Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor

RENCANA BISNIS PRODUK TEMULAWAK BUBUK
BERORIENTASI EKSPOR MELALUI PENDEKATAN
COPERATIVE ENTREPRENEUR DI BOGOR

ANISSA KHAIRINA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Bisnis
Produk Temulawak Bubuk Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative
Entrepreneur di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Anissa Khairina
NIM H3410013

ABSTRAK
ANISSA KHAIRINA. Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk Berorientasi
Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor. Dibimbing oleh
LUKMAN MOHAMMAD BAGA.
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan salah satu tanaman
yang memiliki khasiat obat dan berpontensi untuk dikembangkan di Jawa Barat.
Tujuan penelitian ini ialah untuk merancang rencana bisnis pengolahan rimpang
temulawak melalui pendekatan Cooperative Entrepreneurship dengan lokasi
usaha di Bogor. Pengolahan yang dilakukan ialah mengubah temulawak segar
menjadi temulawak bubuk dengan teknologi modern dan dikemas menggunakan
kemasan vakum. Target pasar dari produk ini ialah industri obat herbal dan
fitofarmaka di negara Amerika. Produk ini dijual dengan harga Rp244 000 per kg
atau USD21.4. Analisis finansial usaha menunjukkan usaha ini memiliki prospek
yang sangat bagus. Keuntungan bersih yang diperoleh di tahun pertama sebesar

Rp556 501 000, tahun kedua dan ketiga sebesar Rp535 503 000, dan tahun
keempat selanjutnya sebesar Rp562 785 000. Melalui pendekatan wirakoperasi
petani dapat memperoleh harga yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan petani.
Kata Kunci : rencana bisnis, temulawak, wirakoperasi.

ABSTRACT
ANISSA KHAIRINA. Business Plan of Export Oriented Grain Temulawak
Product through Cooperative Entrepreneur Approach in Bogor. Supervised by
LUKMAN MOHAMMAD BAGA.
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) is one of biopharmaceutical plant
that has a potency to be developed in West Java. This research aims to design the
business plan of the processing fresh java turmeric through Cooperative
Entrepreneur approach. The business will be located in Bogor. The production
processing is converting fresh java turmeric into granule using modern
technology, and packed using vacuum packing. The market target of this product
is herbal medicine industries and phyto-pharmacy in America. The product is
sold at the price of Rp 244 000 per kg or USD 21.4. Financial analysis shows that
the business is highly prospective and can be implemented. Net profit in the first
year is Rp556 501 000, second until third year is Rp535 503 000, and the next

year is Rp562 785 000. Through cooperative entrepreneur approach, farmers can
obtain the higher price so it can increase the wealthiness of the farmers.
Keywords : business plans, cooperative entrepreneur, java turmeric.

RENCANA BISNIS PRODUK TEMULAWAK BUBUK
BERORIENTASI EKSPOR MELALUI PENDEKATAN
COOPERATIVE ENTREPRENEUR DI BOGOR

ANISSA KHAIRINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’alla atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2003 ini ialah
rencana bisnis, dengan judul Rencana Bisnis Produk Temulawak Bubuk
Berorientasi Ekspor Melalui Pendekatan Cooperative Entrepreneur di Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Lukman M. Baga, MAEc
selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf
Balitro, staf Pusat Studi Biofarmaka, staf Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia, serta para petani dan pihak-pihak yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada mama, papa,
Mas Ryan, Mas Adit, teman-teman sebimbingan skripsi (Rosalin Nur Ajani,
Prawitia Widhyarini, Ricko Marpaung, Kamil Saragih, Dani Yoga Nugraha, dan
Wuri Tri Handayani), teman-teman agribisnis 47, Inestha Naldi, Yuliana Mafiroh,
dan Angga Cahyo Utomo atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014


Anissa Khairina

vi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

6

Ruang Lingkup


6

TINJAUAN PUSTAKA

7

Temulawak

7

Penelitian Terdahulu

8

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

9

9
18
20

Waktu dan Lokasi Penelitian

20

Jenis dan Sumber Data

20

Metode Pengumpulan Data

20

Metode Analisis Data

20


GAMBARAN UMUM LOKASI USAHA

24

RENCANA BISNIS

25

Rencana Produk

25

Strategi dan Rencana Pemasaran

26

Rencana Produksi (Operasional)

28


Rencana Manajemen

39

Rencana Keuangan

48

Prospek Pengembangan Bisnis Temulawak Berorientasi Ekspor

55

SIMPULAN DAN SARAN

55

vii

Simpulan


55

Saran

56

DAFTAR PUSTAKA

56

RIWAYAT HIDUP

69

viii

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan produksi tanaman obat di indonesia periode 2010-2012
2
2 Volume ekspor temulawak berdasarkan negara tujuan tahun 2011
3
3 Luas panen, produksi, dan produktivitas temulawak di indonesia tahun 2012 4
4 Kebutuhan bahan baku per bulan
33
5 Rincian kebutuhan tenaga kerja berdasarkan deskripsi kerja
37
6 Standard Operating Procedure (SOP) pembuatan produk temulawak bubuk 38
7 Rincian upah karyawan per bulan
43
9 Hasil pendekatan wirakoperasi dalam usaha pengolahan rimpang temulawak 46
10 Biaya investasi awal usaha
50
11 Rincian biaya operasional tahun pertama
51
12 Rincian biaya operasional tahun selanjutnya
52
13 Modal awal usaha
52

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Tanaman temulawak
Rimpang temulawak
Kerangka pemikiran operasional penelitian
Temulawak bubuk
Mesin perajang
Mesin vacuum cabinet dryer
Mesin diskmill
Mesin vacuum packager
Kemasan plastik vakum
Mesin conveyor pendeteksi logam
Diagram manajemen pengumpulan bahan baku
Tata letak bangun
Diagram alir pengolahan temulawak bubuk
Diagram skema pembentukan usaha
Struktur organisasi usaha pengolahan rimpang temulawak
Diagram hubungan antara petani, koperasi, wirakoperasi, dan industri

7
7
19
26
28
30
30
31
31
32
34
35
37
39
40
45

DAFTAR LAMPIRAN
1 Alur proses produksi temulawak bubuk bulan pertama

59

ix

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Asumsi komponen biaya investasi
Rincian biaya investasi komponen biaya mesin dan alat produksi
Rincian biaya investasi komponen biaya alat dan furnitur perkantoran
Rincian biaya investasi komponen biaya bangunan dan infrastruktur
Rincian biaya penyusutan
Asumsi komponen biaya tetap
Rincian biaya tetap komponen biaya tenaga kerja
Rincian biaya tetap komponen biaya utilitas
Rincian biaya tetap komponen biaya administrasi perkantoran
Asumsi komponen biaya variabel
Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun pertama
Rincian biaya variabel komponen biaya pengemasan tahun selanjutnya
Rincian biaya variabel komponen biaya solar mesin
Penjualan perusahaan
Harga rimpang temulawak segar yang diterima petani
Arus kas proyeksi lima tahun (dalam Rp000)
Laporan laba rugi proyeksi lima tahun (dalam Rp000)
Laporan arus kas per bulan tahun pertama (dalam Rp000)
Laporan laba rugi per bulan tahun pertama (dalam Rp000)

