorang manajer yang kompeten, enerjik, dan tiap-tiap karyawan ditempatkan
pada tempat dimana dia bisa menyumbangkan tenaganya secara maksimal.
7. Mendefinisikan tugas-tugas.
8. Mendorong inisiatif dan tanggung jawab.
9. Menberikan balas jasa yang adil dan sesuai bagi jasa yang diberikan.
10. Memfungsikan sanksi terhadap kesalahan dan kekeliruan.
11. Mempertahankan disiplin.
12. Menjamin bahwa kepentingan individu konsisiten dengan kepentingan umum
dari organisasi.

15
13. Mengakui adanya satu komando.
14. Mempromosikan koordinasi dahan dan kemusiaan.
15. Melembagakan dan memberlakukan pengawsan.
16. Menghindari adanya pengaturan, birokrasi, dan kertas kerja.
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian
serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan
kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang di harapkan dan diinginkan.
Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan
antara yang satu dengan yang lain dan membatasi aktivitas dan fungsi masingmasing individu. Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan
hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa, jadi ada satu pertanggung
jawaban mengenai apa yang akan di kerjakan.
Deskripsi Kerja
Deskripsi pekerjaan adalah suatu pernyataan tertulis tentang apa yang harus
dilakukan oleh pemegang jabatan, bagaimana melakukannya, dan dalam kondisi
seperti apa jabatan tersebut dilaksanakan. Informasi ini pada gilirannya akan
digunakan untuk menulis spesifikasi jabatan, yaitu daftar pengetahuan,
kemampuan, dan keahlian yang dibutuhkan untuk melaksanakan jabatan secara
memuaskan. Masing-masing orang yang terlibat dalam usaha yang akan
dijalankan memiliki hak, kewajiban, maupun tugas yang harus dipenuhi agar
kegiatan usaha menjadi lebih efektif.
Upah dan gaji
Gaji dan Upah merupakan imbalan atas jasa yang telah dilakukan oleh
seluruh tenaga kerja maupun pengurus perusahaan. Gaji dan upah dari masingmasing orang berbeda sesuai dengan jabatan dan deskripsi kerja yang dibebankan.
Imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tetap maupun pengurus perusahaan
disebut sebagai gaji yang dibayarkan sekali dalam sebulan. Upah merupakan
imbalan yang diberikan kepada tenaga kerja tidak tetap yang dibayarkan sesuai
dengan pencapaian kerja yang telah dilakukan. Gaji yang dibayarkan dapat
disesuaikan dengan UMR (Upah Minimum Regional) yang berlaku dengan
ketetapan yang dibuat oleh perusahaan.
Rencana Keuangan
Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang
petani sebagai pemilik. Analisis finansial diperhatikan didalamnya adalah dari
segi cash-flow yaitu perbandingan antara hasil penerimaan atau penjualan kotor
(gross-sales) dengan jumlah biaya-biaya (total cost) yang dinyatakan dalam nilai
sekarang untuk mengetahui kriteria kelayakan atau keuntungan suatu proyek.
Aspek finansial yang perlu dianalisis untuk menyusun suatu perencanaan bisnis
terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Benefit Cost
Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP) (Nurmalina et al. 2009).
1. Net Present Value (NPV)

16
Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara total present value
penerimaan (benefit) dengan total present value pengeluaran (cost) atau jumlah
present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis. Suatu bisnis
dikatakan layak atau dapat memberi keuntungan apabila nilai NPV lebih dari 0
(NPV>0).
2. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk
menghasilkan tingkat keuntungan yang akan dicapainya. Besaran yang dihasilkan
dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan
layak apabila nilai IRR lebih besar dari Discount Rate (DR) atau tingkat suku
bunga yang berlaku.
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara manfaat
bersih bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu bisnis
dikatakan layak apabila nilai Net B/C Rasio lebih besar dari 1 (Net B/C Rasio>1).
Hal ini berarti keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada
kerugian yang dialami.
4.Payback Period
Payback Period (PP) merupakan metode pelengkap dalam analisis
finansial. Metode perhitungan ini dilakukan untuk menghitung seberapa cepat
tingkat pengembalian modal dar