61
61
62
62
63
64
64
64
65
65
65
65
66
66
66
67
68
68
69

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sangat besar
dalam industri tanaman obat atau biofarmaka. Biofarmaka merupakan tanaman
herbal yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan jamu, obat herbal
terstandar, atau fitofarmaka. Perbedaan ketiga golongan obat dari bahan alami
tersebut terletak pada proses pembuatan serta tingkat pembuktian khasiat
produknya.
Jamu merupakan obat berbahan alami yang terdiri dari campuran lima
hingga sepuluh jenis bahan dan diolah secara sederhana. Khasiat dan
keamanannya terbukti berdasarkan pengalaman turun temurun atau sesuai dengan
proses pengolahan yang telah disetujui serta telah memenuhi syarat mutu. Obat
herbal terstandar merupakan obat berbahan alami yang berbentuk ekstrak dengan
bahan baku dan proses pembuatan yang telah memenuhi standar. Obat jenis ini
harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), batas kisaran dosis,
farmakodinamik (manfaat), dan teratogenik (keamanan terhadap janin).
Fitofarmaka merupakan peningkatan kelas dari obat herbal terstandar. Obat jenis
ini harus melewati dua jenis pengujian yaitu uji praklinis dan uji klinis. Klaim
khasiat dari obat jenis ini harus dibuktikan berdasarkan uji klinis pada manusia1.
Adanya kecenderungan gaya hidup back to nature dengan keyakinan
bahwa mengkomsumsi obat herbal relatif lebih aman dibanding dengan obat
kimiawi berdampak terhadap meningkatnya pertumbuhan industri obat herbal
baik di dalam maupun luar negeri. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2006 pasar obat
herbal di Indonesia mencapai lima triliun rupiah dan meningkat menjadi enam
triliun rupaiah pada tahun 2007. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan kembali
menjadi Rp7.2 triliun dan pada tahun 2012 mencapai tiga belas triliun rupiah2.
Penggunaan obat herbal secara global diprediksi mencapai 107 miliar dollar AS
pada tahun 20173. Hal ini menunjukkan suatu peluang pasar yang sangat besar
pada industri obat herbal.
Tanaman temulawak merupakan salah satu biofarmaka yang banyak
dibutuhkan oleh industri obat herbal dikarenakan khasiat yang dimiliki.
Temulawak dapat bermanfaat untuk memperbaiki nafsu makan, memperbaiki
fungsi pencernaan, memelihara kesehatan fungsi hati, pereda nyeri sendi dan
tulang, menurunkan lemak darah, antioksidan, dan membantu menghambat
pembekuan darah. Kandungan minyak atsiri pada temulawak atau xanthorrizol
dapat bermanfaat sebagai anti kanker, terutama kanker payudara4. Dibeberapa
negara Asia rimpang temulawak tidak hanya digunakan sebagai obat tetapi juga
1

http://ikmfstikesmadani.blogspot.com/2013/02/perbedaan-jamu-herbal-terstandar-dan.html
(Diacu 13 Mei 2014)
2
http://health.kompas.com/read/2013/08/20/2026487/Pasar.Obat.Herbal.Diharapkan.Terus.Mening
kat (Diacu 14 Mei 2014)
3
http://www.prweb.com/releases/herbal_supplements/herbal_remedies/prweb9260421.htm (Diacu
14 Mei 2014)
4
http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/InfoPOM/0605.pdf (Diacu 11 Oktober 2013)

2

digunakan sebagai rempah, merangsang air susu (laktagoga), tonik bagi ibu yang
melahirkan (Melayu), perawatan kulit (India), bahan dasar jamu (Indonesia),
senyawa anti oksidan, dan anti hepatotoksik (Suksamrarn et al. 1994). Air rebusan
temulawak yang dicampur dengan biji moste dapat digunakan untuk mengurangi
kegemukan. Di Philipina, temulawak digunakan untuk mewarnai makanan dan
beberapa jenis kain, sedangkan di Sudan digunakan untuk campuran kosmetika
(Kristianti 1981).
Temulawak dapat dimanfaatkan sebagai obat dan diklaim dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sebagai upaya menuju pola hidup
alami yang lebih aman, pemerintah melalui Badan POM mensosialisasikan
khasiat temulawak kepada masyarakat melalui ”Gerakan Nasional Minum
Temulawak” pada tahun 2007. Program ini telah berhasil membawa pemanfatan
temulawak mendunia baik di dalam negeri maupun di luar negeri seperti di Eropa,
Amerika, dan Asia5. Mendunianya khasiat temulawak mengakibatkan
pertumbuhan produksi temulawak berkembang dengan sangat cepat.
Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2010 sampai 2012
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan produksi tanaman obat di Indonesia periode 2010-2012a
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
a

Produksi (Kg)

Komoditas
Jahe
Lengkuas
Kencur
Kunyit
Lempuyang
Temulawak
Temuireng
Temukunci
Dringo
Rimpang

2010
107 734 608
58 961 844
29 638 827
107 375 347
8 520 161
26 671 149
7 140 926
4 358 236
754 551
351 154 949

2011
94 743 139
57 701 484
34 016 850
84 803 466
8 717 497
24 105 870
7 920 573
3 951 932
611 608
316 572 419

b

2012
109 448 310
48 959 625
39 687 597
89 580 450
7 645 828
43 229 709
8 123 842
4 456 541
1 045 790
352 177 692

Pertumbuhan
2011-2012
15.52%
-15.15%
16.67%
5.63%
-12.29%
79.33%
2.57%
12.77%
70.99%
11.25%

Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura (2013)
Angka Prognosa

b

Tabel 1 menunjukkan temulawak memiliki nilai pertumbuhan
pertumbuhan produksi yang paling besar dibandingkan tanaman rimpang lainnya
yaitu 79.33%. Tingginya nilai pertumbuhan produksi ini mengindikasikan bahwa
permintaan atau kebutuhan akan temulawak semakin meningkat. Oleh sebab itu,
tanaman temulawak memiliki prospek untuk dikembangkan mengingat jumlah
produksinya yang cukup tinggi.
Tanaman temulawak dibutuhkan oleh banyak industri obat herbal berskala
besar ataupun menengah, seperti PT Sidomuncul, Soho Group, PT Air Mancur,
PT Indo Farma, Dayang Sumbi, CV Temu Kencono, Indotraco, PT Nyonya
Meneer, Herba Agronusa, dan Jamu Jenggot. Rata-rata kebutuhan perusahaan
5

http://abaherbal.com/gerakan-nasional-minum-temulawak/ (Diacu 25 Juni 2014)

3

tersebut dapat mencapai 3000 ton per tahun6. Selain pasar dalam negeri tanaman
ini juga dibutuhkan oleh pasar luar negeri seperti yang tertera pada tabel volume
ekspor tanaman temulawak (Kemendag 2011). Volume ekspor temulawak
berdasarkan negara tujuan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Volume ekspor temulawak berdasarkan negara tujuan tahun 2011c
Negara Tujuan
Volume (Kg)
Harga (USD)
India
1 269 517
2 463 976
Other Asia
294 802
216 351
Amerika
253 753
412 294
Thailand
219 687
75 200
Malaysia
171 213
132 916
Vietnam
84 465
125 080
Argentina
66 979
140 537
United Arab Emirates
62 380
50 847
Belanda
54 116
151 971
Singapura
43 401
386 880
c

Sumber : Kementrian Perdagangan (2011)

Tabel 2 menunjukkan bahwa negara India merupakan negara tujuan
ekspor temulawak dengan volume terbesar yaitu 1 269 517 Kg dengan total nilai
ekspor sebesar USD2 463 976 pada tahun 2011. Selanjutnya, diikuti oleh negara
asia lain sebesar 294 802 Kg dan Amerika sebesar 253 753. Tingginya nilai
ekspor ini menunjukkan besarnya permintaan dari luar negeri untuk produk
temulawak.
Berdasarkan klaim khasiat yang dimiliki, jumlah serapan industri obat
herbal baik di dalam maupun luar negeri, serta perkembangan produksi
temulawak yang cukup besar, temulawak merupakan salah satu tanaman potensial
dalam pengembangan agribisnis tanaman obat unggulan. Tanaman temulawak
dapat dijual dalam bentuk segar atau olahan berupa produk setengah jadi
(simplisia, pati, minyak atsiri, ekstrak) dan produk jadi (sirup, jamu instan, tablet,
dan kapsul), namun petani temulawak di Indonesia umumnya menjual dalam
bentuk segar. Penjualan temulawak dalam bentuk segar tidak memberikan
pendapatan yang cukup besar hanya sebesar Rp87 638 per bulan per 1 000 m2 luas
panen dengan harga jual sebesar Rp1 500 per Kg (Ermiati 2011). Hal ini belum
mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Pengolahan produk menjadi bentuk
setengah jadi (simplisia atau bubuk) dapat memberikan nilai tambah sebesar 7
sampai 15 kali (Badan Litbang Pertanian 2007). Diversifikasi produk menjadi
sirup dan temulawak instan dapat memberikan keuntungan dengan nilai B/C rasio
sebesar 1.6 sampai 1.65 (Yuhono 2007).
Sentra budidaya tanaman temulawak di Indonesia tersebar di beberapa
propinsi di Pulau Jawa, yaitu propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Propinsi Jawa Barat menempati posisi keempat
6

http://www.docstoc.com/docs/44729526/PASAR-DOMESTIK-DAN-EKSPOR-PRODUKTANAMAN-OBAT-%28BIOFARMA-KA%29 (Diacu 15 Oktober 2013)

4

setelah Propinsi Jawa Tengah yang diikuti oleh Propinsi Jawa Timur dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Data produksi temulawak di Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 3.

Tabel 3 Luas panen, produksi, dan produktivitas temulawak di Indonesia tahun
2012d
Produktivitas
Propinsi
Luas Panen (m2) Produksi (Kg)
(Kg/m2)
Jawa Tengah
8 671 783
28 707 216
3.28
Jawa Timur
6 203 118
8 316 896
1.32
DI Yogyakarta
1 582 606
3 441 605
2.17
Jawa Barat
471 346
831 112
1.75
Banten
143 057
49 337
2.21
DKI Jakarta
2 280
8 418
2.16
d

Sumber : Kementerian Pertanian (2013)

Tabel 3 menunjukkan bahwa Jawa Barat menduduki posisi keempat luas
panen terbesar setelah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Hal ini
menunjukkan Jawa Barat memiliki potensi yang cukup besar untuk
pengembangan tanaman biofarmaka dikarenakan untuk propinsi Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan DI Yogyakarta mayoritas petani sudah melakukan kerjasama
dengan industri jamu nasional. Pada saat ini, 97% Industri Obat Tradisional (IOT)
berada di Pulau Jawa dan mayoritas industri tersebut berada di Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan DI Yogyakarta. Industri Obat Tradisional (IOT) tersebut rata-rata
sudah melakukan kerjasama dengan petani temulawak (Badan Litbang Pertanian
2007). Oleh karena itu, Jawa Barat memiliki potensi untuk pengembangan
temulawak dikarenakan masih banyaknya petani yang bekerja secara individual.
Terbukanya pasar serta potensi besar yang dimiliki Indonesia menciptakan
suatu peluang usaha pengembangan industri pengolahan tanaman temulawak di
Indonesia. Pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneurship) sangat cocok
untuk mengatasi permasalahan sosial yang ada pada agribisnis temulawak. Hal ini
dikarenakan pendekatan wirakoperasi lebih mementingkan kepentingan bersama
dibandingkan kepentingan pribadi, sehingga kesuksesan yang diperoleh
merupakan kesuksesan bersama. Sama seperti usaha lainnya, untuk memulai
usaha melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) membutuhkan
modal dan rencana bisnis yang baik. Rencana bisnis dapat berguna sebagai
pedoman dalam menjalankan bisnis ataupun sebagai alat untuk keperluan
investasi.

Rumusan Masalah
Temulawak merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang banyak
dibutuhkan oleh industri obat herbal atau fitofarmaka. Peluang pasar serta potensi
besar yang dimiliki Indonesia tidak menjadikan agribisnis tanaman biofarmaka
khususnya temulawak berkembang dengan baik. Hal ini disebabkan antara petani

5

dan pelaku usaha tidak terbentuk suatu integrasi vertikal yang baik. Selain itu,
skala usaha petani temulawak yang kecil serta tidak adanya pengolahan yang
dilakukan petani mengakibatkan petani tidak memiliki posisi tawar yang baik
terhadap para pelaku usaha.
Pemasaran temulawak oleh petani umumnya dilakukan melalui kegiatan
kemitraan kepada perusahaan obat herbal ataupun melalui tengkulak. Namun,
kedua hal ini tidak memberikan keuntungan yang besar kepada petani. Harga
temulawak segar di tingkat petani umumnya berada pada kisaran Rp1 500 sampai
Rp2 000 per Kg. Harga ini belum terlalu menguntungkan bagi petani yang
umumnya berskala kecil (Ermiati 2011). Selain itu, sistem kemitraan yang terjalin
antara perusahaan dan petani juga tidak memberikan keuntungan yang besar
dikarenakan harga yang dipatok perusahaan sangat rendah hanya sebesar Rp600
per Kg untuk temulawak segar dan Rp5 500 untuk simplisia7.
Petani sebagai pelaku usaha budidaya yang memiliki lahan tidak memiliki
posisi tawar yang baik sehingga harga yang diterima petani rendah. Hal ini
dikarenakan petani memiliki keterbatasan dalam hal teknologi serta informasi.
Rendahnya harga yang diterima petani mengakibatkan rendahnya motivasi petani
untuk membudidayakan temulawak dan agribisnis temulawak menjadi tidak
berkembang.
Wirakoperasi ialah seorang pelaku usaha yang memiliki sebuah inovasi, ide
kreatif, dan teknologi namun tidak memiliki lahan yang cukup untuk melakukan
budidaya. Wirakoperasi berbeda dengan wirausaha pada umumnya. Wirakoperasi
tidak hanya berorientasi kepada keuntungan tetapi juga berorientasi kepada
manfaat atau kesejahteraan anggotanya. Berdasarkan keterbatasan serta kelebihan
yang dimiliki oleh petani dan wirakoperasi, diperlukan pengembangan usaha
melalui pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) agar tingkat
kesejahteraan petani meningkat dan agribisnis temulawak menjadi berkembang.
Jawa Barat sebagai daerah sentra penghasil temulawak terbesar keempat di
Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan mengingat daerah Jawa Barat
masih sedikit petani yang melakukan kemitraan. Rendahnya harga yang diterima
petani di pasar lokal mengharuskan adanya pengalihan pasar dari pasar lokal ke
pasar luar negeri agar petani dapat memperoleh harga yang lebih baik. Pengolahan
temulawak segar menjadi produk setengah jadi dalam hal ini simplisia dapat
menjadi pilihan karena dapat memberikan keuntungan sebesar 7 sampai 15 kali
(Badan Litbang Pertanian 2007).
Pengembangan usaha komoditas temulawak ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan pasar dalam maupun luar negeri. Selain itu, peranan seorang
wirakoperasi diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan petani di
Indonesia. Pengembangan usaha sosial melaui peranan wirakoperasi belum
banyak digunakan dalam dunia bisnis sehingga menarik untuk dikaji mengenai :
1. Bagaimana rencana bisnis yang harus dirumuskan agar bisnis pengolahan
temulawak dapat memberikan keuntungan secara finansial dan sosial?

7

http://sains.kompas.com/read/2011/05/21/14453617/Berempat.Kompak.demi.Temulawak (Diacu
28 Juni 2014)

6

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Merancang rencana bisnis pengolahan rimpang temulawak melalui
pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur)

Manfaat Penelitian
Peneletian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan
informasi dalam hal wirakoperasi (cooperative entrepreneur) dan potensi bisnis
pengolahan rimpang temulawak dalam bentuk rencana bisnis. Manfaat bagi
mahasiswa dan perguruan tinggi yaitu dapat dijadikan sebagai acuan dalam
mengembangkan usaha pengeringan dan pengemasan rimpang temulawak melalui
pendekatan wirakoperasi (cooperative entrepreneur) juga sebagai bahan acuan
dalam hal perencanaan bisnis.
Bagi pemerintah terutama Kementrian Koperasi dan UKM, hasil penelitian
ini dapat digunakan dalam mengembangkan model bisnis dengan pendekatan
wirakoperasi (cooperative entrepreneur). Bagi petani dan pelaku bisnis penelitian
ini dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan dana untuk usaha
pengeringan dan pengemasan rimpang temulawak dari investor atau lembaga
keuangan serta acuan dalam menjalankan usaha. Bagi investor atau lembaga
keuangan penelitian ini dapat digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai
prospek tanaman biofarmaka sebagai acuan dalam proses pengambilan keputusan
investasi dan alokasi modal yang akan digunakan.
Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan membahas mengenai perencanaan bisnis produk berupa
temulawak bubuk melalui pendekatan wirakoperasi. Aspek perencanaan bisnis
yang dianalisis terdiri dari aspek non finansial dan aspek finansial. Pada aspek
non finansial akan dibahas mengenai rencana produk, strategi dan rencana
pemasaran, rencana operasional, dan rencana manajemen. Pada aspek finansial
akan dibahas mengenai rencana keuangan yang terdiri dari proyeksi laporan arus
kas, proyeksi laporan laba rugi, dan kriteria investasi. Perencanaan bisnis yang
dilakukan ialah mengolah barang mentah menjadi produk setengah jadi
(intermediate product) berupa temulaswak bubuk.Informasi mengenai harga dan
jumlah produksi ditentukan berdasarkan data sekunder berupa permintaan pasar
tanaman temulawak di negara tujuan ekspor. Mekanisme ekspor dibatasi kepada
sistem FOB (Free On Board). Hal lainnya, seperti analisa perilaku konsumen di
negara tujuan, kondisi persaingan industri di negara tujuan, regulasi di negara
tujuan ekspor merupakan hal-hal diluar batasan dan ruang lingkup penelitian
sehingga hal tersebut tidak dibahas lebih lanjut pada penelitian ini.

7

TINJAUAN PUSTAKA

Temulawak
Tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) termasuk keluarga
Zingiberaceae bersama dengan jahe. Di daerah Jawa Barat, temulawak sering
disebut sebagai „Koneng Gede‟ sedangkan di Madura disebut „Temu Lobak‟.
Bagian tanaman temulawak yang umumnya digunakan ialah bagian rimpang.
Rimpang ini dapat digunakan dalam bentuk segar, rimpang kering, atau rimpang
yang telah diserbukkan (BPOM 2005). Tanaman temulawak dan rimpang
temulawak dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2

Gambar 1 Tanaman temulawak

Gambar 2 Rimpang temulawak

Temulawak dipercaya memiliki banyak khasiat untuk kesehatan.
Penelitian Fitriani (2013) menunjukkan bahwa temulawak terbukti dapat
menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Selain itu, Sidik (2006) membuktikan
bahwa kandungan kurkuminoid secara klini berkhasiat mencegah penyakit
jantung koroner, meningkatkan daya tahan tubuh, dan mencegah penggumpalan
darah. Penelitian Kurnia (2006) menunjukkan bahwa kandungan kurkumin pada
temulawak dapat bermanfaat sebagai acnevulgaris, anti inflamasi (anti radang),
antioksidan, anti hepopotoksik (anti keracunan empedu). Banyaknya khasiat yang
dimiliki menjadikan temulawak digunakan dalam hampir semua produk obat
tradisional (Badan Litbang Pertanian 2007).
Sentra produksi budidaya temulawak tersebar di beberapa provinsi di
Pulau Jawa, terutama provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Peningkatan produktivitas untuk tanaman temulawak mencapai 11% per tahun,
sedangkan serapan yang terdiri atas Industri Obat Tradisional (IOT) atau Industri
Kecil Obat Tradisional (IKOT) dan farmasi mencapai rata-rata 63%, ekspor 14%,
serta untuk konsumsi rumah tangga 23%. Dalam kurun waktu 6 tahun
diperkirakan akan terjadi kekurangan suplai bahan baku dari komoditas
temulawak (Badan Litbang Pertanian 2007). Hal ini disebabkan oleh rendahnya
motivasi petani untuk membudidayakan tanaman temulawak.
Penelitian Purnaningsih (2008) menunjukkan bahwa para petani umumnya
menjual hasil panennya dalam bentuk segar tanpa pengolahan. Sistem pemasaran
umumnya disalurkan kepada pedagang pengumpul yang kemudian dari pedagang
pengumpul dilanjutkan kepada Industri Obat Tradisional (IOT). Harga yang

8

diberikan oleh pedagang pengumpul cukup rendah yaitu Rp1 200 hingga Rp1 500
per kg. Berdasarkan penelitian Ermiati (2011) harga ini memberikan nilai
pendapatan yang tidak terlalu besar. Hal ini yang mengakibatkan rendahnya
motivasi petani dalam melakukan budidaya temulawak.

Penelitian Terdahulu
Keberhasilan peranan wirakoperasi dibuktikan melalui penelitian Baga
dan Firdaus (2009) pada kasus belimbing dewa di Kota Depok serta penelitian
Fajrian (2013) pada CV. Bunga Indah Farm di Kabupaten Sukabumi. Kedua
penelitian ini menunjukkan penerapan sistem kewirausahaan sosial mampu
memajukan usaha tidak hanya secara keuntungan pribadi tetapi juga usaha
anggotanya. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya pendapatan petani setelah
melakukan kemitraan serta meningkatnya skala usaha petani. Keberhasilan usaha
ini tidak lepas dari adanya peran seorang pemimpin yang memiliki jiwa
wirakoperasi.
Penelitian Baga (2011) Profil dan Peran Wirakoperasi dalam
Pengembangan Agribisnis menunjukkan bahwa karakter seorang wirakoperasi
digambarkan dengan locus of control yang sangat internal, mempunyai need for
achievment yang tinggi, sikap altruisme yang tinggi, serta perilaku kepemimpinan
yang efektif dengan orientasi tugas dan manusia secara seimbang. Hal ini sesuai
dengan penelitian Effendi (2005) pada Koperasi Simpan Pinjam Etam Mandiri
Sejahtera menunjukkan untuk meningkatkan dinamika organisasi maka
diperlukan keefektifan gaya kepemimpinan yang tidak hanya berorientasi kepada
tugas tetapi dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada
hubungan baik anggota. Selain itu penelitian Nurlina (2009) menunjukkan
kepemimpinan orientasi prestasi secara simultan signifikan berpengaruh terhadap
keberlanjutan usaha anggota koperasi.
Penelitian Effendi (2005) dan Nurlina (2009) menunjukkan peran seorang
pemimpin berpengaruh terhadap keberhasilan suatu organisasi. Oleh sebab itu
peran seorang pemimpin yang memiliki jiwa wirakoperasi akan berpengaruh
terhadap keberhasilan usaha. Sesuai dengan Selain peranan seorang wirakoperasi
agar usaha dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan sebuah perencanaan
bisnis. Perencanaan bisnis yang sistematis diperlukan untuk mengurangi
kegagalan pada pendirian suatu proyek bisnis. Menurut Pinson (2003) ada tiga
tujuan menulis rencana bisnis, yaitu sebagai panduan yang dapat diikuti sepanjang
usia bisnis, sebagai dokumentasi pendanaan, dan sebagai alat standart untuk
mengevaluasi potensi bisnis keluar negeri.
Wibowo (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Rencana Bisnis
Industri Manisas Stroberi menyusun sebuah rencana bisnis yang menganalisis
aspek non finansial dan finansial. Aspek non finansial terdiri dari analisis pasar,
analisis teknik dan teknologi, analisis manajemen dan organisasi, dan analisis
lingkungan. Pada analisis pasar, penulis menggunakan sistem bauran pemasaran
yang terdiri dari Product, Price, Promotion, dan Place. Product menggambarkan
jenis produk yang akan dijual. Price menjelaskan tentang tingkat harga yang akan
diberlakukan. Promotion menjelaskan tentang strategi promosi yang akan
digunakan. Place menjelaskan tentang lokasi tempat usaha yang akan didirikan.

9

Analisis teknik dan teknologi terdiri dari aspek bahan baku, mesin dan
peralatan, aspek teknologi, dan proses produksi, penentuan tata letak dan ruang
pabrik, serta perencanaan tata letak dan kebutuhan ruang pabrik. Analisis bahan
baku yang dilakukan terdiri dari perencanaan bahan baku dn perencanaan mesin
dan peralatan.
Aspek selanjutnya yang dianalisis adalah aspek teknologi dan proses
produksi. Aspek ini berisi penjelasan tentang jenis teknologi yag akan digunakan
serta tahapan-tahapan proses produksi yang akan dilakukan. Setelah menganalisis
aspek teknologi dan proses produksi, aspek selanjutnya adalah penentuan tata
letak dan ruang pabrik. Penentuan tata letak dan ruang pabrik sangat penting
dilakukan untuk meningkatkan tingkat efisiensi dari kegiatan produksi. Usaha
yang didirikan lebih baik dilakukan pada lokasi yang dekat dengan bahan baku
dengan harapan dapat memperkecil biaya transportasi, ketersediaan sumberdaya
yang cukup, infrastruktur yang mendukung, serta dekat dengan target pasar.
Analisis manajemen dan organisasi terdiri dari aspek legalitas, kebutuhan
tenaga kerja, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan. Pada aspek legalitas
akan ditentukan bentuk badan usaha yang akan digunakan. Kebutuhan tenaga
kerja menjelaskan jumlah kebutuhan tenaga kerja yang akan digunakan pada
kegiatan usahanya. Struktur organisasi menggambarkan hierarki manajemen dari
organisasi bisnisnya dan bagaimana hubungan antar setiap karyawan dalam
organisasi tersebut. Deskripsi pekerjaan menjelaskan tugas-tugas serta tanggung
jawab setiap personil yang ada dalam organisasi bisnis.
Aspek lingkungan mengaji apakah usaha yang akan didirikan dapat
dilaksanakan dengan layak dilihat dari kondisi lingkungan. Hal ini mencakup
pengolahan limbah yang dihasilkan usaha yang didirikan sehingga perlu dilakuan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Analisis ini dilakukan agar
kualitas lingkungan tidak terganggu akibat kegiatan usaha.
Berdasarkan penelitian Wibowo (2011), maka penelitian ini akan
menggunakan konsep rencana bisnis dengan mengkaji beberapa aspek yaitu,
rencana produk, strategi dan rencana pemasaran, rencana operasional, rencana
manajemen. Selain itu, pendekatan wirakoperasi yang digunakan sangat sesuai
untuk mengatasi masalah sosial yang ada pada agribisnis temulawak, sehingga
pada rencana manajemen akan dipaparkan sistem manajemen melalui pendekatan
cooperative entrepreneur. Berdasarkan keseluruhan penelitian maka akan
dirancang sebuah rencana bisnis untuk produk simplisia temulawak melalui
pendekatan cooperative entrepreneur.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasarkan pada permasalahan
yang dihadapi. Dasar kerangka pemikiran teoritis ini adalah potensi dari sebuah
bisnis pengeringan dan pengemasan tanaman biofarmaka khususnya tanaman
temulawak dengan menggunakan peran dan fungsi seorang wirakoperasi
(cooperative entrepreneur) didalamnya. Penelitian ini menggunakan sebuah

10

rencana bisnis untuk melihat potensi usaha pengeringan dan pengemasan rimpang
temulawak.
Wirakoperasi (Cooperative Entrepreneur)
Menurut Hendar dan Kusnadi (2009) dalam Fajrian (2013) wirakoperasi
atau cooperative entrepreneur adalah suatu sikap mental positif dalam berusaha
secara kooperatif dengan mengambil sikap inovatif serta keberanian mengambil
risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi dalam memenuhi
kebutuhan serta peningkatan kesejahteraan bersama. Menurut Baga (2009)
wirakoperasi adalah orang-orang yang mampu membawa atau menemukan
peluang koperasi yaitu berupa efek koperasi kemudian melakukan upaya
persusasif meyakinkan para petani untuk bersama-sama mengembangkan
koperasi. Efek koperasi merupakan hal apapun yang menjadikan sesuatu lebih
mudah, lebih murah, dan lebih menguntungkan jika dilakukan bersama-sama
dibandingkan dilakukan secara sendiri-sendiri.
Peran seorang wirakoperasi adalah menemukan peluang berkoperasi dan
mewujudkannya dalam bentuk usaha yang menguntungkan bagi para anggotanya
(Baga 2011). Wirakoperasi menggabungkan antara jiwa kewirausahaan dengan
sikap kooperatif pada diri seorang pemimpin. Seorang wirakoperasi tidak hanya
mementingkan keberhasilan usahanya tetapi juga bertanggung jawab dalam
meningkatkan kesejahteraan para anggota dan para petani.
Tugas utama seorang wirakoperasi adalah menciptakan inovasi yang dapat
memberikan perubahan yang positif dalam organisasi usaha. Keberhasilan inovasi
sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan dari wirakoperasi tersebut.
Tugas wirakoperasi akan berjalan dengan baik apabila seorang wirakoperasi
memiliki tingkat kemampuan dan motivasi yang tinggi, serta kebebasan dalam
bertindak (sepanjang tidak merugikan orang lain) dari wirausaha (Fajrian 2013).
Seorang wirakoperasi dikatakan berhasil apabila dia mampu untuk
mengembangkan usahanya juga meningkatkan kesejahteraan petani atau
anggotanya. Orientasi peningkatan kesejahteraan tersebut dikatakan berhasil
apabila terjadi peningkatan pendapatan petani atau anggota dan perubahan skala
usaha kecil menjadi skala usaha yang lebih besar bagi petani.
Konsep cooperative entrepreneur dapat diterapkan pada suatu rancangan
bisnis dengan melakukan kerjasama dengan petani untuk memasok bahan baku
yang akan digunakan. Penerapan konsep ini akan menciptakan suatu multiplier
effect bagi usaha yang dijalankan juga meningkatnya tingkat efisiensi rantai
pasokan karena terintegrasinya rantai pasok mulai dari on-farm hingga off-farm.
Rencana Bisnis
Rencana bisnis merupakan dokumen tertulis yang menjelaskan rencana
perusahaan atau pengusaha untuk memanfaatkan peluang-peluang usaha (business
opportunities) yang terdapat di lingkungan eksternal perusahaan, menjelaskan
keunggulan bersaing (competitive advantage) usaha, serta menjelaskan berbagai
langkah yang harus dilakukan untuk menjadikan peluang usaha tersebut menjadi
suatu bentuk usaha yang nyata (Solihin 2007).

11

Perencanaan bisnis mencakup uraian tentang gambaran umum rencana,
kondisi perusahaan, produk/jasa yang akan diberikan oleh perusahaan, kondisi
pasar, kondisi manajemen, kondisi keuangan, kondisi operasional, strategi untuk
pengembangan di masa yang akan datang, informasi keuangan yang dibutuhkan
dan lampiran-lampiran. Perencanaan bisnis dapat digunakan sebagai alat untuk
mencari pinjaman dari pihak ketiga, seperti pihak perbankan, investor, lembaga
keuangan, dan sebagainya (Rangkuti 2005).
Rencana Produk
Perencanaan produk adalah proses penciptaan suatu produk hingga produk
tersebut diperkenalkan di pasar. Proses perencanaan produk diawali dengan
pengenalan terhadap kebutuhan pasar. Produk yang dijual dapat berupa fresh
product, intermediate product, atau final product.
Fresh product adalah produk segar yang belum dilakukan pemrosesan
terlebih dahulu. Fresh product umumnya tidak menghasilkan margin yang tinggi
bagi pelakunya, karena tidak memiliki nilai tambah. Intermediate product adalah
produk yang telah diproses namum memerlukan proses selanjutnya untuk
kemudian dijual kepada konsumen akhir. Intermediate product umumnya
dipasarkan pada industri manufaktur produk akhir. Final product adalah produk
yang langsung dapat dikonsumsi atau digunakan langsung oleh konsumen akhir.
Produk yang akan dihasilkan pada rencana bisnis ini adalah intermediate
product yaitu berupa simplisia temulawak dan temulawak bubuk. Produk
dihasilkan dengan mengolah rimpang temulawak segar menjadi simplisia kering
yang dapat meningkatkan umur simpan produk. Nilai tambah pada produk ini
diharapkan dapa memberikan keuntungan lebih bagi pelaku usaha.

Strategi dan Rencana Pemasaran
Persaingan pasar yang semakin ketat menuntut para pelaku usaha untuk
mempunyai suatu strategi dan perencanaan pemasaran yang matang agar dapat
bertahan dalam suatu idustri. Keinginan pengusaha besar adalah mampu
menerobos pasar dunia dan tidak kalah bersaing dengan produk luar negeri di
dalam negeri.
Pasar yang berubah dengan sangat cepat, selera konsumen yang mudah
berubah, dan keinginan konsumen untuk mencoba produk baru menjadikan
loyalitas konsumen sangat labil. Oleh karena itu, hal ini yang menjadi tantangan
bagi kegiatan pemasaran, mencari, memelihara konsumen yang sudah ada.
Strategi pemasaran harus menjawab tantangan ini dengan berbagai taktik. Setelah
mengetahui keseluruhan kondisi pasar dari industri tersebut, hal yang harus
dilakukan selanjutnya ialah menentukan usaha-usaha atau strategi pemasarannya.
Menurut Kotler dan Keller (2009) semua strategi pemasaran dibuat berdasarkan
STP (Segmentation, Targetting, Positioning) dan kemudian disesuaikan dengan
bauran pemasaran (Product,Price, Place, Promotion)
1. Segmenting
Segmenting adalah proses mengelompokkan pasar yang luas dan heterogen
menjadi kelompok yang homogen dan memiliki kesamaan dalam hal kebutuhan,

12

keiginan, prilaku, dan respon terhadap program-program pemasaran spesifik.
Program-program pemasaran yang sesuai dengan segmentasi pasar akan
meningkatkan jumlah penjualan pada perusahaan.
Segmentasi pasar harus dapat diidentifikasi dan diukur terlebih dahulu
sehingga akan memudah untuk menentukan strategi yang efektif pada segmen
tersebut. Segmen pasar harus dapat terukur dengan baik tidak hanya berdasarkan
besar pasar potensial tetapi juga prilaku membeli konsumen (Zehle 2004).
2. Targetting
Targetting adalah proses memilih target pasar produk yang dituju dari
setiap segmen-segmen pasar yang telah ditentukan. Segmen pasar yang
memberikan keuntungan menjadi target potensial bisnis. Sebuah bisnis dapat
berkonsentrasi pada satu, beberapa, atau seluruh target. Salah satu hal penting
dalam target pasar adalah komunikasi pasar, yaitu menempatkan produk sesuai
dengan posisi produk tersebut (Zehle 2004).
3. Positioning
Positioning adalah proses menempatkan produk pada suatu posisi khusus
sehingga konsumen dapat dengan mudah membedakan produk kita dengan
produk perusahaan pesaing. Positioning penting dilakukan untuk menciptakan
suatu citra produk pada konsumen.
Bauran pemasaran ialah suatu kombinasi yang memberikan hasil maksimal
dari unsur-unsur product, price, place, promotion, people, physical evidence, dan
process keempat P pertama disebut 4 P tradisional dan 3 P terakhir dikatakan
unsur bauran pemasaran untuk pemasaran produk jasa (Alma 2010). Bauran
pemasaran digunakan sebagai suatu strategi agar proses pemasaran dapat
memberikan hasil yang maksimal.
1. Product (Produk)
Aspek ini terdiri dari spesifikasi produk yang ditawarkan oleh perusahaan,
seperti bentuk produk, merek produk, kemasan, serta hal lain terkait produk yang
akan dijual. Selain itu, pengembangan jenis-jenis atau variasi produk juga dapat
dianalisis pada aspek ini.
2. Price (Harga)
Aspek ini menjelaskan tentang harga yang diberlakukan kepada konsumen
untuk setiap jenis produk yang ditawarkan.
3. Place (Tempat)
Aspek ini mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan lokasi penjualan produk
maupun pendistribusian produk, serta ketersediaan fasilitas yang dapat
memberikan nilai tambah bagi konsumen dari sisi tempat.
4. Promotion (Promosi)
Aspek ini mencakup strategi-strategi promosi yang dilakukan perusahaan
untuk memasarkan produknya. Dalam aspek ini akan dikaji mengenai pemilihan
media promosi serta pemilihan cara penjualan.
Rencana Operasional (Produksi)
Teknis dan produksi merupakan kegiatan utama dalam suatu usaha yang
terdiri dari proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiaan maupun
kegiatan produksi yang dilakukan. Pemilihan lokasi dan tata ruang menjadi
langkah awal dalam analisis teknis dan produksi. Pemilihan lokasi dan tata ruang

13

yang tepat akan meningkatkan tingkat efisiensi dari perusahaan tersebut. Pada
perencanaan operasional atau produksi juga dirancang suatu SOP (Standart
Operational Procedure) dari kegiatan bisnis pengeringan dan pengemasan
rimpang temulawak. Selain itu, perencanaan jumlah produksi dan pemilihan
teknologi yang tepat guna juga harus dilakukan sebelum melakukan bisnis. Hal ini
berguna untuk menghitung modal yang akan dibutuhkan.
a. Perencanaan Lokasi dan Tata Letak
Perencanaan lokasi dan tata letak menjadi hal awal yang harus
dipertimbangkan, karena pemilihan lokasi yang tepat dapat meningkatkan
efisiensi kegiatan usaha. Pemilihan lokasi usaha dapat ditentukan berdasarkan
kedekatannya dengan bahan baku atau pasar potensial, tenaga kerja, serta
ketersediaan infrastruktur yang baik yang dapat menunjang kegiatan usaha.
Perancangan tata letak bangunan usaha terdiri dari ruang produksi, ruang
penyimpanan atau gudang, ruang administrasi, serta ruangan lain yang dibutuhkan
dalam kegiatan usaha harus dipertimbangkan dengan baik agar dapat
meningkatkan efisiensi kegiatan usaha yang akan dibutuhkan.
b. Teknologi
Teknologi pengeringan rimpang temulawak dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu secara tradisional dengan menggunakan panas matahari dan
menggunakan oven. Namun, pengeringan dengan cara ini membutuhkan waktu
yang lebih lama dan memiliki risiko yang cukup tinggi terkontaminasi oleh
bakteri ataupun jamur.
Proses pengeringan lebih baik dilakukan menggunakan oven dengan suhu
o
±60 C. Hal ini akan mempercepat proses pengeringan dan memberikan hasil yang
lebih baik ditinjau dari segi tampilan fisik (Cahyono, dkk 2011). Lebih jauh lagi,
penelitian Cahyono, dkk (2011) juga menunjukkan bahwa proses pengeringan ini
berpengaruh terhadap kandungan kurkuminoid temulawak. Kadar total
kurkuminoid yang diekstrak dari simplisia kering memiliki kuantitas lebih banyak
daripada temulawak segar.
Selain proses pengeringan, penggunaan teknologi juga dilakukan pada
proses pengemasan. Pengemasan simplisia kering ataupun rimpang segara
temulawak dilakukan dengan menggunakan alat Vacuum Packaging. Alat ini
memiliki prinsip kerja dengan cara menyedot udara yang ada dalam kemasan dan
kemudian dlakukan penyegelan kemasan. Pengemasan dengan teknologi ini
dipilih karena memiliki keunggulan tidak merusak kandungan gizi, bentuk,
tekstur, dan dapat menekan pertumbuhan mikroba karena terbentuknya hampa
udara pada sisi dalam kemasan tersebut sehingga dapat memperpanjang umur
penyimpanan produk juga memperkecil ruang simpan.
c. Perencanaan Bahan Baku
Bahan baku merupakan input atau bahan dasar pada kegiatan produksi
untuk menghasilkan suatu produk yang akan ditawarkan oleh perusahaan. Untuk
menghasilkan suatu produk yang memiliki standar mutu tertentu maka bahan baku
yang digunakan juga harus memiliki standar mutu yang telah ditetapkan.
Pemilihan bahan baku harus diperhatikan dengan baik. Beberapa hal yang
termasuk kedalam perencanaan bahan baku, yaitu: (1) Jenis bahan baku, (2)

14

Kuantitas bahan baku, (3) Kualitas bahan baku, (4) Persediaan bahan baku, dan
(5) Kemungkinan penggunaan jenis bahan baku lain.
Rencana Manajemen
Aspek manajemen dalam perencanaan bisnis berisi gambaran tentang
bisnis/proyek dalam masa pembangunan dan bisnis/proyek sudah berjalan.
Bisnis/proyek dalam masa pembangunan, berisi kajian lama waktu yang
dibutuhkan unrtuk penyiapan proyek sampai proyek siap beroperasi dan biaya
yang dibutuhkan untuk bisnis tersebut. Sedangkan bisnis/proyek sudah berjalan
berisi kajian bentuk badan hukum organisasi, struktur organisasi, jumlah
karyawan yang dibutuhkan, persyaratan karyawan, proses rekruitment, sistem
upah, dan sebagainya (Supriyanto 2011).
a. Aspek Legal dan Ruang Lingkup Pengembangan Usaha Koperasi
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseoragan atau
badan hukum koperasi dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai
modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama
di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi
(UU No. 17 tahun 2012). Koperasi terdiri atas dua jenis, yaitu koperasi primer dan
koperasi sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang didirikan oleh orang
perseorangan, sedangkan koperasi sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh
dan beranggotakan badan hukum koperasi. Koperasi primer didrikan oleh paling
sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian
kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal awal koperasi. Koperasi sekunder
didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) koperasi primer.
Koperasi dalam pelaksanaannya harus menerapkan tujuh prinsip dasar
koperasi. UU No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian menyebutkan tujuh
prinsip dasar koperasi adalah sebagai berikut:
1. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka
2. Pengawasan oleh anggota dilaksanakan secara demokratis
3. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi koperasi
4. Koperasi merupakan badan usaha yang swadaya dan otonom
5. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota,
pengawas, pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi
kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan koperasi
6. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat gerakan
koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat
lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
7. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan
masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh anggota.
b. Persyaratan Perusahaan untuk Mengekspor
Perusahaan yang ingin meluaskan pasarnya ke luar negeri atau ekspor,
harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya (Kemendag 2013):
1. Memiliki badan hukum dalam bentuk:
a. CV (Commanditaire Vennotschap)
b. Firma

15

c. PT (Perseroan Terbatas)
d. Persero (Perusahaan Perseroan)
e. Perum (Perusahaan Umum)
f. Perjan (Perusahaan Jawatan)
g. Koperasi
2. Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
3. Mempunyai salah satu izin yang dikeluarkan pemerintah seperti:
a. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dari Dinas Perdagangan
b. Surat Izin Industri dari Dinas Perindustrian
c. Izin Usaha PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) atau PMA
(Penanaman Modal Asing) yang dikeluarkan oleh BKPM (Badan
Koordinasi Penanaman Modal)
4. Memiliki Angka Pegenal Ekspor (APE)
Pengurusan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan untuk koperasi harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Fotokopi Akta Pendirian Koperasi
2. Fotokopi KTP Pimpinan/Penanggung jawab koperasi
3. Fotokopi NPWP Koperasi
4. Neraca terakhir koperasi bermaterai Rp 6 000,5. Susunan Pengurus
6. Surat keterangan domisili usaha dari kelurahan atau kantor desa, diketahui
kecamatan
7. Pasfoto warna ukuran 4x6 dua lembar.
Ijin usaha perdagangan ini masuk kedalam ijin usaha perdagangan dan
berlaku selama lima tahun dan setiap tahun dilakukan registrasi ulang.
c. Struktur Organisasi
Struktur organisasi menggambarkan tentang hierarki kepengurusan dari
organisasi bisnis. Struktur organisasi terdiri dari susunan bagian-bagian yang
diperlukan untuk menjalankan fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi bisnis
tersebut. Pada struktur organisasi akan digambarkan hubungan kerja antara orang
yang satu dengan yang lainnya dengan memperhatikan aturan bentuk badan
hukum dan disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
d. Deskripsi Kerja
Bagian-bagian yang dicantumkan pada struktur organisasi akan
mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Penggambaran tugas dan
tanggung jawab masing-masing tenaga kerja atau pegurus dipaparkan dalam
bentuk deskripsi kerja. Deskripsi kerja bagi tenaga kerja dan pengurus perusahaan
berbeda-beda sesuai dengan jabatan dan bagiannya.
e. Upah dan Gaji
Gaji dan upah merupakan imbalan atas jasa yang telah dilakukan oleh
seluruh tenaga kerja maupun pengurus perusahaan. Gaji merupakan imbalan yang
diberikan dengan jumlah yang tetap setiap bulannya, sedangkan upah merupakan
imblan yang diberikan per jam kerja sehingga besaran upah tergantung kepada
banyaknya jam kerja. Besarnya pemberian gaji dan upah berbeda-beda sesuai
dengan besar tanggung jawab yang dibebankan. Pemberian upah dipengaruhi oleh
masalah persaingan di pasar tenaga kerja, pendidikan, keterampilan, perilaku

16

karyawan, dan pengalamannya. Penetapan upah tidak dapat ditentukan oleh satu
formula, karena penetapan besarnya upah juga melihat kepada tingkat
produktivitas, biaya hidup, dan laba yang diperoleh pengusaha.
Berdasarkan ketetapan Gubernur Jawa Barat No. 561/Kep.1636bangsos/2013 upah minimum regional (UMR) untuk Kabupaten Bogor untuk
industri ini adalah sebesar Rp2 578 576. Upah ini termasuk dengan gaji pokok
serta tunjangan.
f. Manajemen Risiko
Jalannya sebuah bisnis tidak akan terlepas dari sebuah risiko. Menurut
Siahaan (2007) risiko adalah kombinasi probabilitas suatu kejadian dengan
konsekuensi atau akibatnya. Darmawi (2007) mendefinisikan risiko adalah
penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan. Menurut Muslich (2007)
risiko adalah seluruh hal yang dap